bab ii

15
 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teh hitam Tanaman teh (Camellia sinensis ) berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas  Assamica yang berasal dari Assam dan varietas Sinensis yang berasal dari Cina (Aurelia, 2009). Varietas  Assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Tanaman teh yang tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan varietas  Assamica, sedangkan varietas Sinensis biasa tumbuh di Jepang dan Cina. Pohonnya kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak seperti perdu. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus, pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau, permukaan mengilap (Aurelia, 2009). Tanaman teh dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan tidak kurang dari 1.500 mm. Tanaman teh memerlukan kelembaban tinggi dengan temperatur udara 13-29,50C sehingga tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang berhawa sejuk (Aurelia, 2009). Diantara berbagai jenis teh di dunia yang secara garis besar terdiri dari teh hitam, teh hijau dan teh Oolong (teh semi fermentasi), ternyata teh hitam merupakan jenis teh yang paling banyak diminum oleh bangsa-bangsa di dunia. Dari jumlah konsumsi teh dunia pada tahun 2007 sebesar 3,4 juta ton, ternyata konsumsi teh hitamnya mencapai 69% dari total konsumsi teh dunia. Kondisi ini terkait dengan rasa dan aroma dari teh hitam yang lebih menarik yang terbentuk selama proses oksidasi enzimatik pada proses pengolahan teh hitam. Selain itu teh hitam juga digemari karena memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan, antara lain menurunkan risiko penyakit jantung koroner, mencegah dan mengkontrol pertumbuhan kanker, mencegah karies gigi, peningkatan massa tulang (BMD), serta efek antidiabetes (Aurelia, 2009). Pada teh hitam selain mengandung katekin sebagaimana terkandung pada teh hijau,  juga mengandung theaflavin dan thearubigin sebagai hasil dari proses oksidasi enzimatik. Katekin merupakan pemburu ROS (reactive oxygen species) yang efektif dan berfungsi sebagai antioksidan melalui efeknya pada faktor transkripsi dan aktifitas enzim. Theaflavin

Upload: ninda-devita

Post on 09-Jul-2015

39 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 1/15

 

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Teh hitam

Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina

Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas  Assamica yang berasal

dari Assam dan varietas Sinensis yang berasal dari Cina (Aurelia, 2009).

Varietas  Assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan

varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Tanaman teh yang tumbuh

di Indonesia sebagian besar merupakan varietas  Assamica, sedangkan varietas Sinensis biasa

tumbuh di Jepang dan Cina. Pohonnya kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak 

seperti perdu. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda

berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti

kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus,

pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau, permukaan mengilap

(Aurelia, 2009).

Tanaman teh dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan tidak 

kurang dari 1.500 mm. Tanaman teh memerlukan kelembaban tinggi dengan temperatur

udara 13-29,50C sehingga tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang

berhawa sejuk (Aurelia, 2009).

Diantara berbagai jenis teh di dunia yang secara garis besar terdiri dari teh hitam, teh

hijau dan teh Oolong (teh semi fermentasi), ternyata teh hitam merupakan jenis teh yang

paling banyak diminum oleh bangsa-bangsa di dunia. Dari jumlah konsumsi teh dunia pada

tahun 2007 sebesar 3,4 juta ton, ternyata konsumsi teh hitamnya mencapai 69% dari total

konsumsi teh dunia. Kondisi ini terkait dengan rasa dan aroma dari teh hitam yang lebih

menarik yang terbentuk selama proses oksidasi enzimatik pada proses pengolahan teh hitam.

Selain itu teh hitam juga digemari karena memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan, antara

lain menurunkan risiko penyakit jantung koroner, mencegah dan mengkontrol pertumbuhan

kanker, mencegah karies gigi, peningkatan massa tulang (BMD), serta efek antidiabetes

(Aurelia, 2009).

Pada teh hitam selain mengandung katekin sebagaimana terkandung pada teh hijau,

 juga mengandung theaflavin dan thearubigin sebagai hasil dari proses oksidasi enzimatik.

Katekin merupakan pemburu ROS (reactive oxygen species) yang efektif dan berfungsi

sebagai antioksidan melalui efeknya pada faktor transkripsi dan aktifitas enzim. Theaflavin

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 2/15

 

telah banyak dipelajari oleh sejumlah peneliti. Theaflavin yang terkandung dalam teh hitam

memiliki potensi dalam memproduksi NO dan vasorelaksasi yang lebih tinggi dari EGCG

yang terkandung dalam katekin (Arfeliana, 2010).

