laporan tpp bebuahan utuh

21
Laporan Praktikum Hari/tanggal: Selasa, 18 Maret 2015 Teknik Penyimpanan dan Golongan : P4 Penggudangan Dosen : Dr. Ir. Sugiarto, M.Si Asisten : M. Salman Alfarisi F34100049 Dedi Abdul Syukur F34100065 PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUH Disusun Oleh : Ajeng Nur Aulia F34130123 Rahmatunnisa F34130126 Dwitiyo Derajat F34130128

Upload: ajeng-nur-aulia

Post on 20-Dec-2015

336 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

laporan TPP

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan TPP Bebuahan Utuh

Laporan Praktikum Hari/tanggal: Selasa, 18 Maret 2015

Teknik Penyimpanan dan Golongan : P4

Penggudangan Dosen : Dr. Ir. Sugiarto, M.Si

Asisten :

M. Salman Alfarisi F34100049

Dedi Abdul Syukur F34100065

PENYIMPANAN BEBUAHAN UTUH

Disusun Oleh :

Ajeng Nur Aulia F34130123

Rahmatunnisa F34130126

Dwitiyo Derajat F34130128

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2015

Page 2: Laporan TPP Bebuahan Utuh

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Komoditi dan produk hasil pertanian sangat mudah mengalami perubahn fisik akibat berbagai penanganan yang dilakukan. Salah satu penangananyang dilakukan adalahproses penyimpanan. Ini merupakan bagian penting dalam penanganan hasil pertanain. Hal ini disebabkan oleh sifat bahan pertanian yang rentan terhadap faktor-faktor lingkungan dan cenderung mengalami penurunan mutu setelah panen karena pada umumnya bahan pertanian brsifat mudah rusak. Bahan pertanian setelah dipanen akan mengalami perubahan-perubahan fisiologis disertai dengan perubahan fisik, kimia dan mikrobiologi. Kerusakan buah akibat respirasi yang terus berlanjut setelah pemetikan saat panen. Pematangan terus berlangsung hingga bahan pertanian ini menjadi layu dan tidak dapat dimakan. Salah satu cara mempertahankan kualitas atau menghambat laju penurunan mutu hasil pertanian adalah dengan menerapkan sistem pengemasan serta kondisi penyimpanan yang benar.

Oleh karena itu dalam industri dibutuhkan suatu penanganan khusus dan tepat untuk mencegah terjadinya kerusakan baik fisik, kimia, maupun biologis. Melalui bidang ilmu penyimpanan ini akan mempelajari cara-cara penanganan yang benar akan produk pasca panen hortikultura khususnya pada komoditi buah jeruk dan tomat.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengidentifikasi perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh kemasan terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh suhu terhadap perubahan mutu bebuahan selama penyimpanan, mengidentifikasi pengaruh penanganan pra penyimpanan terhadapperubahan mutu bebuahan selama penyimpanan dan menentukan kondisi penyimpanan yang sesuai untuk komoditi bebuahan.

Page 3: Laporan TPP Bebuahan Utuh

METODE

Alat dan bahan

Peralatan yang digunakan dalam praktikum kali ini gelas piala, gelas ukur, corong, pipet, titar, colorter colormeter, penetrometer, refraktrometer, plastik perforated hdpe, dan plastik ldpe dengan lubang berjarak 5cm. Sedangkan bahan yang digunakan adalah buah jeruk dan tomat.

Metodologi

Mulai

bebuahan utuh dengan ukuran dan jenis yang sama disiapkan

Semua komoditi dibagi rata untuk ditanangani pra penyimpanan berupa dicuci dengan air, dicuci dengan detergen, dan tanpa

penanganan apapun

Masing-masing komoditi yang telah ditangani pra penyimpanan dibagi secara merata untuk dikemas dengan plastik perforated HDPE, kantong plastik LDPE dengan lubang berjarak 5 cm, dan plastik LDPE.

Semua komoditi yang telah dikemas dibagi secara merata untuk diletakkan di tempat penyimpanan berupa ruang dan lemari es.

