bab ii

19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saponifikasi Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Menurut legenda Romawi kuno yang berasal dari Gunung Sapo, awalnya lemak berasal dari binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Pengertian Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu Sabun dan Gliserin. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti “soap making”. Akar kata “sapo” dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Saponifikasi adalah proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan basa kuat 3

Upload: gita-theodora-simanjuntak

Post on 13-Nov-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

saponifikasi

TRANSCRIPT

Safonifikasi

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Saponifikasi

Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun (Latin sapon, = sabun dan fy adalah akhiran yang berarti membuat). Bangsa Romawi kuno mulai membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan abu kayu. Menurut legenda Romawi kuno yang berasal dari Gunung Sapo, awalnya lemak berasal dari binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu.

Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang orang mencuci pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan. Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Pengertian Saponifikasi (saponification) adalah reaksi yang terjadi ketika minyak / lemak dicampur dengan larutan alkali. Ada dua produk yang dihasilkan dalam proses ini, yaitu Sabun dan Gliserin. Istilah saponifikasi dalam literatur berarti soap making. Akar kata sapo dalam bahasa Latin yang artinya soap / sabun. Saponifikasi adalah proses hidrolisis ester dari alkali pada lemak yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan basa kuat (kaustik soda) membentuk alkohol dan garam dan sisanya asam.

Lemak + basa kuat sabun + gliserol

(gliserida) (garam) (alkohol)

Atau secara singkat saponifikasi merupakan suatu reaksi yang terjadi antara lemak dan kaustik soda atau peristiwa hidrolisa dari ester-ester.

2.2. Minyak dan Lemak

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang ( 28C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :1) Tallow Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. 2) Lard Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.3) Palm Oil (minyak kelapa sawit) Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.4) Coconut Oil (minyak kelapa) Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.5) Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit) Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.6) Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin) Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.7) Marine Oil Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.8) Castor Oil (minyak jarak) Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan. Minyak jarak juga dapat digunakan untuk pembuatan biodiesel. 9) Olive oil (minyak zaitun) Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Minyak zaitun biasanya digunakan untuk campuran kosmetik dan untuk memasak.10) Campuran minyak dan lemak Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.2.3. Bahan baku dan bahan pendukung

Bahan Baku yang digunakan adalah Alkali. Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.1) NaCl NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.2) Bahan aditif Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : Builders, Fillers inert, Anti oksidan, Pewarna,dan parfum.2.4. Soap (Sabun) dan Detergent Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak. Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.

Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.

Istilah agen permukaan aktif (surface active agent) adalah meliputi soap (sabun) dan detergent, wetting agent (agen basah) dan penetrants. Masing-masing mempunyai aktivitas dan sifat khusus yang berbeda pada kontak dua fase. Surface active agent merupakan gabungan antara water attracting (gaya tarik air) atau hydropilic group (kelompok hidrofilik) terhadap suatu molekul lainnya. Detergent secara umum dapat diartikan sebagai pembersih. Untuk memulai pengertian tentang detergent, dapat dimulai dari sabun. Dimana sabun adalah merupakan produk dari kaustic soda dan lemak. Lemak merupakan produk dari kaustik. Lemak merupakan campuran dari gliserida di mana komposisinya berbeda-beda, sesuai dengan sumbernya. Trygliceralasetat adalah ester-ester yang terjadi bila glycerol alkohol terhidrat digabungkan dengan asam lemak yang mempunyai sifat khusus tetapi natural fat (lemak alami).

