bab i fix
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Anemia merupakan suatu kondisi penurunan volume eritrosit atau kadar
hemoglobin (Hb) sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat1.
Terdapat banyak jenis anemia seperti anemia hemolitik, anemia defisiensi besi,
anemia pernisiosa, dan anemia aplastik yang terkait dengan berbagai penyakit dan
kondisi2.
Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel
darah merah yang berlebihan3. Angka kejadian anemia hemolitik 5% dari seluruh
jenis anemia4. Penelitian yang dilakukan oleh Clanak di Split University Hospital
Center, dari tanggal 1 Januari 2006 sampai dengan tanggal 31 Desember 2010. Dari
16 494 pasien rawat inap, 480 didiagnosis dengan anemia. Ada 234 (48,8%) laki-laki
dan 246 (51,2%) anak perempuan. Anemia Sideropenik adalah yang paling umum,
ditemukan pada 418 (88%) anak-anak, diikuti oleh anemia hiporegeneratif di 39
(8,1%) dan anemia hemolitik di 23 (4,8%) pasien5. Anemia hemolitik dapat terjadi
dari berbagai penyebab seperti defek genetik di sel darah merah yang mempercepat
destruksi sel, atau perkembangan idiopatik autoimun yang mendestruksi sel.
Bergantung dengan penyebabnya, anemia hemolitik dapat terjadi hanya sekali atau
berulang6.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Hemolitik diartikan sebagai destruksi cepat yang terjadi pada eritrosit. Jika
kecepatan destruksi melebihi kapasitas sumsum tulang untuk memproduksi eritrosit,
maka akan terjadi anemia. Umur eritrosit normal adalah 110-120 hari, dan kira-kira
1% dari eritrosit tua dibuang tiap harinya dan diganti oleh sumsum tulang untuk
mempertahankan jumlah eritrosit1. Anemia hemolitik terjadi bila sumsum tulang
tidak dapat mengatasi kebutuhan untuk menggganti lebih dari 5% sel darah
merah/hari yang berhubungan dengan masa hidup sel darah merah kira-kira 20 hari7.
2.2 Etiologi dan Klasifikasi
Pada prinsipnya anemia hemolitik dapat terjadi karena: 1) defek molekular;
hemoglobinopati atau enzimopati, 2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-
membran; 3) faktor lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi8.
Berdasarkan etiologinya anemia hemolitik dapat dikelompokkan menjadi8:
1. Anemia Hemolitik Herediter
a. Defek enzim/enzimopati
- Defek jalur Embden Meyerhof
- Defek jalur heksosa monofosfat : Defisiensi G6PD
b. Hemoglobinopati
- Thalasemia
- Anemia sickle cell
- Hemoglobinopati lain
c. Defek membran/membranopati
- Sferositosis herediter
2
2. Anemia Hemolitik Didapat
a. Anemia Hemolitik imun, misalnya idiopatik, keganasan, obat-obatan,
kelainan autoimun, infeksi dan transfusi.
b. Mikroangiopati, misalnya: Trombotik Trombositopenia Purpura (TTP),
Sindrom Uremik Hemolitik (SUH), Disseminated Intravaskular
Coagulation (DIC), dll.
c. Infeksi, misalnya infeksi malaria, babesiosis dan Clostridium.
Berdasarkan ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah resipien, anemia
hemolitik dikelompokkan menjadi:
1. Anemia hemolitik Intrakorpuskular
Sel eritrosit pasien tidak dapat bertahan hidup di sirkulasi resipien, sedangkan
sel eritrosit kompatibel normal dapat bertahan hidup di sirkulasi darah pasien8.
Biasanya pada kondisi diantaranya yaitu: a) Kelainan membrane, b) Kelainan
molekul hemoglobin, c) Kelainan salah satu enzym yang berperan dalam
metabolisme sel eritrosit6.
2. Anemia hemolitik ekstrakorpuskuler
Sel eritrosit pasien dapat bertahan hidup di sirkulasi darah resipien yang
kompatibel, tetapi sel eritrosit kompatibel normal toidak dapat bertahan di
sirkulasi darah pasien8. Biasanya merupakan kelainan yang didapat (aquaired)6.
Berdasarkan ada tidaknya keterlibatan immunoglobulin pada kejadian
hemolitik, anemia hemolitik dikelompokkan menjadi:
1. Anemia hemolitik imun
Hemolitik terjadi karena keterlibatan antibodi yang biasanya IgG atau IgM yang
spesifik untuk antigen eritrosit pasien (autoantibodi).
