bab ii 17juli2012
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tawas
Tawas merupakan kristal putih (Gambar 2.1) yang berbentuk gelatin
dan mempunyai sifat yang dapat menarik partikel-partikel lain sehingga berat,
ukuran dan bentuknya menjadi semakin besar dan mudah mengendap. Di
alam bebas tawas dapat ditemukan dalam dua bentuk yaitu bentuk padat dan
cair. Tawas terbentuk dari proses pelapukan batuan yang mengandung
mineral sulfida di daerah vulkanis (sol fatara) atau terjadi di daerah batu
lempung, serpih atau batu sabak yang mengandung pirit (Fe) dan markasit
(FeS2). Kebanyakan tawas dijumpai dalam bentuk padat pada batu lempung,
serpih atau batu sabak. Tawas adalah nama lain dari aluminium sulfat yang
memiliki rumus kimia Al2(SO4)3 (Sukandarrumidi, 2001).
Tawas dikenal sebagai suatu bahan kimia yang sering digunakan
orang untuk proses penjernihan air, yaitu sebagai bahan penggumpal padatan-
padatan yang telarut di dalam air. Tawas adalah ammonium sulfat
(Al2(SO4)3), dan fungsi larutan tawas pada proses perendaman makanan
adalah sebagai berikut:
Al2 (SO4)3 + 6(H2O) 2 Al (OH) 3 + 3 H2SO4
5
6
Tawas (alumunium sulfat) berfungsi mengumpulkan koloid dan
menjernihkan air, pada pH 5,0 sampai dengan 7,5 kelarutan Al (OH)3 sangat
rendah dan membentuk gel sehingga dapat mengendapkan koloid-koloid
(Haribi dan Yusrin, 2005).
Tawas mengandung alumunium yang merupakan logam toksik, dan
masuk ke dalam tubuh manusia kebanyakan bersama makanan atau minuman
atau lewat inhalasi. Alumunium yang terserap oleh darah di dalam
gastrointestinal, akan didistribusikan ke seluruh tubuh pada eryrosit dan
plasma yang akhirnya di ekskresi lewat system penyaringan glomerulus pada
ginjal (Cheung, et al, 2001).
Pada tahun 1993, Tandjung, menemukan bahwa sel sensoris dan sel
penyokong dari ikan Salmonida (Salvenilus fontinalis) di dalam air dengan 5
ppm alumunium mengalami nekrosis, pada konsentrasi 7,5 ppm alumunium
kedua jenis sel tersebut mengkerut dan mati, sehingga terlepas dari jaringan
pengikat.
Ikan tongkol yang direndam dalam larutan tawas sebelum diasap,
teksturnya menjadi lebih kompak, kesat dan keras. Ikan yang direndam
terlebih dahulu pada larutan tawas 10% selama satu jam sebelum diasap,
warnanya lebih putih, konsentrasi senyawa nitrogen volatilnya menurun
sehingga mengurangi bau amis, rasa pahit dan tidak berkurang kadar
proteinnya. Adanya interaksi dengan tawas, maka nilai total volatile nitrogen
yang berkaitan dengan bau amis ikan akan menurun (Nurrahman dan Isworo,
2002). Prinsip penggunaan tawas pada proses perendaman ikan sebelum
diasap, adalah mirip dengan penggunaan garam dapur, yang fungsinya selain
7
menghambat pertumbuhan mikroba, juga untuk membuat ikan menjadi putih
dan kenyal (Haribi dan Yusrin, 2005).
Daging ikan yang direndam terlebih dahulu dengan tawas dengan
konsentrasi mulai 4% sampai dengan 12% dan waktu perendaman yang
berfariasi mulai dari 30 menit sampai dengan 150 menit sebelum diasap,
konsentrasi aluminium per 10 gram daging ikan pada yang sudah dan
sebelum diasap tidak berbeda yaitu sekitar 0,266 sampai dengan 0,413 ppm.
Proses pengasap yang memakan waktu hampir 4 jam, ternyata tidak
mengurangi konsentrasi alumunium di dalam daging ikan. Konsentrasi
alumunium dalam daging ikan tidak bertambah walaupun konsentrasi tawas
dan waktu kontaknya dinaikan. Dalam hal ini terjadi kejenuhan dalam
pengikatan ion alumunium oleh daging ikan (Haribi dan Yusrin, 2005).
Gambar 2.1. Aluminium Sulfate Al2 (SO4) 3 (Cheung, 2001).
2.2 Tawas sebagai Radikal Bebas
Tawas sebagai senyawa radikal bebas merupakan senyawa yang
memiliki satu buah elektron yang tidak berpasangan di struktur terluarnya
8
(Dekker, 1999) (Fessendden, 1986 dalam Yuswantina, 2009). Oleh karena
itu, senyawa ini sangat reaktif terhadap molekul-molekul di sekitarnya. Sifat
senyawa radikal bebas sendiri selalu mendekati molekul yang penuh, untuk
mendonorkan satu buah elektron untuknya (Gambar 2.2). Hal tersebut akan
membuat keadaan semakin tidak baik, karena akan membuat molekul yang
sebenarnya sehat menjadi tidak sehat (Babbs, et al, 1990).
Gambar 2.2. Visualisasi donor-aseptor elektron pada radikal bebas
(Babbs, et al, 1990)
Aktivitas radikal bebas yang meningkat dapat menyebabkan stress
oksidatif (Silalahi, 2001) yang mengakibatkan ketidakseimbangan antara
pembentukan dan penangkapan radikal bebas yang berdampak pada
penurunan aktivitas antioksidan (Kaleem dkk., 2006). Stress oksidatif dapat
memicu terjadinya peroksidasi lemak, denaturasi protein, bahkan kerusakan
DNA (Silalahi, 2001).
