bab i fix

27
BAB I PENDAHULUAN Anemia merupakan suatu kondisi penurunan volume eritrosit atau kadar hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat 1 . Terdapat banyak jenis anemia seperti anemia hemolitik, anemia defisiensi besi, anemia pernisiosa, dan anemia aplastik yang terkait dengan berbagai penyakit dan kondisi 2 . Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel darah merah yang berlebihan 3 . Angka kejadian anemia hemolitik 5% dari seluruh jenis anemia 4 . Penelitian yang dilakukan oleh Clanak di Split University Hospital Center, dari tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Dari 16 494 pasien rawat inap, 480 didiagnosis dengan anemia. Ada 234 (48,8%) laki-laki dan 246 (51,2%) anak perempuan. Anemia Sideropenik adalah yang paling umum, ditemukan pada 418 (88%) anak-anak, diikuti oleh anemia hiporegeneratif di 39 (8,1%) dan anemia hemolitik di 23 (4,8%) pasien 5 . Anemia hemolitik dapat terjadi dari berbagai penyebab seperti defek genetik di sel darah merah yang mempercepat destruksi sel, atau perkembangan idiopatik autoimun yang mendestruksi sel. Bergantung dengan penyebabnya, anemia hemolitik dapat terjadi hanya sekali atau berulang 6 . 1

Upload: wendra-saputra

Post on 01-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

Anemia merupakan suatu kondisi penurunan volume eritrosit atau kadar

hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat1.

Terdapat banyak jenis anemia seperti anemia hemolitik, anemia defisiensi besi,

anemia pernisiosa, dan anemia aplastik yang terkait dengan berbagai penyakit dan

kondisi2.

Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel

darah merah yang berlebihan3. Angka kejadian anemia hemolitik 5% dari seluruh

jenis anemia4. Penelitian yang dilakukan oleh Clanak  di Split University Hospital

Center, dari tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Dari

16 494 pasien rawat inap, 480 didiagnosis dengan anemia. Ada 234 (48,8%) laki-laki

dan 246 (51,2%) anak perempuan. Anemia Sideropenik adalah yang paling umum,

ditemukan pada 418 (88%) anak-anak, diikuti oleh anemia hiporegeneratif di 39

(8,1%) dan anemia hemolitik di 23 (4,8%) pasien5. Anemia hemolitik dapat terjadi

dari berbagai penyebab seperti defek genetik di sel darah merah yang mempercepat

destruksi sel, atau perkembangan idiopatik autoimun yang mendestruksi sel.

Bergantung dengan penyebabnya, anemia hemolitik dapat terjadi hanya sekali atau

berulang6.

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hemolitik diartikan sebagai destruksi cepat yang terjadi pada eritrosit. Jika

kecepatan destruksi melebihi kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit,

maka akan terjadi anemia. Umur eritrosit normal adalah 110-120 hari, dan kira-kira

1% dari eritrosit tua dibuang tiap harinya dan diganti oleh sumsum tulang untuk

mempertahankan jumlah eritrosit1. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang

tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah

merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari7.

2.2 Etiologi dan Klasifikasi

Pada prinsipnya anemia hemolitik dapat terjadi karena: 1) defek molekular;

hemoglobinopati atau enzimopati, 2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-

membran; 3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi8.

Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dapat dikelompokkan menjadi8:

1. Anemia Hemolitik Herediter

a. Defek enzim/enzimopati

- Defek jalur Embden Meyerhof

- Defek jalur heksosa monofosfat : Defisiensi G6PD

b. Hemoglobinopati

- Thalasemia

- Anemia sickle cell

- Hemoglobinopati lain

c. Defek membran/membranopati

- Sferositosis herediter

2

2. Anemia Hemolitik Didapat

a. Anemia Hemolitik imun, misalnya idiopatik, keganasan, obat-obatan,

kelainan autoimun, infeksi dan transfusi.

b. Mikroangiopati, misalnya: Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP),

Sindrom Uremik Hemolitik (SUH), Disseminated Intravaskular

Coagulation (DIC), dll.

c. Infeksi, misalnya infeksi malaria, babesiosis dan Clostridium.

Berdasarkan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah resipien, anemia

hemolitik dikelompokkan menjadi:

1. Anemia hemolitik Intrakorpuskular

Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi resipien, sedangkan

sel eritrosit kompatibel normal dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien8.

