bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2015-1-00064-mn...

28
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen Secara Etimologis, Manajemen adalah kosakata yang berasal dari bahasa Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga pengertiannya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan. Menurut Federick Winslow Taylor, Manajemen adalah suatu percobaan yang sungguh- sungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan ( organisasi lain ) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan. Selain itu menurut Henry Fayol, manajemen mengandung gagasan lima fungsi utama yaitu, merancang, mengorganisasi, memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan. 2.1.1.1 Fungsi Manajemen Fungsi Fungsi manajemen menurut para ahli secara umum memiliki kesamaan semisal fungsi manajemen menurut Henry Fayol ataupun menurut GR Terry menyatakan ada 4 fungsi yang utama dari sebuah manajemen : perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian. 1. Planning ( Fungsi Perencanaan ) Planning merupakan suatu aktivitas menyusun, tujuan perusahaan lalu dilanjutkan dengan menyusun berbagai rencana-rencana guna mencapai tujuan perusahaan yang sudah ditentukan. Planning dilaksanakan dalam penentuan tujuan organisasi scara keseluruhan dan merupakan langkah yang terbaik untuk mencapai tujuannya itu. Pihak manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif sebelum pengambilan tindakan kemudian menelaah rencana yang terpilih apakah sesuai dan bisa dipergunakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah proses awal yang paling penting dari seluruh fungsi manajemen, karena fungsi yang lain tak akan bisa bejalan tanpa planning.

Upload: nguyenthuan

Post on 20-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Manajemen

Secara Etimologis, Manajemen adalah kosakata yang berasal dari bahasa

Perancis kuno, yaitu menegement yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sejauh

ini memang belum ada kata yang mapan dan diterima secara universal sehingga

pengertiannya untuk masing-masing para ahli masih memiliki banyak perbedaan.

Menurut Federick Winslow Taylor, Manajemen adalah suatu percobaan yang sungguh-

sungguh untuk menghadapi setiap persoalan yang timbul dalam pimpinan perusahaan

( organisasi lain ) atau setiap sistem kerjasama manusia dengan sikap dan jiwa seorang

sarjana dan dengan menggunakan alat-alat perumusan. Selain itu menurut Henry Fayol,

manajemen mengandung gagasan lima fungsi utama yaitu, merancang, mengorganisasi,

memerintah, mengoordinasi, dan mengendalikan.

2.1.1.1 Fungsi Manajemen

Fungsi Fungsi manajemen menurut para ahli secara umum memiliki kesamaan

semisal fungsi manajemen menurut Henry Fayol ataupun menurut GR Terry

menyatakan ada 4 fungsi yang utama dari sebuah manajemen : perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengendalian.

1. Planning ( Fungsi Perencanaan )

Planning merupakan suatu aktivitas menyusun, tujuan perusahaan lalu

dilanjutkan dengan menyusun berbagai rencana-rencana guna mencapai tujuan

perusahaan yang sudah ditentukan. Planning dilaksanakan dalam penentuan

tujuan organisasi scara keseluruhan dan merupakan langkah yang terbaik untuk

mencapai tujuannya itu. Pihak manajer mengevaluasi berbagai rencana alternatif

sebelum pengambilan tindakan kemudian menelaah rencana yang terpilih apakah

sesuai dan bisa dipergunakan untuk mencapai tujuan. Perencanaan adalah proses

awal yang paling penting dari seluruh fungsi manajemen, karena fungsi yang lain

tak akan bisa bejalan tanpa planning.

2. Organizing ( Fungsi Pengorganisasian )

Organizing adalah suatu aktivitas pengaturan dalam sumber daya manusia dan

sumber daya fisik yang lainnya yang dimiliki oleh perusahaan untuk bisa

melaksanakan rencana yang sudah ditetapkan dan mencapai tujuan utama

perusahaan. Dalam bahasa yang lebih sederhana organizing merupakan seluruh

proses dalam mengelompokkan semua orang, alat, tugas tanggung-jawab dan

wewenang yang dimiliki sedemikian rupa hingga memunculkan kesatuan yang

bisa digerakkan dalam mencapai tujuan. Organizing dapat membuat manajer

mudah dalam melaksanakan pengawasan serta penentuan personil yang

diperlukan untuk menjalankan tugas yang sudah dibagi bagi. Pengorganisasian

bisa dijalankan dengan menetukan tugas apa yang harus dikerjakan, siapa

personil yang menjalankannya, bagaimana tugasnya dikelompokkan, siapa yang

harus bertanggung jawab terhadap tugas tersebut.

3. Directing ( Fungsi Pengarahan )

Directing alias fungsi pengarahan merupakan fungsi untuk meningkatkan

efektivitas dan efisiensi kinerja dengan optimal dan menciptakan suasana

lingkungan kerja yang dinamis, sehat dan yang lainnya.

4. Controlling ( Fungsi Pengendalian / Pengawasan )

Controling merupakan kegiatan dalam menilai suatu kinerja yang berdasarkan

pada standar yang sudah dibuat perubahan atau suatu perbaikan apabila

dibutuhkan. Aktivitas dalam fungsi pengendalian ini misalnya:

• Mengevaluasi keberhasilan dalam proses mencapai tujuan dan target

mengikuti indikator yang sudah ditetapkan

• Menempuh langka klarifikasi serta koreksi atas terjadinya penyimpangan

yang ditemukan

• Memberi alternatif solusi atas masalah yang terjadi dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan

2.1.1.2 Peran Manajemen

Peran manajemen menurut ( Henry Mintzberg, 2009 ) yaitu :

1. Peran Interpersonal

Peran hubungan personal terdiri dari :

• Figur Kepala ( Figur Head ) : Manajer mewakili organisasi untuk

kegiatan-kegiatan di luar organisasi

• Pemimpin ( Leader ) : Manajer mengkoordinasi, mengendalikan,

memotivasi dan mendukung bawahan-bawahannya

• Penghubung ( Liaison ) : Manajer menghubungkan personal-personal

di semua tingkatan manajemen.