9
2.3 Sistem detoksifikasi tubuh terhadap logam toksik
Logam berat dan metaloid dibutuhkan untuk aktifitas biologik dalam
konsentrasi yang sangat rendah oleh sel, dan merupakan unsur yang esensial.
Dengan demikian dapat diketahui ada ion logam yang dalam konsentrasi
tertentu memang dibutuhkan oleh sel ( misalnya Na dan K yang biasanya
ditransport sebagai kation mobil dalam larutan air; Fe, Co, Cu dan
sebagainya, sebagai unsure esensial dalam proses transport elektron), akan
tetapi ada pula ion logam yang bersifat toksik terhadap sel seperti Al, Hg, Pb,
Cd, As dan sebagainya.
Beberapa ion logam berat adalah merupakan kelompok prostetik
enzim oksigenase yang berperan dalam proses oksidasi reduksi. Tetapi dalam
konsentrasi yang tinggi bersifat toksik bagi sel, karena ion-ion logam berat
tersebut bertindak sebagai oksidan dan berikatan dengan molekul organik
seperti DNA dan protein. Di dalam sel ion-ion logam tersebut berikatan
dengan protein seluler dan merubah struktur protein menjadi inaktif. Sistem
detoksifikasi dilakukan dengan cara akumulasi ion-ion logam ke dalam sel
yang diawali dengan pengikatan ion logam pada permukaan sel. Pengikatan
ini terjadi karena ion logam positip terikat pada sisi reaktif muatan negatip
polimer ekstraseluler seperti R – COO – dan PO4 –, kemudian dilanjutkan
dengan transport ion logam ke dalam sitoplasma. Dalam sitoplasma terjadi
akumulasi logam oleh protein pengikat logam yang disebut metalotionin.
Protein pengikat logam tersebut merupakan suatu protein dengan berat
molekul rendah (6, 8 KD) yang terdiri dari suatu rantai polipeptida tunggal
dari beberapa asam amino. Asam amino ini kaya akan sistein yang
10
merupakan protein kelas B -tiol (-SH) yang terikat logam secara kovalen.
Metalotionin ini berperan sebagai sarana detoksifikasi karena menimbun
logam.
2.4 Efek sistem detoksifikasi pada pembuluh darah
Efek biologik merupakan resultante akhir dari sejumlah proses yang
sangat kompleks, yakni interaksi antara fungsi homeostasis dengan zat-zat
asing bagi tubuh termasuk logam berat. Logam berat yang memasuki tubuh
akan terdistribusi sesuai dengan afinitasnya. Logam berat masuk ke dalam
saluran pencernaan dan mengalami proses absorbs yang melibatkan bagian –
bagian orgam pencernaan. Kemudian hasil absorebsi tersebut akan
dimasukkan kedalam pembuluh darah yaitu vena porta masuk ke dalam hati
untuk proses detoksifikasi.proses detoksifikasi yang melibatkan proses
metabolisme, penyimpanan, konjugasi yang selanjutnya disalurkan melalui
pembuluh darah ke ginjal sebagai organ sekresi.
Keterlibatan pembuluh darah dalam proses metabolisme dan
detoksifikasi logam berat sangat banyak. Pembuluh darah menjadi saluran
yang bekerja untuk menyalurkan setiap proses metabolisme dan detoksifikasi.
2.5 Kerusakan pembuluh darah
Pembuluh darah tersusun atas beberapa lapisan – lapisan tunika
intima, tunika media dan tunika adventitia. Dalam lapisan tunika intima
terdapat sel endotel. Dimana pengertian dari sel adalah unit terkecil yang
menunjukkan semua sifat dari kehidupan. Reaksi kimia atau fisika di dalam
11
sel disebut metabolisme yang dikatalisis oleh enzim. Struktur tiap enzim atau
protein apapun dikode oleh DNA yang disebut gen.
Ketika mengalami stres fisiologis atau rangsang patologis, sel
mempunyai kemampuan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya
melalui proses adaptif. Apabila kemampuan adaptif berlebihan sel mengalami
jejas. Dalam batas tertentu bersifat reversibel dan sel kembali ke kondisi
stabil semula. Stres yang berat atau menetap menyebabkan cedera ireversibel
dan sel yang terkena mati.
Semua bahan kimia dapat menyebabkan jejas sel. Bahan tersebut
dapat menyebabkan kerusakan pada tingkat seluler dengan mengubah
permeabilitas membran, homeostasis osmotik, keutuhan enzim atau kofaktor
dan dapat berakhir dengan kematian seluruh organ.
Zat kimia menginduksi cedera sel secara langsung yaitu bergabung
dengan komponen molekuler kritis atau organel seluler. Pada kondisi ini
kerusakan terbesar tertahan oleh sel yang menggunakan, mengabsorpsi,
mengekskresi, atau mengonsentrasikan senyawa. Banyak zat kimia lain yang
tidak aktif secara intrinsik biologis, tetapi pertama kali harus dikonversi
menjadi metabolit toksik reaktif yang kemudian bekerja pada sel target.
Bahan kimia misalnya logam menerima atau mendonor elektron bebas
selama reaksi intrasel sehingga mengkatalisis pembentukan radikal bebas.
