bab ii

70
BAB II GANGGUAN CEMAS A. DEFINISI GANGGUAN CEMAS Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak nyaman pada perut, dan gelisah. Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni, kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas juga mempengaruhi kemampuan 3

Upload: raisalia

Post on 27-Oct-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jiwa

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

GANGGUAN CEMAS

A. DEFINISI GANGGUAN CEMAS

Cemas didefinisikan sebagai suatu sinyal yang menyadarkan; ia memperingatkan

adanya bahaya yang mengancam dan memungkinkan seseorang mengambil

tindakan untuk mengatasi ancaman. Rasa tersebut ditandai dengan gejala

otonom seperti nyeri kepala, berkeringat, palpitasi, rasa sesak di dada, tidak

nyaman pada perut, dan gelisah.

Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal

umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas,

teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran

seseorang sendiri

TANDA DAN GEJALA GANGGUAN CEMAS

Gejala-gejala cemas pada dasarnya terdiri dari dua komponen yakni,

kesadaran terhadap sensasi fisiologis ( palpitasi atau berkeringat ) dan kesadaran

terhadap rasa gugup atau takut. Selain dari gejala motorik dan viseral, rasa cemas

juga mempengaruhi kemampuan berpikir, persepsi, dan belajar. Umumnya hal

tersebut menyebabkan rasa bingung dan distorsi persepsi. Distorsi ini dapat

menganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian,

menurunkan daya ingat dan menganggu kemampuan untuk menghubungkan satu

hal dengan lainnya.

Aspek yang penting pada rasa cemas, umumnya orang dengan rasa cemas

akan melakukan seleksi terhadap hal-hal disekitar mereka yang dapat

membenarkan persepsi mereka mengenai suatu hal yang menimbulkan rasa

cemas.

3

Page 2: BAB II

PATOFISIOLOGI GANGGUAN CEMAS

Teori Psikoanalitik

Sigmeun Freud menyatakan dalam bukunya “ 1926 Inhibitons, Symptoms,

Anxiety” bahwa kecemasan adalah suatu sinyal kepada ego bahwa suatu dorongan

yang tidak dapat diterima menekan untuk mendapatkan perwakilan dan pelepasan

sadar. Sebagai suatu sinyal, kecemasan menyadarkan ego untuk mengambil

tindakan defensif terhadap tekanan dari dalam. Jika kecemasan naik di atas

tingkatan rendah intensitas karakter fungsinya sebagai suatu sinyal, ia akan timbul

sebagai serangan panik.

Teori Perilaku

Rasa cemas dianggap timbul sebagai respon dari stimulus lingkungan yang

spesifik. Contohnya, seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh ibunya yang

memperlakukannya semena-mena, akan segera merasa cemas bila ia bertemu

ibunya. Melalui proses generalisasi, ia akan menjadi tidak percaya dengan wanita.

Bahkan seorang anak dapat meniru sifat orang tuanya yang cemas.

Teori Eksistensi

Pada gangguan cemas menyeluruh, tidak didapatkan stimulus rasa cemas

yang bersifat kronis. Inti dari teori eksistensi adalah seseorang merasa hidup di

dalam dunia yang tidak bertujuan. Rasa cemas adalah respon mereka terhadap

rasa kekosongan eksistensi dan arti.

Berdasarkan aspek biologis, didapatkan beberapa teori yang mendasari

timbulnya cemas yang patologis antara lain:

Sistem saraf otonom

Neurotransmiter

Neurotransmiter

4

Page 3: BAB II

1. Norepinephrine

Gejala kronis yang ditunjukan oleh pasien dengan gangguan cemas berupa

serangan panik, insomnia, terkejut, dan autonomic hyperarousal, merupakan

karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik. Teori umum dari keterlibatan

norepinephrine pada gangguan cemas, adalah pasien tersebut memiliki

kemampuan regulasi sistem noradrenergik yang buruk terkait dengan peningkatan

aktivitas yang mendadak. Sel-sel dari sistem noradrenergik terlokalisasi secara

primer pada locus ceruleus pada rostral pons, dan memiliki akson yang menjurus

pada korteks serebri, sistem limbik, medula oblongata, dan medula spinalis.

Percobaan pada primata menunjukan bila diberi stimulus pada daerah tersebut

menimbulkan rasa takut dan bila dilakukan inhibisi, primata tersebut tidak

menunjukan adanya rasa takut. Studi pada manusia, didapatkan pasien dengan

gangguan serangan panik, bila diberikan agonis reseptor β-adrenergik

( Isoproterenol ) dan antagonis reseptor α-2 adrenergik dapat mencetuskan

serangan panik secara lebih sering dan lebih berat. Kebalikannya, clonidine,

agonis reseptor α-2 menunjukan pengurangan gejala cemas.

2. Serotonin

Ditemukannya banyak reseptor serotonin telah mencetuskan pencarian

peran serotonin dalam gangguan cemas. Berbagai stress dapat menimbulkan

peningkatan 5-hydroxytryptamine pada prefrontal korteks, nukleus accumbens,

amygdala, dan hipotalamus lateral. Penelitian tersebut juga dilakukan berdasarkan

penggunaan obat-obatan serotonergik seperti clomipramine pada gangguan

obsesif kompulsif. Efektivitas pada penggunaan obat buspirone juga menunjukkan

kemungkinan relasi antara serotonin dan rasa cemas. Sel-sel tubuh yang memiliki

reseptor serotonergik ditemukan dominan pada raphe nuclei pada rostral

brainstem dan menuju pada korteks serebri, sistem limbik, dan hipotalamus.

3. GABA

Peran GABA pada gangguan cemas sangat terlihat dari efektivitas obat-

obatan benzodiazepine, yang meningkatkan aktivitas GABA pada reseptor GABA

5

Page 4: BAB II

tipe A. Walaupun benzodiazepine potensi rendah paling efektif terhadap gejala

gangguan cemas menyeluruh, benzodiazepine potensi tinggi seperti alprazolam

dan clonazepam ditemukan efektif pada terapi gangguan serangan panik

Pada suatu studi struktur dengan CT scan dan MRI menunjukan

peningkatan ukuran ventrikel otak terkait dengan lamanya pasien mengkonsumsi

obat benzodiazepine. Pada satu studi MRI, sebuah defek spesifik pada lobus

temporal kanan ditemukan pada pasien dengan gangguan serangan panik.

Beberapa studi pencitraan otak lainnya juga menunjukan adanya penemuan

abnormal pada hemisfer kanan otak, tapi tidak ada pada hemisfer kiri. fMRI,

SPECT, dan EEG menunjukan penemuan abnormal pada korteks frontal pasien

dengan gangguan cemas, yang ditemukan juga pada area oksipital, temporal, dan

girus hippocampal. Pada gangguan obsesif kompulsif diduga terdapat kelainan

pada nukleus kaudatus. Pada PTSD, fMRI menunjukan pengingkatan aktivitas

pada amygdala.

