bab i pendahuluan a. latar belakang...

32
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Relasi antara laki-laki dan perempuan sejauh ini masih terjadi ketimpangan. Relasi yang adil dan setara di banyak tempat masih sulit terjadi, yang masih sering ditemui adalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan relasi antara laki-laki dan perempuan. Dalam banyak kasus perempuan terposisikan dalam situasi yang tidak diuntungkan. Banyak tindakan ketidakadilan yang menimpa perempuan dengan mayoritas pelaku adalah laki-laki. Kasus kekerasan, tindakan diskriminatif, dan pelecehan terhadap perempuan masih sering terdengar dan terlihat dalam kehidupan sehari-hari dewasa ini. Kasus perkosaan masih marak terjadi dengan korban rata-rata adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi korbannya adalah perempuan walaupun dalam beberapa kasus laki-laki juga ada yang menjadi korban. Tindakan diskriminatif pada TKW (Tenaga Kerja Wanita) juga masih sering terjadi. Banyak kasus kekerasan menimpa TKW Indonesia di luar negeri mulai dari penyiksaan bahkan sampai pembunuhan. Kasus kekerasan yang menimpa TKW tersebut bahkan sering terulang tiap tahunnya. Di dalam negeri sendiri kekerasan terhadap PRT (Pekerja Rumah Tangga) juga sering muncul melalui media. Pada masa lalu upah buruh perempuan di beberapa kasus juga masih dibedakan dengan upah buruh laki-laki dan sangat mungkin praktik itu masih terjadi di masa sekarang.

Upload: ngolien

Post on 09-Apr-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Relasi antara laki-laki dan perempuan sejauh ini masih terjadi ketimpangan.

Relasi yang adil dan setara di banyak tempat masih sulit terjadi, yang masih sering

ditemui adalah ketidakadilan dan ketidaksetaraan relasi antara laki-laki dan

perempuan. Dalam banyak kasus perempuan terposisikan dalam situasi yang tidak

diuntungkan. Banyak tindakan ketidakadilan yang menimpa perempuan dengan

mayoritas pelaku adalah laki-laki. Kasus kekerasan, tindakan diskriminatif, dan

pelecehan terhadap perempuan masih sering terdengar dan terlihat dalam kehidupan

sehari-hari dewasa ini. Kasus perkosaan masih marak terjadi dengan korban rata-rata

adalah perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi korbannya

adalah perempuan walaupun dalam beberapa kasus laki-laki juga ada yang menjadi

korban. Tindakan diskriminatif pada TKW (Tenaga Kerja Wanita) juga masih sering

terjadi. Banyak kasus kekerasan menimpa TKW Indonesia di luar negeri mulai dari

penyiksaan bahkan sampai pembunuhan. Kasus kekerasan yang menimpa TKW

tersebut bahkan sering terulang tiap tahunnya. Di dalam negeri sendiri kekerasan

terhadap PRT (Pekerja Rumah Tangga) juga sering muncul melalui media. Pada

masa lalu upah buruh perempuan di beberapa kasus juga masih dibedakan dengan

upah buruh laki-laki dan sangat mungkin praktik itu masih terjadi di masa sekarang.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

2

Berbagai ketidakadilan tersebut menunjukkan bahwa posisi perempuan dalam

kehidupan sosial di satu sisi masih lemah. Posisi laki-laki di sisi lain masih dominan

dan kuat dalam kehidupan sosial, politik dan budaya. Hal tersebut terlihat dari

berbagai peristiwa yang menimpa perempuan dangan berbagai kasus yang ada.

Berbagai ketidakadilan terhadap perempuan sudah terjadi sejak lama. Ketidakadilan

dalam ranah teologis tergambar dalam tafsir-tafsir agama samawi yaitu sejak

penciptaan manusia yaitu Adam dan Hawa. Dalam beberapa tafsir keagamaan sejak

terciptanya Adam dan Hawa, relasi laki-laki dan perempuan sudah dianggap tidak

dalam posisi yang setara. Filsafat Aristotelian memandang perempuan sebagai

manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

dan lebih rendah „posterior et inferior‟ (Gamble, 2010: 6).

Adanya ketidakadilan tersebut membuat perempuan sadar bahwa posisinya

sangat tidak diuntungkan dalam relasi dengan laki-laki baik dalam rumah tangga

maupun dalam relasi sosial kemasyarakatan. Di Eropa pada abad ke 16-18, benih-

benih kesadaran atas ketidakadilan terhadap perempuan tersebut mulai muncul. Pada

akhir abad ke 18 gerakan feminisme modern muncul dengan ditandai adanya buku

Vindication Rights of Woman karya Mary Wollstonecraft pada tahun 1792

(Gamble,2010:19). Generasi awal gerakan perempuan di Eropa waktu itu dari segi isu

masih belum kompleks seperti saat ini. Waktu itu dorongan utama adalah perempuan

mempunyai hak suara dalam pemilihan umum dan bisa masuk dalam ruang-ruang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

3

publik yang selama ini didominasi oleh laki-laki. Gerakan perempuan pada abad ke

19 merupakan awal mula gerakan feminisme dan berkembang sampai saat ini.

Gerakan feminisme telah lama memperjuangkan hak-hak perempuan dalam

berbagai bentuk. Usaha-usaha tersebut saat ini sudah mulai kelihatan dampaknya, isu-

isu gender telah menjadi isu internasional dan diakui juga oleh PBB. Perjuangan

untuk memperjuangkan hak-hak perempuan saat ini masih gencar dilakukan tidak

saja oleh gerakan masyarakat sipil tapi juga sudah dilakukan oleh negara. Sayangnya,

tidak semua negara atau wilayah dalam suatu negara dapat dengan mudah menerima

isu-isu perjuangan keadilan gender tersebut. Budaya patriarki masih begitu lekat

dalam diri para pemegang kekuasaan yang pada umumnya masih dipegang oleh kaum

laki-laki. Adanya beberapa penolakan terhadap isu keadilan gender tersebut tentunya

merupakan suatu tantangan tersendiri bagi gerakan feminisme.

Banyak program tentang isu gender menyasar pada korban yaitu perempuan.

Perempuan sebagai korban dianggap butuh pengetahuan mengenai hak-haknya agar

terjadi kesadaran yang masif di masyarakat. Perempuan diharapkan menjadi aktor

perubahan khususnya berkaitan dengan ketimpangan gender yang selama ini ada di

masyarakat. Hal tersebut merupakan spirit dari gerakan feminisme yang sejak awal

gerakan tersebut memang diinisiasi dan digerakkan oleh perempuan. Upaya-upaya

menyadarkan diri bagi pihak tertindas harus dilakukan, karena perlawanan terhadap

sistem yang menindas hanya dapat dilakukan bersama-sama oleh pihak tertindas itu

sendiri.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

4

Program untuk kesadaran gender di masyarakat sudah berjalan untuk beberapa

waktu di Indonesia. Perempuan banyak yang terlibat aktif dalam program kesadaran

gender tersebut. Hampir setiap kegiatan yang berkaitan dengan gender pesertanya

kebanyakan perempuan. Gender diidentikkan dengan perempuan. Hal tersebut

membuat berbagai informasi yang berkaitan dengan isu gender hanya diterima oleh

perempuan, sementara laki-laki sangat sedikit atau bahkan tidak tahu informasi

mengenai hal-hal yang berkaitan dengan isu gender tersebut. Terjadi perbedaaan

pengetahuan yang mencolok antara perempuan dan laki-laki dalam memahami isu

gender. Hal tersebut dalam beberapa kasus tertentu dapat membuat potensi konflik

antara laki-laki dan perempuan terbuka lebar. Kesadaran terhadap keadilan dan

kesetaraan gender bisa dimiliki oleh laki-laki dan perempuan. Pengetahuan terhadap

isu gender mestinya dapat diperoleh juga oleh kedua belah pihak. Kesadaran gender

membutuhkan kesadaran juga dari laki-laki sebagai “aktor yang diuntungkan dalam

patriarki” sehingga laki-laki tahu dan sadar akan posisinya. Pada saat terjadi

perubahan sosial yang berkaitan dengan keadilan dan kesetaraan gender, laki-laki dan

perempuan tidak mengalami shock culture.