Biasanya pada kondisi diantaranya yaitu: a) Kelainan membrane, b) Kelainan

molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam

metabolisme sel eritrosit6.

2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler

Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang

kompatibel, tetapi sel eritrosit kompatibel normal toidak dapat bertahan di

sirkulasi darah pasien8. Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired)6.

Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan immunoglobulin pada kejadian

hemolitik, anemia hemolitik dikelompokkan menjadi:

1. Anemia hemolitik imun

Hemolitik terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang

spesifik untuk antigen eritrosit pasien (autoantibodi).

2. Anemia hemolitik non imun

Hemolitik terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin tetapi karena defek

membrane, enzim dan sebagainya8.

3

2.3. Patofisiologi

Hemolitik dapat terjadi intravascular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung

pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolitik intravascular, destruksi

eritrosit terjadi lansung di sirkulasi darah. Misalnya trauma mekanik, fiksasi

komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan

mendestruksi membrane sel eritrosit. Hemolitik intravascular jarang terjadi8.

Hemolitik yang lebih sering terjadi adalah hemolitik ekstravaskular. Pada

hemolitik ekstravaskular destruksi sel erotrosit dilakukan oleh system

retikuloendotelial karena sel eritrosit yang mengalami perubahan membrane sehingga

tidak dapat melintasi system retikuloendotelial dan pada akhirnya akan difagositosis

dan dihancurkan oleh makrofag8.

2.4. Manifestasi klinis

Penegakkan diagnosa anemia hemolitik memerlukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis yang teliti. Pasien mungkin mengeluhkan lemah, pusing, cepat lelah

dan sesak. Pasien juga akan mengeluhkan kuning dan urinnya kecoklatan, meski

jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksik serta riwayat

keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis9.

Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali

didapatkan pada beberapa anemia hemolitik. Selain itu perlu juga dicari saat

anamnesis dan pemeriksaan fisis hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia tertentu.

Mislanya ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle cell8.

2.5 Pemeriksaan Penunjang

Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolitik. Retikulositosis

mencerminkan adanya hiperplasia eritroid di sumsum tulang tetapi biopsi sumsum

tulang tidak selalu diperlukan, retikulosistosis dapat diamati segera, 3-5 hari setelah

penurunan hemogloblin8. Hemolitik harus dicurigai sebagai penyebab anemia jika

peningkatan jumlah retikulosit tanpa adanya perdarahan ataupun pemberian terapi

hematinik1.

4

Anemia pada hemolitik biasanya normositik, meskipun retikulositosis

meningkatkan ukuran mean corpuscular volume. Morfologi eritrosit dapat

menunjukkan adanya hemolitik dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferosis

herediter, anemia hemolitik autoimu; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati,

penyakit hati; schictosis pada mikroangiopati, dan lain-lain8. Jika tidak ada kerusakan

jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD) terutama LDH 2 dan

SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit6.

Baik hemolitik intravascular maupun ekstravaskular meningkatkan katabolisme

heme dan pembentukan bilirubin tidak terkonjugasi. Hemoglobin bebas hasil

hemolitik terikat dengan haptogloblin. Ikatan ini segera dibersihkan oleh hati hingga

kadar haptogloblin rendah sampai tidak terdeteksi8.

Gambar 2.1 Algoritme evaluasi anemia hemolitik

5

6

2.6 Tatalaksana

Pada pasien dengan defisiensi GPD6 tipe A-, defek jalur Embden Meyerhof,

sferositosis herediter, elipsitosis herediter tidak diperlukan terapi khusus kecuali

terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan atau zat yang

mempresipitasi hemolitik serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena

adanya hemoglobinuria saat hemolitik akut8.

Beberapa ahli hematologi tidak merekomendasikan splenektomi pada pasien

dengan sferositosis herediter dengan Hb-nya 10 g/dL dan angka retikulositnya <10%.

Namun pada pasien dengan hemolitik berat harus diberikan asam folat 1 mg/hari1.

Pasien yang terkena thalasemia terapi diberikan secara teratur untuk

mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg packed red

cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Pemberian kelasi besi diperlukan

untuk mengurangi efek terapi transfuse jangka panjang yaitu penumpukan besi dalam

tubuh1.