Amati perubahan mutunya sebanyak 2 kali setiap minggunya berupa susut bobot, perubahan warna, pH, dan sensori

Selesai

Page 4: Laporan TPP Bebuahan Utuh

PEMBAHASAN

Hasil Pengamatan

[Terlampir]

Pembahasan

Keras atau lembeknya sesayuran atau bebuahan dipengaruhi oleh proses degradasi komponen-komponen penyusun dinding sel dengan kata lain tingkat kematangan, suhu, tempat penyimpanan, respirasi, transpirasi. Menurut Wills et al. (1981), pada saat penyimpanan, buah akan mengalami proses pematangan. Seiring dengan perubahan tingkat ketuaan dan kematangan, pada umumnya buah-buahan mengalami serangkaian perubahan komposisi kimia maupun fisiknya. Rangkaian perubahan tersebut mempunyai implikasi yang luas terhadap metabolisme dalam jaringan tanaman tersebut. Diantaranya yaitu perubahan kandungan asam-asam organik, gula, kekerasan, dan lain sebagainya.

Transpirasi atau penguapan jumlah air merupakan penyebab kerusakan paling sering terjadi pada komoditas buah-buahan terutama susut bobot buah. Proses ini juga akan menyebabkan penurunan kualitas ketampakan (appearance), kualitastekstur buah, flacidity, limpness, dan penurunan kandungan nilai gizi. Kecepatan proses transpirasi ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal komoditas buah (sifat morfologi dan anatomi buah, rasio luas permuakaan dan volume buah,ada-tidaknya cacat/luka, dan tingkat kematangan) dan faktor eksternal (temperatur ruangan, kelembaban udara, sirkulasi udara, dan tekanan atmosfer). Untuk mengurangi kecepatan proses transpirasi tersebut, maka dapat dilakukan dengan cara melapisi kulit buah dengan lilin (waxing) ataupun edible film atau penyimpanan buah pada kondisi yang kelembabannya cukup tinggi (85– 95%)(Zulkarnaen 2009).

Kekerasan buah merupakan fungsi dari dinding sel yang merupakan komponen struktural yang mengelilingi setiap sel tanaman. Dalam proses pemasakan buah terdapat yang bernama softening fruit dan ripening fruit, yaitu salah satu prosesdalam pelunakan buah. Jika buah mengalami pemasakan, maka buah tersebut akanmengalami pelunakan juga. Proses pemasakan atau pelunakan ini berhubungan dengan dinding sel yang terdapat dalam sel buah-buahan, dimana komposisi dinding sel adalah sebagian besar polisakarida (Winarno 1992).

Dinding sel bersifat kuat sehingga untuk memudahkan dalam pelunakan, diperlukan enzim yang berperan dalam hidrolisis. Berbagai enzim yang terlibatdalam degradasi dinding sel disintesis dalam buah, diantaranya selulase untuk memecah selulosa, poligalakturonase (PG) dan pektin metilesterase (PME)

Page 5: Laporan TPP Bebuahan Utuh

yang mendegradasi pektin. α-Arabinosidase untuk memodifikasi dinding sel selama ripening dan softening. β-Galactosidase yang bekerja pada saat ripening fruit didinding sel. Bagian yang mengalami perubahan adalah hilangnya residu galaktosil pada polimer dinding sel. Selain itu, ada gen yang berperan juga dalam proses ripening fruit dan softening fruit, yaitu Expansin (Suharto 1991). Gen ini berperan merusak ikatan hidrogen pada polimer dinding sel.

Kenaikan kadar gula dalam buah disebabkan oleh proses pemecahan polisakarida menjadi gula (sukrosa, glukosa, fruktosa) yang terjadi pada periode pasca panen. Penyusunan sukrosa memerlukan bantuan zat pembawa fosfat yaituUTP (uridin tripospat). Reaksi antara UTP dengan glukosa-1-fosfat menghasilkanuridin dipospoglukosa (UDPG) dan piro-fosfat. UDPG dapat juga mengadakanreaksi dengan fruktosa-6-fosfat yang akan menghasilkan sukrosa-fosfat. Kemudian enzim fosfatase akan mengubah sukrosa-fosfat menjadi sukrosa. Selanjutnya pemecahan sukrosa dengan bantuan enzim sukrosa akan membentuk glukosa danfruktosa (Dwijoseputro 1986).