Keterlibatan laki-laki dalam perjuangan keadilan dan kesetaraan gender

sangatlah perlu. Subjek perubahan tidak saja perempuan tapi juga laki-laki, hal

tersebut juga menjadi perhatian beberapa aktivis gender baik di Indonesia maupun di

dunia internasional. Gerakan perubahan sosial dalam isu gender diharap lebih

maksimal dengan adanya keterlibatan laki-laki. Seperti gerakan perempuan di masa

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

5

awal yang mulai mengkonsolidasikan diri untuk memperjuangkan hak-hak

perempuan, gerakan pelibatan laki-laki juga membentuk suatu wadah agar ide-ide

tentang keterlibatan laki-laki dan gerakannya bisa lebih masif dan maksimal. Salah

satu wadah tersebut adalah munculnya Aliansi Laki-laki Baru (ALB). Aliansi Laki-

laki Baru hadir dalam kancah perjuangan keadilan dan kesetaraan gender di Indonesia

dengan tantangannya sendiri. Keterlibatan laki-laki dalam isu gender di Indonesia

juga sudah cukup lama namun tidak membentuk komunitas sendiri. Keterlibatan laki-

laki tersebut dengan bergabung dalam lembaga-lembaga sosial secara umum maupun

lembaga yang mayoritas beranggotakan perempuan. Adanya Aliansi Laki-laki Baru

merupakan generasi awal organisasi yang berisi laki-laki dengan tujuan

memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender.

Aliansi Laki-laki Baru ini kegiatannya berskala nasional, hal tersebut

dibuktikan dengan adanya sekretariat nasional yang berada di Jakarta. Gerakan

tersebut muncul awalnya di Bandung pada 2009 hasil dari pertemuan beberapa

lembaga dari berbagai wilayah di Indonesia yang melihat bahwa transformasi sosial

untuk keadilan dan kesetaraan gender tidak dapat hanya dilakukan oleh perempuan

saja tapi juga harus dilakukan oleh laki-laki. Aliansi Laki-laki Baru sebagai gerakan

yang basis anggotanya laki-laki, berusaha berjuang mengubah pandangan

maskulinitas laki-laki dalam kultur yang patriarki. Pandangan bahwa laki-laki

merupakan sosok dominan dan berkuasa terhadap perempuan diperjuangkan ALB

menjadi relasi yang adil dan setara antara laki-laki dan perempuan. Aliansi Laki-laki

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

6

Baru terlibat dalam program pelibatan laki-laki dalam isu gender dengan beberapa

lembaga pendukung salah satunya dengan Rifka Annisa dengan program MensCare

yang berada di Yogyakarta.

Aliansi Laki-laki Baru merupakan suatu gerakan “revolutif” dalam isu-isu

gender karena mencoba melakukan pendekatan yang berbeda dalam isu tersebut.

Aliansi Laki-laki Baru mencoba menyadarkan laki-laki yang digambarkan sebagai

sosok yang dominan karena dibesarkan dengan budaya patriarki menjadi laki-laki

yang adil gender. Selama ini setiap berdiskusi tentang isu gender, yang dipahami

adalah isu tersebut untuk perempuan dan laki-laki tidak perlu terlibat, sehingga sering

terjadi pada saat diskusi maupun seminar isu gender, pesertanya kebanyakan

perempuan. Kesadaraan adil gender tidak hanya harus dimiliki perempuan yang

dianggap sebagai kaum “subordinat” tapi juga wajib bagi laki-laki yang

memposisikan diri lebih “superior”. Adanya keterlibatan laki-laki dalam isu gender

tersebut membuat pemahaman terhadap isu gender dalam frekuensi yang sama

sehingga akan mengurangi kecurigaan terhadap perempuan. Tanpa keterlibatan laki-

laki, isu gender dipandang sebagai upaya perempuan untuk memberontak dan

menentang laki-laki. Hal tersebut bisa menimbulkan adanya konflik serta relasi yang

tidak adil pada perempuan. Keberanian Aliansi Laki-laki Baru menjadikan laki-laki

sebagi subjek perubahan sosial bersama perempuan merupakan usaha membuat dunia

menjadi lebih baik dan mencegah kekerasan terhadap perempuan agar tidak terjadi

lagi. Konsep-konsep mengenai pola pendekatan yang dilakukan untuk membangun

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

7

relasi yang adil dan setara tersebut memang perlu dibuktikan apakah mempunyai

dampak yang positif atau malah sebaliknya.

Adanya gerakan Aliansi Laki-laki Baru ini menambah peta gerakan dan

pemikiran dalam isu-isu perubahan sosial berbasis gender. Eksistensi Aliansi Laki-

laki Baru dalam gerakan perempuan penting untuk dipetakan. Beragamnya

pandangan dalam feminisme membuat posisi Aliansi Laki-laki Baru dalam peta

pemikiran feminisme menjadi menarik untuk dikaji. Dalam beberapa diskusi ada

yang mengakui bahwa Aliansi Laki-laki Baru adalah bagian dari feminisme tapi ada

juga yang berpendapat bahwa Aliansi Laki-laki Baru bukan termasuk dalam gerakan

feminisme. Perbedaan sudut pandang tersebut perlu untuk dilihat dasar berpikirnya

dan dampaknya dalam perjuangan terhadap keadilan dan kesetaraan gender

khususnya di Indonesia.

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan masalah yang hendak

dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apa hakikat gerakan Aliansi Laki-laki Baru terutama dalam melihat relasi

antara laki-laki dan perempuan?

2. Bagaimana gerakan Aliansi Laki-laki Baru dilihat dalam kacamata

Feminisme?

3. Bagaimana Relevansi gerakan Aliansi Laki-laki Baru bagi keadilan gender

di Indonesia?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

8

2. Keaslian Penelitian

Gerakan Aliansi Laki-laki Baru merupakan salah satu gerakan yang

memperjuangkan isu keadilan dan kesetaraan gender. Gerakan ini cenderung baru

sehingga penelitian yang berbasis gerakan Aliansi Laki-laki Baru masih sangat

minim apalagi dalam sudut pandang filsafat. Penelitian yang dilakukan berkaitan

dengan gerakan Aliansi Laki-laki Baru ditulis oleh penulis. Namun ada beberapa

tulisan baik berupa buku, skripsi maupun tesis yang topiknya mengenai gender

dan feminisme yang berkaitan dengan penelitian mengenai gerakan Aliansi

Aliansi Laki-laki Baru, yaitu:

Buku yang berjudul “Laki-laki yang (sedang) Berubah. Cerita-cerita

perubahan Laki-laki di NTT dan NTB)”, 2014. Buku tersebut merupakan

kumpulan tulisan hasil refleksi dari berbagai pihak yang terlibat dalam program

laki-laki untuk keadilan gender dalam penghapusan kekerasan terhadap

perempuan. Program ini bertujuan tanggungjawab laki-laki meningkat dalam

mewujudkan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Buku tersebut diterbitkan oleh Rifka Annisa dan Aliansi Laki-laki Baru.