Dalam Dr. Duke's Phytochemical and Ethnobotanical Databases dinyatakan bahwa

theaflavin memiliki efek antibakteri, antikanker, antioksidan, antiviral, fungisida,

penghambat lipooksigenase, dan mitogen. Thearubigin yang juga terkandung dalam teh hitam

 juga merupakan stimulator vasodilatasi dan produksi NO yang sangat efisien. Selain katekin,

theaflavin, dan thearubigin, teh hitam juga mengandung kafein yang bersifat sebagai stimulan

saraf, otot, dan ginjal. Efek kafein terhadap kesehatan masih menjadi kontroversi. Beberapa

penulis menyatakan bahwa konsumsi kafein berlebih berkaitan dengan terjadinya hipertensi,

dehidrasi, gelisah, insomnia, dan cacat lahir (Aurelia, 2009).

Penulis lainnya menyatakan efek positif kafein teh, antara lain merangsang

peningkatan aktivitas mental, menajamkan panca indra serta daya pikir menjadi lebih jernih

dan meningkat pada konsumsi 60-400 mg kafein per hari (Aurelia, 2009).

2.1.2. Performa Latihan

a. Fisiologi Olahraga

Ditinjau dari segi fisiologi, performa latihan adalah kemampuan tubuh melakukan

penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan (dari aktivitas yang dilakukan) tanpa

menimbulkan kelelahan berlebihan. Terdapat 9 unsur yang dapat diukur untuk mengetahui

performa latihan seseorang, yaitu daya tahan (endurance), kekuatan otot (muscle strength),

daya ledak otot (muscle explosive power ), kecepatan (speed ), ketangkasan (agility),

kelenturan ( flexibility), keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction time), dan

koordinasi (coordination) (Astari, 2009).

Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan bagian-

bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu terapan (Applied Science)

merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Definisi ilmu kedokteran olahraga menurut

A. Venerando (1975) adalah “Aplikasi ilmu kedokteran pada olahraga dan aktivitas fisik 

umumnya, agar didapat keuntungan segi preventif dan kemungkinan terapetik dari

berolahraga untuk mempertahankan keadaan sehat dan menghindari setiap keadaan yang

 berhubungan dengan kelebihan atau kekurangan latihan fisik” (Karhiwikarta, 1978).

Fisiologi olahraga sebagai salah satu disiplin kedokteran berusaha untuk mempelajari

efek latihan terhadap tubuh, mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia dapat diperbaiki

dengan latihan, mempelajari metoda yang paling sesuai untuk menilai perbedaan parameter

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 3/15

 

fisik dan fisiologis dan mempelajari bermacam-macam tes yang cocok untuk mengukur

keadaan kesegaran jasmani (Edwin dkk, 1999).

Berdasarkan tipe dan intensitas performa latihan, olahraga dapat dibagi menjadi 2

bagian besar, yaitu:

1. Olahraga dinamik, yaitu olahraga yang menyebabkan perubahan pada panjang otot dan

pergerakan sendi dengan kontraksi ritmis, tetapi hanya terjadi sedikit perubahan pada

kekuatan intramuskular.

2. Olahraga statik, yaitu olah raga yang menyebabkan perubahan kekuatan intramuskular,

tetapi tidak terjadi atau hanya terjadi sedikit perubahan panjang otot dan pergerakan sendi

(Mitchell dkk, 1994).

Olahraga dinamik dengan melibatkan banyak otot menyebabkan peningkatan

kebutuhan oksigen. Sedangkan olahraga static hanya menyebabkan sedikit peningkatan

dalam kebutuhan oksigen.

b. Hidrasi pada Performa Latihan

Menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh melalui strategi konsumsi cairan yang

tepat merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang atlet, baik pada saat

menjalankan program latihannya maupun pada saat bertanding. Berkurangnya simpanan

karbohidrat tubuh dan konsumsi cairan yang tidak mencukupi hingga mengakibatkan

dehidrasi merupakan dua penyebab terjadinya penurunan performa olahraga. Berkurangnya

1-2% berat tubuh akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan

performa olahraga hingga sebesar 10%, berkurang 5% berat badan dapat menurunkan

performa sebesar 30%. Khusus untuk olahraga dengan intensitas tinggi dan olahraga yang

bersifat ketahanan (endurans) seperti maraton atau balap sepeda (road cycling), berkurangnya

2.5% berat badan akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan

performa olahraga hingga 45%. Ketika seseorang melakukan aktivitas fisik seperti kerja fisik 

atau juga berolahraga, sumber energi yang tedapat di dalam tubuh seperti lemak atau

karbohidrat akan terkonversi menjadi air (H O), karbon dioksida (CO ) dan energi (Khana &

Manna, 2005).

Proses pembakaran 1 gram karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal.

Pada metabolisme pembakaran 1 gram protein juga akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal

sedangkan proses pembakaran 1 gram lemak akan menghasilkan energi sebesar 9 kkal

(Tarnopolsky et al, 2005).

