Download - BAB I - III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Sedangkan
menurut Carpenito, Lynda Juall (1999) Pembedahan atau operasi adalah
semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan
membuka bagian tubuh yang akan ditangani. Sebelum dilakukan pembedahan
ada beberapa hal yang penting yang harus dipersiapkan yaitu persiapan
preoperasi ( persiapan fisik dan mental ) Hal tersebut membantu memperkecil
resiko operasi karena hasil akhir suatu pembedahan sangat tergantung pada
penelitian keadaan penderita dan persiapan preoperasi.
Pada pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan .takut
terhadap anestesi, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang
ketidaktahuaan atau takut tentang derformitas atau ancaman lain terhadap
citra tubuh dapat menyebabkan ketidaktenangan atau ansietas (Smeltzer and
Bare, 2002).
Prevalensi sindrom cemas diperkirakan dalam masyarakat sekitar 2%
sampai 4%, dari populasi yang datang ke institusi pelayanan umum, baik
yang rawat jalan maupun yang rawat inap, terdapat sekitar 17% sampai 27%
menunjukkan adanya sindrom cemas. Keadaan ini mempengaruhi lamanya
1
penyembuhan penyakit, jumlah pemeriksaan diagnostik yang dibutuhkan dan
jenis pengobatan yang diberikan.(Muslim Rusdi, 1991).
Keadaan pasien yang cemas akan mempengaruhi kebutuhan tidur dan
istirahat (Ruth F. Craven, Costance J Himle, 2000). Tidur merupakan
kebutuhan yang sangat penting pada pasien preoperasi yang mengalami
kecemasan. Proses biokimia dan biofisika tubuh manusia mempunyai irama
dengan puncak fungsi atau aktifitas yang terjadi dengan pola yang konsisten
dalam siklus sehari – hari. Bila irama ini terganggu seperti gangguan pola
tidur pada pasien pre operasi dapat mempengaruhi proses biokimia dan proses
biofisika yang dapat menyebabkan penyimpangan dari norma kehidupan.
(Hudak dan Gallo, 1997 ).
Pada pasien preoperasi yang terencana mengalami kecemasan yang
mengakibatkan terjadinya gangguan pola tidur antara 3 – 5 jam, sedangkan
kebutuhan tidur dan istirahat normal adalah antara 7 – 8 jam. (Gunawan L,
2001).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan
yang diangkat pada penelitian ini adalah “Bagaimana hubungan antara
tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi
elektif”
2
2
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola
tidur pada pasien preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus
Bengkulu .
2. Tujuan khusus
a. Mendiskripsikan tingkat kecemasan yang terjadi pada pasien
preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu .
b. Mendiskripsikan gangguan pola tidur yang dialami oleh pasien
preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M. Yunus Bengkulu .
c. Mendiskripsikan tentang preoperatif di ruang Seruni RSUD M.
Yunus Bengkulu .
d. Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan dan gangguan pola
tidur pada pasien preoperasi elektif di ruang Seruni RSUD M.
Yunus Bengkulu .
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian hubungan antara tingkat kecemasan
dengan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi elektif, maka manfaat
penelitian ini diharapkan dapat :
3
3
1. Bagi Masyarakat
Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai hubungan antara
tingkat kecemasan dan gangguan pola tidur pada pasien preoperasi
elektif.
2. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
keperawatan dan meningkatkan efektifitas dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien pre operasi elektif
3. Bagi Pendidikan
Sebagai tambahan referensi dalam penelitian lanjutan dan bahan
pertimbangan bagi yang melakukan penelitian sejenis.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah pengetahuan peneliti di bidang keperawatan bedah
dan menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan penulisan
skripsi dengan daftar teori yang telah peroleh serta sebagai dasar penelitian
lain guna mengembangkan ilmu pengetahuan.
5. Bagi Petugas Kesehatan
Penelitian ini memberi masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien preoperasi sehingga mampu mengatasi masalah
gangguan pola tidur dan mampu mengurangi tingkat kecemasan pasien
preoperasi elektif.
4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Teori Terkait
1. Gangguan Pola Tidur
a. Definisi Tidur
Tidur bisa diartikan sebagai bagian dari periode alamiah kesadaran
yang terjadi ketika tubuh direstorasi (diperbaiki) yang dicirikan oleh
rendahnya kesadaran dan keadaan metabolisme tubuh yang minimal.