Buku berjudul “Dadi Wong Lanang, Idealisasi dan Perolehan Nilai Remaja

Laki-laki di Jawa”, 2014. Penelitian ini dilakukan oleh Rifka Annisa di daerah

Gunungkidul dan Kulon Progo. Penelitian ini melibatkan remaja dari beberapa

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

9

sekolah di Gunungkidul dan Kulon Progo. Penelitian ini melihat nilai-nilai remaja

laki-laki terhadap pemahaman seksualitas dan relasi gender. Penelitian dilakukan

oleh Ryan Sugiarto, Aditya Putra Kurniawan, dan Alfi Sulistyowati.

Ryan Fajar Febryanto, Skripsi, “Feminisme dan Aktivisme Laki-laki: Analisis

Frame Alignment dalam Gerakan Laki-laki Pro Feminis (Studi Sosiologi Gerakan

Sosial Mengenai Upaya Pengorganisasian Gerakan Aliansi Laki-laki Baru)”,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Indonesia (UI),2014. Penelitian

ini bertujuan untuk mengeksplorasi upaya Aliansi Laki-laki Baru mengorganisasi

gerakannya dalam menghimpun dukungan dan partisipasi publik baik kepada

laki-laki sebagai partisipan gerakan maupun bagaimana mereka memposisikan

Aliansi laki-laki Baru dalam gerakan perempuan. Dalam upaya mencapai tujuan

ini, peneliti memfokuskan pada proses frame alignment, sebagai proses yang

menganalisa bagaimana peran aktor-aktor gerakan sosial berusaha membentuk

persepsi pihak/kelompok tertentu terhadap keresahan yang muncul dan diangkat

oleh gerakannya dan menentukan apakah pihak/kelompok tersebut ingin terlibat

dalam gerakan tersebut atau tidak.

Septiana Dwi Putri Maharani, Tesis, “Tinjauan Filosofis terhadap Konsep

Kemitrasejajaran Laki-laki dan perempuan di Indonesia”, Fakultas Filsafat UGM,

2000. Penelitian ini secara umum bertujuan menelaah secara kritis terhadap

konsep manusia dengan melihat hakikat manusia seutuhnya, sehingga didapatkan

pemahaman baru terhadap konsep kemitrasejajaran. Secara khusus penelitian ini

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

10

mempunyai tujuan 1. Mengungkapkan pemahaman baru terhadap konsep

kemitrasejajaran yang menyangkut laki-laki dan perempuan di Indonesia. 2.

Menunjukkan hakikat manusia, otonomi dan perannya dalam kehidupan yang

manusiawi. 3. Menemukan relevansinya dalam praktek kehidupan di Indonesia,

Sehingga ditemukan konsep yang ideal sebagai salah satu solusi.

Hastanti Widy Nugroho, “Tesis, Refleksi Filsafat Moral Terhadap

Permasalahan Diskriminasi Gender”, Fakultas Filsafat UGM, 2002. Tujuan

penelitian ini 1. Melakukan evaluasi kritis terhadap masalah moralitas, dalam

kaitannya dengan persoalan gender, melalui sumbangan pemikiran para filsuf

moral. 2. Mencari pemecahan masalah dalam bidang etika normatif yang

bernuansa gender.

Ahmad Sururi,Tesis, “Pemikiran Ekofeminisme Dalam Perspektif Etika

Lingkungan : Relevansinya Bagi Pelestarian Lingkungan Hidup Di Indonesia”,

Fakultas Filsafat UGM, 2010. Tujuan Penelitian ini 1. Menjelaskan secara

diskriptif latar belakang pemikiran ekofeminisme. 2. Memberikan pemahaman

baru tentang konsep etika lingkungan menurut ekofeminisme. 3. Menjelaskan

secara reflektif relevansi pemikiran ekofeminisme terhadap upaya pelestarian

lingkungan hidup di Indonesia.

Abdul Wahid,Tesis, “Pemimpin Perempuan Dalam Perspektif Feminisme

Husein Muhammad”, Fakultas Filsafat UGM, 2013. Tujuan penelitian adalah 1.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

11

Mendeskripsikan pemimpin perempuan dalam pandangan feminisme Islam. 2.

Memahami atau merumuskan dasar-dasar filosofis pemimpin perempuan. 3.

Mendeskripsikan dan menganalisis pandangan dan urgensi pemikiran Husein

Muhamad tentang pemimpin perempuan.

Fatrawati Kumari , Disertasi, “Relasi Gender Sachiko Murata Relevansinya

dengan Konsep Kesetaraan Gender Di Indonesia”, Fakultas Filsafat UGM, 2011.

Penelitian ini bertujuan 1. Merumuskan latar belakang historis pemikiran Murata.

2. Merumuskan relasi gender murata. 3. Merumuskan relevansi konsep relasi

gender Murata dengan kesetaraan gender di Indonesia.

B. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan hakikat gerakan Aliansi Laki-laki Baru terutama dalam

melihat relasi antara laki-laki dan perempuan.

2. Menganalisa secara kritis gerakan Aliansi Laki-laki Baru dilihat dalam

kacamata Feminisme.

3. Menemukan relevansi gerakan Aliansi Laki-laki Baru bagi keadilan

gender di Indonesia.

C. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

12

1. Bagi pengembangan Ilmu: Penelitian ini memperkaya wacana-wacana

pemikiran khususnya yang berkaitan dengan feminisme dan juga

mengenai perubahan sosial yang ada di masyarakat.

2. Bagi pengembangan penelitian Filsafat: Penelitian ini diharapkan

menambah khasanah pemikiran filsafat khususnya filsafat sosial baik di

lingkungan UGM maupun juga dunia akademik di Indonesia pada

umumnya.

3. Bagi negara dan masyarakat: Adanya penelitian ini diharapakan akan

memberikan kesadaran bahwa adanya ketiakadilan dan ketidaksetaraan

gender menimbulkan kerugian tidak saja perempuan tapi juga laki-laki.

Adanya gerakan Aliansi Laki-laki Baru akan memberikan gambaran

bagaimana laki-laki bisa memposisikan diri dalam berinteraksi dalam

masyarakat khususnya dengan kaum perempuan. Dalam relasi antara laki-

laki dan perempuan akan tercipta relasi yang setara dan adil gender. Dan

hal tersebut bisa didukung melalui peraturan dan program yang

dikeluarkan oleh pemerintah baik di tingkat eksekutif, legislatif maupun

yudikatif.

D. Tinjauan Pustaka

Pembagian peran berdasarkan jenis kelamin merupakan sejarah kultural yang

bisa dikatakan sebagai tradisi yang paling tua. Struktur tubuh jadi penentu manusia

mendapatkan peran tertentu. Secara umum peran-peran awal dibedakan berdasarkan

jenis kelamin. Peran-peran yang disepakati sebagai peran publik akan lebih

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

13

didominasi oleh laki-laki dan peran-peran yang disepakati sebagai peran domestik

akan lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Hal tersebut sudah dianggap menjadi

“kesepakatan” umum. Konstruksi sosial itu melegitimasi peran-peran yang sudah

menempel erat pada laki-laki dan perempuan serta merupakan bentuk ratifikasi

terhadap dominasi maskulin (Bourdieu, 2010:13). Ruang-ruang publik di beberapa

kasus tidaklah domain laki-laki saja, pasar adalah salah satu contohnya. Tapi kalau

diperhatikan barang-barang yang dijual oleh perempuan kebanyakan adalah barang-

barang yang mendukung kebutuhan domestik yang “erat” dengan perempuan.

