bab i pendahuluan 1.1. latar belakang - sinta.unud.ac.id tesis bab i.pdf · perundang-undangan yang...

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara dengan seksama sebagai bentuk pertanggungjawaban negara bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Hukum merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang dalam mengisi kehidupannya terutama pada sistem perekonomian yang memasuki era globalisasi. Kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk produk hukum yang jelas dan mempunyai kepastian hukum serta tindakan penegakan hukum yang tegas dari aparat penegak hukum. 1 Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlidungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dibuat dihadapan pejabat tertentu. Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum. Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) didalam menjalankan profesinya harus profesional karena notaris mewakili negara dalam menjalankan tugas dan fungsi 1 A.A. Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris di Indonesia, CV. Putra Media Nusantara, Surabaya, hal 11. 1

Upload: truongngoc

Post on 25-May-2019

237 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara yang meletakkan hukum sebagai kekuatan tertinggi

berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 telah memberikan jaminan bagi seluruh warga

negaranya untuk mendapatkan kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang

berpedoman pada kebenaran dan keadilan. Jaminan kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum tersebut tentunya membutuhkan upaya konkret agar terselenggara

dengan seksama sebagai bentuk pertanggungjawaban negara bagi kemakmuran seluruh

rakyat Indonesia.

Hukum merupakan salah satu sarana yang dibutuhkan oleh semua orang dalam

mengisi kehidupannya terutama pada sistem perekonomian yang memasuki era

globalisasi. Kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk produk hukum yang jelas dan

mempunyai kepastian hukum serta tindakan penegakan hukum yang tegas dari aparat

penegak hukum.1 Untuk menjamin kepastian, ketertiban dan perlidungan hukum

dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa atau

perbuatan hukum yang dibuat dihadapan pejabat tertentu. Notaris merupakan jabatan

tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat yang

perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.

Notaris sebagai pejabat umum (openbaar ambtenaar) didalam menjalankan profesinya

harus profesional karena notaris mewakili negara dalam menjalankan tugas dan fungsi

1A.A. Andi Prajitno, 2010, Pengetahuan Praktis Tentang Apa dan Siapa Notaris

di Indonesia, CV. Putra Media Nusantara, Surabaya, hal 11.

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

sosialnya di dalam pembuatan akta sebagai alat bukti yang berupa akta autentik. Adanya

lembaga notariat disebabkan karena kebutuhan masyarakat yang terus meningkat baik

pada jaman dulu maupun jaman sekarang.

Semakin berkembangnya jaman maka semakin berkembang pula hubungan

hukum keperdataan yang terjadi pada masyarakat, kesadaran masyarakat terhadap

jaminan kepastian hukum semakin tinggi sehingga untuk mendapat jaminan kepastian

hukum terhadap hubungan keperdataan yang mereka buat diperlukannya akta autentik.

Untuk dapat memiliki suatu akta autentik tersebut harus dibuat oleh pejabat yang

berwenang. Sementara itu yang dimaksud dengan pejabat yang berwenang dalam

membuat akta autentik di bidang perbuatan hukum keperdataan adalah notaris yang

tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris, diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 117 pada tanggal 6 Oktober 2004 (selanjutnya disebut UUJN) dan Undang

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 30 Tahun

2004 tentang Peraturan Jabatan Notaris yang diundangkan dalam Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 pada tanggal 15 Januari 2014 (selanjutnya

disebut UUJN Perubahan), yang menyebutkan bahwa notaris adalah pejabat umum yang

berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana

dimaksud dalam undang-undang ini.

Wewenang atau sering disebut dengan istilah kewenangan merupakan suatu

tindakan hukum yang diatur dan diberikan kepada suatu jabatan berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan,

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

maka setiap dari wewenang itu ada batasannya sebagaimana yang tercantum dalam

peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Wewenang notaris dibatasi oleh

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai jabatan notaris.

Berdasarkan UUJN dan UUJN Perubahan, notaris sebagai pejabat umum

memperoleh wewenang secara atribusi, karena wewenang tersebut adalah wewenang

yang baru diberikan kepada pejabat dalam hal ini notaris berdasarkan UUJN itu sendiri.

Wewenang yang diperoleh notaris bukan berasal dari lembaga lain, misalnya dari

Departemen Hukum dan HAM.

Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik

sesuai dengan yang disebutkan pada Pasal 1 angka 1 UUJN dan notaris juga mempunyai

kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UUJN. Kedudukan notaris

sebagai pejabat umum dalam kewenangan yang dimiliki oleh notaris sendiri dalam hal

membuat akta autentik dan kewenangan lainnya tidak dapat diberikan kepada pejabat-

pejabat lainnya, selama kewenangan-kewenangan tersebut tidak menjadi kewenangan-

kewenangan pejabat lain maka kewenangan tersebut hanya dapat dimiliki oleh Notaris. 2

Menurut Pasal 1868 KUHPerdata juga menyebutkan bahwa suatu akta autentik

adalah suatu akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh

atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta

dibuatnya. Namun dengan keluarnya UUJN Perubahan telah menunjuk Notaris sebagai

pejabat umum, mengatur bentuk akta notaris dan kewenangan notaris.

2Habib Adjie, 2008, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap UU

No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris), Refika Aditama,Bandung, (selanjutnya

disebut Habib Adjie I), hal 40.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Akta sendiri merupakan surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang

memuat peristiwa yang menjadi dasar suatu hak atau perikatan yang dibuat sejak semula

dengan sengaja untuk suatu pembuktian. Untuk dapat digolongkan dalam pengertian

akta maka surat harus di tanda tangani, keharusan untuk di tandatanganinya surat itu

untuk dapat disebut sebagai akta berasal dari Pasal 1869 KUHPerdata. Berdasarkan

ketiga Pasal tersebut diatas maka notaris merupakan pejabat umum yang berwenang

untuk membuat akta autentik.

Surat yang bertanda tangan dibuat untuk dipakai sebagai alat bukti dan untuk

dipergunakan oleh orang untuk keperluan siapa surat itu dibuat, disebut akta yang dalam

KUHPerdata dibedakan menjadi dua jenis akta yaitu, akta autentik dan akta dibawah

tangan (Pasal 1868, 1869, 1874 KUHPerdata). Akta autentik merupakan alat bukti kuat,

lengkap dan sempurna bagi para pihak yang bersangkutan. Para pihak juga terikat

dengan isi dari akta autentik tersebut karena isinya sesuai dengan kesepakatan para

pihak dan ikut menandatanganinya, sehingga mereka juga turut bertanggungjawab

terhadap isi akta tersebut. Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk

pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Dapat dicermati dalam

Pasal 1875 KUHPerdata menentukan bahwa:

Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan

kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti

lengkap seperti suatu akta autentik bagi orang-orang yang menandatanganinya, ahli

warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka; ketentuan Pasal 1871

berlaku terhadap tulisan itu.

Pada hakikatnya akta autentik memuat kebenaran formal yang sesuai dengan

apa yang diberitahukan para pihak kepada notaris, sehingga dalam menuangkan

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

kedalam akta notaris mempunyai kewajiban untuk memasukan kedalam akta apa yang

sungguh-sungguh dan telah dimengerti serta sesuai dengan kehendak para pihak.