Secara otomatis, otak kita memprogram untuk tidur begitu gelap datang
dan terbangun ketika terang tiba. Pun kita bisa tidur kapan saja, baik
karena mengantuk ataupun dipengaruhi obat-obatan. (Achmanto
Mendatu.2006).
b. Pola Tidur
Secara umum, proses tidur normal diawali dengan tahap
mengantuk, yaitu suatu keadaan saat hunungan antara kesadaran dengan
lingkungan. Pada saat mengantuk ini, rangsangan – rangangan dari luar
masih dapat diterima dengan mudah dan membuat terbangun atau
tersadar kembali. Kemudian, jika proses tidur berlanjut, maka
kesadaran semakin berkurang dan timbullah suatu tahap yang sering
disebut sebagai tahap tidur ayam. Pada tahap ini, rangsangan indrawi
masih sedikit dapat diterima (sayup-sayup), namun tidak mengganggu
kesadaran. Tahap berikutnya merupakan tahap yang terakhir, yaitu
tahap tidur nyenyak. Sekarang para ahli telah berhasil menemukan
5
5
adanya dua pola tidur, yaitu pola tidur biasa (Non REM) dan pola tidur
paradoksal REM).
1) Pola Tidur Biasa/Non REM (Non Rapid Eye Movement)
Tidur nonREM terdiri dari 4 tahap, dimana setiap tahapnya
mempunyai ciri tersendiri. Pada tidur tahap I terjadi bila merasakan
ngantuk dan mulai tertidur. Jika telepon berbunyi atau ada sesuatu
sampai terbangun, sering kali tidak merasakan bahwa sebenarnya
kita telah tertidur. Gelombang listrik otak memperlihatkan
‘gelombang alfa’ dengan penurunan voltase. Tahap I ini
berlangsung 30 detik sampai 5 menit pertama dari siklus tidur.
Tidur tahap II, seluruh tubuh kita seperti berada pada tahap
tidur yang lebih dalam. Tidur masih mudah dibangunkan, meskipun
kita benar-benar berada dalam keadaan tidur. Periode tahap 2
berlangsung dari 10 sampai 40 menit. Kadang-kadang selama tahap
tidur 2 seseorang dapat terbangun karena sentakan tiba-tiba dari
ekstremitas tubuhnya. Ini normal, kejadian sentakan ini, sebagai
akibat masuknya tahapan REM.
Tahap 3 dan 4. Tahap ini merupakan tahap tidur nyenyak.
Pada tahap 3, Orang yang tertidur cukup pulas, rileks sekali karena
tonus otot lenyap sama. Tahap 4 mempunyai karakter : tanpa
mimpi dan sulit dibangunkan, dan orang akan binggung bila
terbangun langsung dari tahap ini, dan memerlukan waktu beberapa
menit untuk meresponnya. Pada tahap ini, diproduksi hormone
6
6
pertumbuhan guna memulihkan tubuh, memperbaiki sel,
membangun otot dan jaringan pendukung. Perasaan enak dan segar
setelah tidur nyenyak, setidaktidaknya disebabkan karena hormon
pertumbuhan bekerja baik.
Menurut Tarwoto & Wartonah, (2006) tahapan NonREM
mempunyai karakter sebagai berikut : NonREM Tahap I kedaan ini
masih dapat merespons cahaya, berlangsung beberapa menit,
aktivitas fisik menurun, tanda vital dan metabolisme menurun, bila
terbangun terasa sedang mimpi. NonREM Tahap II tubuh mulai
relaksasi otot, berlangsung 10 – 20 menit, fungsi tubuh berlangsung
lambat, dapat dibangunkan dengan mudah. NonREM Tahap III
adalah awal dari keadaan tidur nyenyak, sulit di bangunkan,
relaksasi otot menyeluruh, tekanan darah menurun, berlangsung 15
– 30 menit. NonREM Tahap IV sudah terdapat tidur nyenyak, sulit
untuk di bangunkan, untuk restorasi dan istirahat, tonus otot
menurun, sekresi lambung menurun, gerak bola mata cepat.
2) Pola Tidur Paradoksal/REM (Rapid Eye Movemoent)
Tahap tidur REM sangat berbeda dari tidur nonREM. Tidur
REM adalah tahapan tidur yang sangat aktif. Pola nafas dan denyut
jantung tak teratur dan tidak terjadi pembentukan keringat. Kadang-
kadang timbul twitching pada tangan, kaki, atau muka, dan pada laki-
laki dapat timbul ereksi pada periode tidur REM. Walaupun ada
aktivitas demikian orang masih tidur lelap dan sulit untuk
dibangunkan. Sebagian besar anggota gerak tetap lemah dan rileks.
7
7
Tahap tidur ini diduga berperan dalam memulihkan pikiran,
enjernihkan rasa kuatir dan daya ingat dan mempertahankan fungsi
sel-sel otak.
Siklus tidur pada orang dewasa biasanya terjadi setiap 90 menit.
Pada 90 menit pertama seluruh tahapan tidurnya adalah NonREM.