Menurut Blanco (1992), kandungan vitamin C tertinggi pada buah umumnya terdapat pada mesocarp. Selain itu kandungan vitamin C pada anatomi buah juga terdapat pada pericarp dan exocarp. Beberapa buah memiliki kandungan vitamin C tertinggi di exocarp seperti buah apel. Vitamin C sendiri pada tumbuhan merupakan metabolit sekunder, karena terbentuk dari glukosa melalui jalur asam D-glukoronat dan L-gulonat (Manitto 1981).

Susut bobot sendiri dipengaruhi beberapa faktor, yakni suhu, penguapan kadar air, kelembaban dan lama penyimpanan. Penguapan tersebut dapat diakibatkan karena panas atau keluar ketika terjadi respirasi dan uap air tersebut menempel di kemasan, sehingga ketika menimbang komoditi, bobotnya telah berkurang (Sianturi 2000). Perubahan warna saat penyimpanan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain aktivitas bakteri dan kondisi lingkungan yang memungkinkan terjadinya reaksi kimia. Dalam penyimpanan hal ini dapat dihindari dengan menjaga kebersihan tempat penyimpanan serta memberikan kondisi yang sesuai untuk bahan yang disimpan (Winarno 1981).

Kadar gula pada buah dipengaruhi oleh faktor genetik, cara budidayanya, pH netral, unsur Kalium, umur petik buah, intensitas matahari, Agroklimat (kesesuaian lahan meliputi jenis tanah, kesuburan, kemasaman, ketinggian tempat, aerasi, kandungan air, dll), suhu, curah hujan, angin (Herawati 2012). pH adalah derajat keasaman yang digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan. Ia didefinisikan sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen (H+) yang terlarut. Menurut Kays (1991), pH komoditi selama penyimpanan dipengaruhi oleh oksidasi, kadar air, udara, mikroorganisme, wadah, dan suhu.Komoditi juga memiliki sensori yang umumnya diperiksan sebagai indikasi baik atau tidaknya kondisi komoditi tersebut. Dalam konsteks kondisi permukaan, penanganan komoditi pada saat transportasi dan penyimpanan yang mempengaruhi, jika perlakuannya kasar maka permukaan akan terdapat

Page 6: Laporan TPP Bebuahan Utuh

memar, bocel, dan lain-lain. Dalam konteks bercak dan bau, aktivitas mikroorganisme dan usia komoditi yang mempengaruhi (Santoso 1986).

Vitamin C pada komoditi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, pencucian setelah komoditi dipotong-potong karena sifat vitamin C yang larut dalam air, adanya alkali atau suasana basa, membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak  reversible menjadi asam dehidroaskorbat. Selain itu, proses tersebut dipercepat oleh panas, respirasi, fotosintesis, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Buah yang masih muda (mentah) lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang vitamin C-nya (Manitto 1981).Banyaknya mikroorganisme pada komoditi dipengaruhi oleh kadar air, semakin tinggi kadar air, maka mikroorganismenya akan semakin banyak. Kerusakan fisiologis yang diakibatkan oleh adanya mikroorganisme pada komoditi adalah komoditi menjadi lembek, hilangnya nutrisi komoditi, bau apek dan adanya bercak-bercak pada komoditi (Kartika 1988).

