bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66182/potongan/s2-2013... · kondisi sosial...
TRANSCRIPT
1
Bab I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1.1 Perkembangan Transportasi Kota
Pertumbuhan penduduk khususnya di Indonesia terus meningkat dari tahun ke
tahun. Meningkatnya pertumbuhan penduduk ini disertai dengan peningkatan
kondisi sosial ekonomi yang kemudian berdampak juga pada meningkatnya
kebutuhan akan sarana dan prasarana penunjang kehidupan. Kebutuhan akan
sarana dan prasarana mencakup pada sarana transportasi. Transportasi merupakan
sarana pendukung aktivitas yang dapat mempercepat dan mempermudah kegiatan
manusia.
Pada dasarnya transportasi dibagi menjadi transportasi darat, air, dan udara.
Dalam hal ini intensitas penggunaan transportasi darat paling tinggi, dikarenakan
sebagian besar aktivitas manusia terjadi di wilayah daratan. Maka dari itu tidak
heran jika kebutuhan akan sistem transportasi darat sangat tinggi untuk menunjang
berbagai macam kegiatan yang terkadang berada pada lokasi dengan jarak relatif
jauh dari tempat asal.
Besarnya kebutuhan akan sarana transportasi di satu sisi memang dapat
meningkatkan efektivitas pekerjaan manusia, namun di sisi lain jika
pertumbuhannya tidak terkendali akan dapat menimbulkan berbagai masalah. Yang
pertama adalah penggunaan energi yang besar, mengingat sumber energi dari alat
transportasi berasal dari sumber energi tak terbaharui. Jika berlangsung terus
menerus bukan tidak mungkin ada suatu saat sumber energi akan habis terpakai.
Kemudian masalah berikutnya yaitu pencemaran lingkungan dan kemacetan. Gaya
2
hidup masyarakat Indonesia cenderung mengarah pada kehidupan di perkotaan,
yang ditunjukkan dengan terus meningkatnya persentase jumlah penduduk yang
tinggal di wilayah perkotaan.
Gambar 1. 1 Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk Perkotaan Indonesia
Sumber: Muttaqin, 2010
Grafik pada gambar 1.1 menunjukkan pertumbuhan penduduk perkotaan
dibandingkan dengan penduduk pedesaan. Dapat dilihat bahwa penduduk
perkotaan cenderung bertambah setiap tahunnya. Jika diproyeksikan, pada tahun
2030 persentasenya mencapai hampir 80 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Menurut Ketua Lembaga Demografi Universitas Indonesia, Dr. Sonny Harry B.
Harmadi, pada tahun 2012 penduduk indonesia yang tinggal di perkotaan telah
mencapai 54 persen, yang berarti lebih dari setengah jumlah penduduk
keseluruhan. Jika jumlah penduduk Indonesia diperkirakan ada lebih dari 240 juta
jiwa, maka penduduk yang tinggal di perkotaan ada sedikitnya 120 juta jiwa.
Perkembangan penduduk kota terkadang tidak diimbangi dengan
perkembangan sarana dan prasarana perkotaan. Sarana transportasi merupakan
salah satu sarana yang perlu perhatian khusus terkait pertumbuhan penduduk.
Besarnya kebutuhan akan sarana transportasi dan belum tersedianya sarana
transportasi publik yang memadai membuat sebagian besar penduduk memilih
3
menggunakan kendaraan pribadi, disamping juga dikarenakan budaya konsumtif
masyarakat serta mudahnya syarat pembelian kendaraan bermotor. Hal ini tentu
menyebabkan kepadatan lalu lintas yang saat ini sudah umum didapat pada kota-
kota besar.
Gambar 1. 2 Grafik peningkatan Jumlah Kendaraan Bermotor Di Indonesia
Sumber: Data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia
Grafik pada gambar 1.2 menunjukkan pertumbuhan kendaraan bermotor antara
tahun 2006-2010. Terlihat pertumbuhan pesat untuk kendaraan roda dua, dari
angka 30 juta unit pada tahun 2006 menjadi 60 juta unit pada tahun 2010.
Pertumbuhan kendaraan roda empat juga mengalami kenaikan dari angka sekitar 6
juta unit pada tahun 2006 menjadi sekitar 9,5 juta unit pada 2010. Ledakan
pertumbuhan kendaraan ini yang harus menjadi perhatian pemerintah kota, agar
dapat dikendalikan sehingga tidak menyebabkan kepadatan lalulintas dan
pencemaran udara kota.