Setelah 90 menit, akan muncul periode tidur REM, yang kemudian
kembali ke tahap tidur NonREM. Setelah itu hampir setiap 90 menit
tahap tidur REM terjadi. Pada tahap awal tidur, periode REM sangat
singkat, berlangsung hanya beberapa menit. Bila terjadi gangguan
tidur, periode REM akan muncul lebih awal pada malam itu, setelah
kira-kira 30-40 menit. Orang itu akan mendapatkan tidur tahap 3 & 4
lebih banyak. Selama tidur, tahapan tidur akan berpindah-pindah dari
satu tahap ke tahapan yang lain, tanpa harus menuruti aturan yang
biasanya terjadi. Artinya suatu malam, mungkin saja tidak ada tahap 3
atau 4. Tapi malam lainnya seluruh tahapan tidur akan didapatkannya.
(Widodo DP, 2000)
Karakteristik tidur REM meliputi : mata cepat tertutup dan
terbuka, kejang otot kecil, otot besar imobilisasi, pernapasan tidak
teratur, kadang dengan apnea, nadi cepat dan ireguler, tekanan darah
meningkat atau fluktuasi, sekresi gaster meningkat, metabolisme
meningkat, temperatur tubuh naik, siklus tidur : sulit di bangunkan
(Alimul, 2006)
8
8
2. Gangguan Tidur
Gangguan tidur ialah merupakan suatu keadaan seseorang dengan
kuantitas dan kualitas tidur yang kurang.(Gunawan L, 2001).
Beberapa gangguan tidur yaitu :
a. Insomnia
Insomnia adalah kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk tetap tidur,
atau gangguan tidur yang membuat penderita merasa belum cukup
tidur pada saat terbangun.Gejala fisik : Muka pucat, mata sembab,
badan lemas dan daya tahan tubuh menurun sehingga menjadi mudah
terserang penyakit, dan gejala psikisnya : Lesu, lambat menghadapi
rangsangan dan sulit berkonsentrasi.
b. Hipersomnia
Hipersomnia adalah gangguan jumlah tidur yang berlebihan dan selalu
mengantuk di siag hari. Gangguan ini dikenal sebagai narkolepsi yaitu
pasien tidak dapat menghindari untuk tidur. Dapat terjadi pada setiap
usia,tapi paling sering pada awal remaja atau dewasa muda.Gejala
fisik: mengantuk yang hebat, gugup, depresi, hargadiri rendah,
hilangnya tonus otot dipicu oleh emosi mengakibatkan immobilisasi,
tidak mampu bergerak waktu mula-mula bangun.Gejala psikis:
halusinasi visual atau audio (pendengaran).
c. Parasomnia
Parasomnia adalah gangguan tidur yang tidak umum dan tidak
diinginkan, yang tampak secara tiba- tiba selama tidur atau yang terjadi
pada ambang terjaga dan tidur. Sering muncul dalam bentuk mimpi
9
9
buruk yang ditandai mimpi lama dan menakutkan. Gejala fisik: jalan
waktu tidur, kadang-kadang bicara waktu tidur,mendadak duduk
ditempat tidur dan matanya tampak membelalak liar. Gejala psikis:
penderita jarang mengingat kejadianya.
3. Fisiologis Tidur
Dua sistem didalam batang otak, sistem pengaktivasi retikulum dan
daerah sinkronisasi bulbar, diyakini bekerja bersama mengontrol sifat
siklik pada tidur. Formasi retikulum ditemukan didalam batang otak. Ini
membetang ke atas sampai ke medula, pons, otak tengah dan kemudian ke
hipotalamus. Ini terdiri dari banyak sel saraf dan serabut. Saraf mempuyai
hubungan yang merelay impuls ke dalam kerteks serebral dan ke dalam
medula spinalis. Formasi retikulum membantu refleks dan gerakan
volunter, maupun aktivitas korteks yang berkaitan dengan keadaan sadar
penuh. Selama tidur, sistem retikulum mengalami beberapa stimulasi dari
korteks serebral dan dari tepi tubuh. Keadaan terbangun terjadi apabila
sistem retikulum diaktivasi dengan stimulasi dari korteks serebral dan dari
sel dan organ sensori tepi. Sebagai contoh: jam alam membangunkan kita
dari tidur ke keadaan sadar apabila kita menyadari bahwa kita harus
mempersiapkan diri untuk hari itu. Sensasi seperti nyeri, tekanan dan suara
menimbulkan keadaan terbangun melalui sel dan organ tepi. Keadaan
terbangun diaktivasi oleh korteks serebral dan sensasi tubuh. Selama tidur,
stimulasi dari korteks adalah minimal.
