bab ii

Download BAB II

If you can't read please download the document

Upload: dewa-putu-tagel

Post on 11-Dec-2014

56 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

bab 2

TRANSCRIPT

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka Penelitian yang dilakukan oleh peneliti akan memiliki keterkaitan dengan penelitian terdahulu. Hal ini dilakukan untuk mengetahui terjadi pengulangan topik bahasan peneliti yang sama. Untuk itu kajian pustaka menjadi sangat penting dipergunakan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan penelitian yang sedang dilakukan dengan peneliti sebelumnya. Kajian pustaka memuat dua hal pokok yaitu deskripsi teoritis tentang objek yang diteliti dan kesimpulan tentang kajian yang antara lain berupa argumentasi. Kajian tersebut dapat dipakai sebagai acuan dan landasan berpijak guna menganalisis data yang dijumpai dalam penelitian yang sedang dilakukan dimana kajian tersebut bukan untuk membantah pandangan-pandangan yang

dikembangkan oleh peneliti sebelumnya. Namun lebih pada bahan pertimbangan dan pembanding yang tentunya masih relevan dengan penelitian yang sedang dilakukan.

1

Menurut Nyoman Yoga Segara; dalam Swadiana (2000 : 8) dalam bukunya yang berjudul Mengenal Barong dan Rangda. menyebutkan bahwa secara etimologi, kata barong berasal dari Bahasa Sanskerta yaitu kata b (h) arwang yang di dalam bahasa Indonesia atau bahasa Melayu sejajar dengan kata beruang yaitu nama seekor binatang yang hidup di benua Asia, Amerika dan Eropa, berbulu tebal dan hitam dengan ekor pendek. Di Indonesia binatang ini hidup di Sumatra dan Kalimantan, sedangkan di Bali beruang hampir tidak pernah dilihat dan jumpai. Kata beruang ini disamakan pula dengan wujud binatang yang lain, seperti: singa, macan, babi ataupun gajah. Kata b (h) arwang sangat dekat maknanya (bersinonim) dengan bahasa Belanda bear yang artinya juga binatang beruang. Istilah binatang beruang mengidentifikasi wujud barong tidak lebih sebagai binatang mythology yang juga sering kita jumpai pada cerita Tantri. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa semua jenis pertunjukan yang menggunakan barong sama sekali tidak sesuai dengan apa yang sesungguhnya dimaksud dengan perkataan barong, bahkan beberapa jenis pertunjukan yang sama sekali tidak ada unsur binatangnya disebut juga Barong. Penelitian ini memberikan kontribusi mengenai asal mula Barong dan bentuk Barong Dalam Kamus Bali Indonesia Tahun 1993 menjelaskan Barong ialah perwujudan binatang mitologi sebagai lambang kebenaran untuk melawan kekuatan yang merusak, banyak macamnya seperti; bangkal, berbentuk babi jantan besar; bangkung, berbentuk induk babi; ket/keket/kekek, barong dengan bentuk binatang mitologis sebagai perwujudan Banaspati Raja. Barong

