bab i pendahuluanetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/s1-2017... · diperoleh dari...

21
18 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan survei Global Navigation Satellite System (GNSS) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Teknologi GNSS merupakan pengembangan teknologi dari GPS. Beberapa satelit yang mengorbit untuk menentukan posisi tergabung menjadi satu kesatuan sistem (GPS, GLONASS, GALLILEO, COMPASS, QZSS, dsb). Perkembangan teknologi GNSS sebanding dengan kebutuhan dan ketersediaan data spasial yang tinggi. Oleh sebab itu, teknologi GNSS mampu diaplikasikan dalam berbagai bidang pekerjaan, khususnya bidang survei dan pemetaan. Metode penentuan posisi dengan survei GNSS terdapat dua metode yaitu diferensial dan absolut. Metode penentuan posisi dengan survei GNSS secara diferensial dapat menggunakan metode Real Time Kinematik (RTK). Penentuan posisi pada suatu titik (rover) ditentukan relatif terhadap titik lainnya. Titik tersebut yang telah diketahui koordinatnya dan dilakukan pengurangan data yang diamati oleh dua receiver GNSS pada waktu yang sama. Hal tersebut bertujuan untuk mereduksi dan menghilangkan beberapa jenis kesalahan dan bias data GPS. Sedangkan metode penentuan posisi dengan survei GPS secara absolut yaitu metode penentuan posisi dengan hanya menggunakan satu buah receiver GPS/GNSS. Namun metode ini hanya memberikan ketelitian dengan kisaran 3 s.d 10 m tanpa melalui post-processing. Perkembangan teknologi terbaru survei GNSS saat ini di Indonesia yaitu metode yang dikenal Precise Point Positioning (PPP). PPP merupakan sistem yang mampu meningkatkan ketelitian GNSS dengan hanya menggunakan satu receiver GNSS yang didasarkan pada metode penentuan posisi secara absolut. PPP kemudian berkembang menjadi Real Time Precise Point Positioning (RT-PPP) dimana penentuan posisi secara akurat dapat dengan praktis dilakukan secara real-time diterima oleh pengguna di lapangan. Teknik pengoreksian RT-PPP yaitu cara pengoreksian sinyal satelit navigasi yang masih mengandung kesalahan orbit, jam satelit dan bias menggunakan pemodelan dan algoritma tertentu. Salah satu media

Upload: trinhdiep

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

18

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi penentuan posisi dengan survei Global Navigation

Satellite System (GNSS) mengalami kemajuan yang sangat pesat. Teknologi GNSS

merupakan pengembangan teknologi dari GPS. Beberapa satelit yang mengorbit untuk

menentukan posisi tergabung menjadi satu kesatuan sistem (GPS, GLONASS,

GALLILEO, COMPASS, QZSS, dsb). Perkembangan teknologi GNSS sebanding

dengan kebutuhan dan ketersediaan data spasial yang tinggi. Oleh sebab itu, teknologi

GNSS mampu diaplikasikan dalam berbagai bidang pekerjaan, khususnya bidang

survei dan pemetaan.

Metode penentuan posisi dengan survei GNSS terdapat dua metode yaitu

diferensial dan absolut. Metode penentuan posisi dengan survei GNSS secara

diferensial dapat menggunakan metode Real Time Kinematik (RTK). Penentuan posisi

pada suatu titik (rover) ditentukan relatif terhadap titik lainnya. Titik tersebut yang

telah diketahui koordinatnya dan dilakukan pengurangan data yang diamati oleh dua

receiver GNSS pada waktu yang sama. Hal tersebut bertujuan untuk mereduksi dan

menghilangkan beberapa jenis kesalahan dan bias data GPS. Sedangkan metode

penentuan posisi dengan survei GPS secara absolut yaitu metode penentuan posisi

dengan hanya menggunakan satu buah receiver GPS/GNSS. Namun metode ini hanya

memberikan ketelitian dengan kisaran 3 s.d 10 m tanpa melalui post-processing.

Perkembangan teknologi terbaru survei GNSS saat ini di Indonesia yaitu

metode yang dikenal Precise Point Positioning (PPP). PPP merupakan sistem yang

mampu meningkatkan ketelitian GNSS dengan hanya menggunakan satu receiver

GNSS yang didasarkan pada metode penentuan posisi secara absolut. PPP kemudian

berkembang menjadi Real Time Precise Point Positioning (RT-PPP) dimana

penentuan posisi secara akurat dapat dengan praktis dilakukan secara real-time

diterima oleh pengguna di lapangan. Teknik pengoreksian RT-PPP yaitu cara

pengoreksian sinyal satelit navigasi yang masih mengandung kesalahan orbit, jam

satelit dan bias menggunakan pemodelan dan algoritma tertentu. Salah satu media

Page 2: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

19

komunikasi yang digunakan untuk mengirim data koreksi secara real-time melalui

sinyal satelit L-Band.

Aplikasi survei GNSS dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang pekerjaan

antara lain yaitu survei pemetaan, navigasi, studi pengamatan ionosfer, militer dan

sebagainya. Salah satu aplikasi survei GNSS untuk survei pemetaan yaitu pekerjaan

pemetaan topografi. Metode RT-PPP merupakan metode alternatif untuk kegiatan

tersebut karena hanya membutuhkan satu receiver untuk mendapatkan koordinat

dengan presisi yang tinggi tanpa harus melakukan post-processing. Dengan demikian

kegiatan pemetaan situasi dapat dilakukan secara efisien, ekonomis dan memiliki

kualitas data yang relatif baik.

Pembangunan Edu wisata di Desa Sirnajaya dilakukan dengan

mempertimbangkan aspek lokasi dan pertumbuhan ekonomi di bidang pertanian dan

perkebunan. Berdasar lokasi perencanaan Edu wisata yang topografinya bervariasi,

pembuatan peta lokasi perencanaan menggunakan metode RT-PPP menjadi salah satu

solusi yang sesuai dengan situasi dan kondisi. Metode RT-PPP dilakukan dengan

mempertimbangkan tingkat efisiensi tenaga, biaya serta kondisi di lapangan.

Pengukuran detil menghasilkan data yang menjadi masukan untuk pembuatan

peta situasi. Pengukuran detil dengan metode RT-PPP menghasilkan posisi dari setiap

detil yang ada di kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata dalam bentuk point.