Selain pembentukan radikal bebas cedera sel dapat mengaktifkan
kerja siklooksigenase sehingga akan menyebabkan perubahan asam
arakhidonat menjadi prostaglandin dan pembentukan ROS (Radikal Oxygen
Species).
12
Pembentukan ROS dapat meningkatkan modifikasi molekuler
diberbagai jaringan sehingga menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Stres
oksidatif juga dapat mengakibatkan terjadinya kerusakan endotel. Kerusakan
endotel antara lain dipicu oleh produksi •O2 yang bereaksi cepat dengan NO
dan menghasilkan ONOO-. Reaksi tersebut menyebabkan menurunnya
bioaktivitas NO, yang berakibat pada kerusakan endotel (Chatarina, 2001).
Penanda seluler dari kerusakan endotel adalah meningkatnya jumlah
Circulating Endothelial Cells (CEC) (Haubitz, 2004). CEC adalah sel endotel
yang dilepaskan dari dinding endotel dan masuk ke dalam sirkulasi darah
sebagai respon dari kerusakan endotel. CEC merupakan penanda adanya
kerusakan endotel dan disfungsi endotel. (Boos, 2006).
2.6 Antioksidan
Antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu antioksidan
sintetik dan antioksidan alami. Menurut Yuswantina (2009), antioksidan
sintetik merupakan antioksidan yang diperoleh dari hasil reaksi kimia.
Sedangkan antioksidan alami adalah antioksidan hasil ekstraksi bahan alam.
Antioksidan diperlukan untuk menangkal senyawa radikal bebas. Apabila
kadar antioksidan dan senyawa radikal bebas dalam tubuh seimbang, maka
tidak akan menimbulkan penyakit.
Antioksidan bekerja dengan mengikat senyawa radikal bebas dan
memutus proses terjadinya kerusakan sebelum sel mengalami kerusakan.
Dalam tubuh manusia terdapat antioksidan, diantaranya vitamin E, vitamin C,
beta-karotin, selenium, dan lainnya. Namun antioksidan tersebut tidak dapat
13
menangkal senyawa radikal bebas dalam jumlah cukup besar (Prospect,
1995), khususnya dari bahan kimia berbahaya seperti tawas. Oleh karena itu
dibutuhkan antioksidan dalam jumlah besar yang didapat dari luar salah
satunya adalah tomat ranti dan cabai rawit yang merupakan bahan utama dari
sambal. Sambal adalah Indigenous food yang sudah menjadi bagian hidup di
Indonesia dalam menikmati makanan. Terutama penduduk di kota besar
seperti Jakarta, sambal adalah padanan makanan favorit bagi sebagian besar
warganya. Menurut Wahyu Supartono dari Laboratorium Analisa Mutu dan
Standarisasi, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Minat
yang tinggi terhadap sambal ini dipengaruhi iklim tropis yang ada di
Indonesia. Iklim tropis suka sekali makanan pedas karena suhu panas
sedangkan sub tropis lebih suka makan-makanan yang soft dan tanpa berani
eksplorasi bumbu (Wahyu, 2011). Cabai rawit dan tomat ranti selain sebagai
bahan utama sambal yang merupakan indigenous food orang Indonesia,
harganya relatif murah, mudah didapat, mudah tumbuh, dan bisa
dimanfaatkan sebagai penangkal radikal bebas sehingga sangat efektif
keberadaannya. Antioksidan mengikat senyawa radikal bebas sehingga
senyawa radikal bebas tidak lagi memiliki satu elektron bebas dengan cara
antioksidan sebagai pemberi elektron secara cepat ke radikal bebas (Gambar
2.3.).
14
Gambar 2.3. Visualisasi antioksidan mengikat senyawa radikal
bebas (Babbs, et al, 1990).
2.7 Tanaman Tomat Ranti (Lycopersicum pimpinellifolium Mill.) dan
Tanamann Cabai Rawit (Capsicum frutescens L var. Cengek) Sebagai
Antioksidan
2.7.1 Tanaman Tomat Ranti (Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
2.7.1.1 Taksonomi dan Deskripsi Tanaman Tomat Ranti (Lycopersicum
pimpinellifolium Mill.)
Sistematika kedudukan tomat secara botanis (Rukmana, 1994):
Kingdom : Plantae
Divisi : Antophyta
Subdivisi : Angiospermae
Klas : Dicotylodenae
Ordo : Tubiflorae
Sub ordo : Myrtales
Famili : Solanaceae
Genus : Lycopersium
Spesies : Lycopersicon pimpinellifolium (L.) millcurant tomato
15
Tomat berasal dari Amerika tropis, ditanam sebagai
tanaman buah di ladang, pekarangan, atau ditemukan liar pada
ketinggian kurang lebih 1600 m. Tanaman ini tidak tahan hujan,
sinar matahari terik, serta menghendaki tanah yang gembur dan
subur. Tomat tumbuh tegak atau bersandar pada tanaman lain, tinggi
0,5-2,5 m, bercabang banyak, berambut, dan berbau kuat. Batang
bulat, bercabang mulai dari ketiak daun yang berada dekat tanah,
kulit batang berwarna hijau dan berbulu menebal pada buku-
bukunya, berambut kasar warnanya hijau keputihan. Daun tomat
tumbuh didekat ujung dahan atau cabang, daun majemuk menyirip,
letak berseling, bentuk bundar telur sampai memanjang, ujung
runcing, pangkal membulat, helaian daun yang besar tepinya
berlekuk, helaian yang lebih kecil tepinya bergerigi, panjang 10-40
cm, warnanya hijau muda, tangkai daun berbentuk bulat memanjang.
