bab ii landasan teorithesis.binus.ac.id/doc/bab2/bab 2__10-113.pdf · pasien juga berharap untuk...
TRANSCRIPT
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Definisi Pelayanan
Pelayanan memiliki beberapa definisi tetapi beberapa diantaranya
menjelaskan kesamaan mengenai hal yang tidak berwujud (intangible) dan
konsumsi yang simultan. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
• Pelayanan didefinisikan sebagai keinginan, proses, dan performa (Zeitham
ldan Bitner, 1996)
• Pelayanan adalah aktifitas atau serangkaian aktifitas yang kurang lebih tidak
dapat diraba yang biasanya membutuhkan interaksi antara pelanggan dan
pekerja pelayanan dan/atau sumber daya fisik atau barang dan/atau sistem
dari penyedia jasa yang disediakan sebagai solusi untuk masalah yang
dihadapi oleh pelanggan. (Gronroos, 1990)
• Banyak pihak yang menganggap bahwa sektor pelayanan mencakup kepada
seluruh aktifitas ekonomi yang outputnya tidak berupa produk fisik atau
konstruksi, yang biasanya dikonsumsikan pada saat setelah diproduksikan
dan juga memiliki nilai tambah dalam bentuk (misalnya kenyamanan,
hiburan, ketepatan waktu, kenikmatan, atau kesehatan) yang pada dasarnya
tidak berwujud. (Quinn, Baruch,and Paquette, 1987)
8
• Definisi yang tepat tentang barang dan jasa seharusnya bisa membedakan
mereka berdasarkan dengan atributnya. Barang adalah suatu wujud obyek
atau produk yang bisa dibuat dan di transfer, memiliki eksistensi waktu yang
bisa diciptakan dan digunakan dikemudian waktu. Jasa adalah sesuatu yang
tidak berwujud dan bersifat fana yaitu sebuah kejadian atau proses yang
dibuat dan digunakan secara simultan atau mendekati simultan. (Sasser,
Olsenand Wyckoff,1978)
• Jasa bersifat fana, pengalaman yang tidak berwujud dilakukan untuk
pelanggan yang berperan sebagai co-produser. (Fitzsimmons,1993)
2.2 Klasifikasi Pelayanan
Konsep dari manajemen jasa seharusnya bisa diaplikasikan keseluruh
organisasi jasa. Seperti contohnya, administrasi rumah sakit bisa mempelajari
sesuatu tentang ilmu bisnisnya dari restoran dan hotel. Jasa professional seperti
konsultan, hukum dan jasa pengobatan memiliki masalah khusus dikarenakan
professional tersebut dilatih untuk dapat menyajikan spesifik jasa yang klinikal
(mengambil contoh jasa pengobatan) tetapi tidak termasuk dalam pengetahuan
manajemen bisnis. Walaupun perusahaan jasa professional menawarkan
kersempatan karir yang menarik bagi para lulusan perguruan tinggi.
9
Sumber: Roger W. Schmenner, Sloan Management Review, 1986
Gambar 2.1The Service Process Matrix
Untuk mendemonstrasikan bahwa masalah manajemen sama disekitar industri
jasa, Schmenner menjabarkan The Service Process Matrix (Matriks Proses Jasa).
Dalam matriks ini, jasa diklasifikasikan menjadi dua dimensi yang secara
signifikan akan mempengaruhi karakter dari proses penyajian jasa. Dimensi
vertikal menjelaskan tentang ukuran tingkat dari intensitas tenaga kerja yang
didefinisikan sebagai rasio dari biaya tenaga kerja terhadap biaya modal. Dengan
demikian, jasa dengan modal intenif seperti penerbangan dan rumah sakit
ditemukan di baris atas dikarenakan oleh penanaman modal yang dilakukan pada
peralatan dan lingkungan lebih relatif lebih besar dibandingkan dengan modal
yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Begitu pula intensif tenaga kerja pada
10
sekolah dan asisten hukum ditemukan di baris bawah dikarenakan oleh modal
untuk tenaga kerja lebih banyak dikeluarkan.
