bab i pendahuluan a. latar belakang...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena sebagian besar dari kehidupannya tergantung pada tanah. 1 Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai buruh tani. Oleh sebab itu, tanah harus diusahakan, dimanfaatkan atau digunakan bagi kebutuhan yang nyata dalam bentuk penyediaan, peruntukan, penguasaan, penggunaan dan pemeliharaannya perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan agar terjamin kepastian hukum serta terselenggaranya perlindungan hukum bagi rakyat, terutama golongan petani. Peningkatan volume pembangunan dalam suatu negara, mengikis pentingnya tanah untuk pertanian. Pertambahan penduduk yang memerlukan areal yang luas, mengakibatkan mengecilnya atau berkurangnya persediaan tanah. Karena pentingnya tanah pertanian, maka tanah pertanian perlu diatur keberadaannya agar tidak dikuasai secara besar- 1 Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005, hal. 2.

Upload: dangque

Post on 28-Apr-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting, karena

sebagian besar dari kehidupannya tergantung pada tanah.1 Indonesia merupakan salah

satu negara agraris yang penduduknya sebagian besar bermata pencaharian di bidang

pertanian baik sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap tanah maupun sebagai

buruh tani.

Oleh sebab itu, tanah harus diusahakan, dimanfaatkan atau digunakan bagi

kebutuhan yang nyata dalam bentuk penyediaan, peruntukan, penguasaan,

penggunaan dan pemeliharaannya perlu diatur dalam peraturan perundang-undangan

agar terjamin kepastian hukum serta terselenggaranya perlindungan hukum bagi

rakyat, terutama golongan petani. Peningkatan volume pembangunan dalam suatu

negara, mengikis pentingnya tanah untuk pertanian.

Pertambahan penduduk yang memerlukan areal yang luas, mengakibatkan

mengecilnya atau berkurangnya persediaan tanah. Karena pentingnya tanah pertanian,

maka tanah pertanian perlu diatur keberadaannya agar tidak dikuasai secara besar-

1 Anshari Siregar, Mempertahankan Hak Atas Tanah, Multi Grafik, Medan, 2005, hal. 2.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

2

besaran oleh sebagian pihak saja. Lahirnya UU No 56 Prp Tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian (selanjutnya disebut UUPA) mengandung makna

idiologis, dalam sejarahnya mencerminkan kehendak dan tekad seluruh bangsa

Indonesia untuk melakukan perlawanan terhadap penindasan hak-hak rakyat atas

tanah yang dilakukan oleh penguasa penjajah (Kolonial Belanda). Perlawanan

tersebut baik dalam bentuk menyusun dan memberlakukan sistem atau sel-sel hukum

baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional dengan

mengganti sistem hukum agraria peninggalan penjajah (kolonial) maupun menghapus

praktek penghisapan dan pemerasan rakyat miskin oleh yang kaya.2

Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar RI 1945 menentukan bahwa:

“bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”3.

Untuk merealisasi Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 maka

ditetapkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-

pokok Agraria yang juga disebut dengan singkatan UUPA. Perlindungan terhadap

tanah pertanian diatur lebih lanjut dalam Pasal 7, Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 17

UUPA. Pengaturan tentang pemilikan tanah pertanian dapat dikelompokan

menjadi dua bagian yaitu Pasal 10 ayat(1) dan Pasal 7 dengan Pasal 17 UUPA.

1. Pengaturan berkaitan asas diwajibkan mengerjakan secara aktif ,

Pasal 10 ayat (1) UUPA menyatakan bahwa:

2H. Muchsin, Imam Koeswahyono dan Soimin, 2007, Hukum Agraria Indonesia Dalam

Perspektif Sejarah, Refika Aditama, Bandung, hal. 2.

3Lihat pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

3

“Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas

tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau

mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara

pemerasan”.

2. Pengaturan berkaitan dengan batas maksimum dan minimum diatur

dalam Pasal 7 jo Pasal 17 UUPA yang berbunyi : bahwa pemilikan

dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan 4.

Untuk menghindari praktek tuan tanah dan menjamin kemakmuran

rakyat perlu diatur batas maksimum pemilikan tanah. Pasal 17

UUPA menyatakan bahwa: “tanah yang merupakan kelebihan batas

maksimum diambil oleh pemerintah dengan ganti kerugian,

selanjutnya dibagikan kepada rakyat yang membutuhkan.

Kelebihan luas maksimum perlu diatur agar tercapainya pemerataan

pemilikan tanah oleh masyarakat”5.