Daun tomat merupakan bunga majemuk, terletak dalam rangkaian
bunga yang terdiri dari atas 4-14 kuntum bunga yang menggantung
pada rangkaian bunga, berkumpul dalam rangkaian berupa tandan,
bertangkai, mahkota berbentuk bintang, warnanya kuning. Buahnya
buah buni, berdaging, kulitnya tipis licin mengilap, beragam dalam
bentuk maupun ukurannya, warnanya kuning atau merah. Bijinya
banyak, pipih, warnanya kuning kecokelatan. Tomat memiliki akar
tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-
putihan yang menyebar ke semua arah hingga kedalaman 30-40 cm
(Puspita, 2008).
16
Tomat ranti (Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
merupakan jenis tomat liar yang berbentuk kecil seperti kelereng.
Jenis tomat ini tahan terhadap hujan dan bersifat tahan panas
(Tugiyono, 2006).
Gambar 2.4. Tomat Ranti (Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
(Tugiyono, 2006).
2.7.1.2 Kandungan Tanaman Tomat Ranti (Lycopersicum
pimpinellifolium Mill.)
Kandungan senyawa dalam buah tomat di antaranya
solanin, saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat, bioflavonoid
(termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, gula (glukosa,
fruktosa), adenin, trigonelin, kholin, tomatin, mineral (Ca, Mg, P, K,
Na, Fe, sulfur, chlorine), vitamin (B1, B2, B6, C, E, niasin).
Kandungan yang terbanyak dalam tomat adalah likopen, yakni
sebesar 56,6%. Tomat juga mengandung senyawa-senyawa fenolat
seperti kuersetin, naringenin, rutin dan asam klorogenat (Andayani,
dkk. 2008).
17
Tabel 2.1. Nilai Gizi Buah Tomat Segar per 100 gram
(Norsanti, 2006)
Zat Gizi Nilai Gizi
Karoten
Thiamin
Ribovlavin
Asam askorbat
Likopen
Protein
Karbohidrat
Lemak
Kalsium
Fosfor
Zat besi
Bagian yang dapat
dimakan
1.500 SI
60 mikrogram
-
40 miligram
11,84 mikrogram
1 gram
4,2 gram
0,3 gram
5 gram
27 gram
0,5 gram
95 %
Tomat yang baik dikonsumsi adalah tomat merah. Tomat
berwarna merah mengandung vitamin C dan vitamin A lima kali
lebih banyak dibandingkan dengan tomat hijau. Semakin matang
tomat, semakin kaya kandungan vitaminnya. Dalam pigmen warna
merah pada tomat lebih banyak mengandung likopen. Pada tomat
merah kadar likopen mendekati 50 mg/kg, sedangkan dalam tomat
kuning hanya 5 mg/kg (Winarsi, 2007). Dalam 100 gram tomat rata-
rata mengandung likopen sebanyak 3-5 mg (Giovannucci, 1999).
L. pimpinellifolium Mill. yang merupakan tomat liar lebih
sering tumbuh pada tempat terbuka sehingga mendapatkan sinar
18
matahari yang lebih banyak. Hal ini menyebabkan kandungan
vitamin C dan likopen lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
tomat yang dibudidayakan pada rumah kaca. Karena tomat ranti
tumbuh secara liar, maka tidak mendapatkan pestisida seperti tomat
yang dibudidayakan, dimana pestisida dapat menghambat
pembentukan antioksidan (Zahra, 2008).
Tidak seperti vitamin C yang akan hilang atau berkurang
apabila buah atau sayur dimasak, lycopene justru akan semakin kaya
pada bahan makanan tersebut setelah dimasak atau disimpan dalam
waktu tertentu. Misalnya, lycopene dalam pasta tomat empat kali
lebih banyak dibanding dalam buah tomat segar. Hal ini disebabkan
lycopene sangat tidak larut dalam air dan terikat kuat dalam serat.
2.7.1.3 Penelitian Tentang Manfaat Tanaman Tomat Ranti
(Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
Tomat ranti (Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
merupakan jenis tomat liar yang memiliki kadar likopen dan vitamin
C lebih tinggi dibandingkan jenis tomat yang lain (Tugiyono, 2006),
yaitu kadar likopen 40 kali lebih tinggi dan vitamin C tiga kali lebih
tinggi dibandingkan jenis tomat yang lain (Roselo, et al., 2000 dalam
Galiana, et al., 2001).
Likopen merupakan pigmen yang disintesis oleh tanaman
dan mikroorganisme, yang memberikan warna merah kekuningan
pada buah dan sayuran, dan termasuk dalam kelompok karotenoid
(Sudardjat dan Gunawan, 2003). Likopen dengan strukturnya yang
19
khas menunjukkan sifat yang unik sebagai antioksidan, berupa
kemampuan mengikat oksigen tunggal dan menangkap peroksida.
Kemampuan mengikat oksigen tunggal 2 kali lebih tinggi daripada
β-karoten dan 10 kali lebih kuat daripada α-tokoferol (Sudardjat dan
Gunawan, 2003).
Likopen sebagai blocking agent, likopen mengeliminasi zat
karsinogenesis dari luar (virus, polusi, radiasi, xenobiotik) dengan
mekanisme antioksidan sehingga stress oksidatif yang terjadi tidak
menyebabkan kerusakan selular maupun genetik. Dalam lingkungan
yang lipofilik, likopen memiliki kemampuan maksimum sebagai
anti spesies oksigen reaktif atau radikal bebas. Likopen juga
ditemukan dapat mencegah kerusakan membran dan kematian sel
limfosit oleh serangan NO2• dua kali lebih efisien dibanding β-
karoten. Tingginya perlindungan terhadap limfosit dari kerusakan
oksidatif yaitu superoksida dan nitrogen dioksida ditemukan pada
orang yang menkonsumsi jus tomat dengan kandungan likopen yang
tinggi (Bohm, et al., 2001).
