bab ii

10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Sirih Merah (Piper crocatum) II.1.1. Pengertian Sirih Merah (Piper crocatum) Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae, tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh berselang- seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah keperakan dan mengkilap. Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki jenis yang beragam, seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih merah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh berselang seling dari batangnya. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fito-kimia yakni alkoloid, saponin, ta-nin dan flavonoid. Sirih merah tumbuh merambat di pagar atau pohon. Ciri khas tanaman ini adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung daun meruncing. Permukaan daun meng-kilap dan tidak merata. Yang mem- bedakan dengan sirih hijau adalah selain daunnya berwarna

Upload: dayoe-thegunners

Post on 28-Jun-2015

610 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Sirih Merah (Piper crocatum)

II.1.1. Pengertian Sirih Merah (Piper crocatum)

Tanaman sirih merah (Piper crocatum) termasuk dalam famili Piperaceae,

tumbuh merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai, yang tumbuh

berselang-seling dari batangnya serta penampakan daun yang berwarna merah

keperakan dan mengkilap. Tanaman sirih mempunyai banyak spesies dan memiliki

jenis yang beragam, seperti sirih gading, sirih hijau, sirih hitam, sirih kuning dan sirih

merah. Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya

merambat dengan bentuk daun menyerupai hati dan bertangkai yang tumbuh

berselang seling dari batangnya. Dalam daun sirih merah terkandung senyawa fito-

kimia yakni alkoloid, saponin, ta-nin dan flavonoid.

Sirih merah tumbuh merambat di pagar atau pohon. Ciri khas tanaman ini

adalah berbatang bulat berwarna hijau keunguan dan tidak berbunga. Daunnya

bertangkai membentuk jantung hati dan bagian ujung daun meruncing. Permukaan

daun meng-kilap dan tidak merata. Yang mem-bedakan dengan sirih hijau adalah

selain daunnya berwarna merah keperakan, bila daunnya disobek maka akan berlendir

serta aromanya lebih wangi.

Sirih merah (Piper crocatum) adalah salah satu tanaman obat potensial yang

sejak lama telah di-ketahui memiliki berbagai khasiat obat untuk menyembuhkan

berbagai jenis penyakit, disamping itu juga memiliki nilai-nilai spritual yang tinggi.

Penelitian terhadap tanaman sirih merah sampai saat ini masih sangat kurang

terutama dalam pengembang-an sebagai bahan baku untuk bio-farmaka. Selama ini

pemanfaatan sirih merah di masyarakat hanya ber-dasarkan pengalaman yang dilaku-

kan secara turun temurun dari orang tua kepada anak atau saudara ter-dekat secara

lisan. Di Jawa, terutama di Kraton Jogyakarta ,  tanaman sirih merah telah

dikonsumsi sejak dahulu untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Bedasarkan

Page 2: BAB II

pengalaman suku Jawa tanaman sirih merah mempunyai manfaat me-nyembukan

penyakit ambeien, ke-putihan dan obat kumur, alkaloid di dalam sirih merah inilah

yang berfungsi sebagai anti mikroba.

Gambar 1. Tanaman sirih merah (Piper crocatum). Warna atas daun hijau dengan warna keperakan.

Warna bawah daun merah

Klasifikasi sirih merah :

Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Piperales

Family : Piperaceae

Genus : Piper

Species : Piper crocatum

Tanaman sirih merah menyukai tempat teduh, berhawa sejuk dengan sinar

matahari 60-75%, dapat tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Bila tumbuh

pada daerah panas, sinar matahari langsung, batangnya cepat mengering. Selain itu ,

warna merah daunnya akan pudar.

II.1.2. Zat-zat Yang Terdapat Pada Sirih Merah

sirih merah mengandung flavonoid, alkaloid senyawa polifenolat, tanin dan

minyak atsiri . Senyawa senyawa di atas di ketahui memiliki sifat antibakteri.

Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara membentuk senyawa kompleks

terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel bakteri .