Penggambaran detil dan garis kontur di kawasan Edu wisata diperlukan agar hasil

pengukuran dalam bentuk point tersebut dapat merepresentasikan detil dan keadaan

topografinya. Penggambaran detil dan kontur di kawasan Edu wisata dilakukan dengan

software.

Kegiatan aplikatif ini menghasilkan informasi kemampuan metode RT-PPP

untuk akuisisi data detil di kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata dan peta

situasi kawasan perencanaan pembangunan Edu wisata skala 1 : 1000. Peta situasi

tersebut menggambarkan keadaan terkini dari kawasan perencanaan pembangunan

Edu wisata disertai dengan posisi setiap detil dan kontur yang merepresentasikan

topografi kawasannya.

Kawasan tersebut memiliki area yang relatif luas topografinya sehingga

membutuhkan metode survei pemetaan alternatif untuk mendapatkan data spasial

(topografi) secara efisien dan efektif. Oleh sebab itu, kegiatan aplikatif ini diharapkan

Page 3: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

20

dapat memenuhi kebutuhan data spasial tersebut yang dibutuhkan pada tahap

perencanaan pembangunan Edu wisata. Penggunaan metode yang efektif untuk

pekerjaan pemetaan dapat digunakan untuk menekan biaya anggaran peralatan yang

diajukan oleh konsultan pemetaan.

I.2. Lingkup Kegiatan

Agar tidak menyimpang dari permasalahan dan dapat mencapai sasaran yang

diharapkan, maka lingkup kegiatan pada skripsi ini sebagai berikut:

1. Lokasi kegiatan aplikatif ini berada di Desa Sirnajaya, Kecamatan

Sukamakmur, Bogor, Jawa Barat.

2. Lokasi kegiatan yang digunakan dalam kegiatan aplikatif adalah kawasan

kawasan pembangunan Edu Wisata seluas 16 Ha dari luas area seluruhnya

116,029 ha.

3. Sistem koordinat horizontal yang dipakai adalah Universal Transvers

Mercator (UTM) zona 48S dengan elipsoid referensi WGS 1984.

4. Sistem tinggi yang digunakan dalam pengukuran ini berdasarkan EGM2008.

5. Pengamatan dilakukan menggunakan receiver GNSS Navcom SF-3040

dengan layanan koreksi sinyal satelit Starfire.

6. Proses uji ketelitian horizontal peta dilakukan dengan membandingkan data

ukuran segmen jarak di lapangan menggunakan pita ukur dengan data segmen

jarak di peta yang sudah dikalikan dengan angka skala peta dan

membandingkan koordinat titik uji data hasil plot di peta dengan data

pengukuran di lapangan menggunakan Total Station.

7. Proses uji ketelitian vertikal peta dilakukan dengan membandingkan data

tinggi hasil ukuran di lapangan dengan data tinggi di peta. Data tinggi di peta

diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan dengan hasil ukuran titik

tinggi di lapangan menggunakan Total Station dengan acuan sistem tinggi yang

sama.

8. Toleransi untuk uji ketelitian horizontal yang digunakan adalah 30 cm yang

diperoleh dari rumus 0,3 mm dikali angka skala peta. Toleransi untuk uji

ketelitian vertikal yang digunakan adalah 25 cm yang diperoleh dari 0,5 dikali

nilai interval kontur. Toleransi uji ketelitian horizontal dan vertikal didasarkan

Page 4: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

21

pada ketentuan Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial No. 15 tahun

2014 tentang Pedoman Teknis Ketelitian Peta Dasar.

9. Lokasi kegiatan aplikatif ini memiliki topografi yang bervariasi.

I.3. Tujuan

Kegiatan aplikatif ini bertujuan untuk menghasilkan peta situasi yang dapat

digunakan untuk perencanaan pembangunan Edu wisata di Desa Sirnajaya dengan

survei GNSS metode RT-PPP dengan skala 1:1000.

I.4. Manfaat

Manfaat yang diharapkan dari kegiatan aplikatif ini sebagai berikut:

1. Dapat menyelesaikan pemetaan situasi dengan survei GNSS metode RT-PPP

sebagai solusi alternatif untuk mendapatkan data detil situasi dan topografi.

2. Dapat menyajikan peta situasi skala 1:1000 di kawasan perencanaan pembangunan

Edu wisata Sirnajaya.

I.5. Landasan Teori

I.5.1. Pemetaan Situasi

Pemetaan situasi merupakan pemetaan dari suatu lokasi/daerah mencakup

penyajian dalam bentuk horizontal dan vertikal dalam suatu gambaran. Peta situasi

merupakan peta yang merepresentasikan kondisi permukaan bumi yang sebenarnya

dengan skala tertentu, termasuk bentukan-bentukan alamiah maupun buatan (Davis,

1981). Pengukuran dilakukan terhadap semua benda/titik-titik benda, baik yang berupa

unsur buatan manusia maupun unsur alam. Kondisi permukaan bumi pada peta situasi

direpresentasikan dengan menggunakan garis-garis kontur. Pengukuran horizontal dan

vertikal serta detil disebut juga pengukuran situasi. Jumlah detil unsur situasi yang

diukur harus betul-betul representatif, oleh sebab itu kerapatan letak detail harus selalu

dipertimbangkan terhadap bentuk unsur situasi serta skala dari peta yang dibuat.

Page 5: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

22

Informasi yang diberikan pada peta situasi (Anonim, 2013) :

1. Kontur permukaan bumi,

2. Detil permukaan bumi,

3. Informasi peta (no. peta, judul peta, skala peta, koreksi peta, legenda,

proyeksi peta dan satuan kedalaman laut serta informasi kelengkapan peta

lainya),

4. Skala peta perbandingan satu satuan panjang di peta terhadap panjang

sebenarnya.

Tingkat kerapatan detil pada peta situasi bergantung pada skala dari peta yang

ditentukan. Penentuan skala peta didasarkan pada tujuan dari peta yang dibuat. Skala

peta adalah perbandingan antara jarak di peta dengan jarak sesungguhnya di lapangan

(Sariyono, 2010). Skala peta 1 : 1000, berarti 1 cm jarak di peta sebanding dengan

1000 cm atau 10 m di lapangan. Peta situasi dengan skala peta 1 : 1000, memiliki

spesifikasi peta sebagai berikut (Basuki, 2006):

1. Satu sentimeter jarak di peta sebanding dengan 10 m di lapangan atau 1 mm

jarak di peta sebanding dengan 1 m di lapangan.

