Download - BAB II
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 1/15
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Teh hitam
Tanaman teh (Camellia sinensis) berasal dari kawasan India bagian Utara dan Cina
Selatan. Ada dua kelompok varietas teh yang terkenal, yaitu varietas Assamica yang berasal
dari Assam dan varietas Sinensis yang berasal dari Cina (Aurelia, 2009).
Varietas Assamica daunnya agak besar dengan ujung yang runcing, sedangkan
varietas Sinensis daunnya lebih kecil dan ujungnya agak tumpul. Tanaman teh yang tumbuh
di Indonesia sebagian besar merupakan varietas Assamica, sedangkan varietas Sinensis biasa
tumbuh di Jepang dan Cina. Pohonnya kecil, karena seringnya pemangkasan maka tampak
seperti perdu. Batang tegak, berkayu, bercabang-cabang, ujung ranting dan daun muda
berambut halus. Daun tunggal, bertangkai pendek, letak berseling, helai daun kaku seperti
kulit tipis, bentuknya elips memanjang, ujung dan pangkal runcing, tepi bergerigi halus,
pertulangan menyirip, panjang 6-18 cm, lebar 2-6 cm, warnanya hijau, permukaan mengilap
(Aurelia, 2009).
Tanaman teh dapat tumbuh di daerah tropis dan subtropis dengan curah hujan tidak
kurang dari 1.500 mm. Tanaman teh memerlukan kelembaban tinggi dengan temperatur
udara 13-29,50C sehingga tanaman ini tumbuh baik di dataran tinggi dan pegunungan yang
berhawa sejuk (Aurelia, 2009).
Diantara berbagai jenis teh di dunia yang secara garis besar terdiri dari teh hitam, teh
hijau dan teh Oolong (teh semi fermentasi), ternyata teh hitam merupakan jenis teh yang
paling banyak diminum oleh bangsa-bangsa di dunia. Dari jumlah konsumsi teh dunia pada
tahun 2007 sebesar 3,4 juta ton, ternyata konsumsi teh hitamnya mencapai 69% dari total
konsumsi teh dunia. Kondisi ini terkait dengan rasa dan aroma dari teh hitam yang lebih
menarik yang terbentuk selama proses oksidasi enzimatik pada proses pengolahan teh hitam.
Selain itu teh hitam juga digemari karena memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan, antara
lain menurunkan risiko penyakit jantung koroner, mencegah dan mengkontrol pertumbuhan
kanker, mencegah karies gigi, peningkatan massa tulang (BMD), serta efek antidiabetes
(Aurelia, 2009).
Pada teh hitam selain mengandung katekin sebagaimana terkandung pada teh hijau,
juga mengandung theaflavin dan thearubigin sebagai hasil dari proses oksidasi enzimatik.
Katekin merupakan pemburu ROS (reactive oxygen species) yang efektif dan berfungsi
sebagai antioksidan melalui efeknya pada faktor transkripsi dan aktifitas enzim. Theaflavin
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 2/15
telah banyak dipelajari oleh sejumlah peneliti. Theaflavin yang terkandung dalam teh hitam
memiliki potensi dalam memproduksi NO dan vasorelaksasi yang lebih tinggi dari EGCG
yang terkandung dalam katekin (Arfeliana, 2010).
Dalam Dr. Duke's Phytochemical and Ethnobotanical Databases dinyatakan bahwa
theaflavin memiliki efek antibakteri, antikanker, antioksidan, antiviral, fungisida,
penghambat lipooksigenase, dan mitogen. Thearubigin yang juga terkandung dalam teh hitam
juga merupakan stimulator vasodilatasi dan produksi NO yang sangat efisien. Selain katekin,
theaflavin, dan thearubigin, teh hitam juga mengandung kafein yang bersifat sebagai stimulan
saraf, otot, dan ginjal. Efek kafein terhadap kesehatan masih menjadi kontroversi. Beberapa
penulis menyatakan bahwa konsumsi kafein berlebih berkaitan dengan terjadinya hipertensi,
dehidrasi, gelisah, insomnia, dan cacat lahir (Aurelia, 2009).
Penulis lainnya menyatakan efek positif kafein teh, antara lain merangsang
peningkatan aktivitas mental, menajamkan panca indra serta daya pikir menjadi lebih jernih
dan meningkat pada konsumsi 60-400 mg kafein per hari (Aurelia, 2009).
2.1.2. Performa Latihan
a. Fisiologi Olahraga
Ditinjau dari segi fisiologi, performa latihan adalah kemampuan tubuh melakukan
penyesuaian terhadap pembebanan fisik yang diberikan (dari aktivitas yang dilakukan) tanpa
menimbulkan kelelahan berlebihan. Terdapat 9 unsur yang dapat diukur untuk mengetahui
performa latihan seseorang, yaitu daya tahan (endurance), kekuatan otot (muscle strength),
daya ledak otot (muscle explosive power ), kecepatan (speed ), ketangkasan (agility),
kelenturan ( flexibility), keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction time), dan
koordinasi (coordination) (Astari, 2009).