1.1.2 Konsep Transportasi Berkelanjutan
Sebagai respon terhadap berbagai masalah yang timbul akibat pertumbuhan
penduduk dan kendaraannya, muncul ide-ide mengenai langkah untuk mewujudkan
4
sarana transportasi yang baik dan memadai, namun tetap memperhatikan aspek-
aspek sosial ekonomi penduduk dan aspek lingkungan. Konsep ini disebut sebagai
konsep transportasi berkelanjutan. Pada dasarnya konsep transportasi berkelanjutan
menekan penggunaan kendaraan semaksimal mungkin agar dampak negatif yang
ditimbulkan seminimal mungkin. Salah satu idenya yaitu dengan tata ruang kota
yang menekankan pada integrasi antar moda transportasi publik, serta
pengembangan fasilitas-fasilitas di sekitar area transit yang terjangkau dalam jarak
ideal pejalan kaki. Dengan demikian, penggunaan kendaraan pribadi akan
berkurang seiring dengan adanya sarana transportasi publik yang memadai. Konsep
ini dikenal sebagai transit oriented development.
Gambar 1. 3 Contoh Penerapan Transit Oriented Development di Swanston Station,
Sacramento, California
Sumber: http://www.migcom.com/projects/view/65 (diakses 20 Februari 2013)
Secara makro juga diterapkan konsep kota satelit yang sejalan dengan ide
transportasi berkelanjutan, yaitu mengembangkan kota-kota kecil di sekitar kota
besar dengan tujuan meratakan kepadatan penduduk. Dengan integrasi transportasi
yang baik, akan memungkinkan penduduk bekerja di kota utama, namun tetap
bertempat tinggal di kota-kota yang menjadi kota satelit dari kota utama tersebut.
5
Penduduk dengan karakter mobilitas demikian yang disebut sebagai penduduk
komuter. Baik kota utama maupun kota satelit masing-masing dikembangkan
dengan konsep transit oriented development sesuai dengan karakter wilayahnya.
Sebagai contoh ada pada kota Bangkok di Thailand, yang merencanakan
pengembangan dengan konsep kota satelit. Bangkok menjadi pusat aktivitas
kawasan, dihubungkan dengan moda transportasi menuju kota-kota kecil di
sekitarnya seperti Ayuttaya, Nakhon Pathom, Samut Sakhon, dan Chachoengsao.
Sebagai batas kota utama ditempatkan green belt.
Gambar 1. 4 Konsep Kota Satelit di Bangkok, Thailand
Sumber: http://www.as-p.de/projects/traffic-planning/211707-bangkok-21-study-of-the-
future.html (diakses 20 Februari 2013)
Dalam memaksimalkan transportasi publik, penting untuk melihat jenis-jenis
moda transportasi beserta tingkat efektivitas dan efisiensinya. Gambar 1.5
menggambarkan perbandingan tingkat efisiensi beberapa moda transportasi baik
dari segi daya tampung dan konsumsi energi.
6
Gambar 1. 5 Perbandingan konsumsi energi/orang untuk moda angkutan
Sumber: Rosyidi, 2012
Dari gambar 1.5 didapat kesimpulan bahwa kereta api merupakan moda
transportasi yang memiliki efisiensi tinggi dalam hal daya tampung dan
penggunaan energi. Maka dari itu moda transportasi ini dinilai ideal dalam
mewadahi kebutuhan transportasi kota saat ini sampai beberapa waktu mendatang.
Selain itu kereta api memiliki beberapa keunggulan sebagai berikut:
- Moda angkutan jalan rel adalah tipe moda angkutan yang memungkinkan
jangkauan pelayanan orang/barang dalam jarak pendek, sedang dan jauh dengan
kapasitas yang besar (angkutan masal)
- Kebutuhan energi relatif lebih sedikit dibanding moda transportasi lain
- Adanya jalur sendiri meningkatkan keamanan serta keandalan karena kecepatan
laju lebih konstan.
- Perkeretaapian merupakan angkutan yang ramah lingkungan, dengan emisi gas
buang kecil dan pengembangan teknologi kereta berbasis energi listrik,
memungkinkan sebagai moda angkutan yang memapu menjawab masalah
lingkungan hidup manusia di masa datang.
7
1.1.3 Jalur Kereta Api Solo-Wonogiri
Sebagai pusat perkembangan perkeretaapian di Indonesia, Pulau Jawa
memiliki jalur-jalur rel tua yang dibangun pada masa awal munculnya kereta api di
Indonesia. Jalur-jalur tersebut sebagian sudah tidak aktif, sebagian masih aktif
namun tidak hidup lantaran sedikitnya trayek yang melalui jalur tersebut.
Gambar 1. 6 Status keaktifan jalur tertua di Jawa
Sumber: Ikaputra, 2012
Jalur Solo-Wonogiri adalah salah satu jalur tertua di Jawa. Jalur ini melalui 5
stasiun pemberhentian, yaitu stasiun Purwosari, Solo Kota, Sukoharjo, Pasar-
nguter, dan Stasiun Wonogiri. Jalur ini cenderung seperti jalur mati, lantaran hanya
dilalui oleh satu rangkaian kereta feeder, yang hanya beroperasi satu kali dalam
sehari. Namun rute Solo-Wonogiri merupakan sebuah rute unik di mana jalur rel
kereta berdampingan langsung dengan jalan raya.