Sebagai pelaksanaan Pasal 7 dan Pasal 17 UUPA telah diundangkannya

Undang-undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah

Pertanian. Untuk melaksanakan redistribusi tanah sebagaimana diamantkan Pasal

17 (3) UUPA jo Undang-Undang Nomor 56 Prp Tahun 1960 tersebut, telah

ditetapkan Peraturan Pemerintah No 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan

Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Peraturan Pemerintah ini

4 Ibid hal 11

5Lihat Pasal 7, Pasal 10, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

4

kemudian telah diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224

tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah Pemberian Ganti Kerugian.

Sedangkan untuk Pasal 10 ayat (1) UUPA telah diundangkan Peraturan Pemerintah

Nomor 224 Tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 Tentang

Pemilikan Tanah Pertanian Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiun Pegawai

Negeri

Pasal 10 ayat (1) UUPA yaitu dengan asasnya harus mengerjakan tanah

pertanian secara aktif. lebih lanjut dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah

Nomor 224 tahun 1961 yang menyatakan bahwa:

“Pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan tempat letak

tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas

tanahnya kepada orang lain di kecamatan tempat letak tanah itu atau

pindah ke kecamatan letak tanah tersebut”6.

Apabila kewajiban ini tidak dilaksanakan maka tanah pertanian itu akan

diambil pemerintah dan selanjutnya dibagikan kepada para petani yang belum

memiliki tanah pertanian.

Pemilikan tanah Absentee di larang karena mencegah penguasaan dan

pemilikan tanah hanya pada sebagian orang. Dengan demikian ada beberapa esensi

dari ketentuan absentee:

6 Lihat Pasal 3 (ayat 1) Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

5

a. tanah pertanian wajib di di kerjakan secara aktif,

b. pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di kecamatan tempat letak

tanahnya,

c. wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau pindah ke Kecamatan letak

tanahnya tersebut,

d. Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian kepada

orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar

Kecamatan tempat letak tanahnya. 7

Larangan untuk memiliki tanah secara absentee/guntai ini sebenarnya,

bertujuan agar tanah pertanian yang berada di kecamatan tersebut dikelola sendiri

oleh petani yang berada di kecamatan letak tanah itu, sehingga hasilnya pun

maksimal dan jika dibiarkan seseorang atau badan hukum memiliki tanah secara

absentee/guntai akan menyebabkan ketidakadilan karena yang bekerja bukan

pemilik tanah pertanian tersebut, Sehingga tidak sesuai dengan tujuan landreform

yang diselenggarakan di Indonesia.

Dalam kenyataannya, sekalipun larangan ini masih berlaku, pemilikan

tanah pertanian secara absentee juga banyak dijumpai

di Desa Paslaten Kecamatan Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan. Fakta Di

Desa Paslaten masih banyak terdapat tanah pertanian dan masih banyak

masyarakatnya yang menjadi petani, baik sebagai pemilik maupun sebagai petani

penggarap. Di Desa Paslaten, terdapat pemilikan tanah pertanian secara absentee

7 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Djambatan, Jakarta, 2002, hlm 6.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

6

dengan 45 pemilikan tanah pertanian secaraa absentee di mana domisili pemilik-

pemilik tanah tersebut di pulau Jawa, Kalimantan, Papua, dan sebagian lainnya di

kota Manado. Pemilikan tanah pertanian secara absentee ini karenakan adanya

pewarisan, jual beli tanah dimana pembeli berdomisili di luar daerah, pembelian

melalui lembaga lelang negara (kredit macet) dimana pembeli berdomisili di luar

daerah serta banyaknya tanah-tanah yang belum terdaftar (bersertifikat) membuat

jangkauan pelaksanaan landreform dianggap tidak sampai kepada sasaran.8

Pemilik tanah mendapatkan tanah absentee disebabkan karena kelurahan

dengan mudanya menerbitkan surat keterangan berdomisili sebagai pengganti

KTP. Selain itu aparat Kantor Pertanahan di Kabupaten tersebut kurang memiliki

kesadaraan dalam menegakan aturan-aturan tentang pemilikan tanah pertanian

secara absentee dengan meloloskan surat keterangan domisili, bahkan tanpa

identitas domisili juga dapat di proses pemberian hak atau peralihan hak. 9

Sehingga permasalahan ini terletak pada penegak hukum dalam hal ini

adalah Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan sebagai pelaksana

kebijakan di bidang pertanahan sangat diharapkan dalam mensosialisasikan

peraturan-peraturan yang ada mengenai larangan kepemilikan tanah

absentee/guntai kepada masyarakat Desa Paslaten untuk menunjang terlaksananya

program Landreform di Indonesia.