2. Peran Informational

Peran informational merupakan peran dari manajer sebagai pusat syaraf

( Nerve Center ) organisasi untuk menerima informasi yang paling mutakhir

dan sebagai penyebar ( Disseminator ) informasi ke seluruh personal di

organisasi. Peran informasi lainnya adalah manajer sebagai juru bicara

( Spokesman ) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang informasi

yang dimilikinya.

3. Peran Decisional

Yang dilakukan oleh manajer adalah sebagai entrepreneur, sebagai orang

yang menangani gangguan, sebagai orang yang mengalokasikan sumber-

sumber daya organisasi dan sebagai negosiator jika terjadi konflik dalam

organisasi.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia atau human recources mengandung dua pengertian.

Pertama adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam proses produksi.

Dalam hal lain SDM mencerminkan kualitas usaha yang diberikan oleh seseorang dalam

waktu tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa. Pengertian kedua, SDM

menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja

tersebut. Mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan

ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk

memenuhi kebutuhan atau masyarakat ( Sonny Sumarsono, 2003: h 4).

Manajemen sumber daya manusia adalah suatu seni untuk mencapai tujuan-

tujuan organisasi melalui pengaturan orang - orang lain untuk melaksanakan berbagai

pekerjaan yang diperlukan, atau dengan kata lain tidak melakukan pekerjaan - pekerjaan

itu sendiri ( Mary Parker Follett ).

Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

suatu perusahaan disamping faktor yang lain seperti modal. Oleh karena itu SDM harus

dikelola dengan baik untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi ( M.T.E.

Hariandja 2002, h2 )

Sumber daya manusia adalah rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah

organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna

mencapai tujuan organisasi ( Mathis dan Jackson, 2006 : h.3).

Sumber daya manusia adalah kemampuan terpadu dari daya pikir dan daya fisik

yang dimiliki individu. Pelaku dan sifatnya dilakukan oleh keturunan dan lingkungannya,

sedangkan prestasi kerjanya dimotivasi oleh keinginan untuk memenuhi kepuasannya

( Hasibuan, 2003 : h 244 )

2.1.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Menurut Robbins dan Mary Coulter dalam buku Management 11th edition

(2012:37), fungsi manajemen meliputi: merencanakan (planning), mengorganisasikan

(organizing), memimpin (leading), dan mengendalikan (controlling).

• Planning atau perencanaan adalah mengidentifikasikan tujuan-tujuan organisasi

dan strategi - strategi organisasi dan mengalokasikan sejumlah sumber daya

dalam organisasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan organisasi

tersebut.

• Organizing atau koordinasi adalah memastikan bahwa tugas-tugas yang telah

diberikan terlaksana dengan baik sesuai dengan struktur organisasi dalam

hubungannya mencapai tujuan organisasi.

• Leading atau memimpin adalah fungsi manajemen. Leading berbicara tentang

pentingnya interpersonal skill yang dimiliki oleh seorang manajer karena dalam

fungsi manajemen yang satu ini berfungsi untuk menghubungkan sesuatu hal

dengan hal-hal lain sehingga pekerjaan mereka menghasilkan sebuah pencapaian

yang jelas dan terkait dengan pencapaian tujuan organisasi, agar terarah.

• Controlling atau pengendalian berfungsi sebagai pengawasan atau memastikan

keterlibatan anggota organisasi sesuai dan konsisten dengan nilai - nilai dan

standar organisasi. Salah satu hal yang dapat di kontrol adalah waktu. Dan hal -

hal yang berkaitan dengan standart perusahaan antara lain ialah budaya

perusahaan dan nilai - nilai atau norma perusahaan.

2.1.2.2 Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Pendekatan Mekanis ( Klasik )

Perkembangan di bidang Industri dengan penggunaan mesin–mesin dan

alat–alat elektronika membawa kemajuan yang sangat pesat dalam efisiensi kerja.

Dalam pendekatan mekanis, apabila ada permasalahan yang berhubungan dengan

tenaga kerja, maka unsur manusia dalam organisasi disamakan dengan faktor

produksi lain, sehingga pimpinan perusahaan cenderung menekan pekerja

dengan upah yang minim sehingga biaya produksi rendah. Pandangan

pendekatan ini menunjukkan sikap bahwa tenaga kerja harus dikelompokkan

sebagai modal yang merupakan faktor produksi. Dengan hal ini maka di

usahakan untuk memperoleh tenaga kerja yang murah namun bisa di manfaatkan

semaksimal mungkin dan memperoleh hasil yang lebih besar untuk kepentingan

pemberi kerja. Pendekatan ini cukup dominan di negara–negara industri barat

sampai dengan tahun 1920 - an.

2. Pendekatan Paternalisme ( Paternalistik )

Dengan adanya perkembangan pemikiran dari para pekerja yang semakin

maju dari para pekerja, yang menunjukkan mereka dapat melepaskan diri dari

ketergantungan manajemen atau pimpinan perusahaan mengimbangkan dengan

kebaikan untuk para pekerja. Paternalisme merupakan suatu konsep yang

menganggap manajemen sebagai pelindung terhadap karyawan, berbagai usaha

telah dilakukan oleh pimpinan perusahaan supaya para pekerja tidak mencari

bantuan dari pihak lain. Pendekatan ini mulai hilang pada waktu periode tahun

1930 - an.

3. Pendekatan Sistem Sosial ( Human Relation )

Manajemen sumber daya manusia atau personalia merupakan proses yang

kompleks. Dengan kekomplekan kegiatan manajemen sumber daya manusia,

maka pimpinan perusahaan mulai mengarah pada pendekatan yang lain yaitu

pendidikan sistem sosial yang merupakan suatu pendekatan yang dalam

pemecahan masalah selalu memperhitungkan faktor – faktor lingkungan. Setiap

ada permasalahan, maka diusahakan dipecahkan dengan sebaik mungkin dengan

resiko yang paling kecil, baik bagi pihak tenaga kerja maupun pemberi kerja.