Ada dua mekanisme kerja dari likopen dalam mencegah
penyakit, yaitu:
a. Melalui kerja oksidatif yakni sebagai antioksidan yang
akan meredam spesies oksigen reaktif dan meningkatkan
potensi antioksidan sehingga mengurangi kerusakan
oksidatif pada lipid (termasuk lipid membran dan
lipoprotein), protein dan DNA.
20
b. Mekanisme non-oksidatif melalui pengaturan fungsi gen,
memperbaiki gap-junction communication, modulasi
hormon dan respon imun atau pengaturan metabolisme
(Asroruddin, 2004).
Tomat bermanfaat untuk mengobati diare, serangan
empedu, gangguan pencernaan, mencegah kolera. Jus tomat secara
klinis efektif dalam menyeimbangkan gangguan liver (Norsanti,
2006). Pada tikus, jus tomat dapat menurunkan kadar serum
kolesterol yang tinggi dan menurunkan jumlah kolesterol di dalam
hati. (Norsanti, 2006).
Likopen mampu menghambat pertumbuhan kanker
endometrial, kanker payudara dan kanker paru-paru pada kultur sel
dengan aktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan α dan β-
karoten (Levy, et al., 1995). Dengan penghambatan senyawa radikal
bebas tersebut, kemungkinan dapat menurunkan risiko terjadinya
kanker. Penelitian di Amerika, laki-laki yang mengkonsumsi
sedikitnya sepuluh porsi buah tomat yang dimasak dalam seminggu
akan menurunkan risiko terkena kanker. Hal ini dimungkinkan
karena adanya likopen, karoten pada tomat yang dipercaya dapat
mencegah timbulnya tumor dan mengurangi resiko terkena penyakit
jantung (Winarsi, 2007).
Likopen bersifat hidrofobik kuat dan lebih mudah larut
dalam kloroform, benzena, heksana, dan pelarut organik lainnya.
Degradasi likopen dapat melalui proses isomerisasi dan oksidasi
21
karena cahaya, oksigen, suhu tinggi, teknik pengeringan, proses
pengelupasan, penyimpanan dan asam. Studi lain menyatakan bahwa
bioavaibilitas likopen dipengaruhi dosis konsumsi dan adanya
karotenoid lain seperti misalnya β-karoten.
Lycopene, salah satu antioksidan alami yang sangat kuat
ternyata terkandung di dalam buah tomat dengan kadar 30-100 ppm
(Bombardelli, 1999).
Tomat yang diproses menjadi jus, saus dan pasta memiliki
kandungan likopen yang lebih tinggi dibandingkan dalam bentuk
segar. Sebagai contoh, jumlah likopen dalam jus tomat bisa
mencapai lima kali lebih banyak daripada tomat segar. Para peneliti
menduga, tomat yang dimasak atau dihancurkan dapat mengeluarkan
likopen lebih banyak, sehingga mudah diserap tubuh. Tidak seperti
vitamin C yang akan hilang atau berkurang apabila buah atau sayur
dimasak, lycopene justru akan semakin kaya pada bahan makanan
tersebut setelah dimasak atau disimpan dalam waktu tertentu.
Misalnya, lycopene dalam pasta tomat empat kali lebih banyak
dibanding dalam buah tomat segar. Hal ini disebabkan lycopene
sangat tidak larut dalam air dan terikat kuat dalam serat.
(Sunarmani, 2008).
2.7.1.4 Sifat Kimia dan Metabolisme Antioksidan Dalam Tomat Ranti
(Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
Likopen merupakan pigmen alami yang disintesis oleh
tanaman dan merupakan senyawa karotenoid, bentuk isomer asiklik
22
dari β-karoten dan tidak memiliki aktivitas sebagai vitamin A
(Agarwal and Rao, 1999). Likopen mempunyai rumus molekul
C40H56 dengan berat molekul 536,85 Da dan titik cair 172°C –
175°C. Struktur kimia likopen merupakan rantai tak jenuh dengan
rantai lurus hidrokarbon terdiri dari tiga belas ikatan rangkap,
sebelas diantaranya ikatan rangkap terkonjugasi, sementara dua
ikatan rangkap sisanya tidak terkonjugasi (Agarwal and Rao, 2000).
Sifat kimia likopen lainnya adalah bentuk kristalnya yang
seperti jarum, panjang, dalam bentuk tepung berwarna kecoklatan.
Likopen bersifat hidrofobik kuat dan lebih mudah larut dalam
kloroform, benzena, heksana, dan pelarut organik lainnya. Degradasi
likopen dapat melalui proses isomerisasi dan oksidasi karena cahaya,
oksigen, suhu tinggi, teknik pengeringan, proses pengelupasan,
penyimpanan dan asam. Penelitian lain menyatakan bahwa
bioavailabilitas likopen dipengaruhi dosis konsumsi dan adanya
karotenoid lain seperti misalnya β-karoten (Johnson et al., 1997).
