bab i pendahuluan -...

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penghormatan pada kelahiran Nabi Muhammad menempati posisi istimewa dalam tradisi pesantren. Penghormatan itu termanifestasi dalam kehidupan kepesantrenan. Kitab-kitab keagamaan terkait dengan kelahiran Nabi Muhammad yang bercorak sastra seperti Barzanzy, Maulid Diba’i, dan Kasidah Burdah diajarkan dan diamalkan di pesantren. (Manshur, 2011: 136). Ketiga kitab tersebut tidak hanya disambut dengan tradisi tulisan tetapi disambut dengan tradisi lisan. Kegiatan pembacaan ketiga kitab tersebut biasa disebut dengan barzanzen, dibaan dan burdahan. Lantunan bait puisi berupa pujian dan shalawat kepada Nabi tersebut tidak hanya pada saat Maulud Nabi (kelahiran Nabi Muhammad), tetapi pada malam Jumat (Manshur, 2011: 136; Hisyam, 2001: 39). Bahkan dalam tradisi pesantren, kegiatan dibaan, barzanzen, burdahan dan peringatan hari kelahiran Nabi dianggap sebagai kegiatan kemasyarakatan bernuansa agama, dengan menyampaikan ajaran Islam kepada santri dan masyarakat melalui pembacaan teks-teks Islam klasik (Manshur, 2011: 133). Bentuk penghormatan kepada kelahiran Nabi Muhammad juga dikenal dalam beberapa tradisi Nusantara. Di Jawa dan Sunda, muncul beberapa saduran terhadap kitab klasik Islam tersebut dalam bahasa lokal yang digurat dalam metrum-metrum

Upload: trinhtuyen

Post on 08-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penghormatan pada kelahiran Nabi Muhammad menempati posisi istimewa dalam

tradisi pesantren. Penghormatan itu termanifestasi dalam kehidupan kepesantrenan.

Kitab-kitab keagamaan terkait dengan kelahiran Nabi Muhammad yang bercorak sastra

seperti Barzanzy, Maulid Diba’i, dan Kasidah Burdah diajarkan dan diamalkan di

pesantren. (Manshur, 2011: 136). Ketiga kitab tersebut tidak hanya disambut dengan

tradisi tulisan tetapi disambut dengan tradisi lisan. Kegiatan pembacaan ketiga kitab

tersebut biasa disebut dengan barzanzen, dibaan dan burdahan. Lantunan bait puisi

berupa pujian dan shalawat kepada Nabi tersebut tidak hanya pada saat Maulud Nabi

(kelahiran Nabi Muhammad), tetapi pada malam Jumat (Manshur, 2011: 136; Hisyam,

2001: 39). Bahkan dalam tradisi pesantren, kegiatan dibaan, barzanzen, burdahan dan

peringatan hari kelahiran Nabi dianggap sebagai kegiatan kemasyarakatan bernuansa

agama, dengan menyampaikan ajaran Islam kepada santri dan masyarakat melalui

pembacaan teks-teks Islam klasik (Manshur, 2011: 133).

Bentuk penghormatan kepada kelahiran Nabi Muhammad juga dikenal dalam

beberapa tradisi Nusantara. Di Jawa dan Sunda, muncul beberapa saduran terhadap

kitab klasik Islam tersebut dalam bahasa lokal yang digurat dalam metrum-metrum

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

2

persajakan setempat. Bahkan, dalam tradisi Melayu kisah-kisah tentang kelahiran Nabi

Muhammad termasuk sebuah genre tersendiri, yaitu hikayat hagiografi (Braginsky,

1998: 277). Dalam tradisi Madura, yang tradisi pesantren atau keislamannya hampir

mirip dengan Jawa, bentuk penghormatan pada kelahiran Nabi juga hampir sama, baik

itu dalam pelisanan kitab klasik Islam dalam bentuk barzanzen, dibaan dan burdahan,

maupun dalam sambutan pada teks-teks kelahiran Nabi dalam bentuk puisi dalam

bahasa lokal, di antaranya adalah syiir Madura. Biasanya syiir memang dilisankan dan

kegiatan itu disebut dengan syiiran atau singiran (dalam tradisi Jawa) dan seeran

(dalam tradisi Madura). Tradisi membaca syiir sangat kental dengan masyarakat Islam

pesisiran (Jamil, 2010: 24). Syiir sendiri berasal dari tradisi Arab, yaitu syair yang

berarti puisi (Jamil, 2010: 21; dalam tradisi Melayu lihat Braginsky, 1998: 226).

Tradisi membaca dan menulis syiir memang cukup melimpah dalam tradisi

kepenyairan dalam tradisi Islam Pesisir dan Madura sebagai bentuk tranformasi

keislaman yang disebut sebagai tradisi syiiran (Jamil, 2010: 24). Syiir adalah metrum

puisi yang paling banyak ditemukan di kawasan pesisir Jawa bagian utara dan Madura,

dan biasanya digunakan oleh kalangan pesantren dengan menggunakan bahasa lokal,

dan berisi ajaran keagamaan, nasehat atau berkisah tentang para nabi atau wali. Genre

berbentuk syiir yang memiliki kesepadanan dengan syair dalam tradisi sastra Melayu

tradisional, yang menjadi genre yang disukai oleh beberapa kyai pengampu pesantren

Jawa dan Madura dalam bersastra, dengan muatan agama Islam yang kental. Ahmad

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

3

Tohari menyebut genre ini sebagai sastra pesantren dalam pengertiannya yang paling

tradisional, yaitu sastra pesantren sebagai sastra dakwah (Tohari, 1998: 80).

Beberapa kyai di Jawa Timur yang hidup pada tahun 1900—1980-an dikenal

sebagai para penulis dan menggunakan karya syiirnya dalam melakukan kegiatannya.

Tulisannya berupa karya sastra dan keagamaan. Sebagaimana fungsi kyai di

masyarakat, karya sastra yang ditulis pun bernafas keagamaan. Bahkan ciri khas

dakwahnya demikian kental (Tohari, 1998: 80). Jaringan ulama atau kyai yang berpusar

pada KH. R. Moch. Kholil (1819—1925), pendiri pesantren Kademangan Bangkalan

Madura, telah menghasilkan banyak Kyai atau ulama di Jawa dan Madura, yang

memiliki tradisi kepenulisan yang bagus, baik dalam bahasa Arab maupun dalam bahasa

lokal.