2. Dimensi dari detil planimetrik yang diukur di lapangan lebih dari 1 m.

3. Interval kontur 50 cm.

4. Toleransi ketelitian horizontal peta 30 cm.

5. Toleransi ketelitian vertikal peta 25 cm.

Garis kontur adalah garis khayal di lapangan yang menghubungkan titik

dengan ketinggian yang sama garis kontur dapat diartikan juga sebagai garis kontinyu

di atas peta yang memperlihatkan titik-titik dengan ketinggian yang sama. Garis kontur

disajikan pada peta untuk memperlihatkan naik turunnya keadaan permukaan tanah.

Kegunaan yang lain dari garis kontur adalah untuk memberikan informasi slope

(kemiringan tanah), irisan profil memanjang atau melintang permukaan tanah, dan

perhitungan galian serta timbunan. Interval kontur adalah selisih tinggi atau jarak

vertikal antara dua buah garis kontur yang berurutan. Besarnya interval kontur secara

umum dinyatakan dengan rumus 1/2000 x angka penyebut skala (dalam meter).

Garis kontur mempunyai beberapa sifat yaitu (Basuki, 2006):

a. Tidak berpotongan,

b. Tidak bercabang,

Page 6: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

23

c. Tidak bersilangan,

d. Semakin jarang menunjukkan daerah yang semakin datar,

e. Semakin rapat menunjukkan daerah yang semakin curam,

f. Tidak berhenti di dalam peta.

1.5.1.1 Jaring Kontrol Horizontal (JKH). Jaring kontrol horizontal adalah metode

penentuan jaring kontrol horizontal dengan teknologi GNSS merupakan penentuan

posisi titik-titik kontrol pemetaan dengan prinsip resection (pemotongan ke belakang).

Jaring kontrol horizontal merupakan sekumpulan titik kontrol horizontal yang satu

sama lainnya dikaitkan dengan data ukuran jarak dan/atau sudut, dan koordinatnya

ditentukan dengan metode pengukuran/pengamatan tertentu dalam suatu sistem

referensi koordinat horizontal tertentu. Jaring kontrol horizontal memiliki kelas

jaringan yaitu atribut yang mengkarakteristikan ketelitian internal (tingkat presisi) dari

jaringan, yang pada prinsipnya bergantung pada tiga faktor utama, yaitu kualitas data,

geometri jaringan, serta metode pengolahan data. Kelas tersebut dinilai melalui

analisis ketelitian hasil proses terkendala minimal. Untuk realisasi praktis dari sistem

referensi koordinat sehingga sistem tersebut dapat digunakan untuk pendeskripsian

secara kuantitatif posisi dan pergerakan titik-titik, baik di permukaan bumi (kerangka

terestris) maupun di luar bumi (kerangka selestial atau ekstra-terestris). Kerangka

referensi biasanya direalisasikan dengan melakukan pengamatan-pengamatan

geodetik, dan umumnya direpresentasikan dengan menggunakan suatu set koordinat

dari sekumpulan titik maupun objek (seperti bintang dan kuasar) (SNI, 2002).

Metode pengukuran kerangka dasar pemetaan horizontal dengan survei GPS

ada beberapa macam yaitu (SNI10-6742, 2002):

1. Metode statik adalah metode survei GPS dengan waktu pengamatan yang

relatif lama (beberapa jam) di setiap titiknya. Titik-titik yang diukur posisinya

diam (tidak bergerak).

2. Metode stop and go adalah proses pengamatan GPS dengan melakukan

inisialisasi di titik awal untuk penentuan ambiguitas fase, receiver GPS

bergerak dari titik ke titik lainnya dan melakukan pengamatan dalam waktu

yang relatif singkat (sekitar 1 menit) pada setiap titiknya. Metode penentuan

posisi ini kadang disebut juga sebagai metode semi-kinematik

Page 7: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

24

3. Metode pseudo-kinematik adalah metode survei GPS yang pengamatannya di

dilakukan dua kali secara singkat (5 s.d 10 menit) pada satu titik dengan selang

waktu yang relatif cukup lama (1 s.d 2 jam) antara keduanya.

Untuk penentuan posisi di bumi dengan GPS dibagi menjadi dua (Sunantyo, 2000)

yaitu:

1. Metode absolut dikenal juga sebagai point positioning, menentukan posisi

hanya berdasarkan pada 1 receiver saja. Ketelitian posisi dalam beberapa meter

(tidak berketelitian tinggi) dan hanya diperuntukkan untuk keperluan navigasi.

2. Metode relatif atau sering disebut differential positioning, menetukan posisi

dengan menggunakan lebih dari satu receiver. Metode ini menghasilkan posisi

berketelitian tinggi umumnya kurang dari 1 m dan diaplikasikan untuk

keperluan survei geodesi atau pemetaan yang memerlukan ketelitian tinggi,

seperti metode kinematik differential, sistem DGPS dan RTK.

Pemilihan metode GNSS untuk pengukuran kerangka dasar pemetaan dikarenakan

ketelitian koordinat yang dihasilkan dari metode tersebut memiliki spesifikasi yang

tinggi yaitu mencapai fraksi milimeter.

I.5.1.2. Pengukuran detil. Detil adalah segala objek yang ada di lapangan, baik

yang bersifat alamiah seperti sungai, lembah, bukit, alur, dan rawa, maupun hasil

buatan manusia seperti jalan, jembatan, gedung, lapangan, stasiun, selokan, dan batas-

batas pemilikan tanah yang dijadikan isi dari peta yang dibuat (Basuki, 2006).

Pemilihan detil, distribusi dan teknik pengukurannya dalam pemetaan sangat

tergantung dari skala dan tujuan peta itu dibuat. Misal untuk peta kadaster atau

pendaftaran hak atas tanah, yang diperlukan adalah unsur batas-batas pemilikan tanah,

sedang beda tinggi atau topografinya tidak diperlukan. Sedangkan untuk peta teknik,

yang diperlukan adalah unsur-unsur topografi, detil alamiah serta hasil budaya

manusia yang konkrit ada di lapangan.