Pada praktikum kali ini, akan diamati perubahan yang terjadi pada buah tomat dan jeruk nipis, yakni perubahan susut bobot, warna, pH, sensori, vitamin C dan kadar gula. Buah tomat dan jeruk nipis dikemas menggunakan tiga jenis plastik, yakni HDPE, LDPE dan LDPE berlubang dan disimpan pada dua kondisi, yakni kulkas dan suhu ruang. Pengamatan tersebut dilakukan selama 14 hari dengan empat kali pengamatan dan dilakukan dengan tiga perlakuan pra penyimpanan, yaitu dicuci dengan air, tidak dicuci dan dicuci dengan deterjen. Berdasarkan hasil pengamatan, tomat dan jeruk nipis yang dikemas menggunakan plastik HDPE maupun LDPE kondisinya masih baik pada hari pertama. Pada pengamatan hari kedua, terdapat buah tomat yang sudah mulai membusuk, terutama pada buah tomat yang dikemas dengan plastik LDPE berlubang. Dengan demikian, hal pengamatan tersebu tidak sesuai dengan literatur.

Sifat mekanis jenis plastik LDPE adalah kuat, agak tembus cahaya, fleksibel dan permukaan agak berlemak. Pada suhu di bawah 60OC sangat resisten terhadap senyawa kimia, daya proteksi terhadap uap air tergolong baik, akan tetapi kurang baik bagi gas-gas yang lain seperti oksigen, sedangkan jenis plastik HDPE mempunyai sifat lebih kaku, lebih keras, kurang tembus cahaya dan kurang terasa berlemak (Nurmiah 2002). Pembungkusan produk dengan kantung polietilen (LDPE) dapat menurunkan kecepatan kehilangan air, sehingga buah tetap berada dalam kondisi respirasi normal. Sifat permeabilitas dari bahan pengemas sangat penting, semakin besar ukuran pori atau permeabilitasnya tinggi, maka semakin besar pula laju difusi (gerak molekul) yang melewati plastik pengemas sehingga sirkulasi udara semakin lancar. Bahan pengemas plastik yang memiliki permeabilitas tertinggi adalah polietilen (LDPE), yaitu 3900-13.000 untuk O2 dan 7.700-77.000 untuk CO2. Walaupun LDPE memiliki permeabilitas tertinggi, tetapi dalam penggunaannya sebagai bahan pengemas buah kurang cocok jika dalam kondisi tertutup rapat (Wirakartakusumah dan Adullah 1992).

Page 7: Laporan TPP Bebuahan Utuh

Komoditas bebuahan yang telah dipanen sangat mudah mengalami kontaminasi fisik terutama kotoran, sehingga perlu dilakukan pencucian. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran serta residu pestisida (insektisida atau fungisida). Namun demikian, pencucian tersebut tidak dilakukan terhadap bebuahan yang teksturnya lunak dan mudah lecet atau rusak. Secara tradisional pencucian ini menggunakan air namun untuk mendapatkan hasil yang lebih baik disarankan penambahan klorin ke dalam air pencucian agar mikroba dapat dihilangkan dengan lebih efektif. Setelah pencucian biasanya bahan dikeringkan dengan cara meniriskannya dialam terbuka atau dengan cara mengalirkan udara panas (Samad 2006). Pencucian (washing) dilakukan pada bebuahan yang tumbuh dekat tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi kesegaran. Selain itu, dengan pencucian juga dapat mengurangi residup estisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci sangat dianjurkan.Pembersihan (cleaning, trimming) yaitu membersihkan dari kotoran atau benda asing lain, mengambil bagian - bagian yang tidak dikehendaki seperti tangkai, kulit rusak atau bagian yang tidak dikehendaki (Mutiarawati 2009).

Berdasarkan penanganan pra penyimpanan, bebuahan mendapatkan tiga perlakuan yaitu tanpa pencucian, pencucian dengan air biasa dan pencucian dengan air deterjen. Pencucian dengan deterjen bermaksud untuk menghilangkan kontaminan sehingga umur simpan duku lebih lama (Anonim 1992). Hal itu terjadi mungkin dikarenakan bahan awal yang kondisinya kurang baik atau mungkin teknik pencuciannya yang kurang benar. Faktor lain yang menyebabkan kebusukan adalah saat pengeringan setelah pencucian, hal ini dapat disebabkan kain yang untuk mengelap adalah kain yang sudah kotor. Menurut Zulkarnaen (2009), pencucian berguna untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada bebuahan ketika pasca panen serta untuk mensterilkan bebuahan tersebut dari kontaminan-kontaminan yang ada sehingga lebih tahan lama.