2.7 Prognosis

Prognosis untuk pasien dengan anemia hemolitik tergantung pada penyebab

yang mendasarinya. Secara keseluruhan, tingkat kematian rendah pada anemia

hemolitik. Namun, risiko lebih besar pada pasien yang lebih tua dan pasien dengan

gangguan kardiovaskular. Morbiditas tergantung pada etiologi dari hemolitik dan

gangguan yang mendasari seperti anemia sel sabit atau malaria4.

7

BAB III

PRESENTASI KASUS

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. H

No CM : 030007

Umur : 13 tahun, 3 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Golongan Darah : O+

Agama : Islam

Alamat : Banda Aceh

Tgl Masuk : 21 Oktober 2010

Tgl pemeriksaan : 21 Oktober 2010

II. IDENTITAS KELUARGA

Ayah

Nama : Tn. I (Alm.)

Umur : 49 Thn

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Desa Neuhen, Aceh Besar

Ibu

Nama : Ny. S

Umur : 42 Thn

Agama : Islam

Pekerjaan : IRT

Alamat : Desa Neuhen, Aceh Besar

8

1.1 Anamnesis

Alloanamnesa ( Ibu OS)

A. Keluhan Utama

Pucat

B. Keluhan Tambahan

Lemas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan pucat yang dirasakan sejak kurang lebih

seminggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pucat muncul perlahan.

Pasien juga mengeluhkan lemas namun tetap melakukan aktivitas seperti

biasanya. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien telah terbiasa

melakukan transfusi darah sejak usia 8 bulan. Saat ini pasien rutin

menjalani transfusi darah rata-rata setiap 2 bulan sekali. Pasien menjalani

transfusi terakhir pada tanggal 15 Agustus 2013 sebanyak 250 cc. Keluhan

pingsan (-), sakit kepala (-), sesak napas (-), mual muntah (-) dan riwayat

alergi (-). Nafsu makan baik.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Thalasemia sejak usia 8 bulan.

Splenektomi tahun 2006

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Disangkal

F. Riwayat Pemakaian Obat

Ferriprox, Asam folat, Vit E dan Vit C.

9

G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

OS merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara. Ibu OS rutin ANC ke bidan

setiap bulan. Ibu OS tidak mengalami penyakit/ infeksi selama kehamilan.

Demam, kejang dan hipertensi disangkal. Os dilahirkan secara pervaginam,

ditolong oleh bidan di klinik bersalin dengan BBL 3000 gram dan segera

menangis. Keadaan tali pusat, air ketuban dan Apgar Score tidak diketahui.

H. Riwayat Pemberian Makan

ASI diberikan pada usia 0 hari – 1 tahun.

Pasi diberikan sejak usia 2 minggu (pisang dan nasi lembek).

Makanan keluarga diberikan sejak usia 1 tahun.

I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

Saat usia 4 bulan sudah dapat membolak-balikkan badan.

Saat usia 6 bulan sudah dapat duduk.

Saat usia 12 bulan sudah dapat berdiri.

J. Riwayat Imunisasi

Tidak dilakukan

1.2 Pemeriksaan Fisik

A. Status Present

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Frekuensi Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat

Pernapasan : 20 x/ menit, regular

Suhu : 36,3 0C

TD : 100/80 mmHg

Berat Badan Sekarang : 24,3 kg

Panjang Badan : 124 cm

10

Berat Badan Ideal : 45 kilogram

HA : 7 Tahun

Status gizi :

BB/U : < 3 persentil (gizi buruk)

TB/U : < 3 persentil (sangat pendek)

BB/TB : > 50 persentil (gizi baik)

Kebutuhan kalori : (53-66) x 45

2385 – 2970 kkal/hari

Kebutuhan Protein : (2385 – 2970) x 0.08 = 47,7 – 59,4 gr/hari

4

B. Status Generalis

1. Kulit

Warna sawo matang, hiperpigmentasi (+), turgor kembali cepat, ikterik

(-)

2. Kepala dan Wajah

Bentuknya kesan normocephali, wajah facies Cooley (+), rambut

berwarna hitam mengkilat, sukar dicabut dan distribusi merata.

3. Mata

Mata cekung (-), konjungtiva palpebra inferior anemis (+), sklera ikterik

(+), pupil isokor

4. Telinga

Sekret minimal, hiperemis (-)

5. Hidung

NCH (-), sekret (-)

11

6. Mulut

Bibir anemis (-), sianosis (-), mukosa basah, lidah hiperemis (-), karies

(+), gigi berlubang (+), faring hiperemis (-), tonsil T3/T3 livid.

