bab ii

22
9 BAB II LANDASAN TEORETIS A. Pembelajaran Matematika 1. Pengertian matematika Pengertian matematika menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran matematika (2003 : 2) yaitu : Matematika merupakan bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat kuat dan jelas. Pengertian di atas sejalan dengan pendapatnya Ruseffendi (Malihatus A, 2003 : 8) bahwa : Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tenteng pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yamg tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma, atau postulat dan akhirnya ke dalil. Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika itu merupakan suatu ilmu yang memiliki objek kajian abstrak bertumpu pada kesepakatan dan berpola pikir deduktif, karena dalam matematika suatu generalisasi, sifat teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum dapat dibuktikan secara deduktif. 2. Fungsi matematika di Sekolah Dasar Fungsi matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikukum Berbasis Kompetensi (2003 : 2) adalah :

Upload: emma-setya-handoko

Post on 25-Jul-2015

484 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

9

BAB II

LANDASAN TEORETIS

A. Pembelajaran Matematika

1. Pengertian matematika

Pengertian matematika menurut Kurikulum Berbasis Kompetensi mata

pelajaran matematika (2003 : 2) yaitu :

Matematika merupakan bahan kajian yang memiliki konsep abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima sehingga keterkaitan antara konsep dalam matematika sangat kuat dan jelas.

Pengertian di atas sejalan dengan pendapatnya Ruseffendi (Malihatus A, 2003 : 8)

bahwa :

Matematika adalah bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tenteng pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yamg tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan ke aksioma, atau postulat dan akhirnya ke dalil.

Berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa matematika

itu merupakan suatu ilmu yang memiliki objek kajian abstrak bertumpu pada

kesepakatan dan berpola pikir deduktif, karena dalam matematika suatu

generalisasi, sifat teori atau dalil itu belum dapat diterima kebenarannya sebelum

dapat dibuktikan secara deduktif.

2. Fungsi matematika di Sekolah Dasar

Fungsi matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikukum Berbasis

Kompetensi (2003 : 2) adalah :

Page 2: BAB II

10

Mengembangkan kemampuan bernalar melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah melalui pola pikir model matematika serta sebagai alat komunikasi melalui simbol, tabel, grafik dan diagram dalam menjelaskan gagasan.

Menurut Suherman, dkk (2001 : 55) fungsi pembelajaran matematika adalah

‘sebagai alat, pola pikir dan ilmu pengetahuan.’

Melihat fungsi di atas matematika merupakan sarana untuk memecahkan

masalah pada pembelajaran matematika sendiri maupun pada pembelajaran

lainnya, bahkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar

Suherman dkk (2001 : 56) mengemukakan tujuan umum pembelajaran

matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah yaitu :

a. Memberikan penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa. b. Memberikan penekanan pada keterampilan dan penerapan matematika, baik

dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.

Sedangkan tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Dasar menurut Kurikulum

Berbasis Kompetensi (2003 : 2) adalah “melatih cara berpikir secara sistematis,

logis, kritis, kreatif dan konsisten.”

Tujuan pembelajaran matematika ini adalah untuk melatih cara berpikir

siswa agar dapat mengkomunikasikan gagasan dalam bahasa matematika

menjadi lebih praktis, sistematis dan efisien, karena bahasa matematika

merupakan bagian dari bahasa yang digunakan dalam masyarakat.

Page 3: BAB II

11

4. Karakteristik pembelajaran matematika di sekolah

Pembelajaran matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat

matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Sehingga kita

perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik pembelajaran matematika

di sekolah, diantaranya :

a. Pembelajaran matematika adalah berjenjang (bertahap)

Bahan kajian matematika diajarkan mulai dari hal yang konkrit dilanjutkan ke

hal yang abstrak, dari hal yang sederhana ke hal yang komplek. Atau dari

konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.

b. Pembelajaran matematika merupakan metode spiral

Setiap menyampaikan konsep baru perlu memperhatikan konsep yang telah

dipelajari siswa sebelumnya. Konsep baru selalu dikaitkan dengan konsep

yang telah dipelajari dan sekaligus untuk mengingatkannya kembali.

c. Pembelajaran matematika menekankan pola deduktif

Matematika merupakan ilmu deduktif yang tersusun secara deduktif

aksiomatik.

d. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran dalam matematika merupakan kebenaran konsistensi, tidak akan

ada pertentangan antara kebenaran suatu konsep dengan yang lainnya.

B. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Guru dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran terlebih

dahulu harus memahami karakteristik siswa, karena siswa merupakan salah satu

Page 4: BAB II

12

faktor yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran. Menurut Hudojo (2001 :

107), "Belajar akan efektif dan efisien, bila kesiapan mental siswa

diperhitungkan.”

Menurut Piaget proses belajar siswa Sekolah Dasar berada pada tahap

operasional konkrit, dimana siswa telah memahami operasi logis dengan bantuan

benda-benda konkrit. Kemampuan ini terwujud dalam memahami konsep

kekekalan, kemampuan untuk mengklasipikasi dan serasi, mampu memandang

suatu objek dari sudut pandang yang berbeda secara objektif dan mampu berfikir

reversibel. Dan Bruner (Suherman, dkk 2001 : 45) mengungkapkan kalau proses

belajar siswa itu sebaiknya diberi kesempatan untuk memanifulatif benda-benda.

Kegiatan manifulatifnya dikemukakan dalam tiga tahap, yaitu :

1. Tahap Enaktif

Pada tahap ini siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-

atik) objek.

2. Tahap Ikonik

Pada tahap ini siswa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan mental

yang merupakan gambar dari objek-objek yang dimanipulasinya.

3. Tahap Simbolik

Pada tahap ini siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang

objek tertentu.

Sedangkan Van Hiele (Suherman, dkk 2001 : 51) menguraikan tahap-tahap

perkembangan mental siswa khusus dalam bidang geometri yang terdiri dari lima

tahap diantaranya :

Page 5: BAB II

13

1. Tahap Pengenalan (Visualisasi)

Pada tahap ini siswa mulai belajar mengenal suatu bentuk geometri secara

keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk

geometri yang dilihatnya.

2. Tahap Analisis

Pada tahap ini siswa mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri

yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat pada

benda geometri itu.

3. Tahap Pengurutan (Deduksi Informal)

Pada tahap ini siswa mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan, yang

kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun kemampuan ini belum

berkembang secara penuh.

4. Tahap Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni

penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum menuju hal-hal yang

khusus. Ia juga telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang

tidak didefinisikan di samping unsur-unsur yang didefinisikan.

5. Tahap Akurasi

Pada tahap ini siswa sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan dari

prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Tahap ini merupakan

tahap berpikir yang tinggi, rumit dan kompleks.

Page 6: BAB II

14

Dengan memahami karakteristik siswa, guru akan mudah dalam

menentukan metode, media bahkan alat peraga yang harus digunakan pada suatu

pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

C. Metode Laboratorium

1. Pengertian metode laboratorium

Agar terjadi interaksi yang harmonis antara Guru dan siswa diperlukan

metode pembelajaran yang tepat. Metode mengajar adalah "cara mengajar atau

cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa untuk setiap pelajaran atau

bidang studi" (Ruseffendi, 1988 : 281). Menurut Hudoyo (2001 : 108) metode

mengajar adalah “suatu cara atau teknik mengajar topik-topik tertentu yang

disusun secara teratur dan logis.”

Metode mengajar diantaranya metode laboratorium. Menurut Ruseffendi

(1988 : 318) metode laboratorium adalah :

Metode mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk memahami suatu objek langsung matematika dengan jalan mengkaji, menganalisis, menemukan secara induktif melalui diskusi, merumuskan dan mengetes hipotesis dan membuat kesimpulannya dari benda-benda konkrit atau modelnya dan dilakukan di laboratorium matematika.

Ruseffendi (2002 : 200) menegaskan pula bahwa "Metode laboratorium adalah

cara mengajar yang menggunakan pengotak-atikan benda konkrit untuk

memahami objek langsung matematika ".

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode laboratium

merupakan suatu metode mengajar yng memberikan kesempatan kepada siswa

Page 7: BAB II

15

untuk aktif dalam pembelajaran dengan cara memanifulasi (mengotak-atik) media

pembelajaran, sehingga belajar siswa menjadi lebih bermakna.