Walby mengungkapkan hal yang senada;

“Kebiasaan seksual dipandang dikonstruksi secara sosial di sekitar gagasan

laki-laki atas hasrat, bukan hasrat perempuan. Heteroseksualitas

dilembagakan secara sosial di dalam masyarakat kontemporer dan mengatur

berbagai aspek relasi gender lainnya. Kekerasan laki-laki atas perempuan

dianggap sebagai bagian dari sistem yang mengontrol perempuan, tidak

seperti sudut pandang tradisional yang memegang pandangan bahwa

pemerkosaan dan pemukulan berulang-ulang merupakan kasus khusus yang

melibatkan masalah psikologis beberapa laki-laki (Walby, 2014; 4-5)”.

Dominasi laki-laki terhadap perempuan bisa mewujud dalam banyak hal salah

satunya dengan melakukan kekerasan. Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan

mengemuka di media-media baik cetak maupun elektronik. Suharti selaku direktur

Rifka Annisa mengungkap fakta kasus kekerasan terhadap perempuan yang ditangani

oleh Rifka Annisa. Rifka Annisa mendapat laporan lebih dari 300 kasus setiap

tahunnya. Kasus-kasus tersebut terdiri dari kasus Kekerasan Terhadap Istri (KTI)

sebanyak 180 kasus, kemudian perkosaan sebanyak 31 kasus, Kekerasan Dalam

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

14

Pacaran (KDP) sebanyak 21 kasus, pelecehan seksual 15 kasus, dan 5 kasus

kekerasan dalam rumah tangga. Kasus tersebut baru yang tercatat di Yogyakarta pada

tahun 2014. Kasus kekerasan terhadap istri menempati urutan tertinggi jumlah kasus

(Sugiarto dkk, 2014: 3). Kasus yang tercatat tersebut belum bisa menunjukkan fakta

secara keseluruhan kasus yang terjadi. Banyak kasus kekerasan terhadap perempuan

tersebut tidak diadukan baik ke kepolisisan maupun LSM, kemungkinan kasus yang

tidak tercatat pun bisa lebih besar lagi.

Berbagai kekerasan yang terjadi pada perempuan dalam berbagai bentuk

sangatlah memprihatinkan. Kampanye tentang keadilan dan kesetaraan gender

sepertinya belum banyak memberikan perubahan. Selama ini kampanye tentang

keadilan dan kesetaraan gender lebih banyak melibatkan perempuan dan sedikit

sekali melibatkan laki-laki. Kesadaran bahwa dalam kehidupan sosial selama ini

perempuan banyak mendapat perlakuan tidak adil, disadari oleh perempuan namun

sangat jarang bagi laki-laki, padahal pelaku ketidakadilan gender pada umumnya

adalah laki-laki. Hal tersebut memberikan sebuah gagasan adanya pelibatan laki-laki

dalam kampanye-kampanye keadilan dan kesetaraan gender.

“Terkait dengan faktor risiko kekerasan domestik dari sisi laki-laki sebagai

pelaku, sejak dasawarsa terakhir ini memang telah banyak riset dilakukan untuk

melihat sumbangannya bagi terjadinya KDRT. Sayangnya, kebanyakan studi

tersebut masih lebih banyak dilakukan di negara maju seperti kawasan Eropa

dan Amerika Utara. Dalam konteks regional di Asia Tenggara dan Asia Timur,

wacana tentang keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap

perempuan mulai menjadi concern berbagai organisasi baik pemerintah

maupun non pemerintah seperti tercermin dalam konferensi yang

diselenggarakan di gedung PBB di Bangkok pada awal September 2007.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

15

Konferensi tersebut menghasilkan deklarasi Bangkok yang mendorong

keterlibatan laki-laki dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan di

berbagai bidang seperti agama, pendidikan, media, pengambil kebijakan, dan

organisasi non pemerintah (Hasyim dkk, 2007: 5)”.

Upaya adanya keterlibatan laki-laki tersebut dilakukan oleh Aliansi Laki-laki

Baru dengan lembaga pendukungnya, salah satunya adalah Rifka Annisa. Sejak tahun

2011 akhir Rifka Annisa dengan Aliansi Laki-laki Baru bekerjasama dengan

beberapa lembaga di NTT dan NTB. Beberapa lembaga tersebut yaitu di NTT

(Rumah Perempuan, CIS Timor, SSP Soe, Yabiku Kefa) dan di NTB (LBH-APIK,

Santai Mataram, ADBMI dan Gema Alam). Kerjasama antara Rifka Annisa dan ALB

dengan beberapa lembaga di NTT dan NTB tersebut berkaitan dengan program laki-

laki untuk keadilan gender dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

program tersebut bertujuan meningkatkan tanggungjawab laki-laki dalam

mewujudkan keadilan gender dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan

(Sahude dkk, 2014: vi)”. Keterlibatan laki-laki saat ini dianggap penting karena untuk

mencapai kesetaran dan keadilan gender harus dilakukan dalam kerangka

kesepahaman dari kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan.

Laki-laki, di dalam masyarakat, dikonstruksi untuk menjadi “laki-laki yang

ideal”. Penelitian Sugiarto dkk terhadap remaja laki-laki di Gunungkidul dan

Kulonprogo menunjukkan betapa konstruksi sosial punya pengaruh kuat dalam

membentuk definisi laki-laki. Laki-laki dalam penelitian tersebut menilai bahwa laki-

laki itu adalah sosok yang secara fisik tinggi dan perkasa, suara keras, kelamin besar,

berani bersaing , tidak putus asa, tegas atau tidak plin-plan, gagah berani, melakukan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

16

tindakan yang cenderung menantang (pecicilan), berperilaku buruk, tidak patuh pada

orang tua, dan gonta-ganti pacar tapi tetap bertanggungjawab. Konsep “ideal” dari

laki-laki tersebut terus direproduksi secara turun temurun (Sugiarto, 2014: 68).

Dalam penelitian tersebut tidak saja laki-laki menilai dirinya sendiri, tapi juga

melihat sudut pandang laki-laki terhadap perempuan. Laki-laki dalam penelitian

tersebut mendefinisikan perempuan sebagai sosok cantik berambut panjang, kulit

putih mulus, wajah mempesona, lemah lembut, tidak mudah emosi, kalem, berjiwa

penyayang, sopan, tidak suka keluar rumah, mudah tersentuh perasaannya, lapang

dada, fisik menggoda dengan buah dada besar, dan bisa melahirkan, menstruasi,

hamil dan punya sifat keibuan (Sugiarto, 2014: 69). Pandangan remaja laki-laki

terhadap perempuan tersebut juga direproduksi terus menerus secara sosial dan

kultural di masyarakat.

Dalam kehidupan sosial, laki-laki mempunyai peran yang lebih menonjol

daripada perempuan. Laki-laki dipandang sebagai pihak yang berhak mengurus hal-

hal yang bersifat publik. Pertemuan-pertemuan RT/RW maupun pertemuan warga

pada umumnya didatangi oleh laki-laki. Sangat sedikit sekali atau bahkan jarang

perempuan terlibat aktif dalam aktivitas publik. Pada masa sekarang, di wilayah-

wilayah tertentu sudah ada perubahan, tapi secara umum keterlibatan laki-laki lebih

dominan di berbagai pertemuan-pertemuan yang membicarakan masalah publik.