7. Leher

Bentuk kesan simetris, perbesaran KBG (+) a.r submandibula sinistra,

diameter 2 cm, mobile, tidak nyeri tekan, permukaan rata, konsistensi

lunak. Kelenjar tiroid tidak teraba. Distensi JVP (-).

8. Thorak

Inspeksi : bentuk simetris, pernapasan abdomino-torakal,

retraksi intercostals (-), retraksi epigastrium (-),

jejas (-)

Palpasi : simetris, SF kanan = SF kiri, nyeri tekan (-)

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas tambahan (-/-)

9. Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba pada midclav sinistra ICS 5

Perkusi : tidak ditemukan perubahan batas jantung

Auskultasi : BJ I > BJ II di area mitral, bising (-)

10. Abdomen

Inspeksi : kesan simetris, jejas (+), distensi (-)

Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-)

Hepar : teraba 3 jari BAC dextra, tepi tumpul

konsistensi lunak, permukaan rata, nyeri tekan (-)

Lien : tidak teraba

12

Perkusi : timpani

Auskultasi : peristaltik usus normal, bising usus (-)

11. Genitalia

Perempuan, payudara (-), menstruasi (-)

12. Ekstrimitas

Pucat (+), edema (-), CRT <3”, akral hangat

1.3 Pemeriksaan Penunjang

A. Hematologi (21/10/13)

Hb : 6.3 gr/dl

Ht : 16%

Leuko : 41.200 /ul

Trombo : 469.000 /ul

Feritin : >12.000

B. Echocardiography (15/08/13)

Kesimpulan: kesan cardiac normal

1.4 Resume

A. Anamnesis

Pasien datang dengan keluhan pucat yang dirasakan sejak kurang lebih

seminggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pucat muncul perlahan.

Pasien juga mengeluhkan lemas namun tetap melakukan aktivitas seperti

biasanya. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien telah terbiasa

melakukan transfusi darah sejak usia 8 bulan. Saat ini pasien rutin menjalani

transfusi darah rata-rata setiap 2 bulan sekali. Pasien menjalani transfusi

terakhir pada tanggal 15 Agustus 2013 sebanyak 250 cc. Keluhan pingsan

13

(-), sakit kepala (-), sesak napas (-), mual muntah (-) dan riwayat alergi (-).

Nafsu makan baik.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan Umum : Lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Frekuensi Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat

Pernapasan : 20 x/ menit, regular

Suhu : 36,3 0C

TD : 100/80 mmHg

Berat Badan Sekarang : 24,3 kg

Panjang Badan : 124 cm

Berat Badan Ideal : 45 kilogram

Status gizi : perawakan pendek

Kebutuhan kalori : 2385-2970 kkal/hari

Kebutuhan Protein : 47,7-59,4 gr/hari

b. Status Generalis

Kulit : warna sawo matang, hiperpigmentasi (+)

Kepala : facies Cooley (+)

Mata : sclera ikterik (+)

Telinga : dbn

Hidung : dbn

Mulut : karies (+), gigi berlubang (+), T3/T3

Leher : perbesaran KBG a.r submandibula sin

Thorax : dbn

Cor : dbn

Abdomen : hepatomegali, post splenektomi

Genitalia : payudara (-), menstruasi (-)

14

Ekstrimitas : dbn

C. Pemeriksaan Penunjang

Hb : 6.3 gr/dl

Ht : 16%

Leuko : 41.200 /ul

Trombo : 469.000 /ul

Feritin : >12.000

Echocardiography: kesan cardiac normal

1.5 Diagnosa Banding

Anemia hemolitik e.c :

1. Thalasemia

2. Sferositosis herediter

+ Limfadenopati submandibula (s)

1.6 Diagnosa Sementara

Anemia Hemolitik ec. Thalasemia + Limfadenopati submandibula (s)

1.7 Rencana Pemeriksaan

1. Darah Lengkap

2. Hb Elektroforesis

3. Evaluasi Fungsi Hati

4. Bone survey

5. Konsul THT serta Gigi dan Mulut

15

1.8 Penatalaksanaan

1. Umum

Tirah Baring

Diet kalori 2385-2970 kkal/hari + protein 47,7-59,4 gr/hari

2. Khusus

Transfusi PRC, kebutuhan pasien: 554 cc, kemampuan pasien: 243-364

cc. Range per kali transfuse 250 cc.