Dengan membacakan secara jelas isi akta notaris serta memberikan informasi-informasi

terhadap peraturan perundang-undangan yang terkait bagi para pihak dalam

penandatanganan akta. Berdasarkan hal itu maka para pihak memiliki hak untuk

menentukan dengan bebas untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi dari akta notaris

yang akan ditandatanganinya. Penandatanganan suatu dokumen secara umum mepunyai

tujuan sebagai berikut :

a. Tanda tangan sebagai bukti (evidence) : yaitu suatu tanda tangan mengidentifikasikan

penandatangan dengan dokumen yang ditandatanganinya. Pada saat penandatanganan

membubuhkan tanda tangan dalam bentuk yang khusus, tulisan tersebut akan

mempunyai hubungan (attribute) dengan penandatangan.

b. Tanda tangan sebagai ceremony : yaitu penandatanganan suatu dokumen akan berakibat

sipenandatangan mengetahui bahwa ia telah melakukan perbuatan hukum, sehingga

akan mengeliminasi adanya inconciderate engagement.

c. Tanda tangan sebagai persetujuan (approval) : yaitu tanda tangan melambangkan

adanya persetujuan atau otorisasi terhadap suatu tulisan. Jadi suatu tulisan yang telah

ditanda tangani dan dibenarkan kebenarannya mempunyai kekuatan pembuktian yang

sama seperti akta autentik.

Eksistensi notaris di kalangan pejabat umum (openbaar ambtenaar) adalah,

untuk mengakomodir segala hal yang berkaitan dengan hukum keperdataan. Khususnya

kebutuhan masyarakat akan pembuktian dengan dilandasi UUJN juncto UUJN

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Perubahan. Kewenangan notaris sebagaimana dimaksud UUJN dan UUJN Perubahan

dengan profesinya sebagai pembuat akta autentik disertai dengan perkembangan

kebutuhan masyarakat yang begitu pesat dan dinamis telah meningkatkan intensitas dan

kompleksitas hubungan hukum yang tentunya memerlukan kepastian, ketertiban dan

perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Hal inilah yang menjadi

landasan filosofis dari terbentuknya UUJN dan UUJN Perubahan melalui produk yang

dikeluarkan oleh notaris yaitu akta autentik, guna menjamin kepastian hukum dan

perlindungan hukum setiap pengguna jasa notaris.

Notaris merupakan instansi yang dengan akta-aktanya tersebut menimbulkan

alat-alat pembuktian tertulis dengan mempunyai sifat autentik. Keautentikan suatu akta

sangat ditentukan oleh terpenuhinya unsur-unsur yang ada dalam Pasal 1868 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

menyebutkan bahwa, “Suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang

ditentukan oleh Undang-Undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum

yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta itu di buatnya”. Selain itu, agar suatu

akta notariil dapat dikatakan sebagai suatu akta autentik maka harus memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan dalam Pasal 1868 KUH Perdata yaitu:

1. Dibuat oleh pejabat umum yang berwenang;

2. Dibuat dalam bentuk yang telah ditentukan oleh undang-undang; dan

3. Dibuat di wilayah kewenangan pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta

tersebut.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Keharusan adanya tanda tangan lain bertujuan untuk membedakan akta yang

satu dengan akta yang lain atau dari akta yang dibuat oleh orang lain. Fungsi tanda

tangan adalah untuk memberi ciri atau untuk mengindividualisir sebuah akta. Akta yang

dibuat oleh A dan B dapat diidentifisir dari tanda tangan yang dibubuhkan pada akta-

akta tersebut. Oleh karena itu nama dan tanda tangan sangat dibutuhkan pada akta-akta

tersebut. Menurut Abdul Ghofur Anshori, Pejabat umum dalam hal ini notaris harus

sedapat mungkin menjalankan tugas jabatannya dengan baik yaitu :

1. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar sesuai dengan

ketentuan umum. Artinya akta yang dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan

permintaan para pihak yang berkepentingan.

2. Berdampak positif, artinya akta notaris itu mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna. 3

Mekanisme penandatanganan akta notariil tidak hanya terbatas pada persoalan

bahwa akta tersebut harus ditandatangani namun, penandatanganan akta tersebut juga

harus dihadapan notaris sebagaimana telah diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m

UUJN Perubahan bahwa, “membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh

paling sedikit (2) dua orang saksi atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk pembuatan

akta wasiat dibawah tangan, dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap,

saksi, dan Notaris” sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) UUJN dan UUJN

Perubahan.

3Abdul Ghofur Anshori, 2010, Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif

Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 90.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Membacakan akta sampai pada penandatanganan akta merupakan suatu satu

kesatuan dari peresmian akta di mana sebelum akta tersebut ditanda tangani terlebih

dahulu akta tersebut dibacakan di depan para pihak yang bersangkutan guna

menyampaikan kebenaran isi akta dengan keinginan para pihak kemudian akta tersebut

ditandatangani tentunya di hadapan para pihak dan dua (2) orang saksi. Kemudian hal

tersebut diatas ditegaskan pula dalam ketentuan Pasal 44 UUJN yang menentukan

bahwa :

1. Segera setelah akta dibacakan, akta tersebut ditanda tangani oleh setiap penghadap,

saksi dan notaris kecuali apabila ada penghadap yang tidak dapat membubuhkan tanda

tangannya dengan menyebutkan alasannya;

2. Alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara tegas dalam akta;

3. Akta sebagaimana dimaksud pada Pasal 43 ayat (3) ditanda tangani oleh penghadap,

notaris, saksi dan penerjemah;

4. Pembacaan, penerjemah atau penjelasan dan penandatanganan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (3) dan pada Pasal 43 ayat (2), ayat (3) dan ayat (5) dinyatakan

secara tegas pada akhir akta.

Hal diatas merupakan salah satu kewajiban dari seorang notaris sebagaimana

tertuang dalam ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN dimana jika notaris tidak memenuhi

kewajibannya tersebut, maka konsekuensi yang di implementasikan oleh UUJN adalah

terdegradasinya akta tersebut menjadi akta di bawah tangan atau akta tersebut akan

kehilangan otentisitasnya sebagaimana tertuang dalam Pasal 16 ayat (8) UUJN. Hal

tersebut akan berdampak pada perlindungan dan kepastian hukum yang merugikan para

pihak itu sendiri, dimana akta autentik tersebut tidak lagi menjadi alat bukti yang

sempurna melainkan hanya sebagai alat bukti akta di bawah tangan.

Penegasan ketentuan Pasal 16 ayat (1) UUJN telah memberikan penekanan

terhadap proses peresmian akta dari pembacaan sampai pada penandatanganan akta,

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

yang harus dilakukan di hadapan notaris. Dalam kenyataannya disinyalir dengan

mengingat bahwa dalam hal ini jika seorang notaris memiliki kerjasama dengan

beberapa bank, perusahaan, para pengusaha, pengembang, para pejabat dan faktor-

faktor eksternal lainnya, maka akan terjadi dan terbentuklah akta di luar kantor notaris.

Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan, maka keseluhuran serta

martabat jabatan notaris harus tetap dijaga, baik ketika menjalankan tugas jabatan

maupun perilaku kehidupan notaris sebagai manusia yang secara langsung maupun

tidak langsung mempengaruhi martabat jabatan notaris.4 Perkembangan di dalam dunia

usaha sangat mendorong kebutuhan masyarakat luas dalam hukum keperdataan

terutama pada kebutuhan pembuktian tertulis. Para penghadap dalam hal ini, datang

kepada notaris dan ke kantor notaris bertujuan untuk menuangkan pikiran, kehendak

dan tujuannya dan oleh notaris dapat menuangkan ke dalam sebuah akta autentik yang

nantinya dapat digunakan sebagai alat pembuktian yang sempurna.

Salah satu peranan notaris dalam menjalankan kewenangan jabatannya yaitu

untuk membuat Akta Berita Acara Rapat Umum Pemegang Saham. Isi dari seluruh

berita acara dalam Rapat Umum Pemegang Saham adalah merupakan laporan dan

pernyataan dari Notaris terhadap segala sesuatu yang disaksikan dan didengarnya secara

langsung dalam Rapat Umum Pemegang Saham, yang diadakan pada hari, tanggal,

waktu, dan tempat yang telah disebutkan dalam Akta Berita Acara Rapat Umum

Pemegang Saham. Menurut Pasal 77 Undang-Undang Perseroan Terbatas Nomor 40

Tahun 2007 (selanjutnya disebut UUPT), yang diundangkan dalam Lembaran Negara

4Ibid, hal. 41.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4756. Mengatur mengenai rapat umum pemegang saham (RUPS)

melalui media elektronik, namun tidak diatur secara jelas mengenai penandatanganan

elektronik yang sah sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 11

Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE),

yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843.