Pengamatan pertama, yakni pengamatan susut bobot pada buah tomat dan jeruk nipis. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa rata-rata selisih bobot pada buah tomat dan jeruk nipis mengalami penurunan pada pengamtan hari kedua dan mengalami kenaikan pada hari ketiga dan keempat. Dengan demikian, hasil pengamatan sesuai dengan literarur. Penyusutan bobot buah dipengaruhi oleh pemisahan sel-sel sepanjang lamella tengah yang porositasnya akan berkurang seiring dengan masaknya buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), selama proses pematangan terjadi pemecahan polimer karbohidrat terutama senyawa pectin dan hemiselulosa yang akan melemahkan dinding sel dan gaya kohesif yanf meningkat. Pemecahan polimer karbohidrat tersebut mempengaruhi bobot buah yang semakin berkurang selama penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan pada buah, susut bobot akan mengalami peningkatan. Proses respirasi pada buah waktu penyimpanan mengubah gula

Page 8: Laporan TPP Bebuahan Utuh

menjadi karbondioksida dan air, kemudian mengalami penguapan (transpirasi) sehingga susut bobot pun meningkat (Kader 1992).

Pengamatan kedua adalah perubahan warna pada tomat dan jeruk nipis yang dilakukan dengan alat colortec colormeter. Hasil pengamatan, diperoleh karena spektrum cahaya berwarna yang menampilkan informasi yang diperoleh pada panel layar. Nilai C menunjukkan intensitas warna memudar atau tidak. Nilai H menunjukkan warna sampel. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan gelap atau terang. Nilai C, L dan H menunjukkan nilai fluktuatif baik pada buah tomat dan jeruk nipis, serta buah pada suhu ruang hanya sebagian bisa terlihat nilainnya karena sudah banyak buah yang busuk. Menurut Rizal (1992), buah yang telah dipetik ini tetap melakukan penapasan karena hal ini dimaksudkan untuk memperoleh energi, dan energi ini akan digunakan untuk melakukan proses-proses metabolisme lain, misalnya perubahan warna dari hijau menjadi kuning, pembentukan gula dari pati, pembentukan aroma dan sebagainya. Seharusnya, nilai L, C, H sesuai dengan pengamatan sensori, yaitu semakin lama, warna dari buah semakin pudar dan layu karena tingkat respirasi yang meningkat. Warna buah pada suhu ruang lebih hitam dan pudar karena tingkat respirasi lebih tinggi daripada penyimpaanan pada lemari es. Kesalahan ini disebabkan karena praktikan tidak menggunakan alat tepat menempel pada kulitnya, sehingga hasil pengamatan kurang akurat.

Pengamatan ketiga adalah nilai pH pada buah tomat dan jeruk nipis. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa untuk buah tomat rata-rata nlai pH berkisar 4, sedangkan untuk jeruk nipis nilai pH rata-rata berkisar 2-3. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap nilai pH, tidak ada perbedaan signifikan pada suhu ruang dan penyimpanan pada kulkas. Hasil pengamatan yang digunakan sebagai perbandingan pada suhu ruang pun banyak yang busuk pada hari kedua. Tidak adanya perbedaan signifikan dari hari ke hari ini kemungkinan disebabkan oleh ketidakakuratan pada pH meter. Nilai pH menunjukan derajat keasaman buah selama penyimpanan. Nilai pH yang tinggi (>7) menunjukan bahwa bahan tersebut mengalami perubahan kandungan ion hidrogen sehingga bahan bersifat asam, begitu juga sebaliknya. Buah yang lebih muda cenderung untuk bersifat basa, hal ini disebabkan sedikitnya kadar gula dalam buah. Seiring dengan bertambahnya umur buah , maka kadar gula atau tingkat kemanisan akan meningkat sehingga menyebabkan kadar asam berkurang (Aspandi 1984). Menurut Ginting (2008), buah tomat memiliki nilai Ph antara 4.34-4.37. Sedangkan jeruk nipis mempunyai nilai Ph yang rendah yakni 2 (Ermawati 2008). Dengan demikian, hasil pengamatan sesuai dengan literatur.