Sistem Saraf Otonom

Gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stimulus terhadap sistem saraf

otonom adalah:

sistem kardiovaskuler (palpitasi)

muskuloskeletal (nyeri kepala)

gastrointestinal (diare)

respirasi (takipneu)

Sistem saraf otonom pada pasien dengan gangguan cemas, terutama pada

pasien dengan gangguan serangan panik, mempertunjukan peningkatan tonus

simpatetik, yang beradaptasi lambat pada stimuli repetitif dan berlebih pada

stimuli yang sedang.

6

Page 5: BAB II

Berdasarkan pertimbangan neuroanatomis, daerah sistem limbik dan

korteks serebri dianggap memegang peran penting dalam proses terjadinya cemas.

Korteks Serebri

Korteks serebri bagian frontal berhubungan dengan regio

parahippocampal, cingulate gyrus, dan hipotalamus, sehingga diduga berkaitan

dengan gangguan cemas. Korteks temporal juga dikaitkan dengan gangguan

cemas. Hal ini diduga karena adanya kemiripan antara presentasi klinis dan EEG

pada pasien dengan epilepsy lobus temporal dan gangguan obsesif kompulsif.

Sistem Limbik

Selain menerima inervasi dari noradrenergik dan serotonergik, sistem

limbik juga memiliki reseptor GABA dalam jumlah yang banyak. Ablasi dan

stimulasi pada primata juga menunjukan jikalau sistem limbik berpengaruh pada

respon cemas dan takut. Dua area pada sistem limbik menarik perhatian peneliti,

yakni peningkatan aktivitas pada septohippocampal, yang diduga berkaitan

dengan rasa cemas, dan cingulate gyrus, yang diduga berkaitan dengan gangguan

obsesif kompulsif.

KLASIFIKASI GANGGUAN CEMAS

Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

( DSM-IV), gangguan cemas terdiri dari :

(1) Serangan panik dengan atau tanpa agoraphobia;

(2) Agoraphobia dengan atau tanpa Serangan panik;

(3) Fobia spesifik;

(4) Fobia sosial;

(5) Gangguan Obsesif-Kompulsif;

(6) Post Traumatic Stress Disorder ( PTSD );

(7) Gangguan Stress Akut;

7

Page 6: BAB II

(8) Gangguan Cemas Menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder).

Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di

Indonesia III, gangguan cemas dikaitkan dalam gangguan neurotik, gangguan

somatoform dan gangguan yang berkaitan dengan stress (F40-48).

F40–F48 GANGGUAN NEUROTIK, GANGGUAN SOMATOFORM DAN

GANGGUAN YANG BERKAITAN DENGAN STRES

F40 Gangguan Anxieta Fobik

F40.0 Agorafobia

.00 Tanpa gangguan panik

.01 Dengan gangguan panik

F40.1 Fobia sosial

F40.2 Fobia khas (terisolasi)

F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya

F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41 Gangguan Anxietas Lainnya

F41.0 Gangguan panik (anxietas paroksismal episodik)

F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh

F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif

F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya

F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT

F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42 Gangguan Obsesif-Kompulsif

F42.0 Predominan pikiran obsesional atau pengulangan

F42.1 Predominan tindakan kompulsif (obsesional ritual)

F42.2 Campuran tindakan dan pikiran obsesional

F42.8 Gangguan obsesif kompulsif lainnya

F42.9 Gangguan obsesif kompulsif YTT

8

Page 7: BAB II

F43 Reaksi Terhadap Stres Berat dan Gangguan Penyesuaian (F43.0-F43.9)

F44 Gangguan Disosiatif (Konversi) (F44.0-F44.9)

F45 Gangguan Somatoform (F45.0-F45.9)

F48 Gangguan Neurotik Lainnya (F48.0-F48.9)

9

Page 8: BAB II

2.1 GANGGUAN PANIK

Definisi Gangguan Panik

Gangguan panik ditandai dengan terjadinya serangan panik yang spontan

dan tidak diperkirakan. Serangan panik adalah periode kecemasan dan ketakutan

yang kuat dan relatif singkat (biasanya kurang dari satu tahun), yang disertai oleh

gejala somatik tertentu seperti palpitasi dan takipnea. Frekuensi pasien dengan

gangguan panik mengalami serangan panik adalah bervariasi dari serangan

multiple dalam satu hari sampai hanya beberapa serangan selama setahun.

Epidemiologi Gangguan Panik

Penelitian epidemiologi telah melaporkan prevalensi seumur hidup untuk

gangguan panik adalah 1,5-5% dan untuk serangan panik adalah 3-5,6%. Sebagai

contohnya, satu penelitian terakhir pada lebih dari 1.600 orang dewasa yang

dipilih secara acak di Texas menemukan bahwa angka prevalensi seumur hidup

adalah 3,8% untuk gangguan panik, 5,6% untuk serangan panik dan 2,2% untuk

serangan panik dengan gejala yang terbatas yang tidak memenuhi kriteria

diagnostik lengkap

Jenis kelamin wanita 2-3 kali lebih sering terkena dibandingkan laki-laki.

Faktor sosial satu-satunya yang dikenali berperan dalam perkembangan gangguan

panik adalah riwayat perceraian atau perpisahan yang belum lama. Gangguan

paling sering berkembang pada dewasa muda, usia rata-rata timbulnya adalah

kira-kira 25 tahun, walaupun dapat berkembang pada setiap usia.

Etiologi Gangguan Panik

10

Page 9: BAB II

Faktor Biologis

Gejala gangguan panik dapat disebabkan oleh berbagai kelainan biologis

di dalam struktur otak dan fungsi otak. Beberapa penelitian telah menghasilkan

hipotesis yang menyebabkan disregulasi sistem saraf perifer dan pusat di dalam

patofisiologi gangguan panik. Sistem saraf otonomik dapat menunjukkan

peningkatan tonus simpatik, beradaptasi secara lambat terhadap stimuli yang

berulang, dan berespon secara berlebihan terhadap stimuli yang sedang.

Sistem neurotransmitter utama yang terlibat adalah norepinefrin,

serotonin, dan gammaaminobutyric acid (GABA).

Faktor Genetika

Angka prevalensi tinggi pada anak dengan orang tua yang menderita

gangguan panik. Berbagai penelitian telah menemukan adanya peningkatan resiko

gangguan panik sebesar 4-8 kali lipat pada sanak saudara derajat pertama pasien

dengan gangguan panik dibandingkan dengan sanak saudara derajat pertama dari

pasien dengan gangguan psikiatrik lainnya. Demikian juga pada kembar

monozigot.

Faktor Psikososial

Teori kognitif perilaku menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu respon

yang dipelajari baik dari perilaku modeling orang tua atau melalui proses

pembiasan klasik.

Teori psikoanalitik memandang serangan panik sebagai akibat dari

pertahanan yang tidak berhasil dalam melawan impuls yang menyebabkan

kecemasan. Apa yang sebelumnya merupakan suatu sinyal kecemasan ringan

menjadi suatu perasaan ketakutan yang melanda, lengkap dengan gejala somatik.

Peneliti menyatakan bahwa serangan panik kemungkinan melibatkan arti

bawah sadar peristiwa yang menegangkan dan bahwa patogenesis serangan panik

mungkin berhubungan dengan faktor neurofisiologis yang dipicu oleh reaksi

psikologis.