Dimesi horisontal mengukur tingkat interaksi kepada pelanggan dan
kostumisasi yaitu variable marketing yang menjelaskan bagaimana penyajian
jasa dapat mempengaruhi personal dari pelanggan itu sendiri. Kecilnya interaksi
yang dilakukan antara pelanggan dengan penyedia jasa jika jasa yang dilakukan
telah distandarisasi. Seperti contohnya McDonald karena urutan penyediaan
jasanya telah ditentukan dan jarang sekali diubah, jadi interaksi lebih yang
dilakukan kepada pelanggan sedikit. Tidak seperti pada interaksi yang dilakukan
antara dokter dengan pasiennya yang harus berinteraksi penuh dalam hal
diagnosa dan pengobatan agar mencapai hasil yang diinginkan. Pasien juga
berharap untuk diperlakukan secara personal dan berharap bisa mendapatkan
perawatan medis yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Perlu diketahui
bahwa interaksi yang membutuhkan banyak kostumisasi bisa menyebabkan
potensi masalah untuk manajemen dari pelaksana penyaji jasa.
Ke empat kuadran dari matriks proses jasa diberi nama yang menjelaskan
tentang sifat dari jasa. Service factory menyediakan pelayanan yang standar
(biasa) dengan modal investasi yang tinggi, seperti contohnya proses aliran
dalam produksi pabrik. Service shops menyediakan banyak kostumisasi jasa
tetapi mereka juga melakukan dengan modal yang cukup tinggi. Pelanggan dari
mass service akan menerima jasa yang tidak berbeda dari lingkungan yang padat
11
karya tetapi pelanggan yang mencari professional service akan diberikan
perhatian yang khusus dari spesialis yang telah terlatih.
Manajer dari kategori-kategori jasa ini baik dari service factory, service shop,
mass service maupun dari professional service akan menghadapi tantangan yang
sama. Misalnya jasa dengan kebutuhan modal yang tinggi seperti penerbangan
dan rumah sakit, membutuhkan pemantauan terhadap teknologi yang akan
dipakai untuk memenangkan persaingan. Manajer dari jasa yang padat karya
seperti pengobatan atau profesional hukum harus berkonsentrasi penuh pada
kebutuhan personal pelanggannya. Tingkatan dari kostumisasi jasa bisa
mempengaruhi kemampuan untuk mengendalikan kualitas dari servis yang
diberikan kepada pelanggan dan juga persepsi dari jasa yang telah diberikan
kepada pelanggannya.
2.3 Strategi Visi Pelayanan
Tujuan dan penempatan dari pasar perusahaan jasa diawali dari ide
wiraswatawan dan kebutuhan yang tidak dapat ditemukan gambar 2.2 mewakili
kerangka dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang dipertanyakan dalam
memformulasikan visi dari strategi pelayanan. Kategori-kategori dasar seperti
sistem penyajian pelayanan, strategi beroperasi, konsep pelayanan, segmen target
pasar. Dari kategori-kategori yang ada terdapat pertanyaan yang bertujuan untuk
12
mengevaluasi efektifitas dari kategori untuk mensupport kategori sebelumnya,
bergerak dari kiri ke kanan.
13
Sumber: Heskett, Sasser, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997
Gambar 2.2. Elements of the Strategic Service Vision
14
2.3.1 Element dari Desain Pelayanan
Seperi layaknya sebuah gedung yang berawal dari sebuah
pelihatan arsitek dan di jabarkan kedalam kertas dalam bentuk
gambaran teknik dari semua sistem yang ada dalam gedung seperti:
pondasi, listrik, saluran air. Analogi dari desain proses adalah
konsep jasa dengan elemen sistem. Elemen ini harus dikerjakan
untuk membangun konsistensi pelayanan yang ditawarkan untuk
mencapai visi dari strategi pelayanan. Elemen dari desain
pelayanan menjadi denah yang mengkomunikasikan antara
karyawan dengan pelanggan seperti pelayanan apa yang mereka
harapkan. Elemen-elemen dari sistem adalah:
Struktural
• Sistem Pengantaran. Front dan back office,
automasi, partisipasi pelanggan
• Desain Fasilitas. Ukuran, astetik, rancangan
• Lokasi. Demografis pelanggan, letak tunggal atau
banyak, kompetisi, karakteristik tempat
• Rencana Kapasitas. Mengatur antrian, jumlah
server, mengakomodasikan permintaan rata-rata
atau meningkat.
