bab i fix banget
DESCRIPTION
pbakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan
atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan”
atau dishonest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999
tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme disebutkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.
Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang terkaya di asia dilihat dari
kekayaan alam yang dimiliki oleh indonesia, namun dibalik semua itu ternyata Negara
Indonesia menjadi peringkat pertama Negara terkorup di tingkat Asia – Pasifik.
Korupsi di Indonesia telah membawa disharmonisasi dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat yang mengakibatkan terjadinya grafik pertumbuhan jumlah rakyat
miskin terus naik karena korupsi. Dalam kehidupan demokrasi di Indonesia, praktek
korupsi makin mudah ditemukan diberbagai bidang kehidupan. Di Indonesia sendiri
korupsi sudah menjadi tradisi yang tidak aneh lagi, padahal korupsi tidak diperbolehkan
oleh tiap agama. Dan pada saat ini banyak pandangan-pandangan tentang korupsi di
Indonesia khususnya pandangan di bidang hukum, agama dan budaya.
Untuk itu kami mencoba memaparkan bagaimana pandangan-pandangan korupsi di
berbagai bidang terutama dalam bidang hukum, agama dan budaya . Mudah-
mudahan makalah sederhana ini bermanfaat dan bisa memancing diskusi yang lebih
intens.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana pengertian dari perspektif.
1.2.2 Bagaimana pandangan korupsi di bidang hukum , agama dan budaya.
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Menjelaskan pengertian dari perspektif
1.3.2 Menjelaskan tentang pengertian perspektif korupsi didalam bidang hukum, agama
dan budaya.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Agar dapat mengetahui pengertian perspektif.
1.4.2 Agar dapat mengetahui bagaimana pandangan - pandangan korupsi dalam bidang
hukum, agama dan budaya.
.
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian Perspektif
Perspektif berasal dari bahasa italia "Prospettiva" yang berarti gambar pandangan
atau sudut pandangan.
2.1.1Perspektif Hukum Terhadap Korupsi
Menurut perspektif hukum, definisi korupsi secara gamblang telah dijelaskan
dalam 13 buah Pasal dalam UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal
tersebut, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis tindak pidana korupsi. Pasal-pasal
tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan yang bisa dikenakan sanksi
pidana karena korupsi. Ketiga puluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada
dasarnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara
2. Suap-menyuap
3. Penggelapan dalam jabatan
4. Pemerasan
5. Perbuatan curang
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
7. Gratifikasi
Di Indonesia peraturan-perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak
pidana korupsi sudah ada. undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat)
kali mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang korupsi, yakni :
Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
3
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi,
Undang-undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang
pemberantasan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 31 Tahun 1999 undang-undang
nomor 20 tahun 2001, jenis penjatuhan pidana yang dapat dilakukan hakim terhadap
terdakwa tindak pidana korupsi adalah sebagai berikut.
A. Terhadap Orang yang melakukan Tindak Pidana Korupsi
1. Pidana Mati
Dapat dipidana mati karena kepada setiap orang yang secara melawan
hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang
nomor 31 tahun 1999 , Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi, yang dilakukan dalam keadaan
tertentu.
2. Pidana Penjara
a) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4
(empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi setiap orang yang secara
melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara
atau perkonomian Negara. (Pasal 2 ayat 1)
b) Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) dan paling banyak satu Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
bagi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
4
kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau
kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian
Negara (Pasal 3)
c) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp.150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam
ratus juta) bagi setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi
atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan,
penuntutan, dan pemeriksaan di siding pengadilan terhadap tersangka
atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi. (Pasal 21)
d) Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus
lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah) bagi setiap orang sebagaimana dimaksud dalam pasal
28, pasal 29, pasal 35, dan pasal 36.
3. Pidana Tambahan
Perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud
atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari
tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak
pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan
barang-barang tersebut. Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya
sebanyak-banyaknya sama dengan harta yang diperoleh dari tindak pidana
korupsi.
Penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama
1 (satu) tahun.
Pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan
seluruh atau sebagian keuntungan tertentu yang telah atau dapat diberikan oleh
pemerintah kepada terpidana.
Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam
waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh
5
kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.
Dalam hal terpidana tidak mempunyai harta benda yang
mencukupi untuk membayar uang pengganti maka terpidana dengan pidana
penjara yang lamanya tidak memenuhi ancaman maksimum dari pidana
pokoknya sesuai ketentuan undang-undang nomor 31 tahun 1999 jo undang-
undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi
dan lamanya pidana tersebut sudah ditentukan dalam putusan pengadilan.
2.1.2 Pandangan Agama Terhadap Korupsi
B. Pandangan Agama Islam Terhadap Korupsi
Islam sebagai agama yang (syamil) sangat mengharamkan praktik
suap-menyuap bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengutuk
(melaknat) para pelaku hingga penghubung suap-menyuap sebagaimana
hadits tersebut.