Salah seorang santri KH. R. Moch. Kholil yang sangat menonjol dalam karya

kepenulisannya dalam bahasa lokal adalah KH. R. As’ad Syamsul Arifin (1897—1990).

Kyai As’ad, begitua ia kerap disapa, sangat produktif dan menghasilkan beberapa kitab

syiir dalam bahasa Madura. Salah satu karyanya yang merupakan sambutan teks Maulid

Nabi dalam bahasa Madura adalah kitab Syiir Madura Fi Qisah Ratu Abrahah ban

Serdadunah Sabidak Ibu Bakal Agujur Ka’bah Saiket Ari Sabellunnah Nabi

Muhammad SAW Lahir Watusamma Wiladatuhu ‘Amul Fiil (Syiir Madura dalam Kisah

Ratu Abrahah dan Serdadunya Enam Puluh Ribu Bakal Menghancurkan Ka’bah Lima

Puluh Hari Sebelum Nabi Muhammad SAW Lahir dan Kelahirannya Dinamakan

dengan Tahun Gajah), selanjutnya disebut Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

4

Menyerbu Ka’bah. Judul tersebut disingkat karena judul aslinya sangat panjang dan

penyebutan ini sudah mewakili substansi dari isi dan kandungan teks.

Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah karya KH. R. As’ad

Syamsul Arifin, yang berasal dari Pamekasan Madura dan menjadi pengasuh Pondok

Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, termasuk sambutan pada teks-teks

maulid Nabi dengan bahasa lokal. Hanya saja, ada kekhasan tersendiri pada teks

tersebut, sesuai dengan judulnya, yakni kisah yang diangkat bukan tentang sosok Nabi

Muhammad, tetapi Ratu Abrahah yang bakal menggempur Ka’bah. Dalam konteks ini

teks Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah merupakan teks

Maulid Nabi dengan kekhususan sebagai teks Abrahah karena latar waktunya adalah 50

hari sebelum kelahiran Nabi, sehingga sosok Nabi tidak ada di dalamnya, sedangkan

yang menjadi fokus adalah Ratu Abrahah.

Pada sampul naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah

terdapat hiasan bunga-bunga, juga terdapat keterangan disalin pada tahun 24 Shafar

1392 H/ 9 April 1972 H. Penyalinnya adalah Ustad Baihaqi bin Syekh Ismail,

sedangkan penggambarnya adalah Abdus Somad Bukhori. Kedua nama itu terdapat

pada sudut bawah. Di bawah judul yang panjang tertera nama pondok pesantren

Salafiyah Sukorejo Situbondo. Dalam teks tidak ditemukan kolofon sehingga tidak

diketahui proses penyalinannya. Menurut D. Zawawi Imron, sastrawan dan ahli budaya

Madura, masa-masa KH. R. As’ad Syamsul Arifin menulis syiir Madura pada tahun

1922, yang dibenarkan oleh putranya KH R. Fawaid As’ad (Jawa Pos, 3 Januari 1999).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

5

Imron menjelaskan, syair-syair tersebut dianggap mewarnai perjalanan sastra Madura

dan keagamaan di Nusantara. Naskah tersebut ditulis dengan huruf pegon dan berbahasa

Madura. Pegon dalam bahasa Madura disebut pegu (Imron, 1989: 194). Dengan

demikian, diasumsikan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah juga

dikarang pada tahun 1922.

Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah diidentifikasi

sebagai naskah pesisir-Madura. Konvensi yang berlaku dalam naskah pesisir berbeda

dengan naskah Jawa pedalaman, baik dari sisi aksara, metrum macapat, serta dialek

setempat. Sastra pesisir dan Madura biasanya ditulis dengan huruf pegon atau Arab

gundhil (Pigeaud, 1967: 34). Naskah yang ditulis dengan huruf Arab disebut dengan

naskah pegon dan hurufnya dinamakan Arab pegon, atau disebut pegon saja (Mulyadi,

1994: 8). Pigeaud (1967: 4—7) menyebut bahwa perkembangan sastra pesisir terjadi

pada abad ke-15 hingga abad ke-19. Pada rentang zaman itu, kegiatan sastra berpindah

dari pusat kota Majapahit ke kota-kota pesisir yang merupakan pusat perdagangan dan

penyebaran agama Islam. Kota-kota pesisir di Jawa yang memainkan peran penting

dalam penulisan kitab agama dan karya sastra adalah Gresik, Tuban, Sedayu, Surabaya,

Demak dan Jepara (Pigeaud, 1967: 6—7). Pigeud menjelaskan bahwa perkembangan

sastra Jawa, terbagi dalam empat babak: (1) zaman Hindu Jawa, dari abad kesembilan

hingga kelimabelas; (2) zaman Jawa-Bali dari abad kelimabelas sampai

kesembilanbelas, (3) zaman pesisir, mulai abad kelimabelas hingga kesembilanbelas,

dan (4) zaman Surakarta dan Yogyakarta, mulai abad keelapanbelas sampai abad

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

6

keduapuluh (Pigeud, 1967: 4—7). Abdul Hadi WM. (2003: 45) menambahkan bahwa

pesisir yang dimaksudkan itu termasuk juga Madura. Lebih jauh, ia jelaskan, dari segi

isi, sastra pesisir dan Madura bercorak keagamaan, sehingga banyak ditemukan tentang

kisah para nabi, sahabat nabi, kisah para wali, raja dan pahlawan Islam, sastra kitab dan

tasawuf.

Dalam penelusuran naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah tidak ditemukan di beberapa tempat penyimpanan naskah, baik itu di Museum

Mpu Tantular Surabaya, Museum Radya Pustaka Surakarta, Museum Sasana Pustaka

Surakarta, Museum Sono Budaya Yogyakarta, Perpustakaan Nasional dan penelusuran

beberapa katalog penyimpanan naskah Nusantara lainnya. Dengan demikian naskah ini

belum terkodifikasi. Kondisi itu membenarkan sinyalemen Pigeaud bahwa naskah

pesisir (Madura) telah banyak yang hilang (Pigeaud, 1967: 34). Asumsi awal, Syiir

Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah memiliki kesaksian naskah

tunggal (codex unicum). Naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah yang menjadi obyek penelitian ini ditemukan di Pondok Pesantren

Annuqoyyah, Sabanjarin Guluk-guluk Sumenep, dan merupkan koleksi K.M. Faizi

Kailani (pengasuh pesantren tersebut), yang ia peroleh dari orang tuanya. Adapun di

Pondok Pesantren Salafiyah Situbondo sudah tidak bisa ditemukan salinan naskah

tersebut (Hasan, 2009: 36—7).

