bab i - iii

47
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Sedangkan menurut Carpenito, Lynda Juall (1999) Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka bagian tubuh yang akan ditangani. Sebelum dilakukan pembedahan ada beberapa hal yang penting yang harus dipersiapkan yaitu persiapan preoperasi ( persiapan fisik dan mental ) Hal tersebut membantu memperkecil resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada penelitian keadaan penderita dan persiapan preoperasi. Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan .takut terhadap anestesi, takut terhadap 1

Upload: alwi-ucil

Post on 05-Dec-2014

174 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

jj

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I - III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Sedangkan

menurut Carpenito, Lynda Juall (1999) Pembedahan atau operasi adalah

semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan

membuka bagian tubuh yang akan ditangani. Sebelum dilakukan pembedahan

ada beberapa hal yang penting yang harus dipersiapkan yaitu persiapan

preoperasi ( persiapan fisik dan mental ) Hal tersebut membantu memperkecil

resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada

penelitian keadaan penderita dan persiapan preoperasi.

Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan .takut

terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang

ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas atau ancaman lain terhadap

citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Smeltzer and

Bare, 2002).

Prevalensi sindrom cemas diperkirakan dalam masyarakat sekitar 2%

sampai 4%, dari populasi yang datang ke institusi pelayanan umum, baik

yang rawat jalan maupun yang rawat inap, terdapat sekitar 17% sampai 27%

menunjukkan adanya sindrom cemas. Keadaan ini mempengaruhi lamanya

1

Page 2: BAB I - III

penyembuhan penyakit, jumlah pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan dan

jenis pengobatan yang diberikan.(Muslim Rusdi, 1991).

Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan

istirahat (Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2000). Tidur merupakan

kebutuhan yang sangat penting pada pasien preoperasi yang mengalami

kecemasan. Proses biokimia dan biofisika tubuh manusia mempunyai irama

dengan puncak fungsi atau aktifitas yang terjadi dengan pola yang konsisten

dalam siklus sehari – hari. Bila irama ini terganggu seperti gangguan pola

tidur pada pasien pre operasi dapat mempengaruhi proses biokimia dan proses

biofisika yang dapat menyebabkan penyimpangan dari norma kehidupan.

(Hudak dan Gallo, 1997 ).

Pada pasien preoperasi yang terencana mengalami kecemasan yang

mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 – 5 jam, sedangkan

kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam. (Gunawan L,

2001).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan

yang diangkat pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara

tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi

elektif”

2

2

Page 3: BAB I - III

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola

tidur pada pasien preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus

Bengkulu .

2. Tujuan khusus

a. Mendiskripsikan tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien

preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu .

b. Mendiskripsikan gangguan pola tidur yang dialami oleh pasien

preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu .

c. Mendiskripsikan tentang preoperatif di ruang Seruni RSUD M.

Yunus Bengkulu .

d. Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dan gangguan pola

tidur pada pasien preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M.

Yunus Bengkulu .

D. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukan penelitian hubungan antara tingkat kecemasan

dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi elektif, maka manfaat

penelitian ini diharapkan dapat :

3

3

Page 4: BAB I - III

1. Bagi Masyarakat

Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai hubungan antara

tingkat kecemasan dan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi

elektif.

2. Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan

keperawatan dan meningkatkan efektifitas dalam pemberian asuhan

keperawatan pada pasien pre operasi elektif

3. Bagi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi dalam penelitian lanjutan dan bahan

pertimbangan bagi yang melakukan penelitian sejenis.

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah pengetahuan peneliti di bidang keperawatan bedah

dan menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan penulisan

skripsi dengan daftar teori yang telah peroleh serta sebagai dasar penelitian

lain guna mengembangkan ilmu pengetahuan.

5. Bagi Petugas Kesehatan

Penelitian ini memberi masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan

keperawatan pada pasien preoperasi sehingga mampu mengatasi masalah

gangguan pola tidur dan mampu mengurangi tingkat kecemasan pasien

preoperasi elektif.

4

4

Page 5: BAB I - III

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Teori Terkait

1. Gangguan Pola Tidur

a. Definisi Tidur

Tidur bisa diartikan sebagai bagian dari periode alamiah kesadaran

yang terjadi ketika tubuh direstorasi (diperbaiki) yang dicirikan oleh

rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal.