Ilmu faal olahraga adalah ilmu yang mempelajari tubuh manusia dan bagian-
bagiannya pada waktu olahraga. Faal olahraga sebagai ilmu terapan (Applied Science)
merupakan dasar dari ilmu kedokteran olahraga. Definisi ilmu kedokteran olahraga menurut
A. Venerando (1975) adalah “Aplikasi ilmu kedokteran pada olahraga dan aktivitas fisik
umumnya, agar didapat keuntungan segi preventif dan kemungkinan terapetik dari
berolahraga untuk mempertahankan keadaan sehat dan menghindari setiap keadaan yang
berhubungan dengan kelebihan atau kekurangan latihan fisik” (Karhiwikarta, 1978).
Fisiologi olahraga sebagai salah satu disiplin kedokteran berusaha untuk mempelajari
efek latihan terhadap tubuh, mempelajari bagaimana efisiensi tubuh manusia dapat diperbaiki
dengan latihan, mempelajari metoda yang paling sesuai untuk menilai perbedaan parameter
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 3/15
fisik dan fisiologis dan mempelajari bermacam-macam tes yang cocok untuk mengukur
keadaan kesegaran jasmani (Edwin dkk, 1999).
Berdasarkan tipe dan intensitas performa latihan, olahraga dapat dibagi menjadi 2
bagian besar, yaitu:
1. Olahraga dinamik, yaitu olahraga yang menyebabkan perubahan pada panjang otot dan
pergerakan sendi dengan kontraksi ritmis, tetapi hanya terjadi sedikit perubahan pada
kekuatan intramuskular.
2. Olahraga statik, yaitu olah raga yang menyebabkan perubahan kekuatan intramuskular,
tetapi tidak terjadi atau hanya terjadi sedikit perubahan panjang otot dan pergerakan sendi
(Mitchell dkk, 1994).
Olahraga dinamik dengan melibatkan banyak otot menyebabkan peningkatan
kebutuhan oksigen. Sedangkan olahraga static hanya menyebabkan sedikit peningkatan
dalam kebutuhan oksigen.
b. Hidrasi pada Performa Latihan
Menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh melalui strategi konsumsi cairan yang
tepat merupakan faktor yang perlu diperhatikan bagi seorang atlet, baik pada saat
menjalankan program latihannya maupun pada saat bertanding. Berkurangnya simpanan
karbohidrat tubuh dan konsumsi cairan yang tidak mencukupi hingga mengakibatkan
dehidrasi merupakan dua penyebab terjadinya penurunan performa olahraga. Berkurangnya
1-2% berat tubuh akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan
performa olahraga hingga sebesar 10%, berkurang 5% berat badan dapat menurunkan
performa sebesar 30%. Khusus untuk olahraga dengan intensitas tinggi dan olahraga yang
bersifat ketahanan (endurans) seperti maraton atau balap sepeda (road cycling), berkurangnya
2.5% berat badan akibat dari keluarnya cairan tubuh melalui keringat dapat menurunkan
performa olahraga hingga 45%. Ketika seseorang melakukan aktivitas fisik seperti kerja fisik
atau juga berolahraga, sumber energi yang tedapat di dalam tubuh seperti lemak atau
karbohidrat akan terkonversi menjadi air (H O), karbon dioksida (CO ) dan energi (Khana &
Manna, 2005).
Proses pembakaran 1 gram karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal.
Pada metabolisme pembakaran 1 gram protein juga akan menghasilkan energi sebesar 4 kkal
sedangkan proses pembakaran 1 gram lemak akan menghasilkan energi sebesar 9 kkal
(Tarnopolsky et al, 2005).
Energi yang dihasilkan dari pembakaran sumber energi tubuh ini kemudian dapat
terbagi menjadi 2 bentuk yaitu dalam bentuk kerja (work ) dan panas (heat ). 80% dari total
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 4/15
energi yang dihasilkan melalui proses metabolisme energi merupakan energi dalam bentuk
panas (heat ) dan sisanya merupakan energi dalam bentuk kerja (Khana & Manna, 2005).
Energi dalam bentuk kerja dapat terlihat melalui berbagai gerakan tubuh saat
berolahraga seperti berlari, menendang, meloncat, mengoper bola dan lain-lain. Sedangkan
energi panas hanya dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat karena terjadi di dalam sel-sel otot
dan di dalam sistem kardiovaskular ( Sawka & Neufer, 1994).
Selama berolahraga, panas yang dihasilkan oleh proses metabolisme energi ini akan
meningkat 10x lipat untuk individu yang sehat dan meningkat sebesar 20x untuk atlet yang
terlatih. Dengan semakin meningkatnya energi dan panas yang dihasilkan melalui proses
metabolisme dan kontraksi otot saat tubuh sedang berolahraga, cairan yang berada di dalam
tubuh kemudian akan menjalankan fungsinya sebagai pengatur panas atau sebagai
thermoregulator . Fungsi ini dijalankan dengan tujuan agar temperatur internal tubuh (core
temperature) dapat tetap terjaga pada rentang temperatur normal yaitu 36.5 - 37.50C ( Sawka
& Neufer, 1994).
