bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/132075/potongan/s1-2017... · tahap...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tahap eksplorasi di Cekungan Sumatra Tengah sudah mencapai tahap mature
field, dengan segala sumber daya alam hidrokarbon yang ada akan diekstraksi.
Salah satu formasi yang mengandung gas bumi dangkal yang belum terpetakan
dengan baik adalah Formasi Petani. Metode geofisika yang dapat digunakan untuk
memetakan anomali tersebut adalah metode seismik refleksi.
Metode seismik merupakan metode yang memiliki akurasi tinggi dibanding
metode geofisika lainnya. Data yang dihasilkan dapat memperlihatkan kejadian
bawah tanah berupa kenampakan struktur, jenis batuan, dan zona – zona yang
dapat menunjukkan adanya indikasi hidrokarbon.
Untuk memetakan distribusi anomali gas hidrokarbon, salah satu metode yang
dapat digunakan adalah metode AVO. Metode ini memanfaatkan gelombang
seismik yang kemudian dapat mengklasifikasi anomali berdasarkan respon yang
diterima dengan bertambahnya offset. Metode ini dikembangkan oleh Rutherford
dan Williams (1989) dan selalu dipakai dalam pengembangannya untuk
melakukan eksplorasi hidrokarbon, khususnya untuk anomali pasir gas.
Untuk mendapatkan hasil maksimal, dilakukan pembuatan model berupa
respon AVO terhadap reservoir. Perubahan konten pada reservoir akan
menghasilkan respon tras seismik yang berbeda – beda, yang kemudian dapat
diklasifikasikan dalam anomali pasir AVO untuk menambah sensitivitas dalam
melakukan interpretasi hasil.
1.2. Batasan Masalah
Berdasarkan pendahuluan yang telah dijelaskan, beberapa rumusan masalah
yang menjadi dasar penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Daerah penelitian berada di Cekungan Sumatra Tengah.
2. Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis AVO dan data log
yang ada untuk melakukan karakterisasi pada reservoir.
2
3. Pemodelan AVO pada reservoir dilakukan untuk mendapatkan simulasi
reservoir yang berisi fluida berupa air.
4. Klasifikasi anomali diperkirakan termasuk dalam anomali kelas 2 – 3.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi anomali
hidrokarbon yang terdapat pada lapangan “Frusciante”. Oleh karena itu, penelitian
ini memiliki maksud dan tujuan:
1. mengetahui karakteristik reservoir yang terdapat pada daerah penelitian
menggunakan analisis atribut AVO pada lapangan “Frusciante”,
2. memetakan arah persebaran anomali hidrokarbon berdasarkan atribut
seismik dan AVO pada reservoir lapangan “Frusciante”,
3. melakukan fluid substitution modelling pada reservoir berdasarkan
perubahan konten fluida in situ menjadi air untuk mengetahui sifat
gelombang seismik pada lapangan “Frusciante”.
1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian tugas akhir dilaksanakan di PT. Chevron Pacific Indonesia, Main
Office Chevron Rumbai, Jl. Camp Rumbai, Lemah Damai, Rumbai Pesisir, Kota
Pekanbaru, Riau. Penelitian dilakukan mulai tanggal 24 Juli 2017 hingga 22
September 2017.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tektonik Setting (Regional)
Secara fisiografi daerah penelitian berada pada Cekungan Sumatra Tengah,
yang merupakan cekungan busur belakang yang berada di sepanjang tepi barat
dan selatan Paparan Sunda terletak di baratdaya Asia Tenggara (Gambar 2.1.).
Struktur yang bekerja pada daerah ini diperkirakan aktif pada Eosen Awal hingga
– Oligosen (Barber dkk.,2005). Pergerakan struktur memiliki arah utara – selatan,
dengan bagian terdalam terletak pada bagian baratdaya dan melandai ke arah
timurlaut. Cekungan yang memiliki orientasi arah ekstensi tersebut merupakan
area yang memiliki akumulasi sedimentasi yang aktif pada zaman Paleosen, yang
terdiri atas greywacke pada daerah barat dan kuarsit pada daerah timur.