2.1.2.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

1. Tujuan Kemasyarakatan atau Sosial

Tujuan sosial manajemen sumber daya manusia adalah agar organisasi

bertanggung jawab secara sosial dan etis terhadap kebutuhan dan tantangan

masyarakat seraya meminimalkan dampak negatif tuntutan itu terhadap

organisasi.

2. Tujuan Organisasional.

Tujuan organisasional departemen sumber daya adalah sasaran ( target )

formal organisasi yang dibuat untuk membantu organisasi mencapai tujuannya.

Departemen sumber daya manusia dibentuk untuk membantu para manajer

mencapai tujuan organisasi. Departemen sumber daya manusia meningkatkan

efektivitas organisasional dengan cara berikut:

• Meningkatkan produktivitas perusahaan dengan menyediakan tenaga

kerja yang terlatih dan termotivasi dengan baik.

• Mendayahgunakan tenaga kerja secara efisien dan efektif seraya mampu

mengendalikan biaya tenaga kerja.

• Mengembangkan dan mempertahankan kualitas kerja ( work life ) dengan

membuka kesempatan bagi kepuasan kerja dan aktualisasi diri karyawan.

• Memastikan bahwa perilaku organisasi sesuai dengan undang-undang

ketenagakerjaan dengan menyediakan kesempatan kerja yang sama,

lingkungan kerja yang aman dan perlindungan terhadap hak karyawan.

• Membantu organisasi mencapai tujuannya.

• Menyediakan organisasi bagi karyawan - karyawan yang termotivasi dan

terlatih dengan baik.

• Mengkomunikasikan kebijakan sumber daya manusia kepada karyawan.

• Membantu mempertahankan kebijakan etis dan perilaku yang

bertanggung jawab secara sosial.

• Mengelola perubahan sehingga saling menguntungkan bagi individu,

kelompok, perusahaan dan masyarakat.

3. Tujuan Fungsional.

Tujuan fungsional merupakan tujuan untuk mempertahankan kontribusi

departemen sumber daya manusia pada tingkat yang sesuai dengan kebutuhan

organisasi. Departemen sumber daya manusia semakin dituntut menyediakan

program - program rekrutmen, pelatihan, pengembangan yang inovatif serta

menemukan pendekatan manajemen yang akan menahan dan memotivasi orang-

orang terbaik.

4. Tujuan Pribadi.

Tujuan pribadi adalah tujuan dari setiap anggota organisasi yang hendak

dicapai melalui aktivitasnya di dalam organisasi. Jika tujuan pribadi dan tujuan

organisasi tidak cocok atau harmonis, karyawan barangkali memilih manarik diri

dari perusahaan. Konflik antara tujuan karyawan dan tujuan organisasi dapat

menyebabkan keinginan kerja yang lemah, ketidakhadiran dan bahkan sabotase.

Agar setiap tujuan perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja

karyawan, tujuan perusahaan harus diterima dulu oleh kalangan karyawan.

Penerimaan ( goal acceptance ) merupakan prasyarat yang penrting bagi

terhadap tujuan perusahaan. Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah

membantu para karyawan mencapai tujuan pribadi tersebut meningkatkan

kontribusi para karyawan terhadap organisasi.

2.1.3 Konsep Tingkat Pendidikan

Pendidikan dalam arti yang sederhana merupakan suatu usaha untuk membina

kepribadiannya sesuai dengan nilai - nilai dalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam

perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie berarti bimbingan atau

pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa.

Pendidikan merupakan usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain

agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi

dalam arti mental.

Tingkat pendidikan adalah suatu proses jangka panjang yang menggunakan

prosedur sistematis dan terorganisir yang mana tenaga kerja manajerial mempelajari

pengetahuan konseptual dan teoritits untuk tujuan-tujuan umum ( Andrew E Sikula.

2004 ). Dengan demikian dinyatakan juga bahwa tingkat pendidikan seorang karyawan

dapat meningkatkan daya saing perusahaan dan memperbaiki kinerja perusahaan

( Hariandja. 2002 ).

Pendidikan secara umum adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok, atau masyarakat sehingga mereka

melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan. ( Soekidjo Notoatmodjo. 2003 :

16 )

2.1.3.1 Jalur Pendidikan

Berdasarkan UU SISDIKNAS ( UU No. 20 tahun 2003 Bab 6 Pasal 13 Ayat 1),

jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal dan informal yang dapat

saling melengkapi dan memperkaya. Pendidikan formal adalah jalur prndidikan yang

terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan

pendidikan tinggi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan

formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal

adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.

2.1.3.2 Dimensi dan Indikator Tingkat Pendidikan

Menurut UU SISDIKNAS ( UU No. 20 Tahun 2003 Bab 1, Pasal 1 Ayat 8 ),

indikator tingkat pendidikan terdiri dari jenjang pendidikan dan kesesuaian jurusan.

Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat

perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang

dikembangkan, terdiri dari :

1. Jenjang Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar ( SD ) dan

Sekolah Menengah Pertama ( SMP ).

2. Jenjang Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan

menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah

kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas ( SMA ),

Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ), atau bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan menengah dalam hubungan ke bawah berfungsi sebagai lanjutan dan

perluasan pendidikan dasar, dan dalam hubungan ke atas mempersiapkan

peseerta didik untuk mengikuti pendidikan tinggi ataupun memasuki lapangan

kerja.

3. Jenjang Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan

menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister,

spesialis dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan

tinggi diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota

masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/ atau professional yang

dapat menerapkan, mengembangkan serta menciptakan ilmu pengetahuan,

teknologi atau kesenian.