10
10
Hipotalamus mempunyai pusat kontrol untuk beberapa aktivitas
tubuh, salah satunya adalah mengenai tidur dan terbangun. Cedera pada
hipotalamus dapat menyebabkan seseorang tertidur untuk periode yang
abnormal atau panjang.
Sejumlah senyawa berperan sebagai neurotransmitter dan terlibat
dalam proses tidur. Norepinefrin asetilkolin, diikuti oleh dopamine,
serotonin dan histamin, terlibat dalam inhibisi GaBa (gamma aminobutyric
acid ) tampaknya perlu untuk inhibisi.
4. Manfaat Tidur
Tidur akan terlihat lebih baik setelah tidur malam yang baik adalah
berdasarkan pada keyakinan bahwa tidur :
a. Memulihkan kondisi fisik
b. Mengurangi stres dan kecemasan.
c. Memulihkan kemampuan untuk mengatasi dan berkonsentrasi pada
aktifitas kehidupannya sehari-hari.
Ada beberapa hal yang berhubungan dengan kebutuhan tidur dan
istirahat :
1) Kebiasaan tidur
Yang perlu diperhatikan kebiasaan banyaknya tidur pasien, kebiasaan
menjelang tidur, jam berangkat tidur, waktu yang diperlukan untuk
dapat tidur, jumlah terjaga selama tidur, obat-obatan yang diminum
pasien dan pengaruhnya terhadap tidur, lingkungan tidur sehari-hari,
persepsi pasien terhadap kebutuhan tidur, posisi waktu tidur.
11
11
2) Tanda-tanda klinis kekurangan istirahat dan tidur
Ada beberapa tanda klinis yang perlu diketahui terhadap pasien yang
kurang istirahat dan tidur, pasien mengungkapkan rasa capek, pasien
mudah tersinggung, dan kurang santai, apatis, warna kehitam-hitaman
di sekitar mata, konjungtiva merah, pusing dan mual.
3) Tahap perkembangan
Lama tidur yang dibutuhkan oleh seseorang tergantung pada usia.
Semakin tua usia seseorang semakin sedikit pula lama tidur yang
diperlukan.
Tabel 2.1 Pola Tidur Berdasarkan Tingkat Usia/Perkembangan
Tingkat
Perkembangan
Pola Tidur Normal
Bayi baru lahir Tidur 14-18 jam/hari, pernapasan teratur,
gerakan tubuh sedikit. 50 % tidur NREM
siklus tidur 45-60 menit
Bayi Tidur 13-16 jam/hari, 20-30 % tidur NREM
mungkin tidur sepanjang malam
1-3 tahun Tidur sekitar 11-12 jam/hari, 25 % tidur
REM.
3-6 tahun Tidur sekitar 11jam/hari, 20 % tidur REM.
Akil baligh Tidur sekitar 7-8,5 jam/hari, 20 % tidur REM
Dewasa Muda Tidur sampai 7-8 jam/hari, 20-50 % tidur
REM.
12
12
Dewasa pertengahan Tidur 7-8 jam/hari, 20 % tidur REM.
Mungkin mengalami insomnia dan sulit untuk
dapat tidur.
Dewasa Tua
(Diatas 60 tahun)
Tidur sekitar 5-6 jam/hari, 20-25 % tidur
REM, mungkin mengalami insomnia dan
sering bangun sewaktu tidur.
(Lumbantobing, 2004 dan ----(2004).www.medicastore.com.)
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Beberapa faktor mempengaruhi tidur baik kualitas maupun kuantitas
tidur :
a. Pertimbangan tentang perkembangan
Variasai karena usia terjadi pada siklus tidur – bangun.
b. Aktivitas fisik
Aktivitas dan olah raga mempengaruhi tidur dengan cara meningkatkan
kelelahan, tampak bahwa aktivitas fisik meningkatkan baik tidur REM
maupun NREM.
c. Stres psikologis.
Penyakit dan situasi dalam kehidupan sehari – hari yang menyebabkan
srtess psikologis cencerung mengganggu tidur. Biasanya stress
psikologis mempengaruhi tidur melalui dua cara :
1) Orang yang mengalami stres cenderung sulit memperoleh jumlah
tidur yang dibutuhkan.
13
13
2) Tidur REM
Berkurang jumlahnya, ini menambah kecemasan dan stres.
d. Motivasi
Keinginan untuk bangun dan sadar penuh membantu mengatasi
mengantuk dan tidur. Apabila motivasi untuk tetap terbangun adalah
minimal, biasanya akan diikuti oleh tidur.
e. Implikasi kultural
Penting bagi perawat mengetahui bahwa pekerjaan dan praktek kultural
dapat mempengaruhi istirahat dan tidur. Walaupun tahap-tahap
perkembangan adalah serupa, tetapi tempat tidur, pola tidur mungkin
bervariasai sesuai dengan budaya (Ruth F, Constance J. Himle, 2000).
