bab i tpp k3

40
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat adalah blok kedelapan belas pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Selalu ada resiko kegagalan pada setiap aktifitas pekerjaan. Saat kecelakaan kerja terjadi seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian. Karena itu sedini mungkin, potensi kecelakaan kerja harus dicegah atau setidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Visi Pembangunan Kesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010 dimana penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperoleh layanan kesehatan yang bermutu 1

Upload: amalia-kharisma

Post on 09-Sep-2015

220 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

BAB I TPP K3

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangKedokteran Komunitas dan Kesehatan Masyarakat adalah blok kedelapan belas pada semester 6 dari Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Selalu ada resiko kegagalan pada setiap aktifitas pekerjaan. Saat kecelakaan kerja terjadi seberapapun kecilnya, akan mengakibatkan efek kerugian. Karena itu sedini mungkin, potensi kecelakaan kerja harus dicegah atau setidaknya dikurangi dampaknya. Penanganan masalah keselamatan kerja dalam sebuah perusahaan harus dilakukan secara serius oleh seluruh komponen pelaku usaha. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untukmenciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan,sehingga dapat melindungi dan bebas dari kecelakaan kerja pada akhirnya dapatmeningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa tetapi juga kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkunganyang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas. Visi PembangunanKesehatan di Indonesia yang dilaksanakan adalah Indonesia Sehat 2010 dimanapenduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, mampu memperolehlayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajatkesehatan yang setinggi-tingginya (Depkes RI, 2002).1.2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana proses Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Pertamina ?

b. Bagaimana cara penanganan apabila terjadi kecelakaan disaat melakukan pekerjaan ?

1.3 Tujuan Tugas Pengenalan Profesi

1.3.1 Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu mengenali Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)1.3.2 Tujuan Khusus

Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu :

a. Mengetahui Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Pertamina

b. Mengetahui Alat pelindung diri pada lingkungan kerja di Pertamina1.4 Manfaat Tugas Pengenalan Profesi

Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai Keselamatan dan Keselamatan Kerja (K3) di PertaminaBAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan lingkungan. OHSAS 18001:2007 mendefinisikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja sebagai kondisi dan faktor yang mempengaruhi atau akan mempengaruhi keselamatan dan kesehatan pekerja (termasuk pekerja kontrak dan kontraktor), tamu atau orang lain di tempat kerja. Dari definisi keselamatan dan kesehatan kerja di atas serta definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dan OHSAS dapat disimpulkan bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah suatuprogram yang menjamin keselamatan dan kesehatan pegawai di tempat kerja.

Mangkunegara (2002) menyatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja difilosofikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya, hasil karya dan budayanya menuju masyarakat makmur dan sejahtera.

Sedangkan pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik jasa maupun industri .

Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan satu upaya pelindungan yang diajukan kepada semua potensi yang dapat menimbulkan bahaya. Hal tersebut bertujuan agar tenaga kerja dan orang lain yang ada di tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat serta semua sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien (Sumamur, 2006).

Menurut Ridley (1983) yang dikutip oleh Boby Shiantosia (2000), mengartikan Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah suatu kondisi dalam pekerjaan yang sehat dan aman baik itu bagi pekerjaannya, perusahaan maupun bagi masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut. Sama halnya dengan Jackson (1999), menjelaskan bahwa Kesehatan dan Keselamatan Kerja menunjukkan kepada kondisikondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan.

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan hidup, dan ma-syarakat sekitar dari bahaya akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak asasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. K3 bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja (zero accident). Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang (Prasetyo, 2009).

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Maka menurut Mangkunegara (2002) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.

b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.

c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizipegawai.

e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.

f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja

Sedangkan menurut Sumamur (2006) tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja yaitu :

1. Agar setiap pekerja mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan perlindungan kesehatan gizi pekerja.

5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian dan partisipasi kerja.

6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.

7. Agar setiap pekerja merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Tujuan dari penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Satria (2008 ) adalah sebagai berikut:

1. Melindungi para pekerja dan orang lain di tempat kerja

2. Menjamin agar setiap sumber produksi dapat dipakai secara aman dan efisien

3. Menjamin proses produksi berjalan lancar.

Sedangkan menurut Rachman (1990) tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.

