bab i pendahuluan 1. 1. latar belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/131659/po... · orang...

17
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penyakit AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengkhawatirkan bagi masyarakat dunia karena belum ditemukan obat dan vaksin untuk menyembuhkannya. Kasus HIV & AIDS berkembang sangat cepat di seluruh dunia dan telah menjadi permasalahan global. Menurut WHO, situasi global dan tren yang terjadi saat ini, lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi virus HIV dan sekitar 35 juta orang telah meninggal karena HIV. Sebagian besar penderita adalah orang-orang dengan usia produktif, yaitu 15-49 tahun. Human Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan penyakit. Acquired Immuno Defficiency Syndrome (AIDS) adalah stadium akhir dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh ODHA (orang dengan HIV & AIDS) untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya. Perkembangan jumlah kasus HIV di Indonesia pertama kali ditemukan pada tahun 1987, yaitu pada seorang turis asing yang berada di Bali yang kemudian penemuannya menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia mulai dari perkotaan hingga ke pedesaan. Dari tahun ke tahun, jumlah temuan kasus HIV & AIDS di Indonesia meroket dan manjamur karena terus mengalami peningkatan dan telah merambah ke seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

Upload: vuonglien

Post on 10-May-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Penyakit AIDS merupakan salah satu penyakit yang mengkhawatirkan

bagi masyarakat dunia karena belum ditemukan obat dan vaksin untuk

menyembuhkannya. Kasus HIV & AIDS berkembang sangat cepat di seluruh

dunia dan telah menjadi permasalahan global. Menurut WHO, situasi global dan

tren yang terjadi saat ini, lebih dari 70 juta orang telah terinfeksi virus HIV dan

sekitar 35 juta orang telah meninggal karena HIV. Sebagian besar penderita

adalah orang-orang dengan usia produktif, yaitu 15-49 tahun. Human

Immunodefficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang sistem

kekebalan tubuh dan melemahkan kemampuan tubuh untuk melawan infeksi dan

penyakit. Acquired Immuno Defficiency Syndrome (AIDS) adalah stadium akhir

dari infeksi virus HIV. Pada tahap ini, kemampuan tubuh ODHA (orang dengan

HIV & AIDS) untuk melawan infeksi sudah hilang sepenuhnya.

Perkembangan jumlah kasus HIV di Indonesia pertama kali ditemukan

pada tahun 1987, yaitu pada seorang turis asing yang berada di Bali yang

kemudian penemuannya menyebar ke seluruh wilayah di Indonesia mulai dari

perkotaan hingga ke pedesaan. Dari tahun ke tahun, jumlah temuan kasus HIV &

AIDS di Indonesia meroket dan manjamur karena terus mengalami peningkatan

dan telah merambah ke seluruh provinsi yang ada di Indonesia.

2

Kondisi yang mempercepat penularan HIV & AIDS di Indonesia di

antaranya adanya lelaki membeli seks, perempuan membeli seks, perempuan

menikah dengan lelaki yang berisiko tinggi, lelaki menikah dengan wanita

berisiko tinggi, WPS (wanita pekerja seks), lelaki pekerja seks, pengguna napza

suntik, waria, dan LSL (lelaki seks dengan lelaki).

Berdasarkan data jumlah kumulatif kasus HIV & AIDS, Daerah Istimewa

Yogyakarta menempati posisi ke-11 dari 34 provinsi di Indonesia (Spiritia, 2014).

Daerah Istimewa Yogyakarta, yang selanjutnya disebut DIY seperti yang tertera

pada Perda DIY nomor 12 Tahun 2010 tentang penanggulangan HIV dan AIDS

bahwa DIY memiliki tingkat endemisitas HIV & AIDS dalam ketagori

concentrated epidemic level dan dapat meluas menjadi generalize epidemic level

bila tidak dilakukan upaya penanggulangan yang terpadu, terkoordinasi dan

berkesinambungan. Berdasarkan data dari PKBI (Perkumpulan Keluarga

Berencana Indonesia) DIY, pertama kali penemuan kasus HIV & AIDS di DIY

yaitu pada tahun 1993 yaitu berjumlah 2 penderita HIV, sedangkan 1 di antaranya

positif AIDS. Pada tahun 2014, terhitung ditemukan ada sebanyak 532 kasus HIV,

kemudian pada tahun 2016 terhitung meningkat menjadi 662 total kasus. Pada

tahun 2016 tersebut, di dalamnya ada yang dinyatakan positif AIDS sebanyak 263

kasus. Adanya peningkatan kasus HIV & AIDS di DIY bisa dimaknai dua hal.