I.5.1.3. Penggambaran peta secara digital. Tahapan penggambaran peta situasi

dilakukan setelah semua detil yang terletak pada area pemetaan selesai diukur. Setelah

tahapan pengukuran, dilanjutkan dengan proses download data ukuran metode Real

Time Precise Point Positioning (RT-PPP). Untuk mengetahui bentuk fitur-fitur yang

sudah diukur secara grafis, langkah selanjutnya adalah proses penggambaran peta

Page 8: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

25

secara digital. Disebut penggambaran secara digital dikarenakan data yang menjadi

data masukan berupa data softcopy hasil download dari perangkat pengukuran.

Penggambaran peta secara digital dilakukan dengan mengolah data hasil

download pengukuran, kemudian diolah dengan software Microsoft Excel untuk data

yang diperoleh melalui pengukuran Total Station. Data hasil pengukuran GPS,

khususnya data dengan format rinex hasil pengukuran GPS metode RTK radio, proses

download data langsung dilakukan dari receiver GPS tanpa harus diolah dengan

Microsoft Excel. Data yang sudah di download kemudian di plotting dengan software

AutoCAD Land Desktop.

Penggambaran peta situasi secara digital menggunakan software AutoCAD

Land Desktop mencakup tahapan plotting, editing dan finishing dari data ukuran yang

meliputi :

1. Penggambaran detil planimetrik.

Detil planimetrik yang digambar berupa detil-detil yang telah diukur dan telah

dikelompokkan menurut layer nya. Fitur-fitur tersebut digambarkan agar peta

situasi yang dihasilkan merepresentasikan kondisi sebenarnya dari daerah yang

dipetakan. Proses penggambaran detil planimetrik dilakukan dengan cara

mendigitasi titik-titik detil sesuai layer masing-masing menggunakan tools dari

software CAD yaitu garis 3D polyline, kemudian dilanjutkan dengan mengatur

properties layer seperti ketebalan garis, warna, dan jenis hatch.

2. Penggambaran garis kontur.

Garis kontur perlu digambarkan dalam suatu peta situasi dengan tujuan untuk

mengetahui gambaran topografi dari daerah yang dipetakan. Seperti misalnya

pada kasus perbedaan topografi antara gunung dan lembah, agar perbedaan

yang mencolok tersebut dapat dilihat dengan jelas pada peta yang

menampilkan representasi permukaan bumi secara 3D diperlukan

penggambaran garis kontur yang disertai dengan informasi nilai ketinggiannya.

Garis kontur tersebut menggambarkan tren dari topografi di suatu daerah

pemetaan karena memuat informasi tinggi yang ditampilkan dalam bentuk nilai

dari interval kontur.

Penggambaran kontur dilakukan dengan seluruh data dari titik tinggi topografi

yang terkelompok dalam layer khusus yang disebut spot height (kode SH). Dalam

Page 9: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

26

pelaksanaannya, pembuatan kontur juga dipadu dengan layer-layer detil planimetrik

yang telah dibuat sebelumnya. Layer-layer planimetrik seperti jalan, bangunan dan

sebaiknya difungsikan sebagai breaklines agar kontur yang dihasilkan memiliki trend

yang representatif atau sesuai dengan keadaan topografi di lapangan. Interpolasi

kontur dapat menggunakan metode kriging, yaitu metode geostatik yang digunakan

untuk memprediksi nilai sebuah titik dari nilai observasi di sekitarnya dengan bobot

sesuai kovarian spasialnya (Bohling, 2005). Interpolasi kriging dapat dihitung dengan

persamaan (I.2) (Forsberg dan Tscherning, 2008, dalam Triarahmadhana, 2014).

Ŝ = ∑ 𝑖

𝑥𝑖𝑟𝑖

2

∑ 𝑖 1

𝑟𝑖2

............................................................................................... (I.1)

Keterangan persamaan (I.2) sebagai berikut (Forsberg dan Tscherning, 2008):

Ŝ : nilai hasil interpolasi (satuan meter).

xi : nilai tinggi yang telah diketahui (satuan meter).

ri : jarak antara titik yang diketahui nilainya dan yang diinterpolasi (satuan meter).

3. Penyajian peta.

Proses editing yang dilakukan meliputi digitasi detil planimetrik dan

pembuatan garis kontur. Setelah proses ini selesai, kemudian dilanjutkan

dengan proses pembuatan peta situasi dengan software ArcGIS agar kaidah-

kaidah kartografi dalam penyajian suatu peta situasi dapat dipenuhi. Agar peta

situasi yang disajikan memenuhi kaidah kartografi, suatu peta harus memiliki

komponen peta yang meliputi isi peta, judul peta, skala peta dan simbol arah,

legenda, indeks peta, grid, nomor peta, sumber peta dan jenis proyeksi peta

yang digunakan (Saraswati, 1979).

I.5.2. SNI Peta Situasi

Spesifikasi ketelitian peta situasi terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)

No. 19-6502.2-2000. SNI ini merupakan tindak lanjut dari Undang-undang No. 22

tahun 1999 tentang Otonomi Daerah pasal 7 ayat 2 yang menyatakan bahwa standar

teknis pemetaan situasi ini dirumuskan oleh Bakosurtanal dengan penanggung jawab

Page 10: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

27

pusat data dan Informasi Geografi Nasional (Pusdignas). Datum kontrol horizontal

yang digunakan baik untuk darat maupun laut yang digunakan di dalam peta adalah

SRGI 2013, dengan parameter sferoid berikut:

1. a = 6.378.137,0 m

2. f = 1/ 298,257223563

dalam hal ini,

3. a : setengah sumbu panjang elips, dan

4. f : flattening (penggepengan) elips

proyeksi dan grid peta yang digunakan dalam peta desa adalah Universal Transverse

Mercator (UTM). Proyeksi dan pembagian zona grid mengacu pada sferoid yang telah

dispesifikasikan dalam SRGI 2013.

Jika seluruh wilayah desa tidak dapat disajikan dalam satu lembar peta desa

skala 1 : 1000, maka desa disajikan dalam peta desa skala 1 : 1000 indeks. Pemilihan

skala didasarkan pada ukuran desa yang akan dipetakan. Untuk format kertas A3

berukuran 38 cm x 29.3 cm, dipergunakan untuk bidang dengan skala 1:5.000, 1:2.500,

1:1.000, 1:500, 1:250 dan skala lain dapat menyesuaikan sesuai bidang luas bidang

tanahnya, yang dibatasi garis penuh dengan ketebalan 0.3 mm dan di dalamnya yaitu:

Muka peta ; Ukuran muka peta adalah 28 cm x 28 cm

1. Bidang gambar ; bagian yang melingkupi muka peta dengan titik pusat sama

dengan titik pusat muka peta dan dibatasi garis penuh dengan ukuran 28 cm

x 28 cm. Jadi muka peta dan bidang gambar adalah sama.