Tujuannya dapat dirinci sebagai berikut :

1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.

2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.

2.2 Dasar Hukum Penerapan K3 di Tempat Kerja

Perundang-undangan K3 ialah salah satu alat kerja yang sangat penting bagi para Ahli K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) guna menerapkan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Tempat Kerja.

Berikut merupakan kumpulan perundang-undangan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Republik Indonesia yang memuat isi sebagai berikut antara lain :

Undang-Undang K3 :

a. Undang-Undang Uap Tahun 1930 (Stoom Ordonnantie).

b. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

c. Undang-Undang Republik Indonesia No 13 Tahun 203 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah terkait K3 :

a. Peraturan Uap Tahun 1930 (Stoom Verordening).

b. Peraturan Pemerintah No 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Peredaran Pestisida.

c. Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan.

d. Peraturan Pemerintah No 11 Tahun 1979 tentang keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri terkait K3 :

a. Permenakertranskop RI No 1 Tahun 1976 tentang Kewajiban Latihan Hiperkes Bagi Dokter Perusahaan.

b. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Pengangkutan dan Penebangan Kayu.

c. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1978 tentang Penunjukan dan Wewenang Serta Kewajiban Pegawai Pengawas Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Ahli Keselamatan Kerja.

d. Permenakertrans RI No 1 Tahun 19879 tentang Kewajiban Latihan Hygienen Perusahaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja bagi Tenaga Paramedis Perusahaan.

e. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1980 tentang Keselamatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.

f. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

g. Permenakertrans RI No 4 Tahun 1980 tentang Syarat-syarat Pemasangan dan Pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan.

h. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja.

i. Permenakertrans RI No 1 Tahun 1982 tentang Bejana Tekan.

j. Permenakertrans RI No 2 Tahun 1982 tentang Kualifikasi Juru Las.

k. Permenakertrans RI No 3 Tahun 1982 tentang Pelayanan Kesehatan Tenaga Kerja.

l. Permenaker RI No 2 Tahun 1983 tentang Instalasi Alarm Kebakaran Otomatis.

m. Permenaker RI No 3 Tahun 1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pemakaian Asbes.

n. Permenaker RI No 4 Tahun 1985 tentang Pesawat Tenaga dan Produksi.

o. Permenaker RI No 5 Tahun 1985 tentang Pesawat Angkat dan Angkut.

p. Permenaker RI No 4 Tahun 1987 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

q. Permenaker RI No 1 Tahun 1988 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Pesawat Uap.

r. Permenaker RI No 1 Tahun 1989 tentang Kualifikasi dan Syarat-syarat Operator Keran Angkat.

s. Permenaker RI No 2 Tahun 1989 tentang Pengawasan Instalasi-instalasi Penyalur Petir.

t. Permenaker RI No 2 Tahun 1992 tentang Tata Cara Penunjukan, Kewajiban dan Wewenang Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

u. Permenaker RI No 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

v. Permenaker RI No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

w. Permenaker RI No 1 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja dengan Manfaat Lebih Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

x. Permenaker RI No 3 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan.

y. Permenaker RI No 4 Tahun 1998 tentang Pengangkatan, Pemberhentian dan tata Kerja Dokter Penasehat.

z. Permenaker RI No 3 Tahun 1999 tentang Syarat-syarat Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lift untuk Pengangkutan Orang dan Barang.

Keputusan Menteri terkait K3 :

a. Kepmenaker RI No 155 Tahun 1984 tentang Penyempurnaan keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep 125/MEN/82 Tentang Pembentukan, Susunan dan Tata Kerja Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional, Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum RI No 174 Tahun 1986 No 104/KPTS/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi.

c. Kepmenaker RI No 1135 Tahun 1987 tentang Bendera keselamatan dan Kesehatan Kerja.

d. Kepmenaker RI No 333 Tahun 1989 tentang Diagnosis dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.

e. Kepmenaker RI No 245 Tahun 1990 tentang Hari Keselamatan dan Kesehatan Kerja Nasional.

f. Kepmenaker RI No 51 Tahun 1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja.

g. Kepmenaker RI No 186 Tahun 1999 tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja.

h. Kepmenaker RI No 197 Thun 1999 tentang Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.

i. Kepmenakertrans RI No 75 Tahun 2002 tentang Pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No SNI-04-0225-2000 Mengenai Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) di Tempat Kerja.

j. Kepmenakertrans RI No 235 Tahun 2003 tentang Jenis-jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak.

k. Kepmenakertrnas RI No 68 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

Instruksi Menteri terkait K3 :

Instruksi Menteri Tenaga Kerja No 11 Tahun 1997 tentang Pengawasan Khusus K3 Penanggulangan Kebakaran.

