bab ii

14
BAB II SISTEM KELISTRIKAN Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN dan IPP yang tersebar di Indonesia Timur s.d. tahun 2014 adalah sekitar 3.842 MW dengan perincian ditunjukkan pada Tabel 3.8. Kapasitas pembangkit tersebut sudah termasuk IPP dengan kapasitas 980 MW. Walaupun kapasitas terpasang pembangkit adalah 3.842 MW, kemampuan netto dari pembangkit tersebut lebih rendah dari angka tersebut karena banyak PLTD yang telah berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami derating. Beban puncak sistem kelistrikan Indonesia Timur pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 4.073 MW. Jika beban puncak dibandingkan dengan daya mampu pembangkit dan apabila

Upload: mpahmte

Post on 11-Sep-2015

221 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

ekonomi teknik

TRANSCRIPT

BAB IISISTEM KELISTRIKAN

Kapasitas terpasang pembangkit milik PLN dan IPP yang tersebar di Indonesia Timur s.d. tahun 2014 adalah sekitar 3.842 MW dengan perincian ditunjukkan pada Tabel 3.8. Kapasitas pembangkit tersebut sudah termasuk IPP dengan kapasitas 980 MW. Walaupun kapasitas terpasang pembangkit adalah 3.842 MW, kemampuan netto dari pembangkit tersebut lebih rendah dari angka tersebut karena banyak PLTD yang telah berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami derating.

Beban puncak sistem kelistrikan Indonesia Timur pada tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 4.073 MW. Jika beban puncak dibandingkan dengan daya mampu pembangkit dan apabila menerapkan kriteria cadangan 40%, maka diperkirakan terjadi kekurangan sekitar 1.600 MW. Untuk menanggulangi kekurangan pembangkit tersebut, hampir seluruh unit usaha PLN di Indonesia Timur telah melakukan sewa pembangkit. Kapasitas pembangkit sewa yang ada di Indonesia Timur sampai dengan akhir tahun 2014 akan mencapai 1.745 MW sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.9.

Berikut ini diberikan perbaikan susut jaringan dan keandalan sistem distribusipada lima tahun terakhir.

2.1. Susut Jaringan DistribusiRealisasi rugi jaringan distribusi PLN mulai tahun 2009-2014 cenderungberfluktuasi seperti terlihat pada Tabel 3.17.

Dari Tabel 3.17 terlihat pada mulai tahun 2012 susut distribusi cenderung naik.Usaha-usaha untuk menurunkan susut distribusi sudah dilakukan dengan focus penurunan susut non teknis yang meliputi P2TL, manajemen baca meter dan penertiban administrasi pelanggan. Realisasi penekanan Susut Non Teknis sampai dengan Triwulan III telah mendapatkan 699 GWh.Pada wilayah Sumatera, realisasi susut distribusi 12,43% diatas target RKAP 8,82%. Dari perhitungan menggunakan formulasi Peraturan Dirjen Ketenagalistrikan susut teknis Sumatera adalah 11,18%. Susut teknis ini jauh diatas target RKAP. Mengingat workplan teknis untuk mengatasi susut teknis tersebut baru dapat dikerjakan fisiknya pada triwulan IV tahun 2014, maka hasil workplan tersebut baru bisa berkontribusi pada tahun 2015.Pada wilayah Indonesia Timur, realisasi susut distribusi Triwulan III sebesar 10,42% diatas target RKAP 9,11%. Hal merupakan dampak dari kekurangan pasokan tenaga listrik yang menyebabkan dilakukannya brownout untuk mengurangi pelanggan padam (mengutamakan pelayanan). Selain itu dampak dari defisit daya menyebabkan banyaknya permohonan pasang baru pelanggan yang tidak dapat terlayanai dan berpotensi menggunakan listrik secara ilegal.Karena pemasalahan defisit daya diperkirankan masih belum teselesaikan pada triwulan IV, program penurunan susut di wilayah Indonesia Timur pada difokuskan pada penurunan susut non teknis meliputi P2TL, manajemen baca meter dan penertiban administrasi pelanggan. Perolehan P2TL triwulan III meningkat 41,77% dibandingkan dengan triwulan II (triwulan II sebesar 18,5 GWh dan triwulan III sebesar 26,2 GWh).