Sedimentasi pada awal proses pemekaran terjadi oleh terbentuknya Formasi
Pematang saat Eosen Awal hingga Oligosen Awal. Sedimentasi ini terdiri atas
batupasir, shale dan konglomerat sebagai pengisi cekungan pada lingkungan
pengendapan alluvial / fluvial. Akumulasi sedimen ini menjadi reservoir yang
ekonomis dan mengandung hidrokarbon dalam jumlah besar (Barber dkk., 2005).
Gambar 2.1. Peta tektonik pulau Sumatra dan daerah penelitian (lingkaran merah) (Barber dkk., 2005)
4
2.2. Tektonostratigrafi
Pembentukan stratigrafi daerah pembentukan struktur Cekungan Sumatera
Tengah dipengaruhi oleh interaksi lempeng – lempeng yang berada di sekitar
pulau Sumatera. Salah satu interaksinya adalah subduksi dari Lempeng Samudera
Hindia ke Lempeng Sunda. Gambar 2.2. menjelaskan perkembangan tektonik di
Cekungan Sumatera Tengah dapat dijelaskan dengan membagi aktivitas sesar dan
lipatan yang ada menjadi 4 tahap deformasi, yaitu F0, F1, F2, dan F3 (Yarmanto
dkk., 1995).
Episode F0 (Fase 0) merupakan fase yang terjadi pada zaman pre – tersier.
Arsitektur pembentukan basement terdiri atas beberapa strike utama yang berarah
barat laut – timur laut. Interpretasi dari struktur formasi Brown Shale
menunjukkan struktur busur sepanjang 2 – 3 km dengan arah strike N 60o E dari
Antara ke Nella Fields (ANAZ) dan arah strike N 60o W dari Antara ke Kopar
Fields (MKAZ).
Episode F1 (Fase 1) terjadi pada kala Eosen – Oligosen. Pada masa ini terjadi
deformasi ekstensional dengan arah ekstensi barat – timur, menghasilkan trend
sebesar ±N30oE, yang mengakibatkan reaktivasi struktur-struktur tua yang
terbentuk sebelumnya (F0). Deformasi ini menghasilkan geometri horst dan
graben. Pada saat yang sama terjadi pengendapan Kelompok Pematang ke dalam
graben-graben yang terbentuk.
Episode F2 (Fase 2) terjadi pada kala Miosen Awal. Pada masa ini terjadi fase
amblesan dan diamnya gaya tektonik pada cekungan. Kejadian ini dicirikan
dengan periode gaya inversi tektonik yang halus yang diikuti oleh peristiwa erosi.
Peristiwa ini menghasilkan Wrench Tectonics.
Episode F3 (Fase 3) terjadi pada masa Miosen Tengah. Pada masa ini terjadi
gaya kompresi, sehingga menghasilkan deformasi dan reaktivasi patahan dengan
arah strike N 35oE - N 40oE. Peristiwa ini mirip dengan peristiwa tektonik yang
terjadi pada masa fase F1. Pada fase ini terbentuk struktur reverse dan thrust fault
sepanjang jalur sesar mendatar yang terbentuk sebelumnya. Fase ini membentuk
struktur yang secara umum mengarah barat laut – tenggara. Bersamaan dengan
5
pembentukan struktur, terjadi pengendapan pada Formasi Petani dan Formasi
Minas, mulai dari 13 Ma hingga saat ini.
Gambar 2.2. Tektonostratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Yarmanto dkk., 1995)
6
2.3. Stratigrafi Regional
2.3.1. Batuan dasar (Basement)
Batuan dasar pada Cekungan Sumatra Tengah terbagi menjadi tiga satuan
litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, Kualu Terrane, dan Mergui
Terrane (Eubank dan Makki, 1981).
a. Mallaca Terrane (kelompok kuarsit), terdiri dari kuarsit, argilit, batugamping
kristalin, pluton – pluton granit, dan granodiorite berumur Jurassic.