8 Wawancara Dengan Ibu Yatie Sebagai Tokoh Masyarakat Di Desa Paslaten, Pada Tanggal

29 Desember 2015. 9 Wawancara Dengan Ibu Yatie Sebagai Tokoh Masyarakat Di Desa Paslaten, Pada Tanggal

29 Desember 2015.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

7

Penelitian ini, berbeda dengan penelitian yang pernah dilakukan, hal ini

dapat dijelaskan dalam table di bawah ini:

Tabel. 1.1 Perbandingan Fokus Penelitian

No

Substansi

Jessica

Whenita

Ariska

1. Judul Pemilikan Tanah

Pertanian Absentee Di

Desa Paslaten

Kabupaten Minahasa

Selatan

Redefinisi

Pengaturan Larangan

Kepemilikan Tanah

Pertanian Secara

Absentee Dimasa

Kini

Peran Kantor

Pertanahan Dalam

Mengatasi

Kepemilikan Tanah

“Absentee/Guntai” di

Kabupaten Banyumas

2. Rumusan

masalah

Bagaimanakah

Pemilikan Tanah

Pertanian Absentee Di

Desa Paslaten

Kabupaten Minahasa

Selatan

1. Faktor-faktor apa

sajahkah yang

menyebabkan

terjadinya

pemilikan tanah

secara absentee?

2. Perlukah

redefinisi untuk

1. Faktor-faktor apa

sajakah yang

menyebabkan

terjadinya pemilikan

tanah secara

absentee/guntai di

Kabupaten

Banyumas ?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

8

pengaturan

larangan

kepemilkan

tanah pertanian

secara absentee

dimassa kini ?

2. Bagaimanakah peran

Kantor Pertanahan

Kabupaten

Banyumas dalam

mengatasi atau

menyelesaikan

masalah tanah-tanah

absentee/guntai ?

3. Objek

Penelitian

Kabupaten Minahasa

Selatan di Kecamatan

Tatapaan Desa

Paslaten.

Kabupaten

Temanggung dan

Kabupaten

Banyumas.

Kabupaten Banyumas.

3. Tujuan

Penelitian

Untuk Mengetahui

Bagaimanakah

Pemilikan Tanah

Pertanian Absentee Di

Desa Paslaten

Kabupaten Minahasa

Selatan.

- Menggambarkan

pengaturan

kepemilikan tanah

pertanian secara

absentee.

- Menggambarkan

perlunya tindakan

redefinisi atau

pemaknaan

kembali untuk

- Untuk mengetahui

tentang faktor-faktor

yang menyebabkan

terjadinya

pemilikan tanah

secara

absentee/guntai di

Kabupaten

Banyumas.

- Untuk mengetahui

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

9

pengaturan

larangan

kepemilikan tanah

pertanian secara

absentee pada saat

ini.

peran Kantor

Pertanahan

Kabupaten Banyumas

dalam

mengatasi atau

menyelesaikan

masalah tanah-tanah

absentee/guntai.

4. Pembahas

an

Penulis akan meneliti

kepemilikan tanah

pertanian secara

absentee di kecamatan

Tatapaan Kabupaten

Minahasa Selatan, serta

peran kantor

Pertanahan di

kabupaten minahasa

terhadap kepemilikan

tanah pertanian secara

absentee.

Penulis akan meneliti

Mengenai larangan

pemilikan tanah

pertanian secara

absentee guna

melihat sejauh mana

kepemilikan tersebut,

serta di perlukan

pemaknaan kembali

mengenai ketentuan

guna memenuhi

kebutuhan

masyarakat saat ini,

karena sudah di

Penulis akan meneliti

Fungsi Hukum dan

Penegakan Hukum,

serta Peran BPN dalam

melaksanakan

Kebijakan Pertanahan

di Kabupaten

Banyumas.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

10

temukanadanya

kepemilikan tanah

pertanian secara

absentee khususnya

diwilayah Kabupaten

Temanggung dan

Kabupaten

Banyumas.