11

Page 10: BAB II

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Panik

Serangan panik adalah periode kecemasan atau ketakutan yang kuat dan

relatif singkat dan disertai gejala somatik. Suatu serangan panik secara tiba-tiba

akan menyebabkan minimal 4 dari gejala-gejala somatik berikut:

1. Palpitasi

2. Berkeringat

3. Gemetar

4. Sesak napas

5. Perasaan tercekik

6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman

7. Mual dan gangguan perut

8. Pusing, bergoyang, melayang atau pingsan

9. Derealisasi atau depersonalisasi

10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila

11. Rasa takut mati

12. Parestesi atau mati rasa

13. Menggigil atau perasaan panas.

Serangan panik sering dimulai dengan periode gejala yang meningkat

dengan cepat selama 10 menit. Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat

dan suatu perasaan ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu

menyebutkan sumber ketakutannya.

Pedoman Diagnostik Gangguan Panik

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ

III)

Gangguan Panik baru ditegakkan sebagai diagnosis utama bila tidak

ditemukan adanya gangguan anxietas fobik

12

Page 11: BAB II

Untuk diagnosis pasti, harus ditemukan adanya beberapa kali serangan

anxietas berat (severe attacks of autonomic anxiety) dalam masa kira-

kira satu bulan:

a. Pada keadaan-keadaan diamna sebenarnya secara objektif

tidak ada bahaya;

b. Tidak terbatas pada situasi yang telah diketahui atau yang dapat

diduga sebelumnya (unpredictable situations);

c. Dengan keadaan yang relatif bebas dari gejala-gejala anxietas

pada periode di antara serangan-serangan panik (meskipun

demikian umumnya dapat terjadi juga “anxietas antisipatorik”,

yaitu anxietas yang terjadi setelah membayangkan sesuatu yang

mengkhawatirkan akan terjadi).

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-

TR)

Kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agorafobiaA. Baik (1) atau (2):

1. Serangan panik rekuren yang tidak diharapkan2. Sekurangnya 1 serangan telah diikuti oleh sekurangnya 1 bulan atau

lebihberikut ini:(a) Kekhawatiran yang menetap akan mengalami serangan tambahan(b) Ketakutan tentang arti serangan atau akibatnya(c) Perubahan perilaku bermakna berhubungan dengan perubahan

perilaku bermakna berhubungan dengan seranganB. Tidak terdapat seranganC. Serangan panik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat atau kondisi

medis umumD. Serangan panik tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan mental lain,

seperti fobia sosial, fobia spesifik gangguan obsesif-kompulsif, gangguan stress pasca traumatik,atau gangguan cemas perpisahan.:

Kriteria diagnostik untuk Serangan Panik

13

Page 12: BAB II

Catatan: serangan panik bukan merupakan gangguan yang dapat dituliskan. Tuliskan diagnosis spesifik dimana serangan panik terjadi (misalnya: gangguan panik dengan agorafobia)Suatu periode tertentu adanya rasa takut atau tidak nyaman, dimana 4 atau lebih gejala berikut ini terjadi secara tiba-tiba dan mencapai puncaknya dalam 10 menit

1. Palpitasi, jantung berdebar kuat, atau kecepatan jantung bertambah cepat2. Berkeringat3. Gemetar atau bergoncang4. Rasa napas sesak atau tertahan5. Perasaan tercekik6. Nyeri dada atau perasaan tidak nyaman7. Mual atau gangguan perut8. Perasaan pusing, bergoyang, melayang atau pingsan9. Derealisasi atau depersonalisasi10. Ketakutan kehilangan kendali atau menjadi gila11. Rasa takut mati12. Parestesia (mati rasa atau sensasi geli)13. Menggigil atau perasaan panas

Diagnosis Banding Gangguan Panik

Diagnosis banding untuk seorang pasien dengan gangguan panik adalah

sejumlah gangguan medis dan juga gangguan mental. Untuk gangguan medis

misalnya infark miokard, hipertiroid, dan hipoglikemia. Sedangkan diagnosis

banding psikiatri untuk gangguan panik adalah pura-pura, gangguan buatan, fobia

sosial dan spesifik, gangguan stress pasca traumatik,dan gangguan depresi.

Penatalaksanaan Gangguan Panik

Respon yang lebih baik terhadap pengobatan akan terjadi jika penderita

memahami bahwa penyakit panik melibatkan proses biologis dan psikis. Obat-

obatan dan terapi perilaku biasanya bisa mengendalikan gejala-gejalanya. Selain

itu, psikoterapi bisa membantu menyelesaikan berbagai pertentangan psikis yang

mungkin melatarbelakangi perasaan dan perilaku cemas

14

Page 13: BAB II

a. Farmakoterapi

Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati gangguan panik adalah obat

anti depresi dan obat anti cemas:

1. SSRI ( Serotonin Selective Reuptake Inhibitors), terdiri atas beberapa

macam dapat dipilih salah satu dari sertralin, fluoksetin, fluvoksamin,

escitalopram, dll. Obat diberikan dalam 3-6 bulan atau lebih, tergantung

kondisi individu, agar kadarnya stabil dalam darah sehingga dapat

mencegah kekambuhan

2. Alprazolam; awitan kerjanya cepat, dikonsumsi biasanya antara 4-6

minggu, setelah itu secara perlahan-lahan diturunkan dosisnya sampai

akhirnya dihentikan. Jadi setelah itu dan seterusnya, individu hanya

minum golongan SSRI

b. Psikoterapi

Terapi Relaksasi

Terapi ini bermanfaat meredakan secara relatif cepat serangan panik dan

menenangkan individu, namun itu dapat dicapai bagi yang telah berlatih setiap

hari. Prinsipnya adalah melatih pernafasan (menarik nafas dalam dan lambat, lalu

mengeluarkannya dengan lambat pula), mengendurkan seluruh otot tubuh dan

mensugesti pikiran ke arah konstruktif atau yang diinginkan akan dicapai. Dalam

proses terapi, dokter akan mebimbing secara perlahan-lahan, selama 20-30 menit.

Setelah itu, individu diminta untuk melakukannya sendiri di rumah setiap hari.

Terapi Kognitif Perilaku

Pasien diajak bersama-sama melakukan restrukturisasi kognitif, yaitu

membentuk kembali pola perilaku dan pikiran yang irasional dan menggantinya

dengan yang lebih rasional. Terapi berlangsung 30-45 menit.

Psikoterapi Dinamik

Pasien diajak untuk lebih memahami diri dan kepribadiannya, bukan

sekedar menghilangkan gejalanya semata. Pada psikoterapi ini, biasanya pasien

15

Page 14: BAB II

lebih banyak berbicara, sedangkan dokter lebih banyak mendengar. Terapi ini

memerlukan waktu panjang, dapat berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Hal ini

tentu memerlukan kerjasama yang baik antara individu dengan dokternya, serta

kesabaran kedua belah pihak.

