bab ii
DESCRIPTION
sdfghjkTRANSCRIPT
-
5/25/2018 BAB II
1/26
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiIstilah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) mengandung tiga unsur,
yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga dapat
menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari
hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus, rongga telinga dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran nafas yang
dimulai dari hidung termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi pada saluran
pernafasan; mulai dari rongga hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya
(sinus, rongga telinga dan pleura)yang disebabkan oleh mikroorganisme yang
berlangsung selama 14 hari ditandai dengan batuk pilek, sakit tenggorokan
disertai dengan demam atau tidak.
Di dalam buku Pedoman Pemberantasan Penyakit ISPA untuk
Penanggulangan Pneumonia pada Balita, disebutkan bahwa pneumonia
merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang
mengenai bagian paru (jaringan alveoli). Pertukaran oksigen dan karbondioksida
terjadi pada kapiler-kapiler pembuluh darah di dalam alveoli. Pada penderita
-
5/25/2018 BAB II
2/26
9
pneumonia, nanah (pus) dan cairan akan mengisi alveoli tersebut sehingga terjadi
kesulitan penyerapan oksigen. Hal ini mengakibatkan kesukaran bernapas.
Dikenal istilah lain yang mirip yaitu pneumonitis yang maksudnya kurang
lebih sama. Banyak yang menganut pengertian bahwa pneumonia adalah
inflamasi paru karena proses infeksi sedangkan pneumonitis adalah inflamasi paru
non infeksi. Namun hal ini tidak sepenuhnya disetujui oleh para ahli.4
B. EpidemiologiPneumonia pada anak merupakan infeksi yang serius dan banyak diderita
anak-anak di seluruh dunia yang secara fundamental berbeda dengan pneumonia
pada dewasa. Di Amerika dan Eropa yang merupakan negara maju angka kejadian
pneumonia masih tinggi, diperkirakan setiap tahunnya 30-45 kasus per 1000 anak
pada umur kurang dari 5 tahun, 7-20 kasus per 1000 anak pada umur 5-9 tahun, 6-
12 kasus per 1000 anak pada umur 9 tahun dan remaja.5
Kasus pneumonia di negara berkembang tidak hanya lebih sering
didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak menimbulkan kematian pada anak.
Insiden puncak pada umur 1-5 tahun dan menurun dengan bertambahnya usia
anak. Mortalitas diakibatkan oleh bakteremia oleh karena Streptococcus
pneumoniae dan Staphylococcus aureus, tetapi di negara berkembang juga
berkaitan dengan malnutrisi dan kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas
tahun 1990, pneumonia merupakan seperempat penyebab kematian pada anak
dibawah 5 tahun dan 80% terjadi di negara berkembang.4
C. Faktor Resiko
-
5/25/2018 BAB II
3/26
10
Faktor Anak
a. UmurUmur merupakan salah satu faktor resiko utama pada beberapa penyakit.
Hal ini disebabkan karena umur dapat memperlihatkan kondisi kesehatan
seseorang. Anak-anak yang berumur 0-24 bulan lebih rentan terhadap penyakit
pneumonia dibandingkan anak-anak yang berumur di atas 2 tahun. Hal ini
disebabkan imunitas yang belum sempurna dan rongga pernapasan yang masih
relatif sempit. Umur yang sangat muda dan sangat tua juga lebih rentan menderita
pneumonia yang lebih berat. Hasil surveilans pada tahun 1998/1999 juga
memperlihatkan bahwa proporsi pneumonia pada bayi 14,1% lebih tinggi
daripada balita. Balita juga rentan terhadap resiko kematian akibat pneumonia.
Semakin muda umur seorang anak balita penderita ISPA/pneumonia, maka
semakin besar resiko untuk meninggal daripada usia yang lebih tua.
b. Riwayat BBLRBBLR adalah neonatus yang lahir dengan berat kurang dari 2.500 gram.
Bayi dan balita dengan BBLR umumnya lebih berisiko terhadap kematian, bahkan
sejak masa-masa awal kehidupannya. Hal ini disebabkan karena imunitas di dalam
tubuhnya belum sempurna Sebuah penelitian juga menyebutkan bahwa bayi 0-4
bulan dengan riwayat BBLR memiliki risiko yang lebih besar untuk menderita
pneumonia.
c. Pemberian ASIASI adalah air susu yang alami diproduksi oleh ibu dan merupakan
sumber gizi yang sangat ideal dan berkomposisi seimbang sesuai dengan
-
5/25/2018 BAB II
4/26
11
kebutuhan pertumbuhan bayi, sehingga dapat dikatakan ASI adalah makanan yang
paling sempurna bagi bayi, baik kuantitas maupun kualitas. ASI mengandung
nutrisi dan zat-zat penting yang berguna terhadap kekebalan tubuh bayi. Zat-zat
yang bersifat protektif tersebut dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit
infeksi. Oleh sebab itu, sangat penting bagi bayi untuk segera diberikan ASI sejak
lahir karena pada saat itu bayi belum dapat memproduksi zat imunitas sendiri.