Kajian ini merupakan studi filologi pada naskah dan teks Syiir Madura Kisah

Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah. Dalam analisis digunakan teori resepsi sastra

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

7

karena tradisi penulisan sejarah kelahiran Nabi Muhammad dikenal dalam tradisi

kesusastraan Nusantara sebelumnya, baik itu di Jawa, Madura maupun Melayu.

Diasumsikan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah merupakan

resepsi atau tanggapan terhadap karya-karya sebelumnya. Abrahah dalam sejarah adalah

seorang gubernur Yaman yang berada di bawah raja Abassina yang bernama Negus atau

Najassi. Adapun Abrahah adalah orang Abassina (Lings, 1991: 39). Ihwal asal-usul

Abassina dan sinonimnya memiliki akar yang kuat dalam tradisi keberaksaraan di

Timur Tengah dan Afrika (Ali, 2014: 164—174). Dalam berbagai khasanah, Abrahah

disebut dengan raja atau bahkan ratu yang identik dengan penguasa. Sebutan ratu dalam

konteks ini tidak mengarah pada perempuan karena di Nusantara, ratu juga bisa

mengarah pada raja.

Terdapat beberapa alasan naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal

Menyerbu Ka’bah yang akan dikaji lebih jauh dalam penelitian ini. Di antara alasannya

adalah karena naskah ini berbeda dengan naskah Maulid Nabi secara umum, karena

tidak berbicara tentang proses kelahiran Nabi Muhammad tetapi menggurat peristiwa

menjelang kelahiran Nabi, yaitu ketika Raja Abrahah akan menghancurkan Ka’bah.

Pada banyak khasanah, terutama terkait dengan perayaan Maulid Nabi, yang diutarakan

adalah tentang kelahiran Nabi dan keajaiban-keajaibannya, tetapi karya syiir Madura

kali ini bukan hal itu yang menjadi fokusnya. Naskah ini menyinggung kelahiran Nabi,

tanpa kehadiran sosok Nabi di dalamnya. Alasan lainnya karena naskah ini belum

pernah dijadikan sebagai bahan penelitian.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasar latar belakang tersebut, terdapat dua permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1.2.1 Bagaimana menghadirkan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah bagi pembaca masa kini?

1.2.2 Bagaimana resepsi sastra Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua tujuan, yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis.

Tujuan keilmuan yang utama adalah untuk mengakumulasi ilmu humaniora, terutama

yang bertumpu pada filologi, sastra dan budaya. Rincian tujuannya sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Teoretis

A. Mengalihaksarakan dan menghadirkan suntingan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah

Bakal Menyerbu Ka’bah berdasarkan kaidah-kaidah ilmu filologi

B. Menganalisis resepsi sastra dalam naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal

Menyerbu Ka’bah, terutama terkait tanggapannya terhadap karya-karya serupa yang

berbicara tentang sejarah kelahiran Nabi Muhammad.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

9

1.3.2 Tujuan Praktis

Selain tujuan yang bersifat keilmuan, penelitian ini juga memiliki tujuan praktis, di

antaranya sebagai berikut.

A. Membuka akses bagi masyarakat untuk mengetahui lebih luas tentang kandungan

Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah

B. Menampilkan capaian kreasi, nilai-nilai budaya, kearifan dan kebajikan masa lampau

kepada generasi masa kini.

C. Menghadirkan warisan pengetahuan masa lampau sebagai bahan pengayaan atau

landasan pada pengetahuan kini yang sesuai dengan semangat zaman.

1.4 Tinjauan Pustaka

Berdasar penelusuran, belum ditemui tulisan yang membahas tentang Syiir Madura

Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah karya KH. R. Moh. As’ad Syamsul

Arifin. Syamsul A. Hasan (2009: 36—7) hanya menyinggung sebuah kitab Syiir

Madura karya Kyai As’ad yang berbicara tentang tuntutan muda-mudi yang diselingi

dengan humor, bukan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah.

Hasan mengaku mendapatkan buku ini di kantor pesantren, dan “buku ini hanya

sebagian kecil hasil karya seninya, yang sempat dibukukan –atau memang yang sempat

kami temukan” (Hasan, 2009: 36).

Sementara itu, D. Zawawi Imron dalam esainya “Sepercik Puisi KH. As’ad

Syamsul Arifin” dimuat Jawa Pos, Minggu, 3 Januari 1999, menyinggung karya Kyai

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

10

As’ad yang sama dengan yang ditulis Syamsul A. Hasan. Imron mengawali tulisannya

dengan paragraf “Awal November 1996, saya diundang untuk mengisi dialog di

Pesantren Salafiyah Syafi'iyah, Sukorejo, Situbondo. Pengasuh pesantren, KH. R.

Fawaid As'ad, memberi saya sebuah buku sastra karangan ayahnya, KH. R. As’ad

Syamsul Arifin. Judul kitab itu Syiir Madura, ditulis dalam bahasa Madura huruf Arab.”

Imron menjelaskan karya itu adalah sastra pesantren. Menurutnya, sastra pesantren

dulunya merupakan perpanjangan dari sastra Islam yang pada asalnya menggunakan

bahasa Arab. Tak heran kalau bentuk puisi Kyai As’ad yang berbahasa Madura masih

dalam bentuk konvensional seperti puisi penyair-penyair Islam sebelumnya. Berikut ini

kutipannya.

“Salah satu keuntungan menulis dengan pola konvensional ialah tersedianya

ragam lagu yang sudah menjadi irama keseharian dalam senandung khas masyarakat

yang pernah meneguk ilmu di pesantren. Sedangkan dalam masyarakat Madura

tradisional, denyut pesantren merupakan bagian utama dari denyut jantungnya. Pada

kenyataannya, syiir (puisi-puisi pesantren) yang ditulis generasi sesudah Kyai As'ad,

misalnya oleh K.H. Abdul Madjid Tamim dari Pamekasan, sampai sekarang masih

disenandungkan putra-putri Madura yang tinggal di pedesaan. Irama itu terasa sangat

padu dengan desir angin agraris yang mengusik-usik pucuk-pucul siwalan, dengan

langkah kuda beban yang sedang mendaki punggung bukit kapur, serta dengan suasana

hati penyabit rumput di sudut-sudut ladang pada pertengahan kemarau. Bahkan, sejak

1970-an ketika lagu-lagu mulai dikasetkan, syiir-syiir pesantren itu banyak juga yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

11

masuk dapur rekaman dan laris di pasaran. Salah seorang pelantun syiir itu ialah R.