6. Pre operasi
preoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah
diputuskan untuk dilakukan pembedahan sampai ke meja
pembedahan tanpa memandang riwayat atau klasifikasi
pembedahan.
Perawatan pre operatif merupakan tahap pertama dariperawatan perioperatif yang
dimulai sejak pasienditerima masuk di ruang terima pasien dan berakhirketika pasien
dipindahkan ke meja operasi untukdilakukan tindakan pembedahan.
Persiapan Pre Operatif
Persiapan Fisiologi
14
14
1)Status kesehatan fisik secara umum2)Status Nutrisi3)Keseimbangan cairan dan
elektrolit4)Kebersihan lambung dan kolon5)Pencukuran daerah operasi6)Personal
Hygine7)Pengosongan kandung kemih8)Latihan Pra Operasi
PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yangtidak dapat dipisahkan dari tindakanpembedahan.
Tanpa adanya hasilpemeriksaan penunjang, maka dokterbedah tidak mungkin bisa
menentukantindakan operasi yang harus dilakukan padapasien. Pemeriksaan penunjang
yangdimaksud adalah berbagai pemeriksaanradiologi, laboratorium maupunpemeriksaan lain
seperti ECG, dan lain-lain.
Persiapan Psikologi
Persiapan mental merupakan hal yang tidakkalah pentingnya dalam proses persiapanoperasi
karena mental pasien yang tidaksiap atau labil dapat berpengaruh terhadapkondisi
fisiknya.Tindakan pembedahan merupakanancaman potensial maupun aktual padaintegeritas
seseorang yang dapatmembangkitkan reaksi stres fisiologismaupun psikologis (Barbara C.
Long).
Indikasi operasi :
a. Emergency : Perdarahan, Fetal distres, Eklamsi / Pre Eklamsi
b. Elektif : Secsio terencana, Tumor Gynekologi, dll
Pemeriksaan Pra Bedah yaitu semua pemeriksaan ( anamnesa, pem. fisik,
Lab, Radiologi, dll) sebelum penderita diberikan anestesi/dilakukan operasi.
Kapan dilakukan
a. Operasi elektif ( terencana )
15
15
Minimal 1 hari sebelum operasi
b. Operasi emergency ( darurat )
waktu terbatas resiko besar
16
16
7. Kecemasan
Kecemasan adalah keadaan dimana indvidu atau kelompok
mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem
saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas,
nonspesifik (Carpenito, 2000 : 9). sedangkan menurut nettina (2001)
kecemasan adalah perasaan khawatir subjektif dan ketegangan yang
dimanitestasikan oleh tingkah laku psikofisiologis dan berbagai pola
perilaku.
Kecemasan (kecemasan) merupakan suatu perasaan takut yang tidak
menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan yang sering disertai dengan
gejala fisiologis, yang dirasakan oleh pasien pre operatif (David, 2003 :
96).
Kecemasan adalah respon subjektif terhadap stres. Ciri-ciri
kecemasan adalah keprihatinan, kesulitan, ketidakpastian, atau ketakutan
yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan (Isaacs, 2004 : 48).
Kecemasan akibat terpajan pada peristiwa traumatik yang dialami
individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu atau
beberapa peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman
kematian atau cidera serius atau ancaman integritas fisik diri sendiri
(Doenges, 2006 : 371).
Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan
dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam
mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009 : 165).
17
17
8. Penyebab kecemasan
Menurut Andaners (2009), penyebab rasa cemas dapat dikelompokan
pula menjadi 3 faktor, yaitu :
a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan
makanan, minuman, perlindungan dan keamanan.
b. Faktor psikososial, yaitu ancaman terhadap konsep diri, kehilangan orang
atau benda yang dicintai, perubahan status sosial atau ekonomi.
c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada masa bayi, anak, remaja.
9. Etiologi terjadinya kecemasan
Beberapa teori yang mengemukakan faktor predisposisi (pendukung)
terjadinya kecemasan antara lain :
a. Teori Psikoanalitik
Menurut pandangan psikoanalitik, kecemasan terjadi karena adanya
konflik yang terjadi antara emosional eleman kepribadian yaitu id dan
super ego. Id mewakili insting, super ego mewakili hati nurani
sedangkan ego menengahi konflik yang terjadi antara kedua elemen
yang bertentangan, dan timbulnya kecemasan merupakan upaya dalam
memberikan tanda adanya bahaya pada elemen ego.
b. Teori Interpersonal
Menurut pandangan interpersonal kecemasan timbul dari perasaan takut
terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal.