Angka penyabunan adalah suatu bilangan yang menunjukkan jumlah miligram dari potasium hidroksida yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram dari berat minyak / lemak. Minyak atau lemak terdiri dari asam-asam lemak yang merupakan berat molekul rendah melalui proses safonifikasi menjadi berat molekul tinggi dari asam lemak pada gliserida. Di samping pentingnya angka penyabunan di dalam proses pembuatan sabun, masih ada beberapa bilangan lainnya yang erat sekali hubungannya dengan proses pembuatan sabun. Bilangan tersebut adalah:

1) Acid Value

Acid value adalah jumlah miligram KOH (potasium hidroksida) yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas di dalam 1 gram minyak atau lemak.2) Henner Value Henner value adalah bilangan yang menyatakan persentase asam-asam lemak yang tidak larut di dalam minyak atau lemak.2.5. Proses pembuatan sabun

Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin. Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 NaOH --> C3H5(OH)3 + 3 NaOOCR Secara umum proses pembuatan sabun dimulai dari gliserida atau lemak dalam ketel yang dipanasi (dididihkan) dengan pipa uap dan selanjutnya ditambahkan larutan NaOH sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk (Na-asetat) dapat diambil pada lapisan teratas dari campuran sabun, gliserol dan sisa basa. Agar sabun mengendap dan dapat dipisahkan dengan cara penyaringan, NaCl ditambahkan ke dalam campuran.

Untuk gliserol murni dapat diperoleh dengan cara penyulingan. Sedangkan sabun yang kotor dimurnikan dengan cara mengendapkan beberapa kali (reprisipitasi). Akhirnya ditambahkan parfum supaya sabun memiliki bau yang dikehendaki. Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan (tallow) dan dari minyak. Gugus induk lemak disebut fatty acids yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C-18) yang berikatan membentuk gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa. Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH). Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu 8,0 sampai 9,5. Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial. Alkali dapat mambahayakan beberapa jenis tekstil, sabun juga tidak dapat berfungsi jika pH larutan terlalu rendah. Karena rantai karbon yang panjang akan mengendap seperti buih. Misalnya sabun dari natrium stearat, akan berubah menjadi asam stearat dalam suasana asam. Selain itu sabun biasanya membentuk garam dengan ion-ion kalsium, magnesium, atau besi dalam air sadah (hard water). Garam-garam tesebut tidak larut dalam air. Garam yang tidak larut dalam air itu membuat warna coklat pada dinding kamar mandi, kerah baju, atau warna kusam pada pakaian dan rambut. Masalah tersebut dipecahkan dengan beberapa cara. Misalnya dengan mengurangi ion-ion kalsium dan magnesium dan menggantinya dengan ion-ion natrium, atau yang dikenal dengan air lunak. (soft water). Selain itu bisa juga dengan menambahkan fosfat pada sabun, karena fosfat membentuk komplek dengan ion-ion logam, larut dalam air, sehingga mencegah ion-ion tersebut membentuk garam taklarut dengan sabun. Namun penggunaan fosfet harus dibatasi, karena jika ikut mengalir dalam danau atau sungai fosfat yang juga berfungsi sebagai pupuk akan merangsang tumbuhnya tanaman sedemikian besar sehingga tanaman menghabiskan oksigen terlarut dalam air dan menyebabkan ikan-ikan mati. Cara lain misalnya dengan mengganti gugus ionik karboksilat pada sabun dengan gugus sulfat atau sulfonat. Cara inilah yang mendasari terbentuknya detergen.2.6. Jenis-jenis sabun

Pada perkembangan selanjutnya bentuk sabun menjadi bermacam-macam, yaitu:1) Sabun caira) Dibuat dari minyak kelapab) Alkali yang digunakan KOHc) Bentuk cair dan tidak mengental dalam suhu kamar2) Sabun lunaka) Dibuat dari minyak kelapa, minyak kelapa sawit atau minyak tumbuhan yang tidak jernihb) Alkali yang dipakai KOHc) Bentuk pasta dan mudah larut dalam air3) Sabun keras

a) Dibuat dari lemak netral yang padat atau dari minyak yang dikeraskan dengan proses hidrogenasib) Alkali yang dipakai NaOHc) Sukar larut dalam air