Prognosis Gangguan Panik

Walaupun gangguan panik merupakan penyakit kronis, namun penderita

dengan fungsi premorbid yang baik sertai durasi serangan yang singkat

bertendensi untuk prognosis yang lebih baik.

16

Page 15: BAB II

2.2 FOBIA

Definisi Fobia

Fobia berasal dari bahasa Yunani yaitu Fobos yang berarti ketakutan.

Fobia adalah suatu ketakutan yang tidak irasional yang menyebabkan

penghindaran yang disadari objek, aktifitas / situasi yang ditakuti. Reaksi fobia

menyebabkan gangguan pada kemampuan seseorang untuk berfungsi dalam

kehidupannya. Fobia dibedakan dalam tiga jenis menurut jenis objek atau situasi

ketakutan yaitu agorafobia, fobia spesifik, dan fobia sosial.

Fobia spesifik adalah suatu rasa takut yang kuat dan persisten pada suatu

objek atau situasi. Fobia sosial disebut juga gangguan kecemasan sosial adalah

rasa takut yang berlebihan terhadap penghinaan dan rasa malu dalam berbagai

lingkungan sosial.

Epidemiologi Fobia

Diperkirakan 5 – 10 % dari seluruh populasi mengalami gangguan ini.

Gangguan yang ditimbulkan dari fobia, apabila tidak dihiraukan, dapat

menyebabkan munculnya gangguan cemas lainnya, gangguan depresi, dan

gangguan yang berhubungan dengan penggunaan obat terlarang dan alkhohol.

Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.

Gangguan ini paling sering dialami perempuan dan kedua tersering pada pria.

Prevalensi 6 bulan fobia spesifik berkisar antara 5 – 10 / 100 orang. Rasio wanita

berbanding laki – laki adalah 2 : 1, walaupun rasio untuk fobia terhadap darah,

17

Page 16: BAB II

injeksi dan cedera berkisar antara 1 : 1. Puncak onset fobia spesifik darah-

suntikan-sakit berkisar antara 5 – 9 tahun. Sedangkan puncak onset fobia

situasional berkisar pada umur 20. Umumnya objek penyebab rasa takut adalah

hewan, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan kematian.

Prevalensi untuk fobia sosial berkisar antara 3 – 13 %. Untuk prevalensi 6

bulannya berkisar antara 2 – 3 / 100 orang dimana kaum perempuan lebih sering

mengalami fobia sosial dibandingkan pria, namun pada studi klinis seringkali

ditemukan kebalikannya. Puncak onset fobia sosial adalah pada masa remaja,

namun berkisar antara usia 5 hingga 35 tahun.

Etiopatogenesis Fobia

Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor psikoanalitik dan

faktor perilaku.

Faktor Psikoanalitik

Teori Sigmund Freud menyatakan neurosis fobik, merupakan penjelasan

analitik untuk fobia spesifik dan fobia sosial. Rasa cemas adalah sinyal untuk

menyadarkan ego, bahwa dorongan terlarang di alam bawah sadar yang akan

memuncak dan untuk menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme pertahanan

melawan daya insting yang mengancam. Fobia merupakan hasil konflik yang

terpusat pada masalah masa kanak-kanak yang tidak terselesaikan. Jika tindakan

represi untuk mencegah cemas gagal, sistem ego seseorang akan mengaktifkan

mekanisme pertahanan yang berupa “mengalihkan” ( displacement ), dimana

masalah yang tidak selesai dari masa kanak-kanak akan dialihkan kepada objek

atau situasi yang memiliki kemampuan untuk membangkitkan rasa cemas. Objek

atau situasi tersebut menjadi simbol dari masalah yang dahulu dialaminya (

Symbolization ).

18

Page 17: BAB II

Mekanisme pertahanan ego terhadap rasa cemas terdiri dari tiga hal, yakni

represion, displacement, dan symbolization. Sehingga rasa cemas tersebut teratasi

dengan membentuk phobic neurosis.

Pada agoraphobia atau erythrophobia, rasa cemas diduga datang dari rasa

malu yang mempengaruhi superego. Setiap orang dilahirkan dengan tingkat

temperamen yang berbeda yang menyebabkan mereka dapat menangani stimuli

stress dari luar dengan cara yang berbeda. Dalam memunculkan fobia, diperlukan

tingkat stress yang cukup, seperti kekerasan dalam rumah tangga, terkucilkan dari

kehidupan sosial sampai kehilangan orang yang dicintai.

Faktor Perilaku

John B. Watson memiliki hipotesis mengenai fobia, dimana fobia muncul

dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang muncul bersamaan dengan

stimuli kedua yang bersifat netral. Jika dua stimuli dihubungkan bersamaan,

stimuli netral tersebut bisa membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri.

Contohnya pada seseorang yang fobia dengan kucing, dahulu ia pernah dicakar

oleh kucing, dimana cakaran tersebut merupakan stimuli yang menakutkan,

sedangkan kucing tersebut merupakan stimuli yang netral, namun karena stimuli

tersebut muncul secara bersamaan, sehingga kucing tersebut juga menjadi stimuli

yang menakutkan.

Teori pembebasan perilaku menyatakan , kecemasan adalah dorongan

yang memotivasi organisme melakukan perilaku tertentu untuk menghilangkan

pengaruh yang menyakitkan. Teori ini dapat diaplikasikan pada fobia spesifik

terhadap situasi tertentu atau fobia sosial, dengan contoh dimana seseorang dapat

menghindari berbicara didepan khayalak ramai. Organisme belajar, dengan

tindakan tertentu dapat menghilangkan stimulus yang mendatangkan kecemasan

Penghindaran tersebut menjadi gejala yang stabil karena efektif dalam

melindungi seseorang dari kecemasan fobik

19

Page 18: BAB II

Berikut ini etiopatogenesis fobia spesifik dan fobia sosial :

Fobia Spesifik

Pembentukan fobia spesifik muncul karena proses pemasangan objek

spesifik atau situasi tertentu dengan perasaan takut dan panik. Kecenderungan

nonspesifik untuk merasakan takut dan cemas membentuk efek back group,

misalnya pada suatu keadaan tertentu seperti mengemudi bila dihubungkan

dengan kecelakaan, akan menyebabkan seseorang mengalami asosiasi permanen

antara mengemudi dengan kecelakaan. Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik

dan emosi fobik adalah modelling, dimana seseorang mengamati reaksi orang lain

dan pengalihan informasi, seseorang diperingati tentang bahaya tertentu misalnya

ular berbisa

Hasil studi menemukan jikalau seseorang dengan fobia spesifik tersebut

memiliki anggota keluarga tingkat satu memiliki fobia dengan jenis yang sama.

Sehingga faktor genetik juga memiliki peran dalam fobia spesifik, contohnya pada

fobia terhadap darah-suntikan-sakit yang tampak nyata terkait dengan keluarga.