Kelompok ini terletak di bagian timurlaut, dimana terletak pada lingkungan
pengendapan coastal plain.
b. Mutus Assemblages (Kelompok Mutus), merupakan zona yang memisahkan
antara Mallaca Terrane dan Mergui Terrane. Kelompok ini terletak pada barat
daya coastal plain, terdiri dari baturijang radiolarian, meta – argilit, serpih
merah, lapisan tipis batugamping, dan batuan beku berupa basalt.
c. Mergui Terrane, (Kelompok Mergui) terletak pada bagian barat dan barat
daya dari Mutus Assemblages. Kelompok ini tersusun dari greywacke, pebbly
– mudstone, dan kuarsit yang berasal dari Formasi Boborok. Kemudian
terdapat pula batuan argilit, phyllite, batugamping, dan tuff berasal dari
Formasi Kluet, dan sandstone – shale. Pada Terrane ini juga ditemukan Alas
limestone.
d. Kualu Terrane, terletak pada barat laut dari Mergui dengan umur Karbon –
Permian, dan tersusun dari phyllite, slate, tuff, dan batugamping.
2.3.2. Formasi Pematang
Formasi Pematang merupakan batuan yang terletak diatas batuan dasar secara
tidak selaras (Gambar 2.3.). Batuan yang terdapat pada kelompok ini umumnya
berupa sedimen yang berada di lingkungan pengendapan sungai dan delta.
Williams dkk. (1985) membagi formasi pada kelompok Pematang menjadi lima
yakni:
a. Formasi Lower Beds, tersusun oleh batulumpur, batulanau, batupasir, dan
sedikit konglomerat. Terdapat indikasi bahwa formasi ini diendapkan pada
lingkungan rawa atau danau.
7
b. Formasi Brown Shale, tersusun oleh batuserpih laminasi, dengan kandungan
organik dan berwarna coklat hingga hitam, dengan lingkungan pengendapan
yang tenang. Ditemukan perselingan batupasir pada cekungan yang lebih
dalam, diindikasikan sebagai pengendapan akibat arus turbidit. Formasi ini
berperan sebagai source rock.
c. Formasi Coal Zone, tersusun atas batuserpih, batubara, dan batupasir.
d. Formasi Lake Fill, tersusun atas batupasir fluvial dan delta, konglomerat, dan
serpih pada danau dangkal. Lingkungan pengendapannya berupa fluvio –
lacustrine – delta.
e. Formasi Fanglomerate, tersusun atas batupasir, konglomerat, dan batulumpur
berwarna merah hingga hijau. Formasi ini diendapkan pada alluvial fan.
Formasi ini diendapkan tepat diatas Formasi Lake Fill.
2.3.3. Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras diatas kelompok
Pematang, yang terdiri dari batupasir yang memiliki perselingan dengan serpih
(Gambar 2.3.). Pada bagian bawah, ditemui batugamping yang berumur Oligosen
hingga Miosen Tengah. Kelompok ini berperan sebagai reservoir rock, dengan
sifat batupasir yang memiliki ukuran butir sedang hingga kasar, dengan pola yang
menghalus ke arah atas (Murphy, 1993).
2.3.4. Formasi Menggala
Formasi Menggala diendapkan secara tidak selaras diatas Kelompok
Pematang (Gambar 2.3). Litologi yang terdapat pada formasi ini terdiri dari
batupasir, konglomerat dan sedimen – sedimen klastik yang diendapkan pada
lingkungan fluvial dan berubah menjadi marine deltaic secara lateral ke arah
utara. (Barber dkk., 2005).
2.3.5. Formasi Bangko
Formasi Bangko terendapkan secara selaras pada lateral dan vertikal ke arah
barat dari Formasi Menggala dengan umur Miosen Awal. Formasi ini tersusun
oleh batulempung karbonatan yang ditemukan dan memiliki perselingan batupasir
lanauan dan berubah menjadi batugamping. Batupasir dalam formasi ini
8
merupakan reservoir yang baik dan telah diproduksi di lapangan Petani, Bangko,
Menggala, dan Pinang.