Wanita sangat menginginkan menggunakan sabun dalam bentuk cair, sebab bentuk cair memberikan busa yang cukup banyak. Sabun yang banyak mengandung busa, terutama pada sabun cair yang terbuat dari minyak kelapa atau kopra ini biasanya menyebabkan rangsangan dan memungkinkan penyebab dermatitis bila dipakai. Oleh karena itulah penggunaanya diganti dengan minyak zaitun dan minyak kacang kedele atau minyak yang lain yang dapat menghasilkan sabun lebih lembut dan baik. Tetapi para pemakai kurang menyukainya sebab sabun ini kelarutannya rendah dan tidak memberikan busa yang banyak. Dengan perkembangan yang cukup pesat dalam dunia industri dimungkinkan adanya penambahan bahan-bahan lain kedalam sabun sehingga menghasilkan sabun dengan sifat dan kegunaan baru. Bahan-bahan yang ditambahkan misalnya:1) Sabun kesehatan

a) TCC (Trichorlo Carbanilide)b) Hypo allergenic blend, untuk membersihkan lemak dan jerawatc) Asam salisilat sebagai fungisidad) Sulfur, untuk mencegah dan mengobati penyakit kulit2) Sabun kecantikan

a) Parfum, sebagai pewangi dan aroma terapib) Vitamin E untuk mencegah penuaan dini c) Pelembabd) Hidroquinon untuk memutihkan dan mencerahkan kulit3) Shampooa) Diethanolamine (HOCH2CH2NHCH2CH2OH) untuk mempertahankan pHb) Lanolin sebagai conditionerc) Protein untuk memberi nutrisi pada rambut Selain jenis sabun diatas masih banyak jenis-jenis sabun yang lain, misalnya sabun toilet yang mengandung disinfektan dan pewangi. Textile soaps yang digunakan dalam industi textile sebagai pengangkat kotoran pada wool dan cotton. Dry-cleaning soaps yang tidak memerlukan air untuk larut dan tidak berbusa, biasanya digunakan sebagai sabun pencuci tangan yang dikemas dalam kemasan sekali pakai. Metallic soaps yang merupakan garam dari asam lemak yang direaksikan dengan alkali tanah dan logam berat, biasanya digunakan untuk pendispersi warna pada cat, varnishes, dan lacquer. Dan salt-water soaps yang dibuat dari minyak palem Afrika (Elaise guineensis) yang dapat digunakan untuk mencuci dalam air asin. Meskipun meupakan bahan utama pembentuk sabun, namun ternyata alkali mempunyai dampak negatif bagi kulit. Beberapa penyelidik mengetahui bahwa alkali lebih banyak merusak kulit dibandingkan dengan kemampuannya menghilangkan bahan berminyak dari kulit . Meskipun demikian dalam penggunaannya dengan air, sabun akan mengalami proses hidrolis. Untuk mendapatkan sabun yang baik maka harus diukur sifat alkalisnya, yakni pH antara 5,8 sampai 10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa penyakit kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian sabun merupakan kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun, pH kulit akan naik menjadi 9, meskipun kulit cepat menjadi normal kembali, tapi mungkin saja perubahan ini tidak diinginkan pada penyakit kulit tertentu.2.7. Mekanisme Kerja Sabun

Kotoran yang melekat pada kulit atau pakaian atau benda-benda lainnya, pada umumnya berasal dari lemak, minyak dan keringat, butir-butir tanah dan sebagainya. Zat tesebut sangat sukar larut dalam air karena bersifat non polar. Untuk itu diperlukan sabun untuk melarutkannya. Suatu gugus sabun terdiri dari bagian muka berupa gugus COONa yang polar serta bagian ekor berupa rantai alkil yang bersifat non polar. Ketika sabun dimasukkan ke dalam air (pelarut yang polar) maka sabun akan mengalami ionisasi bila dimasukkan ke dalam sabun.

