bab i pendahuluan 1. latar belakang...

18
1 BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Penulis hendak menulis penelitian ini dikarenakan terdapat masalah yang berkaitan dengan pengupahan yang diberikan Pemerintah terhadap suatu perjanjian kerja sama antara Fasilitator dengan Pemerintah. Bahwa yang dimaksud perjanjian kerja yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pekerja Fasilitator dirasa kurang memberikan perlindungan dan kepastian hukum, karena tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian menurut Undang- Undang Ketenagakerjaan. Jenis perjanjian kerja yang berlaku terhadapnya adalah perjanjian kerja individu, yaitu pihak yang terkait adalah Pemerintah dan pekerja perorangan saja. Dan penyelesaian masalah menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya. Senyatanya bahwa dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya bekerja atas modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah dan mengutusnya karena pekerjaan harus tunduk dan patuh pada orang lain sehingga menimbulkan suatu hubungan kerja antara si pemberi kerja dan penerima kerja yang dituangkan dalam suatu perjanjian kerja. 1 1 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesembilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlmn., 51.

Upload: duongminh

Post on 27-Apr-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Penulis hendak menulis penelitian ini dikarenakan terdapat masalah yang

berkaitan dengan pengupahan yang diberikan Pemerintah terhadap suatu

perjanjian kerja sama antara Fasilitator dengan Pemerintah. Bahwa yang

dimaksud perjanjian kerja yang dilakukan oleh Pemerintah dengan pekerja

Fasilitator dirasa kurang memberikan perlindungan dan kepastian hukum, karena

tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian menurut Undang-

Undang Ketenagakerjaan. Jenis perjanjian kerja yang berlaku terhadapnya adalah

perjanjian kerja individu, yaitu pihak yang terkait adalah Pemerintah dan pekerja

perorangan saja. Dan penyelesaian masalah menurut Undang-Undang

Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya.

Senyatanya bahwa dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan

yang beraneka ragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia

dituntut untuk bekerja. Baik bekerja yang diusahakan sendiri maupun bekerja

pada orang lain. Pekerjaan yang diusahakan sendiri maksudnya bekerja atas

modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya

bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah dan

mengutusnya karena pekerjaan harus tunduk dan patuh pada orang lain sehingga

menimbulkan suatu hubungan kerja antara si pemberi kerja dan penerima kerja

yang dituangkan dalam suatu perjanjian kerja.1

1 R. Subekti, Aneka Perjanjian, Cetakan Kesembilan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,

1989, hlmn., 51.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

2

Pada hakekatnya, dalam pergaulan hidup terjadi peristiwa dimana seorang

berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal, maka timbullah suatu perjanjian. Dalam bentuknya, perjanjian itu

berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan

yang diucapkan atau ditulis. Dari perjanjian tertulis tersebut timbullah semua

hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang lazim disebut dengan

perikatan.2 Sebagaimana yang dikemukakan oleh R. Subekti:

“Hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya

kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa

saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.”3

Mereka diperbolehkan mengatur sendiri kepentingan mereka dalam

perjanjian yang mereka adakan. Guna mewujudkan suatu perjanjian yang telah

disepakati bersama, para pihak yang terikat dalam perjanjian harus melaksanakan

isi perjanjian sebagaimanamestinya. Dengan dilaksanakannya prestasi dalam

perjanjian, maka apa yang diharapkan sebagai maksud dan tujuan diadakannya

perjanjian akan tercipta dengan baik tanpa adanya pihak yang dirugikan yang

dapat menuntut atas kerugian yang dideritanya.4

Demikian juga dalam bidang pekerjaan, orang melakukan perjanjian kerja

sehingga menimbulkan perikatan. Setiap hubungan kerja yang tercipta, baik

formal maupun informal, pada dasarnya selalu didahului dengan adanya

perjanjian kerja. Untuk pekerjaan informal, perjanjian kerja antara pemberi

pekerjaan dengan penerima pekerjaan biasanya dilakukan secara lisan, sedangkan

pekerjaan-pekerjaan yang formal, seperti di pabrik atau perusahaan, perjanjian

kerja pada umumnya dibuat secara tertulis. Pada dasarnya baik tertulis maupun

2 R. Subekti, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta, 2007, hlmn., 9.

3 Ibid.

4 Ibid.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

3

tidak tertulis, perjanjian kerja tersebut sama-sama mempunyai kekuatan yang

mengikat kedua belah pihak.5

Menurut Penulis, umum diketahui bahwa dalam perjanjian kerja, kedudukan

para pihak sering tidak seimbang. Dengan adanya kedudukan yang tidak

seimbang tersebut ternyata membawa konsekuensi. Pada perjanjian untuk waktu

tertentu, kedudukan majikan dan karyawan tidak pernah seimbang. Ada kalanya

majikan lebih kuat daripada karyawan, sehingga karyawan berada dalam kategori

golongan lemah. Sebaliknya apabila karyawan mempunyai dedikasi dan

profesionalisme dalam bidangnya, maka akan lebih kuat dibanding majikan dalam

hal pengupahan.

Pembangunan bidang ketenagakerjaan sebagai bagian dari upaya pembagian

sumber daya manusia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan

pembangunan nasional. Sebagai pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-

Undang Dasar 1945, pembangunan bidang ketenagakerjaan diarahkan pada

peningkatan harkat, martabat, dan kemampuan manusia serta kepercayaan diri

sendiri dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik materiil

maupun spiritual.6

Dalam hal perjanjian kerja, diatur dalam Bab IX Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam Pasal 1 Angka 14 disebutkan,

“Bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja atau buruh dengan

pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan

kewajiban para pihak, sehingga menimbulkan suatu hubungan kerja”. Kemudian

5 Ibid.

6 Lihat bagian Menimbang Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

4

dalam Pasal 1 Nomor 15 disebutkan bahwa, “Hubungan kerja adalah hubungan

pengusaha dengan pekerja berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur

pekerjaan, upah, dan perintah”. Dengan demikian, agar dapat disebut perjanjian

kerja harus dipenuhi 3 (tiga) unsur, yaitu adanya orang di bawah pimpinan orang

lain, penunaian pekerjaan, dan adanya upah.7

Berdasarkan uraian di atas, dalam kenyataannya masih timbul berbagai

masalah-masalah sehingga tidak terciptanya hubungan kerja yang baik yang

berdasar pada Pancasila dan UUD 1945, terutama dalam hubungannya dengan

perlindungan terhadap pekerja. Meskipun pekerja merupakan faktor yang sangat

penting dalam suatu perusahaan, akan tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa posisi

pekerja dimarginalkan dan lemah dalam berhadapan dengan pengusaha. Dalam

kasus-kasus yang berkaitan dengan hubungan industrial, seringkali perjuangan

pekerja kandas di tengah jalan karena dilakukan secara individu. Akhirnya pekerja

sebagai pribadi memilih untuk diam dalam memperjuangkan hak-haknya daripada

gagal dan berakibat lebih buruk seperti pemutusan hubungan kerja bagi mereka.

Hal ini pulalah yang sedang terjadi di salah satu wilayah yang Penulis teliti

yaitu tentang keterlambatan upah pekerja, khususnya pada pelaksanaan Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan yang selanjutnya dikenal

dengan PNPM Mandiri Perdesaan, dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah pada

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah yang beralamat

di Jalan Menteri Supeno No.17 Semarang, yang dimana di sisi lain Pemerintah

sebagai regulator atau pembuat kebijakan mempunyai kepentingan untuk

menciptakan hubungan industrial dalam rangka mencari keseimbangan antara

7 F.X. Djumialdji, Perjanjian Kerja, Sinar Grafika, Jakarta, 2005, hlmn., 7.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

5

kepentingan pekerja, pengusaha dan pemerintah. Mengenai hal tersebut, tindakan

yang dilakukan pemerintah sebagai pemberi pekerjaan terkait dengan

keterlambatan upah, menurut Penulis dapat dikategorikan tindakan wanprestasi.

Adapun konsep wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan

kewajiban (prestasi) sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat

antara Pejabat Pembuat Komitmen dan Fasilitator PNPM. Wanprestasi dapat

berupa: Pertama, tidak melaksanakan apa yang disanggupi akan dilakukannya.

Kedua, melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimanamestinya.