Kotak keterangan ; bagian yang berisi judul, arah utara dan skala, lokasi,

petunjuk lembar, keterangan, legenda, instansi pembuat serta bagian

pengesahan peta tematik dengan ukuran 8 cm x 28 cm.

2. Jarak antara bidang gambar dengan kotak keterangan adalah 2 cm, jarak antara

bidang gambar / kotak keterangan terhadap garis tepi (batas tepi) peta adalah 1

cm.

Page 11: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

28

Adapun unsur-unsur yang berada di dalam kotak keterangan

Kotak judul dan skala;

1. Judul yaitu :

ditulis sesuai dengan temanya misal: peta penggunaan tanah atau peta

kemampuan tanah, dengan huruf Arial Bold 11 dan jarak dari garis tepi atas

ke bagian atas huruf adalah 1.5 cm.

2. Arah utara ; dengan ukuran symbol 74 berupa panah dengan panjang 2 cm,

bagian sayap 0.8 cm, dengan huruf U pada bagian atasnya serta ukuran Arial

font 7, jarak huruf dengan ujung panah 2 mm. Sayap bagian kiri di buat hitam.

3. Skala numeris; berupa tulisan (contoh) “ Skala 1 : 1000 “ (sesuai dengan

skala yang dibuat). Tulisan skala menggunakan ukuran huruf Arial Bold 6.

4. Skala grafis; Skala grafis dibuat berupa tiga garis horizontal paralel dengan

panjang 6.5 cm x 0.5 cm, jarak masing-masing garis 1 mm.

5. Jarak dari skala numeris ke bagian atas angka skala grafis adalah kurang lebih

1.3 cm, sedangkan jarak skala grafis dengan garis batas kotak adalah 1.5 cm.

(BIG, 2016)

1.5.3. Sistem Tinggi

Ketinggian titik yang diberikan oleh GPS adalah ketinggian titik di atas

permukaan ellipsoid, yaitu ellipsoid World Geodetic System (WGS) 84. Tinggi

ellipsoid (h) tersebut tidak sama dengan tinggi orthometric (H) yang umum digunakan

untuk keperluan praktis sehari-hari yang biasanya diperoleh dari pengukuran sipat

datar (levelling). Tinggi orthometric suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas geoid

diukur sepanjang garis gaya berat yang melalui titik tersebut, sedangkan tinggi

ellipsoid suatu titik adalah tinggi titik tersebut di atas ellipsoid dihitung sepanjang garis

normal ellipsoid yang melalui titik tersebut (Abidin, 2004).

Hubungan antara tinggi geometrik, tinggi orthometric dan undulasi dapat

dilihat pada Gambar I.1.

Page 12: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

29

Gambar I.1. Hubungan antara tinggi ellipsoid, tinggi orthometric, dan undulasi

(Abidin, 2004)

Kasus seperti pada Gambar I.1, reduksi tinggi geometrik ke tinggi orthometric

dapat dihitung dengan persamaan I.1.

H= h – N .............................................................................................. (I.2)

Persamaan I.1 merupakan rumus pendekatan yang cukup teliti untuk keperluan

praktis, namun rumus tersebut tidak berlaku untuk pekerjaan geodesi yang teliti.

Persamaan tersebut tidak menyertakan komponen-komponen yang digunakan untuk

mendefinisikan geoid secara teliti. Pada persamaan I.1 tersebut, nilai undulasi geoid

yang digunakan untuk mereduksi tinggi geometrik ke tinggi orthometric merupakan

nilai N untuk keperluan praktis (Abidin, 2000).

1.5.4. Sistem Koordinat Universal Transvers Mercator (UTM)

Sistem UTM dengan sistem koordinat WGS 84 sering digunakan pada

pemetaan wilayah Indonesia. UTM menggunakan silinder yang membungkus ellipsoid

dengan kedudukan sumbu silindernya tegak lurus sumbu tegak ellipsoid (sumbu

perputaran bumi) sehingga garis singgung ellipsoid dan silinder merupakan garis yang

berhimpit dengan garis bujur pada ellipsoid. Pada sistem proyeksi UTM didefinisikan

posisi horizontal dua dimensi (x,y) menggunakan proyeksi silinder, transversal, dan

konform yang memotong bumi pada dua meridian standar. Seluruh permukaan bumi

dibagi atas 60 bagian yang disebut dengan UTM zone. Setiap zone dibatasi oleh dua

meridian sebesar 6° dan memiliki meridian tengah sendiri. Sebagai contoh, zone 1

N

Page 13: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

30

dimulai dari 180° BB hingga 174° BB, zone 2 di mulai dari 174° BB hingga 168° BB,

terus ke arah timur hingga zone 60 yang dimulai dari 174° BT sampai 180° BT. Batas

lintang dalam sistem koordinat ini adalah 80° LS hingga 84° LU. Setiap bagian derajat

memiliki lebar 8 yang pembagiannya dimulai dari 80° LS ke arah utara. Bagian derajat

dari bawah (LS) dinotasikan dimulai dari C,D,E,F, hingga X (huruf I dan O tidak

digunakan). Jadi bagian derajat 80° LS hingga 72° LS diberi notasi C, 72° LS hingga

64° LS diberi notasi D, 64° LS hingga 56° LS diberi notasi E, dan seterusnya. (Aryono,

1989)

Dalam penggunaan sistem koordinat UTM ada beberapa ketentuan yang harus

diperhatikan sebagai berikut (Aryono, 1989):

1. Bidang silinder memotong bola bumi pada dua buah meridian yang disebut

meridian standar dengan faktor skala 1.

2. Lebar zone 6° dihitung dari 180° BB dengan nomor zone 1 hingga ke 180° BT

dengan nomor zone 60. Tiap zone mempunyai meridian tengah sendiri.