2.3.6. Formasi Bekasap
Formasi Bekasap terendapkan secara selaras pada bagian timur Formasi
Menggala, dengan umur Miosen Awal. Litologi yang ditemukan pada Formasi ini
adalah batupasir glaukonitan, batugamping, dan batubara. Jenis batupasir pada
formasi ini merupakan lapisan sedimen yang merata menutup Sumatera Tengah
dan akhirnya menutup semua tinggian yang terbentuk sebelumnya, dengan
sifatnya sebagai reservoir. (Barber dkk., 2005)
2.3.7. Formasi Duri
Formasi Duri, terendapkan secara selaras, memiliki umur Miosen Awal.
Formasi ini tersusun dari batupasir yang terbentuk pada lingkungan inner neritic
deltaic pada bagian utara hingga tengah cekungan. Hal ini dicirikan oleh batupasir
yang memiliki butiran halus hingga sedang yang tersebar secara lateral. Formasi
ini juga memiliki reservoir yang baik. (Barber dkk., 2005)
2.3.8. Formasi Telisa
Formasi Telisa, terendapkan dari Formasi Bekasap dan Duri yang secara
lateral dan vertikal berubah menjadi batulempung. Formasi ini berumur Miosen
Awal hingga Miosen Tengah, formasi ini terbentuk pada lingkungan laut, yang
menunjukkan adanya periode penggenangan maksimum. Batupasir dalam formasi
ini merupakan reservoir potensial dan telah diproduksi. (Barber dkk., 2005)
2.3.9. Formasi Petani
Formasi Petani berada di atas Kelompok Sihapas, yang terdiri dari Lower
Petani yang merupakan endapan laut dan Upper Petani yang merupakan endapan
laut sampai delta. Kelompok ini memiliki umur Miosen Tengah hingga Pliosen
dengan litologi berupa batupasir, batulempung, batupasir gloukonitan dan
batugamping pada bagian bawah. Batubara banyak dijumpai pada bagian atas dan
terbentuk pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Lingkungan pengendapan
9
Formasi Petani dimulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan delta. Ini
menunjukkan adanya peristiwa regresi air laut.
Batupasir yang terdapat pada Formasi Petani memiliki komposisi kuarsa yang
dominan, dengan ukuran butir halus – kasar, yang akan semakin kasar ke atas.
Ketebalan formasi ini mencapai 6000 kaki, dengan umur Miosen Akhir – Pliosen
Awal. Perkiraan umur pada bagian atas Formasi ini masih belum dapat ditentukan
secara jelas karena tidak ada fossil hewan laut yang terkandung pada batuan.
(Barber dkk., 2005)
Hidrokarbon yang terkandung pada Formasi Petani tidak komersial, hal ini
dikarenakan di bawah Formasi ini terdapat batulempung dari Formasi Telisa yang
tebal. Akan tetapi, Formasi Petani mengandung gas biogenik dalam jumlah yang
besar, dan mulai dijadikan target eksplorasi saat ini.
2.3.10. Formasi Minas
Formasi Minas tersusun atas lapisan – lapisan gravel yang tipis, pasir lempung
dan endapan alluvial. Formasi ini merupakan endapan kuarter yang terendapkan
secara tidak selaras di atas Formasi Petani, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.3.
10
Gambar 2.3. Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah. Target reservoir berada pada Formasi Petani, ditunjukkan oleh kotak merah (Eubank dan Makki, 1981)
2.4. Petroleum System Cekungan Sumatra Tengah
Potensi hidrokarbon khususnya minyak bumi dalam jumlah besar pada
Cekungan Sumatra Tengah menjadi perhatian khusus bagi para perusahaan energi
berbasis minyak bumi. Hal ini dikarenakan adanya syarat – syarat yang
dibutuhkan suatu daerah untuk dikatakan sebagai petroleum system, yakni batuan
induk (source rock), batuan reservoir (reservoir rock), jalur migrasi fluida
(migration), batuan tudung (cap rock), dan jebakan (trap).