Air yang merupakan penghantar panas yang baik, akan mengeluarkan kelebihan panas
tubuh melalui keluarnya air keringat yang juga akan membawa elektrolit makro tubuh
terutama natrium (Na+), kalium (K
+) dan klorida (Cl
-). Air keringat yang kemudian akan
menguap pada permukaan kulit juga akan berfungsi untuk mendinginkan tubuh karena proses
penguapannya yang bersifat endotermik. Namun saat berolahraga perlu juga untuk diingat
bahwa air yang keluar melalui keringat tidak hanya merupakan air yang dihasilkan melalui
proses metabolisme namun juga air yang diperoleh melalui konsumsi cairan dan makanan
dalam sehari-hari. Sehingga apabila proses berkurangnya cairan dari dalam tubuh pada saat
berolahraga ini dibiarkan dalam jangka waktu yang lama dan tidak diimbangi dengan
konsumsi cairan yang cukup maka tubuh akan mengalami dehidrasi ( Alonso et al, 1997 ).
Ketika terjadi peningkatan panas di dalam tubuh baik hasil dari metabolisme energi
ataupun hasil dari kontraksi otot saat berolahraga, air yang berada di dalam sirkulasi aliran
darah (darah mengandung 83% air) akan menyerap panas dan mengeluarkannya pada
permukaan kulit melalui kelenjar keringat. Jika keluarnya keringat saat olahraga ini tidak
diimbangi dengan konsumsi cairan yang cukup, maka air yang keluar dari cairan intertisial
atau plasma darah ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi elektrolit di
dalam cairan ekstraselular ( Alonso et al, 1997 ).
Peningkatan konsentrasi elektrolit ini kemudian akan menyebabkan terjadinya
perbedaan konsentrasi antara cairan intraselular dan cairan ekstraselular. Melalui proses
osmosis, air kemudian akan berpindah dari larutan/cairan yang memiliki konsentrasi air
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 5/15
tinggi menuju larutan/cairan yang memiliki konsentrasi air rendah yaitu berpindah dari dalam
sel menuju ke luar sel (dari cairan intraselular menuju ke cairan ekstraselular). Jika proses ini
dibiarkan dalam jangka waktu yang lama tanpa diimbangi dengan konsumsi cairan yang
cukup, sel-sel di dalam tubuh akan mengalami dehidrasi akibat tidak memiliki sumber lain
untuk memperoleh air ( Alonso et al, 1997 ).
Ketika sel-sel mengalami dehidrasi, proton yang terdapat di dalam mitokondria akan
mengalami gangguan akibat dari peningkatan konsentrasi ion yang terjadi di dalam sel.
Gangguan pada gradien proton ini akan menghambat laju produksi ATP (molekul dasar
pembentuk energi). Karena ATP juga akan digunakan dalam proses relaksasi otot setelah
kontraksi, maka terhambatnya laju produksi ATP akan menyebabkan terjadinya salah satu
gejala dehidrasi yaitu kram otot. Ketika sel-sel mengalami dehidrasi dan cairan di dalam
tubuh terus berkurang, hal ini secara perlahan akan menyebabkan terhambatnya laju
pengeluaran panas dari dalam tubuh. Terhambatnya pengeluaran panas ini kemudian akan
menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur internal badan (core temperature) yang
kemudian dapat memicu terjadinya heat stress ( Sawka & Neufer, 1994).
Seorang atlet yang melakukan latihan pada kondisi daerah yang panas dapat
mengalami dehidrasi dengan laju sebesar 1-2 L / jam atau ekivalen dengan berkurangnya
berat badan melalui air keringat sebanyak 1-2 kg per jam. Berkurangnya 1 L cairan dari
dalam tubuh ini dapat menyebabkan terjadinya peningkatan temperatur internal tubuh (core
temperature) sebesar 0.30C. Laju keluar keringat terbesar dalam dunia olahraga tercatat
pernah dialami oleh atlet maraton Alberto Salazar pada olimpiade 1984 dengan laju sebesar
3.7 L /jam. Tidak hanya olahraga pada daerah yang panas, pemain sepakbola yang melakukan
pertandingan pada suhu 10 C juga tercatat mengalami pengurangan cairan tubuh sebesar 2 L
dalam 90 menit pertandingan ( Sawka & Neufer, 1994).
Seorang atlet harus tetap berada pada kondisi hidrasi yang baik untuk mencapai
performa yang optimal. Beberapa hal yang menyebabkan seorang atlet mengalami dehidrasi
antara lain adalah kurangnya konsumsi air dalam sehari-hari, terbatasnya kesempatan
konsumsi cairan saat pertandingan/latihan serta tidak mengkonsumsi cairan dengan volume
yang sesuai dengan pengeluaran keringat setelah pertandingan/latihan berlangsung. Rata-rata
konsumsi air per hari yang disarankan untuk memenuhi kebutuhan tubuh adalah sekitar 8-10
gelas (1 gelas 240 ml), namun atlet yang memiliki aktivitas fisik yang tinggi akan
memerlukan volume konsumsi cairan yang lebih besar. Ketika intensitas latihan atau
pertandingan meningkat, selain mendapatkan manfaat dengan mengkonsumsi air putih atlet
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 6/15
juga akan mendapatkan manfaat lebih dengan menambahkannya dengan + karbohidrat dan
natrium (Na ) agar performa tetap terjaga ( Tarnopolsky et al, 2005).