Secara otomatis, otak kita memprogram untuk tidur begitu gelap datang

dan terbangun ketika terang tiba. Pun kita bisa tidur kapan saja, baik

karena mengantuk ataupun dipengaruhi obat-obatan. (Achmanto

Mendatu.2006).

b. Pola Tidur

Secara umum, proses tidur normal diawali dengan tahap

mengantuk, yaitu suatu keadaan saat hunungan antara kesadaran dengan

lingkungan. Pada saat mengantuk ini, rangsangan – rangangan dari luar

masih dapat diterima dengan mudah dan membuat terbangun atau

tersadar kembali. Kemudian, jika proses tidur berlanjut, maka

kesadaran semakin berkurang dan timbullah suatu tahap yang sering

disebut sebagai tahap tidur ayam. Pada tahap ini, rangsangan indrawi

masih sedikit dapat diterima (sayup-sayup), namun tidak mengganggu

kesadaran. Tahap berikutnya merupakan tahap yang terakhir, yaitu

tahap tidur nyenyak. Sekarang para ahli telah berhasil menemukan

5

5

Page 6: BAB I - III

adanya dua pola tidur, yaitu pola tidur biasa (Non REM) dan pola tidur

paradoksal REM).

1) Pola Tidur Biasa/Non REM (Non Rapid Eye Movement)

Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya

mempunyai ciri tersendiri. Pada tidur tahap I terjadi bila merasakan

ngantuk dan mulai tertidur. Jika telepon berbunyi atau ada sesuatu

sampai terbangun, sering kali tidak merasakan bahwa sebenarnya

kita telah tertidur. Gelombang listrik otak memperlihatkan

‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase. Tahap I ini

berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur.

Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap

tidur yang lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun

kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode tahap 2

berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang selama tahap

tidur 2 seseorang dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari

ekstremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian sentakan ini, sebagai

akibat masuknya tahapan REM.

Tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap tidur nyenyak.

Pada tahap 3, Orang yang tertidur cukup pulas, rileks sekali karena

tonus otot lenyap sama. Tahap 4 mempunyai karakter : tanpa

mimpi dan sulit dibangunkan, dan orang akan binggung bila

terbangun langsung dari tahap ini, dan memerlukan waktu beberapa

menit untuk meresponnya. Pada tahap ini, diproduksi hormone

6

6

Page 7: BAB I - III

pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki sel,

membangun otot dan jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar

setelah tidur nyenyak, setidaktidaknya disebabkan karena hormon

pertumbuhan bekerja baik.

Menurut Tarwoto & Wartonah, (2006) tahapan NonREM

mempunyai karakter sebagai berikut : NonREM Tahap I kedaan ini

masih dapat merespons cahaya, berlangsung beberapa menit,

aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila

terbangun terasa sedang mimpi. NonREM Tahap II tubuh mulai

relaksasi otot, berlangsung 10 – 20 menit, fungsi tubuh berlangsung

lambat, dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III

adalah awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit di bangunkan,

relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung 15

– 30 menit. NonREM Tahap IV sudah terdapat tidur nyenyak, sulit

untuk di bangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot

menurun, sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.

2) Pola Tidur Paradoksal/REM (Rapid Eye Movemoent)

Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM. Tidur

REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola nafas dan denyut

jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Kadang-

kadang timbul twitching pada tangan, kaki, atau muka, dan pada laki-

laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada

aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk

dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks.

7

7

Page 8: BAB I - III

Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran,

enjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan mempertahankan fungsi

sel-sel otak.

Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit.

Pada 90 menit pertama seluruh tahapan tidurnya adalah NonREM.

Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur REM, yang kemudian

kembali ke tahap tidur NonREM. Setelah itu hampir setiap 90 menit

tahap tidur REM terjadi. Pada tahap awal tidur, periode REM sangat

singkat, berlangsung hanya beberapa menit. Bila terjadi gangguan

tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam itu, setelah

kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap 3 & 4

lebih banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari

satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti aturan yang

biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3

atau 4. Tapi malam lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya.