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut lembaga pendidikan tinggi

melaksanakan misi “Tridharma” pendidikan tinggi yang meliputi pendidikan,

penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dalam ruang lingkup Tanah Air

Indonesia sebagai kesatuan wilayah pendidikan nasional.

Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut

perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi,

institut, dan universitas. Output pendidikan tinggi diharapkan dapat mengisi

kebutuhan yang beraneka ragam dalam masyarakat. Dari segi peserta didik

kenyataan menunjukkan bahwa minat dan bakat mereka beraneka ragam.

Berdasarkan faktor - faktor tersebut, maka perguruan tinggi disusun dalam

multistrata. Suatu perguruan tinggi dapat menyelenggarakan satu strata atau lebih.

2.1.4 Konsep Pelatihan

2.1.4.1 Definisi Pelatihan

Pelatihan adalah proses sistematis untuk mengubah perilaku karyawan, yang

diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Pelatihan terkait dengan ketrampilan

dan kemampuan pekerjaan saat ini. Orientasinya adalah saat ini membantu karyawan

mengatasi ketrampilan dan kemampuan spesifik agar berhasil dalam bekerja

( Ivancevich. 2006 ). Ahli lain juga mengatakan bahwa pelatihan adalah suatu proses

pendidikan jangka pendek memanfaatkan prosedur yang sistematis dan terorganisir,

dimana personal non manajerial mempelajari kemampuan dan pengetahuan teknis untuk

tujuan tertentu ( Andrew. E Sikula, 2010:164 ).

2.1.4.2 Tujuan dan Manfaat Pelatihan

Program pelatihan yang dilaksanakan oleh organisasi memiliki sejumlah tujuan

dan manfaat. Sikula ( 2001 dalam Priansa, 2014:176 ) menyatakan bahwa tujuan

pelatihan adalah :

1. Produktivitas.

Dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan, pengetahuan,

keterampilan dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas organisasi.

2. Kualitas ( Quality )

Penyelenggaraan pelatihan tidak hanya dapat memperbaiki kualitas

karyawan akan tetapi juga diharapkan dapat memperkecil kemungkinan

terjadinya kesalahan dalam berkerja. Dengan demikian kualitas dari output yang

dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat.

3. Perencanaan tenaga kerja ( Human Resource Planning )

Pelatihan akan memudahkan karyawan untuk mengisi kekosongan

jabatan dalam suatu organisasi, sehingga perencanaan karyawan dapat dilakukan

sebaik baiknya. Dalam perencanaan sumber daya manusia salah satu diantaranya

mengenai kualitas dan kuantitas dari karyawan yang direncanakan, untuk

memperoleh karyawan dengan kualiatas yang sesuai dengan yang diperlatih.

4. Moral ( Morale )

Diharapkan dengan adanya pelatihan akan dapat meningkatkan prestasi

kerja dari karyawan sehingga akan menaikan upah Karyawan. Hal tersebut akan

dapat meningkatkan moral kerja karyawan untuk lebih bertanggung jawab

terhadap tugasnya.

5. Kompensasi tidak langsung ( Indirect Compensasion )

Pemberian kesempatan pada karyawan untuk mengikuti pelatihan dapat

diartikan sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah dicapai pada

waktu yang lalu, dimana dengan mengikuti program tersebut karyawan yang

bersangkutan mempunyai kesempatan untuk lebih dapat mengembangkan diri.

6. Keselamatan dan kesehatan ( Health and Safety )

Merupakan langkah terbaik dalam rangka mencegah atau mengurangi

terjadinya kecelakaan kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan

suasana kerja yang tenang, aman dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka.

7. Pencegahan kadaluarsa ( Obsolenscene Prevention )

Pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas karyawan, langkah ini

diharapkan akan dapat mencegah karyawan dari sifat kadaluarsa. Artinya

kemampuan yang dimiliki oleh karyawan dapat menyesuaikan diri dengan

perkembangan teknologi.

8. Perkembangan pribadi

Memberikan kesempatan bagi karyawan untuk meningkatkan

pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki karyawan termasuk meningkatkan

perkembangan pribadinya.

2.1.4.3 Faktor - Faktor Yang Berperan Dalam Pelatihan

Dalam pelaksanaan penelitian, ada beberapa faktor yang berperan yaitu

instruktur, peserta, materi, metode, tujuan pelatihan dan lingkungan yang menunjang.

Dalam menentukan teknik-teknik pelatihan dan pengembangan, timbul masalah

mengenai trade-off. Oleh karena itu tidak ada teknik tunggal yang terbaik. Metode

pelatihan dan pengembangan terbaik tergantung dari beberapa faktor. Ada beberapa

faktor yang perlu dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan dan pengembangan :

1. Cost - effectiveness ( Efektivitas biaya )

2. Materi program yang dibutuhkan

3. Prinsip-prinsip pembelajaran

4. Ketepatan dan kesesuaian fasilitas

5. Kemampuan dan preferensi peserta pelatihan

6. Kemampuan dan preferensi instruktur pelatihan

Dalam menjalankan penerapan proses pelatihan dibutuhkan yang namanya suatu

metode atau cara. Metode dalam pelatihan adalah cara teratur yang digunakan untuk

melaksanakan proses pelatihan agar tercapai sesuai yang diharapkan.

2.1.4.4 Metode Pelatihan

Metode yang dapat digunakan untuk pelatihan dan pengembangan dapat

dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu on the job training dan off the job training. (

Panggabean, 2004:45)

A. On the job training ( Latihan sambil bekerja ) :

On the job training meliputi semua upaya melatih karyawan untuk mempelajari

suatu pekerjaan sambil mengerjakannya di tempat kerja yang sesungguhnya. On the

job training meliputi program magang, rotasi pekerjaan, dan understudy atau

coaching.

1. Program magang

Program magang menggabungkan pelatihan dan pengalaman pada

pekerjaan dengan instruksi yang didapatkan dari ruang kelas.