Manajerial
• Temuan Jasa. Kultur jasa, motivasi, seleksi dan
pelatihan, pemberdayaan karyawan.
15
• Kualitas. Pengukuran, monitor, metode, ekspektasi
vs persepsi, jaminan pelayanan.
• Mengatur kapasitas dan permintaan. Strategi untuk
mengatur permintaan dan kontrol persediaan,
manajemen antrian.
• Informasi. Sumber yang kompetitif, koleksi data.
2.4 Memenangkan Pelanggan dalam Pasar
Bergantung kepada kompetisi dan kebutuhan personal, pelanggan memilih
provider jasa dengan daftar kriteria-kriteria. Menurut Karmarkar dan
Pitbladdo dalam Service Markets and Competition, daftar-daftar ini tidak
mewakili semua keinginan pelanggan karena penambahan-penambahan
dimensi baru pada perusahaan merupakan usaha perusahaan dalam strategi
diferensiasi. Sebagai contoh, inisiasi dari program frequent fyer
“Aadvantage” oleh American Airlines merupakan upaya untuk menarik
kesetiaan pelanggan dalam kompetisi penerbangan.
Availibility (Ketersediaan). Bagaimana jasa itu bisa digunakan?
Convenience (Kenyamanan). Lokasi dari jasa menandakan
kenyamanan dari pelanggan yang harus melakukan perjalanan
untuk merasakan jasa tersebut.
Dependability (Hal yang dapat diandalkan). Bagaimana sebuah
jasa itu bisa diandalkan atau dibutuhkan?
16
Personalization (Personalisasi). Apakah anda di perlakukan secara
individual?
Price (Harga). Persaingan dalam harga dalam jasa tidak se-efektif
persaingan dalam produk karena kadang susah untuk
membandingkan harga pada jasa pelayanan secara objektif.
Mungkin mudah untuk membandingkan harga pada pengantaran
jasa seperti bahan bakar, dll. Tetapi pada jasa pelayanan yang
profesional, harga mungkin dianggap kontra karena harga biasanya
dipandang sebagai pengganti dari kualitas.
Quality (Kualitas). Kualitas dari jasa adalah relasi antara
ekspektasi pelanggan terhadap jasa dan persepsi pelanggan
terhadap apa yang dialami baik sebelum dan sesudah oleh
pelanggan. Tidak seperti kualitas pada produk, kualitas pada
pelayanan biasanya dinilai baik dari proses pelayan itu disajikan
dan apa yang keluar dari pelayanan tersebut.
Reputation (Reputasi). Dalam memilih perusahaan pembuat
pelayanan kadang dilakukan dengan cara berbicara dengan orang
lain mengenai pengalaman yang mereka alami dalam pelayanan
tersebut. Tidak seperti produk, pengalaman mengenai pelayanan
yang buruk tidak bisa diganti atau dikembalikan dengan model
yang berbeda. Berita yang baik dari mulut ke mulut adalah cara
yang paling efektif dalam beriklan.
Safety (Keamanan). Keadaan yang baik dan aman adalah
konsiderasi yang penting karena dalam pelayanan seperti rumah
17
sakit atau penerbangan, pelanggan menaruh nyawanya ke dalam
tangan penyedia jasa tersebut.