Menurut ketentuan yang diatur dalam Pasal 1 UU ITE menyatakan bahwa :

“Transaksi elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.” Sehingga dapat

diketahui bahwa segala perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan media

elektronik dapat dikategorikan sebagai transaksi elektronik.

Namun, Pasal 11 angka 1 UU ITE mengatur secara jelas dan tegas syarat

mengenai penandatanganan elektronik yang sah. Sebelumnya akan diuraikan secara

lengkap isi dari Pasal 77 UUPT sebagai berikut :

(1) Selain Penyelenggara RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76, RUPS dapat juga

dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi, atau sarana media elektronik

lainnya yang memungkinkan semua peserta RUPS saling melihat dan mendengar secara

langsung serta berpartisipasi dalam rapat.

(2) Persyaratan kuorum dan persyaratan pengambilan keputusan adalah persyaratan

sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini dan/atau sebagaimana diatur dalam

anggaran dasar Perseroan.

(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan keikutsertaan

peserta RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Setiap penyelenggara RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuatkan

risalah rapat yang disetujui dan ditandatangani oleh semua peserta RUPS.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Terjadi konflik norma antara ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1)

UUPT dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN Perubahan

yang menyatakan bahwa : “Dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib, membacakan

akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi, atau

4 (empat) rang saksi khusus untuk pembuatan Akta wasiat di bawah tangan dan

ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.” Berdasarkan

kedua Pasal diatas terjadi konflik norma karena UUPT mengijinkan RUPS dilakukan

melalui media telekonferensi sehingga para pihak tidak harus hadir dihadapan notaris

dan menandatangani akta secara langsung dihadapan notaris, namun UUJN

mensyaratkan bahwa notaris wajib untuk membacakan akta dihadapan penghadap dan

akta ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.

Proses pembuatan akta Pernyataan Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham

yang diselenggarakan melalui media telekonferensi, dengan lahirnya kata sepakat dalam

rapat umum pemegang saham (RUPS) dinyatakan sebagai pernyataan kehendak yang

disetujui (overeenstemende willsverklaring) antara para pihak. Apa yang dikehendaki

oleh para pihak yang satu dan pihak yang lainnya meskipun tidak sejurus namun

bertimbal balik, kedua kehendak dari para pihak itu bertemu dalam satu sama lain.

Menurut asas konsensualisme, suatu perjanjian lahir pada detik tercapainya

kesepakatan atau persetujuan antara kedua belah pihak mengenai hal-hal yang pokok

dari apa yang menjadi objek perjanjian. Sebelum tercapainya kata sepakat, para kedua

belah pihak terlebih dahulu akan melakukan pembicaraan dan penawaran-penawaran

yang berkaitan dengan objek perjanjian. Dalam pembicaran dan penawaran yang

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut akan

menyampaikan hal-hal yang dikehendaki oleh pihak tersebut dan dengan segala macam

persyaratan yang mungkin dan diperbolehkan oleh hukum untuk disepakati oleh para

pihak sehingga dapat membentuk suatu perjanjian.

Dalam Risalah RUPS (minutes of general meeting) berdasarkan Pasal 90 ayat

(1), apabila risalah RUPS tidak dibuat dengan “akta notaris” maka “wajib”

ditandatangani oleh Ketua rapat, dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham

yang ditunujk oleh peserta RUPS. Menurut penjelasan Pasal 10 ayat (1), maksud

penandatanganan oleh Ketua rapat dan paling sedikit 1 (satu) orang pemegang saham

yang ditunjuk dari dan oleh peserta RUPS, bertujuan untuk menjamin kepastian dan

kebenaran isi risalah RUPS.5

Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 90 ayat (2) risalah RUPS yang dibuat

dengan akta notaris, tidak disyaratkan harus ditandatangani Ketua rapat dan 1 (satu)

orang pemegang saham. Tanpa ditandatangani, risalah RUPS yang dibuat dengan akta

notaris, isi yang terdapat didalamnya dianggap pasti kebenarannya. Hal itu sesuai

dengan fungsi yuridis akta notaris sebagai “akta autentik”.6 Sesuai ketentuan Pasal 1870

KUHPerdata, bahwa suatu akta autentik mempunyai kekuatan pembuktian yang

sempurna (volleding) tentang apa yang dimuat di dalamnya dan mengikat (bindend)

kepada para pihak yang membuat serta terhadap orang yang mendapat hak dari mereka.7

5Yahya M. Harahap, 2011, Hukum Perseroan Terbatas, Cetakan ketiga, Sinar

Grafika, Jakarta, hal. 340 6Ibid, hal. 341

7Sastrawidjaja, Man S., Mantili Rai, 2008, Perseroan Terbatas Menurut Tiga

Undang-Undang , Jilid 1, PT. Alumni, Bandung, hal. 37.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Proses RUPS seringkali tidak dilakukan dengan pertemuan langsung secara

fisik maupun dengan kontak pembicaraan langsung. Namun dilakukan dengan cara

telekonferensi melalui media elektronik, dimana sesuai dengan perkembangan

masyarakat dan teknologi khususnya dalam bidang telekomunikasi, informasi dan

komputer semakin lama semakin banyak yang menggunakan alat teknologi digital

dalam berinteraksi antar sesama. Berdasarkan hal tersebut maka semakin kuat terjadi

desakan terhadap hukum khususnya hukum pembuktian, untuk mengatur sejauh mana

kekuatan dalam pembuktian dari suatu dokumen elektronik.

Suatu penandatanganan elektronik dengan menggunakan alat digital yang

dewasa ini sangat banyak digunakan dalam praktek sehari-hari, dan untuk menghadapi

kenyataan perkembangan masyarakat yang seperti ini, pembuat undang-undang secara

eksplisit dalam penjelasan umum UU ITE juncto Pasal 6 UU ITE Tahun 2008 yang

menyebutkan bahwa :

dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang

mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang

tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat

dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Berikut penjelasannya telah menyatakan bahwa dokumen elektronik kedudukannya

disetarakan dengan dokumen yang dibuat diatas kertas. Penjelasan Pasal 6 UU ITE

Tahun 2008 :

Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di

atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat

dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup sistem

elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

sebab sistem elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang

mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.8

Aturan mengenai tanda tangan elektronik ini lebih lanjut dijelaskan dan

ditegaskan dalam Pasal 11 ayat (1) UU ITE yang menyebutkan bahwa, Tanda tangan

elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik

hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu

penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan

Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan

persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

Teknologi Informasi yang tidak mengenal batas-batas teritorial dan sepenuhnya

beroperasi secara maya (virtual), juga melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang harus

diatur oleh hukum. Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi

yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan teknologi informasi.

Undang-undang tersebut, antara lain memuat substansi tentang tanda tangan elektronik

(electronic signature) atau digital signature.9 Tanda tangan yang dimaksud disini

adalah, bukan tanda tangan yang dibubuhkan oleh seseorang dengan tangannya sendiri

diatas dokumen-dokumen yang lazimnya dilakukan diatas dokumen kertas.

8Ibid.

9Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum HAM RI, 2009,

Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Teknologi Informasi dan

Komunikasi, Jakarta, hal. 43.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Pada dasarnya, suatu tanda tangan elektronik berikut sistem sertifikasi

elektroniknya, diselenggarakan memperjelas identitas subyek hukum dan melindungi

keamanan serta otentisitas informasi elektronik yang dikomunikasikan melalui sistem

elektronik.10

Fungsi dari tanda tangan elektronik atau digital signature ini sama juga

dengan fungsi sidik jari seseorang yang bertujuan untuk dapat dijadikan sebagai alat

bukti kuat secara hukum dikemudian hari.11

Bentuk dari tindakan hukum pada umumnya adalah bebas, terkecuali

ditentukan lain oleh undang-undang yang mengharuskan adanya bentuk-bentuk tertentu

berupa akta dibawah tangan atau akta autentik. Akta yang berfungsi sebagai alat bukti,

setidaknya material yang dipakai untuk menerangkan tulisan tersebut haruslah

memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya :12

1. Ketahanan akan Jenis Material yang dipergunakan : Hal ini berkaitan dengan, kewajiban

bagi notaris untuk membuat minuta akta dan menyimpan minuta akta yang dibuatnya

tersebut (Pasal 35 jo. Pasal 36 Peraturan Jabatan Notaris S. 1860 Nomor 3 sekarang

Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004

tentang Jabatan Notaris). Tulisan pada kertas thermis yang dipergunakan untuk mesin

faximile tidak dapat disimpan untuk masa kurang lebih satu tahun. Pasal 28 ayat (3)

Notariswet (S.1999 no. 190) di Netderland telah mensyaratkan jenis kertas tertentu

10

Edmon Makarim, 2013, Notaris & Transaksi Elektronik Kajian Hukum

tentang Cybernotary atau Electronik Notary, Edisi Kedua, PT. Rajagrafindo Persada,

Jakarta, hal. 6. 11

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum HAM RI, Op.Cit,

hal. 49. 12

Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang

Kenotariatan, Cetakan ke II, Citra Aditya Bakti, Bandung. (selanjutnya disebut Herlien

Budiono I) hal. 217

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

untuk pembuatan akta yang digunakan oleh para notaris di sana. Oleh karena itu, kertas

dianggap memenuhi syarat material untuk daya tahan penyimpan arsip.

2. Ketahanan terhadap Pemalsuan : Perubahan yang dilakukan terhadap tulisan diatas

kertas dapat diketahui dengan kasatmata atau dengan menggunakan cara yang

sederhana. Ini berarti bahwa para pihak akan terjamin apabila perbuatan hukum diantara

mereka telah dilakukan dengan akta yang menggunakan jenis kartu tertentu.

3. Orisinalitas : Untuk minuta akta hanya ada satu akta “aslinya”, kecuali untuk akta yang

dibuat in originally dibuat dalam beberapa rangkap yang semuanya “asli”.

4. Publisitas : Untuk hal-hal tertentu pihak ketiga yang berkepentingan dapat dengan

mudah melihat akta asli atau minta salinan daripadanya.

5. Dapat Segera atau Mudah Dilihat (Waarneembaarheid) : Data yang terdapat pada kertas

dapat dengan segera dilihat tanpa diperlukan tindakan lainnya untuk dapat melihatnya.

6. Mudah Dipindahkan : Kertas dan sejenisnya dapat dengan mudah dipindahkan.

Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi global telah membawa revolusi

besar bagi perkembangan hukum nasional, khususnya dalam hukum pembuktian.

Diundangkannya undang-undang Informasi Transaksi Elektronik, keautentikan hak dan

kewajiban dalam sebuah dokumen elektronik dapat dilakukan dengan tanda tangan

elektronik (digital signature). Sebagai alat bukti suatu peristiwa hukum, tanda tangan

memiliki setidaknya dua fungsi yaitu :

(1) sebagai identitas diri penandatangan

(2) sebagai tanda persetujuan hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Seperti tanda tangan manuskrip, tanda tangan elektronik juga harus meliputi kedua

fungsi tersebut.

Menurut UU ITE ini, tanda tangan elektronik adalah tanda tangan yang terdiri

atas informasi elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi

elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi. Tanda tangan

elektronik sebagai informasi elektronik merupakan satu atau sekumpulan data-data

elektronik, yang tidak terbatas dengan tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto,

electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks,

telecopy atau sejenisnya. Agar dapat mencapai tujuannya sebagai alat verifikasi dan

autentikasi, tanda tangan elektronik harus terikat pada informasi elektronik lainnya yang

merupakan substansi dari dokumen elektronik itu sendiri. Sahnya suatu tanda tangan

elektronik sebagai sebuah informasi dan dokumen elektronik harus dapat memenuhi

syarat minimum baik subyek maupun obyeknya.

Syarat subyektif yang dimaksud meliputi, kualitas diri penandatangan. Data-

data pembuatan tanda tangan elektronik hanya terkait pada si penandatangan. Dalam

proses penandatanganan, data-data tersebut hanya berada dalam kuasa penandatangan.

Hal ini membutuhkan sistem proteksi yang baik sehingga pihak lain tidak dapat

menggunakannya untuk perbuatan yang bersifat melawan hukum. Tanda tangan

elektronik membutuhkan sistem yang dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi

keamanannya maupun dari informasi elektronik yang terkait dengannya. Sistem

keamanan ini diperlukan kedepannya agar dapat diketahuinya perubahan tanda tangan

elektronik maupun informasi elektronik setelah terjadinya penandatanganan. Sistem ini

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

juga diperlukan untuk mengidentifikasi penandatangan agar dapat menentukan hak dan

kewajiban subyektif, dan untuk menunjukkan bahwa penandatangan telah memberikan

persetujuan terhadap informasi elektronik tersebut.

Sesuai dengan Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) UU ITE dipastikan bahwa,

informasi dan/atau dokumen elektronik berikut dengan hasil cetaknya adalah

merupakan alat bukti yang sah. Oleh karena itu kekuatan pembuktian terhadap dokumen

elektronik dapat dipersamakan dengan akta autentik, jika dilihat dari Pasal 1 angka 12

UU ITE tentang definisi dari Tanda Tangan Elektronik, bahwa suatu informasi

elektronik dan/atau dokumen elektronik yang telah ditanda tangani, dilekatkan,

teraosiasi atau terkait dengan informasi elektronik tersebut telah diverifikasi dan

diautentifikasi.

Tanda tangan elektronik dapat memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum

yang sah maka selain telah terpenuhinya syarat-syarat yang telah ditentukan oleh

undang-undang dalam Pasal 11 UU ITE, maka masih ada syarat yang wajib ditempuh

oleh pengguna tanda tangan elektronik sebagaimana ditentukan dalam Pasal 12 ayat (2)

UU ITE yang menyebutkan mengenai pengamanan tanda tangan elektronik sekurang-

kurangnya meliputi :

a. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak;

b. penanda tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan

secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;

c. penanda tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh

penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya

harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh penanda tangan dianggap

mempercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda

Tangan Elektronik jika :

1. Penanda tangan mengetahui bahwa data pembuat Tanda Tangan Elektronik telah

dibobol; atau

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti,

kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan

d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik,

Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang

terkait dengan sertifikat elektronik tersebut.

Secara umum, penandatanganan suatu dokumen elektronik bertujuan untuk memenuhi

keempat unsur di bawah ini yaitu :

1. Bukti, dalam hal ini sebuah tanda tangan mengontetikasikan suatu dokumen dengan

mengidentifikasikan penandatangan dengan dokumen yang ditanda tangani.

2. Formalitas, dalam hal ini penandatanganan suatu dokumen „memaksa‟ pihak yang

menandatangani untuk mengakui pentingnya dokumen tersebut.

3. Persetujuan dalam hal ini, pada beberapa kondisi yang disebutkan dalam hukum, sebuah

tanda tangan menyatakan persetujuan pihak yang menandatangani terhadap isi dari

dokumen yang ditanda tangani.