Ketersediaan biologi (bioavailability) likopen dipengaruhi
oleh bentuk molekul, jumlah likopen dalam makanan, kandungan
matriks bahan makanan, medium lemak atau minyak, efek serat
makanan dan interaksi dengan karotenoid lain. Metabolisme likopen
terjadi bersamaan dengan metabolisme lemak. Di dalam duodenum,
misel yang mengandung likopen masuk ke dalam mukosa sel usus
melalui difusi pasif setelah dicerna oleh lipase pankreas dan diemulsi
garam empedu. Selanjutnya dibawa ke dalam aliran darah melalui
23
system limfatik. Likopen didistribusikan ke jaringan terutama
melalui LDL. Likopen paling banyak kandungannya pada beberapa
jaringan antara lain testis, kelenjar adrenal, hepar dan prostat
(Clinton, 1998).
Likopen merupakan kelompok karotenoid seperti beta
karoten yang bertanggungjawab terhadap warna merah pada tomat.
Likopen dapat melindungi dari penyakit seperti kanker prostat serta
beberapa jenis kanker lain serta penyakit jantung koroner. likopen
dapat meredam oksigen tunggal dua kali lebih baik daripada beta
karoten dan sepuluh kali lebih baik daripada alfa-tokoferol
(Didinkaem, 2006 dalam Purwanto, 2009).
Karotenoid dan polifenol yang terdapat dalam tomat
memiliki kemampuan antioksidan yang dapat memadamkan radikal
bebas. Berdasarkan penelitian Bohm (2001) bahwa tingginya
perlindungan terhadap limfosit dari kerusakan oksidatif yaitu
superoksida dan nitrogen dioksida ditemukan pada orang yang
menkonsumsi jus tomat dengan kandungan likopen yang tinggi
(Kong, 2010).
Mortensen dkk. (1997) dengan memakai teknik radiolisis
mendemontrasikan kemampuan likopen untuk membersihkan radikal
nitrogen dioksida (NO2●), thiyl (RS●) dan sulfonil (RSO2
●). Boileau
et al., (1999) dan Birt et al. (2001) menyatakan baik karotenoid
maupun polifenol yang terdapat dalam tomat memiliki kemampuan
antioksidan yang dapat memadamkan radikal bebas.
24
Hasil penelitian Shi dan Le Maguer (2000) yang
menyebutkan bahwa sifat bioavailability likopen meningkat setelah
pemasakan, jadi produk olahan tomat seperti saus, jus dan saus pizza
memiliki lebih banyak likopen yang bersifat bioavailable
dibandingkan tomat segar. Tsang (2005) menjelaskan bahwa hal ini
disebabkan karena likopen terikat dengan struktur sel tomat dan
perubahan suhu dalam proses pengolahan dapat melepaskan likopen
dari struktur sel tersebut. Stahl dan Sies (1992) menjelaskan bahwa
likopen dalam buah yang belum diproses tersedia dalam bentuk
trans yang merupakan bentuk yang tidak mudah diserap tubuh
(Tanti, 2008). Bioavailabilitas dan absorbsinya meningkat ketika
semua bentuk trans diubah menjadi cis selama proses pengolahan.
Gambar 2.5. Struktur kimia likopen bentuk trans (Olempska,
2006)
2.7.1.5 Interaksi Komponen Antioksidan Dalam Tomat Ranti
(Lycopersicum pimpinellifolium Mill.)
Bioflavonoid berperan mencegah konversi vitamin C
menjadi vitamin C teroksidasi dan likopen akan menstimulasi kerja
enzim antioksidan sehingga terbentuknya peroksidasi lipid dan
MDA semakin sedikit (Kustiningsih, 2007). Regenerasi likopen oleh
vitamin C selama paparan oksidan telah diteliti, yang mana
25
dipercaya merupakan jalur regenerasi dari likopen (Biacs and
Daood, 2000). Dalam interaksi dengan vitamin E, likopen dapat
memperbaiki radikal dari vitamin E (reaksi 1) dan hasil dari reaksi
radikal kation ini akan diperbaiki oleh vitamin C (reaksi 2 dan 3)
(Truscott, 1996).
(1) Likopen + TOH+● → TOH + Likopen+●
(2) Likopen+● + ASCH2 → Likopen + ASCH● + H+
(3) Likopen+●+ ASCH- → Likopen + ASCH-● + H+
2.7.1.6 Pengaruh Tanaman Tomat Ranti (Lycopersicum
pimpinellifolium Mill.) Terhadap aktifitas anti oksidan serum
Lycopene merupakan suatu antioksidan yangt sangat kuat.
Kemampuannya mengendalikan singlet oxygen (oksigen dalam
bentuk radikal bebas) 100 kali lebih efisien daripada vitamin E atau
12500 kali dari pada gluthation. Singlet oxygen merupakan
prooksidan yang terbentuk akibat radiasi sinar ultra violet dan dapat
menyebabkan penuaan dan kerusakan kulit. Selain sebagai anti skin
aging, lycopene juga memiliki manfaat untuk mencegah penyakit
cardiovascular, kencing manis, osteoporosis, infertility, dan kanker
(kanker kolon, payudara, endometrial, paru-paru, pankreas, dan
terutama kanker prostat). Ini semua diakibatkan banyaknya ikatan
rangkap dalam molekulnya (Di Mascio P., Kaiser., dan Sies.,1989).
Sebagai antioksidan, lycopene dapat melindungi DNA, di samping
sel darah merah, sel tubuh, dan hati
26
Mortensen dkk. (1997) dengan memakai teknik radiolisis
mendemontrasikan kemampuan likopen untuk membersihkan radikal
nitrogen dioksida (NO2●), thiyl (RS●) dan sulfonil (RSO2
●). Boileau
et al., (1999) dan Birt et al. (2001) menyatakan baik karotenoid
maupun polifenol yang terdapat dalam tomat memiliki kemampuan
antioksidan yang dapat memadamkan radikal bebas.
