bab ii

32
BAB II TINJAUAN TEORITIS A. KONSEP DASAR GASTROENTERITIS 1. Pengertian Gastroenteritis Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999, hal 11) Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya (FKUI,1965). Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995 hal 21). Dari ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroenteritis adalah buang air besar yang tidak normal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi

Upload: arya-ningrat

Post on 07-Dec-2014

199 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Bab ii

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP DASAR GASTROENTERITIS

1. Pengertian Gastroenteritis

Gastroenteritis atau diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak

normal atau bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari

biasanya (Mansjoer Arief dkk, 1999, hal 11)

Gastroenteritis diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau

bentuk tinja yang encer dengan frekwensi yang lebih banyak dari biasanya

(FKUI,1965).

Gastroenteritis adalah inflamasi pada daerah lambung dan intestinal yang

disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang patogen (Whaley & Wong’s,1995

hal 21).

Dari ketiga defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa Gastroenteritis adalah

buang air besar yang tidak normal yang disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit

yang pathogen dimana gejala yang umum terjadi adalah diare (bentuk tinja yang

encer) dalam frekuensi yang lebih banyak dari biasanya.

2. Klasifikasi

Gastroenteritis (diare) dapat di klasifikasi berdasarkan beberapa faktor :

1) Berdasarkan lama waktu :

a. Akut : berlangsung < 5 hari

b. Persisten : berlangsung 15-30 hari

c. Kronik : berlangsung > 30 hari

Page 2: Bab ii

9

8

Page 3: Bab ii

10

2). Berdasarkan mekanisme patofisiologik

a. Osmotik, peningkatan osmolaritas intraluminer

b. Sekretorik, peningkatan sekresi cairan dan elektrolit

3). Berdasarkan derajatnya

a. Diare tanpa dehidrasi

b. Diare dengan dehidrasi ringan/sedang

c. Diare dengan dehidrasi berat

4). Berdasarkan penyebab infeksi atau tidak

a. Infektif

b. Non infeksif

5). Berdasarkan penyebab organik atau tidak

a. Organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,

hormonal, atau toksikologik.

b. Fungsional merupakan bila tidak ditemukan penyebab organik.

Klasifikasi dehidrasi

dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa parameter, yaitu :

1. Berdasarkan jumlah cairan tubuh yang hilang dan keadaan klinis pasien,

dehidrasi dapat diklasifikasikan kedalam 3 kelompok yaitu :

a. Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5 % bb)

Gambaran kliniks : torgor kulit sudah mulai berkurang,suara serak, belum jatuh

dalam persyok.

b. Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8 %bb)

Page 4: Bab ii

11

Gambaran klinis : togor buruk, suara serak, pasien jatuh dalam presyok atau

syok,nadi cepat, napas cepat dan dalam.

c. Dehidrasi berat (hilang cairan 8-10% bb)

Gambaran klinis : kelanjutan dari tanda dehidrasi sedang, kesadaran menurun,

otot-otot kaku., dan sianosis.

2. Berdasarkan bj (berat jenis) plasma

a. Dehidrasi ringan, (bj plasma 1,032 -1,040)

b. Dehidrasi sedang (bj plasma 1,028 -1,032)

c. Dehidrasi berat (bj plasma 1,025 -1,028)

3. Etiologi

1. Faktor infeksi menurut Ngastiah (2005)

a. Infeksi enteral : Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

1) Infeksi bakteri : Vibrio, ecoli, salomonela, shigela, complylobacter,

virginia, aeromonas, dll.

2) Infeksi virus : enterovirus (virus echo, loksicicihie, plyomielitis)

adenovirus, rotavirus, aslecovirus, dll.

3) Infeksi parasit : cacing (oscaris, trichuris, dxyuris, strongloides)

protozoa (eutamoebo hystolitica, glardia lambia,

trichomonashominis) jamur (candida albicaus).

b. Infeksi parenteral : Infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti:

otitis ototis media akut, tonsilitis, broncop, pneumonia,

Page 5: Bab ii

12

ensetalitis, dll. Keadaan ini terutama pada bayi dan anak berumur dibawah 2

tahun.

2. Faktor malabsorbsi

Malabsorbsi karohidrat : disakarida (intoleransi ketosa, maltosa dan

sukrosa) monosakarida (intoleransi glukosa,

fruktosa dan laktosa).

1. Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2. Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada

anak yang lebih besar).(Abdul Latief, 2007, hal 20)

4. Patofisiologi

Menurut Suriadi (2001 hal 15), patofisiologi dari Gastroenteritis adalah

meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan

akibat dari gangguan absorbsi dan ekskresi cairan dan elektrolit yang berlebihan,

cairan sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga ekstraseluler

kedalam tinja, sehingga mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit dan dapat

terjadi asidosis metabolik. Diare yang terjadi merupakan proses dari transpor aktif

akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit ke dalam usus halus, sel

dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan dan

elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan merusak sel mukosa intestinal

sehingga mengurangi fungsi permukaan intestinal. Perubahan kapasitas intestinal

dan terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit. Peradangan akan menurunkan

kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan dan elektrolit dan bahan-bahan

Page 6: Bab ii

13

makanan ini terjadi pada sindrom malabsorbsi. Peningkatan motilitas intestinal

dapat mengakibatkan gangguan absorbsi intestinal.

Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ada 3 macam yaitu:

1. Gangguan Osmotik

Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan

menyebabkan tekanan dalam rongga yang tidak dapat diserap akan menyebabkan

tekanan osmotik dalam rongga usus. Isi rongga usus yang 9 berlebihan akan

merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2. Gangguan sekresi

Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan

terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya

timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.

3. Gangguan motilitas usus

Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk

menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus

menurun akan mengakibatkan bakteri kambuh berlebihan, selanjutnya timbul

diare pula.

Dari ketiga mekanisme diatas menyebabkan :

1. Kehilangan air dan elektrolit (terjadi dehidrasi) yang mengakibatkan gangguan

keseimbangan asam basa (asidosis metabolik hipokalemia)

2. Gangguan gizi akibat kelaparan (masukan kurang, pengeluaran bertambah)

3. Hipoglikemia

4. Gangguan sirkulasi darah

Page 7: Bab ii

14

Secara sederhana skema Patofisiologi terjadinya diare dapat dijelaskan sebagai

berikut:

Cairan ekstraseluler Hilang dengan cepat

Ketidakseimbangan elektrolit

Hilangnya cairan dalam intraseluler

Disfungsi selulere

Syok hipovolemik

Kematian

Skema 2. 1Skema patofisiologi Gastroenteritis

5. Manifestasi Klinis

Menurut Ngastiyah (2005 hal 31), manifestasi klinik penyakit diare antara

lain, gelisah, suhu meningkat, nafsu makan menurun, feses cair dan berlendir,

kadang juga disertai dengan adanya darah. Kelamaan, feses ini akan berwarna

hijau dan asam, anus lecet, dehidrasi, bila menjadi dehidrasi berat akan terjadi

penurunan volume dan tekanan darah, nadi cepat dan kecil, peningkatan denyut

jantung, penurunan kesadaran dan diakhiri dengan syok, berat badan menurun,

Page 8: Bab ii

15

turgor kulit menurun, Mata dan ubun-ubun cekung, dan selaput lendir dan mulut

serta kulit menjadi kering.

6. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi

denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari

tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit abdomen dan

tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung atau tidak, mata: cowong

atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau

basah (Juffrie, 2010, hal 21). Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya

asidosis metabolik. Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat

hipokalemia. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill

dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi (Juffrie, 2010, hal 22).Penilaian

beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu

dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan

menggunakan criteria WHO, Skor Maurice King, dan lain-lain (Juffrie, 2010, hal

22).

7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

Pemeriksaan tinja baik makroskopik maupun mikroskopik dapat dilakukan

untuk menentukan diagnosa yang pasti. Secara makroskopik harus diperhatikan

bentuk, warna tinja, ada tidaknya darah, lender, pus, lemak, dan lain-lain.

Pemeriksaan mikroskopik melihat ada tidaknya leukosit, eritrosit, telur cacing,

parasit, bakteri, dan lain-lain (Hadi, 2002, hal 14).

Page 9: Bab ii

16

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Biddulp and Stace (1999, hal 30) adalah

pengobatan dengan cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.

a. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun

misalnya air gula, sari buah segar, air teh segar, kuah sup, air tajin. Jangan

memberikan air kembang gula, sari buah air dalam botol karena cairan

yang terlalu banyak mengandung gula akan memperburuk diare.

b. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang

mengandung campuran gula dan garam yang disebut larutan dehidrasi oral

( LRO ). LRO ini dibuat dengan mencampurkan sebungkus garam

rehidrasi kedalam 1 liter air bersih.

c. Diare dengan dehidrasi berat memerlukan cairan intravena disamping

LRO. Penatalaksanaan keperawatan menurut Nelson (1999, hal 24) antara

lain :

a. Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan

enterik termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan

penderita.

b. Jas panjang bila ada kemungkinan pencernaan dan sarung tangan bila

menyentuh barang terinfeksi.

c. Penderita dan keluarganya dididik mengenal cara perolehan entero

patogen dan cara mengurangi penularan.