Tambahan karbohidrat terutama dalam bentuk karbohidrat sederhana dalam
konsentrasi tertentu diperlukan agar dapat membantu tubuh dalam mempertahankan level
glukosa darah mempertahankan ketersediaan glikogen otot sehingga ketersediaan energi tetap
terjaga dan terjadinya kelelahan dapat ditunda. Dan penambahan elektrolit makro terutama
natrium (Na+) juga dapat memberikan manfaat terutama untuk membantu penyerapan energi
ke dalam tubuh, menjaga keseimbangan cairan tubuh, menstimulasi keinginan untuk minum
dan membantu tubuh untuk menahan air lebih lama di dalam tubuh dan tidak langsung
mengeluarkannya melalui urin sehingga hal ini akan memberikan manfaat yang positif dalam
mengoptimasi proses rehidrasi ( Khana & Manna, 2005).
Walaupun air putih masih merupakan larutan yang terbaik, namun konsumsi air putih
dalam kaitannya dengan latihan/pertandingan olahraga perlu juga untuk diperhatikan. Hal ini
disebabkan karena konsumsi air putih secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya
penurunan konsentrasi plasma natrium dan osmolality plasma secara cepat. Penurunan
konsentrasi ini kemudian dapat mengurangi peredaran kandungan vasopressin dan aldosteron
di dalam darah sehingga mengurangi penyerapan air di dalam ginjal dan meningkatkan
pengeluaran urin ( Khana & Manna, 2005).
c. Faal Musculoskeletal dalam Performa Latihan
Sekitar 40 persen dari seluruh tubuh terdiri dari otot rangka yang dibentuk oleh
sejumlah serat otot berdiameter 10-80 mikrometer. Otot rangka bekerja secara volunter
(Guyton et al, 2007).
Ada beberapa bagian dari otot rangka, antara lain jaringan otot, pembuluh darah
sebagai penyuplai nutrisi dan oksigen penghasil energi untuk proses kontaksi, saraf sebagai
penyalur rangsang dan pengatur kontraksi, serta jaringan ikat. Secara mikroskopis, tiap
serabut otot rangka terdiri atas miofibril. Miofibril berisi miofilamen yang terdiri dari pita A
(bagian tebal) dan pita I (bagian tipis). Pita A dibentuk oleh protein miosin dan terlihat lebih
gelap. Sedangkan pita I yang dibentuk protein aktin terlihat lebih terang. Batas keduanya
disebut dengan sarkomen. Sarkomen akan memendek ketika terjadi kontraksi (Guyton et al,
2007).
Otot dengan ketahanan yang baik dapat secara maksimum melakukan kontraksi-
kontraksi berikut ini:
1. Kontraksi isotonis
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 7/15
Disebut juga kontraksi konsentris atau dinamis. Dalam kontraksi ini terjadi perubahan
panjang otot. Kontraksi ini dapat berupa konsentrik (otot memendek) seperti ketika
mengangkat barbel, maupun eksentrik (otot memanjang) seperti saat menurunkan barbel.
2. Kontraksi isometris
Disebut juga kontraksi statis. Dalam kontraksi ini tidak terlihat adanya gerakan,
seperti ketika mempertahankan sikap tubuh atau mendorong benda.
3. Kontraksi isokinetis
Kontraksi ini ditampilkan pada kecepatan tetap terhadap beban luar yang beragam
sebanding dengan tenaga yang digunakan. Hanya dengan alat khusus kontraksi ini dapat
terjadi, seperti ekstensi lutut maksimal pada dinamometer isokinetik Cybex (Astari, 2009).
Secara umum, timbul dan berakhirnya kontraksi otot terjadi melalui tahap-tahap
berikut:
1. Adanya rangsang menyebabkan terjadinya suatu potensial aksi di sepanjang sebuah saraf
motorik dan berakhir pada 1 serabut otot.
2. Vesicle synaps menyekresi neurotransmiter, yaitu asetilkolin, ke neuromuscular junction
dalam jumlah sedikit.
3. Asetilkolin bekerja pada membran serat otot untuk membuka Na+-K+ channel.
4. Terbukanya Na+-K+ channel memungkinkan sejumlah besar ion natrium mengalir ke
bagian dalam membran serat otot. Peristiwa ini akan menimbulkan suatu potensial aksi
dalamserabut otot.
5. Potensial aksi berjalan sepanjang bagian dalam membran otot dengan cara yang sama
seperti potensial aksi di sepanjang saraf motorik.