Energi yang dihasilkan dari pembakaran sumber energi tubuh ini kemudian dapat

terbagi menjadi 2 bentuk yaitu dalam bentuk kerja (work ) dan panas (heat ). 80% dari total

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 4/15

 

energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi merupakan energi dalam bentuk 

panas (heat ) dan sisanya merupakan energi dalam bentuk kerja (Khana & Manna, 2005).

Energi dalam bentuk kerja dapat terlihat melalui berbagai gerakan tubuh saat

berolahraga seperti berlari, menendang, meloncat, mengoper bola dan lain-lain. Sedangkan

energi panas hanya dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat karena terjadi di dalam sel-sel otot

dan di dalam sistem kardiovaskular ( Sawka & Neufer, 1994).

Selama berolahraga, panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme energi ini akan

meningkat 10x lipat untuk individu yang sehat dan meningkat sebesar 20x untuk atlet yang

terlatih. Dengan semakin meningkatnya energi dan panas yang dihasilkan melalui proses

metabolisme dan kontraksi otot saat tubuh sedang berolahraga, cairan yang berada di dalam

tubuh kemudian akan menjalankan fungsinya sebagai pengatur panas atau sebagai

thermoregulator . Fungsi ini dijalankan dengan tujuan agar temperatur internal tubuh (core

temperature) dapat tetap terjaga pada rentang temperatur normal yaitu 36.5 - 37.50C ( Sawka

& Neufer, 1994).

Air yang merupakan penghantar panas yang baik, akan mengeluarkan kelebihan panas

tubuh melalui keluarnya air keringat yang juga akan membawa elektrolit makro tubuh

terutama natrium (Na+), kalium (K

+) dan klorida (Cl

-). Air keringat yang kemudian akan

menguap pada permukaan kulit juga akan berfungsi untuk mendinginkan tubuh karena proses

penguapannya yang bersifat endotermik. Namun saat berolahraga perlu juga untuk diingat

bahwa air yang keluar melalui keringat tidak hanya merupakan air yang dihasilkan melalui

proses metabolisme namun juga air yang diperoleh melalui konsumsi cairan dan makanan

dalam sehari-hari. Sehingga apabila proses berkurangnya cairan dari dalam tubuh pada saat

berolahraga ini dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dan tidak diimbangi dengan

konsumsi cairan yang cukup maka tubuh akan mengalami dehidrasi ( Alonso et al, 1997 ).

Ketika terjadi peningkatan panas di dalam tubuh baik hasil dari metabolisme energi

ataupun hasil dari kontraksi otot saat berolahraga, air yang berada di dalam sirkulasi aliran

darah (darah mengandung 83% air) akan menyerap panas dan mengeluarkannya pada

permukaan kulit melalui kelenjar keringat. Jika keluarnya keringat saat olahraga ini tidak 

diimbangi dengan konsumsi cairan yang cukup, maka air yang keluar dari cairan intertisial

atau plasma darah ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi elektrolit di

dalam cairan ekstraselular ( Alonso et al, 1997 ).

Peningkatan konsentrasi elektrolit ini kemudian akan menyebabkan terjadinya

perbedaan konsentrasi antara cairan intraselular dan cairan ekstraselular. Melalui proses

osmosis, air kemudian akan berpindah dari larutan/cairan yang memiliki konsentrasi air

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 5/15

 

tinggi menuju larutan/cairan yang memiliki konsentrasi air rendah yaitu berpindah dari dalam

sel menuju ke luar sel (dari cairan intraselular menuju ke cairan ekstraselular). Jika proses ini

dibiarkan dalam jangka waktu yang lama tanpa diimbangi dengan konsumsi cairan yang

cukup, sel-sel di dalam tubuh akan mengalami dehidrasi akibat tidak memiliki sumber lain

untuk memperoleh air ( Alonso et al, 1997 ).

Ketika sel-sel mengalami dehidrasi, proton yang terdapat di dalam mitokondria akan

mengalami gangguan akibat dari peningkatan konsentrasi ion yang terjadi di dalam sel.

Gangguan pada gradien proton ini akan menghambat laju produksi ATP (molekul dasar

pembentuk energi). Karena ATP juga akan digunakan dalam proses relaksasi otot setelah

kontraksi, maka terhambatnya laju produksi ATP akan menyebabkan terjadinya salah satu

gejala dehidrasi yaitu kram otot. Ketika sel-sel mengalami dehidrasi dan cairan di dalam

tubuh terus berkurang, hal ini secara perlahan akan menyebabkan terhambatnya laju

pengeluaran panas dari dalam tubuh. Terhambatnya pengeluaran panas ini kemudian akan

menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur internal badan (core temperature) yang

kemudian dapat memicu terjadinya heat stress ( Sawka & Neufer, 1994).