2. Rotasi pekerjaan

Karyawan berpindah dari satu jenis pekerjaan ke jenis pekerjaan lain

dalam jangka waktu yang direncanakan.

3. Understudy atau coaching

Understudy atau coaching yaitu teknik pengembangan yang dilakukan

dengan praktik langsung dengan orang yang sudah berpengalaman atau atasan

yang dilatih.

B. Off the job training

Pelatihan dan pengembangan dilaksanakan pada lokasi terpisah dengan tempat

kerja. Program ini memberikan individu keahlian dan pengetahuan yang dibutuhkan

untuk melaksanakan pekerjaan pada waktu terpisah dari waktu kerja regular. Off the

job training meliputi:

1. Training instruksi pekerjaan

Pendaftaran masing-masing tugas dasar jabatan, bersama dengan titik-

titik kunci untuk memberikan pelatihan langkah demi langkah kepada karyawan.

2. Pembelajaran terprogram ( Programmed Learning )

Suatu program sistematik untuk mengajarkan keterampilan mencakup

penyajian pertanyaan atau fakta, memungkinkan orang itu untuk memberikan

tanggapan dan memberikan peserta belajar umpan balik segera tentang

kecermatan jawabannya.

3. Vestibule training

Merupakan training yang dilakukan dalam suatu ruangan khusus terpisah

dari tempat kerja biasa dan disediakan peralatan yang sama seperti yang akan

digunakan pada pekerjaan sebenarnya.

4. Studi kasus

Dalam metode ini disajikan kepada petatar masalah - masalah perusahaan

secara tertulis kemudian petatar menganalisis kasus tersebut secara pribadi,

mendiagnosis masalah dan menyampaikan penemuan dan pemecahannya di

dalam sebuah diskusi.

5. Management games

Petatar dibagi dalam kelompok-kelompok di mana masing - masing

kelompok bersaing dalam simulasi pasar.

6. Seminar

Metode ini bertujuan mengembangkan keahlian kecakapan peserta untuk

menilai dan memberikan saran-saran yang konstruktif mengenai pendapat orang

lain.

7. Permainan peran ( Role Playing )

Petatar memainkan peran tertentu di mana diberikan suatu permasalahan

dan bagaimana seandainya petatar tersebut menangani permasalahan yang ada.

8. Pengajaran melalui komputer

Menggunakan lomputer untuk memudahkan training dimana penggunaan

program disesuaikan dengan tingkat kecepatan seseorang dalam menyelesaikan

suatu masalah.

2.1.4.5 Dimensi dan Indikator Pelatihan

Dimensi dan indikator pelatihan ( Vietzhal Rivai, 2009:226 ) diantaranya :

1. Materi Pelatihan

Dengan mengetahui kebutuhan akan pelatihan, sebagai hasil dari langkah

pertama dapat ditentukan materi pelatihan yang harus diberikan.

• Indikatornya adalah : Kelengkapan Materi Pelatihan

2. Metode Pelatihan

Sesuai dengan materi pelatihan yang diberikan, maka ditentukanlah

metode atau cara penyajian yang paling tepat. Penentuan atau pemilihan

metode pelatihan tersebut didasarkan atas materi yang akan disajikan.

• Indikatornya adalah : Metode Pelatihan yang sesuai.

3. Pelatih ( Instruktur )

Pelatih harus didasarkan pada keahlian dan kemampuannya untuk

mentransformasikannkeahlian tersebut pada peserta latihan.

• Indikatornya adalah : Kemampuan Instruktur Pelatihan

4. Peserta Pelatihan

Agar program pelatihan dapat mencapai sasaran hendaknya para peserta

dipilih yang benar-benar “siap dilatih” artinya mereka tenaga kerja yang

diikutsertakan dalam pelatihan adalah mereka yang secara mental telah

dipersiapkan untuk mengikuti program tersebut. Pada langkah ini harus

selalu dijaga agar pelaksanaan kegiatan pelatihan benar-benar mengikuti

program yang telah ditetapkan.

• Indikatornya adalah : Kemampuan Peserta Pelatihan dan Motivasi Peserta

Pelatihan

5. Sarana Pelatihan

Sarana pendukung evaluasi pelatihan dimaksudkan untuk mengukur

kelebihan suatu program, kelengkapan dan kondisi yang merupakan umpan

balik untuk meilai atau menghasilkan output yang sesuai.

• Indikatornya adalah : Kelengkapan Peralatan, Kondisi Lingkungan dan

Penyelenggara Pelatihan

2.1.5 Konsep Stres Kerja

2.1.5.1 Pengertian Stres

Menurut Ivancevick dan Matteson dalam Luthans ( 2006: 441 ) mendefinisikan

stres sebagai interaksi individu dalam lingkungan. Menurut pendapat McShane dan

Glinow yang dijadikan acuan mengenai stres ( 2005 ) yaitu merupakan reaksi seseorang

pada perubahan yang dirasakan mengganggu dan dapat membuat dirinya terancam.

Mengacu kepada pendapat Greenberg dan Baron ( 2003 ) pengertian stres adalah

hasil yang muncul dari pola emosi dan reaksi fisiologis akibat menghadapi tuntutan dari

dalam dan luar organisasi.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa stres merupakan

interaksi antara individu dan lingkungan menghadapi kesempatan dan tantangan dari

dalam maupun dari luar organisasi sehingga mempengaruhi pola emosi reaksi fisiologis

dan kondisi seseorang.

2.1.5.2 Pengertian Stres Kerja

Pada umumnya orang menganggap bahwa stres merupakan suatu kondisi yang

negatif, suatu kondisi yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik maupun mental, atau

mengarah ke perilaku yang tidak wajar. Selye, 1976 dalam Munandar ( 2008:374 )

membedakan antara distress yang destruktif dan eusstress yang merupakan kekuatan

yang positif di mana stres kadangkala dapat diperlukan untuk menghasilkan prestasi

yang tinggi.