2. Anemia hemolitik non imun
Hemolitik terjadi tanpa keterlibatan immunoglobulin tetapi karena defek
membrane, enzim dan sebagainya8.
3
2.3. Patofisiologi
Hemolitik dapat terjadi intravascular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung
pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolitik intravascular, destruksi
eritrosit terjadi lansung di sirkulasi darah. Misalnya trauma mekanik, fiksasi
komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegradasi dan
mendestruksi membrane sel eritrosit. Hemolitik intravascular jarang terjadi8.
Hemolitik yang lebih sering terjadi adalah hemolitik ekstravaskular. Pada
hemolitik ekstravaskular destruksi sel erotrosit dilakukan oleh system
retikuloendotelial karena sel eritrosit yang mengalami perubahan membrane sehingga
tidak dapat melintasi system retikuloendotelial dan pada akhirnya akan difagositosis
dan dihancurkan oleh makrofag8.
2.4. Manifestasi klinis
Penegakkan diagnosa anemia hemolitik memerlukan anamnesis dan
pemeriksaan fisis yang teliti. Pasien mungkin mengeluhkan lemah, pusing, cepat lelah
dan sesak. Pasien juga akan mengeluhkan kuning dan urinnya kecoklatan, meski
jarang terjadi. Riwayat pemakaian obat-obatan dan terpajan toksik serta riwayat
keluarga merupakan informasi penting yang harus ditanyakan saat anamnesis9.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit dan mukosa kuning. Splenomegali
didapatkan pada beberapa anemia hemolitik. Selain itu perlu juga dicari saat
anamnesis dan pemeriksaan fisis hal-hal yang bersifat khusus untuk anemia tertentu.
Mislanya ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle cell8.
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolitik. Retikulositosis
mencerminkan adanya hiperplasia eritroid di sumsum tulang tetapi biopsi sumsum
tulang tidak selalu diperlukan, retikulosistosis dapat diamati segera, 3-5 hari setelah
penurunan hemogloblin8. Hemolitik harus dicurigai sebagai penyebab anemia jika
peningkatan jumlah retikulosit tanpa adanya perdarahan ataupun pemberian terapi
hematinik1.
4
Anemia pada hemolitik biasanya normositik, meskipun retikulositosis
meningkatkan ukuran mean corpuscular volume. Morfologi eritrosit dapat
menunjukkan adanya hemolitik dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferosis
herediter, anemia hemolitik autoimu; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati,
penyakit hati; schictosis pada mikroangiopati, dan lain-lain8. Jika tidak ada kerusakan
jaringan organ lain, peningkatan laktat dehidrogenase (LD) terutama LDH 2 dan
SGOT dapat menjadi bukti adanya percepatan destruksi eritrosit6.
Baik hemolitik intravascular maupun ekstravaskular meningkatkan katabolisme
heme dan pembentukan bilirubin tidak terkonjugasi. Hemoglobin bebas hasil
hemolitik terikat dengan haptogloblin. Ikatan ini segera dibersihkan oleh hati hingga
kadar haptogloblin rendah sampai tidak terdeteksi8.
Gambar 2.1 Algoritme evaluasi anemia hemolitik
5
2.6 Tatalaksana
Pada pasien dengan defisiensi GPD6 tipe A-, defek jalur Embden Meyerhof,
sferositosis herediter, elipsitosis herediter tidak diperlukan terapi khusus kecuali
terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan atau zat yang
mempresipitasi hemolitik serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat karena
adanya hemoglobinuria saat hemolitik akut8.
Beberapa ahli hematologi tidak merekomendasikan splenektomi pada pasien
dengan sferositosis herediter dengan Hb-nya 10 g/dL dan angka retikulositnya <10%.
Namun pada pasien dengan hemolitik berat harus diberikan asam folat 1 mg/hari1.
Pasien yang terkena thalasemia terapi diberikan secara teratur untuk
mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg packed red
cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Pemberian kelasi besi diperlukan
untuk mengurangi efek terapi transfuse jangka panjang yaitu penumpukan besi dalam
tubuh1.
2.7 Prognosis
Prognosis untuk pasien dengan anemia hemolitik tergantung pada penyebab
yang mendasarinya. Secara keseluruhan, tingkat kematian rendah pada anemia
hemolitik. Namun, risiko lebih besar pada pasien yang lebih tua dan pasien dengan
gangguan kardiovaskular. Morbiditas tergantung pada etiologi dari hemolitik dan
gangguan yang mendasari seperti anemia sel sabit atau malaria4.