Pemberian ASI ternyata dapat menurunkan risiko ISPA. Sebuah penelitian
yang meneliti tentang faktor risiko kejadian Pneumonia pada anak Balita di Kota
Banjarmasin pada tahun 2000. Didapatkan bahwa Balita yang tidak mendapatkan
ASI eksklusif memiliki risiko menderita Pneumonia sebesar 2 kali lipat
dibandingkan Balita yang mendapatkan ASI eksklusif.
d. Status GiziStatus gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat
kesehatan, khususnya kesehatan anak. Status gizi pada anak dapat dinilai dari
pengukuran rasio berat badan dan tinggi (panjang) badan. Status gizi yang baik
dapat diperoleh dari asupan gizi yang tentu saja cukup dan seimbang. Kekurangan
gizi (malnutrisi) dapat terjadi pada bay dan anak, dan akan menimbulkan
gangguan pertumbuhan dan perkembangan yang apabila tidak diatasi secara dini
dapat berlanjut hingga dewasa.
Studi WHO di Costarica menunjukkan bahwa insidens ISPA bagian
bawah pada anak normal adalah 37 per 1000, sedangkan 458 per 1000 terjadi pada
-
5/25/2018 BAB II
5/26
12
anak dengan malnutrisi. Penelitian Boer juga menyebutkan bahwa anak dnegan
gizi kurang lebih beresiko terkena penyakit pneumonia.
Untuk menentukan status gizi anak balita (usia 0-60 bulan), nilai IMT-nya
harus dibandingkan dengan nilai IMT standar WHO 2005 (WHO, 2006);
sedangkan pada anak dan remaja usia 5-19 tahun nilai IMT-nya harus
dibandingkan dengan referensi WHO/NCHS 2007 (WHO, 2007). Pada saat ini,
yang paling sering dilakukan untuk menyatakan indeks tersebut adalah dengan Z-
skor atau persentil.
Z-skor: deviasi nilai seseorang dari nilai median populasi referensi dibagi dengan
simpangan baku populasi referensi.
Persentil : tingkatan posisi seseorang pada distribusi referensi (WHO/NCHS),
yang dijelaskan dengan nilai seseorang sama atau lebih besar daripada nilai
persentase kelompok populasi.
Z-skor paling sering digunakan. Secara teoritis, Z-skor dapat dihitung
dengan cara berikut :
Nilai IMT yang diukurMedian Nilai IMT (referensi)
Z-Skor = -------------------------------------------------------------
Standar Deviasi dari standar/referensi
Bagaimana klasifikasi status gizinya?. Klasifikasi dapat dilakukan menurut
berbagai lembaga. Klasifikasi WHO agak sedikit berbeda dengan klasifikasi
menurut Kementerian Kesehatan RI. Klasifikasi status gizi pada IMT yang
dihitung dengan menggunakan Z-skor menurut WHO dapat dilihat pada Tabel 1
berikut :
Tabel 1. Klasifikasi IMT menurut WHO
-
5/25/2018 BAB II
6/26
13
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor +2 Overweight (kelebihan berat
badan atau gemuk)-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
Klasifikasi menurut Kemenkes RI (2010) dibedakan pada kelompok usia 0-60
bulan dengan kelompok usia 5-18 bulan. Klasifikasi IMT untuk usia 0-60 bulan
disajikan pada Tabel 2, sedangkan klasifikasi IMT untuk anak usia 5-18 tahun
disajikan pada Tabel 3.
Tabel 2. Klasifikasi IMT menurut Kemenkes RI 2010 untuk anak usia 0-
60 bulan
Nilai Z-skor Klasifikasi
z-skor +2 Gemuk
-2 < z-skor < +2 Normal
-3 < z-skor < -2 Kurus
z-skor < -3 Sangat kurus
e. ImunisasiBeberapa hasil studi menunjukkan bahwa pneumonia merupakan penyakit
yang dapat dicegah melalui pemberian imunisasi, yaitu dengan imunisasi campak
dan pertusis. Penyakit pertusis berat dapat menyebabkan infeksi saluran napas
berat seperti pneumonia. Oleh karena itu, pemberian imunisasi DPT dapat
mencegah pneumonia.