18
18
c. Teori Behavior
Berdasarkan teori behavior (perilaku), kecemasan merupakan produk
frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang
untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Teori Perspektif Keluarga
Kajian keluarga menunjukkan pola interaksi yang terjadi di dalam
keluarga. Kecemasan menunjukkan adanya pola interaksi yang tidak
adaptif dalam sistem keluarga.
e. Teori Perspektif Biologi
Kesehatan umum seseorang menurut pandangan biologis merupakan
faktor predisposisi timbulnya kecemasan.
Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya
kecemasan antara lain :
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik,
dan pembedahan yang akan dilakukan.
b. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan
peran, perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi (Struat and
Sundeen, 1998, Ann Isaacs, 2005).
Manifestasi cemas dapat meliputi aspek perilaku,tandanya: gelisah,
ketegangan fisik,tremor,gugup dan bicara cepat. Kognitif, tandanya:
perhatiaan terganggu,konsentrasi buruk,pelupa, dan binggung dan afektif,
tandanya: mudah terganggu, tidak sabar, gelisah tegang, nerves dan
ketakutan teror. (Stuard dan Sundeen, 1998 dan Gunawan L, 2006)
19
19
sedangkan menurut Rawin dan Heacock manifestasi kecemasan dapat
meliputi dimensi fisik, emosi, intelektual, sosial serta spiritual.
10. Tingkatan cemas
Menurut Asmadi (2009 : 166), kemampuan untuk merespons
terhadap suatu ancaman yang berbeda satu sama lain. Perbedaan
kemampuan ini berimplikasi terhadap perbedaan tingkat kecemasan yang
dialami. Respons individu terhadap kecemasan beragam dari kecemasan
sampai panik.
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik. Teknik Prosedural
Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien, Asmadi
(2009).
Tingkat Kecemasan Karakteristik
Kecemasan ringan 1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa
sehari-hari
2) Kewaspadaan meningkat
3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat
4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan
menghasilkan kreativitas
5) Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan
tekanan darah meningkat sedikit, gejala ringan pada
lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.
6) Respons kognitif: mampu menerima rangsangan
20
20
yang kompleks, konsentrasi pada masalah,
menyelesaikan masalah secara efektif, dan
terangsang untuk melakukan tindakan.
7) Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk
tenang, tremor halus pada tangan, dan suara
kadang-kadang meninggi.
Kecemasan sedang 1) Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra
sistol dan tekanan darah meningkat, mulut kering,
anoreksia diare/ konstipasi, sakit kepala, sering
berkemih, dan letih.
2) Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain,
lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari
luar tidak mampu diterima.
3) Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak-
sentak, terlihat lebih tegang, bicara banyak dan
lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
Kecemasan Berat 1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja
dan mengabaikan hal yang lain.
2) Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan
darah naik, berkeringat dan sakit kepala,
penglihatan berkelabut, serta tampak tegang
3) Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi
21
21
dan membutuhkan banyak pengarahan / tuntutan,
serta lapang persepsi menyempit.
4) Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam
meningkat dan komunikasi menjadi terganggu
(verbalisasi cepat).
Panik 1) Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan
palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, serta
rendahnya koordinasi motorik.
2) Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat
berpikir logis, persepsi terhadap lingkungan
mengalami distorsi, dan ketidakmampuan
memahami situasi.
3) Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk
dan marah, ketakutan, berteriak-teriak, kehilangan
kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak
menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat
sesuatu yang membahayakan diri sendiri dan/ atau
orang lain.
Alat ukur yang dipakai untuk mengetahui tingkat kecemasan
menggunakan Hamilton Rate Scale For Anxiety (HRSA) yang sudah
22
22
CEMAS
Faktor yang mempengaruhi tidur :Pertimbangan tentang perkembanganAktivitas fisik.Sres psikologik.Motivasi.Implikasi kultura.
Gangguan pola tidur
Kebutuhan istirahat dan tidurKebiasaan tidurTanda klinis kekurangan istirahat dan tidur
dikembangkan oleh kelompok psikiatri Biologi Jakarta (KPBJ) dalam
bentuk Anxiety Analog Scale (AAS).
Penilaian atau pemakaian alat ukur ini di lakukan oleh dokter
(psikiater) atau orang yang telah di latih untuk menggunakan melalui
tehnik wawancara langsung, maka dapat di ketahui derajat kecemasan
seseorang menurut Hawari yaitu : 0: tidak ada cemas, 1: gejala cemas
ringan, 2: gejala cemas sedang, 3: gejala cemas berat, 4: gejala cemas berat
sekali atau panik.