(Widodo DP, 2000)

Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan

terbuka, kejang otot kecil, otot besar imobilisasi, pernapasan tidak

teratur, kadang dengan apnea, nadi cepat dan ireguler, tekanan darah

meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme

meningkat, temperatur tubuh naik, siklus tidur : sulit di bangunkan

(Alimul, 2006)

8

8

Page 9: BAB I - III

2. Gangguan Tidur

Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang dengan

kuantitas dan kualitas tidur yang kurang.(Gunawan L, 2001).

Beberapa gangguan tidur yaitu :

a. Insomnia

Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur,

atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup

tidur pada saat terbangun.Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab,

badan lemas dan daya tahan tubuh menurun sehingga menjadi mudah

terserang penyakit, dan gejala psikisnya : Lesu, lambat menghadapi

rangsangan dan sulit berkonsentrasi.

b. Hipersomnia

Hipersomnia adalah gangguan jumlah tidur yang berlebihan dan selalu

mengantuk di siag hari. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu

pasien tidak dapat menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap

usia,tapi paling sering pada awal remaja atau dewasa muda.Gejala

fisik: mengantuk yang hebat, gugup, depresi, hargadiri rendah,

hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi mengakibatkan immobilisasi,

tidak mampu bergerak waktu mula-mula bangun.Gejala psikis:

halusinasi visual atau audio (pendengaran).

c. Parasomnia

Parasomnia adalah gangguan tidur yang tidak umum dan tidak

diinginkan, yang tampak secara tiba- tiba selama tidur atau yang terjadi

pada ambang terjaga dan tidur. Sering muncul dalam bentuk mimpi

9

9

Page 10: BAB I - III

buruk yang ditandai mimpi lama dan menakutkan. Gejala fisik: jalan

waktu tidur, kadang-kadang bicara waktu tidur,mendadak duduk

ditempat tidur dan matanya tampak membelalak liar. Gejala psikis:

penderita jarang mengingat kejadianya.

3. Fisiologis Tidur

Dua sistem didalam batang otak, sistem pengaktivasi retikulum dan

daerah sinkronisasi bulbar, diyakini bekerja bersama mengontrol sifat

siklik pada tidur. Formasi retikulum ditemukan didalam batang otak. Ini

membetang ke atas sampai ke medula, pons, otak tengah dan kemudian ke

hipotalamus. Ini terdiri dari banyak sel saraf dan serabut. Saraf mempuyai

hubungan yang merelay impuls ke dalam kerteks serebral dan ke dalam

medula spinalis. Formasi retikulum membantu refleks dan gerakan

volunter, maupun aktivitas korteks yang berkaitan dengan keadaan sadar

penuh. Selama tidur, sistem retikulum mengalami beberapa stimulasi dari

korteks serebral dan dari tepi tubuh. Keadaan terbangun terjadi apabila

sistem retikulum diaktivasi dengan stimulasi dari korteks serebral dan dari

sel dan organ sensori tepi. Sebagai contoh: jam alam membangunkan kita

dari tidur ke keadaan sadar apabila kita menyadari bahwa kita harus

mempersiapkan diri untuk hari itu. Sensasi seperti nyeri, tekanan dan suara

menimbulkan keadaan terbangun melalui sel dan organ tepi. Keadaan

terbangun diaktivasi oleh korteks serebral dan sensasi tubuh. Selama tidur,

stimulasi dari korteks adalah minimal.

10

10

Page 11: BAB I - III

Hipotalamus mempunyai pusat kontrol untuk beberapa aktivitas

tubuh, salah satunya adalah mengenai tidur dan terbangun. Cedera pada

hipotalamus dapat menyebabkan seseorang tertidur untuk periode yang

abnormal atau panjang.

Sejumlah senyawa berperan sebagai neurotransmitter dan terlibat

dalam proses tidur. Norepinefrin asetilkolin, diikuti oleh dopamine,

serotonin dan histamin, terlibat dalam inhibisi GaBa (gamma aminobutyric

acid ) tampaknya perlu untuk inhibisi.

4. Manfaat Tidur

Tidur akan terlihat lebih baik setelah tidur malam yang baik adalah

berdasarkan pada keyakinan bahwa tidur :

a. Memulihkan kondisi fisik

b. Mengurangi stres dan kecemasan.

c. Memulihkan kemampuan untuk mengatasi dan berkonsentrasi pada

aktifitas kehidupannya sehari-hari.