Surat Edaran dan Keputusan Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan terkait K3 :

a. Surat keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja RI No 84 Tahun 1998 tentang Cara Pengisian Formulir Laporan dan Analisis Statistik Kecelakaan.

b. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 407 Tahun 1999 tentang Persyaratan, Penunjukan, Hak dan Kewajiban Teknisi Lift.

c. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No 311 Tahun 2002 tentang Sertifikasi Kompetensi Keselamatan dan Kesehatan Kerja Teknisi Listrik.

2.3 Tujuan penerapan K3Penerapan K3(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki bebrapa tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentangKeselamatan Kerja. Di dalamnya terdapat 3 (tiga) tujuan utama dalam Penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja yaitu antara lain :

1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain ditempat kerja.2. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman danefisien.3. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional.Dari penjabaran tujuan penerapan K3 di tempat kerja berdasarkan Undang-Undang nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja di atas terdapat harmoni mengenai penerapan K3 di tempat kerja antara Pengusaha, Tenaga Kerja dan Pemerintah/Negara. Sehingga di masa yang akan datang, baik dalam waktu dekat ataupun nanti, penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di Indonesia dapat dilaksanakan secara nasional menyeluruh dari Sabang sampai Meraoke. Seluruh masyarakat Indonesia sadar dan paham betul mengenai pentingnya K3 sehingga dapat melaksanakannya dalam kegiatan sehari-hari baik di tempat kerja maupun di lingkungan tempat tinggal.

2.4 Ruang lingkup K3

Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna baik fisik, mental maupun social sehingga memungkinkan dapat bekerja secara optimal. Tujuan kesehatan kerja adalah:

1. Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya baik fisik, mental maupun social.

2. Mencegah dan melindungi tenaga kerja dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh konisi lingkungan kerja.

3. Menyesuaikan tenaga kerja dengan pekerjaan atau pekerjaan dengan tenaga kerja.

4. Meningkatkan produktivitas pekerja.

a. Ketentuan Umum

Peraturan kesehatan kerja yang terdapat dalam Undang-undang No.13

Tahun 2003 meliputi tentang pekerjaan anak, wanita, waktu kerja, waktu istirahat.

Berikut uraian materi peraturan kesehatan kerja.

Pekerjaan Anak

Anak adalah setiap orang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun. Undang-undang No.13 tahun 2003 mengatur tentang norma kerja mulai pasal 68, yang mana pasal ini melarang keras pengusaha mempekerjakan anak. Anak dianggap bekerja apabila berada di tempat kerja, kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.

Secara umum larangan mutlak bagi anak untuk melakukan pekerjaan ini adalah tepat, sebab akan terdapat beberapa kerugian atau dampak negative jika anak melakukan pekerjaan, diantaranya adalah :

1. Menghambat atau memperburuk perkembangan jasmani maupun rohani anak.

2. Menghambat kesempatan belajar bagi anak.

3. Dalam jangka panjang perusahaan akan menderita beberapa kerugian apabila mempekerjakan anak, misalnya kwalitas produksi rendah, pemborosan dan lain sebagainya.

Undang-undang No.13 Tahun 2003 lebih lanjut mengatur tentang pekerjaan anak ini sebagai berikut :

a. Bagi anak yang berumur antara 13 sampai dengan 15 tahun diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan social. Pengusaha yang mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan dimaksud harus memenuhi persyaratan :

1) izin tertulis dari orang tua atau wali;

2) perjanjian kerja antara pengusaha dengan orang tua atau wali;

3) waktu kerja maksimal maksimal 3 jam;

4) dilakukan pada siang hari dan tidak mengganggu waktu sekolah;

5) keselamatan dan kesehatan kerja

6) adanya hubungan kerja yang jelas;

7) menerima upah sesuai dengan ketentuan yang berlaku (pasal 69 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003.