Speed (Kecepatan). Berapa lama orang harus menunggu untuk
sebuah pelayanan? Kadang waktu dan kecepatan juga menjadi
unsur utama dalam pelayanan seperti misalnya pemadam
kebakaran atau polisi dan lainnya. Kadang waktu menunggu juga
menjadi suatu unsur dalam pelayanan untuk mencapai suatu yang
maksimal.
Dalam penulisan strategi manufaktur, Terry Hill menggunakan kata order-
winning criteria (kriteria pemesanan yang juara) untuk membahas dimensi
kompetitif dalam penjualan sebuah produk. Dia menyarankan bahwa kriteria
tertentu bisa dibilang sebagai qualifiers (kualifikasi) karena dimensi ini
menandakan bahwa produk itu layak untuk dipasarkan. Hill juga mengatakan
bahwa beberapa kualifikasi juga bisa di sebut sebagai order-losing sensitive
(pemesanan yang tidak baik).
Dengan menggunakan logika yang sama pada kriteria pelayanan.
Pelayanan sebaiknya di dibuat daftar terlebh dahulu untuk menjabarkan
keputusan pemilihan jasa. Sikon pemilihan jasa dimulai dengan melihat
potensi kualifikasi yang dimiliki oleh perusahaan pembuat jasa (misalnya jasa
seorang dokter bisa dilihat dari sertifikasi atau institusi kedokteran – jika
ada), diikuti dengan membuat seleksi akhir dari subset perusahaan jasa
dengan memilih pelayanan yang terbaik (misalnya, adalakah dokter yang
terbaik dari institusi tersebut?). Setelah pelayanan itu dirasakan, baru kita bisa
18
melihat apakah pelayanan yang dilakukan bisa dikatakan pelayanan yang
buruk (service loser) (misalnya dokter itu tidak ramah dan tidak berperasaan).
Qualifiers (Kualifikasi)
Sebelum sebuah perusahaan jasa bisa dianggap serius sebagai salah
satu kompetitor dalam industrinya, perusahaan tersebut harus
memenuhi beberapa kriteria dalam dimensi kompetitif pelayanan
yang didefinisikan oleh beberapa pemain pasar. Misalnya sebuah
hotel bisa dikatakan bintang 5 jika hotel itu sudah memenuhi
kriteria tertentu yang dibuat oleh pemerintah atau asosiasi hotel
bintang 5 di daerah tersebut.
Service Winners (Pelayanan yang Juara)
Pelayanan yang juara mencakup kepada harga, kenyamanan, atau
reputasi yang digunakan oleh pelanggan untuk membuat keputusan
dalam memilih dibandingkan dengan perusahaan kompetisinya.
Service Loser (Pelayanan yang Buruk)
Kegagalan dalam menyajikan atau melebihi level ekspektasi dari
dimensi kompetitif dapat mengakibatkan ketidakpuasan pelanggan.
Kemungkinan kegagalan yang terjadi bisa kepada tidak bisa
diandalkannya pelayanan tersebut, personalisasi, dan kecepatan
yang mungkin kurang.
19
2.5 Rantai Keuntungan Jasa
Sumber: Heskett, Jones, Loveman, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997
Gambar 2.3The Service Profit Chain
Rantai keuntungan jasa mengarah kepada hubungan antara keuntungan,
loyalitas pelanggan, dan nilai jasa terhadap kepuasan karyawan, kapabilitas
dan produksi. Pada gambar 2.3 menjelaskan bahwa keuntungan dan
peningkatan keuntungan didapat dari pelanggan yang loyal. Pelanggan yang
loyal merupakan hasil dari kepuasan yang didasari dari pelayanan yang
diterima. Kepuasan, komitmen, kapabilitas dan produktifitas karyawan
menciptakan pelayanan yang baik. Kepuasan dan kesetiaan karyawan dimulai
dari seleksi dan pelatihan, tetapi investasi dalam teknologi informasi dan
support dari divisi kerja lainnya juga yang membantu pengambilan keputusan
dalam pelayanan pelanggan.