Pertama, memang kasusnya mengalami peningkatan. Kemudian yang kedua

karena kesadaran masyarakat untuk memeriksakan diri sudah cukup tinggi

sehingga faktanya jumlah kasus HIV & AIDS semakin meningkat.

3

DIY merupakan kota pelajar dan kota pariwisata yang memiliki tingkat

mobilitas manusia yang tinggi sehingga sangat memungkinkan terjadinya

perilaku-perilaku yang berisiko tertular maupun menularkan HIV dan AIDS. Pada

tabel 1.1 ditunjukkan data tentang kasus HIV & AIDS di DIY berdasarkan jenis

kelamin.

Tabel 1.1

Data kasus HIV & AIDS di DIY Periode 1993 - Maret 2016

berdasarkan jenis kelamin

JENIS KELAMIN AIDS* HIV*

Laki-laki 874 2215

Perempuan 430 1051

Tak diketahui 10 68

Jumlah 1314 3334

Sumber: http://aidsyogya.or.id

*Data HIV merupakan jumlah data keseluruhan infeksi HIV (Infeksi HIV stadium awal + AIDS), *Data AIDS merupakan bagian dari data HIV.

Hingga Maret 2016, diketahui jumlah kasus HIV & AIDS mencapai 3334

orang dengan jumlah penderita lebih banyak pada kaum laki-laki, yaitu laki-laki

sebanyak 874 orang yang mengidap AIDS dari jumlah keseluruhan yang

terinfeksi HIV, perempuan pengidap AIDS yaitu sebanyak 430 orang dan tidak

diketahui jenis kelaminnya sebanyak 10 orang. Lebih besar kemungkinan bagi

laki-laki untuk terinfeksi virus ini dibandingkan dengan perempuan, yaitu karena

laki-laki cenderung melakukan kegiatan yang lebih berisiko terinfeksi virus HIV

misalnya lebih sering berganti pasangan, penggunaan narkoba, tato, dan lain-lain.

DIY memiliki daya tarik yang membuat banyak orang dengan latar

belakang sosial-ekonomi dan demografis berbeda yang berdatangan ke wilayah

4

ini. Banyak wisatawan dari domestik maupun luar negeri yang tertarik dengan

keindahan pariwisata di DIY. Selain itu juga DIY juga disebut sebagai kota

pelajar karena banyaknya sekolah dan perguruan tinggi bagus yang ada di DIY.

Masuknya orang-orang ke DIY membuka peluang bagi penduduk setempat untuk

berinteraksi dengan para pendatang yang berasal dari berbagai tempat dengan

segala latar belakang suku maupun budaya. Migrasi tersebut tidak hanya

memberikan manfaat untuk ekonomi lokal saja, tetapi juga mampu mengubah

gaya hidup masyarakat, baik masyarakat setempat maupun pendatang. Dengan

adanya mobilitas yang cukup tinggi seperti itu, memungkinkan terjadinya

tindakan-tindakan berisiko HIV & AIDS. Kedatangan mereka ke DIY

memungkinkan adanya aktivitas seperti prostitusi dan peredaran narkotika. Risiko

penularan HIV & AIDS merupakan salah satu dampak negatif yang terjadi.

Tabel 1.2 merupakan data kasus HIV & AIDS di DIY berdasarkan tempat

tinggal/wilayah kabupaten dan atau kota.

5

Tabel 1.2

Data kasus HIV & AIDS di DIY Periode 1993 - Maret 2016

berdasarkan tempat tinggal/wilayah

AIDS

JUMLAH

HIV

JUMLAH ASAL PENDERITA

L P tdk

diket L P

tdk diket

Kota Yogyakarta

151 78 2 231

523 236 16 775

Kab. Bantul 161 111 1 273 468 274 4 746 Kab. Kulon Progo

43 14 0 57

119 42 0 161

Kab. Gunungkidul

76 62 0 138

123 102 0 225

Kab. Sleman 235 81 1 317 546 198 22 766

Luar DIY 177 80 1 258 369 192 14 575

Tak Diketahui 31 4 5 40 67 7 12 86

Jumlah 874 430 10 1314 2215 1051 68 3334

Sumber: http://aidsyogya.or.id *Data HIV merupakan jumlah data keseluruhan infeksi HIV (Infeksi HIV stadium awal + AIDS), *Data AIDS merupakan bagian dari data HIV.

