bab 2__10-50

39
11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dicantumkan literatur-literatur yang berhubungan dengan kualitas, pelayanan atau jasa dan Six Sigma sesuai dengan kata kunci pada penelitian ini. 2.1 Kualitas Pelayanan Pada Sub bab ini akan dijelaskan pengertian kualitas, dimensi kualitas, pengertian dan karakteristik jasa, serta strategi pemasaran perusahaan jasa, sesuai dengan literatur. 2.1.1 Pengertian Kualitas Pada saat berbicara mengenai kualitas pelayanan, maka salah satu konsep yang harus dipahami bersama adalah maksud dari pelayanan atau jasa serta bagaimana kaitannya antara pelayanan itu sendiri dengan pemasaran. Dalam pemasaran, produk mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods) dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service). Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “the ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability, reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi produk juga atribut produk lainnya.

Upload: ilayyinan

Post on 15-Apr-2016

227 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

apa

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2__10-50

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dicantumkan literatur-literatur yang berhubungan dengan

kualitas, pelayanan atau jasa dan Six Sigma sesuai dengan kata kunci pada penelitian ini.

2.1 Kualitas Pelayanan

Pada Sub bab ini akan dijelaskan pengertian kualitas, dimensi kualitas, pengertian

dan karakteristik jasa, serta strategi pemasaran perusahaan jasa, sesuai dengan literatur.

2.1.1 Pengertian Kualitas

Pada saat berbicara mengenai kualitas pelayanan, maka salah satu konsep yang

harus dipahami bersama adalah maksud dari pelayanan atau jasa serta bagaimana

kaitannya antara pelayanan itu sendiri dengan pemasaran. Dalam pemasaran, produk

mempunyai arti yang luas, yaitu suatu kesatuan yang ditawarkan pada pasar baik yang

berwujud maupun tidak berwujud. Produk yang berwujud biasa disebut barang (goods)

dan produk yang tidak berwujud biasa disebut jasa (service).

Menurut Kotler and Armstrong (2004, p.283) arti dari kualitas produk adalah “the

ability of a product to perform its functions, it includes the product’s overall durability,

reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes” yang

artinya kemampuan sebuah produk dalam memperagakan fungsinya, hal itu termasuk

keseluruhan durabilitas, reliabilitas, ketepatan, kemudahan pengoperasian dan reparasi

produk juga atribut produk lainnya.

Page 2: Bab 2__10-50

12

Beberapa ahli memberikan definisi yang berbeda tentang kualitas. Dalam Yamit

(2001: 7), Goetsch Davis mendefinisikan kualitas sebagai suatu kondisi dinamis yang

berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau

melebihi harapan. Deming mendefinisikan kualitas adalah apapun yang menjadi

kebutuhan dan keinginan konsumen. Sedangkan Juran menyatakan kualitas sebagai

kesesuaian terhadap spesifikasi.

2.1.2 Dimensi Kualitas

Menurut Mullins, Orville, Larreche, dan Boyd (2005, p.422) apabila perusahaan

ingin mempertahankan keunggulan kompetitifnya dalam pasar, perusahaan harus

mengerti aspek dimensi apa saja yang digunakan oleh konsumen untuk membedakan

produk yang dijual perusahaan tersebut dengan produk pesaing. Dimensi kualitas produk

tersebut terdiri dari :

1. Performance (kinerja), berhubungan dengan karakteristik operasi dasar dari

sebuah produk

2. Durability (daya tahan), yang berarti berapa lama atau umur produk yang

bersangkutan bertahan sebelum produk tersebut harus diganti. Semakin besar

frekuensi pemakaian konsumen terhadap produk maka semakin besar pula daya

tahan produk.

3. Conformance to specifications (kesesuaian dengan spesifikasi), yaitu sejauh mana

karakteristik operasi dasar dari sebuah produk memenuhi spesifikasi tertentu dari

konsumen atau tidak ditemukannya cacat pada produk.

Page 3: Bab 2__10-50

13

4. Features (fitur), adalah karakteristik produk yang dirancang untuk

menyempurnakan fungsi produk atau menambah ketertarikan konsumen terhadap

produk.

5. Reliabilty (reliabilitas), adalah probabilitas bahwa produk akan bekerja dengan

memuaskan atau tidak dalam periode waktu tertentu. Semakin kecil kemungkinan

terjadinya kerusakan maka produk tersebut dapat diandalkan.

6. Aesthetics (estetika), berhubungan dengan bagaimana penampilan produk bisa

dilihat dari tampak, rasa, bau, dan bentuk dari produk.

7. Perceived quality (kesan kualitas), sering dibilang merupakan hasil dari

penggunaan pengukuran yang dilakukan secara tidak langsung karena terdapat

kemungkinan bahwa konsumen tidak mengerti atau kekurangan informasi atas

produk yang bersangkutan. Jadi, persepsi konsumen terhadap produk didapat dari

harga, merek, periklanan, reputasi, dan negara asal.

2.1.3 Pengertian dan Karakteristik Jasa

Menurut Kotler (2000:428) “Jasa ialah setiap tindakan atau unjuk kerja yang

ditawarkan oleh salah satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan

menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Produksinya bisa dan bisa juga tidak

terikat pada suatu produk.”

Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Hurriyati (2005:28) ”Jasa pada dasarnya

adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik,

Page 4: Bab 2__10-50

14

dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara

prinsip tidak berwujud (intangible) bagi pembeli pertamanya.”

Berdasarkan pengertian jasa di atas, Tjiptono (2004:18) mengutarakan ada lima

karakteristik utama jasa bagi pembeli pertamanya.

1. Intangibility (tidak berwujud) Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan

suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan,

pengalaman, proses, kinerja (performance), atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak

dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

Bagi para pelanggan, ketidakpastian dalam pembelian jasa relatif tinggi karena

terbatasnya search qualities, yakni karakteristik fisik yang dapat dievaluasi

pembeli sebelum pembelian dilakukan. Untuk jasa, kualitas apa dan bagaimana

yang akan diteriman konsumen, umumnya tidak diketahui sebelum jasa

bersangkutan dikonsumsi.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan) Barang biasa diproduksi, kemudian dijual,

lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian

diproduksi dan dikonsumsi pada waktu dan tempat yang sama.

3. Variability / Heterogeneity (berubah-ubah) Jasa bersifat variabel karena

merupakan non-standarized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas, dan

jenis tergantung kepada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut diproduksi. Hal ini

dikarenakan jasa melibatkan unsur manusia dalam proses produksi dan

Page 5: Bab 2__10-50

15

konsumsinya yang cenderung tidak bisa diprediksi dan cenderung tidak konsisten

dalam hal sikap dan perilakunya.

4. Perishability (tidak tahan lama) Jasa tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan.

Kursi pesawat yang kosong, kamar hotel yang tidak dihuni, atau kapasitas jalur

telepon yang tidak dimanfaatkan akan berlalu atau hilang begitu saja karena tidak

bisa disimpan.