Laki-laki secara sosial memang diposisikan berperan lebih banyak di sektor publik

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

17

dan perempuan di sektor domestik. Hal tersebut dipertegas dalam penelitian Hasyim

dkk;

“Kaum laki-laki diposisikan sebagai penjembatan antara keluarga dan

masyarakat. Segala kesuksesan dan keberhasilan dalam keluarga akan

dipandang sebagai keberhasilan laki-laki oleh masyarakat, disamping itu

seorang laki-laki juga diposisikan sebagai figur panutan baik dalam keluarga

maupun lingkungan masyarakat. Hal itu menyebabkan segala tindakan laki-laki

akan banyak mendapat sorotan oleh masyarakat sehingga secara tidak sadar, hal

ini menimbulkan suatu beban tersendiri (Hasyim dkk, 2007: 116)”.

Permasalahan relasi yang tidak adil serta adanya dominasi dari laki-laki tersebut

menimbulkan suatu “perlawanan” dari perempuan atas ketidakadilan yang terjadi

selama ini. “Perlawanan” tersebut sering dikenal orang sebagai gerakan feminisme.

Feminisme sendiri memiliki beragam pandangan dan pemikiran yang beragam

sampai saat ini. Beragamnya pemikiran feminisme tersebut terlihat dalam aliran-

aliran feminisme. Dalam beberapa pemikiran aliran feminisme tersebut bisa terlihat

perbedaan dari masing-masing aliran. Perbedaan pemikiran tersebut merupakan

kekayaan wacana dan pengalaman yang dialami oleh perempuan. Berbagai pemikiran

dan pengalaman perempuan tersebut melahirkan berbagai aliran femininisme.

“Seiring perkembangan feminisme, teorisasi memiliki arah dan bentuk yang

berbeda-beda. Masing-masing feminis juga mengubah pandangan mereka

sepanjang waktu. Hal ini terlihat jelas dalam banyak karya feminis yang

bercorak reflektif dan kritis terhadap diri sendiri. Kaum feminis terus-menerus

merefleksikan gagasan mereka dan mengubah pendirian mereka sebagai

tanggapan atas perdebatan dan tantangan dari feminis yang lain. Karena itu,

seorang teoritisasi tidak bisa dilekatkan pada pernyataan tunggal mengenai

pendirian mereka karena pendirian ini terus-menerus dikembangkan dan

dimodifikasi (Jackson dan Jones, 2009: 3)”.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

18

Adanya beragam cara pandang tersebut terlihat dalam melihat sumber relasi yang

tidak adil dan setara antara laki-laki dan perempuan tersebut terbentuk. Selama ini

perempuan memandang laki-laki sebagai manusia yang “berkuasa” atas diri

perempuan. Berbagai aliran feminisme ini muncul memetakan sebab musababnya.

Berbagai aliran feminisme mempunyai titik tekan yang beragam berkaitan dengan

sebab musabab adanya relasi yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan.

Berbagai budaya yang muncul dan pengetahuan yang dipelajari lahir dari cara

berpikir laki-laki. Logika-logika yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari sangatlah

patriarki. Hal tersebut yang dikritisi oleh feminisme. Dalam kehidupan sehari-hari

telah direproduksi cara berpikir yang dikembangkan oleh laki-laki.

“Berpikir sebagai seorang feminis melibatkan upaya menantang banyak hal

yang dianggap sebagai “pengetahuan”. Karena kita secara historis hidup dalam

masyarakat yang didominasi laki-laki, perempuan lebih sering dijadikan objek

ketimbang pencipta pengetahuan. Akibatnya, banyak hal yang diwariskan

sebagai pengetahuan objektif mengenai dunia sebenarnya dihasilkan oleh kaum

laki-laki dan dibingkai oleh posisi mereka yang khas dalam masyarakat sebagai

laki-laki-dan umumnya kulit putih, kelas menengah, dan heteroseksual. Cara

teorisasi feminis menggugat cara mengetahui yang bersifat androsentris

(berpusat pada laki-laki), dengan mempertanyakan hierarki berbasis gender

dalam masyarakat dan budaya. Teori feminis adalah soal berpikir untuk diri

kita sendiri-perempuan menghasilkan pengetahuan tentang perempuan dan

gender bagi perempuan ( Jackson dan Jones, 2009: 1-2)”.

Feminisme tidak saja dipahami sebagai sebuah pemikiran tapi juga sebagai

sebuah ideologi. Bagi para feminis memperjuangkan keadilan dan kesetaraan gender

merupakan ideologi yang harus diperjuangkan. Feminisme sendiri berkembang tidak

semata-mata di dunia pergerakan tapi juga berkembang dalam ranah ilmu

pengetahuan. Dalam ranah pengetahuan, feminisme berkembang karena kritik dan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

19

pemikiran-pemikiran yang terus berkembang. Ada sedikit perbedaan dalam sudut

pandang antara gerakan dan dunia pemikiran. Dalam dunia gerakan, ideologi menjadi

tuntunan dalam berbagai aktivitasnya sedangkan dalam dunia akademik, ilmu yang

menjadi acuannya. Ada ungkapan yang menarik mengenai perbedaan antara ideolog

dan ilmuwan.

“Seorang ideolog adalah seorang ilmuwan sosial yang buruk dan seorang

ilmuwan sosial merupakan seorang ideolog yang buruk. Keduanya-sekurang-

kurangnya bagaimana keduanya seharusnya- berada dalam garis-garis kerja

yang sangat berbeda, garis-garis yang sedemikian berbeda sehingga sedikit

diperoleh dan banyak diamati dengan mengukur kegiatan-kegiatan yang satu

yang berlawanan dengan tujuan-tujuan yang lain (Geertz, 1992: 45)”.

Kesejarahan yang panjang antara yang mendominasi dan yang terdominasi

membuat hal tersebut dianggap sebagai sesuatu yang bukan masalah. Dominasi

membuat tidak saja kaum dominan yang melestarikan dominasi terhadap kaum

terdominasi tetapi juga kaum terdominasi akhirnya ikut melestarikan adanya

dominasi terhadap kaum terdominasi tersebut dengan menerima perlakuan sebagai

pihak terdominasi. Seperti diungkapkan oleh Haryatmoko “Dominasi tidak selalu

dalam bentuk penjajahan atau kasat mata seperti penindasan fisik, ekonomi atau

sosial,tetapi bisa dalam bentuk dominasi simbolik yang sering secara sadar atau

tidak disetujui oleh korbannya” (Haryatmoko, 2010: 5). Gerakan feminis ingin

merombak konsep relasi yang menguasai menjadi relasi yang adil dan setara.

Membangun relasi yang adil dan setara tersebut tentulah tidak mudah dan masih

berlangsung sampai sekarang ini.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

20

Konsep maskulin yang dianggap sebagai sosok superior dalam kultur patriarki

dalam relasi antara laki-laki dan perempuan menjadi salah satu penghalang adanya

relasi yang adil dan setara. Maskulinitas diposisikan sebagai budaya utama dalam

suatu masyarakat. Maskulinitas selalu diagung-agungkan dalam budaya patriarki.