2.2. Keandalan PasokanRealisasi keandalan pasokan listrik kepada konsumen yang diukur denganindikator SAIDI dan SAIFI34 jaringan PLN pada 5 tahun terakhir dapat dilihatpada Tabel 3.18.

2.3. Program Pembangunan Ketenagalistrikan 2015-2019Program pembangunan ketenagalistrikan tahun 2015-2019 meliputi pengembangan pembangkit, jaringan transmisi dan GI dan jaringan distribusi. Pengembangan tersebut untuk memenuhi pertumbuhan ekonomi 6,7%, pertumbuhan kebutuhan listrik 8,8% dan rasio elektrifikasi 97% pada 2019. Program ini merupakan bagian dari rencana pengembangan ketenaglistrikan 10 tahun ke depan.

2.3.1. Pembangunan pembangkit tahun 2015-2019Tambahan pembangkit baru yang diperlukan untuk 5 tahun ke depan sebesar 35 GW tidak termasuk yang sedang dalam tahap konstruksi sebesar 6,6 GW, seperti terlihat dalam Tabel 6.11.

Berdasarkan tabel 6.11 di atas sebesar 6,6 GW dalam tahap konstruksi, 17 GW telah committed dan 18,7 GW dalam tahap rencana.

2.3.2. Pembangunan Jaringan Transmisi dan GI Tahun 2015-2019Tambahan jaringan transmis yang diperlukan untuk 5 tahun kedepan sebesar 45 ribu kms dan tambahan GI sebesar 109 ribu MVA. Detail pengembangan transmisi dan GI dapat dilihat dalam table 6.13 dan table 6.14

2.3.3. Pembangunan Jaringan Distribusi Tahun 2015-2019Tambahan jaringan distribusi yang diperlukan untuk 5 tahun ke depan meliputi JTM sebesar 82 ribu kms, gardu distribusi 21 ribu MVA dan tambahan pelanggan 13.794 ribu. Detail pengembangan jaringan dapat dilihat dalam Tabel 6.15.

2.4. Rencana Penambahan Kapasitas Pembangkit IndonesiaRencana penambahan kapasitas pembangkit gabungan seluruh Indonesia ditunjukkan pada Tabel 6.16. Kapasitas tersebut hanya meliputi pembangkitpembangkit yang direncanakan untuk sistem-sistem besar (interkoneksi), dan sudah mencakup Program Percepatan Pembangkit Tahap 1 (FTP1) dan Program Percepatan Pembangkit Tahap 2 (FTP2).

Tabel 6.16 menunjukkan hal-hal sebagai berikut: Tambahan kapasitas pembangkit selama 10 tahun mendatang (periode tahun 20152024) untuk seluruh Indonesia adalah 70,4 GW atau pertambahan kapasitas rata-rata mencapai 7 GW per tahun. PLTU batubara akan mendominasi jenis pembangkit yang akan dibangun, yaitu mencapai 42,1 GW atau 59,8%, sementara PLTGU gas dengan kapasitas 9,1 GW atau 13,0% dan PLTG/MG sebesar 5,0 GW atau 7,1%.

Untuk energi terbarukan, yang terbesar adalah panas bumi sebesar 4,8 GW atau 6,8% dari kapasitas total, disusul oleh PLTA sebesar 9,3 GW atau 13,1%. Sedangkan pembangkit lain sebesar 0,07 GW atau 0,1% berupa pembangkit termal modular, PLTS, PLTB dan lainnya.

2.5. Penambahan kapasitas pembangkit wilayah Indonesia timur 2.5.1. Penambahan Pembangkit Wilayah Indonesia TimurRencana pengembangan sistem untuk memenuhi kebutuhan beban periode tahun 2015-2024, diperlukan tambahan kapasitas pembangkit sebesar 14,2 GW untuk seluruh wilayah Indonesia Timur, termasuk committed dan ongoing projects.Porsi terbesar penambahan pembangkit adalah PLTU Batubara yang mencapai 7,0 GW (50,2%), disusul PLTG/GU/MG 4 GW (27,6%), kemudian PLTA/PLTM 2,7 GW (19,7%) dan PLTP serta pembangkit lainnya 0,4 GW (2,6%).