Pengamatan keempat yaitu pengamatan sensori pada tomat dan jeruk nipis. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata tomat dan jeruk nipis pada suhu ruang lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan tomat dan jeruk nipis yang disimpan pada kulkas. Buah pada suhu ruang rata-rata telah mengalami kebusukan mulai hari kedua. Dengan demikian, hasil pengamatan tersebut sesuai

Page 9: Laporan TPP Bebuahan Utuh

dengan literatur. Komoditi dengan laju respirasi tinggi menunjukan kecenderungan lebih mudah rusak (Muchtadi 2009). Parameter pengamatan sensori yakni perubahan warna, bau, tekstur, mikroorganisme dan fisiologis. Respirasi yang tinggi akibat kontak udara yang tinggi pada suhu ruang menimbulkan perubahan warna, timbulnya bercak-bercak dan bau yang tidak sedap. Selain itu, kondisi ruang juga memiliki kelembaban cukup tinggi, sehingga pertumbuhan mikroorganisme meningkat dan menyebabkan kebusukan yang ditandai dengan buah yang lunak. Sedangkan tomat dan jeruk nipis yang disimpan pada kulkas mengalami kontak udara lebih rendah dibandingkan pada suhu ruang, sehingga laju respirasinya pun lebih rendah. Kondisi kulkas dengan kelembaban yang rendah menyebabkan mikroorganisme tidak tumbuh sehingga mengurangi terjadinya kebusukan. Hal ini membuat buah yang disimpan pada kulkas memiliki kondisi yang lebih baik tomat dan jeruk nipis yang fluktuatif dari pengamatan hari pertama hingga hari keempat. Vitamin C pada komoditi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, pencucian setelah komoditi dipotong-potong karena sifat vitamin C yang larut dalam air, adanya alkali atau suasana basa, membuka tempat berisi vitamin C, sebab oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak  reversible menjadi asam dehidroaskorbat. Selain itu, proses tersebut dipercepat oleh panas, respirasi, fotosintesis, sinar atau enzim oksidasi, serta oleh katalis lembaga dan besi. Buah yang masih muda (mentah) lebih banyak mengadung vitamin C. Semakin tua buah, semakin berkurang vitamin C-nya. Seharusnya, pada suhu ruang kadar vitamin C semakin menurun dari hari ke hari karena vitamin C bersifat fluktuatif, mudah teroksidasi jika terkena udara (oksigen) dan proses ini dapat dipercepat dengan adanya panas. Terjadi perubahan dari gugus fungsi hidroksi menjadi gugus karbonil. Terjadinya fluktuasi nilai pada penyimpanan di lemari es, bisa dikarenakan penyaringan yang tidak tepat dan pengencerannya tidak sesuai takaran (Manitto 2001).

Pengamatan terakhir adalah perubahan kadar gula pada buah tomat dan jeruk nipis. Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh hasil bahwa kadar gula untuk buah tomat dan jeruk nipis rata-rata mengalami kenaikan dari hari ke hari. Namun, sulit untuk membandingkan perubahan kadar gula pada suhu ruang dengan penyimpanan di kulkas, karena kebanyakan buah telah busuk pada hari kedua pada suhu ruang. Seharusnya, buah pada suhu ruang kadar gulanya mengalami kenaikan yang cukup pesat dibandingkan dpada kulas, karena terjadi kontak dengan udara yang membuat tingginya laju respirasi dan mengakibatkan banyaknya pati yang ditransformasi menjadi gula. Hal tersebut menunjukkan, hasil pengamatan sesuai dengan literatur. Meningkatnya kematangan buah akan menyebabkan kadar gula yang terkandung didalamnnya semakin meningkat. Saat pematangan buah terjadi perubahan asam jadi gula, dimana penurunan asam diiringi oleh kenaikan gula reduksi. Umumnya asam organik menurun selama penyimpanan karena digunakan untuk respirasi atau diubah menjadi gula. Asam juga dapat digunakan sebagai energi bagi buah, sehingga jumlah asam yang