Page 3: BAB II

Menurut Dwidjoseputro, flavonoid merupakan senyawa fenol sementara

senyawa fenol dapat bersifat koagulator protein. Alkaloid memiliki kemampuan

sebagai antibakteri. Mekanisme yang diduga adalah dengan cara mengganggu

komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel

tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel tersebut . Tanin memiliki

aktivitas antibakteri, secara garis besar mekanisme yang diperkirakan adalah sebagai

berikut : toksisitas tanin dapat merusak membran sel bakteri, senyawa astringent tanin

dapat menginduksi pembentukan kompleks senyawa ikatan terhadap enzim atau

subtrat mikroba dan pembentukan suatu kompleks ikatan tanin terhadap ion logam

yang dapat menambah daya toksisitas tanin itu sendiri .

Sementara menurut Ajizah (2004) tanin diduga dapat mengkerutkan dinding

sel atau membran sel sehingga mengganggu permeabilitas sel itu sendiri. Akibat

terganggunya permeabilitas, sel tidak dapat melakukan aktivitas hidup sehingga

pertumbuhannya terhambat atau bahkan mati. Masduki (1996) menyatakan bahwa

tanin juga mempunyai daya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein, karena

diduga tanin mempunyai efek yang sama dengan senyawa fenolik. Efek antibakteri

tanin antara lain melalui: reaksi dengan membran sel, inaktivasi enzim, dan destruksi

atau inaktivasi fungsi materi genetik.

Minyak atsiri berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses

terbentuknya membran atau dinding sel sehingga tidak terbentuk atau terbentuk tidak

sempurna. Minyak atsiri yang aktif sebagai antibakteri pada umumnya mengandung

gugus fungsi hidroksil (-OH) dan karbonil. Turunan fenol berinteraksi dengan sel

bakteri melalui proses adsorpsi yang melibatkan ikatan hidrogen. Pada kadar rendah

terbentuk kompleks protein fenol dengan ikatan yang lemah dan segera mengalami

peruraian, diikuti penetrasi fenol ke dalam sel dan menyebabkan presipitasi serta

denaturasi protein. Pada kadar tinggi fenol menyebabkan koagulasi protein dan sel

membrane mengalami lisis.

Page 4: BAB II

II.2. Staphylococcus aureus

Klasifikasi S. aureus menurut Bergey dalam Capuccino (1998) adalah :

Kingdom : Monera

Divisio : Firmicutes

Class : Bacilli

Order : Bacillales

Family : Staphylococcaceae

Genus : Staphilococcus

Species : Staphilococcus aureus

Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram Positif, tidak bergerak, tidak

berspora dan mampu membentuk kapsul. (Boyd, 1980), berbentuk kokus dan

tersusun seperti buah anggur (Todar, 2002) sebagaimana terlihat pada gambar 2.4.

Ukuran Staphylococcus berbeda-beda tergantung pada media pertumbuhannya.

Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus memiliki diameter 0,5-1,0

mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya mengandung asam teikoat, yaitu

sekitar 40% dari berat kering dinding selnya. Asam teikoat adalah beberapa

kelompok antigen dari Staphylococcus. Asam teikoat mengandung aglutinogen dan

N-asetilglukosamin. (Boyd, 1980).

Staphylococcus aureus merupakan kuman penyebab penyakit yang sering

terjadi di masyarakat maupun sebagai infeksi nosokomial. Kolonisasi S. aureus

seringkali tidak bergejala dan hidup secara komensal pada hidung manusia S. aureus

dapat menyebabkan penyakit berkat kemampuannya melakukan pembelahan, dan

menyebar luas ke dalam jaringan serta mampu memproduksi bahan ekstra seluler

seperti katalase, koagulase, eksotoksin, lekosidin, toksin eksfoliatif, Toksin Sindroma

Syok Toksik (Toxic Shock Syndrome Toxin), enterotoksin dan enzim lain.

Staphylococcus aureus adalah bakteri aerob dan anaerob, fakultatif yang

mampu menfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,

hyalurodinase, fosfatase, protease dan lipase. Staphylococcus aureus mengandung

lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah. Toksin yang dibentuk

oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa, beta, gamma delta dan apsilon.