3. Perbesaran di meridian tengah = 0,9996.

4. Batas paralel tepi atas dan tepi bawah adalah 84° LU dan 80° LS.

Dalam penggunaannya sistem koordinat UTM memiliki beberapa karakteristik

sebagai berikut :

1. Proyeksi bekerja pada setiap bidang ellipsoid yang dibatasi cakupan garis

meridian dengan lebar yang disebut zone.

2. Proyeksi garis meridian pusat (MC) merupakan garis vertikal pada bidang

tengah poyeksi.

3. Proyeksi garis lingkar equator merupakan garis lurus horizontal di tengah

bidang proyeksi.

4. Grid merupakan perpotongan garis-garis yang sejajar dengan dua garis

proyeksi pada butir dua dan tiga dengan interval sama. Jadi garis

pembentukan grid bukan hasil dari garis bujur atau lintang ellipsoid (kecuali

garis meridian pusat dan equator).

5. Penyimpangan arah garis meridian terhadap garis utara grid di meridian pusat

sama, atau garis arah meridian yang melalui titik luar meridian pusat tidak

sama dengan garis arah utara grid peta yang disebut konvegerensi meridian.

Page 14: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

31

Dalam luasan dan skala tertentu tampilan simpangan ini dapat diabaikan

karena kecil.

Setiap zone UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada

perpotongan antara meridian sentralnya dengan ekuator. Dan, untuk menghindari

koordinat negatif, meridian tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 m. Untuk zone

yang terletak dibagian selatan ekuator (LS), juga untuk menghindari koordinat negatif

ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000 m. Sedangkan untuk zone yang

terletak dibagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai ordinat 0 m. Wilayah

Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, mulai dari meridian 90° BT hingga meridian

144° BT dengan batas paralel (lintang) 11° LS hingga 6°LU. Dengan demikian,

wilayah Indonesia dimulai dari zone 46 (meridian sentral 93° BT) hingga zone 54

(meridian sentral 141° BT) (Prihandito, 1989).

1.5.5. Earth Gravitational Model 2008 (EGM2008)

EGM2008 merupakan model geopotensial global yang dipublikasikan oleh

National Geospatial-Intellegence Agency (NGA). Model geopotensial global ini,

mengandung informasi mengenai data koefisien harmonik bola, yaitu orde (n), degree

(m), koefisien potensial normal penuh (C, S) dan standar deviasinya (sigma C, sigma

S) (Pavlis, dkk, 2008). Model geopotensial ini, lengkap dengan koefisien harmonik

degree dan orde 2159 dan memuat tambahan sampai degree 2190. EGM2008 sudah

memiliki anomali gayaberat dengan grid 5‟x5‟ yang telah ditingkatkan berdasarkan

pengukuran dari satelit GRACE (Pavlis, 2012, dalam Borge 2013).

Nilai undulasi dari EGM2008 di area pengukuran diperoleh secara otomatis dari

fitur yang terdapat pada receiver GNSS. Nilai undulasi tersebut digunakan untuk

proses reduksi tinggi di atas ellipsoid ke tinggi orthometric (Triarahmadhana, 2014).

I.5.6. Metode Penentuan Posisi dengan GNSS

Menurut Roberts (2004), dalam Kurniawan, 2014, mengatakan bahwa GNSS

merupakan suatu sistem navigasi dan penentuan posisi geospasial (bujur, lintang, dan

ketinggian) dan waktu dengan cakupan dan referensi global yang menyediakan

informasi posisi dengan ketelitian yang bervariasi, yang diperoleh dari waktu tempuh

sinyal radio yang dipancarkan dari satelit ke receiver. Beberapa satelit navigasi yang

merupakan bagian dari GNSS dimiliki dan dikelola oleh beberapa negara, seperti GPS

Page 15: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

32

milik Amerika, GLONASS milik Rusia, GALILEO milik Uni Eropa, COMPASS

milik China, Indian Regional Navigation Satellite System (IRNSS) milik India, dan

Quasi-Zenith Satellite System (QZSS) milik Jepang (Rizos, 2009, dalam

Triarahmadhana 2014).

Metode penentuan posisi dengan GNSS dibagi atas dua macam, yaitu metode

penentuan posisi secara absolut dan penentuan posisi secara diferensial.

1.5.6.1. Penentuan posisi GNSS secara absolut. Metode penentuan posisi

secara absolut atau juga dikenal juga dengan point positioning merupakan penentuan

posisi suatu titik secara mandiri dimana posisi suatu titik direferensikan terhadap pusat

dari sistem koordinat. Prinsip dasar penentuan posisinya adalah pengikatan ke

belakang dengan mengukur jarak ke beberapa satelit sekaligus. Penentuan ini

diperlukan minimal empat satelit untuk dapat menentukan posisi suatu titik, sehingga

diperoleh empat parameter yang terdiri atas tiga koordinat (X, Y, Z) atau (f ,λ, h) dan

satu parameter waktu. Dalam hal ini posisi ditentukan dalam sistem WGS 84 terhadap

pusat massa bumi. Dalam metode ini, posisi yang ditentukan bisa dalam keadaan diam

maupun dalam keadaan bergerak. Titik yang ditentukan posisinya tidak tergantung

pada titik lain yang berarti juga tidak dilakukan pengamatan di titik lain, maka receiver

GPS yang digunakan hanya satu buah. Ketelitian posisi yang diperoleh dari metode ini

rendah karena ketelitian posisi titik tergantung pada ketelitian data serta geometri

satelit. Data posisi yang diperoleh masih terpengaruh oleh bias dan kesalahan. Oleh

karena itu metode penentuan posisi absolut tidak digunakan untuk menentukan posisi

yang membutuhkan ketelitian tinggi. Metode penentuan posisi secara absolut pada

prinsipnya adalah reseksi dengan jarak ke beberapa satelit secara simultan. Jarak hasil

hitungan oleh receiver GPS diperoleh dari data ukuran rambat sinyal dari satelit ke

receiver. Metode pendekatan yang dilakukan pada penentuan posisi dengan metode

absolut ini adalah metode pendekatan pseudorange.