Ada beberapa hal yang berhubungan dengan kebutuhan tidur dan

istirahat :

1) Kebiasaan tidur

Yang perlu diperhatikan kebiasaan banyaknya tidur pasien, kebiasaan

menjelang tidur, jam berangkat tidur, waktu yang diperlukan untuk

dapat tidur, jumlah terjaga selama tidur, obat-obatan yang diminum

pasien dan pengaruhnya terhadap tidur, lingkungan tidur sehari-hari,

persepsi pasien terhadap kebutuhan tidur, posisi waktu tidur.

11

11

Page 12: BAB I - III

2) Tanda-tanda klinis kekurangan istirahat dan tidur

Ada beberapa tanda klinis yang perlu diketahui terhadap pasien yang

kurang istirahat dan tidur, pasien mengungkapkan rasa capek, pasien

mudah tersinggung, dan kurang santai, apatis, warna kehitam-hitaman

di sekitar mata, konjungtiva merah, pusing dan mual.

3) Tahap perkembangan

Lama tidur yang dibutuhkan oleh seseorang tergantung pada usia.

Semakin tua usia seseorang semakin sedikit pula lama tidur yang

diperlukan.

Tabel 2.1 Pola Tidur Berdasarkan Tingkat Usia/Perkembangan

Tingkat

Perkembangan

Pola Tidur Normal

Bayi baru lahir Tidur 14-18 jam/hari, pernapasan teratur,

gerakan tubuh sedikit. 50 % tidur NREM

siklus tidur 45-60 menit

Bayi Tidur 13-16 jam/hari, 20-30 % tidur NREM

mungkin tidur sepanjang malam

1-3 tahun Tidur sekitar 11-12 jam/hari, 25 % tidur

REM.

3-6 tahun Tidur sekitar 11jam/hari, 20 % tidur REM.

Akil baligh Tidur sekitar 7-8,5 jam/hari, 20 % tidur REM

Dewasa Muda Tidur sampai 7-8 jam/hari, 20-50 % tidur

REM.

12

12

Page 13: BAB I - III

Dewasa pertengahan Tidur 7-8 jam/hari, 20 % tidur REM.

Mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk

dapat tidur.

Dewasa Tua

(Diatas 60 tahun)

Tidur sekitar 5-6 jam/hari, 20-25 % tidur

REM, mungkin mengalami insomnia dan

sering bangun sewaktu tidur.

(Lumbantobing, 2004 dan ----(2004).www.medicastore.com.)

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur

Beberapa faktor mempengaruhi tidur baik kualitas maupun kuantitas

tidur :

a. Pertimbangan tentang perkembangan

Variasai karena usia terjadi pada siklus tidur – bangun.

b. Aktivitas fisik

Aktivitas dan olah raga mempengaruhi tidur dengan cara meningkatkan

kelelahan, tampak bahwa aktivitas fisik meningkatkan baik tidur REM

maupun NREM.

c. Stres psikologis.

Penyakit dan situasi dalam kehidupan sehari – hari yang menyebabkan

srtess psikologis cencerung mengganggu tidur. Biasanya stress

psikologis mempengaruhi tidur melalui dua cara :

1) Orang yang mengalami stres cenderung sulit memperoleh jumlah

tidur yang dibutuhkan.

13

13

Page 14: BAB I - III

2) Tidur REM

Berkurang jumlahnya, ini menambah kecemasan dan stres.

d. Motivasi

Keinginan untuk bangun dan sadar penuh membantu mengatasi

mengantuk dan tidur. Apabila motivasi untuk tetap terbangun adalah

minimal, biasanya akan diikuti oleh tidur.

e. Implikasi kultural

Penting bagi perawat mengetahui bahwa pekerjaan dan praktek kultural

dapat mempengaruhi istirahat dan tidur. Walaupun tahap-tahap

perkembangan adalah serupa, tetapi tempat tidur, pola tidur mungkin

bervariasai sesuai dengan budaya (Ruth F, Constance J. Himle, 2000).

6. Pre operasi

preoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah

diputuskan untuk dilakukan pembedahan sampai ke meja

pembedahan tanpa memandang riwayat atau klasifikasi

pembedahan.

Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dariperawatan perioperatif yang

dimulai sejak pasienditerima masuk di ruang terima pasien dan berakhirketika pasien

dipindahkan ke meja operasi untukdilakukan tindakan pembedahan.