Suap-menyuap dalam Islam disebut juga ar-Risywah (وة ْش� Ibnu ,(الِّر�
Atsir dalam an-Nihayah fi Gharibil Hadits wal Atsar mendefiniskan; ar-
Risywah adalah usaha memenuhi hajat (kepentingannya) dengan
membujuk. Kata ar-Risywah sendiri berasal dari yang berarti Tali الِّر�ْشاء
yang menyampaikan timba ke air. Jadi, ar-Risywah adalah pemberian apa
saja (berupa uang atau yang lain) kepada penguasa, hakim atau pengurus
suatu urusan agar memutuskan perkara atau menangguhkannya dengan cara
yang bathil.Dengan cara bathil inilah sebuah ketentuan berubah, sehingga
menyakiti banyak orang dan wajarlah jika Rasulullah mengutuk/melaknat
para pelaku suap-menyuap.
1) Dalil al-Quran tentang Keharamannya :
Allah Ta’ala berfirman,
بالباطل بينكم أموالكم تأكلوا وال
6
“Dan janganlah kalian memakan harta-harta diantara kalian
dengan cara yang bathil” [QS. Al-Baqarah: 188]
Imam al Qurthubi mengatakan, ”Makna ayat ini adalah janganlah
sebagian kalian memakan harta sebagian yang lainnya dengan cara
yang tidak benar.” Dia menambahkan bahwa barangsiapa yang
mengambil harta orang lain bukan dengan cara yang dibenarkan syariat
maka sesungguhnya ia telah memakannya dengan cara yang batil.
Diantara bentuk memakan dengan cara yang batil adalah putusan
seorang hakim yang memenangkan kamu sementara kamu tahu bahwa
kamu sebenarnya salah. Sesuatu yang haram tidaklah berubah menjadi
halal dengan putusan hakim.” (al Jami’ Li Ahkamil Qur’an juz II hal
711)
Diakui atau tidak, praktik suap-menyuap merupakan cara-cara
bathil memakan harta kaum muslimin.
Allah Ta’ala juga berfirman,
قتل األرضفكأنما في فساد أو نفٍس بغير نفسا% قتل من
% الناسجميعا
“Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena
orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh
manusia seluruhnya” [QS. al-Maidah: 32]
Praktik suap-menyuap jika kita pahami lebih mendalam akan
dampak negatifnya, sebenarnya merupakan pembunuhan terhadap
kesempatan orang lain dan artinya ia telah membunuh seluruh manusia.
Karenanya pantas jika ayat tersebut diatas diarahkan kepada para
pelaku suap-menyuap yang telah curang dalam suatu urusan sehingga
menyebabkan orang lain kehilangan jiwanya dan kehilangan
kesempatannya.
7
Dan firman-Nya,
واشكروا رزقناكم ما طيبات من كلوا آمنوا الذين أيها يا
تعبدون إياه كنتم إن الله
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang
baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada
Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” [QS. al-
Baqarah: 172]
Ayat tersebut merupakan dalil umum yang memerintahkan
orang-orang yang mengaku beriman untuk mencari rezki yang halal
dengan cara-cara yang halal, bukan malah sebaliknya mencari yang
halal dengan cara yang haram atau mencari haram dengan cara yang
haram pula. Dan suap-menyuap -tidak diragukan lagi- adalah cara yang
bathil dalam mencari rezki sehingga praktik tersebut diharamkan oleh
Allah Ta’ala.
2). Dalil as-Sunnah tentang Keharamannya
Dari Abdullah bin Umar, ia berkata,
والمرتشي الراشي وسلم عليه الله صلى الله رسول لعن
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang
menyuap dan yang menerima suap.” [HR. Abu Daud no. hadits 3580]
Juga hadits,
الراشي الله رسول لعن قال عنه الله رضي ثوبان وعن
: بينهما يمشي الذي يعني والرائش والمرتشي
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat/mengutuk orang yang
menyuap, yang menerima suap dan orang yang menghubungkan
8
keduanya.” [HR. Ahmad dalam bab Musnad Anshar radhiyallahu
‘anhum]
Sementara dalam Sunan at-Tirmidzi,
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
والمرتشي الراشي وسلم عليه الله صلى الله رسول لعن
الحكم في
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melaknat orang
yang menyuap dan yang menerima suap dalam masalah hukum”.
[HR. at-Tirmidzi no hadits 1351]
Setelah mengetahui dalil-dalil al-Quran dan as-Sunnah yang
menegaskan tentang keharaman praktik suap-menyuap (ar-Risywah)
maka sudah dapat dipastikan bahwa pelaku, penerima dan orang-
orang yang terlibat dalam praktik suap tersebut tidak akan
mendapatkan keuntungan melainkan kecelakaan yang akan Allah
berikan kepadanya, jika tidak di dunia tapi pasti di akhirat.
Sebagai seorang muslim yang mengaku tunduk dan patuh
terhadap hukum-hukum Allah dan Rasulullah maka sepatutnyalah
kita membenci praktik suap-menyuap (ar-Risywah) yang telah
meracuni pikiran kaum muslimin sehingga mereka tidak lagi percaya
kepada qadha dan qadar dari Allah, dengan akhirnya mereka
menempuh jalan pintas untuk kemudian memutar balikkan kebenaran,
merubah yang bathil menjadi haq. Tidak hanya itu, laknat dari
Rasulullah seharusnya menjadi bahan pertimbangan bagi orang-orang
yang akan dan membudayakan praktik suap-menyuap tersebut.