2

landung adalah barong yang berbentuk manusia tinggi besar (berbeda dari barong yang lain). Yang laki-laki disebut Jero Gede dengan muka yang hitam menyeramkan, sedangkan yang wanita disebut Jero Luh dengan muka berwarna putih atau kuning agak lucu. Terdapat disekitar kota Denpasar. Pendapat lain ada juga yang mengartikan kata Barong berasal dari asal kata ba-ru-ang. Dalam Bahasa Indonesia, huruf u dan a berasimilasi menjadi o, sehingga ru dan a (ng) menjadi ro (ng) yang berarti dua. Rong mengandung makna ruang, jadi dua rong yang dimaksud adalah dua ruang. Pengertian inipun dapat diterima karena pada umumnya Barong mempunyai dua ruang sebagai tempat penarinya atau tempat pemundutnya (bahasa Indonesia : menjunjung) kecuali Barong jenis Blas-blasan dan Barong Landung. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Barong berasal dari plesetan kata bareng-bareng yang dalam bahasa Indonesiannya berarti bersama-sama. Asumsi ini didasarkan pada kenyataan bahwa Barong yang berwujud manusia, raksasa maupun binatang dalam penampilannya tidak dapat dipisahkan dari partisipasi penduduknya yang terdiri dari banyak orang, baik itu Barong yang disakralkan maupun yang khusus di konsumsi untuk hiburan (profan). Pan Putu Budhiartini; dalam Swadiana (2000:9) dalam bukunya yang berjudul Rangda dan Barong Unsur Dualistik mengungkap asal usul umat manusia. Disebutkan bahwa barong artinya = Bar = Bor inilah yang kemudian disebut sebagai poros, karena keberadaannya selalu ada ditengah-tengah serta fungsinya suka ngebor bagian tengah. Ong artinya = O dan NG yaitu O juga menggambarkan sebelum ada apa-apa, ketika itu suasananya kosong, tanpa

3

pangkal dan tanpa ujung, bulat bagaikan bola. Di dalam suasana yang demikian akan kedengaran suara mendengung bagaikan bunyinya huruf NG. Dengan demikian arti dari pada ONG adalah bertujuan untuk menyebut Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan dalam hal ini artinya sama dengan I bapa. Jadi bila menyebut nama barong, berarti kita sedang membicarakan sifat Tuhan dalam wujud I bapa. Lalu I bapa dewanya disebut Bhatara Wisnu. Beliau berfungsi sebagai Dewa pemelihara untuk memelihara kehidupan di atas bumi dan dibawah langit. Kajian ini memberikan kontribusi terhadap peranan Barong Landung di Desa Adat Selat

Subrata (2003) dalam tesisnya yang berjudul Barong Ngelawang Manifestasi Siwa dalam Fungsi Menetralisasi Alam. Yang mengambil tempat penelitian di Desa Tusan Klungkung, menerangkan bahwa Barong yang sakral memiliki daya tarik dan menarik (simpatik) dengan jalan menari lengkap dengan atribut Barong Ngelawang (gambelan, pajeng, kober, dan lain-lain) keliling desa pada waktu Penampahan Galungan, Kuningan, dan Buda Kliwon Pahang. Kajian ini hanya memfokuskan pada Barong Ngelawang yang dipentaskan pada rangkaian perayaan hari raya Galungan dan Kuningan. Kajian ini memberikan kontribusi terhadap fungsi Barong Landung di Desa Adat Selat sebagai berikut: berfungsi sebagai perwujudan Sang Hyang Widhi, sebagai penolak bala, sebagai penyucian, sebagai simbolisme Hindu, dan pelestarian seni budaya. Selain itu Ngelawang bertujuan untuk mnetralisir keadaan alam dari gangguan roh-roh jahat terkait dengan turunnya Sang Kala Tiga menjelang hari raya Galungan dan Kuningan. Dalam perayaan kemenangan dharma dari

4

adharma, masyarakat terbebas dari gangguan bhuta kala, dan dapat melaksanakan persembahyangan dengan khusuk dan hikmat. Kajian ini memberikan kontribusi terhadap fungsi Barong Landung di Desa Adat Selat Suartini (2008) dalam tesis yang berjudul Fungsi Pementasan Barong Bangkal Sebagai Wahana Sradha Bhakti Umat Hindu di Desa Tinggar Sari Buleleng yang memaparkan pementasan Barong Bangkal dari sudut pandang bentuk, fungsi, dan makna pementasan Barong Bangkal tersebut. Pementasan Barong berasal dari status propan hingga berstatus sakral, yang berfungsi sebagai sarana peningkatan Sradha dan Bhakti umat Hindu yang berfungsi sebagai penyucian dan menghilangkan segala macam mala. Kajian ini lebih menekankan pada keberadaan Barong Landung dalam kaitannya dengan peningkatan Sradha dan Bhakti umat Hindu khususnya masyarakat Desa Adat Selat yang merupakan perubahan dari status provan menuju sakral berdasarkan bentuk, fungsi dan makna. Kajian ini memberikan kontribusi mengenai eksistensi Barong Landung di Desa Adat Selat. Melihat paparan kajian pustaka diatas, belum ada yang mengungkap tentang Eksistensi Barong Landung Sebagai Media Komunikasi Di Desa Adat Selat, Abiansemal secara ilmiah. Maka penelitian ini layak diteliti secara ilmiah. Adapun rumusan masalah sebagai berikut: 1) Bagaimana Eksistensi Barong Landung Desa Adat Selat, 2) Apakah Fungsi Barong Landung Desa Selat, 3) Bagaimana Peranan Barong Landung Sebagai Media Komunikasi di Desa Adat Selat. 2.2 Konsep