b. Anak dapat melakukan pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan oleh pejabat yang berwenang. Pekerjaan tersebut juga dapat dilakukan dengan syarat :

1) diberi petunjuk yang jelas tentang cara pelaksanaan pekerjaan serta bimbingan dan pengawasan dalam melakukan pekerjaan; 2) diberi perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.

c. Anak dapat juga melakukan pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya muncul pada usianya tersebut tidak terhambat. Untuk itu, pengusaha yang mempekerjakan anak dalam pekerjaan yang berkaitan dengan perkembangan minat dan bakat ini, diwajibkan untuk memenuhi persyaratan :

1) di bawah pengawasan langsung dari orang tua atau wali;

2) waktu kerja paling lama tiga jam sehari ;

3) kondisi dan lingkungan kerja tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, social, dan waktu sekolah.

Berkaitan dengan larangan untuk mempekerjakan anak, UU No.13 Tahun 2003 lebih menekankan lagi, siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk. Pekerjaan terburuk yang dimaksud adalah :

a. segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan dan sejenisnya;

b. segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

c. segala pekerjaan yang memafaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotik, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan / atau

d. semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

Dalam pasal 75 UU No.13 Tahun 2003 dijelaskan tentang pekerjaan anak yaitu :

Pemerintah berkewajiban melakukan upaya penanggulangan anak yang bekerja di luar hubungan kerja. Anak yang bekerja di luar hubungan kerja misalnya anak penyemir sepatu atau anak penjual koran dan sebagainya.

Penanggulangan ini dimaksudkan untuk menghapuskan atau mengurangi anak yang bekerja di luar hubungan kerja tersebut. Upaya itu harus dilakukan secara terencana, terpadu, dan terkoordinasi dengan instansi terkait.

Pekerja Perempuan

Mempekerjakan perempuan di perusahaan tidaklah semudah yang dibayangkan. Ada hal-hal yang harus dijadikan bahan pertimbangan, yaitu :

a. para wanita umumnya bertenaga lemah, halus tetapi tekun;

b. norma-norma susila harus diutamakan, agar tenaga-tenaga kerja wanita tersebut tidak terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan negative dari tenaga kerja lawan jenisnya, terutama kalau dikerjakan pada malam hari;

c. para tenaga kerja wanita itu umumnya mengerjakan pekerjaan-pekerjaan halus yang sesuai dengan kahalusan sifat dan tenaganya;

d. para tenaga kerja wanita itu ada yang masih gadis dan ada pula yang telah bersuami atau berkeluarga yang dengan sendirinya mempunyai bebanbeban rumah tangga yang harus dilaksanakannya pula.

Semua itu harus menjadi dasar pertimbangan dalam menentukan norma kerja bagi perempuan. Ketentuan dalam peraturan perundangan tentang norma kerja perempuan yaitu :

1. Pekerja/buruh perempuan yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun dilarang dipekerjakan antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

2. Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 07.00.

3. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh perempuan antara pukul 23.00 sampai dengan 07.00 wajib :

a. memberikan makanan dan minuman bergizi; dan

b. menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja.

c. Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja/buruh perempuan yang berangkat dan pulang bekerja antara pukul 23.00 sampai dengan 05.00.

Waktu Kerja, Mengaso, dan Istirahat (Cuti)

Undang-undang No.13 Tahun 2003 hanya mengenal 2 istilah yaitu waktu kerja dan waktu istirahat. Menurut Iman Supomo dalam hal ini digunakan 3 istilah yaitu waktu kerja, waktu mengaso dan waktu istirahat. Pengertian ketiga istilah itu adalah pertama waktu kerja adalah waktu efektif dimana pekerja/buruh hanya melaksanakan pekerjaannya. Kedua waktu mengaso adalah waktu antara, yaitu waktu istirahat bagi pekerja/buruh setelah melakukan pekerjaan empat jam beturut-turut yang tidak termasuk waktu kerja. Ketiga waktu istirahat adalah waktu cuti, yaitu waktu dimana pekerja/buruh diperbolehkan untuk tidak masuk bekerja karena alasan-alasan tertentu yang diperbolehkan oleh undang-undang. Yang meliputi waktu kerja adalah :

1. 7 (tujuh) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu;

2. 8 (delapan) jam sehari dan 40 (empat puluh) jam seminggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Waktu kerja tersebut harus diselingi waktu mengaso paling sedikit 30 (tiga puluh) menit setelah pekerja/buruh bekerja selama 4 (empat) jam berturut-turut.