Page 10: Bab ii

17

9. Komplikasi

Radang pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan suhu

tubuh,diare dengan berbagai macam komplikasi yaitu dehidrasi, baik ringan,

sedang atau berat. Selain itu diare juga menyebabkan berkurangnya cairan tubuh

(Hipovolemik), kadar Natrium menurun (Hiponatremia), dan kadar gula dalam

tubuh turun (Hipoglikemik), sebagai akibatnya tubuh akan bertambah lemas dan

tidak bertenaga yang dilanjutkan dengan penurunan kesadaran, bahkan dapat

sampai kematian. Kondisi seperti ini akan semakin cepat apabila diare disertai

dengan muntah-muntah, yang artinya pengeluaran cairan tidak disertai dengan

masukkan cairan sama sekali.

Pada keadaan tertentu, infeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan

perdarahan. Kuman mengeluarkan racun diaregenik yang menyebabkan

hipersekresi (peningkatan volume buangan) sehingga cairan menjadi encer,

terkadang mengandung darah dan lendir. Tindakan yang dapat dilakukan

sebagai terapi

Klasifikasi Dehidrasi :

a. Dehidrasi Ringan

Kehilangan cairan 2 – 5 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor

kulit kurang elastis, suara serak, klien belum jatuh pada keadaan syok.

b. Dehidrasi Sedang

Kehilangan cairan 5 – 8 % dari berat badan dengan gambaran klinik turgor

kulit jelek, suara serak, presyok nadi cepat dan dalam.

Page 11: Bab ii

18

c. Dehidrasi Berat

Kehilangan cairan 8 - 10 % dari berat badan dengan gambaran klinik

seperti tanda-tanda dehidrasi sedang ditambah dengan kesadaran menurun,

apatis sampai,otot-otot kaku sampai sianosis.

Akibat dari diare/kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat

terjadi berbagai komplikasi sebagai berikut :

1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat hipotonik, isotonik dan hipertonik).

2. Renjatan hipovolemik

3. Hipokalemia (dengan gejala metorismus, hipotoni otot, lemah,

bradikardia, perubahanelektrokardiogram).

4. Hipoglikemia

5. Intoleransi sekunder akibat kerusakan vili mukosa usus dan defisiensi

enzim laktosa.

6. Kejang terjadi pada dehidrasi hipertonik.

7. Malnutrisi energy proretin (akibat muntah dan diare jika lama atau kronik

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN DIARE

Dalam asuhan keperawatan pada kasus diare yaitu pengkajian, diagnosa,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

1. Pengkajian pada penyakit diare

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam

melakukan pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan pasien tersebut. Pengumpulan

Page 12: Bab ii

19

data yang akurat dan sistematik akan membantu menentukan status kesehatan dan

pola pertahanan pasien serta memudahkan perumusan diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2000, hal 44) mendefinisikan

diagnosa keperawatan adalah : “Pernyataan yang menjelaskan status kesehatan

atau masalah aktual atau potensial. Perawat menggunakan proses keperawatan

dalam mengidentifikasi dan mensintesa data klinis dan menentukan intervensi

keperawatan, untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah masalah klien

yang ada pada tanggung jawabnya”. Menurut Doenges (1999, hal 43) diagnosa

keperawatan adalah cara mengidentifikasi, memfokuskan, dan mengatasi

kebutuhan spesifik pasien serta respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.

Label diagnosa keperawatan memberi format untuk mengekspresikan bagian

identifikasi masalah dari proses keperawatan.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan

tanda dan gejala-gejala yang ada yakni :

1) Diare berhubungan dengan malabsorbsi usus (doenges, Ed 3 1999 hal 211)

2) Gangguan keseimbangan cairan berhubungan dengan adanya melabsorbsi

usus.

3) Gangguan keseimbangan suhu tubuh hypertermi berhubungan dengan

dehidrasi.

4) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan nafsu makan kurang.

5) Kecemasan berhubungan dengan kurang dari pembelajaran tentang

penyakit.

Page 13: Bab ii

20

6) Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik usus (doenges, Ed 3 1999 hal

211)

7) Potensial/resiko tinggi terjadi infeksi inosokomial berhubungan dengan

BAB yang terus menerus.

8) Gangguan pemenuhan istirahat tidur berhubungan dengan peningkatan

frekwensi BAB.

9) Resiko tinggi kerusakan terhadap integritas kulit berhubungan dengan

iritasi disekitar daerah anus.