5

Konsep menurut Redana (dalam Suartini, 2008 : 17) landasan konseptual merupakan pemaparan dari berbagai teori dan hasil penelitian yang relevan dengan masalah yang diteliti. Hal ini penting guna menghindari kekacauan pemahaman terhadap konsep yang akan dipaparkan. Maka berikut ini akan diuraikan tentang konsep yaitu, eksistensi, Barong Landung, dan media komunikasi.

2.2.1

Eksistensi Dalam kamus umum Bahasa Indonesia dijelaskan eksistensi berarti

peranan, kedudukan, dan makna. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud eksistensi adalah keberadaan, adanya, kenyataan. (Tim penyusun, 2000 : 235). Kata eksistensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengandung suatu pengertian adanya (Tim penyusun, 1992 : 257). Kata adanya bila dikaitkan dengan penelitian ini mengandung suatu maksud keberadaan, keberadaan yang dimaksud adalah keberadaan Barong Landung di Desa Adat Selat

2.2.2

Barong Landung Menurut Yoga Segara;dalam Swadiana (2000 : 9) dijelaskan bahwa secara

etimologi kata Barong berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kata B(h)arwang yang dalam bahasa Melayu atau bahasa Indonesia sejajar dengan kata beruang yaitu nama seekor binatang yang hidup di daerah Asia, Amerika dan Eropa, berbulu tebal dan hitam serta ekornya pendek.

6

Pendapat lain juga ada yang menyebutkan bahwa Barong berasal dari urat kata ba-ru-ang. Dalam bahasa Indonesia ada sistem sandi (peluluhan vokal) sehingga u a disandikan menjadi o, sehingga kata ba-ru-ang menjadi kata barong. Rong mengandung makna ruang, rongga. Jadi dengan demikian Barong itu adalah sesuatu yang berisi ruang atau rongga. Sedangkan Landung (bahasa Bali) mengandung arti tinggi. Jadi Barong Landung adalah sesuatu benda yang menyerupai manusia dan dibuat dengan menggunakan ruang atau rongga sebagai tempat untuk mundut. Barong Landung merupakan Barong yang bentuknya lain dengan Barong yang umum di Bali (Barong Ket) yang berbentuk tinggi besar. Wujud Barong Landung ini umumnya ada dua yaitu berwujud laki-laki tinggi besar dan berwarna hitam yang disebut Jero Gede, dan yang perempuan tinggi berkulit putih dan bermata sipit disebut Jero Luh. Demikian juga halnya Barong Landung yang ada di Pura Alasangker Desa Adat Selat terdiri dari dua buah yaitu Jero Gede, dan Jero Luh,

2.2.3. Media Komunikasi Kata media berarti sarana atau saluran yang mendukung (Effendy, 1986 : 6). Kata atau istilah komunikasi (dari bahasa inggris Communication) berasal dari Comunicatus dalam bahasa Latin yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa). Menunjukan pada suatu upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan. Sementara itu, dalam Websters New Colleglate Dictionary edisi tahun (1977 ; dalam Narka, 2007 : 5) antara lain dijelaskan bahwa komunikasi