I.5.6.2. Penentuan posisi GNSS secara diferensial. Penentuan posisi secara

diferensial adalah penentuan vektor jarak antara dua stasiun pengamatan, yang dikenal

dengan jarak basis atau baseline (Sunantyo, 2000). Penentuan posisi secara diferensial

yaitu menentukan posisi dua atau lebih titik di lapangan yang dilakukan secara

bersamaan dalam rentang waktu yang sama. Metode ini diperlukan minimal dua unit

receiver dan software GPS pengolah data. Pada penentuan posisi diferensial atau

Page 16: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

33

sering disebut dengan metode relatif, posisi titik-titik yang diperoleh ditentukan

terhadap titik lain yang telah diketahui koordinatnya yang dianggap sebagai titik

acuan. Data ukuran pengamatan yang digunakan dalam penentuan posisi secara

diferensial dapat berupa pseudorange maupun carrier beat phase. Pada penentuan

posisi teliti cenderung digunakan carrier beat phase (Leick, 1995, dalam Kurniawan,

2014). Metode ini pengolahan datanya dilakukan secara post-processing. Kesalahan

dan bias yang dominan pada pengamatan dapat tereliminir dengan cara mengurangkan

data yang diamati oleh dua receiver GNSS pada waktu yang bersamaan, sehingga

ketelitian yang dicapai meningkat drastis dibanding dengan metode absolut.

Penentuan posisi diferensial pada dasarnya bertujuan untuk menentukan

koordinat sebuah titik yang belum diketahui dari sebuah titik yang sudah diketahui

koordinatnya. Dengan kata lain, penentuan posisi relatif diarahkan pada penentuan

vektor antara kedua titik yang seringkali disebut sebagai baseline. Macam-macam

metode penentuan GPS/GNSS dan RT-PPP dapat dijelaskan menggunakan diagram

alir pada Gambar I.2.

Gambar I.2. Macam-macam metode penentuan GPS/GNSS dan RT-PPP

(Abidin, 2000)

I.5.7. Teknologi GNSS dengan Metode RT-PPP

GNSS RT-PPP merupakan teknologi terbaru dalam dunia penentuan posisi

ekstraterestris dengan mendapatkan sinyal koreksi via L-band. Kelebihan dari

teknologi ini dibanding teknologi GPS/GNSS sebelumnya adalah secara real-time alat

GPS mampu mencapai ketelitian fraksi sentimeter dan tidak dibutuhkan adanya titik

Page 17: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

34

ikat/base. Pengamatan secara real-time pada teknologi GPS sebelumnya

membutuhkan stasiun referensi yang merupakan titik-titik Bench Mark (BM) ataupun

stasiun Continuous Operating Reference Systems (CORS) yang tersebar. Keberadaan

teknologi GPS/GNSS RT-PPP, para pengguna tidak harus membuat kerangka dasar

untuk membuat stasiun referensi (BM) ataupun meminta otorisasi penggunaan data

CORS pada instansi yang bersangkutan. Teknologi GPS/GNSS RT-PPP dapat

mencapai ketelitian hingga 5 cm. Hal ini dikarenakan teknologi GNSS RT-PPP

memanfaatkan data real-time stasiun jaringan data global yang mengirimkan algoritma

untuk menghitung data orbit, jam satelit GNSS dan hitungan perataan lainnya kepada

receiver GPS/GNSS yang dikirim melalui satelit L-Band dan atau IP (NTRIP)

(Pusdiklat Migas, 2015). Segmen GNSS dengan koreksi L-Band Starfire ditampilkan

pada Gambar I.3.

Gambar I.3. Segmen GNSS dengan sinyal koreksi L-Band Starfire

(Sumber dari: www.navcomtech.com/navcom_en_US/docs)

1.5.8. Teknologi GNSS Navcom dengan Layanan Starfire

Navcom membangun teknologi penentuan posisi dengan sistem GNSS

menggunakan sinyal koreksi L-band yang dikirim melalui sinyal satelit yang telah

dilakukan pengamatan sejak 15 tahun dan terus berlangsung sampai sekarang. Aplikasi

koreksi starfire/L-Band diterapkan pada GNSS Navcom untuk mencapai ketelitian

fraksi sentimeter.

Page 18: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

35

Starfire adalah sistem augmentasi GNSS berbasis satelit. Satelit yang

digunakan dalam hal ini adalah satelit komunikasi INMARSAT yang bergerak

mengikuti rotasi bumi atau disebut juga sebagai satelit geostasioner. Satelit inilah yang

mengirimkan koreksi selama 24 jam per hari untuk receiver yang memiliki kapabilitas

menerima sinyal L-Band. Sistem starfire beroperasi dengan delapan puluh lima stasiun

bumi yang melakukan pengamatan GNSS selama dua puluh empat jam per hari, data

tersebut terkoneksi dengan tujuh stasiun pengolahan algoritma yang mengirim data

koreksi ke stasiun pengunggah dan dikirim ke tujuh satelit INMARSAT yang

selanjutnya data koreksi tersebut diberikan kepada receiver/user di bumi.. Karena pada

dasarnya satelit INMARSAT adalah satelit komunikasi maka INMARSAT hanya

sebagai penghubung stasiun pengunggah dan receiver/user di bumi. Hasil pengamatan

satelit secara kontinyu tersebut dapat menghasilkan ketelitian dalam pengukuran

sebesar 5 cm untuk ketelitian horizontal dan 10 cm untuk ketelitian vertikal.

(Navcomtech, 2015).

1.5.9. Uji Peta

Uji peta dimaksudkan untuk mengetahui apakah peta tersebut sudah layak

dipakai atau tidak sesuai spesifikasi yang sudah ditentukan dalam kerangka acuan

pekerjaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil peta tersebut sesuai

dengan keadaan sebenarnya di lapangan atau tidak. Pengujian dilakukan dengan cara

melakukan pengukuran secara acak dan menyeluruh pada detil-detil planimetris, arah

atau beda tinggi. Uji peta dilakukan dengan membandingkan dan menguji antara

objek-objek dari peta yang diuji dengan keadaan sebenarnya di lapangan dengan cara

pengamatan dan pengukuran objek-objek tersebut baik pada peta maupun di lapangan

(Basuki, 2006).

Uji ketelitan posisi ditentukan dengan titik uji yang memenuhi ketentuan objek

yang digunakan sebagai titik uji peta, yaitu (Peraturan Kepala Badan Informasi

Geospasial No. 15 tahun 2014) :

1. Dapat diidentifikasi dengan jelas di lapangan dan di peta yang diuji.

2. Merupakan objek yang relatif tetap tidak berubah bentuk dalam jangka

waktu yang singkat.