2. Karakteristik metode laboratorium

Metode laboratorium dapat dilakukan di dalam ruang laboratorium atau di

ruang kelas biasa. Kegiatan belajar mengajar dengan metode ini lebih terpusat

kepada siswa daripada terhadap guru. Pelaksanaannya bisa secara individual dan

kelompok. Cara individual dipakai agar siswa bisa mandiri dan cara kelompok

agar terjadi kerjasama.

Kegiatan laboratorium dapat menggugah mereka orang-orang aktif tetapi

tidak senang kepada matematika karena tidak menarik, sehingga sikapnya

terhadap matematika lebih positif. Bagi siswa kurang pandai pun cara ini dapat

meningkatkan sikap positifnya terhadap matematika.

Metode laboratorium berkaitan dengan metode belajar sendiri, belajar

matematika itu tidak sekedar membaca, tetapi belajar sambil bekerja. Prinsip

metode laboratorium adalah belajar sambil “nglitis”, belajar sambil

mengobservasi dan berjalan dari konkrit ke abstrak. Dengan metode ini siswa

tidak hanya mendengarkan informasi tetapi siswa juga mengerjakan sesuatu.

Belajar sambil berbuat ini merupakan cara belajar yang lebih baik, karena

apa yang didapat akan lebih banyak. Kita dapat melihat dari persentase banyaknya

yang dapat diingat melalui telinga, mata dan berbuat seperti dikemukakan oleh

Johnson dan Rising (Ruseffendi, 1988 : 319) bahwa "Kita dapat mengingat sekitar

Page 8: BAB II

16

seperlimanya dari yang kita dengar, setengahnya dari yang kita lihat dan tiga

perempatnya dari yang diperbuat.”

Cara melaksanakan metode laboratorium bermacam-macam antara lain :

a. Bermain

Ide-ide matematika dipelajari siswa melalui permainan yang sesuai dengan

perkembangan intelektualnya. Cara belajar ini merupakan cara belajar yang sesuai

dengan dasar naluri siswa, karena pada dasarnya siswa itu memang suka bermain.

Pola-pola matematika itu tidak dipelajari siswa melalui sederetan pengetahuan

yang sudah ditentukan sebelumnya sebagai suatu proses mekanis, melainkan

dengan melalui bermain, yakni siswa mengkontruksi pola-pola matematika.

b. Kartu

Ide-ide matematika dipelajari siswa melalui intruksi-intruksi, pernyataan-

pernyataan dan latihan yang ditulis pada kartu-kartu. Siswa belajar matematika

menurut kecepatannya dan kemampuannya. Dengan menggunakan kartu-kartu

tersebut siswa akan menyerap konsep-konsep matematika, mencari struktur-

struktur matematika dan menyelesaikan masalah-masalah. Siswa yang pandai

akan lebih cepat menyerap ide-ide baru yang sama. Jadi kartu perlu dibuat dengan

bermacam-macam tingkat kesukaran sehingga siswa dapat bekerja sendiri

menurut kemampuannya dan guru dapat berkeliling di kelas untuk menolong

siswa yang perlu pertolongan. Waktu sangat dibutuhkan bagi siswa-siswa yang

lambat dan benar-benar dimanfaatkan oleh guru untuk menolong mereka.

Page 9: BAB II

17

3. Fungsi Metode laboratorium

Sejalan dengan karakteristiknya metode laboratorium memiliki fungsi

sebagai berikut :

a. Dapat melibatkan siswa secara aktif.

b. Dapat meningkatkan minat dan sikap positif terhadap matematika.

c. Memupuk siswa kreatif dan berbakat.

d. Belajar melalui laboratorium (berbuat) lebih banyak yang dapat diingat dari

pada belajar melalui telinga atau mata.

e. Dapat melayani kemampuan individu yang berbeda-beda.

4. Kegiatan laboratorium

Kegiatan laboratorium pembelajaran matematika yang dapat dilakukan di

dalam laboratorium pendidikan matematika antara lain :

a. Mengecek dan memahami konsep-konsep serta prinsip-prinsip matematika,

misalnya melalui :

1) Pengkajian benda-benda ruang / geometri.