5. Lack of Ownership, Lack of ownership merupakan perbedaan dasar antara jasa

dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas

penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Mereka bisa mengkonsumsi,

menyimpan atau menjualnya. Di lain pihak, pada pembelian jasa, pelanggan

mungkin hanya memiliki akses personel atas suatu jasa untuk jangka waktu

terbatas (misalnya kamar hotel, bioskop, jasa penerbagan san pendidikan).

Konsep dasar kualitas dari suatu pelayanan (jasa) ataupun kualitas dari suatu

produk dapat didefinisikan sebagai pemenuhan yang dapat melebihi dari keinginan

ataupun harapan dari pelanggan (konsumen). Zeithami, Berry dan Parasuraman (Yamit,

2001:10) telah melakukan berbagai penelitian terhadap beberapa jenis jasa, dan berhasil

mengidentifikasi lima dimensi karakteristik yang digunakan oleh para pelanggan dalam

mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi karakteristik kualitas pelayanan

tersebut adalah:

1. Tangibles (bukti langsung), yaitu meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,

dan sarana komunikasi.

Page 6: Bab 2__10-50

16

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan

segera dan memuaskan serta sesuai dengan yang telah dijanjikan.

3. Responsiveness (daya tangkap), yaitu keinginan para staf untuk membantu para

pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat

dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko ataupun keraguraguan.

5. Empaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang

baik, dan perhatian dengan tulus terhadap kebutuhan pelanggan.

Industri jasa cenderung dibedakan berdasarkan orang (people based) dan peralatan

(equipment based). Hasil jasa orang kurang memiliki standarisasi dibandingkan dengan

hasil jasa yang menggunakan peralatan. Dengan karakteristik jasa seperti diatas maka

bagi konsumen akan menimbulkan kesulitan yang lebih besar dalam mengevaluasi

kualitas jasa (service quality) dibanding kualitas barang (good quality). Bagaimana

konsumen mengevaluasi investasi jasa / pelayanan yang ditawarkan lebih rumit dan

beragam dari pada mereka mengevaluasi penggunaan bahan/material. Konsumen tidak

mengevaluasi kualitas jasa hanya pada hasilnya saja, tetapi juga mempertimbangkan

penyampaiannya. Misalnya orang yang makan disebuah rumah makan tidak hanya

menilai enaknya makanan yang tersedia, tetapi juga akan menilai bagaimana pelayanan

yang diberikan, keramahan para pelayannya dan juga kecepatan dalam memberikan

pelayanan, dan lainnya. Dan juga kriteria yang digunakan konsumen dalam mengevaluasi

kualitas jasa/pelayanan menjadi lebih sulit bagi pemasar (marketer) untuk memahami.

Page 7: Bab 2__10-50

17

Dengan melakukan analisis dan melakukan perbaikan-perbaikan pada area dimana

masih terdapat kesenjangan maka kualitas pelayanan dapat ditingkatkan sehingga

akhirnya hal ini tercermin dari kepuasan konsumen. Hubungan antara kualitas pelayanan

dengan kepuasan konsumen dapat dilihat pada gambar 2 berikut :

Gambar 2.1 Hubungan Antara Kualitas Pelayanan Dengan Kepuasan Konsumen

2.1.4 Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa

Tiga tipe pemasaran jasa, yaitu :

1. Pemasaran Eksternal

Strategi pemasaran eksternal ini dikenal dengan 7 P (product, price, place,

promotion, process, personil, and physical facility)

2. Pemasaran Internal

Untuk pemasaran jasa tidak cukup hanya dengan pemasaran eksternal (7 P) tetapi

harus diikuti pula dengan peningkatan kualitas atau keterampilan para personil

yang ada dalam perusahaan. Selain itu juga harus ada kekompakan atau suatu tim

yang tangguh dari personil yang ada dalam perusahaan tersebut, khususnya dalam

Page 8: Bab 2__10-50

18

menghadapi para pelanggan sehingga membawa kesan tersendiri yang

meyakinkan pelanggan.

3. Pemasaran Interaktif (Interaktif Marketing)

Kepuasan konsumen tidak hanya terletak pada mutu jasa, misalnya, restorannya

yang megah dan makanannya yang bergizi. Tetapi, juga harus dipadukan dengan

melakukan service quality improvement supaya peningkatan pelayanan benar-

benar meyakinkan. Secara visual ketiga strategi pemasaran jasa diatas dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Tiga Strategi Pemasaran Jasa

Secara ringkas dapatlah disimpulkan bahwa pengelolaan jasa menghadapi tugas-

tugas pokok, yaitu :

1. Meningkatkan Differensiasi Kompetitif Mereka (Increasing Their Competitive

Differentiation)

Di dalam menghadapi persaingan yang semakin tajam, perusahaan dapat

menciptakan inovatif dan citra yang berbeda dibandingkan dengan pesaingnya.

Page 9: Bab 2__10-50

19

Penciptaan inovatif ini harus dikembangkan sesuai dengan keinginan konsumen

dan secara agresif harus lebih dahulu dari pesaing dan bukan meniru pesaing.

2. Meningkatkan Mutu Jasa

Kunci keberhasilan dalam pemasaran jasa adalah memenuhi atau melebihi

pengharapan konsumen sasaran mengenai mutu jasa. Pengharapan konsumen

tersebut suatu citra di mata konsumen, sehingga menjadi buah pembicaraan rekan-

rekan konsumen lainnya. Pelayanan yang memuaskan merupakan salah satu

bentuk pengharapan konsumen tersebut.

Ada 10 faktor dalam service quality, yaitu :

1. Kesiapan sarana jasa (access)

Meliputi kemudahan untuk dihubungi atau ditemui (approachability) dan

kemudahan kontak. Hal ini berarti lokasi fasilitas jasa mudah dijangkau, waktu

mengantri atau menunggu tidak terlalu lama, saluran komunikasi perusahaan

mudah dihubungi (contohnya, telepon, surat, email, fax, dan seterusnya), dan jam

operasi nyaman.

2. Komunikasi harus baik (communication)

Menyampaiakan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang mudah

mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan.

Termasuk didalamnya adalah penjelasan mengenai jasa / layanan yang ditawarkan,

Page 10: Bab 2__10-50

20

biaya jasa, trade off antara jasa dan biaya, serta proses penanganan masalah

potensial yang mungkin timbul.

3. Karyawan yang terampil (competence)

Penguasaan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat

menyampaikan jasa sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Termasuk didalamnya

adalah pengetahuan dan keterampilan karyawan kontak, pengetahuan dan

keterampilan personil dukungan operasional, dan kapabilitas riset organisasi.

4. Hubungan baik dengan konsumen (courtesy)

Meliputi sikap santun, respek, atensi, dan keramahan para karyawan kontak

(seperti resepsionis, operator telepon, bell person, teller bank,kasir, dan lain-lain).