Persiapan Pre Operatif

Persiapan Fisiologi

14

14

Page 15: BAB I - III

1)Status kesehatan fisik secara umum2)Status Nutrisi3)Keseimbangan cairan dan

elektrolit4)Kebersihan lambung dan kolon5)Pencukuran daerah operasi6)Personal

Hygine7)Pengosongan kandung kemih8)Latihan Pra Operasi

PERSIAPAN PENUNJANG

Persiapan penunjang merupakan bagian yangtidak dapat dipisahkan dari tindakanpembedahan.

Tanpa adanya hasilpemeriksaan penunjang, maka dokterbedah tidak mungkin bisa

menentukantindakan operasi yang harus dilakukan padapasien. Pemeriksaan penunjang

yangdimaksud adalah berbagai pemeriksaanradiologi, laboratorium maupunpemeriksaan lain

seperti ECG, dan lain-lain.

Persiapan Psikologi

Persiapan mental merupakan hal yang tidakkalah pentingnya dalam proses persiapanoperasi

karena mental pasien yang tidaksiap atau labil dapat berpengaruh terhadapkondisi

fisiknya.Tindakan pembedahan merupakanancaman potensial maupun aktual padaintegeritas

seseorang yang dapatmembangkitkan reaksi stres fisiologismaupun psikologis (Barbara C.

Long).

Indikasi operasi :

a. Emergency : Perdarahan, Fetal distres, Eklamsi / Pre Eklamsi

b. Elektif : Secsio terencana, Tumor Gynekologi, dll

Pemeriksaan Pra Bedah yaitu semua pemeriksaan ( anamnesa, pem. fisik,

Lab, Radiologi, dll) sebelum penderita diberikan anestesi/dilakukan operasi.

Kapan dilakukan

a. Operasi elektif ( terencana )

15

15

Page 16: BAB I - III

Minimal 1 hari sebelum operasi

b. Operasi emergency ( darurat )

waktu terbatas resiko besar

16

16

Page 17: BAB I - III

7. Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan dimana indvidu atau kelompok

mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem

saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,

nonspesifik (Carpenito, 2000 : 9). sedangkan menurut nettina (2001)

kecemasan adalah perasaan khawatir subjektif dan ketegangan yang

dimanitestasikan oleh tingkah laku psikofisiologis dan berbagai pola

perilaku.

Kecemasan (kecemasan) merupakan suatu  perasaan takut yang tidak

menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan

gejala fisiologis, yang dirasakan oleh pasien pre operatif (David, 2003 :

96).

Kecemasan adalah respon subjektif terhadap stres. Ciri-ciri

kecemasan adalah keprihatinan, kesulitan, ketidakpastian, atau ketakutan

yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan (Isaacs, 2004 : 48).

Kecemasan akibat terpajan pada peristiwa traumatik yang dialami

individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu  atau

beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman

kematian atau cidera serius atau ancaman integritas fisik diri sendiri

(Doenges, 2006 : 371).

Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan

dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam

mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009 : 165).

17

17

Page 18: BAB I - III

8. Penyebab kecemasan

Menurut Andaners (2009), penyebab rasa cemas dapat dikelompokan

pula menjadi 3 faktor, yaitu :

a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan

makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.

b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan orang

atau benda yang dicintai, perubahan status sosial atau ekonomi.

c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada masa bayi, anak, remaja.

9. Etiologi terjadinya kecemasan

Beberapa teori yang mengemukakan faktor predisposisi (pendukung)

terjadinya kecemasan antara lain :

a. Teori Psikoanalitik

Menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan terjadi karena adanya

konflik yang terjadi antara emosional eleman kepribadian yaitu id dan

super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani

sedangkan ego menengahi konflik yang terjadi antara kedua elemen

yang bertentangan, dan timbulnya kecemasan merupakan upaya dalam

memberikan tanda adanya bahaya pada elemen ego.

b. Teori Interpersonal

Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut

terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.

18

18

Page 19: BAB I - III

c. Teori Behavior

Berdasarkan teori behavior (perilaku), kecemasan merupakan produk

frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang

untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

d. Teori Perspektif Keluarga

Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang terjadi di dalam

keluarga. Kecemasan menunjukkan adanya pola interaksi yang tidak

adaptif dalam sistem keluarga.

e. Teori Perspektif Biologi

Kesehatan umum seseorang menurut pandangan biologis merupakan

faktor predisposisi timbulnya kecemasan.

Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya

kecemasan antara lain :

a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik,

dan pembedahan yang akan dilakukan.

b. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan

peran, perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi (Struat and

Sundeen, 1998, Ann Isaacs, 2005).

Manifestasi cemas dapat meliputi aspek perilaku,tandanya: gelisah,

ketegangan fisik,tremor,gugup dan bicara cepat. Kognitif, tandanya:

perhatiaan terganggu,konsentrasi buruk,pelupa, dan binggung dan afektif,

tandanya: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah tegang, nerves dan

ketakutan teror. (Stuard dan Sundeen, 1998 dan Gunawan L, 2006)

19

19

Page 20: BAB I - III

sedangkan menurut Rawin dan Heacock manifestasi kecemasan dapat

meliputi dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial serta spiritual.

10. Tingkatan cemas

Menurut Asmadi (2009 : 166), kemampuan untuk merespons

terhadap suatu ancaman yang berbeda satu sama lain. Perbedaan

kemampuan ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat kecemasan yang

dialami. Respons individu terhadap kecemasan beragam dari kecemasan

sampai panik.  

Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik. Teknik Prosedural

Keperawatan     Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Asmadi

(2009).

Tingkat Kecemasan Karakteristik

Kecemasan ringan 1)   Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa

sehari-hari

2)   Kewaspadaan meningkat

3)   Persepsi terhadap lingkungan meningkat

4)   Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan

menghasilkan kreativitas

5)   Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan

tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada

lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.

6)   Respons kognitif: mampu menerima rangsangan

20

20

Page 21: BAB I - III

yang kompleks, konsentrasi pada masalah,

menyelesaikan masalah secara efektif, dan

terangsang untuk melakukan tindakan.

7)   Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk

tenang, tremor halus pada tangan, dan suara

kadang-kadang meninggi.

Kecemasan sedang 1)   Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra

sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering,

anoreksia diare/ konstipasi, sakit kepala, sering

berkemih, dan letih.

2)   Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain,

lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari

luar tidak mampu diterima.

3)   Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak-

sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak dan

lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.

Kecemasan Berat 1)   Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja

dan mengabaikan hal yang lain.

2)   Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan

darah naik, berkeringat dan sakit kepala,

penglihatan berkelabut, serta tampak tegang

3)   Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi

21

21

Page 22: BAB I - III

dan membutuhkan banyak pengarahan / tuntutan,

serta lapang persepsi menyempit.

4)   Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam

meningkat dan komunikasi menjadi terganggu

(verbalisasi cepat).

Panik 1)   Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan

palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta

rendahnya koordinasi motorik.

2)   Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat

berpikir logis, persepsi terhadap lingkungan

mengalami distorsi, dan ketidakmampuan

memahami situasi.

3)   Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk

dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan

kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak

menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat

sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan/ atau

orang lain.

Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan

menggunakan Hamilton Rate Scale For Anxiety (HRSA) yang sudah

22

22

Page 23: BAB I - III

CEMAS

Faktor yang mempengaruhi tidur :Pertimbangan tentang perkembanganAktivitas fisik.Sres psikologik.Motivasi.Implikasi kultura.

Gangguan pola tidur

Kebutuhan istirahat dan tidurKebiasaan tidurTanda klinis kekurangan istirahat dan tidur

dikembangkan oleh kelompok psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam

bentuk Anxiety Analog Scale (AAS).

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini di lakukan oleh dokter

(psikiater) atau orang yang telah di latih untuk menggunakan melalui

tehnik wawancara langsung, maka dapat di ketahui derajat kecemasan

seseorang menurut Hawari yaitu : 0: tidak ada cemas, 1: gejala cemas

ringan, 2: gejala cemas sedang, 3: gejala cemas berat, 4: gejala cemas berat

sekali atau panik.