2) Pengkajian transformasi geometri.

3) Pengkajian berbagai tempat kedudukan.

4) Pengkajian hubungan aljabar dengan geometri.

b. Merencanakan dan membuat alat matematika /alat pengajaran.

c. Merencanakan dan menyusun penerapan berbagai metode pengajaran untuk

suatu topik pengajaran.

d. Mengolah data kualitatif/statistika.

Page 10: BAB II

18

e. Melukis berbagai proyeksi.

f. Memanfaatkan berbagai permainan matematika.

5. Keunggulan metode laboratorium

a. Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan kepada

pengalamannya sendiri karena ia dituntut mengerjakan sesuatu menurut

kemampuannya.

b. Prinsip psikologi terpenuhi yaitu konsep atau generalisasi berjalan dari hal

yang konkrit ke abstrak dan belajar sambil “nglitis”.

c. Pengertian akan dicapai oleh siswa, sebab siswa menemukan konsep atau

generalisasi atas hasilnya sendiri. Pengertian diperoleh dengan mantap

memungkinkan siswa mentransfer ke masalah lainnya yang relevan.

d. Metode ini memungkinkan siswa bekerja bebas tidak bergantung orang lain.

e. Metode ini memungkinkan siswa saling bekerja sama dalam arti pertukaran

ide.

6. Kelemahan metode laboratorium

a. Metode ini menyebabkan proses belajar menjadi lambat.

b. Pekerjaan laboratorium secara murni, sebenarnya bukan jenis kerja

matematika, karena itu bila ini dilaksanakan terpisah dengan pelajaran

matematika dapat terjadi proses belajar tidak memberikan latihan berfikir

matematika bagi siswa.

c. Tidak semua topik matematika dapat dikerjakan dengan metode laboratorium.

Page 11: BAB II

19

d. Perencanaan perlu disusun secara teliti, bila tidak siswa akan sekedar bermain-

main dengan alat-alat yang ada tanpa menyerap suatu konsep atau

generalisasi.

e. Guru hanya dapat mengawasi kelas yang kecil, karena guru harus

memperhatikan individu.

f. Dalam permainan lebih cocok untuk siswa dalam tahap berfikir operasional

konkrit, padahal tidak mudah untuk membuat siswa menemukan fakta-fakta

matematika melalui eksperimen. Adapun sistem kartu lebih sesuai untuk siswa

pada tahap akhir operasional konkrit dan permulaan operasional formal.

g. Kecenderungan para siswa saling mencontoh dan ini sangat sulit untuk

dikontrol. Karena itu dikhawatirkan belajar matematika hanya sekedar latihan

keterampilan.

7. Langkah-langkah metode laboratorium

Langkah yang tepat dalam suatu kegiatan akan memperoleh hasil yang

maksimal, begitu pula dengan kegiatan belajar mengajar. Kegitan belajar akan

lebih bermakna bila menggunakan langkah-langkah yang tepat dalam

pelaksanaannya. Dalam melaksanakan metode laboratorium langkah-langkah

yang harus dipersiapkan oleh guru antar lain :

a. Menyediakan lembar kegiatan praktikum dengan pokok-pokok isi kegiatan :

1) Tujuan.

2) Alat dan bahan.

3) Cara kerja.

Page 12: BAB II

20

4) Diskusi hasil kerja.

5) Pengembangan.

b. Menyiapkan alat peraga secukupnya.

c. Membuat petunjuk yang jelas dan dapat dipahami oleh siswa.

d. Mengorganisasikan kegiatan laboratorium secara baik.

e. Menghindari kegiatan yang membuang waktu atau efektifkan kegiatan

sehingga tidak menyita waktu yang lama.

Bila metode laboratorium digunakan harus diusahakan :

a. Tujuan kegiatan laboratorium jelas.

b. Organisasikan kegiatan laboratorium secara baik.

c. Hindarkan kegiartan laboratorium yang hanya membuang-buang waktu saja.

D. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Sering kita mendengar dan melihat banyak orang menggunakan berbagai

media untuk keperluan. Dalam menyampaikan pembelajaran pun seoarang guru

kerap kali mengunakan media, sehingga bahan ajar dapat diterima dengan baik

oleh siswa dengan harapan ada perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan.