5. Perusahaan dan karyawan harus berorientasi pada konsumen (credibility)

Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya. Kredibilitas mencangkup

namaperusahaan, reputasi perusahaan, karakter pribadi karyawan kontak, dan

interaksi dengan pelanggan (hard selling versus soft selling approach).

6. Harus konsisten dan cermat (acuracy)

Meliputi dua aspek utama, yaitu kosistensi kinerja (performance) dansifat

dapat dipercaya (dependability). Hal ini berarti perusahaan mampu menyampaikan

jasanya secara benar sejak awal (right from the first time), memenuhi janjinya

secara akurat dan andal (misalnya, menyampaikan jasa sesuai dengan janji yang

Page 11: Bab 2__10-50

21

disepakati), menyampaikan data (record) secara tepat, dan mengirimkan tagihan

yang akurat.

7. Cepat tanggap (responsiveness)

Atribut ini mengacu pada daya tanggap konsumen. Seringkali atribut ini

berkaitan erat dengan tanggung jawab dan keinginan karyawan dalam upaya

penyampaian jasa yang baik serta membantu pelanggan yang menghadapi

kesulitan berkaitan dengan jasa yang dikonsumsi tersebut.

8. Keamanan konsumen terjaga (security)

Yaitu bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Termasuk didalamnya

adalah keamanan secara fisik (physical safety), keamanan financial (financial

security), privasi, dan kerahasiaan (confidentiality).

9. Harus bisa dilihat (tangibles)

Atribut ini berkaitan erat dengan elemen fisik atau produk fisik yang

memfasilitasi penyampaian jasa. Termasuk dalam atribut ini adalah, peralatan,

seragam karyawan, fasilitas fisik lainnya.

10. Memahami keinginan konsumen (understanding knowing the costumer)

Berupaya memahami pelanggan dan kebutuhan spesifik mereka, memberikan

perhatian individual, dan mengenal pelanggan regular.

Page 12: Bab 2__10-50

22

3. Meningkatkan produktifitas

Ada enam pendekatan untuk meningkatkan produktivitas, yaitu :

• Bekerja keras dengan keterampilan yang tinggi

• Meningkatkan kuantitas

• Memodernisasi peralatan jasa yang dibutuhkan

• Merancang jasa yang lebih efektif

• Produktifitas tinggi tanpa mengurangi mutu

• Memberikan insentif pada pelanggan

2.2 Six Sigma

2.2.1 Sejarah Dan Evolusi Six Sigma

Sejak tahun 1920 an, kata 'sigma' telah dipergunakan oleh para matematikawan

dan insinyur sebagai suatu simbol untuk suatu unit pengukuran dalam variasi kualitas

produk.

Pada pertengahan 1980 an, para insinyur di Motorola Inc, USA menggunakan 'Six

Sigma' sebagai suatu nama informal untuk inisiatif dalam perusahaan untuk mengurangi

kesalahan dalam proses produksi, karena itu mencerminkan kualitas tingkat tinggi yang

sesuai.

(Beberapa orang insinyur – ada beberapa pendapat apakah yang pertama Bill Smith atau

Mikal Harry – merasa bahwa mengukur kesalahan dalam satuan ribuan adalah standar

Page 13: Bab 2__10-50

23

yang tidak mencukupi. Oleh karena itu mereka meningkatkan skala pengukuran menjadi

dalam per jutaan, disebut sebagai kesalahan dalam satu juta kesempatan / DPMO (Defects

Per Million Opportunities) yang akhirnya mendorong penggunaan terminologi 'Six

Sigma' yang diadopsi dari merk 'Six Sigma', dimana Six Sigma dikenal dan dianggap sama

dengan 3.4 kesalahan dalam satu juta kesempatan – 3.4 DPMO.

Pada penghujung 1980 an, melanjutkan keberhasilan dari inisiatif diatas, Motorola

memperluas penggunaan metode Six Sigma ke proses bisnis yang penting dan secara

nyata Six Sigma menjadi ‘merk’ formal internal untuk metodologi perbaikan proses dalam

meningkatkan hasil, yaitu, melampaui pengertian awal yang hanya mengurangi kesalahan,

di Motorola Inc.

Pada tahun 1991 Motorola mensertifikasikan 'Black Belt' ahli Six Sigma yang

pertama, yang mengindikasikan permulaan dari formalisasi atas training sertifikasi untuk

metode Six Sigma. Pada tahun 1991 juga, Allied Signal, (sebuah perusahaan besar untuk

avionics yang merger dengan Honeywell pada tahun 1999), mengadopsi metode Six

Sigma dan mengklaim perbaikan dan pengurangan biaya yang besar dan nyata dalam 6

bulan penerapannya. Sepertinya CEO baru Allied Signal Lawrence Bossidy mempelajari

apa yang telah dilakukan Motorola dengan Six Sigma dan juga melakukan pendekatan

kepada CEO Motorola Bob Galvin untuk mempelajari bagaimana Six Sigma dapat

diterapkan di Allied Signal.

Pada tahun 1995, CEO General Electric Jack Welch (Welch mengenal Bossidy

karena Bossidy sebelumnya bekerja dengan Welch di GE, dan Welch sangat terkesan

dengan pencapaian Bossidy dalam penggunaan Six Sigma) memutuskan untuk

Page 14: Bab 2__10-50

24

menerapkan Six Sigma di GE, dan pada tahun 1998 GE mengklaim bahwa Six Sigma

telah menghasilkan lebih dari 750 juta dollar pengurangan biaya. (George Eckes, 2000).

2.2.2 Pengertian Six Sigma

Six Sigma adalah usaha yang terus menerus untuk mengurangi pemborosan,

menurunkan variansi dan mencegah cacat. Six sigma merupakan sebuah konsep bisnis

yang berusaha untuk menjawab permintaan pelanggan terhadap kualitas yang terbaik dan

proses bisnis yang tanpa cacat. Kepuasan pelanggan dan peningkatannya menjadi

prioritas tertinggi, dan Six sigma berusaha menghilangkan ketidakpastian pencapaian

tujuan bisnis.

Menurut Gaspersz (2008:6), six sigma adalah suatu upaya terus-menerus

(continuous improvement) untuk menurunkan variasi dari proses agar mengingkatkan

kapabilitas proses dalam menghasilkan produk (barang dan/atau jasa) yang bebas

kesalahan (zero defect – target minimum 3,4 DPMO (Defect Per Million Opportunities)

untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard

Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan

metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk

menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan

Scroeder, 2000).

Page 15: Bab 2__10-50

25

Six sigma mempunyai 2 arti penting, yaitu:

• Six sigma sebagai filosofi manajemen

Six sigma merupakan kegiatan yang dilakukan oleh semua anggota perusahaan

yang menjadi budaya dan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Tujuannya

meningkatkan efisiensi proses bisnis dan memuaskan keiginan pelanggan, sehingga

meningkatkan nilai perusahaan.