8
Gambar 1. 7 Kereta Feeder Solo-Wonogiri
sumber: Wikipedia.org
Saat ini kereta feeder Solo-Wonogiri telah berhenti beroperasi. Pemerintah
daerah dari 3 wilayah, yaitu Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, dan Kabupaten
Wonogiri melalui Dinas Perhubungan menjalankan program Revitalisasi Jalur
Kereta Solo-Wonogiri sebagai langkah antisipatif terhadap peningkatan kebutuhan
sarana transportasi untuk peningkatan kehidupan perekonomian warga setempat.
Terkait dengan revitalisasi jalur Solo-Wonogiri, trayek tersebut akan dilalui oleh
railbus “Batara Kresna”, yang merupakan railbus pertama di Indonesia. Namun
hingga tulisan ini ditulis tahap revitalisasi belum selesai dengan sempurna.
Rangkaian railbus hanya dapat mencapai Stasiun Sukoharjo, dikarenakan stasiun
Pasar Nguter dan Wonogiri masih dalam tahap penyempurnaan fasilitas.
Gambar 1. 8 Railbus Solo-Wonogiri
sumber: solopos.com (2012)
9
Jalur KA Solo-Wonogiri merupakan bagian dari kesatuan wilayah
Subosukawonosraten, atau yang sering disebut Solo Raya. Kota Surakarta menjadi
pusat pengembangan kawasan karena kawasan kota tersebut berkembang dengan
lebih pesat, selain juga memiliki akses yang mudah menuju kota-kota besar di
sekitarnya.
Gambar 1. 9 Wilayah Solo Raya
Sumber: http://ekanadashofa.staff.uns.ac.id (2013)
Pesatnya perkembangan kota Surakarta semakin lama membuat daerah lain
menjadi tertinggal. Hal ini mendorong para pengurus daerah untuk menjalin
hubungan kerjasama yang bertujuan agar perkembangan daerah merata ke seluruh
wilayah. Beberapa bidang kerjasama yang telah disepakati meliputi bidang:
ketenaga kerjaan dan kepegawaian, Tata Ruang, Sumber daya alam dan lingkungan
hidup, pembangunan sarana dan prasarana, perhubungan dan pariwisata,
kependudukan, permukiman dan masalah sosial, air bersih, perindustrian dan
10
perdagangan, penelitian dan pengembangan iptek, sumber daya manusia,
kesehatan, pertanian dan pengairan, dan lain-lain.
Revitalisasi jalur kereta Solo-Wonogiri merupakan salah satu bentuk
kerjasama antar wilayah Solo Raya, terutama wilayah Solo, Sukoharjo, dan
Wonogiri. Jalur ini akan menjadi penopang mobilitas yang terjadi antar wilayah
tersebut.
1.1.4 Stasiun Pasar Nguter
Stasiun Pasar Nguter adalah salah satu stasiun yang terdapat di rute Solo-
Wonogiri. Stasiun ini terdapat di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo.
Bangunan stasiun hanya berupa bangunan tradisional sederhana, dengan luasan
yang relatif kecil. Kondisi kawasan sekitar masih didominasi area hijau. Fungsi
bangunan di sekitar stasiun didominasi oleh fungsi hunian, sedangkan fasilitas
publik di sekitar stasiun yaitu fasilitas pendidikan, industri, dan juga fasilitas
komersial yaitu Pasar tradisional.
Gambar 1. 10 Foto Udara Stasiun Pasar Nguter
sumber: google earth, 2012
11
Gambar 1. 11 Foto-foto stasiun Pasar Nguter
sumber: dokumentasi 2010
Terletak di antara kota yang menjadi pusat aktivitas, yaitu Solo dan Wonogiri,
Nguter berpotensi menjadi kota satelit dari Solo, di mana kawasan menjadi
pendukung dari kota utama. Dari kondisi yang ada, dapat dilihat bahwa
pengembangan area sekitar stasiun belum terintegrasi dengan moda transportasi
lain, dan belum ada pemusatan aktivitas di sekitar stasiun. Jarak dari kota Solo
sekitar ±21 km membuat Nguter berpotensi besar menjadi tempat tinggal penduduk
komuter yang memiliki pekerjaan di kota Solo.
Gambar 1. 12 Koneksi Antar Wilayah Jalur Solo-Wonogiri
sumber: analisis 2013
12
1.2 Rumusan Masalah
Terkait dengan revitalisasi Jalur Kereta Api Solo-Wonogiri, perlu adanya
pengembangan area-area yang dilalui jalur tersebut, termasuk Stasiun Pasar Nguter.