7

adalah suatu proses pertukaran informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku. Jadi media komunikasi adalah sarana atau saluran yang mendukung suatu proses pertukan informasi diantara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku. 2.3 Landasan Teori Landasan teori merupakan dasar berpijak bagi seorang peneliti dalam mengadakan pembahasan terhadap masalah-masalah yang terjadi secara terurai. Dasar teori yang digunakan sudah tentu ada kaitannya dengan permasalahan itu sendiri. Hal ini dimaksudkan agar dalam penelitian memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Teori adalah suatu aktivitas mental yang berkaitan dengan proses pengembangan gagasan atau pikiran para ilmuan yang menjelaskan mengapa suatu peristiwa itu terjadi. Sehubungan dengan itu ada beberapa unsur yang menjadi bagian dari teori yaitu: konsep-konsep, variabel-variabel, pernyataanpernyataan teoritik dan format-format (Kodiran, 1991 : 1). Kerlinger (dalam Zamroni, 1992 : 1-2) menyatakan teori adalah sekumpulan konsep, definisi dan proposisi yang saling mengkait yang saling menghadirkan suatu tujuan secara sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukan secara spesifik hubunganhubungan diantara variabel-variabel yang terkait dalam fenomena dengan tujuan memberikan eksplanasi dan prediksi atas fenimena tersebut. Gibbs (1972 ; dalam Zamroni, 1992 : 1-2) mendefinisikan teori sebagai suatu kumpulan sistem yang mempunyai kaitan logis, merupakan cermin dari kenyataan yang ada tentang sifatsifat atau cirri-ciri suatu kilas peristiwa atau suatu benda.

8

2.3.1. Teori Simbol Secara etimologi kata simbol berasal dari kata kerja bahasa Yunani sumballo (sumballein) yang berarti berwawancara, merenungkan,

memperbandingkan, bertemu, melemparkan jadi satu, menyatukan (Dibyasuharda, dalam Yudha Triguna, 2000 : 7) Simbol adalah suatu hal atau keadaan yang merupakan pengantaraan pemahaman terhadap objek. Cassirer membedakan antara tanda (sign) dengan simbol (symbol). Tanda adalah bagian dunia fisik yang berfungsi sebagai operator yang memiliki substansial. Simbol adalah bagian dari dunia makna manusia yang berfungsi sebagai designator. Simbol tidak memiliki kenyataan fisik atau substansial, tetapi hanya memiliki nilai fungsional. Simbol hanya hidup selama simbol tersebut mengandung arti bagi kelompok manusia yang besar, sebagai sesuatu yang mengandung milik bersama sehingga simbol menjadi simbol sosial yang hidup dan pengaruhnya menghidupkan (Yudha Triguna : 2000.8-10). Lambang atau simbol adalah suatu tanda yang terbagi menjadi tiga jenis utama yaitu : (1) Ikon yaitu antara lambang dan acuannya merupakan hubungan kemiripan, (2) Indeks yaitu antara lambang dan acuannya ada kedekatan eksistensi, (3) Simbol yaitu suatu lambang sudah terbentuk secara konvensional di kalangan masyarakat yang menggunakannya. Teori ini dipakai membedah permasalahan eksistensi Barong Landung di Desa Adat Selat, merupakan cetusan emosi keagamaan menyangkut sistim keyakinan meliputi nilai dan norma keagamaan sebagai wujud aktivitas kebaktian