Page 10: Laporan TPP Bebuahan Utuh

terkandung dalam buah semakin berkurang (Wills et al. (1981). Penyimpanan pada suhu rendah di kulkas akan menghambat proses respirasi, sehingga dapat mempertahankan transformasi atau perombakan pati menjadi gula, sementara penyimpanan pada suhu ruang dapat mendukung prose transformasi gula menjadi lebih cepat (Silaban et al. 2013).

Penyimpanan terhadap buah tomat matang seharusnya dilakukan pada suhu 10C dan didukung kelembaban relatif (RH) sebesar 90-95%. Pada kondisi penyimpanan tersebut, buah tomat akan bertahan selama 14-21 hari. Sedangkan untuk jeruk nipis disimpan pada suhu 10C dan kelembaban relatif (RH) 85-90% dapat berthanan hingga 4-5 minggu (Gunawan 2008). Namun, kebanyakan orang baik penjual maupun pembeli tidak dapat mengkondisikan penyimpanan yang ideal untuk bebuahan tersebut.

.

Page 11: Laporan TPP Bebuahan Utuh

PENUTUP

Simpulan

Pengemasan bebuahan dengan plastik LDPE dapat menurunkan kecepatan kehilangan air sehingga buah tetap berada dalam kondisi respirasi normal. Pengemasan dilakukan dengan pertimbangan yang paling penting, yaitu sifat permeabilitas dari bahan pengemas. Walaupun LDPE memiliki permeabilitas tertinggi, tetapi dalam penggunaannya sebagai bahan pengemas buah kurang cocok jika dalam kondisi tertutup rapat. Berdasarkan penanganan pra penyimpanan, bebuahan mendapatkan tiga perlakuan yaitu tanpa pencucian, pencucian dengan air biasa dan pencucian dengan air deterjen. Pencucian berguna untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang masih menempel pada bebuahan ketika pasca panen serta untuk mensterilkan bebuahan tersebut dari kontaminan-kontaminan yang ada sehingga lebih tahan lama. Pencucian dengan deterjen untuk menghilangkan kontaminan sehingga umur simpan duku lebih lama.

Hasil pengamatan suhu ruang, pada hari kedua buah sudah mulai mengalami kebusukan. Berdasakan hasil pengmatan, susut bobot lebih besar pada penyimpanan pada suhu ruang dibandingkan dengan penyimpanan kulkas. Pengamatan sensori yang dilakukan memperlihatkan suhu ruang menyebabkan buah memiliki laju respirasi tinggi, sehingga mengalami kebusuk dan kelayuan, sementara pada kulkas terlihat segar karena pertumbuhan mikroba terhambat dan lahu respirasinya renadah. Perbandingan nilai pH pada suhu ruang dan kulkas tidak terdapat perbedaan signifikan karena penggunaan pH meter yang tidak akurat. Hasil pengamatan alat colortec colormeter fluktuatif karena kesalahan pada penggunaan alat, sehingga warna kulit buah tidak terdeteksi dengan baik. Kadar vitamin C dan kadar gula sulit untuk dilakukan perbandingan karena kebanyakan buah pada suhu ruang telah busuk pada hari kedua. Seharusnya, pada suhu ruang kadar vitamin C semakin menurun dari hari ke hari karena vitamin C bersifat tidak stabil. Sementara, buah pada suhu ruang seharusnya kadar gulanya mengalami kenaikan cukup pesat dibandingkan kulkas, karena terjadi kontak dengan udara yang membuat tingginya laju respirasi dan mengakibatkan banyaknya pati yang ditansformasi menjadi gula.