6. Potensial aksi bagian dalam membran otot menimbulkan depolarisasi dalam membran otot.
Pada proses ini terjadi pelepasan sejumlah besar ion kalsium dari retikulum sarkoplasma ke
miofibril.
7. Ion kalsium menyebabkan filamen aktin dan miosin tarik menarik sehingga terjadi gerakan
yang sinergis antara keduanya. Keadaan inilah yang disebut dengan kontraksi.
8. Pada waktu bersamaan terbukanya Na+-K+ channel, sarkolema menyekresi asetilkolin
esterase yang akan menyebabkan menutupnya Na+-K+ channel.
9. Setelah kurang dari satu detik, ion kalsium dipompa kembali ke dalam retikulum
sarkoplasma sehingga kontraksi otot terhenti (Guyton et al, 2007 ).
Satu aksi (rangsang) hanya akan menghasilkan 1 reaksi(kontraksi). Dengan demikian
tidak terjadi kontraksi terus-menerus tanpa disertai fase relaksasi (tetanus).
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 8/15
Kemampuan kontraksi otot bergantung pada energi yang yang disediakan oleh ATP.
Jumlah ATP yang tersedia dalam otot, bahkan otot yang terlatih dengan baik, hanya cukup
mempertahankan daya otot yang maksimal selama kira-kira 3 detik. Untuk itu dibutuhkan
sistem metabolisme agar ATP tetap terbentuk. Terdapat 3 sistem metabolik dasar yang
berkaitan dengan durasi aktivitas otot, yaitu:
a. Sistem fosfagen
Energi yang dihasilkan sistem fosfagen merupakan gabungan dari 2 proses. Oleh
sebab itu, energi yang dihasilkan sistem ini sangat besar.
Proses pertama adalah pemecahan fosfokreatin menjadi ion fosfat dan kreatin. Saat
proses pemecahan, dilepaskan energi dalam jumlah besar yang berasal dari ikatan fosfat
berenergi tinggi. Energi hasil pemecahan fosfokreatin lebih banyak dibandingkan ATP. Pada
proses kedua, fosfokreatin membentuk ikatan fosfat berenergi tinggi yang mengubah AMP
dan ADP menjadi ATP. Setelah itu terjadi pelepasan energi yang disimpan dalam ATP
(Muray & Robert K, 2003).
b. Sistem glikogen-asam laktat
Sistem glikogen-asam laktat terdiri dari dua tahap yaitu glikolisis dan oksidatif.
Prinsipnya, glikogen otot dipecah menjadi glukosa yang kemudian akan digunakan sebagai
sumber energi (Muray & Robert K, 2003).
Tahap glikolisis merupakan metabolisme anaerobik. Selama tahap ini setiap molekul
glukosa dipecah menjadi 2 molekul asam piruvat disertai pelepasan energi untuk membentuk
4 molekul ATP dari tiap molekul glukosa (Muray & Robert K, 2003).
Tahap oksidatif dimulai dengan masuknya asam piruvat ke dalam mitokondria sel
otot. Asam piruvat bereaksi dengan oksigen untuk membentuk lebih banyak molekul ATP.
Jika jumlah oksigen tidak mencukupi untuk melangsungkan tahap oksidatif, sebagian besar
asam piruvat akan diubah menjadi asam laktat. Asam laktat kemudian berdifusi dari sel otot
ke cairan intersisial untuk mengubah AMP menjadi ADP untuk selanjutnya diubah menjadi
ATP (Muray & Robert K, 2003).
c. Sistem aerobik
Pada sistem aerobik terjadi proses oksidasi glukosa, asam lemak, dan asam amino
dalam makanan di mitokondria untuk menghasilkan energi. Bahan makanan tersebut akan
berikatan dengan oksigen untuk mengubah AMP dan ADP menjadi ATP (Muray & Robert K,
2003).
Dapat dilihat bahwa sistem fosfagen digunakan untuk otot dengan daya ledak selama
beberapa detik dan sistem aerobik diperlukan untuk aktivitas yang lama. Sedangkan sistem
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 9/15
glikogen-asam laktat dapat menghasilkan energi tambahan dalam jangka waktu menengah
(Muray & Robert K, 2003).
Salah satu unsur kesegaran jasmani yang sangat penting adalah daya tahan. Dengan
daya tahan yang baik, performa atlet akan tetap optimal dari waktu ke waktu karena memiliki
waktu menuju kelelahan yang cukup panjang. Hal ini berarti bahwa atlet mampu melakukan
gerakan, yang dapat dikatakan, berkualitas tetap tinggi sejak awal hingga akhir pertandingan
(Astari, 2009).
Kekuatan dibutuhkan agar otot mampu membangkitkan tenaga terhadap suatu
tahanan. Sedangkan daya tahan diperlukan untuk bekerja dalam durasi yang panjang. Daya
tahan otot sendiri merupakan perpaduan antara kekuatan dan daya tahan. Daya tahan fisik
menghasilkan perubahan-perubahan fisiologi dan biokimia pada otot, sehingga daya tahan
secara umum bermanifestasi melalui daya tahan otot (Astari, 2009).