Berdasarkan data tabel 1.2, asal penderita HIV & AIDS paling banyak dari

Kota Yogyakarta dengan jumlah 775 orang. Kota Yogyakarta memiliki potensi

paling besar terhadap risiko penularan HIV & AIDS karena Kota Yogyakarta

menjadi tujuan awal bagi para pendatang. Kota Yogyakarta berada di pusat

memiliki akses kendaraan umum yang paling lengkap dibandingkan kabupaten-

kabupaten lain. Di posisi tertinggi kedua yaitu Kabupaten Sleman yaitu sebanyak

766 orang. Untuk pengidap AIDS terbanyak di DIY yaitu dari Kabupaten Sleman

dengan jumlah 317 orang, kemudian disusul oleh Kabupaten Bantul dengan

jumlah 273 orang. Meskipun demikian, tidak dipungkiri bahwa penderita yang

berasal dari luar DIY juga sangat banyak, yaitu sebanyak 575 orang.

Selain itu, tingginya jumlah kasus HIV & AIDS di DIY disebabkan karena

masih banyak remaja yang belum mendapatkan informasi secara komprehensif

6

mengenai HIV & AIDS meskipun mereka sangat dekat dengan gadget sehingga

dapat memudahkan dalam mengakses informasi apapun. Tabel 1.3 menunjukkan

mengenai jumlah kasus HIV & AIDS berdasarkan kelompok umur. Dari data

tersebut terlihat mengenai jumlah besar penderita HIV & AIDS didominasi usia

produktif, yaitu 15-49 tahun.

Tabel 1.3

Data kasus HIV & AIDS di DIY Periode 1993 - Maret 2016

Berdasarkan Kelompok Umur

AIDS

JUMLAH

HIV

JUMLAH KELOMPOK UMUR

L P tdk dike

t L P

tdk

diket

Tidak tahu 57 20 2 79 186

64 9 259

< 1 tahun 5 2 1 8 15 8 1 24 1-4 tahun 13 9 0 22 33 22 0 55 5-14 tahun 8 7 0 15 22 16 0 38

15-19 tahun 11 6 0 17 38 14 0 52

20-29 tahun 247

115

4 366 705

304 24 1033

30-39 tahun 266

167

2 435 600

365 21 986

40-49 tahun 158

71 1 230 373

165 6 544

50-59 tahun 95 28 0 123 200

77 5 282

60 ke atas 14 5 0 19 43 16 2 61

Jumlah 874

430

10 1314 2215

1051

68 3334

Sumber: http://aidsyogya.or.id

*Data HIV merupakan jumlah data keseluruhan infeksi HIV (Infeksi HIV stadium awal + AIDS), *Data AIDS merupakan bagian dari data HIV.

Dari data tersebut, ternyata 78% atau sebanyak 2615 penderita di

antaranya merupakan usia produktif yaitu berusia 15-49 tahun. Dari jumlah

penderita HIV & AIDS usia produktif tersebut, sebagian besar didominasi oleh

7

usia dewasa antara 20-49 tahun sebanyak 2563 kasus dan sisanya merupakan usia

remaja yang masih mengenyam bangku sekolah dan kuliah antara 15-19 tahun.

Kondisi seperti ini patut menjadi perhatian bagi pemerintah dan bagi para orang

tua untuk memberikan pengawasan kepada anak-anaknya agar tidak terjerumus

pada pergaulan yang menyesatkan dan mengancam masa depan mereka.