• Six sigma sebagai sistem pengukuran

Six sigma sesuai dengan arti sigma, yaitu distribusi atau penyebaran (variasi) dari

rata-rata (mean) suatu proses atau prosedur. Six sigma diterapkan untuk memperkecil

variasi (sigma).

Six sigma sebagai sistem pengukuran menggunakan Defect per Million

Oppurtunities (DPMO) sebagai satuan pengukuran. DPMO merupakan ukuran yang baik

bagi kualitas produk ataupun proses, sebab berkorelasi langsung dengan cacat, biaya dan

waktu yang terbuang. Dengan menggunakan tabel konversi ppm akan dapat diketahui

tingkat sigma. Cara menentukan DPMO adalah sebagai berikut:

Hitung Defect per Unit (DPU)

DPU = (1)

Hitung DPMO terlebih dahulu menentukan probabilitas jumlah kerusakan.

DPMO = (2)

Page 16: Bab 2__10-50

26

Untuk lebih mudahnya, Six Sigma dapat dijelaskan dalam dua perspektif, yaitu

perspektif statistik dan perspektif metodologi.

1. Perspektif Statistik

Sigma dalam statistik dikenal sebagai standar deviasi yang menyatakan nilai

simpangan terhadap nilai tengah. Suatu proses dikatakan baik apabila berjalan pada suatu

rentang yang disepakati. rentang tersebut memiliki batas, batas atas atau USL (Upper

Specification Limit) dan batas bawah atau LSL (Lower Specification Limit) proses yang

terjadi diluar rentang disebut cacat (defect). Proses Six Sigma adalah proses yang hanya

menghasilkan 3.4 DPMO (Defect Per Million opportunities).

Yield

(probabilitas tanpa cacat)

DPMO

(defect permillion opportunity) Sigma

30.9 % 690.000 1

69.2 % 308.000 2

93.3 % 66.800 3

99.4 % 6.210 4

99.98 % 320 5

99.9997 3.4 6

Tabel 2.1 Perspektif Statistik Pada Six Sigma

Page 17: Bab 2__10-50

27

2. Perspektif Metodologi

Six Sigma merupakan pendekatan menyeluruh untuk menyelesaikan masalah dan

peningkatan proses melalui fase DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve, Control).

DMAIC merupakan jantung analisis six sigma yang menjamin voice of costumer berjalan

dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan memuaskan pelanggan.

• Define adalah fase menentukan masalah, menetapkan persyaratan-persyaratan

pelanggan, mengetahui CTQ (Critical to Quality).

• Measure adalah fase mengukur jenis dan jumlah kecacatan (defect) pelanggan (Y).

• Analyze adalah fase menganalisis faktor-faktor penyebab masalah/cacat (X).

• Improve adalah fase meningkatkan proses (X) dan menghilangkan faktor-faktor

penyebab cacat.

• Control adalah fase mengontrol kinerja proses (X) dan menjamin cacat tidak

muncul.

2.2.3 Keunggulan Six Sigma

Six Sigma sebagai program kualitas juga sebagai tool untuk pemecahan masalah.

Six sigma menekankan aplikasi tool ini secara metodis dan sistematis yang akan dapat

menghasilkan terobosan dalam peningkatan kualitas. Metodologi yang sistematis ini

bersifat generik sehingga dapat diterapkan baik dalam industri manufaktur maupun jasa.

Six Sigma juga dikatakan sebagai metode yang berfokus pada proses dan

pencegahan cacat (defect) (Snee, 1999). Pencegahan cacat dilakukan dengan cara

Page 18: Bab 2__10-50

28

mengurangi variasi yang ada di dalam setiap proses dengan menggunakan teknik-teknik

statistik yang sudah dikenal secara umum.

Keuntungan dari penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang

bersangkutan, tergantung pada usaha yang dijalankannya. Biasanya Six Sigma membawa

perbaikan pada hal-hal berikut ini (Pande, Peter. 2000):

1. Pengurangan biaya

2. Perbaikan produktivitas

3. Pertumbuhan pangsa pasar

4. Retensi pelanggan

5. Pengurangan waktu siklus

6. Pengurangan cacat

7. Pengembangan produk / jasa

Ditinjau dari alat yang digunakan, Six Sigma cukup luas. Gambar berikut

menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan dalam Six Sigma

Page 19: Bab 2__10-50

29

.

Sumber : Pande, Peter. 2000

Gambar 2.3 Metode dan Alat (Tools) Penting dalam Six Sigma

Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah:

1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six

Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan strategi

sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi motivasi atas

usaha.

2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur

disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen, keuangan,

pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan sebagainya.

Page 20: Bab 2__10-50

30

3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat dimonitor

dan direspon balik dengan cepat.

4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja sigma

akan berubah.

Salah satu kunci keberhasilan Six Sigma adalah kerja tim dan khususnya Black

Belt yang dilatih, juga alat-alat yang digunakan dapat memberikan kekuatan pada proses

usaha perbaikan dan usaha pembelajaran. Metode atau alat-alat tersebut antara lain:

1. SPC (Statistical Process Control) atau pengendalian proses secara statistik,

berguna untuk mengidentifikasi permasalahan.

2. Pengujian tingkat signifikan statistik (Chi-Square, T-Test dan ANOVA), untuk

mendefinisikan masalah dan analisa akar penyebab permasalahan,

3. Korelasi dan Regresi, berguna untuk menganalisa akar penyebab masalah dan

memprediksi hasilnya.

4. Desain Eksperimen, untuk menganalisa solusi optimal dan validasi hasil.

5. FMEA (Failure Modes and Effect Analysis), berguna untuk mencari prioritas

masalah dan pencegahannya.

6. Mistake - Proofing, berguna untuk pencegahan cacat dan perbaikan proses.

7. QFD (Quality Function Deployment), untuk mendesain produk, proses dan jasa.

Page 21: Bab 2__10-50

31

Terminologi yang menjadi kunci utama konsep six sigma adalah sebagai berikut:

• CTQ (Critical to Quality) = atribut utama dari kebutuhan konsumen. CTQ dapat

diartikan sebagai elemen dari proses/ kegiatan yang berpengaruh langsung

terhadap pencapaian kualitas yang diinginkan

• Defect = kegagalan untuk memuaskan pelanggan

• Process Capability = kemampuan proses untuk bekerja dan menghasilkan produk

yang berkualitas

• Variation = sesuatu yang dirasakan dan dilihat oleh pelanggan. Six sigma berfokus

untuk mengetahui apa penyebab variasi dan mencegah terjadinya variasi itu,

sehingga dapat meningkatkan kapabilitas dari proses.

• Stable Operation = menjaga konsistensi dari proses yang telah diprediksi sehingga

dapat meningkatkan kapabilitas proses.