4. Efisiensi dalam hal ini, sebuah tanda tangan pada dokumen tertulis sering menyatakan

klarifikasi pada suatu transaksi dan menghindari akibat-akibat yang tersirat di luar apa

yang telah dituliskan.

Untuk dapat mencapai semua tujuan dari penandatanganan suatu dokumen seperti

tersebut diatas, maka sebuah tanda tangan harus mempunyai atribut-atribut berikut ini :

1. Autentifikasi penandatanganan adalah, sebuah tanda tangan seharusnya dapat

mengidentifikasikan siapa yang menandatangani dokumen tersebut dan sulit untuk

dapat ditiru oleh orang lain. (ketahanan terhadap pemalsuan).13

13

Herlien Boediono I, Op.Cit, hal. 218.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

2. Autentifikasi Dokumen adalah, sebuah tanda tangan seharusnya mengidentifikasikan

apa yang ditandatangani, membuatnya agar tidak mungkin dipalsukan ataupun diubah

(baik dokumen yang ditandatangani maupun tandatangannya) tanpa diketahui.

Autentifikasi penandatanganan dan dokumen adalah alat untuk menghindari

pemalsuan dan merupakan suatu penerapan konsep nonrepudiation dalam bidang

keamanan informasi. Nonrepudiation adalah jaminan dari keaslian ataupun

penyampaian dokumen asal untuk menghindari penyangkalan dari penandatanganan

dokumen (bahwa dia tidak menandatangani dokumen tersebut), serta penyangkalan dari

pengirim dokumen (bahwa ia tidak mengirimkan dokumen tersebut).

Tanda Tangan Elektronik berikut sistem sertifikasi elektroniknya,

diselenggarakan untuk memperjelas identitas subyek hukum dan melindungi keamanan

serta otentisitas informasi elektronik yang dikomunikasikan melalui sistem elektronik.

Sementara itu, notaris sebagai pejabat umum berdasarkan UUJN mempunyai fungsi dan

peran yang penting dalam legalitas transaksi di Indonesia, bahkan notaris juga dipahami

menjadi pihak ketiga terpercaya (trusted-third-party/TTP).14

Dengan diundangkannya UUJN Perubahan, memberikan kemudahan bagi

notaris dalam menjalankan jabatannya untuk membuat akta autentik. Hal ini

sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan yang

menyatakan bahwa : “Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan.” Dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UUJN Perubahan menyatakan bahwa :

14

Edmon Makarim, Op.Cit, hal. 6

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

“Yang dimaksud dengan “kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-

undangan”, antara lain, kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara

elektronik (cyber notary), membuat Akta ikrar wakaf dan hipotek pesawat terbang.”

Dengan ditetapkannya UUJN Perubahan ini masyarakat akan lebih mudah dalam

melakukan transaksi atau membuat suatu perjanjian. Cukup dengan dokumen

elektronik, para pihak dapat menyelesaikan transaksi bisnisnya. cyber notary ini

tentunya juga memudahkan dalam hal RUPS harus dilakukan melalui media

teleconfrence.

Berdasarkan uraian diatas maka, penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan

dengan memanfaatkan perkembangan teknologi, sehingga RUPS dapat dilakukan

pemegang saham melalui media telekonferensi, video confrence atau media elektronik

lainnya. Untuk melihat originalitas suatu penandatanganan, pada dasarnya tanda tangan

yang dalam hal ini merupakan tanda tangan elektronik adalah berfungsi sama

sebagaimana layaknya suatu tanda tangan di atas kertas.

Hal-hal tersebut diatas menarik keinginan penulis untuk mengkaji dalam

bentuk Tesis sebagaimana dimaksud dalam proposal ini dengan judul “KEKUATAN

HUKUM AKTA NOTARIS BERKENAAN DENGAN PENANDATANGANAN

RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) PERSEROAN TERBATAS

MELALUI MEDIA TELEKONFERENSI”.

Terkait dengan permasalahan mengenai kekuatan hukum akta notaris tentang

penandatanganan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas (PT)

melalui media telekonferensi telah dibahas juga dalam beberapa penelitian. Demikian

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

penelitian yang sebagaimana penulis sebutkan diatas belum pernah dilakukan

sebelumnya oleh peneliti yang lain. Hasil dari penelusuran penelitian yang terkait

dengan penandatanganan elektronik adalah sebagai berikut :

1. Tesis milik Grace Wahyuni, S.H (NIM : 0706176656), mahasiswa Universitas

Indonesia, Tahun 2010 dengan Judul : “Keabsahan Tanda Tangan Elektronik RUPS

Telekonferensi Berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 Tentang PT dan UU No. 30 Tahun

2004 Tentang Jabatan Notaris. Rumusan Masalah dalam Tesis ini :

1. Apakah pembuatan Akta RUPS yang akan dilaksanakan secara telekonferensi adalah

sah ?

2. Apakah Risalah RUPS yang diselenggarakan secara telekonferensi tersebut dapat

merukan alat bukti otentik ?

Secara umum penelitian pada tesis ini membahas mengenai mekanisme pelaksanaan

RUPS melalui video konferensi, keabsahan RUPS melalui video konferensi dan peranan

notaris dalam RUPS melalui video konferensi. Dengan diakuinya media video

konferensi sebagai sarana pendukung pelaksanaan RUPS menimbulkan akibat hukum

mulai dari pelaksanaan RUPS melalui video konferensi itu sendiri hingga masalah

keabsahan RUPS dan Notulen RUPS melalui media video konferensi. Apabila RUPS

tersebut dilakukan melalui media video konferensi maka hasil keputusan rapatnya juga

bersifat elektronik dimana dokumen yang merupakan notulen rapat adalah dokumen

elektronik. Penggunaan media elektronik seperti teknologi telekonferensi untuk

melaksanakan RUPS memang lebih efisien juga efektif. Akan tetapi timbul

permasalahan baru dalam hal pengesahan hasil RUPS yang harus dibuat dalam bentuk

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

akta autentik. Hal ini terkait dengan syarat akta notaris yang harus memenuhi syarat-

syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.

2. Tesis milik I Made Putra Manawa, S.H. (NIM : 1192461015) disusun pada tahun 2013,

mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Udayana, yang berjudul Tanggungjawab

Notaris Dalam Lembaga Sertifikasi Tanda Tangan Elektronik Terhadap

Ketidaksesuaian Verifikasi Data Diri Pemilik Tanda Tangan Elektronik. Rumusan

Masalah dalam Tesis ini adalah :

1. Bagaimana tanggung jawab notaris sebagai Registration Authority dalam lembaga

sertifikasi tanda tangan elektronik terhadap ketidaksesuaian data diri pemilik tanda

tangan elektronik ?

2. Bagaimana akibat hukum dari tanda tangan elektronik yang mengalami ketidaksesuaian

data diri pemilik ?

Secara umum pada penelitian ini membahas mengenai tanggungjawab notaris sebagai

registration authority dalam lembaga sertifikasi tanda tangan elektronik terhadap

ketidaksesuaian data diri pemilik tanda tangan elektronik dan akibat hukum dari tanda

tangan elektronik tersebut yang mengalami ketidaksesuaian data diri pemiliknya.

Dimana ketidaksesuaian data diri pemilik tanda tangan elektronik dalam sertifikat tanda

tangan elektronik akan mengakibatkan tanda tangan elektronik tersebut tidak memiliki

kaitan antara data diri penandatangan dengan tanda tangan elektronik yang dimiliknya.