Sampai saat ini, masih banyak masyarakat yang belum menyadari risiko

perilakunya terhadap kemungkinan tertular HIV & AIDS karena tidak menjalani

tes HIV &AIDS. Rata-rata masyarakat tidak menyadari bahwa dirinya sudah

terinfeksi virus HIV sehingga tidak sengaja atau sengaja menularkannya kepada

orang lain. Tertularnya HIV atau HIV positif, bukan berarti penderita langsung

jatuh sakit. Seseorang dengan HIV di tubuhnya, akan dapat bertahan hidup

bertahun-tahun tanpa merasakan sakit atau mengalami gangguan kesehatan yang

serius. Tabel 1.4 menunjukkan kondisi penderita HIV & AIDS di DIY dari tahun

1993 sampai Maret 2016.

Tabel 1.4

Data kasus HIV & AIDS di DIY Periode 1993 - Maret 2016 berdasarkan kondisi

AIDS

JUMLAH

HIV

JUMLAH KONDISI L P

tdk diket

L P tdk

diket

HIDUP 756 364 4 1124 2011 969 56 3036

MENINGGAL 117 63 1 181 196 79 11 286

TAK DIKET 1 3 5 9 8 3 1 12

JUMLAH 874 430 10 1314 2215 1051 68 3334 Sumber: http://aidsyogya.or.id

*Data HIV merupakan jumlah data keseluruhan infeksi HIV (Infeksi HIV stadium awal + AIDS), *Data AIDS merupakan bagian dari data HIV.

Data per Maret 2016 dari sejak pertama kali ditemukannya kasus HIV &

AIDS di DIY menunjukkan bahwa jumlah Orang Dengan HIV & AIDS atau lebih

8

dikenal dengan istilah ODHA mencapai 286 orang meninggal dunia. Sedangkan

sebanyak 3036 masih hidup dan 12 orang tidak diketahui bagaimana kondisinya.

HIV & AIDS merupakan penyakit yang bisa menjangkit siapa saja, dari

segala usia dan segala kalangan, tidak memandang apakah lansia, dewasa, remaja,

anak-anak, bahkan bisa pada bayi sekalipun. Berikut merupakan data jumlah

penderita HIV & AIDS di DIY berdasarkan jenis pekerjaan ditunjukkan pada

tabel 1.5.

Tabel 1.5

Data kasus HIV & AIDS di DIY s.d Maret 2016 Berdasarkan Pekerjaan

AIDS

JUMLAH

HIV

JUMLAH PEKERJAAN L P

tdk

diket L P

tdk

diket

Tenaga Profesional Medis 1 3 0 4 3 4 0 7

Tenaga Non Profesional 99 15 0 114 184 37 7 228

Seniman/artis 2 0 0 2 10 3 1 14

Buruh Kasar 76 20 0 96 189 56 1 246

PNS 35 7 0 42 54 23 3 80

Narapidana 8 0 0 8 29 0 0 29

Pelaut 1 0 0 1 3 0 0 3

Pramugara/i 0 0 0 0 0 0 0 0

Manager Eksekutif 0 0 0 0 0 0 0 0

Profesional Non Medis 78 19 2 99 188 30 8 226

Wiraswasta 175 38 1 214 516 106 14 636

Petani/peternak 27 12 0 39 47 22 4 73

Anggota TNI/POLRI 11 0 0 11 21 1 0 22

Penjaja Seks 6 22 0 28 29 92 1 122

Supir 14 0 0 14 44 0 1 45

IRT 4 195 0 199 11 390 6 407

Siswa/Mahasiswa 64 9 0 73 204 30 2 236

9

Lain-lain 142 56 1 199 321 141 2 464

Tak Diketahui 131 34 6 171 362 116 18 496

JUMLAH 874 430 10 1314 2215 1051 68 3334

Sumber: http://aidsyogya.or.id

*Data HIV merupakan jumlah data keseluruhan infeksi HIV (Infeksi HIV stadium awal + AIDS), *Data AIDS merupakan bagian dari data HIV.