2.7.2 Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L var. Cengek)
2.7.2.1 Taksonomi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum
frutescens L var. Cengek)
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Ordo : Solanales
Familia : Solanaceae
Sub Familia : Solanaceae
Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum frutescens L var. Cengek
Cabai rawit (Capsicum frutencens L) adalah spesies yang
paling luas dibudidayakan dan paling penting secara ekonomis, dan
meliputi buah manis dan pedas dengan berbagai bentuk dan ukuran.
Bentuk yang didomistikasi diklasifikasikan sebagai Capsicum
annuum varietas annuum; anggota liarnya adalah Capsicum. annuum
27
varietas aviculare. Tampaknya, spesies ini didometikasi sekitar
wilayahh Meksiko dan Guatemala (Yamaguci, 1999)
Cabai rawit (Capsicum frutescens L) adalah spesies
semidomistikasi yang ditemukan di dataran rendah tropika Amerika.
Selain itu, Asia Tenggara merupakan dikenal sebagai daerah
keragaman sekunder (Yamaguci, 1999)
Varietas Capsicum frutescens menurut Departemen
Kesehatan RI, dibedakan tiga macam :
1) Cabai rawit (cengek leutik)
Ukuran buahnya kecil dan bediri tegak pada tangkainya. Warna
buah muda yaitu hijau dan setelah tua akan berwarna merah.
2) Cabai Domba (cengek bodas)
Ukuran buahnya lebih besar dari cengek leutik. Ketika muda
berwarna putih, dan ketika tua berwarna jingga.
3) Ceplik
Ukurannya buahnya besar, berwarna hijau waktu masih muda
setelah tua berubah menjadi merah.
2.7.2.2 Kandungan Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens L var.
Cengek)
Menurut Setiadi (2006), cabai rawit paling banyak
mengandung vitamin A dibandingkan cabai lainnya. Cabai rawit
segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan cabai rawit
kering mengandung mengandung 1.000 SI. Sementara itu, cabai
hijau segar hanya mengandung 260 vitamin A, cabai merah segar
28
470, dan cabai merah kering 576 SI. Selain untuk sayuran, cabai
mempunyai kegunaan yang lain. Dengan beberapa keunggulan
tersebut, cabai dianggap penting untuk bahan ramuan industri
makanan, minuman maupun farmasi. Malahan, dengan kandungan
vitamin A yang tinggi, selain bermanfaat untuk kesehatan mata,
cabai juga cukup manjur untuk menyembuhkan sakit tenggorokan.
karena rasanya yang pedas (mengandung capsicol‐semacam minyak
atsiri yang tinggi) (Setiadi,2006)
Buahnya mengandung kapsaisin, kapsantin, karotenoid,
alkaloid asiri, resin, minyak menguap, vitamin (A dan C). Kapsaisin
memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat untuk melancarkan
aliran darah serta pemati rasa kulit. Biji mengandung solanine,
solamidine, solamargine, solasodine, solasomine, dan mengandung
capsacidin yang termasuk golongan steroid saponin (Anomin, 2005).
Buah cabai rawit mengandung substansi fenol golongan terpenoid
berupa capsaicin (69%), dihydrocapsaicin (22%),
nordihydrocapsaicin (7%), homocapsaicin (1%), dan
homodihydrocapsaicin. Capsaicin merupakan senyawa golongan
terpenoid terbanyak dan terpenting (German Commission E, 1990
cit Wakhyulianto, 2005).
29
Tabel 2.2. Kandungan Zat Kimia Cabai (mg/100g) (Husna, 2007)
Kandungan Zat Kimia Cabai
Cabai Rawit
Cabai Merah
Cabai Hijau
Cabai Merah Kering
Cabai Jawa
Energi (kal) 103 31 23 311 32
Protein (gr) 4,7 1,0 0,7 15 1,5
Lemak (gr) 2,4 0,3 0,3 6,2 0,4
Karbohidrat
(g
r)
19,9 7,3 5,2 61,8 7,2
Kalsium
(
m
g)
45 29 14 160 31
Fosfor (mg) 85 24 23 370 26
Vit.A (SI) 11,050 470 260 576 500
VIT.C (mg) 70 181 84 50 155
2.7.2.3 Penelitian Tentang Manfaat Kandungan Tanaman Cabai Rawit
(Capsicum frutescens L var. Cengek)
Masyarakat biasa memanfaatkan buahnya sebagai sayuran
dan obat tradisional. Sebagai obat tradisional, buah Capsicum
frutescens dikatakan memiliki efek tonik, stimulan kuat untuk
jantung dan aliran darah, antirheumatik, antikoagulan, antitrombosis,
stomakikum (meningkatkan nafsu makan), rubefacient
(mengakibatkan inflamasi dan kemerahan pada kulit sehingga sering
digunakan sebagai campuran obat gosok), anastetik,
30
antihaemorroidal, dan antiseptik. Efek tersebut sebagian besar
disebabkan oleh capsaisin yang terkandung di dalam buah Capsicum
frutescens (0,1- 1,5%). Capsaisin dikenal memiliki aktivitas
antikanker. Berdasarkan penelitian oleh The American Association
for Cancer Research, capsaisin diduga dapat membunuh sel kanker
prostat dengan menyebabkan terjadinya apoptosis (Mori A, 2006).