-
5/25/2018 BAB II
7/26
14
Akan tetapi, kini telah berkembang di dunia sebuah vaksin yang
penggunaannya dapat menurunkan kejadian penyakit infeksi pneumokokus pada
bayi dan anak-anak. Pemberian vaksin ini merupakan tindakan pencegahan yang
dipercaya sebagai langkah protektif setelah diketahui bahwa saat ini resistensi
kuman terhadap antibiotic semakin meningkat.
Sebuah penelitian menemukan bahwa balita yang status imunisasinya
tidak lengkap 4,28 kali memiliki risiko untuk terkena pneumonia dibanding
dengan yang status imunisasinya lengkap. Penelitian lain melaporkan adanya
hubungan yang bermakna antara imunisasi campak dengan kejadian pneumonia.
Program imunisasi di Indonesia sudah mencapai Universal Child
Imunization (UCI) pada akhir tahun, yaitu > 80% bayi sasaran sudah mendapat
imunisasi dasar lengkap. Definisi imunisasi lengkap disini adalah sudah mendapat
BCG, Polio 3 dosis, DPT 3 dosis, Hepatitis B 3 dosis dan imunisasi campak
sebelum umur 12 bulan. Cakupan imunisasi yang tinggi diharapkan dapat
menurunkan kejadian penyakit yang diimunisasi dan infeksi sekunder yang sering
terjadi berupa pneumonia. Namun sampai saat ini masih terjadi KLB campak dan
sangat perlu diketahui penyakit campak dapat menyebabkan supresi kekebalan
yaitu penurunan jumlah dan respon eosinofil, limfosit termasuk B dan T cell
sehingga dapat terjadi ensefalitis yang disebabkan oleh virus campak atau virus
lainnya yang berakibat fatal. Supresi sistem kekebalan tubuh juga dapat
mengakibatkan komplikasi sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi
bakteri atau virus lain, antara lain otitis media, pneumonia, diare dan ensefalitis.
-
5/25/2018 BAB II
8/26
15
Status imunisasi dasar juga mempengaruhi status gizi (BB/U). Proporsi
anak balita dengan gizi lebih, kurang atau buruk lebih banyak ditemukan pada
anak balita dengan status imunisasi dasar tidak lengkap dibandingkan dengan
status imunisasi dasar lengkap
Adapaun manfaat dan kapan pemberian imunisasi dasar atau imunisasi
wajib Balita meliputi:
BCG (Bacillus Calmette Guerin)Indonesia merupakan negara ketiga terbanyak penderita tuberculosis
(TBC). Dan untuk mencegah TBC serta komplikasinya, berikan imunisasi BCG
yang dilakukan hanya sekali seumur hidup. Imunisasi ini lebih optimal diberikan
pada umur 2-3 bulan. Bila vaksin BCG akan diberikan sesudah umur tiga bulan,
perlu perlu uji tuberculin. Bila uji tuberkulin pre-BCG tidak dimungkinkan, BCG
dapat diberikan namun harus diobservasi dalam tujuh hari. Bila ada reaksi lokal
cepat di tempat suntikan, perlu dievaluasi lebih lanjut. Vaksin ini harus diberikan
di lengan kanan atas dan bekas suntikan meninggalkan scar (bekas luka).
Hepatitis BImunisasi hepatitis B diberikan untuk mencegah penyakit hepatitis B.
Diberikan sesaat setelah bayi lahir dan suntikan diulang sebanyak tiga kali saat
masih bayi.
PolioImunisasi ini dilakukan untuk mencegah penyakit pollomielitis. Gejala
yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh
-
5/25/2018 BAB II
9/26
16
pada salah satu tungkai bawahnya setelah demam selama 2-5 hari. Vaksin polio
diberikan lima kali, biasanya bersama DPT, dengan cara oral maupun suntik.
DPT (Diphteria, Pertusis, Tetanus)Imunisasi ini untuk mencegah penyakit Diphteria, Pertusis (batuk rejan),
Tetanus. Penyakit ini sudah jarang ditemukan, tapi bila tidak ditangani dengan
cepat dan tepat bisa berakibat kematian. Vaksin DPT dan dua kali DT.
CampakImunisasi ini untuk mencegah penyakit campak atau tampek yang sangat
menular dan dapat disebabkan oleh virus campak. Penularannya bisa melalui
udara atau kontak langsung dengan penderita. Gejala-gejalanya antara lain
demam, batuk, pilek dan bercak-bercak merah pada permukaan kulit 3-5 hari
setelah anak menderita demam. Bercak mula-mula timbul di pipi bawah telinga
yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan anggota tubuh lainnya. Komplikasi
penyakit campak antara lain radang paru-paru, infeksi saluran cerna, dan radang
otak. Vaksin campak diberikan dua kali, yaitu pada umur sembilan bulan dengan
vaksin ulangan pada usia 5-7 tahun.