20
1. Kualitas internal mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kualitas
pelayanan internal menjelaskan lingkungan tempat karyawan bekerja
dan termasuk penyeleksian karyawan dan pengembangannya, hadiah
dan pengakuan, akses informasi untuk melayani kebutuhan pelanggan,
teknologi dalam tempat kerja, dan desain pekerjaan.
2. Kepuasan pada karyawan mempengaruhi daya ingat mereka dan
produktifitas. Hampir semua pekerjaan jasa, biaya riil pada pergantian
karyawan adalah produktifitas yang berkurang dan menurunnya
kepuasan pelanggan.
3. Daya ingat seorang karyawan dan produktifitasnya mempengaruhi
nilai dari pelayanan.
4. Nilai dari pelayanan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Nilai dari
pelanggan diukur dari perbanding hasil yang diterima untuk biaya
yang terjadi untuk mendapatkan layanan.
5. Kepuasan pelanggan mempengaruhi loyalitas pelanggan.
6. Loyalitas pelanggan mempengaruhi profit dan pertumbuhan. Karena 5
persen kenaikan dari loyalitas pelanggan akan membuat keuntungan
yang meningkat berkisar 25 sampai 85 persen.
21
Sumber: Heskett, Sasser, Schlesinger, The Service Profit Chain, 1997
Gambar 2.4The Cycle of Capability
2.6 Servicescapes
Servicescapes dari fasilitas pelayanan tambahan dapat mempengaruhi
perilaku karyawan dan juga pelanggan. Seharusnya desain yang dilakukan
juga sesuai dengn imej dan rasa yang selaras dengan konsep pelayanan.
2.6.1 Perilaku dari Servicescapes
Pencampuran dimensi seperti kondisi ambiensnya, ruangan,
tanda-tanda/simbol/artefak menjelaskan lingkungan itu sendiri,
Yang sebagaimana ini dipandang sebagai lingkungan yang
holistik bagi karyawan dan pelanggan. Lingkungan didisain
sebagai interaksi sosial antara karyawan dan pelanggan.
Lingkungan yang mendukung akan membuat respon positif
bagi karyawan (Seperti komitmen dan hasrat untuk melakukan
22
pekerjaan) dan juga bagi pelanggan (eksplorasi, membuang
duit (belanja), dan mau kembali lagi).
Sumber: Bitner, Journal of Marketing, 1992
Gambar 2.5Servicescape Framework
2.6.2 Dimensi Lingkungan dari Servicescapes
Dimensi lingkungan sekitar termasuk kedalam faktor
obyektif yang dapat dikendalikan oleh perusahaan untuk
membangun perilaku dan persepsi karyawan dan konsumen
terhadap pelayanan tersebut. Perlu disadari bahwa sangat
penting respon orang terhadap lingkungan. Itulah efek dari total
kombinasi dari keseluruhan pengertian yang didefinisikan
dalam persepsi kita terhadap lingkungan fisik.
23
o Kondisi Ambien
Latar belakang dari sebuah lingkungan seperti temperatur
udara, pencahayaan, suara, musik dan wewangian akan
mempengaruhi kelima panca indera kita.
o Bentuk Ruangan dan Fungsionalnya
Pengaturan furniture dan peralatan dan keselarasan
diantaranya akan meciptakan visual dan fungsional dari
lingkungan dalam menyajikan jasa. Bentuk landscape ini
bisa membuat urutan dan efisiensi atau bahkan kekacauan
dan ketidakpastian pelayanan.
o Tanda, Simbol dan Artefak
Banyaknya lingkungan yang menyajikan tanda yang
eksplisit atau implisit untuk memberitahukan norma
perilaku yang baik atau seharusnya. Contoh eksplisit tanda
“no smoking” mengkomunikasikan masalah dalam
berperilaku sedangkan “recycle bins” adalah sebagai bentuk
mengajak orang untuk melakukan sesuatu yang
bertanggung jawab. Kualitas dari lantai, kesenian, dan
furniture bisa menciptakan keseluruhan dari estetika dan
kesan bagi pengunjung dan juga menciptakan lingkungan
kerja yang baik bagi karyawan. Jasa yang profesional
menggunakan dekorasi interiornya untuk menjelaskan
24
kompetensi dan untuk mengatur imej profesionalisme
mereka.