من هم القيامة ويوم لعنة الدنيا هذه في وأتبعناهم
المقبوحين
9
“Dan Kami ikutkanlah laknat kepada mereka di dunia ini; dan
pada hari kiamat mereka termasuk orang-orang yang dijauhkan
(darirahmat Allah).” [QS. Al-Qashash: 42]
C. Pandangan Agama Kristen Terhadap Korupsi
Gereja mendekati permasalahan korupsi dari titik tolak kebobrokan moral
manusia yang tidak mampu mewujudkan hakikat dirinya sebagai gambar/citra
Allah. Dalam pemahaman Kristen, manusia diciptakan Allah menurut
gambar/citra-Nya. Manusia diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dengan
martabat yang sama dan dikaruniai tugas mandat untuk beranak cucu dan
memenuhi bumi serta untuk menguasai, mengusahakan dan memelihara seluruh
ciptaan Allah.
Untuk dapat melaksanakan tugas dan mandat itu, Allah memperlengkapi
manusia dengan akal budi dan hikmat serta memahkotainya dengan kemuliaan,
hormat dan kuasa. Manusia diciptakan dalam kesatuan tubuh, jiwa dan roh,
sehingga ia dipanggil untuk memelihara secara utuh jasmani dan rohani dalam
rangka pemenuhan tanggung jawab-nya kepada Allah.
Manusia diciptakan dalam kebebasan, dan dalam kebebasannya itu ia
bertanggung jawab kepada Allah. Ia juga diciptakan sebagai makhluk yang
hidup dalam persekutuan dan wajib mengatur kehidupan bersamanya dalam
keluarga dan masyarakat, yang dapat membawa kebaikan bagi semua orang.
Dengan demikian, manusia mempunyai martabat kemanusiaan, yaitu hak-
hak dan kewajiban asasi yang tidak boleh diambil oleh siapa pun dan oleh
kuasa apa pun. Ketika manusia yang adalah gambar Allah tidak lagi mampu
mengaktualisasikan hakikat dirinya seperti itu, maka terjadilah ketidakadilan,
suap, sogok dan bentuk-bentuk korupsi lainnya.
2.1.3 Perspektif Korupsi dalam Budaya
Korupsi yang terjadi dalam level manapun merupakan hal yang dapat menghancurkan
nilai-nilai etika serta norma sosial dan nilai agama, sehingga dapat menjadi prilaku yang
10
mengkorupsi budaya, dan ketika secara bertahap atau sekaligus diterima oleh masyarakat
sebagai sesuatu yang wajar, maka disitu telah terjadi korupsi budaya yang kemudian
membentuk budaya korupsi. Dengan demikian jika pun benar ada budaya korupsi, maka
itu sebenarnya terjadi karena korupsi budaya akibat makin lemahnya kontrol
sosial/pengabaian terhadap upaya mementingkat pribadi diatas kepentingan publik pada
saat mereka mempunyai kedudukan/jabatan atas mandat publik baik langsung maupun tak
langsung.
Budaya korupsi dipahami sebagi sebuah sistem dan proses yang melembaga, yang
memungkinkan bahkan mendorong terbentuk dan terjadinya sikap dan perilaku korupsi.
Sebagai sistem budaya, korupsi mengandung berbagai kekuatan material ataupun
ideologis yang saling berhubngan satu sama lain untuk membentuk dan melahirkan sikap
dan perilaku korupsi. Sistem budaya korupsi itu menjadi bagian integral dari sistem sosial
dan budaya secara keseluruhandengan segala kekuatan material maupun ideologisnya.
Sebagai proses, budaya korupsi yang membentuk dan mendorong sikap dan perilaku
korupsi itu terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari, baik melalui berbagai aktivitas
diskursif, fisik, maupun simbolik.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau
penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan
pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan”
atau dishonest (ketidakjujuran). Angka korupsi di Indonesia setiap tahun semakin
meningkat yang mengakibatkan angka kemiskinan di Indonesia juga semakin
meningkat. Di Indonesia sendiri korupsi sudah menjadi tradisi yang tidak aneh lagi,
padahal korupsi tidak diperbolehkan oleh tiap agama. Dan pada saat ini banyak
pandangan-pandangan tentang korupsi di Indonesia khususnya pandangan di bidang
hukum, agama dan budaya.
3.2 Saran
Diharapkan makalah yang kami buat ini dapat bemanfaat untuk pembacanya
terutama dalam upaya pencegahan korupsi yang sangat tidak diperbolehkan di
bidang hukum, agama, maupun budaya, serta dengan adanya makalah ini mampu
menurunkan tingkat korupsi di Indonesia.
12
DAFTAR PUSTAKA
http://widiyaskyblue.blogspot.com/2013/05/makalah-korupsi-dalam-islam.html
kbbi.web.id/perspektif
13