Fobia Sosial

Penelitian melaporkan jika beberapa anak kemungkinan memiliki faktor

keturunan berdasarkan inhibisi perilaku yang konsisten. Hal ini cukup sering pada

anak-anak dengan orang tua yang memiliki gangguan serangan panik, dan

mungkin berkembang menjadi pemalu yang parah saat dewasa. Hal ini

kemungkinan disebabkan oleh lingkungan didikan keluarga yang tertutup, kurang

perduli, dan terlalu protektif mengenai anak mereka. Beberapa hal kecil dapat

menjadi indikator dari sifat seseorang, seperti seseorang yang berkuasa mungkin

cenderung berjalan dengan dagu terangkat dan melakukan kontak mata,

dibandingkan dengan seseorang yang dikalahkan sering berjalan dengan kepala

tertunduk dan jarang melakukan kontak mata.

Secara spesifik, penggunaan obat antagonis reseptor β-adrenergik

( propanolol ) untuk fobia kinerja contohnya berbicara di depan publik. Seseorang

20

Page 19: BAB II

dengan fobia kinerja biasanya melepaskan lebih banyak norepinephrine atau

epinephrine, secara sentral maupun perifer, dibandingkan orang-orang non-fobik,

atau orang-orang tersebut lebih sensitif terhadap stimulasi kadar adrenergik yang

normal. Pengamatan bahwa mono amine oxidase inhibitor (MAOI) yang lebih

efektif dibandingkan obat-obatan tricylcic pada terapi fobia sosial menyeluruh,

diduga jikalau aktivitas dopaminergik berhubungan dengan patogenesis gangguan

fobia sosial.

Faktor genetik diduga memiliki keterkaitan dengan fobia sosial. Anggota

keluarga tingkat pertama pada seseorang dengan gangguan fobia memiliki

kecenderungan untuk mengalami fobia sosial sebanyak tiga kali lebih sering

dibandingkan dengan yang tidak.

Tanda dan Gejala Fobia

Fobia ditandai oleh kesadaran akan kecemasan yang berat ketika pasien

terpapar situasi atau objek spesifik. DSM-IV-TR menyatakan bila serangan panik

dapat terjadi pada pasien dengan fobia spesifik atau fobia sosial, namun mereka

sudah mengetahui kemungkinan terjadinya serangan panik tersebut. Paparan

terhadap stimulan tertentu dapat mencetuskan terjadinya serangan panik.

Seseorang yang memiliki fobia akan menghindari stimulus fobianya,

bahkan sampai pada taraf yang berlebihan. Contohnya seorang pasien fobia

mungkin menggunakan bus untuk bepergian jarak jauh daripada pesawat terbang.

Seringkali, pasien dengan gangguan fobia juga memiliki masalah dengan

gangguan penggunaan zat-zat terlarang sebagai upaya pelarian mereka dari rasa

cemas tersebut. Selain itu, diperkirakan sepertiga dari seluruh pasien fobia juga

memiliki keadaan depresif yang berat.

21

Page 20: BAB II

Pada pemeriksaan status mental ditandai dengan adanya ketakutan yang

irasional dan ego-distonik terhadap situasi, aktifitas atau objek tertentu. Pasien

umumnya menceritakan bagaimana cara mereka menghindari stimulus tersebut.

Umumnya pasien dengan fobia juga memiliki gejala depresi.

Pedoman Diagnosis Fobia

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-

TR)

Fobia Spesifik

Revisi keempat dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders

( DSM-IV-TR ), menggunakan isitilah fobia spesifik untuk dicocokkan dengan

hasil revisi kesepuluh dari International Statistical Classification of Diseases and

Related Health Problems ( ICD-10 ).

DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK

A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak beralasan, ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang, ketinggian, binatang, mendapat suntikkan, melihat darah).

B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon kecemasan segera, dapat berupa serangan panik yang berhubungan dengan situasi atau predisposisi oleh situasi.

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangis, tantrum, diam membeku, atau melekat erat menggendong.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan .

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukanD. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau

dengan penderitaan yang jelas.

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang

22

Page 21: BAB II

ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti Gangguan Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran dengan obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma (misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan (misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial (misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa malu), Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia Tanpa Riwayat Gangguan Panik.

Sebutkan tipe : Tipe Binatang

Tipe Lingkungan Alam (misalanya, ketinggan, badai, air)

Tipe Darah, Injeksi, Cedera

Tipe Situasional (misalnya, pesawat udara, elevator, tempat tertutup)

Tipe Lainnya (misalnya, ketakutan tersedak, muntah, atau mengidap penyakit ; pada anak-anak, ketakutan pada suara keras atau karakter bertopeng).

Dalam table ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-TR

untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimulus fobia dapat

mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan serangan panik, serangan

panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan stimulus penyebabnya. Fobia

darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia yang lain karena didapatkan respon

yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu hipotensi yang disusul dengan bradikardi.

Penegakan diagnosa fobia spesifik juga harus difokuskan pada benda yang

menjadi stimulus fobia. Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :

23

Page 22: BAB II

Acrophobia Takut akan ketinggian

Agoraphobia Takut akan tempat terbuka

Ailurophobia Takut akan kucing

Hydrophobia Takut akan air

Claustrophobia Takut akan tempat tertutup

Cynophobia Takut akan anjing

Mysophobia Takut akan kotoran dan kuman

Pyrophobia Takut akan api

Xenophobia Takut akan orang yang asing

Zoophobia Takut akan hewan

Fobia Sosial

Menurut DSM-IV-TR untuk fobia sosial dinyatakan bahwa fobia sosial

dapat diikuti dengan serangan panik. DSM-IV-TR juga menyertakan untuk fobia

sosial yang bersifat menyeluruh yang berguna untuk menentukan terapi,

prognosis, dan respon terhadap terapi. DSM-IV-TR menyingkirkan diagnosa fobia

sosial bila gejala yang timbul merupakan akibat dari penghindaran sosialisasi

karena rasa malu dari kelainan mental atau non-mental.

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria for Social Phobia

A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara (atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan menghinakan atau memalukan.

Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan sesuai usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan orang yang telah dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi dengan orang dewasa.

B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.

24

Page 23: BAB II

Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan dengan menangism tantrumm diam membeku, atau bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing.

C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak ditemukanD. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau kalau dihadapi

adalah dengan kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas

E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan yang jelas karena menderita fobia.

F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit 6 bulan.

G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum dan tidak lebih baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya, Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan Cemas Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan Perkembangan Pervasif, atau Gangguan Kepribadian Skizoid).

H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan mental dengannya misalnya takut adalah bukan gagap, gemetar pada penyakit Parkinson, atau memperlihatkan perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau Bulimia Nervosa.

Sebutkan Jika :Menyeluruh : jika ketakutan termasuk situasi yang paling sosial (juga pertimbangkan diagnosis tambahan Gangguan Kepribadian Menghindar)

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ)

Agorafobia

Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :

a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi

primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder

seperti waham atau pikiran obsesif.

b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-kurangnya

dua dari situasi berikut :

25

Page 24: BAB II

• Banyak orang

• Tempat-tempat umum

• Bepergian keluar rumah

• Bepergian sendiri

c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang

menonjol

Fobia Khas (Terisolasi)

Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :

a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer dari

anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti waham atau

pikiran obsesif.

b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.

c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.