Urutan tertinggi jumlah penderita HIV & AIDS di DIY didominasi oleh

kalangan wiraswasta dengan jumlah 636 orang dan urutan kedua diduduki oleh

IRT (Ibu Rumah Tangga) sebanyak 407 orang. Kelompok wiraswasta memiliki

kesempatan yang lebih besar dibanding dengan kalangan lain dalam berinteraksi

langsung dengan kelompok risiko HIV & AIDS yang tinggi. Penularan penyakit

HIV & AIDS terhadap kalangan wiraswasta tersebut lebih banyak disebabkan

hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan. Penyebaran HIV & AIDS

tidak hanya melibatkan kaum wiraswasta, tetapi juga kalangan ibu rumah tangga

menjadi profesi yang cukup tinggi juga terinfeksi HIV & AIDS. Kelompok ini

rentan terhadap penyebaran virus ini karena akibat kurangnya kesadaran para

suami akan penularan HIV & AIDS melalui hubungan seksual. Berdasarkan tabel

1.5 tersebut menunjukkan bahwa HIV & AIDS bisa terinfeksi pada semua

kalangan, bahkan pada orang dengan tingkat pendidikan tinggi sekalipun.

Sebagian besar orang di Indonesia tidak tahu mengenai HIV & AIDS dan

bagaimana penyebarannya. Pola pergaulan bebas pada kalangan remaja dan

dewasa saat ini, semakin memicu terjadinya penyebaran HIV dan AIDS.

Kurangnya pengetahuan ini dapat menjadi bom waktu bagi suatu wilayah.

Meskipun HIV & AIDS merupakan penyakit menular, belum teratasi dan dapat

menyebar melalui perilaku berisiko, tetapi sebenarnya dapat dicegah.

lanjutan tabel 1.5

10

Tingginya jumlah sebaran kasus HIV & AIDS yang menyentuh hampir ke

seluruh kalangan ini menunjukkan bahwa diperlukan adanya kerja sama dari

banyak pihak. Penanggulangan HIV & AIDS di berbagai daerah di Indonesia

sejauh ini masih mengalami berbagai kendala, baik di tingkat pemerintah maupun

di tingkat masyarakat. Kendala yang ada di tingkat pemerintah terlihat pada

lemahnya koordinasi antara pemerintah dengan para stakeholder lainnya.

Sementara di tingkat masyarakat yaitu lemahnya kesadaran masyarakat untuk

memeriksakan diri untuk mengetahui apakah mengidap virus HIV atau tidak, dan

juga perilaku masyarakat yang berisiko tertular virus HIV masih marak terjadi.

Pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS tidak hanya menjadi tanggung jawab

satu pihak saja, tetapi menjadi tanggung jawab dan dapat dilaksanakan oleh

berbagai pihak (lintas sektoral).

Untuk merespon permasalahan HIV & AIDS dalam rangka melindungi

kelangsungan pengembangan sumber daya manusia dari bahaya akibat penularan

HIV & AIDS yang terjadi di Indonesia, maka diterbitkan Peraturan Presiden

Nomor 75 Tahun 2006 yaitu tentang Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) merupakan salah satu lembaga

non struktural (LNS) di Indonesia. KPAN dibentuk untuk meningkatkan upaya

pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dinyatakan epidemic global sejak

tahun 1987. Tujuan dibentuknya KPA Nasional yaitu untuk melakukan upaya

pencegahan, pengendalian dan penanggulangan AIDS berdasarkan ketentuan

peraturan perundangan yang berlaku serta berperan aktif dalam pelaksanaan

strategi global pencegahan dan penanggulangan AIDS yang dicanangkan oleh

11

Perserikatan Bangsa-Bangsa. Caranya dengan melakukan langkah-langkah

strategis untuk menjaga kelangsungan penanggulangan AIDS dan menghindari

dampak yang lebih besar di bidang kesehatan, sosial, politik, ekonomi. Selain itu

juga dalam rangka meningkatkan efektivitas koordinasi penanggulangan AIDS

sehingga lebih intensif, menyeluruh, dan terpadu. Di samping itu juga

meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya AIDS, serta

meningkatkan pencegahan dan penanggulangan AIDS secara lintas sektor,

menyeluruh, terencana, terpadu dan terkoordinasi.

Terbentuknya LNS ini tentunya bukan sekedar keinginan politik belaka,

tetapi juga merupakan respon terhadap permasalahan nasional yang memerlukan

penanganan yang cepat dan tepat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75

Tahun 2006 tersebut, dijelaskan pula dibentuknya Komisi Penanggulangan AIDS

Provinsi dan Komisi Penanggulangan AIDS Kabupatan/Kota yang mempunyai

tugas merumuskan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan

dalam rangka penanggulangan AIDS di wilayahnya sesuai dengan kebijakan,

strategi dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS

Nasional. Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Penanggulangan AIDS

melakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan instansi pemerintah, organisasi

non pemerintah, organisasi profesi, perguruan tinggi, pihak-pihak yang dipandang

perlu, bahkan melibatkan partisipasi masyarakat.