Sekalipun rumusan masalahnya sama dengan Ariska tentang Peran Badan

Pertanahan Nasional dalam mengatasi atau menyelesaikan tanah-tanah absentee,

tetapi teori yang digunakan berdeda. Penulis akan menganalisis teori Robert

Seidman dan Ariska penelitiannya memakai teori Soerjono Soekanto. Perbedaan

antara teori Robert Seidman dan Soerjono soekanto ialah:

- Pada Teori Robert B. Seidman, untuk melihat bekerjanya hukum dalam

masyarakat dapat dilihat dari tiga elemen, yaitu: 1) lembaga pembuat

peraturan; 2) lembaga pelaksana peraturan; dan 3) pemangku peran. Tiga

elemen tersebut, disebut dengan proses pembuatan hukum; proses

penegakan hukum; dan pemakai hukum, merupakan hal yang sangat

penting untuk menilai berfungsinya hukum atau bekerjanya hukum dalam

masyarakat.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

11

- Sedangkan pada teori Soejono Soekanto mengatakan bahwa efektif atau

tidaknya suatu hukum ditentukan oleh 5 (lima) faktor, yaitu: faktor

hukumnya sendiri (undang-undang), faktor penegakan hukum, faktor

sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, faktor

masyarakat, faktor kebudayaan.

Sehingga dalam perbandingan diatas tidak ditemukan kesamaan, sehingga

tingkat originalitas penulis dapat di pertanggung jawabkan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis

merumuskan masalah yang ada, sebagai berikut :

Bagaimanakah Pemilikan Tanah Absentee Di Desa Paslaten

Kabupaten Minahasa ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Pemilikan Tanah Absentee Di Desa Paslaten Kabupaten

Minahasa.

D. Manfaat Penelitian

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

12

1) Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

pemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum khususnya hukum pertanahan

serta masyarakat umumnya mengenai pelaksanaan larangan pemilikan

tanah pertanian secara absentee.

2) Secara praktis, penelitian ini dapat berguna bagi pemerintahan dimana

dalam pembuatan kebijakan hukum agar menjadi masukan pada proses

kebijakan hukum pertanahan selanjutnya.

E. Metode Penelitian

1) Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka,

penelitian dilakukan adalah penelitian Empiris dan menggunakan

metode Penelitian sosio legal. Metode ini memandang hukum dari

luar sebagai gejala sosial semata-mata dan mengaitkannya dengan

masalah2 sosial, di dalam penelitian hukum yang diteliti adalah

kondisi hukum secara intrinsik, yaitu hukum sebagai sistem nilai

dan hukum sebagai norma sosial.10 Oleh karenanya kajian Sosio-

Legal Dalam penelitian ini penting karna dilihat juga hubungan

hukum di masyarakat, dengan budaya (kebiasaan) masyarakat,

dengan berkaitan mengenai pemilikan tanah secara absentee di

Desa Paslaten.

10 Peter M. Marzuki, Penelitian Hukum, Surabaya , Prenada Media 2008, Hal 30

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

13

2) Pendekatan

Pendekatan penelitian ini menggunakan adalah yuridis sosiologis,

artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata

masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan

untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju

pada identifikasi (problem-identification) dan pada akhirnya

menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution).11 Dalam

penulisan ini dilihat tentang kenyataan yang terjadi di wilayah

penelitian mengenai pemilikan tanah absentee di Desa Paslaten

akan dilihat dari sudut yuridis mengenai pengaturannya dalam

undang-undang, penerapannya dalam masyarakat, serta bagaimana

Kantor Pertanahan Kabupaten Minahasa Selatan dalam mencegah

45 Pemilikan tanah absentee dan menyelesaikan masalah-masalah

pemilikan tanah secara absentee.

3) Jenis Data

a. Data Primer

Data primer adalah data asli yang diperoleh secara langsung

dari responden dan narasumber sebagai data utama. Data primer

dalam penelitian ini adalah keterangan dari hasil wawancara

dengan Kantor Badan Pertanahan Nasional Minahasa Selatan

dan Tokoh masyarakat desa paslaten sebagai data utama.

b. Data Sekunder terdiri dari:

11 Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1982, hlm. 10

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

14

1) Bahan hukum Primer:

a) Undang-undang Dasar 1945;

b) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok-pokok Agraria;

c) Undang –undang Nomor 56 prp tahun 1960 tentang

Penetapan Luas Tanah Pertanian;

d) Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961 tentang

Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Gati

Kerugian;

e) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 Tentang

Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor

224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pemberian Ganti

Kerugian;

f) Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1977 tentang

Pemilikan tanah Pertanian Secara Gutai/Absentee Bagi

Para Pensiunan Pegawai Negeri;

g) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang

Pendaftaran Tanah;

h) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1

tahun 2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian

Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah

Tertentu;

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

15

i) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2006 Tentang

Badan Pertanahan Nasional;

j) Ketetapan MPR RI Nomor IX Tahun 1999 tentang

Pembaharuan Agraria

2) Bahan hukum sekunder:

Bahan hukum sekunder adalah hukum yang

memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer

yang berupa pendapat hukum dari tulisan pakar hukum

agraria, yang dituangkan dalam bentuk buku, paper/makalah

serta hasil dan studi kepustakaan yang berkaitan dengan

peran BPN dalam menyelesaikan pemilikan tanah absentee.

4) Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara :

a. Penentuan Lokasi

Kabupaten Minahasa Selatan terdiri dari 17

kecamatan: Amurang, Amurang Barat, Amurang Timur,

Kumelembuay, Maesaan, Mondoinding, Motoling,

Ranoyapo, Sinonsayang, Tareran, Suluun-Tareran,

Tatapaan, Tenga, Tompaso Baru, Tumpaan, Motoling

Timur, Motoling Barat.

Dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten

Minahasa Selatan penulis memilih Kecamatan Tatapaan,

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

16

yaitu di Desa Paslaten yang terindikasi jumlah kepemilikan

tanah di Desa tidak seimbang dengan jumlah pemilik tanah

yang domisili 12.

Lokasi penelitian di Desa Paslaten Kecamatan

Tatapaan Kabupaten Minahasa Selatan. Dari sebelas desa

yang ada di kecamatan Tatapaan diambil satu desa secara

purposive, dengan pertimbangan desa yang paling banyak

terdapat pemilikan tanah secara absentee ialah di Desa

Paslaten dengan 45 kepemilikan Sedangkan di desa yang

lain seperti Desa Arakan memiliki 9 pemilikan dan Desa

Wawona memiliki 2 pemilikan tanah secara absentee. 13

b. Penentuan Responden

Wawancara dengan mengajukan pertanyaan kepada

narasumber yaitu Kepala Kantor Pertanahan di Kabupaten

Minahasa Selatan untuk mengetahui jumlah luas tanah

pemilik dan Tokoh masyarakat yang telah memberikan data

tentang pemilik tanah serta tempat.

Berdasarkan 45 orang yang memiliki tanah pertanian

secara absentee, hanya 4 orang pemilik tanah yang bisa

12 Wawancara Dengan Kepala Kantor Pertanahan Minahasa Selatan, Pada Tanggal

29 Desember 2015.

13 Keterangan Dari Kepala Bidang Pemetaan Kantor Pertanahan Kabupaten

Minahasa Selatan Pada Tanggal 29 Desember 2015

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

17

diwawancarai penulis untuk mmendaptkan informasi untuk

penelitian.

c. Responden

Adapun responden dalam penelitian ini adalah:

1. Ibu Vivi Sumajow

2. Ibu Sandra Johannis

3. Bapak Larry Katiandhago

4. Bapak Ferry Yoko

5) Unit Amatan

Menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah tokoh

masyarakat dan Kantor Badan Pertanahan Nasional tersebut dan

penulis mengambil data pemilikan tanah dari responden untuk di

kembangkan dalam bentuk analisis sesuai data yang diperoleh.

6) Unit Analisi

Menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah Peran

Penegak Hukum dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional dalam

kinerja kerjanya untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah

tanah-tanah terutama tanah pertanian di desa Paslaten.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Sistem pembahasan penelitian yang akan disajikan dalam penelitian

ini terdiri atas tiga bab, yang secara terinci sebagai berikut:

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14628/1/T1_312012011_BAB I.pdf · baru, yaitu membentuk dan memberlakukan sistem hukum agraria nasional

18

Bab I: Bab ini memuat tentang Latar Belakang Permasalahan yang

menguraikan hal-hal yang menjadi dasar pertimbangan dibuatnya

tulisan ini. Dalam bab ini juga dapat dibaca Pokok Permasalahan,

Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan

Sistematika Penulisan.

Bab II: Hasil Penelitian di uraikan Tinjauan Pustaka Tentang Larangan

Pemilikan Tanah Pertanian Secara Absentee, Tinjauan Tentang

Tugas dan Wewenang Badan Pertanahan Nasional, Tinjauan

Tentang Berkerjanya Hukum Dalam Masyarakat, Hasil Penelitian

Meliputi tentang: gambaran wilayah penelitian dimana tanah

absentee itu berada, praktek-praktek absentee di wilayah penelitian,

Tindakan Badan Pertanahan Nasional terhadap praktek absentee dan

Analisis Hasil Penelitian Menurut Teori Robert Seidman.

Bab III: Berisi tentang Kesimpulan dan saran-saran sebagai rekomendasi

berdasarkan yang di peroleh dalam penelitian.