Ketentuan waktu kerja tersebut tidak berlaku bagi sector usaha atau pekerjaan tertentu. Mempekerjakan pekerja lebih dari waktu kerja sedapat mungkin dihindari, karena pekerja membutuhkan waktu untuk memulihkan tenaganya dan tentu untuk tetap menjaga kesehatannya. Dalam hal-hal tertentu terdapat kebutuhan yang mendesak, yang harus segera diselesaikan dan tidak dapat dihindari pekerja harus bekerja melebihi waktu kerja. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja melebihi waktu kerja harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :

1. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan;

2. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak tiga jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam satu minggu.

Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh untuk kerja lembur wajib membayar upah kerja lembur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Secara yuridis, waktu istirahat (cuti) bagi pekerja ada empat macam, yaitu istirahat (cuti) mingguan, istirahat (cuti) tahunan, istirahat (cuti) panjang, serta istirahat (cuti) hamil / bersalin dan haid bagi pekerja perempuan, yaitu :

a. Istirahat (cuti) mingguan. Istirahat mingguan ditetapkan satu hari untuk enam hari kerja dalam satu minggu, atau dua hari untuk lima hari kerja dalam satu minggu.

b. Istirahat (cuti) tahunan. Sekurang-kurangnya dua belas hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama dua belas bulan secara terus menerus.

Istirahat (cuti) tahunan ini harus dimohonkan kepada pengusaha, artinya harus ada persetujuan pengusaha. Meskipun cuti tahunan ini adalah hak pekerja, ketentuan permohonan ini dilakukan untuk melihat apakah pekerjaan sedang menumpuk atau tidak. Apabila sedang menumpuk maka pengusaha berhak menangguhkan permohonan cuti pekerja.

c. Istirahat (cuti) panjang. Cuti panjang ini dilakukan sekurang-kurangnya dua bulan dan dilaksanakan pada tahun ketujuh dan kedelapan masingmasing satu bulan bagi pekerja yang telah bekerja selama enam tahun berturut-turut pada perusahaan yang sama, dengan ketentuan pekerja tersebut tidak berhak lagi untuk istirahat (cuti) tahunan dalam dua tahun berjalan.

Selama pekerja cuti tahunan, pekerja diberikan uang kompensasi hak istirahat tahunan kedelapan (setengah) bulan gaji. Bagi perusahaan yang membuat ketentuan tentang cuti tahunan sendiri yang dianggap lebih baik, perusahaan tersebut tidak diperkenankan merubah ketentuan UU No. 13 Tahun 2003.

Pengusaha juga diwajibkan untuk memberikan kesempatan secukupnya kepada pekerja untuk melaksanakan ibadah yang diwajibkan agama.

Istirahat (Cuti) haid, hamil/bersalin. Bagi pekerja wanita yang merasa sakit sewaktu mengalami haid haru membertitahukan kepada pengusaha, dan tidak wajib bekerja untuk hari pertama dan kedua di masa haidnya tersebut.

d. Pekerja wanita berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan setelah melahirkan menurut perhitungan dokter atau bidan.

Bagi pekerja wanita yang mengalami keguguran kandungan berhak untuk istirahat 1,5 (satu setengah) bulan sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

Selama menjalankan istirahat/cuti pekerja tetap berhak menerima upah atau gaji penuh.

Pasal 85 Undang-undang No.13 tahun 2003 menentukan beberapa hal lain yang berkaitan dengan cuti/libur :

1. pekerja/buruh tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi

2. pengusaha dapat mempekerjakan pekerja/buruh untuk bekerja pada harihari libur resmi apabila jenis dan sifat pekerjaan harus dilaksanakan tau dijalankan secara terus menerus atau pada keadaan lain berdasarkan kesepakatan antara pekerja/buruh dengan pengusaha.

3. pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan pada hari libur resmi sebagaimana dimaksud wajib membayar upah kerja lembur.

4. ketentuan mengenai jenis dan sifat pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur dengan Keputusan Menteri.