1. Faktor Orangtuaa. Pendidikan Ibu
Pengetahuan seseorang terhadap suatu hal dapat diperoleh melalui jenjang
pendidikan. Di negara-negara berkembang, terdapat petunjuk yang jelas tentang
adanya perbedaan tingkat kelangsungan hidup anak yang berkaitan dengan
-
5/25/2018 BAB II
10/26
17
pendidikan ibu. Pendidikan ibu adalah salah satu faktor yang secara tidak
langsung mempengaruhi kejadian pneumonia pada bayi dan balita.
b. Pengetahuan IbuTingkat pengetahuan ibu berperan besar terhadap kejadian pneumonia
balita. Hal ini berkaitan dengan perilaku ibu dalam memberikan makanan yang
memadai dan bergizi kepada anaknya serta perilaku ibu dalam pencarian
pengobatan. Pengetahuan lebih jauh tentang penyakit pneumonia dan praktik
pelayanan yang benar akan meningkatkan keberhasilan dalam upaya penurunan
angka kesakitan dan kematian pneumonia.
Penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan ibu berhubungan dnegan
pravalensi pneumonia balita. Hasil penelitian lain menyebutkan jika ibu memiliki
pengetahuan yang salah mengenai praktik pencarian pengobatan, maka anaknya
akan berisiko sakit pneumonia 4,2 kali lebih besar.
c. Sosial EkonomiFaktor sosio-ekonomi merupakan salah satu kontributor utama dalam
penyakit pernapasan. Terdapat hubungan korelasi negatif antara status sosial
ekonomi dengan morbiditas infeksi saluran napas. Pada umumnya, status ekonomi
yang berhubungan dengan insidens pneumonia diukur dari besarnya rumah
tangga, banyaknya kamar, dan banyaknya orang yang menghuni tiap kamar.
Masyarakat miskin juga identik dengan ketidakmampuannya dalam pemenuhan
kebutuhan dasar. Balita yang hidup dalam keluarga dengan sosial ekonomi rendah
-
5/25/2018 BAB II
11/26
18
cenderung kurang mndapat asupan makanan yang cukup sehingga lebih rentan
terkena penyakit.
2. Faktor Lingkungana. Polusi udara dalam rumah
Polusi udara dapat terjadi baik dalam rumah maupun di luar rumah. Polusi
udara di dalam rumah bisa dihasilkan dari pembuangan asap seperti rokok dan
pembakaran kompor tungku atau kayu bakar. Asap tersebut berpotensi besar
menimbulkan pajanan partikulat. Jika terhirup, asap tersebut dapat mengganggu
pernapasan. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara asap
pembakaran dengan kejadian pneumonia pada balita. Balita yang terpajan dnegan
asap pembakaran berisiko 1,27 kali lebih besar untuk terkena pneumonia
dibandingkan dengan balita yang tidak terpajan
b. Kepadatan hunianKepadatan hunian untuk rumah sederhana adalah minimal 10 m2/orang.
Jika suatu rumah memiliki kepdatan hunian yang tinggi maka akan mempengaruhi
pertukaran udara di dalam rumah. Foster menjelaskan bahwa kepadatan orang
dalam rumah berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita.
c. Ventilasi rumahVentilasi atau pertukaran udara adalah proses penyediaan dan pengeluaran
udara ke dan atau dari suatu ruang secara alamiah maupun mekanis. Pertukaran
-
5/25/2018 BAB II
12/26
19
udara secara mekanis dilakukan melalui penyediaan lubang ventilasi di dalam
rumah. Pada dasarnya luas lubang tersebut minimal 5% dari luas lantai. Akan
tetapi, jika ditambah dengan lubang udara lain seperti celah pintu atau jendela,
maka luas minimal lubang ventilasi menjadi 10%dari luas lantai.