Rahadi. A. (2003 : 10) menjelaskan bahwa :

Gagne mengeartikan media sebagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang meraka untuk belajar. Semada dengan itu, Briggs mengartikan media sebagai alat memberikan perangsang bagi siswa agar terjadi proses belajar.

Page 13: BAB II

21

Pada dasarnya media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk

menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang

pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa

sehingga proses belajar terjadi.

2. Kedudukan, Fungsi dan Peranan Media

Kedudukan media pengajaran ada dalam komponen metode mengajar,

yaitu sebagai salah satu upaya untuk mempertinggi proses interaksi guru dengan

siswa dan interaksi siswa dengan lingkungan belajarnya.

Fungsi media ada dua, diantaranya :

a. Media sebagai pembawa pesan (ilmu pengetahuan). Dalam suatu

pembelajaran terdapat suatu pesan untuk dikomunikasikan. Hubungannya

antar pesan dan medium adalah bahwa medium membawa pesan. Hal ini

sangat esensial bahwa guru berhati-hati memilih medium (media) untuk

menjamin bahwa pesan yang diterima siswa jelas dan akurat.

b. Media sebagai alat untuk menanamkan konsep, seperti halnya alat-alat peraga

pendidikan matematika. Poin ini merupakan fungsi utama dari media pelajaran

yaitu sebagai alat bantu mengajar, yakni menunjang penggunaan metode

mengajar yang dipergunakan guru.

Hubungan kedua fungsi di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Page 14: BAB II

22

Gambar 2.1 hubungan antara guru, siswa, media, pesan dan metode

Peranan media dalam proses pengajaran adalah :

a. Alat untuk memperjelas bahan pengajaran pada saat guru menyampaikan

pelajaran. Media digunakan guru sebagai variasi penjelasan verbal mengenai

bahan pengajaran.

b. Alat untuk mengangkat atau menimbulkan persoalan untuk dikaji lebih lanjut

dan dipecahkan oleh para siswa dalam proses pembelajaran. Guru dapat

menempatkan media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.

c. Sumber belajar bagi siswa, artinya media tersebut berisikan bahan-bahan yang

harus dipelajari para siswa baik individual maupun kelompok. Hal ini akan

banyak membantu tugas guru dalam kegiatan mengajarnya.

3. Manfaat Media Pembelajaran

Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam

pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar

yang dicapainya, diantaranya :

GURU SISWA MEDIA PESAN

METODE

Page 15: BAB II

23

a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat menumbuhkan

motivasi belajar.

b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih dipahami

oleh para siswa dan memungkinkan siswa menguasai tujuan pengajaran lebih

baik.

c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru sehingga siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam

pengajaran.

d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain sepeti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.

Melalui media pembelajaran hal-hal yang abstrak dapat dikonkritkan dan

hal-hal yang komplek dapat disederhanakan. Supaya media pengajaran efektif

maka pemanfaatan media itu harus direncanakan dan dirancang secara sistematik.

Adapun beberapa pola pemanfaatan media pembelajaran diantaranya :

a. Pemanfaatan media dalam situasi kelas

Media pembelajaran dimanfaatkan untuk menunjang tercapainya tujuan

tertentu dan pemanfaatannya dipadukan dengan proses belajar mengajar dalam

situasi kelas. Guru harus melihat tujuan yang akan dicapai, materi pembelajaran

yang mendukung tercapainya tujuan, serta setrategi belajar mengajar yang sesuai

untuk mencapai tujuan. Media pelajaran yang dipilih harus sesuai dengan tujuan,

materi dan strategi pembelajarannya.

Page 16: BAB II

24

b. Pemanfaatan media di luar situasi kelas.

Pemanfaatan media di luar situasi kelas dapat dibedakan dalam dua

kelompok :

1) Pemanfaatan secara bebas

Pemanfaatan secara bebas adalah bahwa media itu digunakan tanpa dikontrol

atau diawasi. Pemakaiannya menurut kebutuhan masing-masing dan dalam

menggunakan media ini mereka tidak dituntut untuk mencapai tingkat

pemahaman tertentu, tidak juga diharapkan untuk memberikan umpan balik

kepada siapa pun dan tidak perlu mengikuti tes dan ujian.