Tanda tangan elektronik tersebut menjadi batal demi hukum karena tidak dapat

memenuhi ketentuan yang ditentukan dalam undang-undang. Oleh karena itu notaris

dalam hal ini bertindak sebagai RA dalam lembaga sertifikasi tanda tangan elektronik

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

bertanggungjawab secara perdata dan pidana, apabila pihak yang merasa dirugikan

dapat membuktikan ada prosedur yang tidak sesuai dengan UUJN dan/atau Kode Etik

Notaris karena notaris mempunyai kewajiban dan tanggungjawab untuk melaksanakan

tugasnya dengan baik sebagai anggota dari perkumpulan notaris.

3. Tesis milik I Putu Suwantara, S.H., (NIM. 1192461040), disusun pada tahun 2013,

mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Udayana, yang berjudul Eksistensi dan

Pengaturan Hukum Tanda Tangan Elektronik Dalam Akta Pernyataan Keputusan Rapat

Umum Pemegang Saham Perseroan Terbatas. Rumusan Masalah dalam Tesis ini adalah

:

1. Apakah penggunaan tanda tangan elektronik dapat diakui secara hukum (sah) dalam

akta pernyataan Keputusan Rapat Perseroan Terbatas ?

2. Bagaimana pengaturan hukum serta peran Notaris dalam pembuatan akta pernyataan

keputusan rapat umum pemegang saham dengan menggunakan sistem elektronik ?

Secara umum dalam penelitian ini membahas mengenai informasi elektronik dan

dokumen elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang hukum yang

sah, dan merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara yang

berlaku di Indonesia. Alat bukti menurut hukum acara yang dibuat dalam bentuk

informasi elektronik/ dokumen elektronik,merupakan alat bukti yang sah menurut

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, sehingga seluruh transaksi

elektronik dengan tanda tangan elektronik yang ada didalam akta pernyataan keputusan

rapat umum pemegang saham perseroan terbatas dapat dianggap sebagai akta, bahkan

kekuatan pembuktiannya sama dengan akta autentik. Pada penelitian ini mengangkat

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

permasalahan penggunaan tanda tangan elektronik dapat diakui secara hukum (sah)

dalam akta pernyataan keputusan rapat Perseroan Terbatas (PT), dan pengaturan hukum

serta peran notaris dalam pembuatan akta pernyataan keputusan rapat umum pemegang

saham dengan menggunakan sistem elektronik.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka dapat dilihat bahwa penelitian penulis

yang berjudul Kekuatan Hukum Akta Notaris Tentang Penandatanganan Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) Perseroan Terbatas melalui Media Telekonferensi memiliki

orisinalitas. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini penulis membahas mengenai apa

yang menjadi dasar hukum notaris untuk menandatangani Akta RUPS Perseroan

Terbatas yang ditandatangani oleh anggota RUPS melalui media telekonferensi dan

kekuatan pembuktian akta notaris tentang RUPS Perseroan Terbatas yang

ditandatangani melalui media telekonferensi. Jadi perbedaan dengan penelitian lainnya

adalah dalam pokok pembahasan kekuatan hukum akta notaris tentang tanda tangan

elektronik yang dilakukan melalui media telekonferensi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan

permasalahan-permasalahan yang selanjutnya akan dibahas lebih mendalam. Adapun

rumusan permasalahan-permasalahan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta notaris dalam RUPS yang

menggunakan tanda tangan secara elektronik melalui media telekonferensi?

2. Bagaimana pertanggungjawaban notaris terhadap akta RUPS yang ditandatangani

secara elektronik melalui media telekonferensi ?

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini dapat dikualifikasikan atas

tujuan yang bersifat umum dan bersifat khusus, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1.3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk, mengembangkan khazanah

pemikiran hukum tentang batasan keautentikan suatu informasi berikut nilai kekuatan

pembuktian hukumnya secara elektronik dan agar penulis dan pembaca dapat

mengetahui dan memahami tentang kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta

notaris dengan menggunakan tanda tangan elektronik melalui media telekonferensi

menurut UU Nomor 11 Tahun 2008 yang mengatur mengenai Informasi dan Transaksi

Elektronik. Selain itu untuk dapat mengetahui dan memahami tentang tanggungjawab

notaris terhadap profesi dan jabatan notaris yang melakukan penandatanganan akta

dengan tanda tangan elektronik melalui media telekonferensi.

1.3.2. Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus yang hendak dicapai dari penelitian tesis ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk dapat mendeskripsikan dan melakukan analisa lebih lanjut mengenai bagaimana

kekuatan hukum terhadap penandatanganan akta notaris dalam Rapat Umum Pemegang

Saham yang menggunakan tanda tangan secara elektronik melalui media telekonferensi

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

2. Untuk dapat lebih memahami dan melakukan analisa lebih lanjut tentang

pertanggungjawaban notaris terhadap akta Rapat Umum Pemegang Saham yang

ditandatangani secara elektronik melalui media telekonferensi.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan hukum khususnya dalam bidang kenotariatan.

Manfaat yang dapat diperoleh adalah:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penulis berharap bahwa hasil dari penelitian ini dapat

memberikan sumbangan pemikiran pada bidang hukum khususnya pada bidang

Kenotariatan. Hal ini terkait tentang kekuatan akta terhadap penandatanganan yang

dilakukan dengan cara transaksi elektronik melalui media telekonferensi pada rapat

umum pemegang saham.

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi notaris, akademisi, dan tentunya bagi diri sendiri. Adapun

manfaat-manfaat tersebut antara lain:

1. Bagi para akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan dasar untuk

melakukan penelitian lebih lanjut terhadap penandatanganan akta yang dilakukan

dengan cara penandatanganan elektronik dalam RUPS yang dilakukan melalui media

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

telekonferensi, agar kedudukan dan aturan hukumnya teregulasi, sehingga menjadi lebih

jelas dan tegas.

2. Bagi notaris, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

terhadap kepastian hukum dari akta notaris yang penandatanganannya dilakukan dengan

cara penandatanganan elektronik melalui media telekoferensi. Selain itu beberapa

permasalahan hukum yang terkait dengan penyelengaraan kerja notaris secara

konvensional selama ini juga akan terselesaikan dengan baik. Tidak hanya dalam sistem

pemberkasan yang semakin baik karena electronic filing melainkan juga sistem

pencatatan dan standar penyelenggaraan jasa yang semakin efisien dan lingkup peluang

transaksi yang semakin global. Notaris juga akan dipermudah dengan fasilitas sistem

elektronik yang menunjang bukti-bukti dari dipenuhinya syarat-syarat suatu

keautentikan baik terhadap syarat subyektif maupun syarat obyektif.

3. Bagi diri sendiri, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu

pengetahuan dan wawasan yang erat kaitannya dengan perkembangan ilmu

kenotariatan, dan juga sebagai persyaratan untuk dapat menyelesaikan studi pada

pendidikan strata 2 (dua) Magister Kenotariatan.

1.5. Landasan Teoritis

Landasan Teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum

atau khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, dan lain-lain yang selanjutnya

dipergunakan sebagai landasan untuk membahas permasalahan dalam penelitian.15

15

Buku Pedoman Pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan Universitas

Udayana, 2013, Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, hal. 53.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Teori merupakan suatu proses yang menghasilkan keseluruhan pernyataan yang

memiliki keterkaitan dengan suatu objek. Ahli teori yaitu Jan Gijssels dan Mark van

Hoccke mengemukakan bahwa Teori adalah segala yang mencakup pernyataan-

pernyataan, pandangan pandangan dan pengertian pengertian yang memiliki keterkaitan

secara logikal dengan suatu bidang kenyataan yang kemudian dirumuskan seemikian

rupa sehingga menjadi suatu hal yang mungkin untuk digunakan dalam menjabarkan

hipotesis hipotesis sebuah sistem pernyataan pernyataan (klaim-klaim), pandangan

pandangan dan pengertian pengertian yang saling berkaitan secara logika berkenaan

dengan suatu bidang kenyataan, yang dapat diuji.16

Dalam menganalisa permasalahan

dalam penelitian tesis ini, teori yang digunakan adalah :

1.5.1. Teori Negara Hukum

Teori Negara Hukum dicetuskan oleh filsuf besar Yunani Kuno, Plato

mengemukakan bahwa ada dua bentuk pemerintahan yang dapat dijalankan dalam suatu

negara. Dimana salah satunya adalah pemerintahan dalam suatu Negara yang dibentuk

melalui jalan hukum. Berdasarkan hal tersebut maka terkait dengan permasalahan yang

penulis ambil maka, dalam hal ini sangat diperlukan peraturan perundang-undangan

yang tegas dan jelas mengatur agar tidak bertentangan dengan norma-norma yang

berlaku di masyarakat, sehingga negara dapat menjamin keadilan bagi warga negaranya.