Seorang atlet yang melakukan latihan pada kondisi daerah yang panas dapat

mengalami dehidrasi dengan laju sebesar 1-2 L / jam atau ekivalen dengan berkurangnya

berat badan melalui air keringat sebanyak 1-2 kg per jam. Berkurangnya 1 L cairan dari

dalam tubuh ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur internal tubuh (core

temperature) sebesar 0.30C. Laju keluar keringat terbesar dalam dunia olahraga tercatat

pernah dialami oleh atlet maraton Alberto Salazar pada olimpiade 1984 dengan laju sebesar

3.7 L /jam. Tidak hanya olahraga pada daerah yang panas, pemain sepakbola yang melakukan

pertandingan pada suhu 10 C juga tercatat mengalami pengurangan cairan tubuh sebesar 2 L

dalam 90 menit pertandingan ( Sawka & Neufer, 1994).

Seorang atlet harus tetap berada pada kondisi hidrasi yang baik untuk mencapai

performa yang optimal. Beberapa hal yang menyebabkan seorang atlet mengalami dehidrasi

antara lain adalah kurangnya konsumsi air dalam sehari-hari, terbatasnya kesempatan

konsumsi cairan saat pertandingan/latihan serta tidak mengkonsumsi cairan dengan volume

yang sesuai dengan pengeluaran keringat setelah pertandingan/latihan berlangsung. Rata-rata

konsumsi air per hari yang disarankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh adalah sekitar 8-10

gelas (1 gelas 240 ml), namun atlet yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi akan

memerlukan volume konsumsi cairan yang lebih besar. Ketika intensitas latihan atau

pertandingan meningkat, selain mendapatkan manfaat dengan mengkonsumsi air putih atlet

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 6/15

 

 juga akan mendapatkan manfaat lebih dengan menambahkannya dengan + karbohidrat dan

natrium (Na ) agar performa tetap terjaga ( Tarnopolsky et al, 2005).

Tambahan karbohidrat terutama dalam bentuk karbohidrat sederhana dalam

konsentrasi tertentu diperlukan agar dapat membantu tubuh dalam mempertahankan level

glukosa darah mempertahankan ketersediaan glikogen otot sehingga ketersediaan energi tetap

terjaga dan terjadinya kelelahan dapat ditunda. Dan penambahan elektrolit makro terutama

natrium (Na+) juga dapat memberikan manfaat terutama untuk membantu penyerapan energi

ke dalam tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh, menstimulasi keinginan untuk minum

dan membantu tubuh untuk menahan air lebih lama di dalam tubuh dan tidak langsung

mengeluarkannya melalui urin sehingga hal ini akan memberikan manfaat yang positif dalam

mengoptimasi proses rehidrasi ( Khana & Manna, 2005).

Walaupun air putih masih merupakan larutan yang terbaik, namun konsumsi air putih

dalam kaitannya dengan latihan/pertandingan olahraga perlu juga untuk diperhatikan. Hal ini

disebabkan karena konsumsi air putih secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya

penurunan konsentrasi plasma natrium dan osmolality plasma secara cepat. Penurunan

konsentrasi ini kemudian dapat mengurangi peredaran kandungan vasopressin dan aldosteron

di dalam darah sehingga mengurangi penyerapan air di dalam ginjal dan meningkatkan

pengeluaran urin ( Khana & Manna, 2005).

c. Faal Musculoskeletal dalam Performa Latihan

Sekitar 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka yang dibentuk oleh

sejumlah serat otot berdiameter 10-80 mikrometer. Otot rangka bekerja secara volunter

(Guyton et al, 2007).

Ada beberapa bagian dari otot rangka, antara lain jaringan otot, pembuluh darah

sebagai penyuplai nutrisi dan oksigen penghasil energi untuk proses kontaksi, saraf sebagai

penyalur rangsang dan pengatur kontraksi, serta jaringan ikat. Secara mikroskopis, tiap

serabut otot rangka terdiri atas miofibril. Miofibril berisi miofilamen yang terdiri dari pita A

(bagian tebal) dan pita I (bagian tipis). Pita A dibentuk oleh protein miosin dan terlihat lebih

gelap. Sedangkan pita I yang dibentuk protein aktin terlihat lebih terang. Batas keduanya

disebut dengan sarkomen. Sarkomen akan memendek ketika terjadi kontraksi (Guyton et al,

2007).

Otot dengan ketahanan yang baik dapat secara maksimum melakukan kontraksi-

kontraksi berikut ini:

1. Kontraksi isotonis

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 7/15

 

Disebut juga kontraksi konsentris atau dinamis. Dalam kontraksi ini terjadi perubahan

panjang otot. Kontraksi ini dapat berupa konsentrik (otot memendek) seperti ketika

mengangkat barbel, maupun eksentrik (otot memanjang) seperti saat menurunkan barbel.

2. Kontraksi isometris

Disebut juga kontraksi statis. Dalam kontraksi ini tidak terlihat adanya gerakan,

seperti ketika mempertahankan sikap tubuh atau mendorong benda.