B. Kerangka Teori
Dari uraian di atas dapat dibuat dengan kerangka teori sebagai berikut :
Gambar.1 Kerangka teori. Hubungan Antara tingkat Kecemasan pasien
preoprasi dengan gangguan pola tidur. ( Stuardand Sunden, 1998, Ann Isaac,
2005 dan Ruth F, Constance J. Himle, 2000)
23
23
Variabel IndependenTingkat kecemasan
Dependen VariabelGangguan Pola Tidur
C. Kerangka Konsep
Gambar.2 Kerangka konsep. Penelitian yang akan diteliti. (Stuard and
Sunden, 1998 dan Gunawan L, (2001)).
D. Variabel Penelitian
Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah variabel Dependen
(terikat) dan variabel Independen (bebas).
1. Variabel Depanden
Variabel Dependen dalam penelitian ini adalah Gangguan Pola Tidur.
2. Variabel Independen
Variabel Independen dalam penelitian ini adalah Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi.
E. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara tingkat kecemasan dengan gangguan pola tidur
pada pasien preoperasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
24
24
A. Jenis atau Rancangan Penelitian dan metode pendekatan
Jenis penelitian ini menggunakan deskriptif analitik yaitu pengukuran terhadap berbagai variabel subyek penelitian menurut keadaan alamiah tanpa melakukan manipulasi atau intervensi.(sasroasmoro, 1995) dan rancangan penelitian ini adalah menggunakan cross sectional. Pada pendekatan ini, merupakan metode penelitian survey yang bermaksud melakukan pengamatan atau observasi dan pemantauan terhadap objek yang di teliti tetapi objek hanya di teliti satu kali.
B. Populasi dan Sampel1. Populasi
Populasi yang diteliti adalah semua pasien preoperasi terencana umur
dewasa umur 15 Tahun keatas usia dewasa yang ada di ruang rawat
bedah RSUD Tugurejo Semarang sebanyak 122 orang.
2. Sampel
Pengambilan sampel di ruang anggrek diambil secara purposive sampling
yaitu tehnik penentuaan sample dengan pertimbangan tertentu, jumlah
sampel 55 orang.
Menurut Notoadmodjo di dapat sampel dengan rumus :
n= N
1+N (d2)
=122
1+122(0,12 )
=1222 ,22
25
25
= 55 sampel
C. Definisi Operasional
1. Variabel Independent (bebas)
Tingkat kecemasan : Menunjukan reaksi terhadap bahaya yang
memperingatkan orang”dari dalam” secara naluri, bahwa ada bahaya dan
orang yang bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi
tersebut. tingkat kecemasan diukur dengan cara penyekoran dari tiap-tiap
item pertanyaan.
Skala : Interval
2. Variabel Dependent (terikat)
a. Gangguan pola tidur adalah kondisi yang menunjukkan adanya, ada
atau tidaknya gangguan tidur seseorang yang diukur berdasarkan:
jadwal waktu tidur, lamanya tidur, komposisi rem dan nrem dan
kenyenyakkan. Cara mengukur menggunakan kuesioner.
Skala : Interval
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data penelitian, pengumpulan data pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara:1. Pengisian lembar observasi / lembar kuesioner pada responden ( pasien
preoperasi dewasa yang terencana )
2. Data dari rekam medik Rumah Sakit tugurejo Semarang, literatur yang
relevan dengan topik penelitian, sumber yang menunjang topik penelitian.
3. Alat penelitian.
26
26
Merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam
maupun sosial yang diamati.(Sugiono, 2005) Alat penelitian yang
digunakan adalah menggunakan berupa lembar observasi dan lembar
kuesioner untuk memperoleh data tentang kecemasan dan gangguan pola
tidur.
a. Uji validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan alat tingkat-tingkat
kesahihan suuatu alat ukur (Arikunto, 2002) Uji validitas isi terhadap
kuesioner gangguan pola tidur dilakukan karena peneliti ingin
mengetahui kelayakan instrument yang digunakan dalam penelitian,
maka dilakukan uji korelasi antara skor tiap item pertayaan dengan
skor total tersebut menggunakan uji korelasi Product moment” dengan
rumus :
r=N (∑XY )−(∑ X ∑Y )
√ (N ∑ X± {∑ X }+ ) ( N ∑Y± (∑Y )+ )
Keterangan :
r = Korelasi antara masing-masing item pertanyaan
X = Skor pertanyaan
N = Jumlah subyek
Y = Skor total pertanyaan
Untuk perhitungan tiap-tiap item pertayaan akan dibandingkan dengan
table nilai Product Moment, jika r hitung > koefisien nilai table kritis r
27
27
yaitu pada taraf signifikan 5%, maka instrument yang diuji ditanyakan
valid (Sugiono, 2005).