Pada penelitian, diketahui bahwa balita yang tinggal di rumah dengan
ventilasi yang tidak sehat akan memiliki risiko 4,2 kali lebih besar untuk terkena
pneumonia dibandingkan yang tinggal di rumah dengan ventilasi sehat.
d. Kondisi fisik rumahRumah yang sehat adalah bangunan rumah tinggal yang telah memenuhi
syarat kesehatan dengan beberapa kriterianya antara lain memenuhi kebutuhan
fisik (suhu, imunisasi dan ventilasi), memenuhi kebutuhan kejiwaan (privasi dan
hubungan antar anggota keluarga), memenuhi kebutuhan keselamatan (bangunan
yang kokoh dan terhindar dari gas beracun), serta mampu melindungi
penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit. Oleh sebab itu, sangatlah
penting memikirkan hal-hal tersebut di atas agar seluruh anggota keluarga dapat
merasa sehat dan nyaman berada di rumah.
-
5/25/2018 BAB II
13/26
20
Gambar 1. Faktor Risiko Untuk Pneumonia pada Balita
D. Klasifikasi1. Klasifikasi Pneumonia Berat
Berdasarkan adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai sesak nafas
atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak
usia 2 bulan -
-
5/25/2018 BAB II
14/26
21
usia 2 bulan -
-
5/25/2018 BAB II
15/26
22
4. EtiologiEtiologi ISPA terdiri dari lebih 300 jenis bakteri, virus dan riketsia.
Bakteri penyebeb ISPA antara lain darin genus Streptokokus, Stafilokokus,
Pnemokokus, Hemofillus, Bordetella dan Korinobakterium. Virus penyebeb ISPA
antara lain adalah golongan Mikosovirus, Adenovirus, Koronavirus, Pikornavirus,
Mikoplasma, Herpesvirus.
Etiologi Pnemonia Penyebab pnemonia pada balita sukar ditegakkan
karena dahak sukar diperoleh. Menurut publikasi WHO bahwa penyebab
pnemonia adalah Streptokokus pnemonia dan Hemopillus inluenzae
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme
(virus/bakteri) dan sebagian kecil disebabkan oleh hal lain misalnya bahan kimia
(hidrokarbon, lipoid substances)/benda asing yang teraspirasi.6
Pola kuman penyebab pneumonia biasanya berbeda sesuai dengan
distribusi umur pasien. Sebagian besar kasus pneumonia disebabkan oleh virus,
sebagai penyebab tersering adalah respiratory syncytial virus (RSV),
parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara umum bakteri yang
berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae,
Haemophillus influenze, Staphylococcus aureus, Streptococcus group B, serta
kuman atipik klamidia dan mikoplasma.6
5. PatofisiologiSebagian besar pneumonia timbul melalui aspirasi kuman atau
penyebaran langsung kuman dari saluran respiratorik atas. Hanya sebagian kecil
-
5/25/2018 BAB II
16/26
23
merupakan akibat sekunder dari viremia/bakteremia atau penyebaran dari infeksi
intra abdomen. Dalam keadaan normal saluran respiratorik bawah mulai dari
sublaring hingga unit terminal adalah steril. Paru terlindung dari infeksi melalui
beberapa mekanisme termasuk barier anatomi dan barier mekanik, juga sistem
pertahanan tubuh lokal maupun sistemik. Barier anatomi dan mekanik
diantaranya adalah filtrasi partikel di hidung, pencegahan aspirasi dengan refleks
epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk, pembersihan ke arah kranial
oleh lapisan mukosilier. Sistem pertahanan tubuh yang terlibat baik sekresi lokal
imunoglobulin A maupun respon inflamasi oleh sel-sel leukosit, komplemen,
sitokin, imunoglobulin, alveolar makrofag dan cell mediated immunity4
Pneumonia terjadi bila satu atau lebih mekanisme diatas mengalami
gangguan sehingga kuman patogen dapat mencapai saluran nafas bagian bawah.
Inokulasi patogen penyebab pada saluran nafas menimbulkan respon inflamasi
akut pada penjamu yang berbeda sesuai dengan patogen penyebabnya.4
Virus akan menginvasi saluran nafas kecil dan alveoli, umumnya bersifat
patchydan mengenai banyak lobus. Pada infeksi virus ditandai lesi awal berupa
kerusakan silia epitel dengan akumulasi debris ke dalam lumen. Respon inflamasi
awal adalah infiltrasi sel-sel mononuklear ke dalam submukosa dan perivaskular.
Sejumlah kecil sel-sel PMN akan didapatkan dalam saluran nafas kecil. Bila
proses ini meluas, dengan adanya sejumlah debris dan mukus serta sel-sel
inflamasi yang meningkat dalam saluran nafas kecil maka akan menyebabkan
obstruksi baik parsial maupun total. Respon inflamasi ini akan diperberat dengan
adanya edema submukosa yang mungkin bisa meluas ke dinding alveoli. Respon
-
5/25/2018 BAB II
17/26
24
inflamasi di dalam alveoli ini juga seperti yang terjadi pada ruang intersitial yang
terdiri dari sel-sel mononuklear. Proses infeksi yang berat akan mengakibatkan
terjadinya denudasi (pengelupasan) epitel dan akan terbentuk eksudat hemoragik.