Fobia Sosial

Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:

• Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan manifestasi

primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain seperti waham /

pikiran obsesif

• Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu saja

• Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang menonjol

Diagnosa Banding Fobia

Diagnosis fobia harus dapat dibedakan dari ketakutan yang sesuai dan rasa

malu yang normal. DSM-IV-TR membantu dalam pembedaan dengan

mengharuskan gejala mengganggu kemampuan pasien berfungsi secara tepat.

Kondisi medis non-psikiatrik yang dapat mencetuskan fobia berupa penggunaan

obat-obat atau zat-zat terlarang, tumor sistem saraf pusat, dan penyakit

26

Page 25: BAB II

serebrovaskuler. Skizofrenia merupakan diagnosis banding untuk fobia spesifik

dan fobia sosial. Hal ini dikarenakan fobia dapat menjadi salah satu gejala

psikosis mereka. Namun berbeda dengan pasien skizofrenia, pasien yang

mengalami fobia menyadari ketidaklogisan dari rasa cemasnya dan tidak memiliki

imajinasi yang bizar seperti pada psikosis.

Dalam penegakan diagnosis banding, harus mempertimbangkan gangguan

serangan panik, agoraphobia, dan gangguan pribadi menghindar. Pada kasus-

kasus individual, penegakan diagnosisnya cukup sulit, namun secara umum pasien

yang mengalami fobia akan segera merasa cemas ketika dihadapkan dengan

stimulannya. Dan umumnya pada fobia sosial, pasien akan merasa cemas bila

dihadapkan pada situasi yang spesifik.

Pasien dengan agoraphobia merasa nyaman dengan adanya orang lain

dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, berbeda dengan pasien dengan fobia

sosial akan semakin merasa cemas. Gejala pada fobia sosial berupa wajah yang

kemerahan, kedutan otot, dan rasa cemas yang menyebabkannya ingin segera

meninggalkan situasi mencemaskan tersebut.

Diagnosis banding untuk fobia spesifik adalah hipokondriasis, gangguan

obsesif-kompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid. Hipokondriasis dibedakan

dimana pasien merasa sudah sakit, sedangkan fobia pasien merasa takut akan

terkena penyakit. Pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif, penegakan

diagnosis lebih sulit karena untuk membedakan alasan mereka menjauhi stimulan

tersebut kadang-kadang kurang jelas. Pasien dengan gangguan kepribadian

paranoid akan cenderung menghindari segala macam stimuli dibandingkan

dengan fobia spesifik yang akan merasa cemas hanya pada stimuli tertentu.

Diagnosis banding untuk fobia sosial adalah gangguan depresif berat dan

gangguan kepribadian schizoid. Penghindaran dari segala bentuk sosialisasi akan

mengarah pada gangguan depresi berat. Pada gangguan kepribadian schizoid,

27

Page 26: BAB II

pasien umumnya tidak ingin berinteraksi dibandingkan takut berinteraksi dengan

sosial.

Penatalaksanaan Fobia

Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi

dan berbagai modalitas terapi lainnya.

Terapi Perilaku

Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah terapi

perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada :

komitmen pasien dengan terapi

permasalahan dan tujuan terapi yang jelas

berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani masalah.

Terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi sistematis,

dimana pasien dipajankan dengan stimuli-stimuli yang berkekuatan menimbulkan

cemas yang paling rendah hingga yang paling kuat. Dengan penggunaan obat-obat

antianxietas, hipnosis, dan instruksi relaksasi otot, pasien diajarkan untuk

membentuk suatu mekanisme respon yang baru terhadap stimulus-stimulus

tersebut. Selain itu,, terdapat terapi perilaku yang lain yakni image flooding,

dimana pasien dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas sampai pada

masa dimana pasien tidak merasakan cemas lagi.

Psikoterapi

Dahulu psikiater-psikiater percaya bahwa psikoterapi merupakan terapi

yang terutama, namun dengan seiring berjalannya waktu, psikiater dihadapkan

pada kenyataan bahwa psikoterapi tidak mengurangi kecemasan yang timbul dari

respon pasien terhadap stimulus tersebut. Kemudian para psikiater berinisiatif

untuk menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.

28

Page 27: BAB II

Terapi Lainnya

Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna pada terapi

gangguan fobia. Hipnosis digunakan untuk meningkatkan sugesti ahli terapi

bahwa objek fobik tidaklah berbahaya, dan teknik hipnosis diri diajarkan pada

pasien sebagai metode relaksasi jika berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi

suportif dan terapi keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif

menghadapi objek fobik selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis

reseptor α-2 adrenergik dapat berguna pada pasien dengan fobia spesifik,

benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat digunakan pada kasus

fobia spesifik. Pasien dengan fobia sosial, psikoterapi dan farmakoterapi berguna

untuk menangani gangguan fobia sosial. Menggabungkan kedua bentuk terapi

diduga meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang dapat digunakan pada

fobia sosial berupa :

Selective Serotonin Reuptake Inhibitor

Benzodiazepine

Venlafaxine

Buspirone

Perjalanan Penyakit dan Prognosis Fobia

Belum banyak diketahui tentang prognosis fobia, namun kecenderungan

menjadi kronis dan dapat terjadi komorbiditas dengan gangguan lain seperti

depresi, penyalahgunaan alkohol, dan obat bila tidak mendapat terapi. Menurut

National Institute of Mental Health,

75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya dengan

terapi kognitif perilaku

• 80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi

kognitif perilaku atau kombinasi

• Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :

29

Page 28: BAB II

o 30-40% : bebas gejala untuk waktu yang lama

o 50% : gejala ringan yang tidak menggangu

kehidupa

sehari - hari

o 10-20% : tidak membaik

Gangguan fobia ditentukan tergantung oda perilaku fobik apakah dapat

mengganggu kemampuan seseorang berfungsi, ketergantungan finansial pada

orang lain dan gangguan dalam kehidupan sosial, pekerjaan dan akademik.

30

Page 29: BAB II

2.3 GANGGUAN CEMAS MENYELURUH

Definisi Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD)

merupakan kekhawatiran yang berlebih dan meresap disertai oleh berbagai gejala

somatik yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau

pekerjaan atau penderitaan yang jelas bagi pasien. Beberapa gejala somatik yang

dialami adalah ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, keluhan epigastrik dan

kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang

bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

Epidemiologi Gangguan Cemas Menyeluruh

Prevalensi gangguan cemas menyeluruh antara 3-8% dan rasio antara

perempuan dan laki-laki sekitar 2:1. Usia onset sukar untuk ditentukan karena

mereka melaporkan mengalami kecemasan selama yang dapat mereka ingat.

Etiologi Gangguan Cemas Menyeluruh

Faktor Biologi

Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya gangguan ini adalah lobus

oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak. Basal

ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan terlibat pada

timbulnya gangguan ini. Pada pasien juga ditemukan sistem serotonergik yang

abnormal. Neurotransmitter yang berkaitan adalah GABA, serotonin,

norepinefrin, glutamat, dan kolesitokinin. Pemeriksaan PET (Positron Emission

31

Page 30: BAB II

Tomography) ditemukan penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih

otak.