• Design For Six Sigma (DFSS) = suatu desain untuk memenuhi kebutuhan

pelanggan dan kemampuan proses.

• DPMO (Defect Per Million Opportunity) = ukuran kegagalan dalam six sigma

yang menunjukkan kegagalan persejuta kesempatan.

• DMAIC = merupakan proses untuk peningkatan terus menerus menuju six sigma.

2.2.4 Karakteristik Dan Pemanfaatan Six Sigma

Six Sigma telah mencapai status yang tinggi dan reputasi dari "menyelamatkan"

Motorola. Jack Welch dari GE telah menyatakan bahwa six sigma adalah "... cara

Perusahaan ini sekarang bekerja." 1 Fakta bahwa beberapa praktisi Six Sigma dikenal

Page 22: Bab 2__10-50

32

sebagai black belt, green belt dan black belt masters kontribusi terhadap keseluruhan

metodologi .

Karakteristik kunci dari pergerakan Six Sigma adalah:

• Fokus pelanggan yang kuat

• Solid berdasarkan data dan fakta

• Proses horizontal fokus

• Pemecahan masalah yang sistematis dan

• Tujuan untuk berjuang untuk kesempurnaan

Six Sigma memiliki landasan dalam filsafat Total Quality Management dan

menggabungkan konsep-konsep dari berbagai pendekatan lain seperti:

• Re-Engineering

• Balanced Scorecard

• Voice of the Customer dan

• Design of Experiments

Namun Six Sigma berdiri sendiri sebagai "generasi berikutnya" tingkat korporat

metodologi perbaikan terus-menerus. Proses Six Sigma dengan jelas bekerja sebagai yang

telah dibuktikan di Motorola, GE, AlliedSignal, Cisco Systems dan banyak perusahaan

terkemuka lainnya.

1 Address to General Electric Company Annual Meeting, Cleveland, Ohio, April 21, 1999 1 Alamat ke General Electric Company Annual Meeting, Cleveland, Ohio, April 21, 1999

Page 23: Bab 2__10-50

33

Six Sigma dapat mempengaruhi perubahan strategi dan budaya dalam suatu

organisasi. Namun, jika dibiarkan sendiri dan tidak dibudidayakan secara aktif, proses

akan memburuk dan tidak lagi aktif membentuk bagian dari struktur organisasi. Deming

merasa bahwa dorongan kualitas harus datang dari atas, tapi bukan hanya komitmen

mereka - itu juga diperlukan tindakan di tiap-tiap bagian mereka.

Six Sigma membawa pelanggan fokus pada ilmu manajemen daripada filosofi

manajemen lainnya – hal tersebut benar-benar di luar fokus. Ada ketergantungan terhadap

data dan pengukuran dari TQM dan juga dari Balanced Scorecard. Six Sigma adalah

fleksibel dan nyaman memadukan konsep-konsep dari berbagai metodologi lain.

Six Sigma dapat memperoleh manfaat dari menggabungkan teknik-teknik

identifikasi akar penyebab dengan menggunakan diagram pohon logika dan prioritas

proyek mendasarkan pada konsep-konsep permasalahan. Kedua teknik ini adalah ciri dari

Metodologi Manajemen Kendala.

2.2.5 Strategi Implementasi Six Sigma dalam Industri Jasa

Menurut Gasperz (2008:98), Beberapa langkah yang dapat diikuti apabila kita

ingin menerapkan Six Sigma dalam industri jasa.

1. Spesifikasi nilai dari jasa (service value) yang diharapkan pelanggan. Nilai inti

dari pelayanan yang terletak pada proses jasa itu sendiri yang terdiri atas

serangkaian metode untuk melakukan sesuatu aktivitas. Langkah terbaik untuk

mengidetifikasi nilai yang diharapkan pelanggan adalah dengan menjawab

beberapa pertanyaan berikut :

Page 24: Bab 2__10-50

34

a. Apakah tujuan (harus SMART = Specific, Measurable, Achievable, Relevant

to Business Goal / objectives and Result-oriented, Timely) dari proses jasa itu?

b. Bagaimana proses jasa itu menciptakan kepuasan pelanggan?

c. Apa yang menjadi KPIVs (Key Performance Input Variables) dan KPOs (Key

Performance Output Variables) dari proses jasa itu?

2. Fokus kepada Customer

Yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa yang memberikan

kesempatan kepada pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif, netral, atau

negatif) tentang proses pelayanan dari industri jasa itu.

Beberapa prinsip peningkata kualitas jasa yang perlu diikuti adalah :

a. Definisikan siklus jasa (Define the cycle of services)

b. Identifikasikan negative moments of truth

c. Identifikasikan akar-akar penyebab, bukan hanya gejala

d. Kembangkan solusi

e. Lakukan pengujian (peninjauan ulang) efektivitas dari solusi

f. Implementasi solusi

g. Monitor dampak solusi terhadap siklus jasa

Page 25: Bab 2__10-50

35

Contoh Moment of Truth :

In Department Store (Moment of Truth)

Gambar 2.4 Contoh Moment of Truth pada Department Store

In Loan Fiancing (Moment of Truth)

Gambar 2.5 Contoh Moment of Truth pada Loan Financing

Moment of truth digunakan untuk mengetahui proses-proses jasa yang tidak

diinginkan oleh customer. (Gasperz, 2008, p.101)

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas

sepanjang Service Value Stream dalam rantai proses jasa itu. Contoh beberapa

pemborosan dalam proses jasa adalah :

a. Kesalahan-kesalahan dalam dokumentasi

b. Transportasi dari dokumen-dokumen

c. Mengerjakan aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan

Enter Parking

Area

Enter Store

View Store

Layout

Getting Help from

Sales Person

Payment at the

Cashier Counter

Output : (Purchased Products Goods)

Receive Telephone

Complete Application

Form

Renew Application

Status

Getting Decission

(Approved/ not approved)

Complete Loan

Documents

Output : (Money Loan)

Page 26: Bab 2__10-50

36

d. Menunggu untuk langkah proses berikutnya

e. Terlalu banyak proses untuk memperoleh persetujuan dan tanda tangan

f. Unnecessary motions

g. Backlog dalam antrean pekerjaan administrasi

h. Tidak menggunakan kemampuan dan keterampilan orang-orang secara

optimum.

VALUE STREAM MAPPING

Gambar 2.6 Value Stream Mapping dalam Industri Jasa

Value Stream Mapping yaitu setiap kejadian atau titik dalam suatu proses jasa

yang memberikan kesempatan kepada pelanggan untuk membentuk suatu opini (positif,

netral, atau negatif) tentang proses pelayanan dari industri jasa itu. (Gasperz, 2008, p.99)

4. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan aktivitas-aktivitas dapat berjalan

lancar, efektif, dan efisien sepanjang rantai dari proses jasa itu (service value

stream). Komponen-komponen yang perlu diperhatikan karena sering kali menjadi

hambatan dan memberikan opini negatif kepada pelanggan adalah :

Information Flow

Data

Customer(s)

Data

Supplier(s)

Data Material Flow

Data

Page 27: Bab 2__10-50

37

a. Fasilitas-fasilitas fisik

b. Prosedur-prosedur dan langkah-langkah proses jasa

c. Perilaku karyawanan dan manajemen

d. Sikap profesional karyawan dan menejemen, dll.