Feminitas dilihat lebih rendah dalam kultur yang maskulin. Feminisme datang dengan

konsep yang dianggap radikal yang mengancam dominasi maskulin. Namun

feminisme melihat budaya patriarki sudah saatnya berubah dengan melihat bahwa

manusia bukan hanya laki-laki tapi juga perempuan. Hal yang perlu digarisbawahi

adalah perubahan itu adalah berasal dari manusia itu sendiri, kalau manusianya ingin

berubah maka perubahan bisa dilakukan. Segala tradisi yang hidup ribuan tahun yang

sudah tidak sesuai dengan jaman merupakan suatu hal yang wajar jika mengalami

perubahan. Van Peursen mengungkapkan;

“Manusialah yang membuat sesuatu dengan tradisi itu: ia menerimanya,

menolaknya atau mengubahnya. Itulah sebabnya mengapa kebudayaan

merupakan cerita tentang perubahan-perubahan: riwayat manusia yang selalu

memberi wujud baru kepada pola-pola kebudayaan yang sudah ada (Peursen,

2009: 11)”.

Tradisi maskulin membudaya secara turun temurun dan diwarisi oleh tiap-tiap

individu. Mengubah budaya tersebut secara serta merta tentu bukanlah hal yang

mudah apalagi budaya maskulin tersebut sudah dianggap sebagai sebuah tindakan

yang benar dan wajar. Lingkungan sangat mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan

individu. Tidak ada individu yang hidup bebas tanpa pengaruh dari sikap-sikap dan

pemikiran lingkungan sekitar.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

21

E. Landasan Teori

Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori feminisme, yang melihat dari

berbagai aspek baik dari sisi perubahan sosialnya, perubahan kebudayaannya dan dari

situasi sosial politiknya. Salah satu hal yang menjadi soroton utama dalam kajian

feminisme adalah budaya patriarki. Menganalisis konsep-konsep budaya patriarki

agar berubah menjadi budaya yang adil gender tentu butuh energi ekstra. Di satu sisi

kajian feminisme bukan hanya satu pemikiran tapi terdiri dari beragam pemikiran.

Prabasmoro mengungkapkan bahwa pemikiran feminisme itu tidak tunggal;

“Berbicara mengenai feminisme bagi saya adalah berbicara tentang

kesadaran. Bukan semata-mata bidang ilmu, feminisme merupakan semangat

dan cara pandang bagi saya. Pada saat saya mengatakan bahwa feminisme

bukanlah sesuatu yang dihasilkan oleh satu cara pandang sedemikian

sehingga menghasilkan produk pengetahuan dan cara mengetahui yang

tunggal juga. Bagi saya feminisme lebih bersifat cair dan jamak

(Prabasmoro,2006: 39)”.

Adanya berbagai macam aliran feminisme tidaklah terbentuk dalam ruang

kosong. Aliran feminisme lahir dalam usahanya menjawab berbagai permasalahan

yang dianggap tidak adil gender dan mendiskriminasikan perempuan. Dialektika

tentang feminisme terus berkembang dalam usaha menjawab permasalahan-

permasalahan dan diskursus baru berkaitan dengan relasi laki-laki dan perempuan.

Prabasmoro menjelaskan;

“Menurut saya, feminisme bergerak sesuai dengan zamannya dan yang

seharusnya terjadi adalah dialog yang belum selesai, yang masih terus

berlangsung antara feminisme “masa lalu” dan feminisme “kontemporer”.

Menurut Ahmed et.al., diperlukan mobilisasi feminisme pada waktu dan

ruang (tempat) tertentu melalui pengembangan pemanfaatan indra, perasaan,

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

22

konsep, dan pemikiran yang berbeda. Mempertanyakan feminisme adalah

mempertanyakan efek dari pemanfaatan tersebut, mempertanyakan

bagaimana hal tersebut berfungsi, untuk siapa hal tersebut berfungsi, untuk

siapa hal tersebut berfungsi dan apakah kita dapat memikirkan, merasakan

atau membayangkan cara lain “melakukan” feminisme (Prabasmoro, 2006:

41)”.

Pemikiran feminis tidak saja lahir dan berkembang oleh para pemikir dan feminis

perempuan tapi juga lahir dan berkembang berdasarkan pemikiran filsuf-filsuf yang

kebetulan juga laki-laki. Pemikiran Sartre, Marx,dan Derrida mempengaruhi

perkembangan pemikiran feminis tidak saja di masa lalu tapi juga sampai jaman

sekarang. Tong mengungkapkan ;

“Sejak menulis pendahuluan saya yang pertama tentang pemikiran feminis,

hampir sepuluh tahun yang lalu, saya semakin yakin bahwa sebagian besar

pemikiran feminis meresistensi kategorisasi, terutama kategorisasi

berdasarkan label dari “bapak” pemikiran itu. Percayalah pada saya bahwa

akan merupakan suatu tragedi jika label-label ini dapat menyakinkan

pembaca, bahwa feminisme liberal hanyalah variasi dari pemikiran John

Stuart Mill, Feminisme Marxis-sosialis hanyalah perbaikan dari tulisan Karl

Marx dan Fredrich Engels, dan feminisme psikoanalisis hanyalah tambahan

atas spekulasi Freud, feminisme eksistensialis hanyalah artikulasi lebih jauh

dari gagasan Jean Paul Sartre, Feminisme Posmodern hanyalah merupakan

rekapitulasi dari perenungan Jacques Lacan dan Jacques Derrida. Adalah juga

suatu yang tidak menguntungkan jika label ini yang diambil dari usaha

feminis radikal dan ekofeminis, misalnya, untuk berfilsafat secara baru

(Philosophy de novo) tanpa mendasarkan diri pada pemikiran patriarki

manapun-suatu tugas yang tidak menyenangkan, bahkan berbahaya, tetapi

bagaimanapun harus tetap direkomendasikan untuk dilakukan (Tong, 2006:

1)”.

Feminisme telah melakukan perubahan sosial dengan mendobrak budaya

patriarki yang telah ada ribuan tahun. Ketimpangan relasi antara laki-laki dan

perempuan terjadi sejak dahulu kala dan tidak ada upaya untuk mengubahnya sampai

pemikiran feminisme datang. Mengubah budaya yang telah mengakar ribuan tahun

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

23

tentu bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Tapi budaya itu sendiri bukanlah

sesuatu yang statis melainkan sesuatu yang dinamis sehingga sangat mungkin untuk

berubah. Kata kebudayaan sendiri tidak diartikan sebagai kata benda yang cenderung

diam statis tapi merupakan kata kerja yang aktif dan bergerak dinamis (Peursen,2009:

11).

Sebagai contoh bahwa pandangan aliran feminis mempunyai titik tekan tertentu

adalah feminis radikal. Feminis radikal melihat adanya ketidakadilan tersebut karena

sistem patriarki yang selama ini lebih banyak menguntungkan laki-laki. Perjuangan

yang dilakukan feminis radikal adalah merombak praktik-praktik patriarki yang

menindas perempuan tersebut. Sistem patriarki adalah masalah utama munculnya

ketidakadilan gender tersebut.

“Kata patriarki secara harfiah berarti kekuasaan bapak atau “patriarch

(patriarch)”. Mulanya patriarki digunakan untuk menyebut suatu jenis

“keluarga yang dikuasai oleh kaum laki-laki”, yaitu rumah tangga besar

patriarch yang terdiri dari kaum perempuan, laki-laki muda, anak-anak, budak,

dan pelayan rumah tangga yang semuanya berada di bawah kekuasaan si laki-

laki penguasa itu. Sekarang istilah ini digunakan secara lebih umum untuk

menyebut kekuasaan laki-laki, hubungan kuasa dengan apa laki-laki menguasai

perempuan, dan untuk menyebut sistem yang membuat perempuan tetap

dikuasai melalui bermacam-macam cara. Di Asia Selatan, misalnya, disebut

pitrasatta dalam bahasa Hindi, pidarshahi dalam bahasa Urdu, dan

pitrantontro dalam bahasa Bangla (Bhasin, 1996: 1)”.