Teori Genetik

Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien

gangguan anxietas menyeluruh dan gangguan depresi mayor pada pasien wanita.

Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita juga mengalami gangguan

yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan kembar didapatkan angka 50%

pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik.

Teori Psikoanalitik

Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari

konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan. Pada tingkat yang paling primitif

anxietas dihubungkan dengan perpisahan dengan objek cinta. Pada tingkat yang

lebih matang lagi dihubungkan dengan kehilangan cinta dari objek yang penting.

Anxietas kastrasi berhubungan dengan fase oedipal sedangkan anxietas superego

merupakan ketakutan seseorang untuk mengecewakan nilai dan pandangannya

sendiri (merupakan anxietas yang paling matang).

Teori Kognitif Perilaku

Penderita berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman,

disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal negatif pada

lingkungannya, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang

sangat negatif terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman.

Tanda dan Gejala Klinis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gejala utama adalah anxietas, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom,

dan kewaspadaan secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan

mempengaruhi aspek kehidupan pasien. Ketegangan motorik bermanifestasi

32

Page 31: BAB II

sebagai bergetar, kelelahan dan sakit kepala. Hiperaktivitas otonom timbul dalam

bentuk pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi, dan disertai gejala saluran

pencernaan. Terdapat juga kewaspadaan kognitif dalam bentuk iritabilitas.

Pedoman Diagnostik Gangguan Cemas Menyeluruh

Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ

III)

Penderita harus menunjukkan gejala primer anxietas yang berlangsung

hampir setiap hari selama beberapa minggu, bahkan biasanya sampai beberapa

bulan. Gejala-gejala ini biasanya mencakup hal-hal berikut :

a) Kecemasan tentang masa depan (khawatir akan nasib buruk, perasaan

gelisah seperti di ujung tanduk, sulit berkonsentrasi, dan sebagainya) ;

b) Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai) ;

c) Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, takikardi,

takipneu, keluhan epigastrik, pusing kepala, mulut kering, dan

sebagainya).

Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk

ditenangkan serta keluhan somatik berulang-ulang. Adanya gejala-gejala lain yang

bersifat sementara, terutama depresi, tidak menyingkirkan gangguan anxietas

menyeluruh sebagai diagnosis utama, selama pasien tidak memenuhi kriteria

lengkap dari episode depresif (F32), gangguan anxietas fobik (F40), gangguan

panik (F41.0) atau gangguan obsesif kompulsif (F42).

Termasuk :

Neurosis anxietas

Reaksi anxietas

Keadaan anxietas

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-

TR)

33

Page 32: BAB II

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR :

A. Kecemasan dan kekhawatiran berlebihan (harapan yang

mengkhawatirkan), terjadi lebih banyak dibandingkan tidak selama paling

kurang 6 bulan, tentang sejumlah peristiwa atau aktivitas (seperti

pekerjaab atau prestasi sekolah).

B. Orang kesulitan untuk mengendalikan kekhawatiran.

C. Kecemasan dan kekhawatiran adalah dihubungkan dengan tiga (atau lebih)

dari enam gejala berikut (dengan paling kurang beberapa gejala terjadi

lebih banyak dibandingkan tidak selama 6 bulan terakhir). Catatan :

Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak.

Catatan : Hanya satu gejala yang diperlukan pada anak-anak :

1. Gelisah atau perasaan tegang atau cemas

2. Merasa mudah lelah

3. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong

4. Iritabilitas

5. Ketegangan otot

6. Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai atau tetap tertidur, atau

tidur yang gelisah dan tidak memuaskan)

D. Fokus kecemasan dan kekhawatiran adalah tidak dibatasi pada gambaran

utama gangguan Aksis I, misalnya, kecemasan atau ketakutan adalah

bukan suatu Serangan Panik (seperti pada Gangguan Panik), merasa malu

di depan umum(seperti pada Fobia Sosial), terkontaminasi (seperti pada

Gangguan Obsesif Kompulsif), merasa jauh dari rumah atau kerabat dekat

(seperti pada Gangguan Cemas Perpisan), pertambahan berat badan

(seperti pada Anoreksia Nervosa), menderita berbagai keluhan fisik

(seperti pada Gangguan Somatisasi), atau menderita penyakit serius

(seperti pada Hipokondriasis), serta kecemasan dan kekhawatiran tidak

terjadi secara eksklusif selama Gangguan Stres Pascatrauma.

34

Page 33: BAB II

E. Kecemasan, kekhawatiran, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan

yang bermakna secara klinis atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan,

atau fungsi penting lainnya.

F. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat

(misalnya, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis

umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara eksklusif selama

suatu Gangguan Mood, Ganguan Psikotik, atau Gangguan Perkembangan

Pervasif.

Diagnosis Banding Gangguan cemas Menyeluruh

Gangguan anxietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat

kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan

zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, EKG dan fungsi

tiroid. Gangguan psikiatrik lain yang merupakan diagnosis banding adalah

gangguan panik, fobia, gangguan obsesfi kompulsif, hipokondriasis, gangguan

somatisasi, gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dan gangguan kepribadian.

Penatalaksanaan Gangguan Cemas Menyeluruh

a) Farmakoterapi

Benzodiazepin

Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepin dimulai

dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respon terapi,

Penggunaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat

mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata

adalah 2-6 minggu.

35

Page 34: BAB II

Buspiron

Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding

dengan gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawl. Kekurangannya adalah

efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita

yang sudah menggunakan benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang

baik dengan buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara benzodiazepin

dengan buspiron kemudian dilakukan tapering benzodiazepin setelah 2-3 minggu,

disaat efek terapi buspiron sudah mencapai maksimal.

SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor)

Sertraline dan paroxetine merupakan pilihan yang lebih baik daripada

fluoksetin. Pemberian fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat. SSRI efektif

terutama pada pasien gangguan anxietas menyeluruh dengan riwayat depresi.

b) Psikoterapi

Terapi Kognitif Perilaku

Pendekatan kognitif mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi

kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik, secara langsung.

Teknik utama yang digunakan adalah pada pendekatan behavioral adalah relaksasi

dan biofeedback.

Terapi Suportif

Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi

yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal

dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

Psikoterapi Berorientasi Tilikan

Terapi ini mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik bawah

sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan diri pasien. Dari

pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat

memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah menjadi lebih matur; bila tidak

36

Page 35: BAB II

tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi

sosial dan pekerjaannya.

Prognosis Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan anxietas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang

mungkin berlangsung seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya

mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor.

37

Page 36: BAB II

2.4 GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu

(intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari,

dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari.

Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan

kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa

untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari

irasionalitas dari obsesi dan merasaka bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-

distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang

menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan

dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi

pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan

anggota keluarga.

Epidemiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar

gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi

bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan

seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.

Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

38

Page 37: BAB II

Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifactorial, yaitu

interaksi antara factor biologik, genetik, factor psikososial.