3. Kontraksi isokinetis

Kontraksi ini ditampilkan pada kecepatan tetap terhadap beban luar yang beragam

sebanding dengan tenaga yang digunakan. Hanya dengan alat khusus kontraksi ini dapat

terjadi, seperti ekstensi lutut maksimal pada dinamometer isokinetik Cybex (Astari, 2009).

Secara umum, timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi melalui tahap-tahap

berikut:

1. Adanya rangsang menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi di sepanjang sebuah saraf 

motorik dan berakhir pada 1 serabut otot.

2. Vesicle synaps menyekresi neurotransmiter, yaitu asetilkolin, ke neuromuscular junction

dalam jumlah sedikit.

3. Asetilkolin bekerja pada membran serat otot untuk membuka Na+-K+ channel.

4. Terbukanya  Na+-K+ channel memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir ke

bagian dalam membran serat otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi

dalamserabut otot.

5. Potensial aksi berjalan sepanjang bagian dalam membran otot dengan cara yang sama

seperti potensial aksi di sepanjang saraf motorik.

6. Potensial aksi bagian dalam membran otot menimbulkan depolarisasi dalam membran otot.

Pada proses ini terjadi pelepasan sejumlah besar ion kalsium dari retikulum sarkoplasma ke

miofibril.

7. Ion kalsium menyebabkan filamen aktin dan miosin tarik menarik sehingga terjadi gerakan

yang sinergis antara keduanya. Keadaan inilah yang disebut dengan kontraksi.

8. Pada waktu bersamaan terbukanya  Na+-K+ channel, sarkolema menyekresi asetilkolin

esterase yang akan menyebabkan menutupnya Na+-K+ channel.

9. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum

sarkoplasma sehingga kontraksi otot terhenti (Guyton et al, 2007 ).

Satu aksi (rangsang) hanya akan menghasilkan 1 reaksi(kontraksi). Dengan demikian

tidak terjadi kontraksi terus-menerus tanpa disertai fase relaksasi (tetanus). 

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 8/15

 

Kemampuan kontraksi otot bergantung pada energi yang yang disediakan oleh ATP.

Jumlah ATP yang tersedia dalam otot, bahkan otot yang terlatih dengan baik, hanya cukup

mempertahankan daya otot yang maksimal selama kira-kira 3 detik. Untuk itu dibutuhkan

sistem metabolisme agar ATP tetap terbentuk. Terdapat 3 sistem metabolik dasar yang

berkaitan dengan durasi aktivitas otot, yaitu:

a. Sistem fosfagen

Energi yang dihasilkan sistem fosfagen merupakan gabungan dari 2 proses. Oleh

sebab itu, energi yang dihasilkan sistem ini sangat besar.

Proses pertama adalah pemecahan fosfokreatin menjadi ion fosfat dan kreatin. Saat

proses pemecahan, dilepaskan energi dalam jumlah besar yang berasal dari ikatan fosfat

berenergi tinggi. Energi hasil pemecahan fosfokreatin lebih banyak dibandingkan ATP. Pada

proses kedua, fosfokreatin membentuk ikatan fosfat berenergi tinggi yang mengubah AMP

dan ADP menjadi ATP. Setelah itu terjadi pelepasan energi yang disimpan dalam ATP

(Muray & Robert K, 2003).

b. Sistem glikogen-asam laktat

Sistem glikogen-asam laktat terdiri dari dua tahap yaitu glikolisis dan oksidatif.

Prinsipnya, glikogen otot dipecah menjadi glukosa yang kemudian akan digunakan sebagai

sumber energi (Muray & Robert K, 2003).

Tahap glikolisis merupakan metabolisme anaerobik. Selama tahap ini setiap molekul

glukosa dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat disertai pelepasan energi untuk membentuk 

4 molekul ATP dari tiap molekul glukosa (Muray & Robert K, 2003).

Tahap oksidatif dimulai dengan masuknya asam piruvat ke dalam mitokondria sel

otot. Asam piruvat bereaksi dengan oksigen untuk membentuk lebih banyak molekul ATP.

Jika jumlah oksigen tidak mencukupi untuk melangsungkan tahap oksidatif, sebagian besar

asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Asam laktat kemudian berdifusi dari sel otot

ke cairan intersisial untuk mengubah AMP menjadi ADP untuk selanjutnya diubah menjadi

ATP (Muray & Robert K, 2003).

c. Sistem aerobik 

Pada sistem aerobik terjadi proses oksidasi glukosa, asam lemak, dan asam amino

dalam makanan di mitokondria untuk menghasilkan energi. Bahan makanan tersebut akan

berikatan dengan oksigen untuk mengubah AMP dan ADP menjadi ATP (Muray & Robert K,

2003).

Dapat dilihat bahwa sistem fosfagen digunakan untuk otot dengan daya ledak selama

beberapa detik dan sistem aerobik diperlukan untuk aktivitas yang lama. Sedangkan sistem

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 9/15

 

glikogen-asam laktat dapat menghasilkan energi tambahan dalam jangka waktu menengah

(Muray & Robert K, 2003).

Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya tahan. Dengan

daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki

waktu menuju kelelahan yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan

gerakan, yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan

(Astari, 2009).

Kekuatan dibutuhkan agar otot mampu membangkitkan tenaga terhadap suatu

tahanan. Sedangkan daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang panjang. Daya

tahan otot sendiri merupakan perpaduan antara kekuatan dan daya tahan. Daya tahan fisik 

menghasilkan perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia pada otot, sehingga daya tahan

secara umum bermanifestasi melalui daya tahan otot (Astari, 2009).

Daya tahan otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk 

meneruskan kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan

cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun

anaerob. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat daya tahan otot, antara lain:

1. Aktivitas fisik 

Kekuatan dan ketahanan otot yang sudah dicapai dapat dipertahankan dengan latihan

1 kali seminggu. Setahun tanpa latihan 45 persen kekuatan masih dapat dipertahankan.

Sedangkan bed rest selama 12 minggu dapat menurunkan kekuatan otot sebesar 40 persen.7

Namun demikian, istirahat yang cukup setiap malam dibutuhkan untuk mempertahankan

tingkat daya tahan otot (Giriwijoyo, 2005).

2. Kualitas otot

Tiap unit mikroskopis otot mempengaruhi kontraksi otot yang ditimbulkan. Dengan

kontraksi optimal otot akan dapat beraktivitas lebih lama dibandingkan dengan ketika

berkontraksi secara maksimal (Giriwijoyo, 2005).

3. Kontraksi Otot

Kontraksi berturut-turut secara maksimum akan mengurangi cadangan sumber energi

dalam otot.7 Lama-kelamaan hal tersebut menyebabkan kemampuan kontraksi otot menurun

(Giriwijoyo, 2005).

4. Vascularisasi dan Innervasi

Vascularisasi berfungsi menyalurkan oksigen dan nutrisi untuk metabolisme

penghasil energi. Semakin banyak pasokan oksigen dan nutrisi, akan semakin banyak energi

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 10/15

 

yang dihasilkan, sehingga otot dapat beraktivitas lebih lama. Rangsang diterima saraf 

sensorik, lalu dijalarkan ke pusat, kemudian ke saraf motorik untuk menggerakkan otot.

Selama saraf masih mampu menghantarkan impuls, otot akan tetap mampu bergerak ketika

ada rangsang (Giriwijoyo, 2005).

5. Kekuatan otot

Kombinasi antara kekuatan dan daya tahan akan menghasilkan daya tahan otot.

Tingkat kekuatan otot berbanding lurus dengan tingkat ketahanan otot. Misalnya, atlet

dengan bench-press maksimal 200 pon akan dapat melakukan pengulangan lebih banyak 

dengan beban 100 pon daripada atletdengan bench-press maksimal 150 pon (Giriwijoyo,

2005).

6. Cadangan glikogen

Waktu untuk menuju kelelahan salah satunya ditentukan oleh seberapa banyak 

cadangan glikogen yang masih mampu diubah menjadi glukosa. Pada akhirnya, glukosa

digunakan sebagai energi untuk melakukan aktivitas (Giriwijoyo, 2005).

7. Berat badan

Berat badan yang rendah dapat menunjukkan massa otot yang rendah. Dengan

demikian, metabolisme penghasil energi di otot akan lebih sedikit. Hal ini menyebabkan

 jumlah cadangan energi untuk aktivitas menjadi lebih kecil (Giriwijoyo, 2005).

8. Usia

Pada orang-orang terlatih, ketahanan otot akan terus meningkat dan mencapai

ketahanan otot maksimal di usia 20 tahun. Setelah itu, tingkat ketahanan otot akan menetap 3-

5 tahun yang kemudian akan berangsur-angsur turun (Giriwijoyo, 2005).

9. Jenis kelamin

Kekuatan otot perempuan kira-kira 2 per 3 laki-laki. Selain itu, otot perempuan lebih

kecil daripada otot laki-laki. Saat awal pubertas, testosteron akan meningkatkan massa otot,

sedangkan estrogen cenderung menambah jaringan lemak. Sehingga secara umum daya tahan

otot perempuan lebih rendah dari laki-laki (Giriwijoyo, 2005).

10. Nutrisi

Cadangan glikogen sebagian besar bergantung pada dukungan nutrisi yang tepat. Diet

tinggi karbohidrat akan memberikan lebih banyak cadangan dalam otot dibanding diet

campuran maupun tinggi lemak (Giriwijoyo, 2005).