Secara lebih riil, Plato merumuskan teorinya tentang Negara Hukum : (i)

hukum merupakan tatanan terbaik untuk menangani dunia fenomena yang penuh situasi

16

H. Salim, 2009, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum, Rajawali Pers,

Jakarta, hal. 9.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

ketidakadilan, (ii) aturan-aturan hukum harus dihimpun dalam satu kitab, supaya tidak

muncul kekacauan hukum, (iii) Setiap undang-undang harus didahului preambule

tentang motif dan tujuan undang-undang tersebut, Manfaatnya adalah agar rakyat dapat

mengetahui dan memahami kegunaan mentaati hukum itu, dan insaf tidak baik menaati

(iv) tugas hukum adalah membimbing melalui Undang-undang, (v) orang yang

melanggar undang-undang harus dihukum.17

Oleh karena itu teori Plato pun seolah

memberi himbauan kepada yang mempelajari hukum agar faktor manusia (aparat

hukum) menjadi bagian integral dalam studi hukum. Eksplanasi teoretis yang dihasilkan

dari kajian terhadap faktor aparat itu, tidak hanya bermanfaat secara praktis dalam

rangka penegakkan hukum, tetapi juga memberi bobot ilmiah pada kajian hukum.18

1.5.2. Teori Kepastian Hukum

Teori Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatuhan dan keadilan dalam setiap

kebijakan penyelenggaraan Negara. Asas Kepastian Hukum atau disebut juga dengan

asas pacta sun servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat dari suatu

perjanjian. Suatu negara hukum yang memiliki kedudukan tertinggi dalam pelaksanaan

pemerintahan dalam hukum. Menurut Gustav Radbruch, hukum memiliki tujuan yang

berorientasi pada 3 hal yaitu:

1. Kepastian Hukum

2. Keadilan

17

Bernard L. Tanya, Yoan N Simanjuntak, Markus Y. Hage,2010, Teori

Hukum Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cetakan III, Genta

Publishing, Yogyakarta, hal 41-42. 18

Ibid, hal. 43.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

3. Daya Guna atau Kemanfaatan19

Dalam kaitannya dengan permasalahan ini maka dalam prakteknya seorang notaris

dalam melakukan tugas-tugasnya adalah semata-mata untuk menciptakan kepastian

hukum adalah melegalkan kepastian hak dan kewajiban, untuk dapat menjaga setiap

kepentingan manusia agar tidak diganggu dan terjamin kepastiannya, harus selalu

perpegang kepada peraturan perundang-undangan.

1.5.3 Teori Kewenangan

Teori adalah suatu dasar untuk menyederhanakan pemahaman akan suatu hal

yang merupakan rangkaian dari berbagai penjelasan yang dapat digunakan untuk

menyelesaikan permasalahan yang bersifat umum.20

Philipus M. Hadjon menyatakan

bahwa wewenang (bevoeigdheid) diartikan sebagai kekuasaan hukum (rechtsmacht).

Jadi dalam konsep hukum publik, wewenang berkaitan dengan kekuasaan.21

Jadi teori

kewenangan berkaitan dengan kekuasaan hukum dan kemampuan untuk bertindak yang

berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang dapat menimbulkan akibat

hukum. Kewenangan berdasarkan undang-undang dapat diperoleh melalui:22

1. Atribusi, adalah wewenang yang melekat pada suatu jabatan. Hal ini didasarkan pada

kewenangan Jabatan Notaris yang langsung diberikan oleh undang-undang yang dalam

19

O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media,

Salatiga, hal. 33. 20

Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum

Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 134. 21

Philipus M. Hadjon, 1997, Tentang Wewenang, No. 5 & 6 tahun XII,

September-Desember, Makalah, Universitas Airlangga, Surabaya, hal. 1. 22

Lutfi Effendi dan Sri Kustina, 2000, Hukum Administrasi (Administrasi

Recht), Biro Konsultan dan Bantuan Hukum, Malang, hal. 109.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

hal ini adalah UUJN dan UUJN Perubahan yang secara khusus mengatur mengenai

jabatan notaris.

2. Mandat adalah wewenang yang bersumber dari proses atau prosedur pelimpahan dari

pejabat atau badan yang lebih tinggi kepada pejabat yang lebih rendah.

3. Delegasi adalah kewenangan yang diberikan oleh suatu organ pemerintahan kepada

organ pemerintahan yang lainnya, dan segala tanggungjawab yang mengikuti

kewenangan tersebut berdasarkan atas peraturan perundang-undangan. 23

1.5.4 Teori Pembuktian

Pembuktian secara yuridis tidak lain adalah pembuktian “historis” yang

mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara konkreto. Baik pembuktian yang

yuridis maupun ilmiah, maka membuktikan pada hakekatnya berarti

mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa tertentu dianggap benar.

Membuktikan berarti memberikan dasar-dasar yang cukup guna memberikan kepastian

tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Menurut pendapat Sudikno Mertokusumo

membuktikan mempunyai beberapa pengertian :

a. Membuktikan dalam arti logis atau ilmiah Membuktikan berarti memberikan kepastian

mutlak, karena berlaku bagi setiap orang dan tidak memungkinkan adanya bukti lawan.

b. Membuktikan dalam arti konvensionil Membuktikan berarti memberikan kepastian

yang nisbi/relatif sifatnya yang mempunyai tingkatan-tingkatan:

- kepastian yang didasarkan atas perasaan belaka/bersifat instuitif (conviction intime)

- kepastian yang didasarkan atas pertimbangan akal (conviction raisonnee).

23

Philipus M. Hadjon, 2002, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gajah

Mada University Press, Yogyakarta, hal. 130.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

c. Membuktikan dalam hukum acara mempunyai arti yuridis. Didalam ilmu hukum tidak

dimungkinkan adanya pembuktian yang logis dan mutlak yang berlaku bagi setiap

orang serta menutup segala kemungkinan adanya bukti lawan. 24

Pembuktian dalam arti yuridis ini hanya berlaku bagi pihak-pihak yang beperkara

atau yang memperoleh hak dari mereka. Dengan demikian pembuktian dalam arti

yuridis tidak menuju kepada kebenaran mutlak. Pembuktian secara yuridis tidak lain

adalah pembuktian historis yang mencoba menetapkan apa yang telah terjadi secara

konkreto. Baik pembuktian yang yuridis maupun yang ilmiah, maka membuktikan pada

hakekatnya berarti mempertimbangkan secara logis mengapa peristiwa-peristiwa

tertentu dianggap benar. Membuktikan dalam arti yuridis tidak lain berarti memberikan

dasar-dasar yang cukup kepada hakim yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna

memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang diajukan. Pasal 1867

K.U.H.Perdata menyatakan bahwa “pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan

tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.” Pasal 1868

KUH Perdata menyatakan “suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk

yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai

umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya.”