Daya tahan otot adalah kemampuan otot rangka atau sekelompok otot untuk
meneruskan kontraksi pada periode atau jangka waktu yang lama dan mampu pulih dengan
cepat setelah lelah. Kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui metabolisme aerob maupun
anaerob. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat daya tahan otot, antara lain:
1. Aktivitas fisik
Kekuatan dan ketahanan otot yang sudah dicapai dapat dipertahankan dengan latihan
1 kali seminggu. Setahun tanpa latihan 45 persen kekuatan masih dapat dipertahankan.
Sedangkan bed rest selama 12 minggu dapat menurunkan kekuatan otot sebesar 40 persen.7
Namun demikian, istirahat yang cukup setiap malam dibutuhkan untuk mempertahankan
tingkat daya tahan otot (Giriwijoyo, 2005).
2. Kualitas otot
Tiap unit mikroskopis otot mempengaruhi kontraksi otot yang ditimbulkan. Dengan
kontraksi optimal otot akan dapat beraktivitas lebih lama dibandingkan dengan ketika
berkontraksi secara maksimal (Giriwijoyo, 2005).
3. Kontraksi Otot
Kontraksi berturut-turut secara maksimum akan mengurangi cadangan sumber energi
dalam otot.7 Lama-kelamaan hal tersebut menyebabkan kemampuan kontraksi otot menurun
(Giriwijoyo, 2005).
4. Vascularisasi dan Innervasi
Vascularisasi berfungsi menyalurkan oksigen dan nutrisi untuk metabolisme
penghasil energi. Semakin banyak pasokan oksigen dan nutrisi, akan semakin banyak energi
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 10/15
yang dihasilkan, sehingga otot dapat beraktivitas lebih lama. Rangsang diterima saraf
sensorik, lalu dijalarkan ke pusat, kemudian ke saraf motorik untuk menggerakkan otot.
Selama saraf masih mampu menghantarkan impuls, otot akan tetap mampu bergerak ketika
ada rangsang (Giriwijoyo, 2005).
5. Kekuatan otot
Kombinasi antara kekuatan dan daya tahan akan menghasilkan daya tahan otot.
Tingkat kekuatan otot berbanding lurus dengan tingkat ketahanan otot. Misalnya, atlet
dengan bench-press maksimal 200 pon akan dapat melakukan pengulangan lebih banyak
dengan beban 100 pon daripada atletdengan bench-press maksimal 150 pon (Giriwijoyo,
2005).
6. Cadangan glikogen
Waktu untuk menuju kelelahan salah satunya ditentukan oleh seberapa banyak
cadangan glikogen yang masih mampu diubah menjadi glukosa. Pada akhirnya, glukosa
digunakan sebagai energi untuk melakukan aktivitas (Giriwijoyo, 2005).
7. Berat badan
Berat badan yang rendah dapat menunjukkan massa otot yang rendah. Dengan
demikian, metabolisme penghasil energi di otot akan lebih sedikit. Hal ini menyebabkan
jumlah cadangan energi untuk aktivitas menjadi lebih kecil (Giriwijoyo, 2005).
8. Usia
Pada orang-orang terlatih, ketahanan otot akan terus meningkat dan mencapai
ketahanan otot maksimal di usia 20 tahun. Setelah itu, tingkat ketahanan otot akan menetap 3-
5 tahun yang kemudian akan berangsur-angsur turun (Giriwijoyo, 2005).
9. Jenis kelamin
Kekuatan otot perempuan kira-kira 2 per 3 laki-laki. Selain itu, otot perempuan lebih
kecil daripada otot laki-laki. Saat awal pubertas, testosteron akan meningkatkan massa otot,
sedangkan estrogen cenderung menambah jaringan lemak. Sehingga secara umum daya tahan
otot perempuan lebih rendah dari laki-laki (Giriwijoyo, 2005).
10. Nutrisi
Cadangan glikogen sebagian besar bergantung pada dukungan nutrisi yang tepat. Diet
tinggi karbohidrat akan memberikan lebih banyak cadangan dalam otot dibanding diet
campuran maupun tinggi lemak (Giriwijoyo, 2005).
Daya tahan otot dibagi menjadi 3 tipe berdasarkan metabolisme otot, yaitu:
a. Power endurance
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 11/15
Daya tahan otot ini digunakan pada jangka waktu singkat kurang dari 30 detik untuk
menjaga daya ledak otot tetap tinggi. Energi yang digunakan diperoleh melalui sistem
fosfagen (Astari, 2009).
b. Short term endurance
Untuk olahraga yang membutuhkan ketahanan kontraksi otot selama 30 detik sampai
2 menit, digunakan daya tahan otot jangka pendek. Jenis daya tahan otot ini meggunakan
metabolisme sistem glikogen-asam laktat untuk memperoleh energi (Astari, 2009).
c. Long term endurance
Daya tahan otot jangka panjang bermanfaat bagi olahraga yang berlangsung kontinyu.