Moh. Aminollah” (Imron, 1999).

Adapun syiir atau puisi Kyai As'ad yang dibaca Imron lebih banyak bertema tata

krama kehidupan. Sebagaimana yang sudah disebutkan karya ini yang ditemukan Hasan

dan sudah menjadi buku yang diterbitkan pesantren setempat. Karya tersebut

merupakan sebuah karya didaktik yang mengimbau kesejukan dan kedamaian hidup

dengan landasan nilai-nilai profetik. Dengan kata lain, kalau mau hidup damai sejahtera,

bertauladanlah kepada peri kehidupan Nabi Muhammad. Di samping itu, tegas Imron,

ada hal yang cukup mengejutkan apabila merenungkan beberapa bait puisinya yang

seperti menyoroti secara tajam situasi sosial. Menurut Imron, karya Kyai As’ad

Syamsul Arifin, cukup membumi dan aktual buat zaman sekarang. Karyanya

mencerminkan sifat-sifat kebudayaan dan peradaban tempat ia lahir dan dibesarkan.

Kyai As’ad telah berbuat untuk peradaban kita, dengan sajak-sajaknya yang tajam

(Imron, 1999).

Adapun M. Muhkhis Jamil pernah melakukan penelitian dengan obyek syiiran

kyai-kyai. Syiir yang diteliti tidak berupa syiir Madura, tetapi syiir dalam bahasa Jawa,

yang meliputi tiga daerah yaitu Banyumas, Negerigung dan Pesisir. Kajiannya terfokus

pada transformasi ajaran Islam di masyarakat lewat karya syiir (Jamil, 2010). Dengan

demikian memang belum ditemukan penelitian terhadap Syiir Madura Kisah Raja

Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

12

1.5 Landasan Teori

Penelitian ini mencakup dua pokok bahasan, yaitu penelitian filologi dan penelitian

resepsi sastra berdasar teori Hans Robert Jauss (1921—1997). Digunakan teori filologi

karena objeknya adalah naskah lama, sedangkan teori resepsi digunakan untuk

menganalasis sambutan teksnya.

1.5.1 Filologi

Sebagaimana diketahui, objek studi filologi adalah naskah dan teks. Naskah

menunjukkan pengertian sesuatu yang kongkret, sedangkan teks adalah abstrak

(Baroroh-Baried, 1994). Naskah yang menjadi sasaran kerja filologi dipandang sebagai

hasil budaya berupa cipta sastra. “Naskah itu dipandang sebagai cipta sastra karena teks

yang terdapat dalam naskah itu merupakan suatu keutuhan dan mengungkapkan pesan.

Pesan yang terbaca dalam teks secara fungsional berhubungan erat dengan filsafat hidup

dan dengan bentuk kesenian yang lain” (Baroroh-Baried, 1994: 4). Baroroh-Baried

(1994: 47) menjelaskan, kajian ahli filologi bertujuan untuk menyunting, membahas

serta menganalisisnya, atau untuk kedua-duanya. Pada tahap awal kajian terhadap

naskah-naskah itu adalah melakukan penyuntingan.

Dijelaskan Robson (1994: 12), studi filologi lebih dari sekedar ‘kritik teks’ dan

berbeda dengan linguistik dan sastra, meski berkaitan dengan hal itu. Tugas filolog

adalah menjembatani kesenjangan penulis di masa lalu dan pembaca modern, oleh

karenanya banyak hal yang perlu dilakukan. Dari semua tugas filolog dapat diringkas

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

13

menjadi sebuah frase ‘membaca teks terbaca atau dimengerti’ (Robson, 1994: 12).

Dalam konteks kajian ini, yang dijadikan paradigma adalah teori filologi baru yang

memandang perubahan karya dan penyimpangan dari teks asli bukan sebagai hal yang

korup sebagaimana dalam filologi lama tetapi sebagai kreativitas. Apalagi Syiir Madura

Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah adalah naskah tunggal, yang menjadi

fokus adalah edisi teksnya atau penyuntingannya.

Jika melihat kedudukan filologi di antara ilmu lain terdapat hubungan timbal

balik dan saling membutuhkan (Baroroh-Baried, 1994: 9), karena objek filologi adalah

naskah yang mengandung teks lama atau sastra tradisional yang di dalamnya

terkandung hasil kebudayaan. Sastra demikian sangat erat hubungannya dengan

masyarakat yang menghasilnya. Tentu saja untuk memahaminya dibutuhkan piranti

lainnya, baik itu bahasa, sejarah dan budaya. Melihat hal itu, filologi membutuhkan

ilmu bantu yang erat kaitannya dengan bahasa, masyarakat, budaya yang melahirkan

naskah, dan ilmu sastra untuk mengungkapkan nilai sastra yang terkandung di dalamnya

(Baroroh-Baried, 1994: 10). Ditegaskan lebih jauh, “Selain itu diperlukan juga ilmu

bantu yang dapat memberikan keterangan tentang pengaruh-pengaruh kebudayaan yang

terlihat dalam kandungan teks. Dengan demikian, untuk menangani naskah dengan baik,

ahli filologi memerlukan ilmu bantu, antara lain linguistik, pengetahuan bahasa-bahasa

yang tampak pengaruhnya dalam teks, paleografi, ilmu sastra, ilmu agama, sejarah

kebudayaan, antropologi dan folklor.” (Baroroh-Baried, 1994: 10).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

14

Oleh karena itu, kajian ini secara integral menggunakan kerangka filologi karena

obyek material kajiannya adalah naskah dan teks lama, yaitu Syiir Madura Kisah Raja

Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah karya KH R As’ad Syamsul Arifin. Asumsi teoretik

filologi ymenjelaskan bahwa teks, dalam penurunannya selalu mengalami perubahan,

sehingga atas perubahan itu muncullah apa yang disebut dengan varian atau variasi teks

(Istanti, 2010: 13). Kerangka kerja filologi yang digunakan adalah dalam metode

penyuntingan teks. Dalam penelitian ini, penyuntingan dipahami sebagai kerja

pendahuluan sebelum masuk pada analisis teks dengan teori lain, yaitu dengan resepsi

sastra.