Ketiga, melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat. Dan keempat,

melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.8

Wanprestasi timbul dari persetujuan (agreement). Artinya untuk

mendalilkan suatu subjek hukum telah wanprestasi, harus ada lebih dahulu

perjanjian antara kedua belah pihak. Dari perjanjian tersebut maka muncul

kewajiban para pihak untuk melaksanakan isi perjanjian (prestasi). Prestasi

tersebut dapat dituntut apabila tidak dipenuhi. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata,

prestasi terbagi dalam 3 macam:

1. Prestasi untuk menyerahkan sesuatu (prestasi ini terdapat dalam Pasal

1237 KUHPerdata).

2. Prestasi untuk melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu (pretasi jenis

ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

3. Prestasi untuk tidak melakukan sesuatu atau tidak berbuat sesuatu

(prestasi jenis ini terdapat dalam Pasal 1239 KUHPerdata).

8 Ishaq, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlmn., 58.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

6

Alasan teknis yang menarik Penulis untuk melakukan penelitian terhadap

isu tersebut adalah Penulis mempunyai kemudahan memperoleh bahan hukum

dalam penelitian. Sedangkan alasan yuridis yang menarik Penulis melakukan

penelitian ini karena terdapat keterlambatan sistem pembayaran upah dalam

program PNPM Mandiri Perdesaan yang terdapat problematika tarik-menarik

kepentingan antara pemberi kerja dengan pekerja, serta mengandung pertanyaan-

pertanyaan mengenai bagaimana perlindungan hukum terhadap pekerja fasilitator,

sehubungan dengan perlindungan upah dan kesejahteraan bagi pekerja atau buruh

terhadap keterlambatan sistem pembayaran tersebut.

Dengan alasan-alasan tersebut di atas, maka Penulis mengajukan judul

skripsi: “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA FASILITATOR

DALAM PELAKSANAAN PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT MANDIRI PERDESAAN”.

Perlu diketahui, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari

PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri

Wilayah Khusus dan Desa Tertinggal. Pada masa otonomi daerah sekarang ini,

tentunya program-program penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan oleh

pemerintah pusat melalui lintas departemen atau kementerian seyogyanya harus

lebih banyak ditunjang oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang

lebih mengetahui secara pasti besarnya angka kemiskinan dalam masyarakat di

wilayahnya, sehingga tujuan dari program nasional tersebut dapat terarah secara

efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.9

9 PNPM Mandiri Perdesaan Jawa Tengah, baca dalam situs: www.pnpm-jateng.org/,

dikunjungi pada tanggal 29 Mei 2013 pukul 10.46.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

7

Demikian halnya Pemerintah Kabupaten/Kota Jawa Tengah juga

mendapatkan program PNPM sejak tahun 2007. Adanya program tersebut secara

kasat mata memang telah banyak melakukan perubahan-perubahan, terutama

dalam upaya peningkatan infrastruktur masyarakat dan pembangunan ekonomi

masyarakat. Dengan adanya hal tersebut, tolok ukur keberhasilan memang

diperlukan, terutama tujuan dari PNPM adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat. Terlaksananya program yang ada dalam PNPM merupakan sinergi

dari beberapa aspek, salah satunya adalah pelaku PNPM di tingkat kecamatan,

yang didalamnya ada Fasilitator, baik Fasilitator Kecamatan, Fasilitator Teknik,

dan Unit Pelaksana Kegiatan (UPK).10

Untuk tercapainya tujuan dari suatu program tersebut dibutuhkan tenaga ahli

untuk mempermudah penyelesaian dalam pelaksanaan-pelaksanaannya, dengan

kata lain tenaga-tenaga itulah yang disebut tenaga Fasilitator. Dengan pengertian