Pengujian validitas pada penelitian ini dilakukan terhadap 20
responden dalam hal ini pasien dewasa pre operasi dengan gangguan
pola tidur di RSUD kota Semarang. Adapun hasil pengujian validitas
untuk tiap item pertayaan pada kuesioner gangguan pola tidur
didapatkan hasil bahwa senuanya valid, karena r hitung lebih besar
dari r tabel (0,444) dan berdasarkan nilai signifikan p value < 0,05.
b. Uji Reliabilitas.
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alatt
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoadmojdo,
2002). Menurut Sugiyono (2005) pengujian reliabilitas kuesioner dapt
dilakukan dengan menggunakan metode Internal Consistency,
dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian
yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu. Untuk mengetahui
reliabilitas caranya adalah membandingkan nilai r tabel dengan nilai
alpha. Dengan ketentuan bila r alpha > r tabel maka alat penelitian
handal
Berdasarkan hasil uji reliabilitas diperoleh nilai Alpha Cronbach > 0,444
yaitu dari jumlah 20 responden. Dari kuesioner gangguan pola tidur
didapatkan hasil Alpha Cronbach 0,8434 > 0,444, sehingga dapat
dikatakan bahwa kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini reliable
atau handal.
28
28
E. Metode Pengolahan dan Analisa Data
1. Cara Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan meliputi tahap – tahap sebagai berikut :
a. Editing
Editing dilakukan untuk peneliti setiap daftar pertanyaan yang sudah
diisi oleh responden, peneliti melakukan pengecekan terhadap
kelengkapan data-data yang ada.
b. Coding
Yaitu pengklasifikasian dan pemberian kode pada data. Hasil
jawaban dari setiap pertanyaan sesuai petunjuk koding yaitu pada
lembar observasi bagian A.Berupa lembar observasi jika skor 1
terdapat (satu gejala dari pilihan yang ada), jika skor 2 terdapat
(separuh dari gejala yang ada), jika skor 3 terdapat (lebih dari
separuh gejala yang ada), jika skor 4 terdapat (semua gejala ada) dan
Bagian B berupa kuesioner, apabila jawaban Ya dinilai 2 dan apabila
jawaban Tidak diberi nilai 1.
c. Entry data
Memasukkan data yang telah dilakukan koding dengan bantuan
komputer program SPSS
d. Tabulating
Merupakan pengorganisasian data sedemikian rupa agar dengan
mudah dapat dijumlah, disusun dan ditata untuk disajikan dan
dianalisis.
29
29
2. Analisa Data
a. Analisa univariat
Penelitian ini menggunakan analisa univariat dengan dua tujuan yaitu
analisi deskriptif variable penelitian dan uji kenormalan data. Analisa
univariat digunakan untuk mengestimasi parameter populasi untuk
data numeric terutama ukuran-ukuran tendesi sentral (modus,mean,
median), ukuran variabilitas (frekuensi, minimum, maksimum,standar
deviasi dan varians).
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat berfungsi untuk mengetahui hubungan antara variable
depanden dengan independen. Untuk menguji kepastian sebaran data
yang diperoleh, peneliti akan menggunakan uji kenormalan data
dengan uji Kolmogorof Smirnov.jika data berdistribusi normal maka
digunakan uji Pearson dan jika data berdistribusi tidak normal
menggunakan uji Spearman Rho, dengan nilai p value <0,05.
pengujian menggunakan tingkat kepercayaan 95% dengan
menggunakan program komputer SPSS Versi 10,00.
F. Etika Penelitian
Penelitian ini dilakukan setelah mendapat ijin dari Direktur RSUD Tugurejo Semarang.
Setelah mendapat persetujuan barulah melekukan penelitin dengan menekankan etika yang meliputi :1. Lembar persetujuan menjadi responden (Informed concent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan kepada responden, terlebih dahulu
peneliti memberikan penjelasan maksud dan tujuan penelitian yang akan
30
30
dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengumpulan data, jika responden diteliti maka diberi lembar persetujuan
menjadi responden (lampiran kedua) yang harus ditandatangani, tetapi
jika pasien menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan memaksa dan
tetap akan menghormati hak- haknya.(Alimul, 2003)
2. Tanpa nama (Anonimity).
Untuk menjaga kerahasian informasi dari responden peneliti tidak akan
mencantumkan nama responden pada lembar pengumpul data, tetapi
dengan memberika kode pada masing- masing lembar yang dilakukan
oleh peneliti.(Nursalam, 2003)
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin oleh
peneliti, bahwa informasi tersebut hanya akan diketahui oleh peneliti dan
pembimbing atas persetujuan responden.(Alimul, 2003)
G. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian terlampir.
31
31