2) Pemanfaatan secara terkontrol

Pemanfaatan secara terkontrol adalah bahwa media itu digunakan dalam suatu

rangkaian kegiatan yang diatur secara sistematik untuk mencapai tujuan

tertentu. Sasaran didik diorganisasikan dengan baik sehingga mereka dapat

menggunakan media itu secara teratur, berkesinambungan dan mengikuti pola

belajar mengajar tertentu.

3) Pemanfaatan secara perorangan, kelompok dan masal

(a) Media digunakan secara perorangan artinya media itu digunakan oleh

seseorang sendiri saja.

(b) Media digunakan secara kelompok artinya media digunakan dalam

kelompok, dengan bentuk kelompok kecil yang beranggota 2 s/d 8 orang atau

kelompok besar yang beranggota 9 s/d 40 orang.

(c) Media digunakan secara masal artinya orang yang menggunakan media itu

secara bersama-sama dengan jumlah orang puluhan, ratusan, bahkan ribuan.

Page 17: BAB II

25

E. SIMETRI PUTAR

1. Pengertian simetri putar

“Simetri putar adalah suatu keadaan bangun datar geometri bagaimana ia

dapat menempati bingkainya dengan cara memutar (dengan pemutaran mulai dari

nol putaran sampai kurang dari satu putaran)” (Siskandar & Muhamad Rahmat,

1990 : 324).

Simetri putar memiliki dua istilah yang dipakai yaitu bangun datar dan

bingkainya. Bangun datar adalah “suatu bangun yang rata mempunyai dua diemsi

yaitu panjang dan lebar tetapi tidak mempunyai tinggi atau tebal” (Siskandar dan

Muhamad Rahmad, 1994 : 439). Pengertian itu adalah abstrak, karena dalam

kehidupan sehari-hari mengambil contoh bangun datar tidaklah mudah. Misal

kertas HVS atau koran kalau benar-benar kita periksa selain mempunyai panjang

dan lebar juga mempunyai tebal atau tinggi. Jadi pengertian itu baru bisa dipahami

oleh siswa pada tingkat perkembangan berpikir formal yaitu siswa SMP dan SMA

pada umumnya. Untuk siswa SD kita dapat memberikan contoh itu dengan

selembar kertas, permukaan meja yang rata, lantai yang rata, tembok yang rata,

permukaan kaca dan benda lainnya dengan mengabaikan ketebalannya (seolah-

olah tidak mempunyai ketebalan), sehingga benda-benda tersebut disebut bangun

datar atau model bangun datar. Kedudukan pertama bangun datar menempati

bingkainya, kemudian dicari kedudukan lain tetapi tetap bangun datar tersebut

menempati bingkainya dengan cara memutar bangun datar tersebut. Sebagai

contoh gambar bangun datar dan bingkainya yang berbentuk huruf N.

Page 18: BAB II

26

Gambar 2.2 Proses Simetri Putar

Kedudukan pertama bangun datar menempati bingkainya, kemudian dicari

kedudukan lain dengan memutar bangun tersebut berlawanan dengan arah jarum

jam sehingga bangun datar meninggalkan bingkainya, putar terus sampai

menempati bingkainya. Bangun datar huruf N memerlukan setengah putaran

untuk menempati bingkainya dengan hasil bagian atas menjadi di bawah dan

bagian bawah menjadi di atas. Terlihat dari posisi huruf A asalnya berada di kiri

bawah menjadi di kanan atas dan terbalik. Bangun datar ini mempunyai

kedudukan menempati bingkainya ada dua, yakni kedudukan awal dan kedudukan

setengah putaran.

Pemutaran satu putaran atau lebih tidak dihitung karena hanya merupakan

pengulangan dari pemutaran sebelumnya. Bila bangun tersebut dapat menempati

bingkainya dengan dua cara, maka disebut bangun yang mempunyai simetri putar

tingkat dua atau banyaknya simetri putar bangun adalah dua. Bila dapat

menempati bingkainya dengan tiga cara maka bangun tersebut mempunyai simetri

putar tingkat tiga atau banyaknya simetri putar bangun adalah tiga. Jumlah simetri

ditentukan oleh jumlah pemutaran bangun pada bingkainya yang menempati

sampai kurang satu putaran.