bahwa seorang Fasilitator adalah orang yang mempunyai keahlian dalam

memberikan bantuan teknis (keterampilan, informasi, dan hal lain yang berkaitan

dengan bidang pendidikannya) pada masyarakat yang mengarah pada tujuan dari

program-program yang telah dibuat oleh pemerintah. Singkatnya, tugas Fasilitator

adalah membantu suatu kelompok untuk meningkatkan efektifitas dengan cara

memperbaiki proses dan struktur. Proses mengacu pada bagaimana kelompok

bekerja, misalnya bagaimana mereka berkomunikasi, bagaimana membuat

keputusan, ataupun mengelola konflik. Sementara, struktur mengacu pada proses

yang stabil dan berulang seperti pembagian peran dalam kelompok.11

10

Ibid. 11

Ibid

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

8

Perselisihan yang terjadi terhadap pekerja/buruh dalam program PNPM

Mandiri Perdesaan mengenai keterlambatan upah yang mengacu pada sistem

pembayarannya adalah merupakan perselisihan hak, yaitu perselisihan yang

timbul karena tidak terpenuhinya hak, yang berakibat adanya perbedaan

pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan

atau perjanjian kerja.

Menurut ketentuan Pasal 4 ayat (2) mengenai Balas Jasa dan Cara

Pembayaran, dalam Surat Perjanjian Kerja menyebutkan bahwa pekerja Fasilitator

akan menerima gaji di setiap bulannya pada tanggal 1-10 (satu sampai dengan

sepuluh).12

Upah sebagai hak pekerja yang seharusnya diberikan kepada pekerja

dalam hal ini tidak terpenuhi. Dalam kasus yang sedang terjadi ini, terjadi

keterlambatan upah berbulan-bulan yang mengakibatkan suatu kondisi kerja yang

tidak harmonis, menurunnya produktifitas pekerja sehingga tidak tercapainya

kesejahteraan bagi para pekerja. Keterlambatan upah pekerja diakibatkan karena

sedang dilakukannya revisi DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) berkenaan

dengan kebijakan penghematan/pemotongan anggaran belanja Tahun Anggaran

2013.13

Dalam melaksanakan pembangunan nasional, tenaga kerja mempunyai

peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan tujuan

pembangunan serta peranan yang sangat signifikan dalam aktifitas perekonomian

12

SURAT PERJANJIAN KERJA FASILITATOR TEKNIK KECAMATAN Nomor:

414.2/03.0598/PNPM MPd.2013 yang dibuat oleh Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa Provinsi Jawa Tengah selaku Kuasa Pengguna Anggaran pada Program Pemberdayaan

Masyarakat dan Pemerintahan Desa bertindak untuk dan atas nama Satuan Kerja Perangkat Daerah

Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah dengan pekerja Fasilitator

sebagai tenaga pembantu pelaksanaan PNPM. 13

SURAT EDARAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Nomor 900/4281/PMD, perihal Keterlambatan Honorarium, Tunjangan, dan Biaya Operasional

Fasilitator.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

9

nasional, yaitu meningkatkan produktifitas dan kesejahteraan masyarakat. Di

Indonesia, tenaga kerja sebagai salah satu penggerak tata kehidupan ekonomi dan

merupakan sumber daya yang jumlahnya cukup melimpah. Pekerja merupakan

komponen perusahaan yang bisa dianggap cukup lemah dalam menentukan

mekanisme hubungan kerja dengan perusahaan, hal ini diakibatkan oleh tidak

sebandingnya jumlah pencari kerja dengan pemberi pekerjaan, baik dalam bentuk

perseorangan atau organisasi ekonomi. Indikasi ini bisa dilihat pada masih

tingginya jumlah pengangguran di Indonesia serta rendahnya atau minimnya

kesempatan kerja yang disediakan. Pada sisi lain seperti yang dikemukakan

Satjipto Rahardjo bahwa untuk menggambarkan masyarakat Indonesia tidak ada

yang lebih bagus dan tepat selain dengan mengatakan bahwa masyarakat itu

sedang berubah secara cepat dan cukup mendasar. Dengan hal tersebut mengingat

seiring peran serta pekerja semakin meningkat, dan dengan itu maka perlindungan

terhadap pekerja harus semakin ditingkatkan baik mengenai upah, kesejahteraan,

dan harkatnya sebagai manusia.14

Secara yuridis Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke IV, yang

menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan

perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja, selanjutnya Pasal 88

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan memberikan

perlindungan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan

yang memenuhi penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Kemudian Pasal 6

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mewajibkan

14

Satjipto Rahardjo, Pendayagunaan Sosiologi Hukum untuk Memahami Proses-proses

dalam Konteks Pembangunan dan Globalisasi, Jurnal Hukum, No. 7 Vol. 4 Tahun 1997, hlmn., 2.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

10

kepada pengusaha untuk memberikan hak dan kewajiban pekerja atau buruh tanpa

membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.