B. Kerangka Teori

Dari uraian di atas dapat dibuat dengan kerangka teori sebagai berikut :

Gambar.1 Kerangka teori. Hubungan Antara tingkat Kecemasan pasien

preoprasi dengan gangguan pola tidur. ( Stuardand Sunden, 1998, Ann Isaac,

2005 dan Ruth F, Constance J. Himle, 2000)

23

23

Page 24: BAB I - III

Variabel IndependenTingkat kecemasan

Dependen VariabelGangguan Pola Tidur

C. Kerangka Konsep

Gambar.2 Kerangka konsep. Penelitian yang akan diteliti. (Stuard and

Sunden, 1998 dan Gunawan L, (2001)).

D. Variabel Penelitian

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel Dependen

(terikat) dan variabel Independen (bebas).

1. Variabel Depanden

Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah Gangguan Pola Tidur.

2. Variabel Independen

Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Tingkat Kecemasan

Pasien Pre Operasi.

E. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur

pada pasien preoperasi.

BAB III

METODE PENELITIAN

24

24

Page 25: BAB I - III

A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan metode pendekatan

Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik yaitu pengukuran terhadap berbagai variabel subyek penelitian menurut keadaan alamiah tanpa melakukan manipulasi atau intervensi.(sasroasmoro, 1995) dan rancangan penelitian ini adalah menggunakan cross sectional. Pada pendekatan ini, merupakan metode penelitian survey yang bermaksud melakukan pengamatan atau observasi dan pemantauan terhadap objek yang di teliti tetapi objek hanya di teliti satu kali.

B. Populasi dan Sampel1. Populasi

Populasi yang diteliti adalah semua pasien preoperasi terencana umur

dewasa umur 15 Tahun keatas usia dewasa yang ada di ruang rawat

bedah RSUD Tugurejo Semarang sebanyak 122 orang.

2. Sampel

Pengambilan sampel di ruang anggrek diambil secara purposive sampling

yaitu tehnik penentuaan sample dengan pertimbangan tertentu, jumlah

sampel 55 orang.

Menurut Notoadmodjo di dapat sampel dengan rumus :

n= N

1+N (d2)

=122

1+122(0,12 )

=1222 ,22

25

25

Page 26: BAB I - III

= 55 sampel

C. Definisi Operasional

1. Variabel Independent (bebas)

Tingkat kecemasan : Menunjukan reaksi terhadap bahaya yang

memperingatkan orang”dari dalam” secara naluri, bahwa ada bahaya dan

orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi

tersebut. tingkat kecemasan diukur dengan cara penyekoran dari tiap-tiap

item pertanyaan.

Skala : Interval

2. Variabel Dependent (terikat)

a. Gangguan pola tidur adalah kondisi yang menunjukkan adanya, ada

atau tidaknya gangguan tidur seseorang yang diukur berdasarkan:

jadwal waktu tidur, lamanya tidur, komposisi rem dan nrem dan

kenyenyakkan. Cara mengukur menggunakan kuesioner.

Skala : Interval

D. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data penelitian, pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara:1. Pengisian lembar observasi / lembar kuesioner pada responden ( pasien

preoperasi dewasa yang terencana )

2. Data dari rekam medik Rumah Sakit tugurejo Semarang, literatur yang

relevan dengan topik penelitian, sumber yang menunjang topik penelitian.

3. Alat penelitian.

26

26

Page 27: BAB I - III

Merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam

maupun sosial yang diamati.(Sugiono, 2005) Alat penelitian yang

digunakan adalah menggunakan berupa lembar observasi dan lembar

kuesioner untuk memperoleh data tentang kecemasan dan gangguan pola

tidur.

a. Uji validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan alat tingkat-tingkat

kesahihan suuatu alat ukur (Arikunto, 2002) Uji validitas isi terhadap

kuesioner gangguan pola tidur dilakukan karena peneliti ingin

mengetahui kelayakan instrument yang digunakan dalam penelitian,

maka dilakukan uji korelasi antara skor tiap item pertayaan dengan

skor total tersebut menggunakan uji korelasi Product moment” dengan

rumus :

r=N (∑XY )−(∑ X ∑Y )

√ (N ∑ X± {∑ X }+ ) ( N ∑Y± (∑Y )+ )

Keterangan :

r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan

X = Skor pertanyaan

N = Jumlah subyek

Y = Skor total pertanyaan

Untuk perhitungan tiap-tiap item pertayaan akan dibandingkan dengan

table nilai Product Moment, jika r hitung > koefisien nilai table kritis r

27

27

Page 28: BAB I - III

yaitu pada taraf signifikan 5%, maka instrument yang diuji ditanyakan

valid (Sugiono, 2005).