Asam folat Tab 1 dd 1

Vitamin E Tab 1 dd 1

Vitamin C Tab 1 dd 1

Kelasi Besi (Ferriprox) Tab 3 dd 1

1.9 Prognosis

Dubia ad bonam

1.10 Keadaan Pulang

Pasien diperbolehkan pulang tanggal 22 Oktober 2013 untuk selanjutnya

kembali menjalani transfusi rutin tiap bulannya.

16

BAB IV

ANALISA KASUS

Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, didapatkan pasien mengalami

pucat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga sering mengalami lemas semenjak 1

minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, juga didapatkan tanda-tanda anemis pada

konjungtiva palpebra inferior yang tampak pucat dan ekstremitas yang juga tampak

pucat. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa pada anemia hemolitik, pasien

memiliki kadar haemoglobin yang rendah sehingga tampak pucat. Dari hasil

anamnesa juga ditemukan adanya riwayat splenektomi, dimana pada teori dikatakan

spleen pada penderita anemia hemolitik membesar dan akan dioperasi apabila jarak

tranfusi semakin dekat.

Dari pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan kadar haemoglobin dan

haematokrit yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada

anemia hemolitik terjadinya proses penghancuran sel eritrosit yang berlebihan

sehingga menyebabkan penurunan angka hemoglobin dan hematokrit. Untuk

menegakkan diagnosa hemolitik biasanya ditemukan adanya penurunan kadar

hemoglobin, peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dan adanya retikulositosis. Pada

pemeriksaan hapusan darah tepi morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya

hemolitik dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferosis herediter, anemia

hemolitik autoimu; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati, penyakit hati;

schictosis pada mikroangiopati, dan lain-lain. Jika dilakukan pemeriksaan darah tepi

pada pasien ini akan ditemukan adanya sel target dan gambaran eritrosit yang

hipokorom dan mikrositik.

Terapi yang diberikan pada pasien thalasemia adalah transfusi darah rutin untuk

mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg packed red

cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Pemberian kelasi besi diperlukan

untuk mengurangi efek terapi transfuse jangka panjang yaitu penumpukan besi dalam

tubuh.

17

BAB V

KESIMPULAN

1. Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel

darah merah yang berlebihan.

2. Hemolitik dapat terjadi karena: 1) defek molecular; hemoglobinopati atau

enzimopati, 2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran; 3) factor

lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.

3. Manifestasi klinis yang sering timbul adalah pucat, lemas, kuning.

4. Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolitik.

5. Pada pasien dengan defisiensi GPD6 tipe A-, defek jalur Embden Meyerhof,

sferositosis herediter, elipsitosis herediter tidak diperlukan terapi khusus kecuali

terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan atau zat yang

mempresipitasi hemolitik serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat.

6. Pasien yang terkena thalasemia terapi diberikan secara teratur untuk

mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg

packed red cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.

18

DAFTAR PUSTAKA

1. Segel, George B., 2005, Anemia Hemolitik dalam: Nelson, W.E., Kliegman, R., Brehman, R.E., Arvin, A.M. Buku Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15, EGC, Jakarta.

2. National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2011, Your Guide to Anemia, www.nhlbi.nih.gov/health/infoctr/index.htm [diakses pada tanggal 08 Oktober 2013].

3. Corwin, Elizabeth, 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.

4. Schick, Paul., 2013, Hemolytic Anemia. http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#a0156 [diakses pada tanggal 08 Oktober 2013].

5. Clanak, 2013, Anemia in Children hospitalized at department of pediatrics, Split University Hospital Center 2006-2010, http://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak&id_clanak_jezik=132809 [diakases pada tanggal 10 Oktober 2013].

6. Aman, Adi Koesoema, 2003, Klasifikasi Etiologi dan Aspek Laboratoriu pada Anemia Hemolitik. Universitas Sumatra Utara.

7. Oehadian, Amaylia., 2012, Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia, CDK-194, 39 (6).

8. Sudoyo, Aru W, dkk, 2009, Anemia Hemolitik Non Imun dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 4, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta.

9. Dhaliwal, Gurprett., dkk, 2004, Hemolytic Anemia, American Family Physician, 69 (11).

19