9

terhadap tuhan yang dipakai sarana atau peralatan ritual keagamaan oleh masyarakat Desa Adat Selat Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung 2.3.2 Teori Fungsionalisme Struktural Teori fungsionalisme struktural dikembangkan oleh Radcliffe-Brown. Penganut perspektif fungsionalisme-struktural muncul dengan tujuan untuk membangun suatu sistem sosial atau struktur sosial melalui pengkajian terhadap pola-pola hubungan yang berfungsi antara individu-individu, antara kelompokkelompok, dan antara institusi-institusi sosial dalam masyarakat pada suatu kurun masa tertentu. Asumsi dasarnya teori ini bahwa setiap struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang lain. Sebaliknya jika tidak fungsional, struktur itu tidak akan ada atau akan mati. Radcliffe-Brown menganalogikan masyarakat manusia itu dengan struktur organisme yang di dalamnya memberikan integritas dan pengikatan pada bagian-bagiannya menjadi suatu keutuhan. George Ritzer menyatakan bahwa teori fungsionalisme-struktural menekankan kepada keteraturan (order), mengabaikan konflik dan perubahanperubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utama dari aliran fungsionalstruktural yakni : fungsi, disfungsi, fungsi manifes, fungsi laten, dan equilibirium. Suatu institusi atau kegiatan budaya dapat dikatakan fungsional manakala institusi tersebut memberikan andil bagi adaptasi atau penyesuaian sistem tertentu. Suatu institusi dikatakan disfungsi manakala institusi tersebut tidak berfungsi dengan baik serta dapat melemahkan adaptasi. Fungsi manifes dijelaskan oleh Robert Mertton adalah konskwensi objektif yang memberikan sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi sistem yang dikehendaki dan disadari oleh partisipan10

sistem tersebut. Singkatnya, fungsi manifes merujuk kepada adanya benda yang tampak dan bersifat konkrit. Sedangkan fungsi laten adalah konskwensi objektif dari suatu ihwal budaya yang tidak disadari oleh warga masyarakat. Fungsi laten akan menunjuk pada pemaknaan dari suatu kegiatan budaya. Equilibirium adalah kegiatan budaya dimana unsur-unsur atau bagian-bagian yang membangun terjadi suatu keseimbangan. Dia juga mengatakan bahwa melalui teori tersebut masyarakat dianggap sebagai sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Teori ini digunakan untuk membedah fungsi Barong Landung bagi masyarakat Desa Adat Selat.

2.3.3 Teori Religi

Relegi adalah suatu sistem kepercayaan yang dianut oleh masyarakat tradisional. Selain itu dia juga menyatakan bahwa relegi merupakan segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kemauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti roh-roh, dewadewa, yang menempati alam ( Mangkudilaga : 1997.274 ). Dalam sistem relegi terdapat beberapa konsep antara lain : (1) Ilmu Gaib (magic) yakni suatu tindakan manusia untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam alam serta seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya, (2) Mana yakni kekuatan gaib menjadi sebab timbulnya gejala yang tidak dapat dilakukan oleh manusia biasa. Orang yang memiliki mana selalu berhasil dalam usahanya, berkuasa dan mampu memimpin orang lain, (3) Animisme yakni suatu11

bentuk kepercayaan atau keyakinan akan adanya roh-roh dalam benda, (4) Dinamisme yakni keyakinan akan adanya kekuatan sakti yang ada pada benda (Koentjaraningrat,1980 : 59-61). Salah satu teori yang berorientasi pada keyakinan relegi adalah teori yang dikembangkan oleh Edward B. Tylor (1832-1917) yang dituangkan dalam dua jilid buku yaitu : Primitive Culture ; Researches into the Development of Mithology, Philosophy, Religion, Language, Art and Custom (1874) tentang asal mula religi adalah kesadaran manusia akan adanya jiwa. Kesadaran akan faham jiwa disebabkan oleh dua hal yakni :1.

Perbedaan yang tampak pada manusia antara hal-hal yang hidup dengan hal-hal yang mati. Satu organisme pada satu saat bergerak-gerak artinya hidup, namun tidak lama kemudian organisme itu juga tidak bergerak lagi artinya mati. Manusia mulai sadar akan adanya suatu kekuatan yang menyebabkan gerak itu yakni jiwa.

2.