Tidak hanya perbaikan sarana stasiun, namun juga pengembangan elemen-elemen
kawasan. Kawasan harus siap untuk mewadahi pertumbuhan yang terjadi akibat
revitalisasi jalur kereta api, di sisi lain kawasan sekitar stasiun tersebut diharapkan
menjadi tempat bermukim yang baik agar dapat menyediakan pelanggan bagi moda
transportasi yang ada. Pengembangan yang dilakukan tentunya tidak lepas dari prinsip-
prinsip transportasi berkelanjutan, sebagai langkah untuk menciptakan kehidupan dan
lingkungan yang lebih baik. Maka dari itu perlu adanya arahan pengembangan kawasan
yang berbasis jalur kereta api (Rail Oriented Development) sebagai langkah untuk
mewujudkan suatu kawasan kompak dengan tingkat kenyamanan tinggal yang baik
sesuai dengan prinsip transportasi berkelanjutan.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang dirumuskan adalah sebagai berikut:
- Sejauh mana kawasan stasiun Pasar Nguter dapat dikembangkan dengan prinsip dari
kawasan berbasis jalur kereta api?
- Bagaimana strategi untuk pengembangan kawasan sekitar stasiun Pasar Nguter yang
berbasis jalur kereta api?
1.4 Tujuan Penelitian
- Mengetahui seberapa besar potensi kawasan Stasiun Pasar Nguter untuk
dikembangkan dengan prinsip ROD
- Memberikan strategi pengembangan kawasan Stasiun Pasar Nguter yang berbasis
jalur kereta api.
13
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi wawasan bidang arsitektur dan desain kawasan
binaan, khususnya penerapan konsep pengembangan kawasan stasiun berbasis jalur
kereta api (ROD), yang dapat digunakan sebagai rujukan dalam perancangan kawasan
sekitar stasiun.
14
1.6 Keaslian Penulisan
Nama Judul Tema Fokus Lokus Metode Jenis
Tulisan
Deskripsi
Yuniasih,
Fahdiana
(2007)
Perancangan
Kawasan Transit
Oriented
Development
Dukuh Atas
Berdasarkan
Optimalisasi
Sirkulasi
Konsep Transit
Oriented
Development
Optimalisasi
Sirkulasi
Kawasan
Transit
Intermoda
Dukuh Atas
Rasionalistik
Kuantitatif
Thesis S2
Arsitektur
Institut
Teknologi
Bandung
Penelitian ini bertujuan untuk melihat
bagaimana kawasan Dukuh Atas
menjadi sebuah titik intermoda. Fokus
ada pada sirkulasi kawasan, bagaimana
pencapaian fasilitas setempat dari
jangkauan pejalan kaki. Juga dilihat
kelengkapan fasilitas jalur pejalan kaki
dalam segi kenyamanan dan keamanan.
Sudarisman,
Irwan (2008)
Perancangan
Ruang Publik
Dengan Dasar
Pendekatan
Perilaku, Studi
Kasus Kawasan
Stasiun Kereta Api
Bandung Bagian
Selatan
Kawasan
Stasiun Kereta
Api
Kajian
Perilaku
Pengguna
Kawasan
Stasiun
Kawasan
Stasiun Kereta
Api Bandung
Bagian
Selatan
Rasionalistik,
Pendekatan
Perilaku
Thesis S2
Arsitektur
Institut
Teknologi
Bandung
Penelitian ini bertujuan untuk
menghidupkan kembali ruang publik di
kawasan stasiun Bandung. Dalam
proses tersebut akan difokuskan pada
studi perilaku warga sekitar, untuk
dapat mengidentifikasi secara tepat
ruang publik seperti apa yang akan
dikembangkan.
Prabowo,
Bintang
Noor (2002)
Studi Karakter
Perancangan Kota
Di Kawasan
Stasiun Kereta Api
Sebagai Bagian
Dari Konfigurasi
Kota Lama, Kasus
Stasiun Tawang
Dan Stasiun
Jakarta Kota
Kawasan
Stasiun Kereta
Api Sebagai
Bagian Dari
Kota Lama
Karakter
Perancangan
Kota
Kawasan
Stasiun Kereta
Tawang
Semarang Dan
Jakarta Kota
Rasionalistik
Kualitatif
Thesis S2
Arsitektur
Universitas
Diponegoro
Melalui penelitian ini penulis mengkaji
elemen-elemen perancangan kota
seperti tata massa, linkage, citra kota,
dsb. yang terdapat di sekitar stasiun
Kota Lama, untuk melihat bagaimana
kedudukan stasiun terhadap pola
pengembangan kawasan di sekitarnya.