1.5.2 Resepsi

Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti sastra dengan mempertimbangkan

pembaca selaku pemberi sambutan atau tanggapan. Teori resepsi merupakan sebuah

aplikasi historis dari tanggapan pembaca. Jauss merupakan salah satu tokoh utama dari

teori resepsi tersebut. Resepsi pembaca didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa

karya sastra sejak awal kemunculannya selalu mendapatkan tanggapan pembacanya.

Apresiasi pembaca pertama terhadap suatu karya sastra akan dilanjutkan melalui

tanggapan-tanggapan pembaca berikutnya (Jauss 1983: 14).

Fokus perhatian Jauss, sebagaimana teori tanggapan pembaca lainnya, adalah

penerimaan sebuah teks tetapi dengan beberapa elaborasi khusus, termasuk beberapa

perangkat teoritik yang membedakan Jauss dengan resepsi lainnya. Minat utamanya

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

15

bukan pada tanggapan seorang pembaca tertentu pada suatu waktu tertentu melainkan

pada perubahan-perubahan tanggapan dan evaluasi pembaca umum terhadap teks yang

sama atau teks-teks yang berbeda dalam kurun waktu berbeda. Jauss telah memberikan

dimensi kesejarahan kepada kritik sastra yang berorientasi kepada pembaca (Selden,

1993:120).

Jauss (1983: viii) menyebut pendekatannya dengan rezeptionsasthetik atau

estetika resepsi. Pendekatan yang menekankan pada tanggapan pembaca. Bisa pula

dikatakan teori Jauss ini telah memberikan dimensi kesejarahan kepada kritik sastra

yang berorientasi pada pembaca. Jauss beranggapan bahwa karya sastra lama

merupakan produk masa lampau yang memiliki relevansi dengan masa sekarang, dalam

arti ada nilai-nilai terntentu untuk orang yang membacanya. Untuk menggambarkan

relevansi itu Jauss memperkenalkan konsep tanggapan atau respon pembaca yang

memungkinkan terjadinya penerimaan dan pengolahan dalam batin pembaca terhadap

sebuah objek literer. Melalui penelitian resepsi, Jauss ingin merombak sejarah sastra

masa itu yang terkesan hanya memaparkan sederetan pengarang dan jenis sastra (genre).

Fokus perhatiannya adalah proses sebuah karya sastra diterima, sejak pertama kali

ditulis sampai penerimaan-penerimaan selanjutnya.

Menurut Jauss (1983: 13) yang menjadi perhatian utama dalam teori resepsi

adalah pembaca karya sastra di antara jalinan segitiga pengarang, karya sastra, dan

masyarakat pembaca. Pembaca mempunyai peranan aktif bahkan mempunyai kekuatan

pembentuk sejarah. Metode resepsi didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

16

karya sastra sejak awal kemunculannya selalu mendapatkan tanggapan pembacanya.

Apresiasi pembaca pertama terhadap suatu karya sastra akan dilanjutkan melalui

tanggapan-tanggapan pembaca berikutnya (Jauss 1983: 14). Jauss (1983: 19)

membedakan dua resepsi atau tanggapan pembaca, yaitu resepsi aktif dan pasif.

Tanggapan bersifat pasif, yaitu bagaimana seorang pembaca dapat memahami karya itu

atau dapat melihat hakekat estetika yang ada di dalamnya; tanggapan aktif yaitu

bagaimana ia ‘merealisasikan’-nya dalam sebuah teks baru. Dalam konteks Syiir

Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah ini, maka teksnya dipandang

sebagai karya baru yang merupakan tanggapan teks sebelumnya. Syiir Madura Kisah

Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah merupakan teks baru dan merupakan jenis

tanggapan aktif. Jadi resepsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah resespsi karya

sastra yang dilakukan pengarang pada karya-karya sebelumnya.

Konsep kunci dalam teori resepsi Jauss adalah horison harapan pembaca atau

erwatunghorizont. Jauss mengintroduksi konsep erwatunghorizont (horison harapan

pembaca) dari Gadamer. Sebenarnya, yang dipinjam hanyalah konsep horison saja.

Konteks horison memiliki rentang konteks yang luas dari teori fenomenologi Jerman

hingga sejarah seni. Gadamer menggunakan istilah itu untuk merujuk pada ‘rentangan

visi yang melibatkan segala sesuatu yang dapat dilihat dari suatu tempat secara

particular menguntungkan’ (Holub, 1984: 88). Sejarawan seni Gombrich (dalam Holub,

1984) mendefinisikan horison harapan sebagai ‘perangkat mental yang mencatat

penyimpangan dan modifikasi dengan sensivitas yang dibesarkan’ (Holub, 1984: 89).

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

17

Jauss menyebut cakrawala harapan dengan mengacu pada sistem intersubjektif

struktur harapan sebuah sistem rujukan atau seperangkat pikiran yang bersifat hipotesis

yang bisa saja pembaca bawa pada teks tertentu (Holub, 1984: 89—90). Dengan

penegasan, setiap pembaca mempunyai horison harapan yang tercipta karena

pembacaannya yang lebih dahulu, pengalamannya selaku manusia budaya. Dalam

pandangan Jauss, suatu karya sastra dapat diterima pada suatu masa tertentu

berdasarkan suatu horison penerimaan tertentu (Jauss, 1983: 12). Horison harapan

disusun dengan tiga pendekatan. Pertama, melalui norma-norma yang familiar atau

puitika imanen tentang genre. Dengan kata lain, pengalaman pembaca dalam

menghadapi genre sastra yang sama dengan genre sastra yang dihadapinya; kedua,

melalui hubungan implisit bagi karya-karya yang familiar terhadap lingkungan sejarah

sastra. Dengan demikian, pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap keseluruhan

teks yang telah dibaca sebelumnya, baik terkait dengan bentuk atau tema, menjadi

penting; ketiga, melalui oposisi antara fiksi dan realitas, antara fungsi puitik dan fungsi

praktik bahasa, yang selalu ada bagi pembaca yang biasa merefleksikan selama

pembacaan sebagai kemungkinan perbandingan. Dalam konteks ini, kesadaran pembaca

mengenai perbedaan bahasa sastra dan bahasa sehari-hari atau kontras antara fiksi dan

kenyataan menjadi hal-hal yang perlu dirunut dan diperhatikan (Jauss, 1983: 24).