Peristiwa mimpi. Dalam mimpinya manusia melihat dirinya di tempattempat lain (bukan di tempat di mana dia tidur). Manusia mulai dapat membedakan antara tubuh jasmaninya yang ada di tempat tidur dan suatu bagian lain dari dirinya yang pergi ke tempat-tempat lain. Bagian lain itu disebut jiwa (Koentjaraningrat : 1980.48) Menurut Tylor, dalam alam semesta ini penuh dengan jiwa-jiwa yang

merdeka yang bukan disebut soul/jiwa melainkan dinamakan spirit (mahluk halus/roh). Dengan demikian pikiran manusia telah mentransformasikan

12

kesadaran akan adanya jiwa menjadi keyakinan kepada mahluk-mahluk halus. Jiwa alam itu kemudian dipersonifikasikan dan dianggap seperti mahluk-mahluk yang memiliki suatu kepribadian dengan kemauan dan pikiran yang disebut dewadewa alam. Bersama dengan timbulnya susunan kenegaraan dalam masyarakat manusia, timbul pula keyakinan bahwa alam dewa-dewa itu hidup dalam suatu susunan kenegaraan serupa dengan alam mahluk manusia. Susunan yang dimaksud yakni mulai dari dewa yang tertinggi sampai dewa yang terendah pangkatnya. Susunan tersebut kemudian menimbulkan bahwa semua dewa itu pada hakekatnya hanya merupakan penjelmaan dari satu dewa saja yaitu dewa yang tertinggi. Akibat dari keyakinan itu berkembangnya keyakinan kepada Tuhan dan timbul relegi yang bersifat monotheisme sebagai tingkat yang terakhir dalam evolusi relegi manusia (Koentjaraningrat, 1980 : 50) Ahli lain yang menaruh perhatian pada religi adalah J.G. Frazer (18541941) seorang ahli folklor Inggris yang karya-karyanya tentang folklor yang menguraikan asal mula dan evolusi ilmu gaib dan relegi yakni manusia memecahkan soal-soal hidupnya dengan akal dan sistem pengetahuannya, tetapi akal dan sistem pengetahuannya itu ada batasnya. Makin terbelakang kebudayaan manusia, makin sempit lingkaran batas akalnya. Soal-soal hidup yang tidak dapat dipecahkan dengan akal, dipecahkannya dengan magic, ilmu gaib. Menurut Frazer, magic adalah semua tindakan manusia (atau abstensi dari tindakan)untuk mencapai suatu maksud melalui kekuatan-kekuatan yang ada di dalam alam, serta seluruh kompleks anggapan yang ada di belakangnya. Manusia mula-mula hanya mempergunakan ilmu gaib untuk memecahkan soal-soal hidupnya yang ada di

13

luar batas kemampuan dan pengetahuan akalnya. Pada waktu itu religi belum ada dalam kebudayaan manusia. Lambat laun terbukti bahwa banyak dari tindakan magic itu tadi tidak ada hasilnya,maka mulailah ia yakin bahwa alam didiami oleh mahluk-mahluk halus yang lebih berkuasa daripadanya, lalu mulailah ia mencari hubungan dengan mahluk-mahluk halus itu. Dengan demikian timbullah religi. Menurut Frazer memang ada suatu perbedaan besar antar ilmu gaib dengan relegi. Ilmu gaib adalah segala sistem tingkah laku dan sikap manusia untuk mencapai suatu maksud dengan menguasai dan mempergunakan kekuatan-kekuatan dan kaidah-kaidah gaib yang ada di dalam alam. Sebaliknya religi adalah segala sistem tingkah laku manusia untuk mencapai suatu maksud dengan cara menyandarkan diri kepada kamauan dan kekuasaan mahluk-mahluk halus seperti roh-roh, dewa-dewa dan sebagainya yang menempati alam (Koentjaraningrat, 1980 : 53-54) Durkheim menguraikan dasar-dasar relegi yang dibentangkan menjadi lima komponen relegi yakni : (1) emosi keagamaan, (2) sistem keyakinan, (3) sistem ritus dan upacara, (4) peralatan ritus dan upacara, (5) umat agama. Emosi keagamaan yang menyebabkan bahwa manusia mempunyai sikap serba relegi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia. Dalam penelitian ini, teori religi digunakan untuk membedah masalah bagaimana peranan Barong Landung sebagai media komunikasi di Desa Adat Selat, Kecamatan Abiansemal