Berbicara mengenai ketenagakerjaan tersebut, tentunya ada pihak-pihak

yang terlibat di dalamnya yang akan menimbulkan terselenggaranya hubungan

industrial, yaitu antara pekerja/buruh, pengusaha/pemberi kerja, dan pemerintah.

Dengan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan

menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain, pemberi kerja adalah orang

perseorangan, persekutuan, badan hukum atau badan-badan lainnya yang

mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lain.

Kewajiban pengusaha yang utama dari akibat yang timbul dalam suatu

perjanjian kerja adalah membayar upah. Dalam Pasal 10 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 8 tahun 1981 tentang Perlindungan Upah, yang berisi

kewajiban utama dari pengusaha dalam perjanjian kerja menyebutkan bahwa upah

harus dibayarkan langsung kepada pekerja/buruh pada waktu yang telah

ditentukan sesuai dengan perjanjian. Lebih lanjut, Pasal 17 dalam Peraturan

Pemerintah tersebut, bahwa jangka waktu pembayaran upah secepat-cepatnya

dilakukan seminggu sekali atau selambat-lambatnya sebulan sekali dan

selanjutnya diatur pada Bagian Kedua Bab X Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan mengenai Pengupahan dan Mekanisme

Pembayaran Upah, yang tertuang dalam perjanjian kerja yang didasarkan atas

kesepakatan antara penerima kerja dan pemberi pekerjaan.

Pada dasarnya hak untuk menerima upah bagi pekerja timbul pada saat

adanya hubungan kerja antara pekerja dengan pengusaha, dan berakhir pada saat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

11

hubungan kerja tersebut putus. Dalam ketentuan di atas, termuat prinsip

pengupahan pada Pasal 93 ayat 1 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yaitu “upah

tidak dibayar apabila pekerja tidak melakukan pekerjaan”, hal tersebut dikenal

dengan asas “no work no pay”. Ketentuan ini berlaku untuk semua golongan

pekerja/buruh, kecuali apabila pekerja yang bersangkutan tidak dapat melakukan

pekerjaan disebabkan oleh sakit, melaksanakan atau melangsungkan pernikahan,

mengkhitankan anaknya, melahirkan atau gugur kandungan, menjalankan ibadah

yang diperintahkan oleh agamanya, menjalankan tugas perusahaan, dan lain-lain

sebagainya.15

Terkait dengan terselenggaranya hubungan industrial yang baik, peran serta

atau campur tangan pemerintah sangat diperlukan dalam memainkan tugas dan

fungsinya sebagai regulator yang bertindak membuat perundang-undangan

sebagai alat untuk mengontrol sistem hubungan industrial. Dengan pengertian,

peran pemerintah diharapkan dapat melaksanakan tiga fungsi, yaitu sebagai

pelindung (protector), pembimbing (guide), dan penengah (arbitrator).16

Dalam kenyataannya yang terjadi di lapangan dan yang kebetulan menjadi

topik penelitian Penulis, masalah-masalah yang berkaitan dengan perselisihan

perburuhan sangat banyak. Sebagai contoh adalah perselisihan perburuhan yang

terjadi pada pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Perdesaan khususnya di wilayah Jawa Tengah.

Hal lain yang menimbulkan permasalahan sebagaimana yang dialami oleh

pihak dalam program PNPM dalam hal ini adalah Fasilitator, adalah banyaknya

terjadi pelanggaran dalam penerapan sistem perjanjian kerja, dimana banyak

15

Adrian Sutedi, HUKUM PERBURUHAN, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlmn., 145. 16

Ibid. Hlmn., 39.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

12

terjadi penyimpangan terhadap pelaksanaan aturan perjanjian kerja, atau dengan

kata lain perjanjian kerja yang dilaksanakan tidak sesuai atau bahkan tidak

mengacu kepada aturan perjanjian kerja yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam prakteknya di lapangan, selain penerapan perjanjian kerja yang tidak

sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003 tentang Ketenagakerjaan, sistem perjanjian kerja yang dilaksanakan juga

sangat merugikan pekerja. Sebagai contoh adalah pembayaran upah yang

terlambat berbulan-bulan yang terjadi hampir di setiap awal tahun anggaran.