Kandungan capsaicin dalam Capsicum frutescens dalam
kadar tertentu dapat bersifat toksik dan menimbulkan ancaman
kesehatan. Ancaman kesehatan tersebut dapat berupa reaksi
inflamasi, gangguan fungsi sel, bahkan sampai kematian sel. Selain
capsaicin, beberapa senyawa yang terkandung dalam buah cabai
rawit adalah alkaloid, flavonoid, dan sterol atau terpenoid (Capsicum
frustescens L. [Online], 2008).
Kapsaisin memberikan rasa pedas pada cabai, berkhasiat
untuk melancarkan aliran darah serta pemati rasa kulit. Kapsisidin
berkhasiat sebagai antibiotik. Rasa pedas di lidah menimbulkan
rangsangan ke otak untuk mengeluarkan endofin yang dapat
menghilangkan rasa sakit dan menimbulkan perasaan lebih sehat.
Hasil penelitian terbaru, cabai rawit dapat mengurangi
kecenderungan terjadinya penggumpalan darah (trombosis),
menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengurangi produksi
kolesterol dan trigliserida di hati (Kim, et al., 2004).
Pada sisitem reproduksi, sifat cabai rawit yang panas dapat
mengurangi rasa tegang dan sakit akibat sirkulasi darah yang buruk.
31
Selain itu, dengan kandungan zat antioksidan yang cukup tinggi
(seperti vitamim C dan beta karoten), cabai rawit dapat digunakan
untuk mengatasi ketidaksuburan (infertilitas), afrodisiak dan
memperlambat proses penuaan (Hwang, 2006).
Cabai rawit dapat digolongkan sebagai sumber vitamin C
yang sangat baik (excellent) (Astawan, M. 2008). Vitamin C menjadi
antioksidan yang penting di cairan ekstrasel, dan mempunyai
aktivitas intraseluler yang baik. Resorbsi vitamin C di usus cepat dan
sempurna (90%) tapi menurun pada dosis diatas 1 gram. Distribusi
ke semua jaringan baik, sebagian besar di kortek ginjal. Dalam darah
sangat mudah dioksidasi secara reversible menjadi dehidroaskorbat
yang hampir sama aktifnya. Sebagian kecil dirombak menjadi asam
oksalat dengan jalan pemecahan ikatan C2 dan C3 (Tjay dan
Raharja, 2002).
Vitamin C merupakan antioksidan paling penting yang
bekerja dalam cairan ekstraseluler karena vitamin ini mempunyai
kelarutan yang tinggi dalam air. Vitamin C mampu berperan sebagai
scavenger radikal bebas dan dapat bereaksi dengan anion
superoksida, radikal hidroksil dan peroksida lipid. Vitamin C mampu
menghambat pembentukan radikal superoksida, radikal hidroksil,
radikal peroksil, oksigen singlet dan hidrogen peroksida. Vitamin C
juga mampu mempertahankan aktivitas enzim glutamat piruvat
transaminase. Oleh karena vitamin C mampu menghambat radikal
bebas maka peran vitamin C menjadi sangat penting dalam menjaga
32
integritas membran sel. Selain itu, vitamin C juga dapat bekerja
secara sinergis dengan vitamin E, yakni dalam hal meregenerasi
vitamin E (Suhartono et al., 2007), selain itu asupan vitamin C
sebesar 1.000 mg dapat memicu tubuh menghasilkan glutation
(Kuncahyo, 2007).
Gambar 2.6. Struktur kimia vitamin C (Guyton and Hall 1997)
Vitamin C merupakan vitamin yang paling mudah rusak.
Salah satu fungsi utama dari vitamin C adalah berperan dalam
Pembentukan kolagen dalam jaringan ikat, Pembentukan gigi,
Metabolisme tirosin, Sintesis neurotransmitters, Penggunaan Fe, Ca,
dan Folasin (Muchtadi, Deddy, 2009). Asam askorbat sangat penting
peranannya dalam proses hidroksilin dua asam amino prolin dan
lisin menjadi hidroksi prolin dan hidroksilisin. Kedua senyawa ini
merupakan komponen kolagen yang penting. Penjagaan agar fungsi
itu tetap banyak dipengaruhi oleh cukup tidaknya kandungan vitamin
C dalam tubuh. Fungsinya adalah dalam proses penyembuhan luka
serta daya tahan tubuh melawan infeksi, penyakit dan stress,
mengoksidasi fenilalanin menjadi tirosin, reduksi ion feri menjadi
fero dalam saluran pencernaan sehingga besi lebih mudah terserap,
melepaskan besi dari tranferin dalam plasma agar dapat bergabung
33
ke dalam ferinitin jaringan, serta pengubahan asam folat menjadi
bentuk aktif asam folinat. Vitamin C juga berperan dalam
pembentukan hormone steroid dari kolestrol. Vitamin C berfungsi
respirasi sel dan kerja enzim yang mekanismenya belum sepenuhnya
dimengerti (Sediaoetama, Achmad Djaeni, 2000).
2.7.2.4 Pengaruh Tanaman Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescens
L var. Cengek)Terhadap aktifitas anti oksidan serum.
Tanaman cabai rawit memiliki kandungan yang unik dan
variatif. Kandungan vitamin C sebagai antioksidan dapat membantu
tubuh dalam proses penyembuhan atau wound healing, begitu pula
pada disfungsi sel endotel.
Kandungan kapsaisin memiliki efek anti oksidan kuat yang
dapat membantu melawan radikal bebas yang bias mengakibatkan
stress oksidatif pada tubuh.