Page 19: BAB II

27

D C

A B

G

F E

H

Setiap bangun geometri mempunyai paling sedikit satu simetri putar,

karena setiap bangun geometri dapat menempati bingkainya ( yaitu dengan tidak

diputar atau diputar dengan nol putaran ).

Jadi suatu bangun datar dikatakan memiliki simetri putar apabila setelah

diputar satu putaran penuh, bangun tersebut dapat menempati tempatnya seperti

semula.

2. Pembelajaran simetri putar

Pembelajaran simetri putar diantaranya disampaikan dengan cara seperti

seperti di bawah ini :

a. Persegi panjang

Persegi panjang diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O yang

merupakan titik potong dua diagonalnya, diputar seperti pada gambar :

Gambar 2.3 Proses perputaran persegi panjang

Gambar 1 : Posisi awal persegi panjang ABCD

Gambar 2 : posisi persegi panjang ABCD setelah diputar ¼ putaran terhadap titik

O

Gambar 3: posisi persegi panjang ABCD setelah diputar 2/4 putaran terhadap titik

O

D C

A B

G

F E

H G

F E

H

D

C A

B

G

F E

H

D

C A

B

D C

A B

G

F E

H

(1) (2) (3) (4) (5)

O O O O O

Page 20: BAB II

28

D C A B

G

F E

H D C A B

G

F E

H G

F E

H D C A B

G

F E

H

Gambar 4: posisi persegi panjang ABCD setelah diputar ¾ putaran terhadap titik

O

Gambar 5 : posisi persegi panjang ABCD setelah diputar 4/4 putaran terhadap titik

O

Pada gambar di atas tampak bahwa persegi panjang ABCD dapat

menempati bingkainya, yaitu posisi EFGH. Jika diputar 2/4 putaran (1800) atau

4/4 putaran (3600), maka persegi panjang dalam satu kali putaran dapat menempati

bingkainya kembali sebanyak dua kali. Maka dikatakan bahwa persegi panjang

memiliki dua simetri putar atau mempunyai simetri putar tingkat dua.

b. Persegi

Persegi diputar pada bingkainya dengan titik pusat O yang merupakan titik

potong dua diagonalnya, lakukan seperti pada gambar :

Gambar 2.4 Proses perputaran persegi

Gambar 1 : Posisi awal persegi ABCD

Gambar 2 : posisi persegi ABCD setelah diputar 900 putaran terhadap titik O

Gambar 3: posisi persegi ABCD setelah diputar 1800 putaran terhadap titik O

Gambar 4: posisi persegi ABCD setelah diputar 2700 putaran terhadap titik O

Gambar 5 : posisi persegi ABCD setelah diputar 3600 putaran terhadap titik O

D C A B

G

F E

H

(1) (2) (3) (4) (5)

O O O O O

Page 21: BAB II

29

Pada gambar di atas tampak bahwa persegi dapat menempati bingkainya

dengan empat cara yaitu jika diputar 900 , 1800 , 2700 , 3600 . Maka dikatakan

bahwa pesegi memiliki empat simetri putar atau mempunyai simetri putar tingkat

empat.

c. Trapesium samakaki

Trapesium samakaki diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O,

diputar seperti pada gambar :

Gambar 2.5 Proses perputaran trapesium sama kaki

Pada gambar di atas trapesium samakaki ABCD, tanpak hanya satu kali

menempati bingkainya yaitu pada posisi yang sama dengan posisi yang awal jadi

trapesium samakaki memiliki satu simetri putar.

d. Lingkaran

Lingkaran diputar pada bingkainya dengan titik pusat putaran O, diputar

seperti pada gambar :

Page 22: BAB II

30

Gambar 2.6 Proses perputaran lingkaran

Melihat gambar di atas pada lingkaran akan ditemukan tak terhingga

banyaknya garis simetri, karena setiap garis yang melalui pusat lingkaran adalah

garis simetri. Dan mempunyai tak hingga banyaknya simetri putar karena setiap

sudut yang titik sudutnya di pusat lingkaran adalah simetri putar.