5. Mencari terus-menerus berbagai teknik dan alat-alat (improvement tools and

techniques) untuk mencapai keunggulan (service excellence) dan peningkatan

terus-menerus menuju proses jasa yang bebas kesalahan (zero error). Proses jasa

ini dapat ditingkatkan terus-menerus dan kapabilitas proses dapat diukur

menggunakan ukuran sigma, menuju target six sigma.

Root-cause analysis of defects Various show up

Leads to detect reduction as ‘detects,’ unacceptable

To customer

Gambar 2.7 Six Sigma Objectives

2.2.7 Metodolodi Six Sigma

Strategi penerapan six sigma yang diciptakan oleh DR. Mikel Harry dan Richard

Schroeder disebut sebagai The Six Sigma Breakthrough Strategy. Strategi ini merupakan

metode sistematis yang menggunakan pengumpulan data dan analisis statistik untuk

menentukan sumber-sumber variasi dan cara-cara untuk menghilangkannya (Harry dan

Scroeder, 2000).

Supplier Input Processes Process Output

Critical Customer

Requirement

Page 28: Bab 2__10-50

38

Proyek six sigma mempunyai dampak besar terhadap kepuasan konsumen dan

dampak yang signifikan pada bottom-line terpilih. Manajemen puncak mempunyai

peranan penting selama seleksi proyek dan sebagai leader. Proyek didefinisikan secara

jelas dalam hal expected key deliverables, yaitu DPMO level atau sigma quality levels,

RTY (Rolled Throughput Yield), Quality Cost dsb. Dalam pendekatan keseluruhan,

masalah nyata dibalik kedalam masalah satistik. Hal ini dilakukan dengan mapping

process, yaitu mendefinisikan variable-variabel kunci input proses (key process input

variables KPIVs or ‘ x's) dan variable-variabel kunci output proses (key process output

variables KPOVs or ‘ y's). kekuatan statistical tools digunakan untuk menentukan

statistical solution.

Ada lima tahap atau langkah dasar dalam menerapkan strategi Six Sigma ini yaitu

Define-Measure-Analyze-Improve-Control (DMAIC), dimana tahapannya merupakan

tahapan yang berulang atau membentuk siklus peningkatan kualitas dengan Six Sigma.

Siklus DMAIC dapat digambarkan sebagai berikut:

Sumber : Pande, Peter. 2000

Gambar 2.8 Siklus DMAIC

Page 29: Bab 2__10-50

39

2.2.8 Langkah-langkah Six Sigma

a. Define (D)

Langkah ini adalah langkah operasional awal dalam program peningkatan kualitas

six sigma. Pada tahap define ada 2 hal yang perlu dilakukan yaitu:

• Mendefinisikan proses inti perusahan

Proses inti adalah suatu rantai tugas, biasanya mencakup berbagai departemen atau

fungsi yang mengirimkan nilai (produk, jasa, dukungan, informasi) kepada para

pelanggan eksternal. Dalam hal pemilihan tema Six Sigma pertama-tama yang dilakukan

adalah mempertimbangkan dan menjelaskan tujuan dari suatu proses inti akan dievaluasi.

(Peter S. Pende, 2000)

• Mendefinisikan kebutuhan spesifik kebutuhan pelanggan

Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi pemain paling penting didalam

semua proses, yakni pelanggan, pelanggan bisa internal maupun eksternal adalah tugas

Black Belt dan tim untuk menentukan dengan baik apa yang diinginkan pelanggan

eksternal. Pekerjaan ini membuat suara pelanggan (voice to customer - VOC) menjadi hal

yang menantang. Dalam hal mendefinisikan kebutuhan spesifik dari pelanggan adalah

memahami dan membedakan diantara dua kategori persayaratan kritis, yaitu persyaratan

output dan persyartan pelayanan. (Peter S. Pende, 2000)

Persyaratan output berkaitan dengan karakteristik dan atau features dari produk

akhir (barang/jasa) yang diserahkan kepada pelanggan pada akhir dari suatu proses.

Page 30: Bab 2__10-50

40

Dalam hal ini dapat saja berbagai macam persyaratan output, tetapi pada dasarnya semua

itu berkaitan dengan daya guna (usability) dan efektivitas dari produk akhir itu di mata

pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002 : 64)

Tahap ini mendefinisikan beberapa hal yang terkait dengan:

1. Pendefinisian Kriteria Pemilihan Proyek Six Sigma, dimana pemilihan proyek

terbaik adalah berdasarkan identifikasi proyek yang terbaik sepadan dengan

kebutuhan, kapabilitas, dan tujuan organisasi sekarang.

2. Pendefinisian Peran Orang-orang yang Terlibat dalam Proyek Six Sigma sesuai

dengan pekerjaannya

3. Pendefinisian Kebutuhan Pelanggan dalam Proyek Six Sigma berdasarkan kriteria

pemilihan proyek Six Sigma dimana proses transformasi pengetahuan dan

metodologi Six Sigma melalui sistem pelatihan yang terstruktur dan sistematik

untuk kelompok orang yang terlibat dalam program Six Sigma.

4. Pendefinisian Proses Kunci Beserta Pelanggan dari Proyek Six Sigma yang

dilakukan sebelum mengetahui model proses "SIPOC (Suppliers-Inputs-

Processes-Outputs-Customers)". SIPOC adalah alat yang berguna dan paling

banyak digunakan dalam manajemen dan peningkatan proses. Atau "SIRPORC

(Suppliers-Inputs Requirements-Processes-Output Requirements-Customers)

apabila kebutuhan Input dan Output dimasukkan ke dalam SIPOC dan persyaratan

Output harus berkaitan langsung dengan kebutuhan pelanggan.

5. Pendefinisian Kebutuhan Spesifik dari Pelanggan yang Terlibat dalam Proyek Six

Sigma

Page 31: Bab 2__10-50

41

6. Pendefinisian Pernyataan Tujuan Proyek Six Sigma, dimana pernyataan tujuan

proyek yang harus ditetapkan untuk setiap proyek Six Sigma terpilih adalah benar

apabila mengikuti prinsip SMART, yaitu Spesifik, Measureable, Achievable-

Result-oriented, Time-bound.