Mosse memberikan gambaran betapa patriarki telah begitu berkuasa dalam

banyak hal, tanpa memberi kesempatan pada perempuan.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

24

“Yang mutakhir, istilah “patriarki” mulai digunakan di seluruh dunia untuk

menggambarkan dominasi laki-laki atas perempuan dan anak-anak di dalam

keluarga dan ini berlanjut kepada dominasi laki-laki dalam semua lingkup

kemasyarakatan lainnya. “Patriarki” adalah konsep bahwa laki-laki memegang

kekuasaan atas semua peran penting dalam masyarakat-dalam pemerintahan,

militer, pendidikan, industri, bisnis, perawatan kesehatan, iklan, agama-dan

bahwa dasarnya perempuan tercerabut dari akses terhadap kekuasaan itu

(Mosse, 1996: 64-65)”.

Contoh lain adalah feminis Marxis. Bagi feminis Marxis akar masalah adanya

ketidakadilan adalah berkaitan kepemilikan modal. Pemilik modal adalah pelaku

ketidakadilan bagi kelas pekerja. Selama ini kebanyakan pemilik modal adalah laki-

laki sehingga perempuan mendapatkan perlakuan yang tidak adil karena meraka

bukan pemilik modal. Saat kepemilikan modal ini hanya dikuasai oleh laki-laki maka

ketidakadilan terhadap perempuan akan tetap berlangsung. Bahkan relasi suami istri

dalam rumahtangga pun digambarkan feminis Marxis sebagai relasi kuasa atas modal.

“Dalam hal ini, feminis Marxis melihat perbedaan antara seorang pelacur dan

seorang istri semata-mata dalam konteks tingkat perbedaannya, bukan jenis

perbedaannya. Pelacur dan istri sama-sama menjual diri-menjual pelayanan

seksual dan, dalam hal istri, juga menjual layanan domestik serta pelayanan

merawat dan mengasuh-untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya secara

ekonomi. Apakah hal tersebut mewujud dalam bentuk “melacur” atau dalam

bentuk “Pernikahan untuk kenyamanan” adalah isu sekunder bagi para pemikir

Marxis (Tong, 2006: 171)”.

Contoh lainnya adalah feminisme multikultural. Feminis multikultural melihat

ketidakadilan gender tersebut dikonstruksi secara tidak setara berkaitan dengan ras,

kelas, seksual, agama, budaya dan lain sebagainya. Feminis multikultur melihat

ketidakadilan gender bisa terjadi di berbagai budaya yang ada. Namun ada cara

pandang yang berbeda di tiap-tiap budaya tersebut. Feminisme global melihat bahwa

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

25

ketidakadilan gender itu terjadi di berbagai wilayah. Tapi ada yang membedakan

antara ketiadadilan gender di dunia ketiga dengan dunia pertama. Di dunia pertama

perempuan bisa lebih dihormati daripada laki-laki di dunia ketiga. Perempuan di

dunia ketiga secara umum mendapat pengakuan lebih rendah. Ungkapan yang muncul

“sudah perempuan, hidup kedunia ketiga pula”, perempuan di dunia ketiga tersebut

mendapat perlakuan yang tidak adil tidak saja oleh dunia pertama tapi juga di dunia

ketiga. Seperti diungkapkan oleh Mansur Fakih menjelaskan pandangan Mosse:

“Kritik yang lebih mendasar dilakukan pada saat ia (Mosse) mengupas bagaimana

dalam era “pembangunan” kaum perempuan tidak hanya menderita dikarenakan

diskriminasi atau ketidakadilan yang disebabkan oleh keyakinan gender, namun

pada saat yang sama juga masih menderita warisan dari penindasan kelas, kasta

dan suku. Dengan kata lain, kaum perempuan menderita tidak hanya karena peran

gendernya, melainkan juga karena kelasnya di masyarakat, warna kulitnya,

kastanya serta asal darah sukunya. Penindasan berlapis tersebut di mulai sejak

zaman kolonialisme dan tetap dilanjutkan pada zaman pascakolonialisme yakni

zaman pembangunan (Mosse, 1996: x)”.

Femininisme profetik berkaitan dengan pemaknaan dan tafsir ulang terhadap teks-

teks keagamaan yang mendiskriditkan perempuan. Dalam beberapa tafsir keagamaan

laki-laki diposisikan lebih dominan daripada perempuan. Hal tersebut berdampak

pada tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Tafsir keagamaan menjadi

pembenar bahwa laki-laki memang berhak berlaku “sewenang-wenang” pada

perempuan. Perlu kajian yang lebih adil dibandingkan dengan kajian-kajian

sebelumnya menjadi titik tekan feminisme profetik. Kadarusman menyebutnya

sebagai teologi feminisme.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

26

“Teologi pembebasan yang diterapkan untuk membebaskan perempuan dari

ketertindasan disebut teologi feminisme (theology of feminism). Teologi

Feminisme adalah gerakan reformis dan revolusioner untuk mendekonstruksi

ideologi dan pemahaman keagamaan yang bias kelelakian. Dekonstruksi ini

bertujuan untuk menghapus patriarki, dan mencari landasan teologis atas

kesetaraan gender. Gender bukan semata-mata persoalan sosiologis, tapi telah

merambah wilayah ketuhanan (Kadarusman, 2005: 35)”.

Dari sekian contoh aliran feminisme tersebut bisa dilihat perbedaan titik tekan

dari masing-masing aliran tersebut. Dari semua aliran feminisme ada sudut pandang

yang hampir sama yaitu relasi yang tidak adil antara laki-laki dan perempuan, hanya

saja sudut pandang yang dipakai masing-masing aliran berbeda.

“Di balik majemuknya aliran-aliran pemikiran tentang feminis yang ada,

ternyata ada homogenitas pemikiran diantara mereka tidak ada yang tidak

mempertanyakan hubungan dominasi dan subordinasi antara laki-laki dan

perempuan. Dalam konteks ini, ke-„laki-laki”-an dan ke-“perempuan”-an tidak

boleh dipahami secara biologis, yakni sebagai jenis kelamin (seks) melainkan

sebagai konstruksi kultural, yang lebih sering dikenal dengan sebutan “gender”

(Nugroho, 2011: 62)”.