Menurut Hasibuan ( 2007:204 ) “Stres karyawan timbul akibat ketidakpuasan

kerja tidak terwujud dari pekerjaannya”. Mengacu pada pendapat Beehr dan Newman

dalam Luthans ( 2006 ) mengemukakan stres kerja sebagai situasi yang timbul dari

interaksi manusia dengan pekerjaan yang diakibatkan oleh perubahan manusia yang

menyimpang dari fungsi normalnya.

Luthans ( 2006:441 ) stres kerja didefinisikan sebagai “Respon adaptif terhadap situasi

eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada

anggota organisasi”.

Dapat disimpulkan bahwa stres kerja merupakan kondisi yang tercipta dari

interaksi antara manusia dan pekerjaan yang mengarah ke timbulnya penyakit fisik

maupun mental karena perubahan manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang

dari fungsi normal sehingga menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis dan perilaku

pada anggota organisasi, baik yang dapat terkendali maupun tidak.

Hal lainnya lagi dikemukakan oleh Nadeem Malik ( 2011:3066 ) yang berpendapat

bahwa stres kerja terdiri dari:

1) Job content ( uraian pekerjaan )

• Bekerja secara berlebihan.

• Pekerjaan yang rumit.

• Pekerjaan yang monoton.

• Terlalu banyak tanggung jawab.

• Ketidakjelasan peran.

2) Working conditions ( kondisi kerja )

• kondisi kerja yang buruk.

• Tingkat kebisingan.

• Menuntut kerja secara fisik.

3) Employment conditions ( kondisi karyawan )

• Gaji rendah.

• Prospek karir yang rendah.

• Kontrak kerja yang fleksibel.

• Ketidakamanan pekerjaan.

4) Social relations at work ( hubungan sosial ditempat kerja )

• Gaya kepemimpinan yang buruk.

• Kurangnya dukungan sosial.

• Kurangnya partisipasi dalam mengambil keputusan.

• Hak.

• Diskriminasi.

2.1.5.3 Faktor dan Dimensi Penyebab Stres Karyawan

Hasibuan ( 2007:204 ) mengemukakan faktor - faktor penyebab stres karyawan,

antara lain, yaitu:

1. Beban kerja yang sulit dan berlebihan.

2. Tekanan dan sikap pemimpin yang kurang adil dan wajar.

3. Waktu dan peralatan kerja yang kurang memadai.

4. Konflik antara pribadi dengan pemimpin atau kelompok kerja.

5. Balas jasa yang terlalu rendah.

6. Masalah-masalah keluarga seperti anak, istri, mertua dan lain-lain.

Menurut Robbins ( 2013:794 ) dimensi penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu:

1. Pengaruh Lingkungan

Ada beberapa indikator yang mendukung pengaruh lingkungan, yaitu:

a. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi.

Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin

mencemaskan kesejahteraan mereka.

b. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti

yang terjadi di beberapa negara seperti Thailand dan Kenya, banyak

sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan

keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa

tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau

mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat

masuk kerja.

c. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat maka

banyak perusahaan menambahkan peralatan baru atau membuat

sistem baru. Hal ini membuat karyawan harus mempelajari dari awal

dan menyesuaikan diri dengan teknologi yang baru.

d. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang

semakin meningkat pada abad ke-21, seperti dalam peristiwa

penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-

orang Amerika Serikat merasa terancam keamanannya dan merasa

stres.

2. Pengaruh Organisasi

Banyak sekali permasalahan di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres.

Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu

terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta rekan kerja

yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh di atas, maka dapat dikategorikan

menjadi beberapa indikator di mana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya, yaitu:

a. Tuntutan tugas merupakan indikator yang terkait dengan tuntutan atau tekanan

untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar.

b. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang

sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik

peran menciptakaan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau

dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan

lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila

harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai

apa yang harus dikerjakan.

c. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain.

Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang

buruk dapat menimnulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para

karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi.

d. Struktur organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat

aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan

dan kurangnya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada

karyawan merupakan potensi sumber stres.

3. Pengaruh Individu

Dimensi ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama pengaruh-pengaruh

persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

a. Persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang

menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat

berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-

anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi

karyawan dan terbawa ke tempat kerja

b. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber

daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat

menciptakan stres bagi karyawan dan mngalihkan perhatian mereka dalam

bekerja.

c. Karakteristik kepribadian bawaan. Pengaruh individu yang penting

mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya

gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam

kepribadian orang itu.

2.1.5.4 Dampak Stres Kerja Pada Perusahaan

Schuller dalam Hasibuan ( 2005:4 ) mengidentifikasi beberapa perilaku negatif

karyawan yang berpengaruh terhadap organisasi. Stres yang dihadapi oleh karyawan

dapat berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran kerja

serta tendesi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak negatif yang

timbul oleh stres kerja dapat berupa:

1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen maupun operasional

kerja.

2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja

3. Menurunkan tingkat produktivitas

4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan. Kerugian financial yang

dialami perusahaan karena tidak imbangnya antara produktivitas dengan biaya

yang dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas lainnya.

2.1.5.5 Dampak Stres Kerja Pada Individu

Luthans ( 2006:456 ) berpendapat bahwa berdasarkan penelitian diindikasikan

tingkat kesulitan, sifat tugas yang dikerjakan, disposisi personal, disposisi psikologis dan

neurotisme mungkin memengaruhi hubungan stres dan kinerja. Masalah karena tingkat

stres yang tinggi dapat ditunjukkan secara fisik, psikologis, atau prilaku individu.

1. Masalah kesehatan fisik yang berhubungan dengan stres adalah sebagai

berikut:

a. Masalah sistem kekebalan tubuh, di mana terdapat pengurangan kemampuan

untuk melawan sakit dan infeksi

b. Masalah sistem kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi dan penyakit

jantung

c. Masalah sistem musculoskeletal ( otot dan rangka ), seperti sakit kepala dan sakit

punggung.

d. Masalah sistem gastrointestinal ( perut ), seperti diare dan sembelit.

