bab i. pendahuluan ispa

6
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), merupakan penyakit infeksi yang menyerang secara akut salah satu bagian/ lebih dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). ISPA sering terjadi pada anak (Kemenkes RI, 2011). Menurut program pengendaliannya, ISPA dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu golongan pneumonia dan bukan pneumonia. Penyakit batuk, pilek, seperti rinitis, faringitis tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai ISPA bukan pneumonia (Kemenkes RI, 2011). Menurut WHO pada tahun 2008 insiden ISPA berdasarkan kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara maju. Terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151 juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India, China, Pakistan, Bangladesh dan Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Menurut Riskesdas (2013), prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25%. Lima provinsi dengan ISPA tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang memiliki prevalensi penderita ISPA yang tinggi (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Jember, 2010). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan

Upload: yanuar-pranata

Post on 04-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

ISPA

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I. Pendahuluan Ispa

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), merupakan penyakit infeksi yang

menyerang secara akut salah satu bagian/ lebih dari saluran napas mulai hidung sampai

alveoli termasuk adneksanya (sinus, rongga telinga tengah, pleura). ISPA sering terjadi pada

anak (Kemenkes RI, 2011). Menurut program pengendaliannya, ISPA dibedakan menjadi 2

golongan, yaitu golongan pneumonia dan bukan pneumonia. Penyakit batuk, pilek, seperti

rinitis, faringitis tonsilitis dan penyakit jalan napas bagian atas lainnya digolongkan sebagai

ISPA bukan pneumonia (Kemenkes RI, 2011).

Menurut WHO pada tahun 2008 insiden ISPA berdasarkan kelompok umur balita

diperkirakan 0,29 episode per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per

anak/tahun di negara maju. Terdapat 156 juta episode baru di dunia per tahun dimana 151

juta episode (96,7%) terjadi di negara berkembang. Kasus terbanyak terjadi di India, China,

Pakistan, Bangladesh dan Indonesia (Kemenkes RI, 2011). Menurut Riskesdas (2013),

prevalensi ISPA di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 25%. Lima provinsi dengan ISPA

tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur (41,7%), Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa

Tenggara Barat (28,3%), dan Jawa Timur (28,3%). Kabupaten Jember merupakan salah satu

daerah di Jawa Timur yang memiliki prevalensi penderita ISPA yang tinggi (Profil Dinas

Kesehatan Kabupaten Jember, 2010). Berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan

Kabupaten Jember, ISPA merupakan penyakit paling banyak diderita masyarakat Jember.

Kasus ISPA di Jember menempati urutan teratas dari jenis penyakit yang paling banyak

menyerang masyarakat Jember pada tahun 2013, sebanyak 172.000 kasus, yang berasal dari

laporan 49 Puskesmas di seluruh wilayah kabupaten Jember. Berdasarkan data dari

Puskesmas Sumbersari pada tahun 2012-2014 data kunjungan pasien pada penyakit menular

terbanyak adalah ISPA. Kasus ISPA pada tahun 2012 sebesar 6175 kasus, pada tahun 2013

sebesar 6652 kasus dan pada bulan Desember tahun 2014 sebesar 66 kasus. Berdasarkan

wawancara Bidan Kelurahan Antirogo, ISPA merupakan penyakit terbanyak pertama.

Berdasarkan pengkajian pada 115 KK (417 orang) terdapat 10 pasangan usia subur (PUS)

dari 75 PUS yang mengalami ISPA, dari 26 bayi/balita terdapat 8 bayi/balita yang mengalami

ISPA, dari 21 prasekolah/sekolah terdapat 11 orang yang mengalami ISPA, dari 8 remaja

terdapat 5 remaja yang mengalami ISPA, dari 74 dewasa terdapat 18 orang yang mengalami

ISPA dan dari 32 lansia terdapat 4 lansia yang mengalami ISPA.

Page 2: BAB I. Pendahuluan Ispa

ISPA menimbulkan berbagai dampak pada masyarakat. Penderita ISPA akan

mengalami peningkatan produksi lendir sehingga dapat menyebabkan penyempitan saluran

pernafasan yang dapat mengakibatkan penderita ISPA mengalami ketidakefektifan jalan

nafas. Banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat tidak selalu tersedia,

maka etiologi ISPA kadang sering tidak diketahui dengan segera. Hal tersebut, dapat

memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi kepada bayi, balita, masyarakat, maupun

petugas kesehatan. Kasus ISPA juga dapat menyebabkan KLB dengan angka mortalitas dan

morbiditas yang tinggi, sehingga menyebabkan kondisi darurat pada kesehatan masyarakat.

Pencemaran lingkungan seperti asap rokok, kebakaran hutan, gas buang sarana

tansportasi, dan polusi udara dalam rumah merupakan ancaman kesehatan, terutama pada

penyakit ISPA. Perubahan iklim global terutama suhu, kelembaban udara, curah hujan,

merupakan beban ganda dalam pemberantasan penyakit ISPA, maka salah satu upaya adalah

dengan memperhatikan atau menanggulangi faktor risiko lingkungan (Depkes RI, 2002).