Faktor Biologik

Neurotransmitter

1. Sistem Serotonergik

Telah banyak pengujian obat yang mendukung hipotesis bahwa disregulasi

dari obat-obat serotonergik lebih efektif dari obat yang mempengaruhi

sistem neurotransmitter lain, tetapi patofisiologi jelas hubungan serotonin

dapat mempengaruhi gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Studi

klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin pada cairan

serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites dari

tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah

perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada

pasien gangguan obsesi kompulsif.

2. Sistem noradrenergik

Pada masa sekarang ini, sudah berkurang bukti-bukti nyata yang

menyatakan bahwa disfungsi pada sistem noradrenergik pada gangguan

obsesi kompulsif. Laporan anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala

obsesi kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang

menurunkan jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.

Neuroimunnologi

Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara

infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus

hemoliticus grup-a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 10-

30% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenham’s chorea dan

menunjukkan gejala obsesi kompulsif.

Studi Pencitraan Otak

39

Page 38: BAB II

Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah

menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara

korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak

lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas

yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia

(terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi

kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan

obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada

jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Tatalaksana

secara farmakologi dan kebiasaan dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas.

Data dari studi fungsi kerja otak sesuai dengan data dari studi gambaran otak

secara struktural. Studi computed tomographic (CT) dan magnetic resonance

imaging (MRI) menemukan bahwa bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada

pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut

juga menunjukkan hasil yang mendukung observasi prosedur neurologis yang

melibatkan cingulum, kadang menunjukkan hasil efektif pada pengobatan

gangguan obsesi kompulsif. Pernah dilaporkan pada studi MRI, terdapat

peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks frontal, temuan tersebut sesuai

dengan lokasi abnormalitas pada studi PET.

Genetik

Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh

genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali

lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis

lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi

kompulsif pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada

kembar dizigot. Studi lain juga menunjukkan peningkatan angka kejadian pada

gangguan yang menyerupai obsesi kompulsif, gangguan tik, gangguan bentuk

tubuh, hipokondriasis, gangguan makan, dan gangguan kebiasaan, seperti

menggigit kuku.

40

Page 39: BAB II

Data Biologis Lainnya

Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi

neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan

antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan

peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien

gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG menunjukkan abnormalitas yang

menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency.

Studi neuroendokrin juga telah menunjukkan analogi dengan gangguan depresif,

seperti nonsupresi pada tes supresi dexametason pada satu pertiga pasien dan

turunnya sekresi hormon pertumbuhan dengan infus klonidin.

Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang

memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa

tipe sindrom tik motorik. Sebagian besar studi keluarga dari probandus dengan

gangguan obsesi kompulsif ditemukan peningkatan angka kejadian kelainan

Tourette dan tik motorik yang kronis hanya disekitar kerabat yang juga

mendapatkan kelainan tik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara

sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada

keluarga.

Faktor Kebiasaan

Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus.

Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau

anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang

menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang

sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.

Kompulsi diartikan dalam arti lain. Ketika seseorang menemukan bahwa

melakukan suatu tindakan dapat mengurangi anxietas yang berhubungan dengan

pikiran yang obsesif, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi untuk

melakukan kegiatan kompulsi atau kebiasaan untuk mengendalikan anxietas.

41

Page 40: BAB II

Secara bertahap, karena efek pengurangan anxietas, strategi tersebut menjadi

menetap, menjadi suatu pola kebiasaan yang kompulsif. Mempelajari teori

menunjukkan teori yang berguna untuk menjelaskan beberapa aspek dari

gangguan obsesi kompulsif, sebagai contoh ide-ide yang mencetuskan anxietas

tidaklah sepenuhnya menyebabkan ketakutan, dan tindakan yang dilakukan

hanyalah berupa pola atau suatu kebiasaan.

Faktor Psikososial

Faktor Personalitas

Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang

perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar

orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang

menyertai sebelumnya. Hanya sekitar lima belas sampai tiga puluh lima persen

dari pasien dengan gangguan obsesi kompulsif yang terdapat gangguan obsesif

yang berkembang.

Faktor Psikodinamik

Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah

pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang

sesuai dengan gangguan Axis I. Tidak sedikit pasien dengan gangguan obsesi

kompulsif menolak berkooperatif dengan pengobatan secara efektif dengan

selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dan terapi kebiasaan.

Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai

secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi

sadar bahwa gejalanya dapat menetap.

Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi

interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling

mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada

rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan

stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan

42

Page 41: BAB II

keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha

untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola

ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan

dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif

psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat

mempengaruhi orang lain.

Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat

meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses

kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan

terus menerus ke dalam kesadaran seseorang

Perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral

dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kegagalan

melawan gagasan atau impuls awal

Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami

sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai

makhluk psikologis.

Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang mustahil

dan tidak masuk akal

Individu yang tenderita obsesi kompulsif merasa adanya dorongan kuat

untuk menahannya

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku

mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi

43

Page 42: BAB II

2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti

dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi

berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak

mengunci rumah).

3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai

kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga

bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau

mencukur kumis dan janggut.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif

Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua

minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas.

Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :

a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu

sendiri;

b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil

dilawan, meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;

c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan

hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari

ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti

dimaksud di atas);

d) Pikiran, bayangan, atau impuls tersebut harus merupakan pengulangan

yang tidak menyenangkan.

Termasuk :

Neurosis anankastik

Neurosis obsesional

44

Page 43: BAB II

Neurosis obsesif-kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-

TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR

A. Salah satu obsesi atau kompulsi :

Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :

1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami,

pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai,

dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan

tentang masalah kehidupan yang nyata.

3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau

bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain

4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah

hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan

pikiran)

Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa)

atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-

kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai

respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus

dipatuhi secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi

penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan;

akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan

dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk

menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.

B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa

obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal

ini tidak berlaku untuk anak-anak.

45

Page 44: BAB II

C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas,

menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna

mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau

kegiatan atau hubungan sosial biasanya.

D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak

terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat

pada Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada

Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan

Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu

Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit

serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan

atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah

yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal,

penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum

Sebutkan Jika :

Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang

tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak

beralasan.

Diagnosa Banding Gangguan Obsesif Kompulsif

Kondisi Medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis

banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus

temporalis.

Kondisi Psikiatrik

Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif

adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan

depresif

Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif

46

Page 45: BAB II

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah

faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian

farmakoterapi dan terapi perilaku.

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif

berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine,

paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine

yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya.

Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa

rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient

sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine

perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan

sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi

berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan

beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine,

pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai

tambahan.

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat

berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan

stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan

kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan

terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif.

Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan

obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien

yang tinggi. Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup

sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi

yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu

seorang pasien dalam terapinya.

47

Page 46: BAB II

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-

konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus

gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 %

pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana

menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-

terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut

umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya

muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang

menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga.

Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat.

Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien

mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain

menetap dan terus-menerus ada.

Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna,

sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya

menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan

depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko

bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa

kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada

komorbiditas dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke

waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal).

Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan

48

Page 47: BAB II

pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang

episodik.

49