Teeuw (2003) menjelaskan, peneliti sastra dan sejarah sastra bertugas untuk

menelusuri resepsi karya sepanjang zaman. Keindahan sebuah karya bukanlah sesuatu

yang mutlak, abadi dan tetap, keindahan tergantung pada situasi sosio-budaya pembaca.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

18

Ilmu sastra harus meneliti hal itu, bukan keindahan langgeng dari karya-karya besar

dunia, tetapi resepsi karya mereka oleh pembaca pada masa dan tempat yang berbeda-

beda (Teeuw, 2003: 162). Apalagi koherensi karya sastra sebagai sebuah peristiwa

terutama dijembatani oleh horison-horison harapan pengalaman kesastraan dan horison

harapan pembaca, kritikus, dan pengarang (Jauss, 1983: 21).

Bagi Jauss, nilai sastra sebuah teks terletak pada seberapa jauh teks memenuhi

dan melampaui harapan publik pembaca tertentu pada saat teks tertulis atau diterbitkan.

Kesenjangan antara horison harapan sastra dan pemunculan sebuah teks baru yang

mampu mengubah horison harapan disebut dengan ‘jarak estetik’ (esthetic distance).

Jarak estetis mungkin ditentukan secara historis dengan dasar reaksi publik pembaca

tertentu dan putusan-putusan yang diisukan dalam kritik (Jauss, 1970: 177 via Segers,

1978: 36). Implikasi estetik terdapat pada kenyataan bahwa resepsi pertama suatu karya

oleh pembaca mencakup pengujian nilai estetiknya dalam perbandingan dengan karya-

karya yang sudah dibaca. Kejelasan implikasi historis terkait dengan hal tersebut adalah

pemahaman pembaca pertama akan ditopang dan diperkaya dalam sebuah rantai resepsi

dari generasi ke generasi. Dengan cara ini makna historis suatu karya bisa diputuskan

dengan pembuktian nilai estetiknya (Jauss, 1983: 87).

Dalam praktiknya, fungsi efek dan nilai sebuah karya sastra untuk pembaca

modern dalam kebudayaan Barat, ingin dan berharap agar ia terkejut, diguncangkan

oleh hal-hal yang baru, yang memecahkan atau menggeser horison harapannya (Teeuw,

2003: 161). Dengan mengikuti alur pemikiran demikian, penelitian ini menggali sejauh

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

19

mana horison harapan dalam Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah serta jarak estetiknya dengan karya-karya sebelumnya. Hal itu karena resepsi

yang menjadi titik tekan dalam penelitian ini adalah resepsi karya sastra dalam teks

Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah pada karya-karya

sebelumnya.

Jauss dikenal dengan tujuh tesis pemikirian teoritisnya (Jauss, 1983: 20). Secara

ringkas ketujuh tesis Jauss yang berbicara tentang estetika resepsi, pembaca dan sejarah

studi sastra dapat diuraikan sebagai berikut: (1) karya sastra bukanlah monumen yang

mengungkap makna yang satu dan sama, seperti anggapan tradisional mengenai

objektivitas sejarah sebagai deskripsi yang tertutup. Karya sastra ibarat orkestra: selalu

memberikan kesempatan kepada pembaca untuk menghadirkan resonansi yang baru

yang membebaskan teks itu dari belenggu bahasa, dan menciptakan konteks yang dapat

diterima pembaca masa kini; (2) sistem horison harapan pembaca timbul sebagai akibat

adanya momen historis karya sastra, yang meliputi suatu prapemahaman mengenai

genre, bentuk, dan tema dalam karya yang sudah diakrabi, dan dari pemahaman

mengenai oposisi antara bahasa puitis dan bahasa sehari-hari. Sekalipun sebuah karya

sastra tampak baru sama sekali, ia sesungguhnya tidak baru secara mutlak seolah-olah

hadir dari kekosongan; (3) jika ternyata masih ada jarak estetik antara horison harapan

dengan wujud sebuah karya sastra yang baru, maka proses penerimaan dapat mengubah

harapan itu baik melalui penyangkalan terhadap pengalaman estetik yang sudah dikenal,

atau melalui kesadaran bahwa sudah muncul suatu pengalaman estetik yang baru; (4)

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

20

rekonstruksi mengenai horison harapan terhadap karya sastra sejak diciptakan dan

disambut pada masa lampau hingga masa kini, akan menghasilkan berbagai varian

resepsi sesuai dengan semangat jaman yang berbeda; (5) teori estetika penerimaan tidak

hanya sekedar memahami makna dan bentuk karya sastra menurut pemahaman historis;

(6) Apabila pemahaman dan pemaknaan sebuah karya sastra menurut resepsi historis

(jadi dengan analisis diakronis) tidak dapat dilakukan karena adanya perubahan sikap

estetik, maka seseorang dapat menggunakan perspektif sinkronis untuk menggambarkan

persamaan, perbedaan, pertentangan, ataupun hubungan antara sistem seni sejaman

dengan sistem seni dalam masa lampau; (7) tugas sejarah sastra tidak menjadi lengkap

hanya dengan menghadirkan sistem-sistem karya sastra secara sinkronis dan diakronis,

melainkan harus juga dikaitkan dengan sejarah umum (1983: 20-45).

Dijelaskan Jauss (1983), kesenjangan antara sastra dan sejarah, antara

pengetahuan historis dan estetis, dapat dijembatani jika sejarah sastra tidak sekedar

mendeskripsikan proses sejarah umum dalam refleksi karya-karyanya, tetapi agaknya

lebih tepat kapan ia menemukan dalam rentang ‘evolusi literer’ yang mempunyai fungsi

formatif sosial yang termasuk kesusastraan ketika ia bersaing dengan seni-seni lain dan

kekuatan-kekuatan sosial dalam suatu emansipasi kemanusiaan dari ikatan-ikatan alam,

religius dan sosial (Jauss, 1983: 45). Jika pada satu pihak evolusi sastra dapat dipahami

di dalam perubahan historis suatu sistem dan di pihak lain sejarah pragmatik dapat

dipahami di dalam semacam lingkaran kondisi-kondisi sosial, maka tidak mungkinkah

untuk ditempatkan suatu ‘rangkaian literer’ dan ‘rangkaian non literer’ dalam sebuah

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

21

hubungan yang meliputi hubungan antara sastra dan sejarah tanpa memaksa sastra, atas

beban karakternya sebagai seni, ke dalam suatu fungsi yang hanya mengkopi atau

mengomentari (Jauss, 1983: 18).