Daya tahan otot dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan metabolisme otot, yaitu:

a. Power endurance

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 11/15

 

Daya tahan otot ini digunakan pada jangka waktu singkat kurang dari 30 detik untuk 

menjaga daya ledak otot tetap tinggi. Energi yang digunakan diperoleh melalui sistem

fosfagen (Astari, 2009).

b. Short term endurance

Untuk olahraga yang membutuhkan ketahanan kontraksi otot selama 30 detik sampai

2 menit, digunakan daya tahan otot jangka pendek. Jenis daya tahan otot ini meggunakan

metabolisme sistem glikogen-asam laktat untuk memperoleh energi (Astari, 2009).

c. Long term endurance

Daya tahan otot jangka panjang bermanfaat bagi olahraga yang berlangsung kontinyu.

Digunakan untuk mempertahankan kontraksi otot lebih dari 2 menit. Jenis daya tahan otot ini

memperoleh energi dari metabolisme sistem aerobik (Astari, 2009).

` Otot yang cepat lelah dikatakan mempunyai ketahanan yang rendah. Kelelahan otot

merupakan akibat dari ketidakmampuan kontraksi dan metabolisme serat-serat otot untuk 

terus memberi hasil kerja yang sama. Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh gangguan

pada:

a. Sistem saraf 

Saraf tidak dapat mengirimkan impuls ke otot sehingga otot tidak berkotraksi (Astari,

2009).

b. Neuromuscular junction

Kelelahan semacam ini biasa terjadi pada  fast twitch fibers. Chemical transmitter 

yang berkurang mengakibatkan impuls tidak dapat diteruskan (Astari, 2009).

c. Mekanisme kontraksi

Kontraksi otot yang kuat dan lama dapat menyebabkan kelelahan otot. Kelelahan otot

pada atlet berbanding lurus dengan penurunan kreatin fosfat, glikogen, dan ATP otot.

Sedikitnya jumlah zat-zat tersebut mengakibatkan mekanisme kontraksi tidak dapat

menghasilkan energi (Astari, 2009).

d. Sistem saraf pusat

Gangguan lokal sistem sensorik mempengaruhi pengiriman impuls ke susunan saraf 

pusat. Hal ini dapat menyebabkan hambatan ke sistem motorik sehingga kerja otot menurun

(Astari, 2009).

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 12/15

 

d. Faal Paru dalam Olahraga

Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik. Gangguan faal paru

dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau

olahraga dapat meningkatkan faal paru (Yunus, 1997)

Daya tahan kardiorespirasi, yaitu kesanggupan jantung, paru dan pembuluh darah

untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen

dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh, dipengaruhi oleh

berbagai faktor fisiologis, antara lain:

1. Keturunan/genetik 

Dari penelitian diketahui bahwa 93,4% VO2 max ditentukan oleh faktor genetik. Hal

ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal.

2. Usia

Daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa anak-anak dan mencapai puncaknya

pada usia 20 – 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 19  – 21 tahun. Sesudah usia ini

daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Penurunan ini terjadi karena paru, jantung dan

pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan

melakukan olahraga aerobik secara teratur.

3. Jenis kelamin

Sampai usia pubertas, daya tahan kardiorespirasi antara anak perempuan dan laki-laki

tidak berbeda, tetapi setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15  – 25% dari pria.

Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot maksimal, luas permukaan

tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin dan kapasitas paru.

4. Aktivitas fisik 

Daya tahan kardiorespirasi ana menurun 17  –  27% bila seseorang beristirahat di

tempat tidur selama 3 minggu. Jenis latihan juga mempengaruhi. Orang yang melakukan

olahraga lari jarak jauh, daya tahan kardorespirasinya meningkat lebih tinggi dibandingkan

orang yang berolahraga senam atau anggar (Yunus, 1997).

Latihan fisik akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama

otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru

pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relative sama besar, tetapi orang yang berlatih

bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk 

kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang

terlatih akan lebih efektif kerjanya (Yunus, 1997).

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 13/15

 

Pada orang yang dilatih selam beberapa bulan terjadi perbaikan pengaturan

pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar asam laktat darah, yang seimbang

dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh. Latihan fisik akan

mempengaruhi organ sedemikian rupa sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja

maksimum yang dicapai lebih besar. Factor yang paling penting dalam perbaikan

kemampuan pernapasan untuk mencapai tingkat optimal adalah kesanggupan untuk 

meningkatkan capillary bed  yang aktif, sehingga jumlah darah yang mengalir di paru lebih

banyak, dan darah yang berikatan dengan oksigen per unti waktu juga akan meningkat.

Peningkatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen (Yunus,

1997).

Penurunan fungsi paru orang yang tidak berolahraga atau usia tua terutama

disebabkan oleh hilangnya elastisitas paru-paru dan otot dinding dada. Hal ini menyebabkan

penurunan nilai kapasitas vital dan nila forced expiratory volume, serta meningkatkan volume

residual paru (Wilmore & Costill, 1994).

e. Daya Tahan Jantung dan Pembuluh Darah

Pada waktu aktivitas fisik diperlukan tambahan oksigen dan nutrisi yang adekuat.