Servicescapes menciptakan metafor visual terhadap apa
yang ditawarkan dari sebuah organisasi. Lingkungan akan
menciptakan paket, sama seperti paket pada produk, yang
bertunjuan untuk memperlihatlan kegunaann dan kualitas pada
pelayanan yang akan didapat.
Lingkungan juga dapat memfasilitasi cara penyajian dari
pelayanan tersebut apakah itu mendukung atau bahkan
menghalangi pelanggan dan karyawan dalam melakukan
aktifitas mereka.
Lingkungan juga dapat menciptakan diferensiasi pasar
dengan cara memberikan signal kepada segmen pasar yang
dimaksudkan dan menciptakan sesuatu yang berbeda
dibandingkan kompetitor lainnya.
2.7 Service Quality (Kualitas Jasa)
Penilaian pada kualitas jasa dilakukan selama proses penyajian jasa. Setiap
kontak yang dilakukan ke pelanggan mengarah kepada kesempatan atau
oportunitas apakah pelanggan itu puas atau tidak kepada pelayanan yang
dihadirkan. Kepuasan pelanggan terhadap jasa dapat didefinisikan dengan cara
membandingkan bagaimana persepsi terhadap jasa yang telah diterima dengan
ekspektasi akan pelayanan yang diingikan. Ketika ekspektasi yang diharapkan
25
tercapai, maka pelayanan yang dilakukan akan dianggap menghasilkan
kualitas yang luar biasa. Tetapi ketika ekspektasi yang diharapkan tidak
tercapai, kualitas pelayanan yang dilakukan akan dianggap tidak layak untuk
diterima oleh pelanggan. Ekspektasi ini juga bisa didasari dari beberapa
sumber seperti informasi dari mulut ke mulut (word of mouth), kebutuhan
secara personal dan juga pengalamannya terdahulu
2.7.1 Dimensi dari Kualitas Pelayanan
Dimensi dari kualitas jasa yang di tunjukkan pada gambar 2.6
diidentifikasikan oleh pembelajaran riset marketing dari beberapa
kategori jasa yang berbeda seperti jasa perbaikan alat, bank, jasa
operator telepon jarak jauh, broker bursa efek, dan perusahaan kartu
kredit. Mereka mengidentifikasikan dimensi dari lima prinsip yang
digunakan pelanggan untuk menilai kualitas pelayanan yaitu
reliabilitas (keandalan), ketanggapan, kepastian, empati, dan fasilitas
fisik yang tercantum dalam urutan kepentingan relatif kepada
pelanggan.
26
Sumber: Parasuraman, Zeithaml, Berry, Journal of Marketing, 1985
Gambar 2.6Percieved Service Quality
• Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk melakukan
pelayanan yang telah dijanjikan baik secara akurat dan baik.
Performa pelayanan yang dapat diandalkan artinya mencapai
ekspektasi pelanggan, pelayanan yang dilakukan tepat waktu,
dengan cara yang benar dan tidak mengalami kesalahan.
• Responsiveness (ketanggapan) adalah keinginan untuk
menolong pelanggan dan menyediakan pelayanan yang cepat
tanggap. Membuat pelanggan menunggu dengan alasan yang
tidak jelas akan membuat persepsi yang negatif terhadap
kualitas pelayanan. Jika pelayanan yang dilakukan gagal,
kemampuan untuk memperbaiki pelayanan tersebut dengan
cepat dan secara profesional akan menciptakan persepsi yang
sangat positif terhadap pelayanan tersebut.