7. Daftar Periksa pada Tahap DEFINE (D) untuk memudahkan sekaligus

meyakinkan kita bahwa kita telah menyelesaikan tahap DEFINE (D) dengan baik.

b. Measure (M)

Dalam langkah yang kedua dalam tahapan operasional pada program peningkatan

kualitas Six Sigma terdapat 3 hal pokok yang dilakukan yaitu: (Vincent Gaspersz, 2002:

72-198)

• Menentukan karakteristik kualitas kunci

CTQ ditetapkan berhubungan langsung dengan kebutuhan spesifik pelanggan

yang diturunkan secara langsung dari persyaratan - persayaratan output dan pelayanan.

Karakteristik kualitas sama dengan jumlah kesempatan penyebab cacat (opportunities to

failure). (Breyfogle III, Forest W, 1999: 140)

• Mengembangkan rencana pengumpulan data

Pada dasarnya pengukuran karakteristik kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkat, yaitu:

• Rencana pengukuran tingkat proses, adalah mengukur setiap langkah atau

aktivitas dalam proses dan karakteristik kualitas input yang diserahkan oleh

pemasok yang mengendalikan dan mempengaruhi karaktersitik kualitas output

Page 32: Bab 2__10-50

42

yang diinginkan. Tujuan dari pengukuran ini adalah mengidentifikasi setiap

perilaku yang mengatur setiap langkah dalam proses.

• Pengukuran tingkat output, mengukur karakteristik kualitas output yang dihasilkan

suatu proses dibandingkan dengan karakteristik kualitas yang diinginkan

pelanggan.

• Rencana pengukuran tingkat outcome, mengukur bagaimana baiknya suatu produk

atau jasa itu memenuhi kebutuhan spesifik dari pelanggan. Jadi pada tingkat ini

adalah mengukur kepuasan pelanggan dalam menggunakan produk dan/atau jasa

yang diserahkan kepada pelanggan. (Vincent Gaspersz, 2002: 96)

• Pengukuran baseline kinerja

Peningkatan kualitas six sigma yang telah ditetapkan akan berfokus pada upaya-

upaya yang giat dalam peningkatan kualitas menuju kegagalan nol (zero defects) sehingga

memberikan kepuasan total kepada pelanggan. Maka sebelum peningkatan kualitas six

sigma dimulai, kita harus mengetahui tingkat kinerja sekarang atau dalam terminologi Six

Sigma disebut sebagai baseline kinerja. Setelah mengetahui baseline kinerja maka

kemajuan peningkatan-peningkatan yang dicapai dapat diukur sepanjang masa berlaku Six

Sigma:

• Pengukuran baseline kinerja pada tingkat proses, biasanya dilakukan apabila itu

terdiri dari beberapa sub proses. Pengukuran kinerja pada tingkat proses akan

memberikan baganan secara jelas dan konprehensif tentang segala sesuatu yang

terjadi dalam sub proses itu.

Page 33: Bab 2__10-50

43

• Pengukuran baseline kinerja pada tingkat output, dilakukan secara langsung pada

produk akhir yang akan diserahkan pada pelanggan. Pengukuran dimaksudkan

untuk mengetahui sejauh mana output akhir dari proses itu untuk memenuhi

kebutuhan spesifik dari pelanggan, sebelum produk itu diserahkan pada pelanggan.

• Pengukuran baseline kinerja pada tingkat outcome, dilakukan secara langsung

pada pelanggan yang menerima output (produk dan jasa) dari suatu proses.

Ukuran hasil baseline kinerja yang digunakan dalam Six Sigma adalah tingkat

DPMO (Defects Per Millions Oppurtunities) dan pencapaian tingkat sigma. (Vincent

Gaspersz, 2002 : 99)

c. Analyze (A)

Analyze merupakan langkah operasional ketiga dalam program peningkatan

kualitas. Pada tahap ini, tiga hal yang perlu dilakukan yaitu:

• Menentukan stabilitas dan kemampuan proses

Proses industri harus dipandang sebagai suatu penigkatan terus-menerus, yang

dimulai dari sederet siklus sejak adanya ide-ide untuk menghasilkan suatu produk (barang

dan/atau jasa), pengembangan produk, proses produksi, sampai kepada distribusi kepada

pelanggan. Berdasarkan informasi sebagai umpan balik yang dikumpulkan dari pengguna

produk itu dapat dikembangkan ide untuk menciptakan produk baru atau memperbaiki

produk lama beserta proses produksinya.

Page 34: Bab 2__10-50

44

Dalam menentukan apakah suatu proses berada dalam kondisi stabil dan mampu,

maka akan dibutuhkan alat-alat statistika sebagai alat analisis. Prosedur lengkap

penggunaan alat-alat statistik untuk pengembangan industri menuju stabil dan mampu

(stability dan capability). Berikut adalah pengertian ukuran dari proses stabil dan proses

yang mampu ditunjukkan pada Tabel 9.2:

Tabel 2.2 Stabilitas dan Kapabilitas Proses

Status Proses No. Stabilitas Kapabilitas Situasi Analisis

1. Tidak Tidak

• Keadaan proses diluar pengendalian

• Proses akan menghasilkan produk cacat terus menerus (keadaan kronis)

Sistem industri berada dalam kondisi paling buruk

2. Ya Tidak

• Keadaan proses didalam pengendalian

• Proses masih menghasilkan cacat

Sistem industri berada dalam status antara menuju peningkatan kualitas global

3. Ya Ya

• Keadaan proses berada dalam pengendalian

• Proses tidak menghasilkan produk cacat (zero defect)

Sistem industri berada dalam kondisi dalam baik, merupakan target Six Sigma

4. Tidak Tidak

Proses berada di luar pengendalian proses menimbulkan masalah kualitas secara sporadis

Sistem industri tidak dapat diperkirakan (unpredictable) dan tidak diinginkan oleh manajemen industri

(Vincent Gaspersz, 2002 : 203)

• Menentukan target kinerja dari karakteristik kualitas kunci

Setelah melakukan analisis kapabilitas maka langkah selanjutnya adalah

menetapkan target-target kinerja dari setiap karakteristik kualitas kunci untuk

Page 35: Bab 2__10-50

45

ditingkatkan. Konseptual penetapan target kinerja dalam program pendekatan kualitas Six

Sigma merupakan hal yang sangat penting, oleh karena itu harus mengikuti prinsip dari

SMART (specific-measurable-achievabl-result oriented-time bound) yaitu :

o Specific, target kinerja berkaitan langsung dengan peningkatan kinerja dari

setiap karakteristik kualitas kunci yang berkaitan langsung dengan

kebutuhan pelanggan dan mempengaruhi kepuasan pelanggan.

o Measurable, target kinerja harus dapat diukur dengan menggunakan

indikator pengukuran yang tepat, guna mengevaluasi keberhasilan,

peninjauan ulang, dan tindakan perbaikan di waktu mendatang.

o Achievable, target kinerja peningkatan kualitas harus dapat dicapai melalui

usaha yang menantang.

o Result-oriented, target kinerja dari peningkatan kualitas harus berfokus

pada hasil-hasil berupa peningkatan kinerja karakteristik kualitas kunci.

o Time-bound, target kinerja harus menetapkan batas waktu pencapaian

target karakteristik kualitas kunci dan target tersebut harus tercapai pada

batas waktu yang telah ditetapkan.