Gugus-gugus ini akan membentuk buih, dimana akan mengarah kepada air (karena sama-sama polar), sedangkan bagian yang lain akan mengarah kepada kotoran (karena sama-sama non polar). Oleh karena itu kotoran terikat pada sabun dan sabun terikat pada air, maka dengan adanya gerakan tangan atau mesin cuci, maka kotoran itu akan tertarik atau terlepas. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak air dan sabun sebagai emulgator. Jika sabun bertemu dengan kotoran tanah, maka akan diadsorbsi oleh sabun dan memebentuk suspensi butiran tanah, air dimana sabun sebagai zat pembentuk suspensi. Sebagai pembersih, cara kerja sabun sebagai berikut:

1) Pakaian yang kotor, kotorannya masuk ke serat pakaian bersama keringat. Keringat kita mengandung minyak; walaupun kadarnya sangat rendah, namun minyak itu membuat kotoran sulit dilepaskan dari pakaian. Jika dicuci dengan air, kotoran yang bercampur minyak tak dapat dibersihkan. Oleh karena itu, gunakan sabun. Sabun dapat langsung digosokkan ke pakaian basah, atau membuat air sabun dahulu, kemudian celupkan pakaian kotor beberapa saat. 2) Minyak merupakan senyawa non polar, dikenal sebagai gliserida atau ester gliserol. Kotoran berminyak tidak dapat dibersihkan dengan air, karena air adalah molekul polar, sedang minyak non polar. Sabun memiliki bagian non polar dan bagian polar.Bagian polar dari sabun, yaitu ion - COO- akan berikatan dengan molekul air, dikatakan bersifat hidrofil. Sedang bagian non polarnya mengikat minyak beserta kotoran bersifat hidrofob, yaitu tolak menolak dengan air.3) Minyak yang tidak larut ke dalam air atau dikatakan tidak dapat bercampur homogen, dengan bantuan sabun dapat bercampur. Campuran yang terbentuk tidak benar-benar larut dan hasil campuran ini dinamakan koloid. Jenis koloid cair - cair dinamakan emulsi. Sabun adalah zat pengemulsi atau emulgator. 4) Dalam emulsi, sabun membentuk misel-misel (lingkaran). Molekul-molekul sabun yang mengikat air di bagian kepala menghadap keluar dan minyak serta kotoran tertarik oleh ekor, terperangkap di tengah lingkaran.5) Misel-misel itu sangat kecil dan tak terlihat. Pada saat pembentukan misel, minyak dan kotoran terangkat dari serat pakaian. Misel-misel ini membuat larutan sabun menjadi keruh. Ketika misel-misel berbenturan, kotoran yang berat jatuh ke dasar wadah.

BAB III

METODELOGI3.1 ALAT DAN BAHAN

Alat

1. Becker glass 1000 ml 2 buah

2. Becker glass 100 ml 1 buah

3. Termometer 1 buah

4. Gelas ukur 100 ml 1 buah

5. Pengaduk kayu

6. Pemanas (water bath)

7. Neraca analitis

8. Mortar

Bahan

1. Garam 15 gram

2. Aquadest 50 gram

3. Minyak sayur 225 gram

4. NaOH 75 gram

5. Pewarna secukupnya

3.2 PROSEDUR PERCOBAAN

1. Garam dihaluskan.2. Air dipanaskan kemudian dilarutkan garam di dalamnya.

3. Minyak dan NaOH dipanaskan dalam water bath (80o) sampai mendidih sambil diaduk terus.

4. Tambahkan larutan garam (dalam keadaan panas) dan pewarna, lalu diaduk terus sampai kental dan timbul minyak.

5. Pisahkan minyak dari campuran bahan tadi, kemudian minyak yang telah dipisahkan tadi ditimbang.

6. Campuran yang telah dipisahkan dari minyak dimasukkan ke dalam plastik (sebelumnya plastik ditimbang terlebih dahulu), lalu wadah plastik tersebut ditutup.

7. Tunggu sampai 2 hari kemudian timbang.

3PAGE