Sementara itu, dalam lingkup sejarah sastra, Jauss (1983: 5) mengemukakan

bahwa kehidupan historis karya sastra tidak mungkin ada tanpa partisipasi aktif

penerima. Hal itu karena seorang sejarawan tidak hanya secara pasif mendeskripsikan

fakta masa lalu tetapi juga fakta sekarang yang di dalamnya ia ikut ambil bagian.

Pikiran ini dinukil dari pemikiran Schiller (Jauss, 1983: 5). Dengan demikian, tugas

resepsi sastra adalah menyelidiki konkretisasi pembaca dari masa ke masa. Konsekuensi

logis yang ditimbulkan hanya konkretisasi yang berkaitan dengan struktur teks pada saat

penilaian yang relevan. Tugas sejarah resepsi sastra ada dua macam, yaitu menyusun

kembali keseluruhan konkretisasi yang telah ditimbulkan oleh teks, dan menilai

hubungan antar konkretisasi di satu pihak, konteks historis teks pada saat konkretisasi di

pihak lain. Hal itu karena karya-karya sastra berbeda dengan dokumen-dokumen sejarah

murni, karena sastra berfungsi lebih dari sekedar dokumen pada waktu tertentu dan

tetap ‘bicara’ sampai sejauh yang mereka usahakan untuk memecahkan problem-

problem bentuk dan isi, dan juga meluas jauh keluar dari relik-relik masa lampau yang

membisu (Jauss, 1983: 69).

Langkah dari sejarah resepsi karya individual hingga sejarah sastra telah

mengarahkan untuk melihat dan merepresentasikan konsekuensi historis karya-karya

karena hal tersebut menentukan dan menjelaskan koherensi sastra pada keluasan yang

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

22

bermakna bagi manusia sebagai prasejarah dari pengalaman kekiniannya (Jauss, 1983:

20). Kriteria dalam kaitan ini adalah karya sebagai suatu bentuk baru dalam rangkaian

sastra dan bukan suatu self-production worn-out form sarana-sarana artistik, dan genre-

genre yang menembus latar belakang hingga tiba di momen yang baru dalam sebuah

evolusi, sekali lagi mereka dibuat perseptibel (Jauss, 1983:33). Untuk menentukan

fungsi ini, yakni mengenali problem yang masih tersisa padanya karya baru dalam

rangkaian historis merupakan jawabannya, interpreter harus menyertakan

pengalamannya sendiri ke dalam permainan karena horison lampau mengenai bentuk-

bentuk baru dan usang, problem-problem dan solusi-solusinya hanya dapat dikenal

dalam mediasinya yang lebih lanjut di dalam horison kini mengenai karya yang diterima

(Jauss, 1983:34).

Dalam konteks penelitian ini bisa disusun sebuah sejarah sastra berdasarkan

tanggapan pembaca terhadap karya sebelumnya, yang melahirkan teks baru. Hal itu

karena keragaman karya jenis ini, terutama Maulud Nabi, yang bersifat didaktis dan

agamis sangat melimpah di bumi Nusantara. Konstruksi kesejarahan Syiir Madura

Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah di antara karya-karya sejenis yang

merupakan hasil-hasil tanggapan dari karya-karya sebelumnya.

1.6 Metode Penelitian

Penelitian ini menerapkan metode penelitian filologi dan sastra. Hal itu karena obyek

kajiannya adalah naskah lama dan teksnya. Metode filologi ditempuh dengan obyek

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

23

kajian naskah lama, sedangkan untuk menganalisis hasil suntingan menggunakan

metode penelitian sastra yang bersumber dari resepsi sastra.

1.6.1 Metode Penelitian Filologi

Istanti (2013:8) menjelaskan, tujuan dalam langkah kerja penelitian filologi adalah

untuk menemukan naskah, kemudian mengolah dan menerbitkannya menjadi sebuah

edisi teks terbaca. Adapun tahap-tahap langkah kerja penelitian filologi meliputi

penentuan sasaran penelitian, inventarisasi naskah, penentuan naskah dasar penelitian,

transliterasi naskah, suntingan teks dan bila diperlukan dilakukan penerjemahan teks

(Istanti, 2013: 8). Keduanya terangkum dalam dua metode yaitu metode pemilihan

naskah dan penyuntingan teks.

A.Metode Pemilihan Naskah

Untuk memilih naskah kajian, dimulai dari penentuan sasaran penelitian. Sasaran

penelitian adalah naskah Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah

karya K.H.R. Moh. As’ad Syamsul Arifin, pengasuh pondok pesantren Situbondo pada

tahun 1920-an yang ditulis dalam huruf pegon, berbentuk syiir, dan berbahasa Madura.

Naskah ini disalin Abdus Shomad Al-Bukhori, pada 24 Safar 1392 H/ 9 April 1972 M

di atas kertas HVS. Naskah ini berisi tentang penyerbuan Ka’bah oleh Ratu Abrahah,

lima puluh hari sebelum kelahiran Nabi Muhammad. Teknik yang digunakan dalam

tahap ini, salah satunya adalah studi pustaka, untuk mengetahui tahun penulisan karena

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

24

dalam naskah tidak ada kolofon, yang ada hanya tahun penyalinan. Selanjutnya

dilakukan inventarisasi naskah ke beberapa tempat penyimpanan naskah, pesantren,

kantor arsip dan perpustakaan, museum dan lain sebagainya. Selain itu, ditelusuri

katalog-katalog naskah Nusantara dari berbagai koleksi. Ternyata naskah Syiir Madura

Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah belum ditemukan dan berkesaksian

naskah tunggal, hanya terdapat di Pondok Pesantren Annuqoyah Sumenep Madura, dan

menjadi koleksi pengasuh pesantren tersebut. Naskah ini belum terkodifikasi. Meski

kesaksian naskah tunggal, tetapi dilakukan pelacakan pada naskah yang berjenis sama

yaitu naskah Maulud, karena naskah jenis ini sangat banyak dan populer di Nusantara.