2. Masalah Psikologis

Tingkat stres tinggi mungkin disertai kemarahan, kecemasan, depresi, gelisah

cepat marah, tegang dan bosan. Sebuah studi menemukan bahwa dampak stres yang

paling kuat adalah tindakan agresif, seperti sabotase, agresi antar pribadi, permusuhan

dan keluhan. Jenis maslah psikologis tersebut relevan dengan kinerja yang buruk,

penghargaan diri yang rendah, benci pada pengawasan, ketidakmampuan untuk

berkonsentrasi dan membuat keputusan, ketidakpuasan kerja.

3. Masalah Perilaku

Perilaku langsung yang menyertai tingkat stres yang tinggi mencakup makan

sedikit atau makan berlebihan, tidak dapat tidur, merokok dan minum, penyalahgunaan

obat - obatan.

2.1.5.6 Pendekatan Stres Kerja

Ada empat pendekatan terhadap stres kerja, yaitu dukungan sosial (social

support), meditasi (meditation), biofeedback, dan program kesehatan pribadi ( personal

wellness programs ). Pendekatan tersebut sesuai dengan pendapat Davis dan Newstorm,

( dalam Mangkunegara, 2002:157 ) yang mengemukakan bahwa “Four approaches that

of ten involve employee and management cooperation for stress management are social

support, meditation, biofeedback and personal wellness programs”.

1. Pendekatan dukungan social

Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial

kepada karyawan. Misalnya bercanda.

2. Pendekatan melalui meditasi

Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran,

mengendorkan kerja otot dan menenangkan emosi. Meditasi ini dapat dilakukan selama

dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi biasa dilakukan di

ruangan khusus. Karyawan yang beragama Islam bisa melakukannya setelah shalat

Dzuhur melalui doa dan zikir kepada Allah SWT.

3. Pendeatan melalui biofeedback

Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater

dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stres yang

dialaminya.

4. Pendekatan kesehatan pribadi

Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini

karyawan secara periode waktu yang continue memeriksa kesehatan, melakukan

relaksasi otot, pengaturan gizi dan olahraga secara teratur.

2.1.6 Konsep Kinerja

Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja ( performance ).

Mangkunegara ( 2007 ) mengemukakan bahwa istilah kinerja berasal dari kata job

performance atau actual performance ( prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya

yang dicapai oleh seseorang ), yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang

dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggung jawab yang

diberikan padanya. Lebih lanjut Mangkunegara ( 2007 ) menyatakan pada umumnya

kinerja dibedakan menjadi dua, yaitu kinerja individu dan kinerja organisasi.

Kinerja individu adalah bagian hasil dari kerja pegawai baik dari segi kualitas

maupun kuantitas berdasarkan standar kerja yang sudah ditentukan, sedangkan

kinerja organisasi adalah gabungan dari kinerja individu dan kinerja kelompok.

Pandangan beberapa ahli mengenai pengertian kinerja :

1. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh

seorang pegawai dalam emlaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung

jawab yang diberikan kepadanya ( Anwar Prabu Mangkunegara ).

2. Kinerja adalah hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu dalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan

berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran atau

kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu telah disepakati bersama

( Rivai dan Basri, 2005:50 ).

3. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan

karyawan ( Robert L. Mathis dan John H.Jackson. 2006 ).

Kinerja para karyawan individual adalah factor yang mempengaruhi keberhasilan

suatu organisasi. Selain karyawan dapat menjadi keunggulan bersaing, mereka juga

dapat menjadi liabilitas atau penghambat. Ketika karyawan terus menerus meninggalkan

perusahaan dan ketika karyawan bekerja namun tidak efektif, maka sumber daya dalam

organisasi dalam keadaan rugi. Secara garis besar bahwa kinerja ialah hasil kerja

individu atau kelompok dalam mencapai tujuan organisasi sesuai dengan jangka waktu

yang sudah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Dalam kinerja juga ada pengukuran .

Pengukuran kinerja adalah kualitas, kuantitas, pengetahuan dan kemampuan kerja yang

dimiliki oleh individu atau karyawan.

2.1.6.1 Pengukuran Kinerja

Untuk mengukur kinerja, dapat digunakan beberapa ukuran kinerja. Beberapa

ukuran kinerja yang meliputi kuantitas kerja, kualitas kerja, pengetahuan tentang

pekerjaan, kemampuan mengemukakan pendapat, pengambilan keputusan, perencanaan

kerja dan daerah organisasi kerja. Ukuran prestasi yang lebih disederhanakan terdapat

tiga kriteria untuk mengukur kinerja, pertama adalah kuantitas kerja, yaitu jumlah yang

harus dikerjakan. Kedua, kualitas kerja yaitu mutu yang dihasilkan. Dan ketiga,

ketepatan waktu yaitu kesesuaiannya dengan waktu yang telah ditetapkan. Selain

pengukuran kinerja, dalam manajemen sumber daya manusia kinerja juga dinilai.

Penilaian kinerja adalah evaluasi mengenai standar kinerja yang telah dijalankan oleh

individu atau karyawan.

2.1.6.2 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja adalah usaha mengevaluasi kinerja karyawan pada saat ini dan

masa lalu kemudian dikaitkan dengan standar kinerjanya ( Dessler, 2008 ). Selain itu,

penilaian kinerja adalah “Performance is defined as the record of outcomes produced on

a specified job function or activity during a time period” ( Bernardin dan Russel, 2007 ).

Berdasarkan pendapat Bernardin dan Russel, kinerja cendrung dilihat sebagai hasil dari

suatu proses pekerjaan yang pengukurannya dilakukan dalam kurun waktu tertentu.