7
BAB III
PRESENTASI KASUS
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
No CM : 030007
Umur : 13 tahun, 3 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Golongan Darah : O+
Agama : Islam
Alamat : Banda Aceh
Tgl Masuk : 21 Oktober 2010
Tgl pemeriksaan : 21 Oktober 2010
II. IDENTITAS KELUARGA
Ayah
Nama : Tn. I (Alm.)
Umur : 49 Thn
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Desa Neuhen, Aceh Besar
Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 42 Thn
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Desa Neuhen, Aceh Besar
8
1.1 Anamnesis
Alloanamnesa ( Ibu OS)
A. Keluhan Utama
Pucat
B. Keluhan Tambahan
Lemas
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan pucat yang dirasakan sejak kurang lebih
seminggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pucat muncul perlahan.
Pasien juga mengeluhkan lemas namun tetap melakukan aktivitas seperti
biasanya. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien telah terbiasa
melakukan transfusi darah sejak usia 8 bulan. Saat ini pasien rutin
menjalani transfusi darah rata-rata setiap 2 bulan sekali. Pasien menjalani
transfusi terakhir pada tanggal 15 Agustus 2013 sebanyak 250 cc. Keluhan
pingsan (-), sakit kepala (-), sesak napas (-), mual muntah (-) dan riwayat
alergi (-). Nafsu makan baik.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Thalasemia sejak usia 8 bulan.
Splenektomi tahun 2006
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Disangkal
F. Riwayat Pemakaian Obat
Ferriprox, Asam folat, Vit E dan Vit C.
9
G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
OS merupakan anak ke-5 dari 6 bersaudara. Ibu OS rutin ANC ke bidan
setiap bulan. Ibu OS tidak mengalami penyakit/ infeksi selama kehamilan.
Demam, kejang dan hipertensi disangkal. Os dilahirkan secara pervaginam,
ditolong oleh bidan di klinik bersalin dengan BBL 3000 gram dan segera
menangis. Keadaan tali pusat, air ketuban dan Apgar Score tidak diketahui.
H. Riwayat Pemberian Makan
ASI diberikan pada usia 0 hari – 1 tahun.
Pasi diberikan sejak usia 2 minggu (pisang dan nasi lembek).
Makanan keluarga diberikan sejak usia 1 tahun.
I. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
Saat usia 4 bulan sudah dapat membolak-balikkan badan.
Saat usia 6 bulan sudah dapat duduk.
Saat usia 12 bulan sudah dapat berdiri.
J. Riwayat Imunisasi
Tidak dilakukan
1.2 Pemeriksaan Fisik
A. Status Present
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Frekuensi Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 20 x/ menit, regular
Suhu : 36,3 0C
TD : 100/80 mmHg
Berat Badan Sekarang : 24,3 kg
Panjang Badan : 124 cm
10
Berat Badan Ideal : 45 kilogram
HA : 7 Tahun
Status gizi :
BB/U : < 3 persentil (gizi buruk)
TB/U : < 3 persentil (sangat pendek)
BB/TB : > 50 persentil (gizi baik)
Kebutuhan kalori : (53-66) x 45
2385 – 2970 kkal/hari
Kebutuhan Protein : (2385 – 2970) x 0.08 = 47,7 – 59,4 gr/hari
4
B. Status Generalis
1. Kulit
Warna sawo matang, hiperpigmentasi (+), turgor kembali cepat, ikterik
(-)
2. Kepala dan Wajah
Bentuknya kesan normocephali, wajah facies Cooley (+), rambut
berwarna hitam mengkilat, sukar dicabut dan distribusi merata.
3. Mata
Mata cekung (-), konjungtiva palpebra inferior anemis (+), sklera ikterik
(+), pupil isokor
4. Telinga
Sekret minimal, hiperemis (-)
5. Hidung
NCH (-), sekret (-)
11
6. Mulut
Bibir anemis (-), sianosis (-), mukosa basah, lidah hiperemis (-), karies
(+), gigi berlubang (+), faring hiperemis (-), tonsil T3/T3 livid.
7. Leher
Bentuk kesan simetris, perbesaran KBG (+) a.r submandibula sinistra,
diameter 2 cm, mobile, tidak nyeri tekan, permukaan rata, konsistensi
lunak. Kelenjar tiroid tidak teraba. Distensi JVP (-).