2.5 Pengenalan Bahaya Di Lingkungan Kerja

HYPERLINK "http://okleqs.wordpress.com/2008/05/23/pengenalan-bahaya-di-lingkungan-kerja/" Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang yang bekerja. Faktor bahaya di lingkungan kerja meliputi faktor Kimia, Biologi, Fisika, Fisiologi dan Psikologi.Bahaya Kimia. Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh: Pernapasan ( inhalation ), Kulit (skin absorption ), Tertelan ( ingestion ). Racun dapat menyebabkan efek yang bersifat akut,kronis atau kedua-duanya. Korosi. Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah bagain tubuh yang paling umum terkena. Contoh : konsentrat asam dan basa , fosfor. Iritasi. Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alat-alat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan oedema ( bengkak ). Contoh : Kulit : asam, basa,pelarut, minyak . Pernapasan : aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide, phosgene, chlorine ,bromine, ozone. Reaksi Alergi. Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau organ pernapasan. Contoh : Kulit : colophony ( rosin), formaldehyde, logam seperti chromium atau nickel, epoxy hardeners, turpentine. o Pernapasan : isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde, nickel.

Asfiksiasi. Asfiksian yang sederhana adalah inert gas yang mengencerkan atmosfer yang ada, misalnya pada kapal, silo, atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit. Contoh :

Asfiksian sederhana : methane, ethane, hydrogen, helium o Asfiksian kimia : carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen cyanide, hidrogen sulphide

Kanker. Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah terbukti pada manusia. Kemungkinan karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas sudah terbukti menyebabkan kanker pada hewan . Contoh:

Terbukti karsinogen pada manusia : benzene ( leukaemia); vinylchloride ( liver angiosarcoma); 2-naphthylamine, benzidine (kanker kandung kemih ); asbestos (kanker paru-paru , mesothelioma); Kemungkinan karsinogen pada manusia : formaldehyde, carbon tetrachloride, dichromates, beryllium

Efek Reproduksi. Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari seorang manusia. Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh aborsi spontan. Contoh :

Manganese, carbondisulphide, monomethyl dan ethyl ethers dari ethylene glycol, mercury. Organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead, thalidomide, pelarut.

Racun Sistemik. Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau sistem tubuh. Contoh :

Otak : pelarut, lead,mercury, manganese Sistem syaraf peripheral : n-hexane,lead,arsenic,carbon disulphide Sistem pembentukan darah : benzene,ethylene glycol ethers Ginjal : cadmium,lead,mercury,chlorinated hydrocarbons Paru-paru : silica,asbestos, debu batubara ( pneumoconiosis )

Bahaya Biologi Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.

Bahaya infeksi Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang potensial mengalaminya a.l.: pekerja di rumah sakit, laboratorium, jurumasak, penjaga binatang, dokter hewan dll. Contoh : Hepatitis B, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella, chlamydia, psittaci Organisme viable dan racun biogenic.

Organisme viable termasukdi dalamnya jamur, spora dan mycotoxins; Racun biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri. Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo bahan pangan, pekerja pada sewage & sludge treatment, dll. Contoh : Byssinosis, grain fever,Legionnaires disease

Alergi Biogenik Termasuk didalamnya adalah: jamur, animal-derived protein, enzim. Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas, proses pengolahan kayu , juga dijumpai di bioteknologi ( enzim, vaksin dan kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma. Contoh : Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dsb.

Bahaya Fisika

Kebisingan Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan seseorang maupun suatu populasi. Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain : jumlah energi bunyi, distribusi frekuensi, dan lama pajanan. Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi, turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance tenaga kerja. Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis. Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim . Contoh : Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.

Getaran Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti: frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus atau intermitten. Metode kerja dan ketrampilan memegang peranan penting dalam memberikan efek yang berbahaya. Pekerjaan manual menggunakan powered tool berasosiasi dengan gejala gangguan peredaran darah yang dikenal sebagai Raynauds phenomenon atau vibration-induced white fingers(VWF). Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan cengkram dan sakit tulang belakang. Contoh : Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

Radiasi Non Mengion Radiasi non mengion antara lain : radiasi ultraviolet, visible radiation, inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio)

.

Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak.

Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit.

Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

Contoh :

Radiasi ultraviolet : pengelasan.