Berdasarkan pendapat dua ahli di atas, maka dapat dikatakan bahwa penilaian

kinerja adalah suatu proses penilaian kinerja pegawai yang dilakukan pimpinan

perusahaan secara sistematis berdasarkan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Pimpinan perusahaan yang menilai kinerja pegawai, yaitu atasan pegawai langsung dan

atasan tak langsung. Di samping itu pula, kepala bagian personalia berhak pula

memberikan penilaian prestasi terhadap semua pegawainya sesuai dengan data yang ada

di bagian personalia.

Penilaian kinerja dapat digunakan untuk :

1. Perbaikan kinerja, umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan,

manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki kegiatan-kegiatan

mereka untuk meningkatkan prestasi.

2. Penyesuaian - penyesuaian gaji, evaluasi kinerja membantu para pengambil

keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk gaji

lainnya.

3. Keputusan-keputusan penempatan, promosi dan mutasi biasanya didasarkan atas

kinerja masa lalu. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap

kinerja masa lalu.

4. Perencanaan kebutuhan laituhan dan pengembangan, kinerja yang jelek mungkin

menunjukkan perlunya latihan. Demikian juga sebaliknya, kinerja yang baik

mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik prestasi mengarahkan

keputusan - keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus

diteliti.

6. Penyimpangan-penyimpangan proses staffing, kinerja yang baik atau buruk

adalah mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen

personalia.

7. Melihat ketidak akuratan informasional, kinerja yang jelek mungkin

menunjukkan kesalahan - kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana

sumber daya manusia atau komponen - komponen lain, seperti sistem informasi

manajemen. Menggantungkan pada informasi yang tidak akurat dapat

menyebabkan keputusan-keputusan personalia yang tidak tepat.

8. Mendeteksi kesalahan - kesalahan desain pekerjaan, kinerja yang jelek mungkin

merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi

membantu diagnosa kesalahan - kesalahan tersebut.

9. Menjamin kesempatan yang adil, penilaian kinerja yang akurat akan menjamin

keputusan - keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10. Melihat tantangan-tantangan eksternal, kadang - kadang prestasi seseorang

dipengaruhi oleh faktor - faktor di luar lingkungan kerja, seperti keluarga,

kesehatan dan masalah-masalah pribadi lainnya. Berdasarkan penilaian kinerja,

departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan.

2.1.6.3 Dimensi dan Indikator Kinerja

Indikator kinerja menurut ( Mathis dan Jackson, 2006 ) adalah :

1. Kualitas Kerja

Kualitas kerja adalah sejauh mana mutu seorang karyawan atau pegawai

dalam melaksanakan tugas - tugasnya meliputi ketepatan, kelengkapan dan

kerapihan dalam bekerja.

• Indikatornya adalah : Hasil kerja yang maksimal

2. Kuantitas Kerja

Kuantitas kerja adalah jumlah kerja yang dilaksanakan oleh seorang pegawai

atau karyawan dalam suatu periode tertentu. Dengan kuantitas kerja yang dapat

dihasilkan perushaan diharapkan mampu memberi kesan positif terhadap posisi

produk di dalam pasar.

• Indikatornya adalah : Memenuhi standar kerja

3. Waktu Kerja

Waktu kerja adalah menetapkan waktu kerja yang dianggap paling efisien

dan efektif pada semua level dalam amanjemen di suatu perusahaan atau

organisasi. Waktu kerja merupakan dasar bagi seorang karyawan dalam

menyelesaikan suatu produk atau jasa yang menjadi tanggung jawabnya.

• Indikatornya adalah : Tepat Waktu

4. Kerja Sama Dengan Rekan Kerja

Pada dasarnya kerjasama merupakan ikatan jangka panjang bagi semua

komponen perusahaan dalam melakukan berbagai aktivitas bisnis. Kerja sama

adalah keterlibatan antara beberapa individu demi memecahkan masalah secara

bersama sama supaya hasilnya optimal. Kerja sama merupakan tuntunan bagi

keberhasilan perushaan dalam mencapai tujuan yang ditetapkan, sebab dengan

adanya kerja sama yang baik akan memberikan kepercayaan ( trust ) pada

berbagai pihak yang berkepentingan, baik secara langsung maupun tidak

langsung dengan perushaan.

Untuk mewujudkan kerja sama yang baik, perusahaan harus mampu

membangun kondisi internal perusahaan yang konstruktif dengan diikuti

komitmen dan konsistensi yang tinggi bagi semua azas manajemen.

• Indikatornya adalah : Saling bekerja sama

2.2 Kerangka Pemikiran

T-1

T-2

T-3

T-4

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber : Penulis, 2015

2.3 Hipotesis

Hipotesis dapat didefinisikan sebagai hubungan yang diperkirakan secara logis

diantara dua atu lebih variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan yang dapat

diuji. Hubungan tersebut dapat diperkirakan berdasarkan jaringan asosiasi yang dapat

ditetapkan dalam kerangka teoritis yang dirumuskan untuk studi penelitian ( Sekaran,

2006 ).

Dari kerangka pemikiran dan tinjauan pustaka di atas dapat dirumuskan hipotesis

atau dugaan sementara terhadap variabel - variabel yang dirancang sebagai berikut :

1. Untuk T-1

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap

kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan terhadap kinerja

karyawan

Tingkat Pendidikan

( X1 )

Pelatihan Kerja

( X2 )

Stres Kerja

( X3 )

Kinerja

Karyawan

( Y )

2. Untuk T-2

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja terhadap

kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pelatihan kerja terhadap kinerja

karyawan

3. Untuk T-3

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja

karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara stres kerja terhadap kinerja

karyawan

4. Untuk T-4

Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, pelatihan

kerja dan stres kerja terhadap kinerja karyawan

Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara tingkat pendidikan, pelatihan kerja

dan stres kerja terhadap kinerja karyawan