8. Thorak
Inspeksi : bentuk simetris, pernapasan abdomino-torakal,
retraksi intercostals (-), retraksi epigastrium (-),
jejas (-)
Palpasi : simetris, SF kanan = SF kiri, nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas tambahan (-/-)
9. Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada midclav sinistra ICS 5
Perkusi : tidak ditemukan perubahan batas jantung
Auskultasi : BJ I > BJ II di area mitral, bising (-)
10. Abdomen
Inspeksi : kesan simetris, jejas (+), distensi (-)
Palpasi : distensi (-), nyeri tekan (-)
Hepar : teraba 3 jari BAC dextra, tepi tumpul
konsistensi lunak, permukaan rata, nyeri tekan (-)
Lien : tidak teraba
12
Perkusi : timpani
Auskultasi : peristaltik usus normal, bising usus (-)
11. Genitalia
Perempuan, payudara (-), menstruasi (-)
12. Ekstrimitas
Pucat (+), edema (-), CRT <3”, akral hangat
1.3 Pemeriksaan Penunjang
A. Hematologi (21/10/13)
Hb : 6.3 gr/dl
Ht : 16%
Leuko : 41.200 /ul
Trombo : 469.000 /ul
Feritin : >12.000
B. Echocardiography (15/08/13)
Kesimpulan: kesan cardiac normal
1.4 Resume
A. Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan pucat yang dirasakan sejak kurang lebih
seminggu yang lalu sebelum masuk rumah sakit. Pucat muncul perlahan.
Pasien juga mengeluhkan lemas namun tetap melakukan aktivitas seperti
biasanya. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien telah terbiasa
melakukan transfusi darah sejak usia 8 bulan. Saat ini pasien rutin menjalani
transfusi darah rata-rata setiap 2 bulan sekali. Pasien menjalani transfusi
terakhir pada tanggal 15 Agustus 2013 sebanyak 250 cc. Keluhan pingsan
13
(-), sakit kepala (-), sesak napas (-), mual muntah (-) dan riwayat alergi (-).
Nafsu makan baik.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Status Present
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Compos Mentis
Frekuensi Nadi : 88 x/menit, regular, kuat angkat
Pernapasan : 20 x/ menit, regular
Suhu : 36,3 0C
TD : 100/80 mmHg
Berat Badan Sekarang : 24,3 kg
Panjang Badan : 124 cm
Berat Badan Ideal : 45 kilogram
Status gizi : perawakan pendek
Kebutuhan kalori : 2385-2970 kkal/hari
Kebutuhan Protein : 47,7-59,4 gr/hari
b. Status Generalis
Kulit : warna sawo matang, hiperpigmentasi (+)
Kepala : facies Cooley (+)
Mata : sclera ikterik (+)
Telinga : dbn
Hidung : dbn
Mulut : karies (+), gigi berlubang (+), T3/T3
Leher : perbesaran KBG a.r submandibula sin
Thorax : dbn
Cor : dbn
Abdomen : hepatomegali, post splenektomi
Genitalia : payudara (-), menstruasi (-)
14
Ekstrimitas : dbn
C. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 6.3 gr/dl
Ht : 16%
Leuko : 41.200 /ul
Trombo : 469.000 /ul
Feritin : >12.000
Echocardiography: kesan cardiac normal
1.5 Diagnosa Banding
Anemia hemolitik e.c :
1. Thalasemia
2. Sferositosis herediter
+ Limfadenopati submandibula (s)
1.6 Diagnosa Sementara
Anemia Hemolitik ec. Thalasemia + Limfadenopati submandibula (s)
1.7 Rencana Pemeriksaan
1. Darah Lengkap
2. Hb Elektroforesis
3. Evaluasi Fungsi Hati
4. Bone survey
5. Konsul THT serta Gigi dan Mulut
15
1.8 Penatalaksanaan
1. Umum
Tirah Baring
Diet kalori 2385-2970 kkal/hari + protein 47,7-59,4 gr/hari
2. Khusus
Transfusi PRC, kebutuhan pasien: 554 cc, kemampuan pasien: 243-364
cc. Range per kali transfuse 250 cc.
Asam folat Tab 1 dd 1
Vitamin E Tab 1 dd 1
Vitamin C Tab 1 dd 1
Kelasi Besi (Ferriprox) Tab 3 dd 1
1.9 Prognosis
Dubia ad bonam
1.10 Keadaan Pulang
Pasien diperbolehkan pulang tanggal 22 Oktober 2013 untuk selanjutnya
kembali menjalani transfusi rutin tiap bulannya.