10) Nutrisi; perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

gangguan absorbsi nutrient. (doengoes 1999, hal 212)

11) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan

kebutuhan pengobatan. Berhubungan dengan kesalahan interpretasi

informasi. (doengoes 1999, hal 212)

a. Rencana Tindakan / Intervensi

1. Diagnosa Keperawatan 1

Diare berhubungan dengan malabsorbsi usus

Tujuan : meningkatkan fungsi usus, mendekati normal

Intervensi :

a) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik, dan jumlah kaluaran

faces.

b) Tingkatkan tirah baring, dekatkan alat-alat di samping tempat tidur.

c) Mulai lagi pemasukan cairan peroral secara bertahap, tawarkan minuman

jernih,

Page 14: Bab ii

21

d) hindari minuman dingin.

e) Observasi TTV

f) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi

Rasional :

a) membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya episode

penyakit

b) istirahat menurunkan motilitas dan menurunkan laju metabolisme bila

infeksi atau perdarahan adalah komplikasi.

c) Memberikan istirahat kolon dengan menghilangkan atau menurunkan

rangsang makanan atau cairan. Makan kembali secara bertahap, cairan

mencegah keram dan diare berulang.

d) Hipotensi, takikardia, demam dapat menunjukan respon terhadap dan atau

efek kehilangan cairan.

e) Mengobati infeksi suparif lokal.

2. Diagnosa keperawatan 2

Gangguan keseimbangan cairan elektrolit.

Tujuan : Volume cairan teratasi.

Intervensi :

1) Kaji tanda – tanda dehidrasi

2) Beri air gula jika klien muntah

3) Beri sesering mungkin sesuai

4) Penatalaksanaan pemberian infus

Rasional :

Page 15: Bab ii

22

1) Mengetahui penyebab defisit volume cairan sehingga segera melakukan

tindakan.

2) Air gula dapat menekan peningkatan asam lambung.

3) Cairan infus sangat baik, penting bagi yang mengalami defisit volume

cairan karena cairan langsung masuk ke pembuluh darah.

3. Diagnosa Keperawatan 3

Gangguan keseimbangan suhu tubuh hyperthermia.

Tujuan : Keseimbangan suhu tubuh normal.

Intervensi :

1) Observasi vital sign.

2) Beri kompres hangat.

3) Ganti pakaian klien yang tipis dan menyerap keringat.

4) Beri minum banyak

5) Penatalaksanaan pemberian anti piretik.

Rasional

1) Perbaikan vital sign merupakan indikasi dalam menentukan tindakan

selanjutnya.

2) Kompres hangat dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah menyebabkan

terjadinya penguapan sehingga membantu menurunkan suhu tubuh.

3) Baju yang tipis dan menyerap keringat membuat klien merasa cerah

sehingga memberikan kenyamanan pada klien.

4) Obat antipiretik berfungsi untuk menurunkan suhu tubuh.

4. Diagnosa Keperawatan 4

Page 16: Bab ii

23

Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Tujuan :Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi

a. Siapkan makanan dalam keadaan hangat.

b. Beri makan sedikit tapi sering

c. Anjurkan pada klien untuk menghindari makanan yang berasa asam dan

merangsang.

d. BAB tiap hari

e. Beri nutrisi diet lunak

Rasional

a. Makanan yang hangat dapat merangsang selera makan klien.

b. Membantu mengurangi kerja lambung dan usus, peningkatan asupan

nutrisi.

c. Makanan yang berasa asam dan yang mengandung gas akan

meningkatkan pH lambung.

d. Penurunan berat badan akan menunjukkan klien masuk kategori

dehidrasi.

e. Membantu mengurangi beban kerja lambung dan usus.

5. Diagnosa Keperawatan 5

Kecemasan klien

Tujuan :Kecemasan teratasi.

Intervensi

a. Kaji tingkat kecemasan klien

Page 17: Bab ii

24

b. Berikan informasi yang kuat tentang penyakit yang diderita klien.

c. Memberi informasi kepada keluarga tentang pencegahan dan perawatan

diare.

d. Memberikan dorongan spiritual kepada keluarga klien.

Rasional

a. Mengetahui sejauh mana tingkat kecemasan yang dialami oleh klien.

b. Informasi yang kuat akan membantu keluarga menenangkan dan

mengurangi kecemasan.

c. Menambah pengetahuan dalam pencegahan penanganan.

d. Dorongan spiritual memberi ketenangan jiwa dan hati.