1.5.5 Teori Tanggungjawab

Dalam kamus hukum ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban

yaitu liability dan responsibility. Liability is condition of being responsible for a

possible or actual loss, penalty, evil, expense or burden, condition which creates a duty

24

Sudikno Mertokusumo, 2006, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty,

Yogjakarta, hal. 102

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

to performact immediately or in the future25

diterjemahkan menjadi istilah hukum yang

menunjuk hampir semua karakter atau tanggungjawab yang mungkin meliputi semua

karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman,

kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang -

undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu

kewajiban, dan termasuk putusan, keterampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi

juga kewajiban bertanggungjawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam

pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban

hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum,

sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.26

Menurut pendapat Hans Kelsen, suatu konsep terkait dengan konsep kewajiban

hukum adalah konsep tanggungjawab hukum (liability). Seseorang dikatakan secara

hukum bertanggungjawab untuk suatu perbuatan tertentu adalah bahwa dia dapat

dikenakan suatu sanksi dalam kasus perbuatan yang berlawanan. Normalnya, dalam

kasus sanksi dikenakan terhadap deliquent adalah karena perbuatannya sendiri yang

membuat orang tersebut harus bertanggungjawab. Menurut teori tradisional terdapat dua

macam pertanggungjawaban yang dibedakan yaitu pertanggungjawaban berdasarkan

kesalahan (based on fault) dan pertanggungjawaban mutlak (absolut responsibility).27

25

Henry Campbell Black, 2014, Black‟s Law Dictionary, 10th edition,

Thomson West Publishing.Co, Boston, hal. 914 26

Ridwan H.R., 2006, Hukum Administrasi Negara, PT. RajaGrafindo Persada,

Jakarta, hal. 335-337 27

Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa‟at, 2012, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,

Konstitusi Press, Jakarta, hal. 56

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

Menurut Kranenburg dan Vegtig mengenai persoalan pertanggungjawaban

pejabat ada dua teori yang melandasi, yaitu Teori Fautes Personalles dan Teori Fautes

de Servuces yang akan diuraikan sebagai berikut:

a. Teori Fautes de Personalles yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga

dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian.

Menurut teori ini, beban tanggungjawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.

b. Teori Fautes de Servuces yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak

ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini

tanggungjawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul

itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat

atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada

tanggungjawab yang harus ditanggung.28

Dalam kaitannya dengan tesis ini teori tanggungjawab dipergunakan untuk menganalisa

permasalahan kedua tentang tanggungjawab dari seorang notaris, tentunya notaris

sebagai seorang pejabat umum memiliki tanggungjawab atas jabatan yang diembannya

tersebut. Dalam hal ini, terkait dengan tanggungjawab dari seorang notaris terhadap

RUPS yang dilakukan melalui media telekonferensi sehingga penandatanganan aktanya

juga dilakukan lewat media elektronik. Apabila dikemudian hari para pihak mengalami

kerugian akibat dilakukannya penandatanganan melalui media elektronik, dalam hal ini,

menurut teori fautes de personalles maka notaris bertanggungjawab secara pribadi

karena jabatannya telah melakukan kesalahan yang mengakibatkan kerugian.

Tanggungjawab notaris dalam hal RUPS yang dilaksanakan melalui media

telekonferensi, tanggung jawab notaris apabila notaris hadir langsung dalam RUPS

Telekonferensi tersebut yaitu bertanggung jawab secara formil dan materiil atas

kebenaran dari akta berita acara RUPS. Apabila notaris tidak turut hadir secara langsung

28

Ridwan H.R., Op.Cit, hal. 365

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

dalam RUPS telekonferensi maka dalam pembuatan Akta Pengesahan Rapat Umum

Pemegang Saham berdasarkan risalah RUPS melalui telekonferensi maka notaris hanya

bertanggungjawab atas isi dari keterangan para penghadap yang hadir dalam RUPS

yang dituangkan dalam akta notaris tersebut. Tanggung jawab notaris disini hanya atas

kebenaran tanggal, waktu dan tempat dimana akta tersebut dibuat dan ditandatangani.

1.6. Metode Penelitian

1.6.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu

dengan mengkaji bahan-bahan dari berbagai peraturan perundang-undangan dan bahan-

bahan lain dari berbagai literatur yang terkait dengan permasalahan.29

Penelitian ini

beranjak dari konflik norma antara ketentuan yang diatur dalam Pasal 77 ayat (1) UUPT

dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf m UUJN Perubahan.

Berdasarkan kedua Pasal diatas terjadi konflik norma karena UUPT mengijinkan RUPS

dilakukan melalui media telekonferensi sehingga para pihak tidak harus hadir dihadapan

notaris dan menandatangani akta secara langsung dihadapan notaris, namun UUJN

mensyaratkan bahwa notaris wajib untuk membacakan akta dihadapan penghadap dan

akta ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris. Notaris

mempunyai fungsi dan peran yang penting dalam legalitas transaksi di Indonesia,

bahkan notaris juga dipahami menjadi pihak ketiga terpercaya (trusted-third-

party/TTP). Pasal 5 ayat (1), (2), dan (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 dipastikan bahwa,

29

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif :

Suatu Tinjauan Singkat, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 13.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

informasi dan/atau dokumen elektronik berikut dengan hasil cetaknya adalah

merupakan alat bukti yang sah. Ditegaskan kembali pada Pasal 53 ayat (1) dan (2)

Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Sistem dan

Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 189,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5348).

1.6.2. Jenis Pendekatan

Dalam penulisan ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah dan dapat

dipertahankan secara ilmiah maka, masalah yang ada dalam penelitian ini akan dibahas

menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan (statute approach), dilakukan

dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum

yang sedang ditangani30

dan pendapat-pendapat para ahli hukum.

1.6.3. Sumber Bahan Hukum

Sumber penelitian hukum dibedakan atas sumber-sumber penelitian yang

berupa bahan hukum primer dan bahan hukum skunder. Di dalam penelitian ini penulis

menggunakan bahan hukum primer yang bersumber dari peraturan perundang-undangan

yaitu UUJN jo. UUJN Perubahan yang terkait dengan permasalahan kabur norma dalam

Pasal 15 ayat (1) dan Pasal 16 ayat (3) huruf f UUJN jo. UUJN Perubahan. Selain

peraturan perundang-undangan penelitian ini diperoleh melalui studi kepustakaan.

Sumber bahan hukum pada penelitian ini menggunakan bahan hukum primer yang

bersumber dari peraturan perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang terdiri dari

30

Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Cetakan I, Kencana

Prenada Media Group, Jakarta, hal. 95.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - sinta.unud.ac.id TESIS BAB I.pdf · perundang-undangan yang berlaku dan mengatur mengenai jabatan yang bersangkutan, maka setiap dari wewenang

literatur-literatur, buku-buku, makalah, dokumen-dokumen yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas, dan bahan hukum tertier yang terdiri dari kamus dan ensiklopedi.

1.6.4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum primer sesuai dengan judul dalam

penulisan tesis ini yang digunakan yaitu, teknik studi dokumen melalui kepustakaan

yang dipergunakan dengan cara menganalisa bahan hukum yang bersumber dari bahan

hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, tulisan dan

pendapat para ahli hukum, dan bahan hukum tersier yang berupa kamus dan

ensiklopedi.

1.6.5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Pengolahan bahan hukum merupakan kegiatan yang dilakukan dalam

penelitian ini dengan cara merapikan dan menganalisa bahan hukum yang telah

dikumpulkan tersebut, dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Metode ini

merupakan penggambaran dengan rangkaian kata-kata atau kalimat yang dipisah-

pisahkan menurut katagori untuk memperoleh kesimpulan. Dalam metode analisis

deskriptif, setelah bahan hukum dianalisis kemudian disusun kembali secara sistematis

agar dapat mempermudah pemahaman dan interpretasi bahan hukum, sehingga

mendapatkan kesimpulan tentang permasalahan hukum dalam penelitian ini.