• Mengidentifikasi sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

Dalam program peningkatan kualitas Six Sigma membutuhkan identifikasi

masalah secara tepat, menemukan sumber dan akar penyebab dari masalah kualitas

tersebut, dan mengajukan solusi masalah yang efektif dan efisien. (Vincent Gaspersz,

2002 : 201-280)

Page 36: Bab 2__10-50

46

Pada proses analyze terdapat pemilihan peta kontrol yang disini digunakan peta

kontrol-u karena data yang digunakan adalah data atribut dengan ukuran sampel yang

berbeda-beda. Data yang dikumpulkan berupa jumlah ketidaksesuaian dalam sampel.

d. Improve (I)

Setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas teridentifikasi, maka

perlu dilakukan penetapan rencana tindakan untuk melakukan peningkatan kualitas Six

Sigma. Pada dasarnya rencana-rencana tindakan akan mendeskripsikan tentang alokasi

sumber-sumber daya serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam

implementasi dari rencana tersebut.

Menetapkan Suatu Rencana Tindakan untuk Melakukan Peningkatan Kualitas Six Sigma:

o Dilakukan setelah sumber-sumber dan akar penyebab masalah kualitas

teridentifikasi

o Rencana Tindakan mendeskripsikan tentang alokasi sumber-sumber daya

serta prioritas dan/atau alternatif yang dilakukan dalam implementasi dari

rencana itu

o Untuk mengembangkan rencana tindakan dapat menggunakan metode 5W-

2H

Page 37: Bab 2__10-50

47

Tabel 2.3 Rencana Tindakan dengan Metode 5W-2H

Jenis 5W2H Deskripsi Tindakan

Tujuan utama What Apa yang menjadi target utama dari

perbaikan/peningkatan kualitas? Merumuskan target

sesuai dengan

kebutuhan konsumenAlasan

kegunaan Why

Mengapa rencana tindakan itu

diperlukan?Penjelasan tentang kegunaan

dari rencana tindakan yang dilakukan

Lokasi Where

Di mana rencana tindakan itu akan

dilaksanakan?Apakah aktivitas itu harus

dikerjakan di sana? Mengubah urutan

aktivitas atau

mengkombinasikan

aktivitas-aktivitas

yang dapat

dilaksanakan

bersama

Urutan When

Bilamana aktivitas rencana tindakan itu

akan terbaik untuk dilaksanakan?Apakah

aktivitas itu dapat dikerjakan kemudian?

Orang Who

Siapa yang akan mengerjakan aktivitas

rencana tindakan itu?Apakah ada orang lain

yang dapat mengerjakan aktivitas rencana

tindakan itu?Mengapa harus orang itu yang

ditunjuk untuk mengerjakan aktivitas itu?

Metode How

Bagaimana mengerjakan aktivitas rencana

tindakan itu?Apakah metode yang

digunakan sekarang, merupakan metode

terbaik?Apakah ada cara lain yang lebih

mudah?

Menyederhanakan

aktivitas-aktivitas

rencana tindakan

yang ada

Biaya/manfaat How

much

Berapa biaya yang dikeluarkan untuk

melaksanakan aktivitas rencana tindakan

ini?Apakah akan memberikan dampak

positif pada pendapatan dan biaya

(meningkatkan efektifitas dan efisiensi),

setelah melaksanakan rencana tindakan itu?

Memilih rencana

tindakan yang paling

efektif dan efisien

Page 38: Bab 2__10-50

48

• Tim Proyek dapat menggunakan metode pendekatan dengan menggunakan alat

seperti : diagram CEDAC (Cause Effect Diagram with Additional Curve) atau

FMEA (Failure Mode and Effect Analysis).

• Efektivitas dari rencana tindakan yang dilakukan akan tampak dari:

o Penurunan persentase biaya kegagalan kualitas (COPQ) / Cost of Poor

Quality terhadap nilai penjualan total sejalan dengan meningkatnya

Kapabilitas Sigma

o penurunan DPMO menuju target kegagalan nol (zero defect) atau

mencapai kapabilitas proses pada tingkat lebih besar atau sama dengan 6-

sigma

Untuk memudahkan sekaligus meyakinkan bahwa kita telah menyelesaikan tahap

IMPROVE (I) dengan baik, maka daftar periksa yang ditampilkan dapat dijadikan

panduan atau pedoman kerja. Jika semua pertanyaan dalam daftar periksa itu telah

dijawab dengan YA, maka berarti kita boleh melangkah ke tahap berikutnya, yaitu tahap

CONTROL (C).

e. Control (C)

Sebagai bagian dari pendekatan Six Sigma, perlu adanya pengawasan untuk

meyakinkan bahwa hasil yang diinginkan sedang dalam proses pencapaian. Hasil dari

tahap improve harus diterapkan dalam kurun waktu tertentu untuk dapat dilihat

pengaruhnya terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Pada tahap ini hasil-hasil

peningkatan kualitas didokumentasikan dan disebarluaskan, praktek-praktek terbaik yang

sukses dalam meningkatkan proses distandarisasikan dan disebarluaskan, prosedur-

Page 39: Bab 2__10-50

49

prosedur didokumentasikan dan dijadikan pedoman kerja standar, serta kepemilikan atau

tanggung jawab ditransfer dari tim Six Sigma kepada pemilik atau penanggung jawab

proses.

Selain dengan menggunakan langkah-langkah DMAIC yang telah disebutkan di

atas, Six Sigma juga menggunakan metodologi DMADV (Define - Measure - Analyze -

Design - Verify). DMAIC digunakan untuk meningkatkan proses yang sudah ada

sebelumnya, sedangkan DMADV digunakan untuk menghasilkan desain produk atau

proses baru untuk kinerja proses yang dapat diprediksikan dan bebas defect.

DMADV, seperti halnya DMAIC, juga terdiri atas lima langkah yang harus dilaksanakan,

yaitu:

• Define: mendefinisikan tujuan-tujuan dari aktivitas desain yang konsisten dengan

keinginan konsumen dan strategi bisnis perusahaan.

• Measure: mengukur dan mengidentifikasi CTQ (critical to quality), kapabilitas

produk, kapabilitas proses produksi, dan taksiran resiko.

• Analyze: menganalisa alternatif-alternatif yang dirancang dan dibangun,

menciptakan rancangan tingkat atas dan mengevaluasi kapabilitas rancangan

untuk memilih rancangan yang terbaik.

• Design: merancang detail, mengoptimalkan rancangan, dan merencanakan

verifikasi rancangan. Fase ini mungkin saja membutuhkan proses simulasi.

• Verify: menguji rancangan dan mengimplementasikan proses produksi dan

menyerahkannya pada pemilik proses.