Hingga saat ini, Pemerintah DIY telah banyak melakukan kegiatan

penanggulangan HIV & AIDS mulai dari langkah strategis hingga teknis. Upaya

strategis yang dilakukan Pemerintah DIY yaitu dengan menerbitkan peraturan

12

perundangan. Sedangkan langkah teknis, Komisi Penanggulangan AIDS

menyediakan beberapa fasilitas, diantaranya Layanan Konseling & Tes Sukarela

(VCT), Pelayanan Dukungan & Perawatan (CST), Pelayanan Infeksi Menular

Seksual (IMS), Layanan Program Pencegahan Ibu ke Anak (PMTCT), Layanan

Alat Suntik Steril (LASS), dan Layanan Program Terapi Rumatan Metadon

(PTRM).

Berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 43 Tahun 2008, dibentuknya

Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) DIY untuk melaksanakan tugas-tugas

sebagai berikut:

a. Merumuskan kebijakan, strategi dan langkah-langkah yang diperlukan

dalam penanggulangan HIV & AIDS di DIY.

b. Melakukan koordinasi dengan instansi teknis dan perguruan tinggi, sektor

swasta dan dunia usaha dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

HIV & AIDS berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku

serta berpedoman pada strategi Nasional Penanggulangan AIDS dan tanpa

mengesampingkan kondisi dan potensi DIY.

c. Mendorong seluruh komponen Pemerintah DIY dalam melakukan

pencegahan penyakit HIV & AIDS.

d. Mendorong masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap

bahaya HIV & AIDS dan mendorong peningkatan upaya/upaya

pencegahan dan atau penanggulangan AIDS secara lintas sektoral,

menyeluruh dan terkoordinasi.

13

e. Melakukan koordinasi pemantauan penyebaran HIV & AIDS dalam

populasi secara terus menerus dan penelitian akademik yang dapat

menunjang upaya pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS.

f. Melakukan koordinasi pendanaan upaya penanggulangan HIV & AIDS

yang berasal dari pihak non pemerintah, baik yang bersala dari dalam

negeri maupun luar negeri.

g. Melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam upaya pelayanan

kesehatan dan rehabilitasi bagi ODHA (Orang dengan HIV & AIDS) dan

kelompok berisiko.

h. Melakukan pembinaan kepada KPA Kabupaten/Kota dalam upaya

penanggulangan HIV & AIDS.

Kemudian untuk mewujudkan tugas KPA DIY, maka KPA DIY melaksanakan

kegiatan-kegiatan yaitu:

a. Advokasi dengan seluruh instansi pemerintah dalam lingkungan

Pemerintah DIY.

b. Sosialisasi program penanggulangan HIV & AIDS kepada Pemerintah

DIY dan seluruh lembaga yang berkecimpung dalam program

penanggulangan HIV & AIDS

c. Memfasilitasi kegiatan pengamatan epidemiologic pada kelompok

penduduk resiko tinggi menularkan dan tertular HIV & AIDS

d. Memfasilitasi kegiatan penyuluhan bahaya dan pencegahan HIV & AIDS

bagi masyarakat.

14

e. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai HIV & AIDS melalui

media komunikasi dan Badan Informasi Daerah (BID)

f. Menjalin kerja sama regional dan nasional dengan pihak dunia usaha,

lembaga pemberi donor dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam

rangka pencegahan dan penanggulangan HIV & AIDS.

HIV & AIDS dapat menjadi ancaman bagi suatu Negara jika tidak

mendapatkan pencegahan dan penanggulangan secara komprehensif. Oleh karena

itu, untuk memaksimalkan tugas KPA DIY dalam menanggulangi HIV & AIDS di

DIY, maka diperlukan kolaborasi antara KPA DIY dengan stakeholder lain yang

terkait. Dalam dunia modern seperti saat ini, kolaborasi sangat dibutuhkan dalam

untuk mencapai tujuan. Perkembangan teknologi dan informasi dan sistem

pemerintahan menuntut setiap Negara melakukan kerja sama antarstakeholder,

mulai dari pihak publik, swasta, NGO, untuk melaksanakan program-program

pembangunan dan menjamin urusan dan kepentingan warga negaranya supaya

terjamin dan terpenuhi dengan baik.