Namun demikian, apa yang terjadi pada Fasilitator PNPM, yang upahnya

terlambat berbulan-bulan sampai yang pada tahun sebelumnya juga pernah terjadi

hal yang serupa tidak ada sanksi hukum atas pelanggaran tersebut. Kerugian lain

dalam penerapan sistem perjanjian kerja yang dialami Fasilitator PNPM adalah,

selain tidak memberikan kepastian terhadap hubungan kerja, adapun juga upah

kerja yang diberikan terlambat tanpa ada konsekuensi yang jelas, karena status

pekerja hanya sebagai pegawai yang dikontrak dalam jangka waktu tertentu.17

Dari keadaan tersebut tentunya pihak yang paling dirugikan adalah tenaga

kerja atau pekerja atau buruh yang bekerja dengan sistem perjanjian kerja

tersebut. Karena selain perlindungan dan syarat kerja yang diberikan sangat jauh

dari ketentuan yang seharusnya dan sewajarnya diberikan, juga terdapatnya

perbedaan yang sangat jauh pada perlindungan yang diberikan jika dibandingkan

dengan pekerja/tenaga kerja yang dipekerjakan dengan sistem perjanjian kerja.

Lemahnya posisi Fasilitator PNPM tersebut menyebabkan pekerja tidak

17

Hasil wawancara dengan salah satu pekerja Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan

dalam Satuan Kerja Perangkat Daerah pada Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi

Jawa Tengah. Hari Jumat pukul 12.00 WIB tanggal 14 Juni 2013.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

13

melakukan upaya hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, sehingga

kejadian tersebut menjadi terulang dari tahun ke tahun.18

Beberapa upaya telah dilakukan oleh para pekerja, terbukti dengan

terbentuknya asosiasi pekerja antar pekerja Fasilitator yang didasarkan oleh

kesadaran kaum pekerja untuk memperjuangkan hak-hak mereka yang diabaikan,

akan tetapi dalam upaya-upaya tersebut tidak menemui hasil yang diinginkan.19

Perselisihan yang timbul menimbulkan ketidakpastian bagaimana perlindungan

terhadap pekerja, karena dengan adanya Surat Edaran perihal keterlambatan gaji

tersebut, para pekerja secara tidak langsung harus menerima keputusan tersebut.

Hal yang demikian tidak mencerminkan suatu hubungan industrial yang baik yang

berdasar hukum atau undang-undang, karena tidak sesuai dengan ketentuan-

ketentuan dalam hukum perikatan yang didasarkan atas kesepakatan para pihak,

akan tetapi merujuk pada keputusan sepihak yang dilakukan oleh pemerintah yang

dalam hal ini adalah yang memberi pekerjaan.

2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimanakah ketentuan-ketentuan perjanjian kerja yang seharusnya

diberlakukan terhadap Fasilitator PNPM, terkait dengan rumusan

perjanjian kerja yang terdapat dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap Fasilitator PNPM?

18

Ibid. Hari Jumat pukul 13.00 WIB tanggal 14 Juni 2013. 19

Ibid. Hari Senin pukul 16.00 WIB tanggal 5 Agustus 2013.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

14

3. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk:

1. Mengetahui ketentuan-ketentuan perjanjian kerja yang seharusnya

diberlakukan terhadap Fasilitator PNPM, terkait dengan rumusan

perjanjian kerja yang terdapat dalam Undang-Undang

Ketenagakerjaan.

2. Mengetahui perlindungan hukum terhadap Fasilitator PNPM.

4. MANFAAT PENELITIAN

Penulisan penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain:

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi

perkembangan hukum ketenagakerjaan, khususnya mengenai

perlindungan hukum terhadap pekerja Fasilitator terkait dengan

pengupahan.

2. Secara Praktis

Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang

ilmu hukum khususnya mengenai pengupahan dan perlindungan

hukum terhadap Fasilitator PNPM.