Berdasarkan hal tersebut, perlu dirumuskan strategi pemberantasan penyakit ISPA guna

menurunkan angka kesakitan dengan upaya pencegahan atau penanggulangan faktor risiko

(Depkes RI, 2002). Strategi tersebut akan dilaksanakan melalui peran perawat dalam upaya

promotif di bidang kesehatan dengan memberikan pendidikan kesehatan (Potter dan Perry,

2005), yaitu mengenai cara pencegahan ISPA. Strategi tersebut nantinya akan

diimplementasikan ke dalam program Gerakan Masyarakat Peduli Terhadap ISPA

(GEMPAR ISPA).

1.2 Hasil Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh mahasiswa PSIK Universitas Jember

pada tanggal 14 April 2015 pada warga RW 05 Lingkungan Trogowean Kelurahan Antirogo

Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember diperoleh data bahwa 12 orang dari 75 random

sampling terkena penyakit ISPA dikarenakan kebanyakan orang di daerah antirogo masih

sering merokok sekitar (85%) dan setelah-nya dikarenakan pengasapan dan juga pembakaran

sampah (10%) dan karena terpapar Pestisida (5%) (hasil pengkajian lihat di Bab III). Hal

tersebut merupakan kurang tepaparnya informasi terkait pendidikan kesehatan tentang ISPA

Selain itu berdasarkan hasil pengkajian penyakit yang terjadi di Lingkungan

trogowetan banyak warga yang mengatakan di Lingkungan Palinggihan bayi dan balita

banyak yang menderita bayi BGM ( Bayi bawah garis merah). Di Lingkungan trogowetan

angka penyakit yang paling tinggi yaitu penyakit ISPA, hipertensi, diare, dan kebanyakan ibu

dengan balita kurang mengetahui terkait pentingnya status gizi pada balita. Hal itu dapat

disebabkan karena perilaku hidup yang tidak bersih dan tidak sehat yang dilakukan oleh

Page 3: BAB I. Pendahuluan Ispa

masyarakat di lingkungan tersebut. Serta Warga memiliki pengetahuan yang rendah terkait

asupan-asupan yang dibutuhkan pada balita hingga anak-anak yang dapat mengoptimalkan

tumbuh kembang anak. Warga juga kurang mengerti terhadap tugas perkembangan anak

sesuai usia sehingga tidak memiliki arah, serta tidak tahu dalam menentukan permainan yang

dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dari uraian tersebut. Dari

uraian tersebut kelompok kami mengambil suatu program yang berjudul Gerakan Masyarakat

Peduli Terhadap ISPA (GEMPAR ISPA)

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

1. Membantu masyarakat menangani permasalahan penyakit menular (communicable

disease) khususnya ISPA yang terjadi di Lingkungan trogowetan Kelurahan

Antirogo;

2. Membantu masyarakat menangani permasalah penyakit tidak menular (non

communicable disease) khususnya tentang optimalisasi pertumbuhan dan

perkembangan pada anak di Lingkungan Trogowetan Kelurahan Antirogo.

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Penyakit Menular

1. Membantu mencegah terjadinya ISPA pada masyarakat melalui pendidikan

kesehatan tentang bahaya Merokok ;

2. Memberdayakan orang sekitar untuk mencegah terjadinya ISPA.

b) Penyakit Tidak Menular

1. Membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya status gizi

pada balita serta melalui pendidikan kesehatan dengan sasaran kader, tokoh

masyarakat, dan masyarakat itu sendiri;

2. Membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tugas perkembangan

anak sesuai usia;

3. Membantu keluarga dalam menciptakan permainan yang dapat mengoptimalisasi

tumbuh kembang anak.

1.4 Implikasi Keperawatan

Maraknya penyakit atau masalah kesehatan ISPA di dalam masyarakat akan

menyebabkan derajat kesehatan masyarakat menurun, terutama dalam hal ini kesehatan anak.

Tingginya angka ISPA dalam masyarakat akan membawa dampak yang buruk bagi kesehatan

Page 4: BAB I. Pendahuluan Ispa

utamanya pada kesehatan paru-paru, yang mana apabila ini dibiarkan maka akan

menyebabkan kematian.

Dunia keperawatan tentunya gempar dan mendapatkan tekanan apabila angka kejadian

ISPA dalam masyarakat meningkat. Dalam hal ini peran perawat sebagai seorang edukator

haruslah dijalankan, tingkat pengetahuan masyarakat tentunnya bermacam-macam, khususnya

untuk masyarakatyang tinggal di daerah pedesaan yang jauh atau sulit untuk mengakses

sarana kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit. Sebagai seorang perawat haruslah

tanggap dalam menangani hal seperti ini, khususnya pada Lansia dapat dijadikan patokan

untuk menangani atau mencegahnya dengan memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga

sebagai seorang yang secara umum menjadi care giver, sehingga dapat mengurangi terjadinya

peningkatan angka ISPA di suatu daerah.