Agar tambahan oksigen dan nutrisi dapat terpenuhi diperlukan aliran darah yang cukup.

Sebagai reaksi terhadap gerakan dan kerja terjadi perubahan pengambilan oksigen oleh tubuh

yang melibatkan penambahan fungsi paru-paru dan curah jantung serta peningkatan jumlah

oksigen yang diambil oleh jaringan (Guyton, 2007).

Kemampuan kerja yang terkuat dibatasi oleh jumalh maksimal O2 yang dapat

dihantarkan dari paru-paru ke otot. Jumlah pengambilan O2 yang maksimal ini disebut VO2

max atau kapasitas aerobic yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan kebugaran

 jasmani (Astrand, 1970).

VO2 max erat hubungannya dengan sistem transportasi oksigen. Kenaikan VO2 max

disebabkan oleh kenaikan isi sekuncup serta bertambahnya densitas kapiler otot rangka yang

cenderung meningkatkan ekstraksi oksigen dari darah oleh otot rangka (Adriskanda dkk,

1997).

Dari penelitian Budhy Adriskanda, Faisal Yunus dan Budiman Setiawan tahun 1997,

diketahui bahwa nilai VO2 max pada pria Indonesia dengan menggunakan alat ergonometer

sepeda dengan teknik pengukuran Astrand sebesar 39,4 ml/KgBB/menint, sedangkan pada

pria Indonesia yang terlatih sebesar 50,8 ml?KgBB/menit. VO2 max tertinggi dijumpai pada

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 14/15

 

atlet-atlet yang berkompetisi dan berlatih dengan latihan-latihan endurans (Adriskanda dkk,

1997).

2.1.3. Hardvard Step Up Test

Performa latihan atau kebugaran jasmani secara total sulit untuk diukur dengan pasti,

meskipun dilakukan suatu pengukuran sewaktu hasil yang didaptakan hanya akan mendekati

keadaan yang sebenarnya. Beberapa penelitian diluar negeri melakukan bermacam-macam

tes untuk mendapatkan cara untuk menilai tingkat performa latihan, salah satunya adalah

 Harvard Step Up Test (Edwin dkk., 1999).

 Harvard Step Up Test  bertujuan untuk menilai kapasitas tubuh dalam beradaptasi

terhadap beban kerja berat dan untuk pulih kekondisi semula dari beban kerja yang telah

dilakukan. Tes yang asli dibuat untuk subjek penelitian laki-laki. Namun, dikarenakan tes

harvard banyak digunakan baik dalam pemeriksaan kebugaran tubuh maupun dalam berbagai

penelitian maka tes ini juga dapat dilakukan pada subjek wanita. Tes ini sangat baik 

digunakan untuk membedakan kondisi performa latihan yaitu kurang fit, fit dan sangat fit 

(Dhanutirto, 1970 cit. Dewi 2005). 

2.2. Landasan Teori

Performa latihan adalah kemampuan tubuh melakukan penyesuaian terhadap

pembebenan fisik yang diberikan (dari aktivitas yang dilakukan) tanpa menimbulkan

kelelahan berlebihan. Terdapat 9 unsur yang dapat diukur untuk mengetahuiperforma latihan

seseorang, yaitu daya tahan (endurance), kekuatan otot (muscle strength), daya ledak otot

(muscle explosive power ), kecepatan (speed ), ketangkasan (agility), kelenturan ( flexibility),

keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction time), dan koordinasi (coordination).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa latihan antara lain : Jenis kelamin,

umur, intensitas latihan, frekuensi latihan, durasi latihan, suplemen, berat badan, dan kondisi

kebugaran. Penelitian ini menjadikan teh hitam sebagai suplemen yang nantinya akan

mempengaruhi performa latihan. Teh hitam mengandung kafein lebih banyak yaitu 150 mg / 

250 ml air dibanding dengan kopi yang hanya 100 mg / 250 ml air.

Kafein akan memberikan efek jangka pendek berupa kesegaran, daya pikir cepat,

ketahanan fisik, tidak mengantuk jika diminum dalam jumlah yang wajar.

5/10/2018 BAB II - slidepdf.com

http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 15/15

 

2.3. Kerangka Konsep

Gambar1 : Bagan kerangka konseptual Penelitian

Keterangan :

: Faktor yang mempengaruhi

: Variable yang diteliti

2.4. Hipotesis

Terdapat peningkatan performa dengan konsumsi teh hitam (Camellia Sinensis). 

Umur

Intensitas latihan

Frekuensi latihan

Durasi latihan

Suplemen

Berat badan kondisi kebugaran

Gaya hidup

Performa latihan

(sebelum minum

teh hitam)

Performa latihan

(setelah minum

teh hitam)

Minum Teh Hitam