Digunakan untuk mempertahankan kontraksi otot lebih dari 2 menit. Jenis daya tahan otot ini
memperoleh energi dari metabolisme sistem aerobik (Astari, 2009).
` Otot yang cepat lelah dikatakan mempunyai ketahanan yang rendah. Kelelahan otot
merupakan akibat dari ketidakmampuan kontraksi dan metabolisme serat-serat otot untuk
terus memberi hasil kerja yang sama. Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh gangguan
pada:
a. Sistem saraf
Saraf tidak dapat mengirimkan impuls ke otot sehingga otot tidak berkotraksi (Astari,
2009).
b. Neuromuscular junction
Kelelahan semacam ini biasa terjadi pada fast twitch fibers. Chemical transmitter
yang berkurang mengakibatkan impuls tidak dapat diteruskan (Astari, 2009).
c. Mekanisme kontraksi
Kontraksi otot yang kuat dan lama dapat menyebabkan kelelahan otot. Kelelahan otot
pada atlet berbanding lurus dengan penurunan kreatin fosfat, glikogen, dan ATP otot.
Sedikitnya jumlah zat-zat tersebut mengakibatkan mekanisme kontraksi tidak dapat
menghasilkan energi (Astari, 2009).
d. Sistem saraf pusat
Gangguan lokal sistem sensorik mempengaruhi pengiriman impuls ke susunan saraf
pusat. Hal ini dapat menyebabkan hambatan ke sistem motorik sehingga kerja otot menurun
(Astari, 2009).
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 12/15
d. Faal Paru dalam Olahraga
Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik. Gangguan faal paru
dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau
olahraga dapat meningkatkan faal paru (Yunus, 1997)
Daya tahan kardiorespirasi, yaitu kesanggupan jantung, paru dan pembuluh darah
untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen
dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh, dipengaruhi oleh
berbagai faktor fisiologis, antara lain:
1. Keturunan/genetik
Dari penelitian diketahui bahwa 93,4% VO2 max ditentukan oleh faktor genetik. Hal
ini dapat dirubah dengan melakukan latihan yang optimal.
2. Usia
Daya tahan kardiorespirasi meningkat dari masa anak-anak dan mencapai puncaknya
pada usia 20 – 30 tahun dan mencapai puncaknya pada usia 19 – 21 tahun. Sesudah usia ini
daya tahan kardiorespirasi akan menurun. Penurunan ini terjadi karena paru, jantung dan
pembuluh darah mulai menurun fungsinya. Kecuraman penurunan dapat dikurangi dengan
melakukan olahraga aerobik secara teratur.
3. Jenis kelamin
Sampai usia pubertas, daya tahan kardiorespirasi antara anak perempuan dan laki-laki
tidak berbeda, tetapi setelah usia tersebut nilai pada wanita lebih rendah 15 – 25% dari pria.
Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot maksimal, luas permukaan
tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin dan kapasitas paru.
4. Aktivitas fisik
Daya tahan kardiorespirasi ana menurun 17 – 27% bila seseorang beristirahat di
tempat tidur selama 3 minggu. Jenis latihan juga mempengaruhi. Orang yang melakukan
olahraga lari jarak jauh, daya tahan kardorespirasinya meningkat lebih tinggi dibandingkan
orang yang berolahraga senam atau anggar (Yunus, 1997).
Latihan fisik akan menyebabkan otot menjadi kuat. Perbaikan fungsi otot, terutama
otot pernapasan menyebabkan pernapasan lebih efisien pada saat istirahat. Ventilasi paru
pada orang yang terlatih dan tidak terlatih relative sama besar, tetapi orang yang berlatih
bernapas lebih lambat dan lebih dalam. Hal ini menyebabkan oksigen yang diperlukan untuk
kerja otot pada proses ventilasi berkurang, sehingga dengan jumlah oksigen sama, otot yang
terlatih akan lebih efektif kerjanya (Yunus, 1997).
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 13/15
Pada orang yang dilatih selam beberapa bulan terjadi perbaikan pengaturan
pernapasan. Perbaikan ini terjadi karena menurunnya kadar asam laktat darah, yang seimbang
dengan pengurangan penggunaan oksigen oleh jaringan tubuh. Latihan fisik akan
mempengaruhi organ sedemikian rupa sehingga kerja organ lebih efisien dan kapasitas kerja
maksimum yang dicapai lebih besar. Factor yang paling penting dalam perbaikan
kemampuan pernapasan untuk mencapai tingkat optimal adalah kesanggupan untuk
meningkatkan capillary bed yang aktif, sehingga jumlah darah yang mengalir di paru lebih
banyak, dan darah yang berikatan dengan oksigen per unti waktu juga akan meningkat.
Peningkatan ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen (Yunus,
1997).
Penurunan fungsi paru orang yang tidak berolahraga atau usia tua terutama
disebabkan oleh hilangnya elastisitas paru-paru dan otot dinding dada. Hal ini menyebabkan
penurunan nilai kapasitas vital dan nila forced expiratory volume, serta meningkatkan volume
residual paru (Wilmore & Costill, 1994).
e. Daya Tahan Jantung dan Pembuluh Darah
Pada waktu aktivitas fisik diperlukan tambahan oksigen dan nutrisi yang adekuat.