Infiltrasi ke intersitial sangat jarang menimbulkan fibrosis. Pneumonia viral pada
anak merupakan predisposisi terjadinya pneumonia bakterial oleh karena
rusaknya barier mukosa.7
6. Manifestasi klinisGejala dan tanda klinis pneumonia bervariasi tergantung kuman
penyebab, usia pasien, status imunologis pasien dan beratnya penyakit.
Manifestasi klinis bisa berat yaitu sesak, sianosis, dapat juga gejalanya tidak
terlihat jelas seperti pada neonatus. Gejala dan tanda pneumonia dapat dibedakan
menjadi gejala umum infeksi (non spesifik), gejala pulmonal, pleural dan
ekstrapulmonal. Gejala non spesifik meliputi demam, menggigil, sefalgia dan
gelisah. Beberapa pasien mungkin mengalami gangguan gastrointestinal seperti
muntah, kembung, diare atau sakit perut.4
Gejala pada paru biasanya timbul setelah beberapa saat proses infeksi
berlangsung. Setelah gejala awal seperti demam dan batuk pilek, gejala nafas
cuping hidung, takipnea, dispnea dan apnea baru timbul. Otot bantu nafas
interkostal dan abdominal mungkin digunakan. Batuk umumnya dijumpai pada
anak besar, tapi pada neonatus bisa tanpa batuk. Wheezingmungkin akan ditemui
pada anak-anak dengan pneumonia viral atau mikoplasma.4
-
5/25/2018 BAB II
18/26
25
7. Pemeriksaan fisikPada pemeriksaan fisik pneumonia didapatkan demam, takipnea, sianosis
dan nafas cuping hidung. Perkusi toraks tidak bernilai diagnostik, karena
umumnya kelainan patologinya menyebar. Suara redup pada perkusi biasanya
karena adanya efusi pleura.4
Pada auskultasi suara nafas yang melemah seringkali ditemukan bila ada
proses peradangan subpleura dan mengeras (suara bronkial) bila ada proses
konsolidasi. Ronki basah halus yang khas untuk pasien yang lebih besar,
mungkin tidak akan terdengar untuk bayi. Pada bayi dan balita kecil karena
kecilnya volume toraks biasanya suara nafas saling berbaur dan sulit
diidentifikasi.4
8. Pemeriksaan penunjangFoto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk
menentukan luasnya lokasi anatomik dalam paru, luasnya kelainan dan
kemungkinan adanya komplikasi seperti pneumotoraks, pneumomediastinum,
pneumatokel, abses paru dan efusi pleura. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai,
terutama pada pasien bayi. Pembesaran kelenjar hilus sering terjadi pada
pneumonia karenaHaemophillus influenzadan Staphylococcus aureus, tapi jarang
pada pneumonia karena Streptococcus pneumoniae. Kecurigaan ke arah infeksi
Staphylococcus aureus apabila pada foto polos dada dijumpai adanya gambaran
pneumatokel, abses paru, empiema dan piopneumotoraks serta usia pasien di
bawah 1 tahun. Foto polos dada umumnya akan normal kembali dalam 3-4
-
5/25/2018 BAB II
19/26
26
minggu. Pneumonia virus umumnya menunjukkan gambaran infiltrat intersitial
difus, hiperinflasi atau atelektasis. Pada sindroma aspirasi, infiltrat akan tampak di
lobus superior kanan pada bayi, tetapi pada anak yang lebih besar akan tampak di
bagian posterior atau basal paru.4,7
Menurut WHO terdapat kesulitan dalam interpretasi foto polos dada
sehingga dikembangkan cara standarisasi kriteria pneumonia untuk kepentingan
aspek epidemiologis. Sistem ini membagi gambaran foto torak dalam normal
torak, infiltrat atau akhir proses konsolidasi (end stage consolidation) yang
didefinisikan sebagai significant amount of alveolar type consolidation.