Adanya persamaan dari sekian perbedaan yang ada ini membuat perjuangan

feminisme tetaplah satu yaitu melawan dominasi dan memperjuangkan kesetaraan

dan keadilan. Siti Ruhaini Dzuhayatin mengungkapkan:

“Berbeda dengan isme produk oksident (Barat) lainnya, diskursus feminisme

tidak menggunakan grand-theory yang monolitik, sehingga tidak ada suatu

standar tunggal yang rigid dalam aplikasinya. Dengan demikian feminisme

dapat diartikulasikan secara beragam dalam konteks ruang dan waktu serta

sosio-kultural yang indigenous, dengan catatan bahwa sepanjang suatu aksi

atau gerakan ini berangkat dari kesadaran tentang terjadinya penindasan baik

fisik maupun mental terhadap perempuan dalam suatu masyarakat, lapangan

pekerjaan dan di dalam keluarga. Selanjutnya kesadaran tersebut memotivasi

adanya suatu aksi dari perempuan ataupun laki-laki untuk dengan sengaja

mengubah keadaan tersebut (Fakih dkk, 2000: 234-235)”.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

27

Feminisme bisa lahir di mana saja, di masyarakat apa saja, tapi yang jelas feminisme

membangun kesadaran bahwa telah terjadi ketidakadilan dalam relasi perempuan

dengan laki-laki baik dalam ranah domestik maupun sosial. Adanya kesadaran untuk

merubah kondisi yang tidak adil tersebut. Ditambahkan oleh Siti Ruhaini

Dzuhayatin;

“Esensinya adalah bahwa kesadaran atas ketertindasan itu dapat muncul di

mana pun dan dalam kurun waktu kapan pun. Tidak harus diimpor dari belahan

bumi lainnya. Diakui atau tidak, fenomena patriarchal yang cenderung

mendiskreditkan martabat kemanusiaan perempuan telah mengakar di setiap

budaya penjuru dunia. Dalam akar dan kadar yang berbeda-beda, penindasan

itu telah menimbulkan kesadaran baru untuk menciptakan paradigma baru yang

lebih harmonis untuk kedua jenis manusia, laki-laki dan perempuan, serta

merumuskan identitas gender yang tidak terlalu tajam terpolarisasi dalam

sudut-sudut yang superioritas dan inferior (Fakih dkk, 2000: 235-236)”.

Yunahar Ilyas menambahkan;

“Karena kesadaran akan penindasan dan pemerasan terhadap perempuan

hanyalah salah satu saja dari kesadaran terhadap ketidakadilan gender, maka

kiranya menurut hemat penulis, feminisme lebih tepat kalau didefinisikan

sebagai berikut: “Kesadaran akan ketidakadilan gender yang menimpa kaum

perempuan baik dalam keluarga maupun masyarakat serta tindakan sadar

oleh perempuan maupun lelaki untuk mengubah keadaan tersebut (Ilyas,

1997: 42)”.

F. Metode Penelitian

1. Bahan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian ini

dilakukan berdasarkan penelitian lapangan dan juga penelitian kepustakaan. Sumber

primer sebagai bahan penelitian berasal dari wawancara aktivis gerakan Aliansi

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

28

Laki-laki Baru yang mewakili pengurus pusat, daerah dan juga lembaga pendukung.

Data yang ada merupakan hasil wawancara maupun dari dokumen-dokumen, artikel

maupun tulisan lainnya yang berkaitan dengan ide-ide atau pemikiran dari organisasi

Aliansi Laki-laki Baru. Bahan dari wawancara berasal dari aktivis gerakan Aliansi

Laki-laki Baru dan juga aktivis gerakan perempuan yang memiliki keterkaitan dengan

gerakan Aliansi Laki-laki Baru tersebut. Penelitian pustaka berupa buku-buku yang

berasal dari berbagai perpustakaan yang ada di beberapa tempat di Yogyakarta

khususnya perpustakaan di kampus-kampus dan juga Lembaga Swadaya masyarakat

yang bergerak di isu gender.

2. Cara Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan dengan melakukan pemetaan pihak-pihak yang

dapat menjadi narasumber berkaitan tema penelitian. Penelitian pustaka dilakukan

dengan pemilihan bahan-bahan berupa buku maupun dokumen pendukung dari data

yang diperlukan. Penulis melakukan wawancara mendalam terhadap penggiat/aktivis

Aliansi Laki-laki Baru dan juga aktivis perempuan dari lembaga pendukung Aliansi

Laki-laki Baru di Yogyakarta. Penulis melakukan wawancara dengan pihak-pihak

yang mempunyai informasi berkaitan dengan tema penelitian baik data utama

maupun pendukung untuk penelitian ini.

3. Proses Penelitian

a. Tahap Pengumpulan Data

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

29

Data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan sekunder. Pengumpulan

data tersebut dengan dua cara sesuai karakteristik data yang dibutuhkan. Data primer

dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan pegiat organisasi, dan juga

wawancara mendalam dengan aktivis perempuan yang dianggap paham terhadap isu-

isu gender dan pemikiran feminisme. Data sekunder diambil dari berbagai tulisan

yang ada hubungannya dengan ide-ide pokok dari gerakan Aliansi Laki-laki Baru,

baik berupa artikel, hasil penelitian dan juga buku.

b. Tahap Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode

refleksi filosofis dengan unsur metodis sebagai berikut:

1. Deskripsi

Peneliti mencoba menyajikan filsafat tersembunyi ALB tidak secara abstrak dan

dilepaskan dari kehidupan konkrit. Peneliti mencoba mendiskripsikan sedemikian

rupa sehingga terus menerus ada referensi pada masalah konkret dengan detail-

detailnya.

2. Interpretasi

Peneliti berusaha menafsirkan berbagai temuan data yang ada baik data primer

maupun sekunder dari ALB dan mengungkapkan esensi realitas yang ada. Atas dasar

tersebut peneliti memberikan evaluasi kritis dan menyajikan filsafat alternatif.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

30

3. Holistika

Peneliti berusaha mengidentifikasi struktur dan norma-norma dari ALB dan

melihatnya dalam rangka keseluruhan hakikat manusia, bersama dengan sesama

manusia, dengan dunia dan dengan Tuhan.

4. Kesinambungan historis

Peneliti mencoba menempatkan masalah dan situasi aktual dari ALB ditempatkan

dalam konteks historis; muncul dan berkembangnya.

5. Heuristik

Mencoba menemukan teori atau pemikiran baru berkaitan dengan pemikiran

feminisme yang selama ini ada dan berkaitan dengan ALB.

6. Reflesksi peneliti pribadi

Peneliti mencoba mengevaluasi berkaitan dengan filsafat tersembunyi dan mencoba

menyusun konsep yang lebih menyeluruh dan seimbang berkaitan dengan konsep

ALB.

(Bakker dan Zubair, 2005: 110-113).

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

31

G. Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Pemahaman terhadap hakikat gerakan Aliansi Laki-laki Baru terutama dalam

melihat relasi antara laki-laki dan perempuan.

2. Adanya analisis kritis terhadap gerakan Aliansi Laki-laki Baru dilihat dalam

kacamata feminisme.

3. Adanya analisis relevansi gerakan ALB bagi keadilan gender di Indonesia.

H. Sistematika Penulisan

Hasil penelitian ini dilaporkan dalam lima bab sebagai berikut

Bab pertama, Bab pertama berisi latar belakang dilakukannya penelitian ini,

rumusan masalah yang hendak dijawab, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

pustaka,landasan teori, dan metode penelitian yang dilakukan.

Bab kedua, bab kedua membahas mengenai pemikiran feminisme yang berdampak

pada relasi antara laki-laki dan perempuan.

Bab ketiga, bab ketiga berisi pembahasan berkaitan gerakan Aliansi Laki-laki Baru,

baik dari sejarah, pemikiran, serta gerakan yang dilakukan serta aktivitasnya di

masyarakat.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/103434/potongan/S2-2016...manusia inferior. Hal tersebut berdasarkan penciptaan Hawa sebagai yang terakhir

32

Bab keempat, bab keempat membahas mengenai pemikiran filsafat yang berkaitan

dengan Aliansi Laki-laki Baru dilihat dari perspektif pemikiran feminisme. Serta

relevansi gerakan Aliansi Laki-laki Baru dalam kebijakan pada isu gender di

Indonesia.

Bab kelima, bab kelima berisi kesimpulan dari hasil pembahasan pada bab-bab

sebelumnya.