• Assurance (kepastian) merupakan kunci dari karyawan untuk
menciptakan kepercayaan dan keyakinan. Dimensi dari
assurance (kepastian) ini mencakup kepada: kompetensi dalam
27
melakukan pelayanan, kesopanan, hormat terhadap pelanggan,
komunikasi yang efektif dengan pelanggan, dan sikap-sikap
yang bisa mengambil hati pelanggan.
• Empathy (empati) adalah sikap peduli, pehatian khusus kepada
pelanggan. Empati mencakup kepada: pendekatan, sensitifitas
dan usaha yang dilakukan untuk mengerti apa yang diinginkan
oleh pelanggan.
• Tangibles (fasilitas berbentuk fisik) merupakan fasilitas yang
bisa dilihat secara fisik seperti karyawan, peralatan, dan materi
dalam berkomunikasi. Kondisi dari fasilitas yang berbentuk
fisik atau dapat dilihat dengan kasat mata adalah bentuk
kepedulian dan perhatian dari pembuat jasa.
Kelima dimensi ini dipakai oleh pelanggan sebagai wujud dari
penilaian terhadap kualitas pelayanan yang didasari antara pelayanan
yang diingikan dan diterima.
2.7.2 Gap dalam Kualitas Pelayanan
Mengukur jarak (gap) antara pelayanan yang diinginkan dengan
pelayanan yang diterima merupakan proses rutin dari tanggapan
pelanggan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan jasa
terkemuka. Biasanya perusahaan-perusahaan besar melakukannya
dengan menyebarkan kuesioner. Kuesioner ini dikiriman kepada
pelanggan setelah mereka mengalami pelayanan yang telah diberikan
oleh perusahaan tersebut.
28
Sumber: Bagchi, University of Texas
Gambar 2.7Service Quality Gap Model
Dalam gambar 2.7 batasan antara ekspektasi pelanggan dengan
persepsi didefinisikan dalam GAP 5. Kepuasan pelanggan tergantung
dalam meminimalisir keempat batasan yang berhubungan dengan
penyajian pada pelayanan.
Batasan riset pasar (Gap Market Research) adalah perbedaan
antara ekspektasi pelanggan dengan ekspektasi yang dari persepsi
manajemen. GAP 1 timbul dari kesalahan atau kekurangan
manajemen dalam memahami bagaimana pelanggan memformulakan
ekspektasinya yang didasari oleh sumber-sumber seperti: advertising
(iklan), pengalaman terakhir dengan perusahaan dan kompetitornya,
kebutuhan pribadi, komunikasi dengan teman. Strategi yang dilakukan
untuk mengurangi batasan yang ada adalah dengan melakukan
peningkatan terhadap riset pasar, menjalin komunikasi yang baik
antara manajemen dengan karyawan yang berhubungan langsung
29
dengan pelanggan, mendekatkan pihak manajement dengan
pelanggan.
Batasan desain (The design gap) merupakan hasil dari
ketidakmampuan manajemen dalam memformulasikan level target
dari kualitas pelayanan untuk memenuhi ekspektasi pelanggan dan
menjabarkannya kedalam spesifikasi pekerjaan. GAP 2 bisa
merupakan kurangnya komitmen manajemen dalam kualitas
pelayanan atau persepsi yang dibangun oleh ekspektasi pelanggan.
Bagaimanapun, mengatur gol dan menstandarisasi pelayanan
merupakan hal yang bisa mengurangi batasan ini.
Batasan kesesuaian (The conformance gap) ada karena praktek
yang sebenarnya dari pelayanan tidak sesuai dengan spesifikasi yang
dibangun oleh manajemen. GAP 3 timbul dari beberapa alasan seperti
kurangnya kerjasama, buruknya seleksi terhadap karyawan, pelatihan
yang kurang, desain kerja yang kurang baik.
Ekspektasi pelanggan dari pelayanan didapat dari iklan media dan
komunikasi lain dari perusahaan. GAP 4 adalah perbedaan antara
pelayanan yang disajikan dengan komunikasi dalam bentuk janji yang
dilebih-lebihkan dan kurangnya informasi yang diberikan.