2.5.2. Neraca Daya Sistem Sulbagsel (Sulawesi Bagian Selatan)Sistem Sulbagsel merupakan penggabungan sistem Sulsel-Sulbar, Sulteng dan sistem Sultra. Sistem ini direncanakan akan terbentuk pada tahun 2016 setelah proyek transmisi 150 kV interkoneksi sistem Sulsel dengan sistem Sultra selesai dibangun termasuk IBT 275/150 kV GI Wotu. Rencana penempatan pembangkit di sistem Sulsel-Sulbar, Sultra, Sulteng diupayakan seimbang dengan menganut kriteria regional balance.Dalam rangka mengoptimalkan potensi tenaga hidro yang sangat besar dan tersebar di Provinsi Sulsel, Sulbar, Sulteng dan Sultra, akan banyak dibangun proyek PLTA oleh pengembang swasta dengan kapasitas total sekitar 1.580 MW dan oleh PLN sekitar 425 MW selama tahun 2015-2024. Selain itu, masih ada beberapa potensi tenaga hidro lainnya yang akan dikembangkan menjadi PLTA oleh pihak swasta dengan kapasitas total sekitar 790 MW dan saat ini dalam tahap studi kelayakan. Jika hasil studi menunjukan layak secara teknis dan keekonomian, maka rencana proyek PLTA ini nantinya dapat dikembangkan dan diperhitungkan didalam neraca daya sistem Sulbagsel. Jika semua potensi tenaga hidro tersebut dikembangkan, maka akan ada tambahan kapasitas PLTA total sekitar 2.800 MW.Selain potensi tenaga hidro, potensi tenaga angin di Sulsel yang cukup besar juga akan dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik (biasa disebut PLTB) yang tersambung ke Grid Sulsel, namun tidak diperhitungkan didalam neraca daya karena bersifat intermitten / tidak kontinyu.Daya mampu PLTA dan PLTB sangat dipengaruhi oleh musim sehingga perlu diantisipasi dengan membangun pembangkit lain yang dapat menutupi kekurangan daya pada saat musim kemarau untuk PLTA, dan saat tidak ada angin untuk PLTB.Proyeksi kebutuhan beban dan rencana penambahan pembangkit di sistem Sulbagsel periode tahun 2015-2024 sebagaimana terdapat pada neraca daya sesuai Tabel 6.26. Selama periode tersebut, direncanakan akan akan dibangun pembangkit baru dengan kapasitas total mencapai 4.357 MW dengan reserve margin (RM) berkisar antara 32% smpai 53% kecuali tahun 2015 dan 2017 dibawah 30%.

Beberapa proyek pembangkit strategis pada Sistem Sulbagsel antara lain: Proyek pembangkit FTP2 yaitu PLTU Punagaya 2x100 MW, PLTA Malea 90 MW, PLTA Bonto Batu 110 MW, PLTP Bora Pulu 40 MW serta PLTP Marana 20 MW. Proyek pembangkit reguler PLTU yaitu Sulsel Barru 2 (1x100 MW), Jeneponto 2 (2x125 MW), Sulsel 2 (2x200 MW), Palu 3 (2x50 MW), Kendari (2x50 MW). Proyek pembangkit peaker yaitu Makassar Peaker 450 MW, Sulsel Peaker 450 MW serta mobile power plant (MPP) kapasitas total 200 MW. MPP tersebut bisa beroperasi dengan bahan bakar dual fuel (HSD dan gas/LNG) dan diharapkan tahun 2016 sudah beroperasi. Proyek pembangkit hydro yang dikembangkan oleh pihat swasta sebagai proyek IPP dan proyek EPC PLN diperkirakan mencapai 2.800 MW.Selama periode tahun 2015-2017 diperkirakan tidak ada proyek pembangkit baru non-BBM base load yang akan masuk sistem karena mundur dari jadwal semula, namun disisi lain banyak calon pelanggan industri besar smelter yang diperkirakan akan mulai beroperasi sehingga daya yang tersedia diperkirakan akan terserap habis dan bahkan mungkin tidak semua calon pelanggan dapat dilayani.