Dahulu para pihak swasta melakukan persaingan satu sama lain, tetapi saat

ini banyak yang kemudian memutuskan untuk melakukan kolaborasi dalam

melaksanakan manajemen strategis supaya target-targetnya tercapai sesuai dengan

tujuan yang telah mereka tetapkan. Selain pihak swasta, dalam sektor publik juga

melakukan kolaborasi dalam melaksanakan pelayanan atau menjalankan

kebijakan tertentu. Hal tersebut dikarenakan permasalahan-permasalahan yang

terjadi begitu kompleks sehingga perlu dilakukan kolaborasi antara lembaga

15

pemerintahan yang satu dengan stakeholder yang lain. Konsep tersebut yang

dikenal dengan istilah collaborative governance.

Dalam HIV & AIDS di DIY, pihak-pihak terkait dalam penanggulangan

HIV & AIDS di DIY selain KPA DIY diantaranya ada tiga sektor, yaitu

Pemerintah, NGO, dan LSM, yang meliputi Dinas Kesehatan DIY, Dinas

Pendidikan dan Pengajaran DIY, Dinas Sosial DIY, BKKBN (Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) DIY, PKBI (Perkumpulan

Keluarga Berencana Indonesia) DIY, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan

HAM DIY, Kantor Wilayah Kementerian Agama DIY, Badan Informasi DIY,

Yayasan Kembang DIY, Remaja Peduli AIDS Yogyakarta, dan lain-lain.

Dalam proses penanganan penderita HIV & AIDS tersebut, terdapat

tantangan-tantangan yang muncul, yaitu bagaimana membangun keharmonisan

dalam bekerja sama antarpemangku kepentingan yang terlibat di dalamnya

sehingga tercapai tujuan sesuai yang disepakati bersama.

Berawal dari peran yang dilakukan KPA DIY dalam penanggulangan

AIDS dan beberapa program yang dilakukan bekerja sama dengan stakeholder

lain, maka penelitian ini ingin melihat Bagaimana Proses Collaborative

Governance dalam Penanggulangan AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1. 2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “Bagaimana Proses Collaborative Governance yang

Berlangsung dalam Penanggulangan HIV & AIDS di Daerah Istimewa

Yogyakarta?”

16

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kolaborasi

antarstakeholder sebagai upaya nyata dalam mengurangi risiko penderita HIV &

AIDS di Daerah Istimewa Yogyakarta.

1. 4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian mengenai dinamika kolaborasi yang terjadi dalam

penanggulangan HIV & AIDS di DIY adalah:

1. Bagi Peneliti

- Menambah wawasan tentang dinamika kolaborasi antarstakeholder

dalam upaya mencegah dan menanggulangi HIV & AIDS di DIY

dan sudah sejauh mana tahapannya sehingga akan memunculkan

rekomendasi yang tepat untuk perbaikan ke depan.

2. Bagi Pemerintah

- Memberikan informasi mengenai keadaan dinamika kolaborasi

yang terjadi antarstakeholder.

- Sebagai rekomendasi bagi perumusan kebijakan selanjutnya dalam

mengotimalkan hubungan kerja dan koordinasi yang baik antar

stakeholder dalam menangani penyebaran HIV & AIDS di Daerah

Istimewa Yogyakarta pada khususnya, dan Indonesia pada

umumnya.

3. Bagi Akademisi

- Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya

17

- Sebagai pembanding dengan penelitian yang lain dengan tema

yang sama

4. Bagi Masyarakat

- Memberikan pengetahuan bagi masyarakat tentang kerja sama dan

koordinasi antar stakeholder dalam penanggulangan HIV & AIDS

dan bagaimana masyarakat dapat berperan untuk mendukungnya.

- Memberikan wawasan tentang HIV & AIDS dan ODHA kepada

masyarakat, serta bagaimana untuk tidak melakukan diskriminasi

kepada ODHA.