Saran

Sebaikya disediakan perlatan yang lebih memadai dalam praktikum, seperti memperbanyak jumlah kertas pH, sehingga hasil pengamatan lebih akurat. Selain itu, peralatan untuk uji vitamin C juga diperbanyak, supaya lebih efisien dalam melakukan praktikum.

Page 12: Laporan TPP Bebuahan Utuh

DAFTAR PUSTAKA

Anonim 1992. Pasca Panen Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Aspandi M.1984.Teknologi Buah dan Sayuran. Bandung (ID) : PT Alumni.

Blanco M. 1992.Pejibaye Palm fruit contribution to human nutrition Costa Rica Technology of Institute Press (Costa Rica) : Cartago.

Dwijoseputro D. 1986. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Gramedia.

Ermawati D. 2008. Pengaruh penggunaan ekstrak jeruk nipis (Citrus aurantifolia

swingle) terhadap residu nitrit daging curing selama proses

curing.[skripsi]. Surakarta(ID) : Universitas Sebelas Maret.

Ginting RY. 2008. Pengaruh pengolahan terhadap kadar likopen buah tomat dan pengaruh penyimpanan pada suhu dingin terhadap mutu produk olahan tomat. [skripsi]. Bogor(ID) : Institut Pertanian Bogor.

Gunawan R. 2008. Penyimpanan Tomat Pasca Panen. Jakarta(ID) : UNIKA

Herawati S. 2012. Tip & Trik Membuahkan Tanaman Buah Dalam Pot. Jakarta(ID): AgroMedia Pustaka.

Kader AA. 1992. Postharvest Biology and Technology of Horticultural Crops. USA : Universityof California

Kartika, Bambang.1988.Pedoman Uji Inderawi Bahan Pangan. Yogyakarta(ID): UGM Press.

Kays S.J. 1991.Postharvest Physiology of Perishable Plant Product.New York (US) :An Avi Book

Manitto P. 1981. Biosintesis Produk Alami. Semarang (ID) : IKIP Semarang Press

Muchtadi D. 2009. Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Bogor (ID): DEPDIKNAS-DIKTI PAU Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.

Mutiarawati T. 2009. Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Bandung (ID):

Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran

Page 13: Laporan TPP Bebuahan Utuh

Nurminah. 2002. Penelitian sifat berbagai bahan kemasan plastik dan kertas serta pengaruhnya terhadap bahan yang dikemas.[skripsi]. Medan(ID) : Universitas Sumatera Utara.

Rizal S. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan.

Samad MY. 2006. Pengaruh penanganan pasca panen terhadap mutu komoditas

holtikultura. J.Teknologi Pertanian. Vol 8 : 31-36.

Santoso.1986.Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen Tanaman Hortikultura.Bogor(ID) : IPB Press.

Santoso BB, Purwoko BS. 1995. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen Tanaman Holtikultura. Jakarta(ID) : Indonesia Australia Eastern Universitas Project.

Sianturi, Rico.2000.Tekno Pangan dan Agroindustri.Bogor (ID) : IPB Press

Silaban SD, Prihastanti E, dan Saptiningsih E. 2013. Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Total Asam, Kadar Gula serta Kematangan Buah Terung Belanda (Cyphomandra betacea Sent.). Jurnal Anatomi dan Fisiologi. 21: 55-63.

Suharto. 1991.Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta (ID): PT. Rineka Cipta.

Syarief, Rizal.1993.Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta(ID) : ARCAN.

Winarno F.G .1981. Fisiologi Lepas Panen. Jakarta(ID):Sastra Hudaya.

___________. 1992.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID): PT. Gramedia PustakaUtama.

Wills Rhh, Lee TH, Graham D, Mcglasso, WB & Hall EG. 1981. Postharvest. Kensington: New South Wales University Press Limited.

Wirakartakusumah, Abdullah. 1992. Sifat Fisik Pangan. Bogor(ID) : Institut Peratanian Bogor.

Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Holtikultura. Jakarta (ID): Bumi Aksara

Page 14: Laporan TPP Bebuahan Utuh