Seringkali panas dan takipnea sudah timbul sebelum terlihat perubahan pada foto
torak.4,7
Pada sebagian besar kasus, pemeriksaan yang ekstensif tidak perlu
dilakukan, tetapi pemeriksaan laboratorium mungkin akan membantu dalam
memperkirakan mikroorganisme penyebab. Lekositosis >15.000/UL seringkali
dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis atau adanya pergeseran ke kiri
menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Lekosit >30.000/UL dengan dominasi
netrofil mengarah ke pneumonia streptokokus dan stafilokokus.4
Laju endap darah dan C-reaktif protein (CRP) merupakan indikator
inflamasi yang tidak khas sehingga hanya sedikit membantu. Adanya CRP yang
positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Kadar CRP yang lebih tinggi
ditemukan pada pasien dengan pneumonia alveolar dibandingkan pasien dengan
pneumonia intersitialis. Begitu pula pada kasus pneumonia yang disebabkan oleh
-
5/25/2018 BAB II
20/26
27
Streptococcus pneumoniaeakan menunjukkan kadar CRP yang lebih tinggi secara
signifikan dibanding non pneumococcal pneumonia.4
Biakan darah merupakan cara yang spesifik untuk diagnostik tapi hanya
positif pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah sangat
membantu pada penanganan kasus pneumonia dengan dugaan penyebab
stafilokokus dan pneumokokus yang tidak menunjukkan respon baik terhadap
penanganan awal. Kultur darah juga direkomendasikan pada kasus pneumonia
yang berat dan pada bayi usia kurang dari 3 bulan.4
9. DiagnosisDiagnosis pneumonia yang terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu
dengan pemeriksaan mikrobiologik. Upaya untuk mendapatkan spesimen atau
bahan pemeriksaan guna mencari etiologi kuman penyebab dapat meliputi
pemeriksaan sputum, sekret nasofaring bagian posterior, aspirasi trakea,
torakosintesis pada efusi pleura, percutaneus lung aspirationdan biopsi paru bila
diperlukan.4,7,8
Namun pemeriksaan ini banyak kendalanya, baik dari segi teknis maupun
biaya. Secara umum kuman penyebab spesifik hanya dapat diidentifikasi kurang
dari 50% kasus. Dengan demikian pneumonia didiagnosis terutama berdasarkan
manifestasi klinis dibantu pemeriksaan penunjang yang lain seperti foto polos
dada.9
Tetapi tanpa pemeriksaan mikrobiologik, kesulitan yang lebih besar
adalah membedakan kuman penyebab; bakteri, virus atau kuman lain. Pneumonia
-
5/25/2018 BAB II
21/26
28
bakterial lebih sering mengenai bayi dan balita dibandingkan anak yang lebih
besar. Pneumonia bakterial biasanya timbul mendadak, pasien tampak toksik,
demam tinggi disertai menggigil dan sesak memburuk dengan cepat. Pneumonia
viral biasanya timbul perlahan, pasien tidak tampak sakit berat, demam tidak
tinggi, gejala batuk dan sesak bertambah secara bertahap. Infeksi virus biasanya
melibatkan banyak organ bermukosa (mata, mulut, tenggorok, usus).4,5,9
10.PenatalaksanaanPengobatan pada pneumonia adalah dengan kotrimoksasol per oral. Bila
penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol, atau ternyata dengan pemberian
kotrimoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik
pengganti kotrimoksasol. Antibiotik pengganti kotrimoksasol yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain. Bila penderita memburuk menjadi pneumonia
berat, rujuklah ke RS.10 Berikut ini Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia pada
Balita,
Tabel 1. Pedoman Tatalaksana Kasus Pneumonia Pada Anak
-
5/25/2018 BAB II
22/26
29
(*) Disebut napas cepat, apabila:
Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit
Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menitAnak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit
Tabel 2. Jenis dan Dosis Obat 10
UMUR
DOSIS PER HARI
Parasetamol 500 mg Kotrimoksasol 480 mg
2 bulan - 6 bulan 4 x 1/8 tablet 2 x tablet
6 bulan3 tahun 4 x tablet 2 x tablet
3 tahun5 tahun 4 x tablet 2 x 1 tablet
Catatan :
Kotrimoksasol diberikan selama 5 hari
Dosis kotrimoksasol berdasarkan berat badan ialah 48 mg/kg BB/hari
Bila digunakan kotrimoksasol tablet pediatrik atau sirup maka perlu diketahui
bahwa :
1 tablet dewasa = 4 tablet pediatrik (1 tablet pediatrik = 120 mg)
= 2 sendok takar (10 ml) sirup
Dosis parasetamol berdasarkan berat badan adalah 10 mg/kg BB/kali
Golongan beta laktam (Penisilin, sefalosporin, karbapenem dan
monobaktam) merupakan jenis jenis antibiotika yang sudah dikenal cukup luas.