Page 5: BAB II

Toksin lain ialah leukosidin, enterotoksin dan eksfoliatin. Enterotosin dan eksoenzim

dapat menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran

pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sehingga daya tahan tubuh akan

menurun. Eksofoliatin merupakan toksin yang menyerang kulit dengan tanda-tanda

kulit terkena luka bakar. (Boyd, 1980; Schlegel, 1994).

Suhu optimum untuk pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35o – 37o C

dengan suhu minimum 6,7o C dan suhu maksimum 45,4o C. Bakteri ini dapat

tumbuh pada pH 4,0 – 9,8 dengan pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH

mendekati 9,8 hanya mungkin bila substratnya mempunyai komposisi yang baik

untuk pertumbuhannya. Bakteri ini membutuhkan asam nikotinat untuk tumbuh dan

akan distimulir pertumbuhannya dengan adanya thiamin. Pada keadaan anaerobik,

bakteri ini juga membutuhkan urasil. Untuk pertumbuhan optimum diperlukan

sebelas asam amino, yaitu valin, leusin, threonin, phenilalanin, tirosin, sistein,

metionin, lisin, prolin, histidin dan arginin. Bakteri ini tidak dapat tumbuh pada

media sintetik yang tidak mengandung asam amino atau protein. (Supardi dan

Sukamto, 1999).

Staphylococcus aureus hidup sebagai saprofit di dalam saluran-saluran

pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan-hewan seperti hidung, mulut dan

tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. Bakteri ini juga

sering terdapat pada pori-pori dan permukaan kulit, kelenjar keringat dan saluran

usus. Selain dapat menyebabkan intoksikasi, S. aureus juga dapat menyebabkan

bermacam-macam infeksi seperti jerawat, bisul, meningitis, osteomielitis, pneumonia

dan mastitis pada manusia dan hewan. (Supardi dan Sukamto, 1999).

II.3. Uji bioaktivitas

Biakan mikroorganisme yang diisolasi dari berbagai sumber seperti dari

pasien sakit, sangat penting untuk diagnosis dan untuk membantu keputusan terhadap

terapi. Determinasi sensitivitas isolat mikroorganisme terhadap zat antimikroba

merupakan satu hal terpenting dalam tugas ahli mikrobiologi klinis.

Sensitivitas biakan sangat mudah ditentukan dengan metoda difusi agar.

Sebuah medium lempeng agar diinokulasi dengan cara penyebaran biakan pada

Page 6: BAB II

permukaan agar. Potongan kertas saring bentuk bundar yang mengandung zat

antimikroba yang berbeda dengan konsentrasi sudah diketahui, ditempatkan di atas

permukaan agar.

Perbedaan konsentrasi zat antimikroba dibuat khusus sehingga ukuran zona

hambat yang dihasilkan sekitar potongan kertas menunjukkan sensitifitas atau

resisten. Sesudah inkubasi adanya zona hambat sekeliling potongan kertas saring

dengan zat yang berbeda dicatat.

II.4. Antibiotika

Klasifikasi antibiotika yang sering dianjurkan dan digunakan adalah

berdasarkan bagaimana kerja antibiotika tersebut terhadap kuman, yakni antibiotika

yang bersifat primer bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat primer bakterisid.

Obat-obat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak

membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung pada daya tahan

tubuh. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, yang secara aktif membasmi kuman.

Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin hanya

terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-pasien dengan

kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-kasus dengan depresi

imunologik tidak boleh memakai antibiotika bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.

Secara klasik selalu dianjurkan bahwa kombinasi antibiotik bakterisid dan

bakteriostatik akan merugikan oleh karena antibiotik bakterisid bekerja pada kuman

yang sedang tumbuh, sehingga kombinasi dengan jenis bakteriostatik akan

memperlemah efek bakterisidnya. Tetapi konsep ini mungkin tidak bisa begitu saja

diterapkan secara luas dalam klinik, oleh karena beberapa kombinasi yang dianjurkan

dalam klinik misalnya penisilin (bakterisid) dan kloramfenikol (bakteriostatik) justru

merupakan alternatif pengobatan pilihan.