14

2.4 Model Penelitian Adapun model penelitian yang dapat dilihat dalam bagan 2.1 berikut Bagan 2.1 Model penelitianAGAMA HINDU

SUSILA TATTWA UPACARA

BARONG LANDUNG

GLOBALISASI TRADISI

15

EKSISTENSI/KEBERADAAN BARONG LANDUNG DI DESA ADAT SELAT PERANAN BARONG LANDUNG SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI APAKAH FUNGSI BARONG LANDUNG YANG ADA DI DESA ADAT SELAT

MASYARAKAT DESA ADAT SELAT

Keterangan : = Garis pengaruh = Garis saling mempengaruhi = Harapan yang hendak dicapai Penjelasan : Agama Hindu adalah salah satu agama tertua di dunia yang berasal dari tradisi serta sejarah panjang bangsa India. Agama ini diperkirakan muncul pertama kali sekitar tahun 1800, sebelum masehi di daerah lembah Indus. Kata Indus sendiri berasal dari bahasa Sansekerta. Namun oleh bangsa Persia kuno kata Indus diucapkan menjadi Hindu. Selanjutnya kata Hindu ini menjadi sebutan untuk agama. Pada dasarnya Agama Hindu dalam kehidupan komunitas masyarakat Bali dimana sifat religius atau keagamaan dan peranan lembaga-lembaga

16

tradisional dan sosial cukup penting, seperti halnya, Tatwa, Susila dan Upacara, sangat penting dalam hubungan antar agama dimana Agama harus lebih memahami, menghayati dan mengamalkan agamanya, serta menjaga batas-batas yang telah ditetapkan oleh Agama Hindu. Tatwa adalah kegiatan manusia, khususnya sebagai pengetahuan dan kehendak, yang merupakan kenyataan yang pertama dialami langsung oleh manusia. Susila adalah tingkah laku yang baik dan mulia yang selaras dengan ketentuan-ketentuan Dharma dan Yadnya. Dharma dalam Susila ialah perhubungan yang selaras dan rukun antara sesama manusia dengan semesta alam. Upacara adalah cara-cara melakukan hubungan antara Atman dengan Parama-atman, antara manusia dengan Sang Hyang Widhi serta semua manifestasinya, dengan jalan Yadnya untuk mencapai kesucian jiwa. Bali identik dengan Hindu, karena sebagian besar masyarakat Bali beragama Hindu. Di setiap aktivitas di Bali memang tidak bisa lepas dengan yang namanya seni, maka dari itu Bali dikenal dengan seninya, baik di Indonesia maupun mancanegara, Bali dikenal sebagai tujuan wisata utama yang ada di Indonesia, tidak heran memang kalau Bali dijuluki sebagai pulau surga. Disamping karena seninya yang beragam, pemandangan alamnya masih sangat alami. Para wisatawan lokal maupun mancanegara sangat senang berkunjung ke Bali. Dibalik semua kebanggaan tersebut, Bali dan Agama Hindu harus mampu mempertahankan semua tradisi yang sudah ada sampai kapanpun. Seperti halnya dengan kepercayaan Agama Hindu terhadap keberadaan Barong, khususnya Barong Landung sebagai media komunikasi religius di Desa Adat

17

Selat, Kecamatan Abiansemal kabupaten Badung agar tetap mempertahankan eksistensinya di tengah pengaruh globalisasi jaman sekarang. Maka dari itu peranan Barong Landung sangat mempengaruhi keyakinan masyarakat Desa Adat Selat terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa agar tercapai kebahagiaan lahir dan batin.

18