Biasanya digunakan untuk terapi pneumonia yang disebabkan oleh bakteri
seperti Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenzadan Staphylococcus
aureus. Pada kasus yang berat diberikan golongan sefalosporin sebagai pilihan,
terutama bila penyebabnya belum diketahui. Sedangkan pada kasus yang ringan
sedang, dipilih golongan penisilin.4,7
-
5/25/2018 BAB II
23/26
30
Dengan demikian keduanya dapat dipakai sebagai antibiotika lini
pertama untuk kasus pneumonia anak tanpa komplikasi. Pada pasien pneumonia
yang community acquired, umumnya ampisilin dan kloramfenikol masih
sensitif. Pilihan berikutnya adalah obat golongan sefalosporin.4
Penanganan pneumonia pada neonatus serupa dengan penanganan infeksi
neonatus pada umumnya. Antibiotika yang diberikan harus dapat mencakup
kuman kokus gram positif terutama Streptococcus group B dan batang gram
negatif. Penisilin dan derivatnya merupakan pilihan utama untuk gram positif
sedangkan untuk kuman gram negatif terutama Escherichia coli dan Proteus
mirabilis digunakan golongan aminoglikosida. Kombinasi kloksasilin dan
gentamisin efektif untuk terapi pneumonia dibawah 3 bulan karena dapat
mencakup kuman Staphylococcus aureus. Umur kehamilan, berat badan lahir
dan umur bayi akan menentukan dosis dan frekuensi pemberian obat khususnya
untuk golongan aminoglikosida. Sefalosporin generasi 3 dapat digunakan jika
ada kecurigaan penyebab bakteri batang gram negatif. 4,9,11
Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada
perbaikan klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak
dinyatakan sembuh. Lama pemberian antibiotik tergantung pada kemajuan klinis
penderita, hasil laboratoris, foto polos dada dan jenis kuman penyebab. Jika
kuman penyebab adalah stafilokokus diperlukan pemberian terapi 6-8 minggu
secara parenteral, Jika penyebab Haemophylus influenza atau Streptococcus
pneumoniaepemberian terapi secara parenteral cukup 10-14 hari Secara umum
pengobatan antibiotik untuk pneumonia diberikan 10-14 hari.4,9
-
5/25/2018 BAB II
24/26
31
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan,
gangguan neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang,
fibrosis kistik, infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat
tanda awal pneumonia didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin
generasi III. Dapat dipertimbangkan juga pemberian 4:
a. Kotrimoksasol pada pneumonia pneumokistik kariniib. Anti viral (Asiklovir, gansiklovir) pada pneumonia karena
sitomegalovirus
c. Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumoniakarena jamur
d. Pemberian immunoglobulin
11. Pencegahan1. Penemuan dini penderita ISPA dengan penatalaksanaan kasus yang benar
merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk yang kurang
tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
2. Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standarpengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan
obat batuk yang kurang bermanfaat.
3. Strategi penatalaksanaan kasus mencakup pula petunjuk tentangpemberian makanan bergizi dan minuman yang sehat (air putih, sari buah)
sebagai bagian dari tindakan penunjang yang penting bagi pederita ISP
-
5/25/2018 BAB II
25/26
32
Pencegahan pneumonia pada anak sangat penting untuk mengurangi angka
kematian. Pemberian imunisasi, pemberian ASI eksklusif, nutrisi yang baik,
higiene yang baik di rumah yang banyak penghuninya, penghindaran pajanan asap
rokok, asap dapur, dan lain-lain; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup
sehat dll merupakan cara cara yang dapat digunakan untuk mencegah
pneumonia.12,13
Menurut Theresia (2009), Pencegahan Pneumonia dapat dilakukan dengan
cara hidup bersih dan sehat dan memberikan nutrisi yang baik pada balita.
Disamping itu, perlu diberikan vaksin pneumokokus pada bayi dan anak sedini
mungkin.14
Menurut Raymondnelson dan bambang (2009), Pencegahan pneumonia
dapat dilakukan dengan cara :15
1. Memberikan vaksinasi pneumokokus atau sering juga disebut sebagaivaksin (PCV)
2. Memberikan imunisasi pada anak sesuai waktunya.3. Menjaga keseimbangan nutrisi anak.4. Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara cukup istirahat dan juga
banyak olahraga.
5. Mengusahakan agar ruangan tempat tinggal mempunyai udara yang bersihdan ventilasi yang cukup
4. KomplikasiKomplikasi pneumonia adalah 4:
1.Efusi pleura
-
5/25/2018 BAB II
26/26
33
2.Empiema3.Pneumotoraks4.Piopneumotorak5.Pneumatosel6.Abses paru7.Sepsis8.Gagal nafas9.Ileus paralitik fungsional