Inventarisasi dilakukan lewat katalog-katalog penyimpanan naskah, yang dilakukan

dengan pencatatan. Selanjutnya dilakukan observasi pendahuluan dengan melakukan

pendeskripsian naskah-naskah tersebut. Adapun terkait dengan naskah dasar kajian yang

hanya satu, maka Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah menjadi

objek kajian dan tidak perlu menggunakan metode pemilihan naskah, seperti landasan

dan stemma. Metode ini sebagaimana yang diungkapkan Istanti (2013: 25), apabila

naskah sasaran penelitian hanya satu (codex unicum), maka naskah tersebut yang

menjadi dasar kajian. Setelah itu, Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah ditransliterasi atau dialihaksarakan ke sistem transliterasi yang menggunakan

Patokanipoen Basa Djawi Kaserat Asara ‘Arab (Pegon) karya Nitisastro diterbitkan

Paneleh Surabaya tahun 1933. Dipilihnya sistem transliterasi tersebut karena belum

tersedianya sistem transliterasi Madura-Pegon yang sudah diterbitkan.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

25

B.Metode Penyuntingan Teks

Metode penyuntingan teks dalam penelitian ini menggunakan metode suntingan dengan

penyesuaian ejaan. Menurut Istanti (2013: 41), metode edisi dengan penyesuaian ejaan

yaitu menerbitkan naskah dengan membetulan kesalahan-kesalahan kecil dan

ketidakkonsistenan, sedangkan ejaannya disesuaian dengan aturan yang berlaku.

Dilakukan pembagian kata, kalimat, huruf besar, pungtuasi atau tanda baca dan

diberikan komentar mengenai kesalahan-kesalahan teks. Adapun tentang perbaikan,

Istanti (2013: 41) menjelaskan, pembetulan dilakukan berdasar pada pemahaman yang

baik sebagai hasil perbandingan dengan naskah sejenis dan sezaman dengan yang

diteliti. Semua perubahan tersebut dicatat di tempat yang khusus agar selalu dapat

diperiksa dan diperbandingkan dengan bacaan naskah sehingga masih memungkinkan

penafsiran lain dari pembaca. Ditegaskan, “segala usaha perbaikan harus disertai

pertanggungjawaban dengan rujukan yang tepat.” (Istanti, 2013: 41). Penyuntingan

naskah ini mengacu pada Tata Bahasa Bahasa Madura (Balai Bahasa Provinsi Jawa

Timur, 2008) dan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Madura yang Disempurnakan, Edisi

Revisi (Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, 2012) yang diterbitkan Balai bahasa Provinsi

Jawa Timur.

Setelah itu, dilakukan penerjemahan karena bahasa yang digunakan Syiir

Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah adalah bahasa Madura sehingga

perlu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Istanti (2013: 30) menjelaskan,

penerjemahan adalah transformasi makna. Yang diperlukan adalah peralihan sistem

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

26

bahasa Madura ke sistem bahasa Indonesia. Karena bentuk teksnya adalah syiir yang

memiliki konvensi tersendiri maka penerjemahannya mengacu pada bentuk syair

dengan tidak mengubah isi kandungannya dan pilihan kata yang ada karena gaya bahasa

penyaji berperan dalam penyajian teks terbaca (Istanti (2013: 30).

1.6.2 Metode Penelitian Sastra

Metode penelitian merupakan cara untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek

yang kodrat keberadaannya dinyatakan oleh teori (Faruk, 2013: 58). Setelah kerja

filologi selesai dengan dihasilkannya suntingan teks Syiir Madura Kisah Raja Abrahah

Bakal Menyerbu Ka’bah, selanjutnya dilakukan penelitian sastra yang bertumpu pada

paradigma resepsi. Dalam hal ini, teks Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal

Menyerbu Ka’bah sebagai objek material, sedangkan objek formalnya adalah sambutan

Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah. Hal itu sebagaimana

dijelaskan Faruk (2013: 23), objek material adalah objek yang menjadi lapangan

penelitian, sedangkan objek formal adalah objek yang dilihat dari sudut pandang

tertentu.

Dalam proses ini digali lebih dalam kapasitas resepsi Syiir Madura Kisah Raja

Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah sebagai sebuah teks baru hasil sambutan terhadap

teks-teks sebelumnya. Sebagai hal yang membuktikan bahwa di dalam teori resepsi

mengandung dirinya aspek historis, maka ditelusuri teks-teks sebelumnya itu hingga ke

sumber awal yang diresepsi oleh pembaca aktif yaitu pengarang Syiir Madura Kisah

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

27

Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah, sehingga diketahui sejarah perkembangan

teksnya. Selanjutnya memposisikan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah sebagai karya sambutan. Dari sini dibahas tentang aspek-aspek resepsi terkait

pilihan genre Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah dan sambutan

pada genre ini dalam tradisi Nusantara, termasuk genre syair Maulid Nabi karena objek

material mengandung potensi teks demikian. Karena secara teoritis, penelitian ini

mengarahkan pada hal-ihwal tentang horison harapan pembaca dan jarak estetika, Syiir

Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah dibedah dalam kapasitas

resepsinya terhadap teks terdahulu, dengan metode perbandingan. Dari serangkaian

penelusuran modus-modus penerimaan atau sambutan dari bentuk dan isi diketahui

jarak estetiknya.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian dari penelitian ini diancangkan menjadi dari lima bab. Perincian

sistematikanya sebagai berikut:

Bab pertama ‘Pendahuluan’, berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab kedua, ‘Pernaskahan dan Perteksan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah

Bakal Menyerbu Ka’bah’, berisi tentang penelusuran naskah Syiir Madura Kisah Raja

Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah ke beberapa katalog penyimpanan naskah Nusantara

dan mengurai volume teks Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/78996/potongan/S2-2015... · Biasanya syiir memang dilisankan dan kegiatan itu disebut dengan an

28

Bab ketiga, ‘Suntingan Teks dan Terjemahan’, berisi suntingan, catatan

penyuntingan, dan terjemahan teks Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah.

Bab keempat, ‘Sejarah Perkembangan Teks Raja Abrahah’, terdiri atas sub-bab

teks Raja Abrahah dalam hagiografi Islam, dalam teks keagamaan, dalam syair Arab,

dan dalam kitab pesantren.

Bab kelima, ‘Sambutan Teks Raja Abrahah’, terdiri dari tiga sub-bab yaitu

sambutan dalam tradisi syair di Nusantara, dalam tradisi Maulid Nabi, dan Syiir Madura

Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah sebagai karya sambutan tradisi syair

Maulid dan hagiografi Nabi.

Bab keenam, ‘Horison Harapan dan Jarak Estetika dalam Syiir Madura Kisah

Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah”, terdiri dari dua sub-bab, yaitu sambutan Syiir

Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu Ka’bah pada Sirah Ibnu Hisyam dan

modus penerimaan/sambutan Syiir Madura Kisah Raja Abrahah Bakal Menyerbu

Ka’bah.

Bab ketujuh berisi simpulan.