Agar tambahan oksigen dan nutrisi dapat terpenuhi diperlukan aliran darah yang cukup.
Sebagai reaksi terhadap gerakan dan kerja terjadi perubahan pengambilan oksigen oleh tubuh
yang melibatkan penambahan fungsi paru-paru dan curah jantung serta peningkatan jumlah
oksigen yang diambil oleh jaringan (Guyton, 2007).
Kemampuan kerja yang terkuat dibatasi oleh jumalh maksimal O2 yang dapat
dihantarkan dari paru-paru ke otot. Jumlah pengambilan O2 yang maksimal ini disebut VO2
max atau kapasitas aerobic yang digunakan sebagai parameter untuk menentukan kebugaran
jasmani (Astrand, 1970).
VO2 max erat hubungannya dengan sistem transportasi oksigen. Kenaikan VO2 max
disebabkan oleh kenaikan isi sekuncup serta bertambahnya densitas kapiler otot rangka yang
cenderung meningkatkan ekstraksi oksigen dari darah oleh otot rangka (Adriskanda dkk,
1997).
Dari penelitian Budhy Adriskanda, Faisal Yunus dan Budiman Setiawan tahun 1997,
diketahui bahwa nilai VO2 max pada pria Indonesia dengan menggunakan alat ergonometer
sepeda dengan teknik pengukuran Astrand sebesar 39,4 ml/KgBB/menint, sedangkan pada
pria Indonesia yang terlatih sebesar 50,8 ml?KgBB/menit. VO2 max tertinggi dijumpai pada
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 14/15
atlet-atlet yang berkompetisi dan berlatih dengan latihan-latihan endurans (Adriskanda dkk,
1997).
2.1.3. Hardvard Step Up Test
Performa latihan atau kebugaran jasmani secara total sulit untuk diukur dengan pasti,
meskipun dilakukan suatu pengukuran sewaktu hasil yang didaptakan hanya akan mendekati
keadaan yang sebenarnya. Beberapa penelitian diluar negeri melakukan bermacam-macam
tes untuk mendapatkan cara untuk menilai tingkat performa latihan, salah satunya adalah
Harvard Step Up Test (Edwin dkk., 1999).
Harvard Step Up Test bertujuan untuk menilai kapasitas tubuh dalam beradaptasi
terhadap beban kerja berat dan untuk pulih kekondisi semula dari beban kerja yang telah
dilakukan. Tes yang asli dibuat untuk subjek penelitian laki-laki. Namun, dikarenakan tes
harvard banyak digunakan baik dalam pemeriksaan kebugaran tubuh maupun dalam berbagai
penelitian maka tes ini juga dapat dilakukan pada subjek wanita. Tes ini sangat baik
digunakan untuk membedakan kondisi performa latihan yaitu kurang fit, fit dan sangat fit
(Dhanutirto, 1970 cit. Dewi 2005).
2.2. Landasan Teori
Performa latihan adalah kemampuan tubuh melakukan penyesuaian terhadap
pembebenan fisik yang diberikan (dari aktivitas yang dilakukan) tanpa menimbulkan
kelelahan berlebihan. Terdapat 9 unsur yang dapat diukur untuk mengetahuiperforma latihan
seseorang, yaitu daya tahan (endurance), kekuatan otot (muscle strength), daya ledak otot
(muscle explosive power ), kecepatan (speed ), ketangkasan (agility), kelenturan ( flexibility),
keseimbangan (balance), kecepatan reaksi (reaction time), dan koordinasi (coordination).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi performa latihan antara lain : Jenis kelamin,
umur, intensitas latihan, frekuensi latihan, durasi latihan, suplemen, berat badan, dan kondisi
kebugaran. Penelitian ini menjadikan teh hitam sebagai suplemen yang nantinya akan
mempengaruhi performa latihan. Teh hitam mengandung kafein lebih banyak yaitu 150 mg /
250 ml air dibanding dengan kopi yang hanya 100 mg / 250 ml air.
Kafein akan memberikan efek jangka pendek berupa kesegaran, daya pikir cepat,
ketahanan fisik, tidak mengantuk jika diminum dalam jumlah yang wajar.
5/10/2018 BAB II - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/bab-ii-55a0ba51b3365 15/15
2.3. Kerangka Konsep
Gambar1 : Bagan kerangka konseptual Penelitian
Keterangan :
: Faktor yang mempengaruhi
: Variable yang diteliti
2.4. Hipotesis
Terdapat peningkatan performa dengan konsumsi teh hitam (Camellia Sinensis).
Umur
Intensitas latihan
Frekuensi latihan
Durasi latihan
Suplemen
Berat badan kondisi kebugaran
Gaya hidup
Performa latihan
(sebelum minum
teh hitam)
Performa latihan
(setelah minum
teh hitam)
Minum Teh Hitam