6. Diagnosa keperawatan 6

Gangguan rasa nyaman nyeri

Tujuan :Nyeri berkurang atau hilang

Intervensi

1) Kaji tingkat nyeri

2) Observasi tanda-tanda vital

3) Penatalaksanaan pemberian analgetik.

a) Rasional

a. Mengetahui sejauh mana tingkat nyeri mempengaruhi keadaan klien sehingga

memudahkan dalam pemberian intervensi.

b. Vital sign merupakan indikator dalam melakukan tindakan selanjutnya.

c. Analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri.

d. Mengatur posisi klien nyaman/lutut fleksi

Page 18: Bab ii

25

7. Diagnosa Keperawatan 7

Potensial/resiko tinggi terjadi infeksi nosokomial

Tujuan :Infeksi nosokomial tidak terjadi.

Intervensi

1) Bila klien BAB secepatnya dibersihkan.

Rasional

1) untuk mencegah terjadinya penularan pada orang lain.

8. Diagnosa Keperawatan 8

Gangguan pemenuhan istirahat tidur

Tujuan :Kebutuhan istirahat tidur terpenuhi

Intervensi

1) Kaji pola tidur klien

2) Ajar posisi klien sesuai dengan kebutuhan klien.

3) Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman

4) Penatalaksanaan pemberian obat sedatif.

Rasional

1) Mengetahui sejauh mana perubahan pola tidur yang dialami klien.

2) Posisi yang sesuai dengan keinginan klien merangsang untuk tidur.

3) Lingkungan yang tenang dan nyaman membantu klien untuk istirahat.

4) Obat sedatif sebagai obat penenang

9. Diagnosa Keperawatan 9

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit.

Tujuan :Integritas kulit terpelihara dengan baik.

Page 19: Bab ii

26

Intervensi

a. Observasi kemerahan eksplorasi pada daerah kulit.

b. Anjurkan agar selalu menjaga kebersihan daerah bokong dan anus.

Rasional

a. Area ini meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan pengobatan

lebih intensif.

b. Memberikan informasi yang kuat dan menambah pengetahuan klien.

10. Diagnosa 10.

Nutrisi,perubahan kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

malabsorbsi nutrient

Tujuan :menunjukan berat badan yang stabil atau meningkatkan berat

badan sesuai sasaran dengan nilai laboratorium normal dan tidak

ada malnutrisi

intervensi :

1) Timbang berat badan tiap hari

2) Dorong tirah baring dan/pembatasan aktifitas selama fase sakit akut.

3) Anjurkan istirahat sebelum makan

4) Sediakan makanan dengan ventilasi yang baik, lingkungan

menyenangkan, dengan situasi yang tidak terburu-buru.

Rasional

a. Membuktikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan terapi.

Page 20: Bab ii

27

b. Menurunkan kebutuhan metabolik untuk mencegah penurunan kalori dan

simpanan energi.

c. Menenangakan peristaltic dan meningkatkan energi untuk makan.

d. Lingkungan yang menyenangkan menurunkan stres dan lebih kondusif

untuk makan.

11. Diagnosa ke 11

Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi,

prognosis, dan kebutuhan pengobatan.

Tujuan Menyatakan pemahaman proses penyakit, dan pengobatan

Intervensi

a. Tentukan persepsi pasien dan keluarga tentang penyakit

b. Kaji ulang proses penyakit, penyebab/efek hubungan faktor yang

menimbulkan gejalah dan mengidentifikasi cara menurunkan faktor

pendukung.

Rasional

a) Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan

belajar individu.

b) Faktor pencetus/pemberat individu; sehingga kebutuhan pasien untuk

waspada terhadap makanan, cairan, dan faktor pola hidup dapat

mencetuskan gejala.

4. Implementasi

Implementasi adalah adalah inisiatif dan rencana tindakan untuk mencapai

tujuan yang spesifik. Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu pasien dalam

Page 21: Bab ii

28

mencapai tujuan yang ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan,

pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika

pasien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan

keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat terus melakukan pengumpulan

data dan memilih tindakan keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan

pasien, semua tindakan keperawatan dicatat ke dalam format yang telah

ditetapkan oleh institusi (Nursalam, 2001 hal: 63).

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang

rencana perawatan atau mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan

tindakan perawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan pasien.

1. Tujuan evaluasi

1) Menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan.

2) Menilai keefektifitasan rencana atau strategi asuhan keperawatan

1. Hal-hal yang dievaluasi

1) Apakah asuhan keperawatan tersebut efektif.

2) Apakah perubahan perilaku pasien seperti yang diharapkan.

1. Penafsiran hasil evaluasi

1) Tujuan tercapai.

2) Tujuan sebagian tercapai.

3) Tujuan sama sekali tidak tercapai.