16
BAB IV
ANALISA KASUS
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien, didapatkan pasien mengalami
pucat sejak 1 minggu yang lalu. Pasien juga sering mengalami lemas semenjak 1
minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik, juga didapatkan tanda-tanda anemis pada
konjungtiva palpebra inferior yang tampak pucat dan ekstremitas yang juga tampak
pucat. Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa pada anemia hemolitik, pasien
memiliki kadar haemoglobin yang rendah sehingga tampak pucat. Dari hasil
anamnesa juga ditemukan adanya riwayat splenektomi, dimana pada teori dikatakan
spleen pada penderita anemia hemolitik membesar dan akan dioperasi apabila jarak
tranfusi semakin dekat.
Dari pemeriksaan penunjang pada pasien didapatkan kadar haemoglobin dan
haematokrit yang rendah. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada
anemia hemolitik terjadinya proses penghancuran sel eritrosit yang berlebihan
sehingga menyebabkan penurunan angka hemoglobin dan hematokrit. Untuk
menegakkan diagnosa hemolitik biasanya ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi dan adanya retikulositosis. Pada
pemeriksaan hapusan darah tepi morfologi eritrosit dapat menunjukkan adanya
hemolitik dan penyebabnya. Misalnya sferosit pada sferosis herediter, anemia
hemolitik autoimu; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati, penyakit hati;
schictosis pada mikroangiopati, dan lain-lain. Jika dilakukan pemeriksaan darah tepi
pada pasien ini akan ditemukan adanya sel target dan gambaran eritrosit yang
hipokorom dan mikrositik.
Terapi yang diberikan pada pasien thalasemia adalah transfusi darah rutin untuk
mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg packed red
cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu. Pemberian kelasi besi diperlukan
untuk mengurangi efek terapi transfuse jangka panjang yaitu penumpukan besi dalam
tubuh.
17
BAB V
KESIMPULAN
1. Anemia hemolitik adalah penurunan jumlah sel darah merah akibat destruksi sel
darah merah yang berlebihan.
2. Hemolitik dapat terjadi karena: 1) defek molecular; hemoglobinopati atau
enzimopati, 2) abnormalitas struktur dan fungsi membran-membran; 3) factor
lingkungan seperti trauma mekanik atau autoantibodi.
3. Manifestasi klinis yang sering timbul adalah pucat, lemas, kuning.
4. Retikulositosis merupakan indikator terjadinya hemolitik.
5. Pada pasien dengan defisiensi GPD6 tipe A-, defek jalur Embden Meyerhof,
sferositosis herediter, elipsitosis herediter tidak diperlukan terapi khusus kecuali
terapi untuk infeksi yang mendasari dan hindari obat-obatan atau zat yang
mempresipitasi hemolitik serta mempertahankan aliran ginjal yang adekuat.
6. Pasien yang terkena thalasemia terapi diberikan secara teratur untuk
mempertahankan kadar Hb >10 g/dL. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg
packed red cell (PRC) biasanya diperlukan setiap 4-5 minggu.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Segel, George B., 2005, Anemia Hemolitik dalam: Nelson, W.E., Kliegman, R., Brehman, R.E., Arvin, A.M. Buku Kesehatan Anak Nelson, Edisi 15, EGC, Jakarta.
2. National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI), 2011, Your Guide to Anemia, www.nhlbi.nih.gov/health/infoctr/index.htm [diakses pada tanggal 08 Oktober 2013].
3. Corwin, Elizabeth, 2009, Buku Saku Patofisiologi, Edisi 3, EGC, Jakarta.
4. Schick, Paul., 2013, Hemolytic Anemia. http://emedicine.medscape.com/article/201066-overview#a0156 [diakses pada tanggal 08 Oktober 2013].
5. Clanak, 2013, Anemia in Children hospitalized at department of pediatrics, Split University Hospital Center 2006-2010, http://hrcak.srce.hr/index.php?show=clanak&id_clanak_jezik=132809 [diakases pada tanggal 10 Oktober 2013].
6. Aman, Adi Koesoema, 2003, Klasifikasi Etiologi dan Aspek Laboratoriu pada Anemia Hemolitik. Universitas Sumatra Utara.
7. Oehadian, Amaylia., 2012, Pendekatan Klinis dan Diagnosis Anemia, CDK-194, 39 (6).
8. Sudoyo, Aru W, dkk, 2009, Anemia Hemolitik Non Imun dalam: Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi 4, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta.
9. Dhaliwal, Gurprett., dkk, 2004, Hemolytic Anemia, American Family Physician, 69 (11).
19