Pengujian validitas pada penelitian ini dilakukan terhadap 20

responden dalam hal ini pasien dewasa pre operasi dengan gangguan

pola tidur di RSUD kota Semarang. Adapun hasil pengujian validitas

untuk tiap item pertayaan pada kuesioner gangguan pola tidur

didapatkan hasil bahwa senuanya valid, karena r hitung lebih besar

dari r tabel (0,444) dan berdasarkan nilai signifikan p value < 0,05.

b. Uji Reliabilitas.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alatt

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoadmojdo,

2002). Menurut Sugiyono (2005) pengujian reliabilitas kuesioner dapt

dilakukan dengan menggunakan metode Internal Consistency,

dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian

yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Untuk mengetahui

reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r tabel dengan nilai

alpha. Dengan ketentuan bila r alpha > r tabel maka alat penelitian

handal

Berdasarkan hasil uji reliabilitas diperoleh nilai Alpha Cronbach > 0,444

yaitu dari jumlah 20 responden. Dari kuesioner gangguan pola tidur

didapatkan hasil Alpha Cronbach 0,8434 > 0,444, sehingga dapat

dikatakan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini reliable

atau handal.

28

28

Page 29: BAB I - III

E. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Cara Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan meliputi tahap – tahap sebagai berikut :

a. Editing

Editing dilakukan untuk peneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah

diisi oleh responden, peneliti melakukan pengecekan terhadap

kelengkapan data-data yang ada.

b. Coding

Yaitu pengklasifikasian dan pemberian kode pada data. Hasil

jawaban dari setiap pertanyaan sesuai petunjuk koding yaitu pada

lembar observasi bagian A.Berupa lembar observasi jika skor 1

terdapat (satu gejala dari pilihan yang ada), jika skor 2 terdapat

(separuh dari gejala yang ada), jika skor 3 terdapat (lebih dari

separuh gejala yang ada), jika skor 4 terdapat (semua gejala ada) dan

Bagian B berupa kuesioner, apabila jawaban Ya dinilai 2 dan apabila

jawaban Tidak diberi nilai 1.

c. Entry data

Memasukkan data yang telah dilakukan koding dengan bantuan

komputer program SPSS

d. Tabulating

Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan

mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan

dianalisis.

29

29

Page 30: BAB I - III

2. Analisa Data

a. Analisa univariat

Penelitian ini menggunakan analisa univariat dengan dua tujuan yaitu

analisi deskriptif variable penelitian dan uji kenormalan data. Analisa

univariat digunakan untuk mengestimasi parameter populasi untuk

data numeric terutama ukuran-ukuran tendesi sentral (modus,mean,

median), ukuran variabilitas (frekuensi, minimum, maksimum,standar

deviasi dan varians).

b. Analisa Bivariat

Analisa bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variable

depanden dengan independen. Untuk menguji kepastian sebaran data

yang diperoleh, peneliti akan menggunakan uji kenormalan data

dengan uji Kolmogorof Smirnov.jika data berdistribusi normal maka

digunakan uji Pearson dan jika data berdistribusi tidak normal

menggunakan uji Spearman Rho, dengan nilai p value <0,05.

pengujian menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan

menggunakan program komputer SPSS Versi 10,00.

F. Etika Penelitian

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur RSUD Tugurejo Semarang.

Setelah mendapat persetujuan barulah melekukan penelitin dengan menekankan etika yang meliputi :1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concent)

Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih dahulu

peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian yang akan

30

30

Page 31: BAB I - III

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah

pengumpulan data, jika responden diteliti maka diberi lembar persetujuan

menjadi responden (lampiran kedua) yang harus ditandatangani, tetapi

jika pasien menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan

tetap akan menghormati hak- haknya.(Alimul, 2003)

2. Tanpa nama (Anonimity).

Untuk menjaga kerahasian informasi dari responden peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden pada lembar pengumpul data, tetapi

dengan memberika kode pada masing- masing lembar yang dilakukan

oleh peneliti.(Nursalam, 2003)

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh

peneliti, bahwa informasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan

pembimbing atas persetujuan responden.(Alimul, 2003)

G. Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian terlampir.

31

31