2.4.1. Batuan induk
Batuan induk yang terkandung pada Cekungan Sumatra Tengah berasal dari
Kelompok Pematang yang mempunyai ukuran butir yang halus, terutama shale
yang diendapkan pada lingkungan lacustrine dalam kondisi reduktif. Hal ini
membuat batuan yang terkandung kaya akan material organik. Ketebalan batuan
11
yang berada pada kelompok pematang mencapai 600 kaki, sehingga sangat
menguntungkan apabila minyak bumi dapat diproduksi. Batuan induk utama pada
Cekungan Sumatra Tengah adalah Brown Shale pada Kelompok Pematang.
2.4.2. Batuan reservoir
Batuan reservoir yang terdapat pada Cekungan Sumatra Tengah adalah
Kelompok Sihapas yang berada tepat di atas batuan induk, terdiri dari batupasir
yang terdapat pada Formasi Menggala, Bekasap, dan Duri (Barber dkk., 2005).
Ketebalan batuan reservoir ini mencapai 3300 kaki, dan sangat ekonomis untuk
diproduksi.
2.4.3. Jalur migrasi fluida
Hidrokarbon yang terkandung pada Cekungan Sumatra Tengah berasal tepat
dibawah Kelompok Sihapas. Jalur migrasi fluida hidrokarbon bergerak secara
vertikal keatas, langsung menuju Kelompok Sihapas dari Kelompok Pematang.
Migrasi terjadi sepanjang retakan, sesar, dan ketidakselarasan. Arah migrasi
ditunjukkan oleh struktur graben, dari sumber menuju arah flexural hinge pada
graben, sepanjang garis tepi batas sesar.
2.4.4. Batuan tudung
Batuan tudung yang terdapat pada Cekungan Sumatra Tengah berada di
Formasi Telisa, diendapkan diatas Kelompok Sihapas. Hal ini menyebabkan
migrasi minyak bumi yang berasal dari Kelompok Sihapas ditutupi oleh Formasi
Telisa. Formasi ini terbentuk pada fase regresi maksimum, menyebabkan batuan
yang dihasilkan memiliki butiran yang berukuran halus. Ketebalan batuan ini
mencapai 1600 kaki.
2.4.5. Jebakan
Jebakan utama yang berada pada Cekungan Sumatra Tengah jebakan bertipe
struktural (Eubank dan Makki, 1981). Struktur geologi berupa sesar dan lipatan
akibat pergerakan lempeng yang aktif di pinggiran Cekungan Sumatra Tengah
berpotensi menjebak hidrokarbon yang terkandung didalamnya.
12
2.5. Tinjauan Geofisika
Beberapa tinjauan geofisika yang telah dipakai untuk mendukung penelitian
Tugas Akhir adalah sebagai berikut:
1. Jenkins dkk., (1994) mengemukakan analisis yang dapat dipakai dalam
identifikasi pasir gas Formasi Petani di beberapa lapangan di Sumatra
Tengah. Beberapa metode yang dapat digunakan adalah metode AVO dan
ektraksi atribut.
2. Goodway dkk., (1996) menggunakan parameter Lamé untuk mempertajam
hasil AVO untuk mendiskriminasi konten fluida dan litologi.
3. Ugwu dan Nwankwo, (2014) menggunakan analisis pemodelan substitusi
fluida yang disertai parameter Lamé. Analisis tersebut dapat
mendiskriminasi litologi dan konten air berdasarkan respon AVO yang
diterima.
4. Hemdan dkk., (2015) menggunakan analisis AVO untuk mendiskriminasi
tipe hidrokarbon pada lapangan “Sama”, WDDM, Nile Delta, Mesir. Hasil
yang didapat adalah respon AVO dapat digunakan untuk memprediksi tipe
hidrokarbon.