Radiasi Inframerah : furnacesn/ tungku pembakaran Laser : komunikasi, pembedahan .

Pencahayaan ( Illuminasi ) Tujuan pencahayaan :

Memberi kenyamanan dan efisiensi dalam melaksanakan pekerjaan Memberi lingkungan kerja yang aman

Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan.

Keuntungan pencahayaan yang baik : meningkatkan semangat kerja, produktivitas, mengurangi kesalahan, meningkatkan housekeeping, kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.

Bahaya Psikologi

Stress Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap setiap tuntutan atasnya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan, maka hal ini dinamakan stress.

Gangguan emosional yang di timbulkan : cemas, gelisah, gangguan kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika.

Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain : jantung koroner, tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma bronkial, penyakit kulit seperti eksim,dll.

Bahaya Fisiologi Pembebanan Kerja Fisik. Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim, sosial ekonomi dan derajat kesehatan. Pembebanan tidak melebihi 30 40% dari kemampuan kerja maksimum tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari. Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan. Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit, parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

2.6 Pencegahan Gangguan Kesehatan dan Daya Kerja Perlindungan kesehatan kerja meliputi pengaturan tentang pencegahan gangguan-gangguan kesehatan dan daya kerja. Cara-cara mencegah gangguan tersebut adalah :

1. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang lebih bahaya dengan bahan yang krang bahaya atau tidak berbahaya sama sekali.

2. Ventilasi umum, yaitu mengalirkan udara sebanyak menurut perhitungan kedalam ruang kerja, agar kadar dari bahan-bahan yang berbahaya oleh pemasukan udara ini lebih rendah dari pada kadar yang membahayakan, yaitu kadar Nilai Ambang Batas (NAB). 3. Ventilasi keluar setempat (local exhausters), ialah alat menghisap udara di suatu tempat kerja tertentu, agar bahan-bahan yang membahayakan dapat dihisap dan dialirkan keluar. 4. Isolasi, mengisolasi operasi atau proses dalam perusahaan yang membahayakan. 5. Pakaian pelindung, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, dan lain-lain. 6. Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan kesehatan pada calon pekerja untuk mengetahui keserasian antara pekerja dengan pekerjaan yang akan dijalaninya. 7. Pemeriksaan kesehatan berkala, untuk evaluasi apakah penyebab dari gangguan kesehatan yang dialami pekerja. 8. Penerangan sebelum kerja, agar pekerja mengetahui dan mentaati peraturan-peraturan, dan pekerja menjadi lebih berhati-hati. 9. Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kepada pekerja secara kontiniu, maksudnya pekerja tetap waspada dalam menjalankan pekerjaan. Tanggung Jawab Perusahaan Berdasarkan Peraturan Perundangan Materi Undang-undang No.1 Tahun 1970 lebih dominan berisi mengenai hak dan atau kewajiban tenaga kerja dan pengusaha/pengurus dalam pelaksanaan K3, dan kewajiban pengusaha/pengurus adalah :

Pasal 3 ayat 1 : Melaksanakan syarat-syarat keselamatan untuk :

a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan

b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran. Peraturan pelaksananya Kepmenaker RI No. Kep.186/Men/1999 tentang Unit

Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja

c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan

d. Memberikan kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya

e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan

f. Memberikan alat-alat perlindungan diri pada para pekerja. Peraturan pelaksananya Instruksi Menteri Tenaga Kerja No.Ins.2/M/BW/BK/1984 tentang Pengesahan Alat Pelindung Diri. Instruksi Menteri Tenaga Kerja RI No.Ins.05/M/BW/97 tentang Pengawasan Alat Pelindung Diri. Surat

Edaran Dirjen Binawas No.SE.05/BW/1997 tentang Penggunaan Alat Pelindung Diri. Dan Surat Edaran Menteri Dirjen Binawas

No.SE.06/BW/1997 tentang Pendaftaran Alat Pelindung Diri.

g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, gas, dan hembusan

h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan

i. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai. Peraturan pelaksananya diatur dalam Peraturan Menteri Perburuhan No.7 Tahun 1964 tentang Syarat Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.

j. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang cukup

k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup

l. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban

m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya

n. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan penyimpanan barang

o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan

p. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya

q. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaan menjadi bertambah tinggi Pasal 8

Ayat 1 : Pengurus diwajibkan memeriksa kesehatan badan, kondisi mental, dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan kepadanya.

Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

Ayat 2 : Pengurus diwajibkan memeriksa semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur. Peraturan pelaksananya Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per-03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan

Kerja. Selain itu ada juga Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor Per01/Men/1998 tentang Penyelenggaraan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga

Kerja Dengan Manfaat Lebih Baik Dari Paket Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Dasar Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Pasal 9

Ayat 1 : Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang:

a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja

c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya Ayat 2 : Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut diatas.

Ayat 3 : Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

Ayat 4 : Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.

Pasal 10 ayat 1 : Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) guna mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi. Peraturan pelaksananya adalah Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-125/MEN/82 tentang Dewan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Wilayah dan Panitia Pembina Keselamatan dan

Kesehatan Kerja, yang disempurnakan dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja

No. KEP-155/MEN/84. Dan juga Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP04/MEN/87 tentang Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan Kerja.

Pasal 11 ayat 1 : Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja. Peraturan pelaksananya Permenaker RI No. Per.03/Men/1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan. Permenaker RI No.

Per.04/Men/1993 tentang Jaminan Kecelakaan Kerja.

Pasal 14 pengurus diwajibkan :

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat-syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai undang-undang ini dan semua peraturan pelaksananya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli kselamatan kerja.

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja.

Peraturan pelaksana dari ketentuan pasal-pasal UU RI No.1 Tahun 1970 (pasal 15 ayat 1 UU RI No.1 Tahun 1970). UU RI No.1 Tahun 1970 masih bersifat umum (lex generalist), peraturan pelaksananya dijabarkan secara teknis dan rinci dalam bentuk PP, Keppres, Permenaker, Kepmenaker, SE Menaker dan Kepdirjen Binwasnaker Depnakertrans RI.

Pelanggaran terhadap peraturan pelaksana UU No.1 Tahun 1970 (peraturan perundangan K3) dapat memberikan ancaman pidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.100.000,00 (seratus ribu rupiah) sebagaimana ditetapkan pada pasal 15 ayat 2

UU RI No.1 Tahun 1970. Ancaman pidana ini tidak akan membuat efek jera bagi pengusaha yang melanggar UU No.1 Tahun 1970 (termasuk peraturan pelaksananya) dilihat dari masa hukuman kurungan begitu singkat dan denda uang yang dikenakan terlalu sedikit mengingat dimungkinkan banyak tenaga kerja pada satu tempat kerja (perusahaan) yang mengalami cidera berat bahkan kematian serta menderita penyakit akibat kerja.

Tidak adil apabila masalah K3 ini hanya dilimpahkan kepada perusahaan / pengusaha saja. Karena masalah K3 juga merupakan tanggung jawab pekerja sebagai objek dari K3 ini. Untuk itu pekerja juga memiliki hak dan kewajiban terkait dengan K3 ini yaitu :

a. Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai Pengawas / Ahli K3

b. Memakai alat-alat pelindung diri

c. Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan

d. Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan

e. Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan dimana syarat-syarat K3 dan alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan

Pertamina Plaju Jl. Jend. A. Yani No. 1247/ Plaju Palembang 30264 3.2 Waktu Pelaksanaan

Hari dan Tanggal :

Jam :

3.3 Subjek Tugas Mandiri

Meninjau pelaksanaan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Pertamina

3.4 Langkah Kerja

1. Membuat proposal

2. Melakukan konsultasi kepada pembimbing Tugas Pengenalan Profesi

3. Meminta izin kepada petugas Pertamina

4. Meninjau pelaksanaan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

5. Mengumpulkan hasil kerja lapangan untuk mendapatkan suatu kesimpulan

6. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi dari data yang sudah didapatDAFTAR PUSTAKA

Sumamur. 2006. Hygene Perusahaan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung. Depkes RI Pusat Kesehatan Kerja. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Depkes RI. Tim Hiperkes. 2004. Peraturan perundang undangan Hiperkes dan keselamatan kerja. Semarang : Balai Hiperkes Jawa Tengah. Supardi & Sukanto. 2004. Teori Kinerja Karyawan. Jakarta:Rineka Cipta.

Mangkunegara, Anwar Prabu. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya

26