5. METODE PENELITIAN

a. Tipe Penelitian

Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif dengan titik

tolak penelitian analisis terhadap perjanjian kerja yang didalamnya mengatur

mengenai pemberian upah yang membuka peluang terjadinya praktik

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

15

pengesampingan hak Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan. Berbeda dengan

penelitian sosial, pendekatan kasus dalam penelitian normatif bertujuan untuk

mempelajari penerapan norma-norma atau kaedah-kaedah hukum yang dilakukan

dalam praktik hukum. Sedangkan penelitian ini adalah penelitian hukum. Penulis

hendak meneliti perjanjian kerja antara fasilitator PNPM dengan pemerintah, dan

mengujinya berdasarkan batu uji UU Ketenagakerjaan, terkait kasus mengenai

keterlambatan pembayaran upah berulang-ulang yang dilakukan Pemerintah

kepada Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan, serta hendak menggunakan hasil

analisisnya sebagai bahan masukan dalam eksplanasi hukum.20

b. Pendekatan Masalah

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis normatif,

maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundang-undangan (statute

approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan

perundang-undangan dilakukan untuk dijadikan batu uji (dalam hal ini adalah

ranah hukum perjanjian) supaya perjanjian kerja yang dibuat antara para pihak

dalam suatu hubungan kerja mengacu pada konsep atau aturan yang terdapat

dalam undang-undang, dalam hal ini KUHPerdata ataupun Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep

perjanjian kerja, sehingga diharapkan dalam praktek di lapangan tidak lagi

memungkinkan ada pemahaman yang ambigu dan kabur sehingga menjadi celah

bagi pihak yang beriktikad buruk dengan memanipulasi suatu perjanjian kerja.

20

Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia

Publishing, 2013, Malang, hlmn., 321-322.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

16

c. Bahan Hukum

Yang pertama, bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari

aturan hukum yang diurut berdasarkan hierarki mulai dari UUD 1945, Undang-

Undang, Peraturan Pemerintah, dan aturan lain di bawah undang-undang.21

Adapun bahan-bahan yang mampu menjawab rumusan permasalahan tersebut

adalah Undang-Undang Dasar 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan

Industrial.

Lalu, yang kedua, bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang

diperoleh dari buku teks, pendapat para sarjana, serta kasus-kasus hukum, terkait

dengan pembahasan tentang perjanjian kerja.

Dan yang terakhir, bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang

memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap badan hukum primer

dan sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.22

d. Unit Analisis

Adapun unit analisis penelitian ini adalah perjanjian kerja antara Pemerintah

dengan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan.

e. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun badan hukum yang diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan

dan aturan perundang-undangan dimaksud Penulis uraikan dan hubungkan

sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna

21

Ibid., hlmn., 390-393. 22

Ibid.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

17

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa cara pengolahan bahan

hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu

permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.

Selanjutnya bahan hukum yang ada dianalisis untuk melihat pola kecenderungan

dan modus operandi pihak yang melakukan praktik pengesampingan hak atas

ketepatan pembayaran upah sehingga dapat membantu sebagai dasar acuan dan

pertimbangan hukum yang berguna dalam penyusunan perjanjian kerja yang

mengatur tentang pemberian dan cara pengupahan dalam suatu hubungan kerja

secara tepat.

6. SISTEMATIKA PENULISAN

Secara garis besar Penulis akan menulis skripsi ini dalam 3 bab, yang akan

disebutkan sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian orientasi tentang penelitian yang meliputi hakikat

permasalahan yang dituangkan dalam latar belakang masalah,

perumusan masalah secara tegas, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II PEMBAHASAN

Bab ini berisi uraian pembahasan dan analisis terhadap permasalahan

penelitian mengenai apakah maksud dari perlindungan hukum,

kaedah-kaedah atau ketentuan-ketentuan yang seharusnya dalam

perjanjian kerja, hakekat para pihak dalam perjanjian kerja PNPM

Mandiri Perdesaan, pembahasan tentang kontrak dalam perjanjian.

3. BAB III PENUTUP

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAHrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8311/1/T1_312007033_BAB I.pdf · bekerja dengan bergantung pada orang lain, yang memberi perintah

18

Bab ini berisi pernyataan tentang kesimpulan hasil pembahasan pada

bab pembahasan, dan saran Penulis.