3. Memiliki sebaran yang merata di seluruh area yang diuji.

Page 19: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

36

Uji ketelitian posisi yang dilakukan meliputi uji ketelitian horizontal dan uji ketelitian

vertikal. Hasil dari uji ketelitian horizontal dan ketelitian vertikal harus memenuhi

toleransi uji peta. Nilai toleransi untuk ketelitian tersebut berbeda-beda tergantung

pada skala peta yang dibuat. Toleransi uji ketelitian horizontal dan vertikal meliputi

(BIG, 2014) :

1. Uji ketelitian vertikal 90 % dari jumlah elevasi/koordinat tinggi yang diuji

kesalahannya harus lebih kecil dari 0,5 kali interval kontur.

2. Uji ketelitian horizontal 90 % dari jumlah jarak/koordinat planimetrik yang

diuji kesalahannya harus lebih kecil dari 0,3 mm pada skala peta.

1.5.10. Kartografi

Kartografi adalah suatu seni, ilmu dan teknik pembuatan peta yang melibatkan

pelajaran geodesi, fotogrametri, kompilasi dan reproduksi peta. Peta merupakan

penyajian grafis dari bentuk ruang dan hubungan antara berbagai perwujudan yang

diwakili. Dalam ilmu Geodesi peta merupakan gambaran dari permukaan bumi dalam

skala tertentu dan digambarkan di atas bidang datar melalui sistem proyeksi. Dalam

pembuatan peta agar informasi dapat disampaikan oleh orang yang membuat peta

harus memperhatikan konsep kartografi. Konsep kartografi bertujuan untuk membuat

penyajian peta menjadi mudah dibaca, mudah dimengerti, mudah ditafsirkan, mudah

dianalisis, sehingga memberi manfaat semaksimal mungkin sesuai maksud dan tujuan

(Aryono, 1989).

Menurut Aryono (1989) disebutkan beberapa ruang lingkup untuk pekerjaan

kartografi sebagai berikut:

1. Seleksi data untuk pemetaan,

2. Manipulasi dan generalisasi data,

3. Pekerjaan desain (simbol-simbol) dan kontruksi peta (proyeksi peta),

4. Teknik reproduksi,

5. Revisi peta.

Untuk memudahkan komunikasi peta yang efektif diperlukan simbol-simbol

yang dapat memudahkan penyampaian informasi peta. Ada tiga komponen yang harus

diperhatikan dari kartografi desain diantaranya warna, pola dan tipografi (seni cetak,

Page 20: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

37

tata huruf). Berdasarkan tiga komponen untuk memudahkan pelaksanaan simbolisasi

dari banyak variasi data, maka diadakan klasifikasi simbol yaitu:

1. Simbol titik

Simbol titik digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional

seperti kota, titik triangulasi dan sebagainya. Simbol tersebut bisa berupa

dot, segitiga, segiempat, lingkaran dan sebagainya

2. Simbol garis

Simbol garis digunakan untuk menyajikan data geografis misalnya sungai,

batas wilayah, jalan dan sebagainya.

3. Simbol luasan

Simbol luasan digunakan bila mewakili suatu area tertentu dengan simbol

yang mencakup luasan tertentu misalnya daerah rawa, hutan, padang pasir

dan sebagainya.

I.5.11. Uji Signifikansi Beda Parameter

Uji signifikansi beda parameter digunakan untuk mengetahui apakah nilai

parameter eksis secara stastistik dan berbeda signifikan dengan nilai nol (Ghilani,

2010). Pengujian signifikansi parameter ini menggunakan distribusi student. Pada

kegiatan aplikatif ini, parameter yang diuji adalah selisih antara data ukuran di

lapangan dengan data ukuran di peta. Kriteria pengujian dilakukan dengan

membandingkan nilai parameter dan simpangan baku parameter sesuai dengan

persamaan I.3 (Ghilani, 2010).

|T| = 𝐷

𝑆𝐷 ................................................................................................. (I.3)

Penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < t(df, α/2). Dalam hal ini,

|T| : nilai t-hitungan.

�̅� : rata-rata sampel dari selisih antara data ukuran di lapangan dengan

data ukuran di peta pada objek yang sama.

S𝐷 : simpangan baku sampel dari selisih antara data ukuran di lapangan

denga data ukuran di peta pada objek yang sama.

t(df, α/2) : nilai pada tabel t-Student dengan tingkat kepercayaan sebesar α dan

derajat kebebasan tertentu.

df : degree of freedom (sampel – 1).

Page 21: BAB I PENDAHULUANetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/107503/potongan/S1-2017... · diperoleh dari proses interpolasi yang dibandingkan ... oleh sebab itu kerapatan letak detail

38

Nilai �̅� dan S�̅� dapat dihitung dengan persamaan I.4. dan persamaan I.5.

�̅� =∑ (𝑥1−𝑥2)𝑛

𝑛−1

𝑛 .................................................................................... (I.4)

S𝐷=√∑(𝐷𝑖−𝐷 )2

𝑛−1 ..................................................................................... (I.5)

Dalam hal ini,

x1 : data ukuran jarak atau tinggi detil di lapangan.

x2 : data ukuran jarak atau tinggi detil di peta.

n : jumlah sampel.

Pengujian tersebut mengidentifikasikan bahwa rata-rata selisih sampel objek di peta

sama dengan di lapangan seperti pada persamaan I.6 dan I.7.

H0 : �̅� = 0, atau .................................................................................... (I.6)

H0 : �̅� ≠ 0 ............................................................................................. (I.7)

Daerah penerimaan untuk hipotesis nol (H0) adalah sebesar T < t(df, α/2). Nilai

kritis dari t dapat dilihat dari tabel-t yang terdapat pada Lampiran A. Nilai tersebut

ditentukan dengan melihat tingkat kepercayaan (α) dan nilai derajat kebebasan (df).

Apabila nilai t-hitungan lebih besar dari nilai t(df, α/2) menunjukan bahwa nilai

parameter berbeda secara statistik. Artinya, terdapat perbedaan yang signifikan antara

data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta sehingga H0 ditolak. Kondisi

sebaliknya apabila nilai t-hitungan lebih kecil dari nilai t(df, α/2) menunjukan bahwa nilai

parameter tidak berbeda secara statistik. Artinya, tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara data ukuran di lapangan dengan data ukuran di peta sehingga H0

diterima.