bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2008-2-00515-ti bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
83
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Produk
Produk terbagi atas 2 jenis, yaitu berupa barang dan berupa jasa. Pengertian
barang adalah hasil dari suatu kegiatan produksi yang mempunyai sifat - sifat
fisik dan kimia serta ada jangka waktu antara saat diproduksi dengan saat produk
tersebut dikonsumsi atau digunakan. Sedangkan pengertian jasa adalah
merupakan hasil dari suatu kegiatan produksi yang tidak mempunyai sifat - sifat
baik fisik maupun kimia serta tidak ada jarak waktu antara saat diproduksi dengan
saat dikonsumsi. Barang dapat diraba secara fisik, tetapi jasa hanya dapat
dirasakan dan tidak dapat diraba secara fisik, misalnya jasa bengkel, jasa
angkutan umum, jasa transportasi udara, jasa transportasi kereta api, jasa
pelayanan bank, jasa pelayanan toko, jasa travel dan lain –lain. (Sumber : MCL
Bina Nusantara)
2. 2 Aspek – Aspek Perencanaan dan Pengembangan Produk
Dalam perencanaan produk ( Planning of Product ) terdapat 3 aspek yaitu :
a. Aspek Produk
Pada tahap eksplorasi ada 3 pola proses pengenalan dan pengembangan
produk/jasa baru yaitu :
84
1. Menarik Pasar (Need Pull/Market Pull)
Menurut pandangan ini, “Anda harus membuat apa yang dapat dijual”.
Produk baru ditentukan oleh pasar berdasarkan kebutuhan pelanggan.
Jenis produk baru ditentukan melalui penelitian pasar & umpan balik
pelanggan, dengan sedikit perhatian terhadap teknologi. Need Pull
akan menuju pada terbentuknya incremental innovation.
Gambar 2.1 Aliran aktivitas dari Model Need Pull
(Sumber : MCL Bina Nusantara)
2. Mendorong Teknologi (Technology Push)
Pandangan ini menyarankan “Anda harus menjual apa yang dapat
anda buat”. Produk baru diperoleh dari teknologi produksi,
penggunaan teknologi yang canggih dan kemudahan operasi, dengan
sedikit perhatian terhadap pasar. Dengan kata lain suatu produk atau
teknologi baru didorong atau dijual ke pasar (potential customer) yang
tidak meminta atau mengetahui perihal produk atau teknologi baru
tersebut. Technolgy Push akan menuju kepada radical innovation.
85
Gambar 2.2 Aliran aktivitas dari Model Technology Push
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
3. Antar fungsional (Interfunctional)
Produk baru memerlukan kerjasama diantara pemasaran, operasi,
keterampilan teknik, dan fungsi lainnya sehingga menghasilkan
produk yang memenuhi kebutuhan pelanggan dengan penggunaan
teknologi yang memberikan manfaat terbaik. Untuk kesuksesan
inovasi produk atau jasa baru diperlukan kombinasi dari kedua model
pertama yaitu proses technical-linking dan need-linking. Selain itu ada
tiga elemen yang menjadi konsideran dalam menciptakan peluang
bisnis baru yaitu : relevant problem, technology sources dan market
demand.
b. Aspek Jumlah Produk
Aspek ini berkaitan dengan berapa jumlah produk yang seharusnya
diproduksi. Untuk menentukan jumlah produk terdapat 2 cara : cara non-
86
statistik dan cara kuantitatif. Cara non statistik menentukan jumlah produk
yang harus dibuat dan dijual dengan berdasarkan pertimbangan semata. Ada
3 cara pertimbangan non-statistik, yaitu : Pertimbangan Tenaga Penjual
dan Pertimbangan Eksekutif dan Ahli. Cara kuantitatif adalah menentukan
jumlah produksi berdasarkan analisa kuantitatif dengan menggunakan data –
data masa lalu untuk meramalkan jumlah produk yang ditawarkan / dijual di
pasar pada masa yang akan datang.
c. Aspek Kombinasi Produk
Aspek ini lebih memfokuskan pada berapa jenis produk yang
diproduksi untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen, misalkan
PT. ABC memproduksi saus ABC, baterai ABC, kecap ABC, sehingga
dengan adanya kombinasi produk diharapkan dapat memenuhi keinginan
dan kebutuhan konsumen yang berbeda – beda tersebut. Di lain pihak,
wirausahawan / produsen akan memperoleh keuntungan yang berlipat.
Setiap proses pengembangan produk diawali dengan fase perencanaan,
Output fase perencanaan ini adalah pernyataan misi proyek yang nantinya
akan digunakan sebagai input yang dibutuhkan untuk memulai tahapan
pengembangan konsep.
Dalam perencanaan produk, proyek pengembangan produk
dikelompokan menjadi 4 tipe, yaitu:
87
1. Platform produk baru: Tipe proyek ini adalah melibatkan usaha
pengembangan utama untuk merancang suatu keluarga produk baru
berdasarkan platform yang baru dan umum. Keluarga produk baru akan
memasuki pasar dan produk yang sudah dikenal.
2. Turunan dari platform produk yang sudah ada: Proyek-proyek ini
memperpanjang platform produk supaya lebih baik dalam memasuki pasar
yang telah dikenal dengan satu atau lebih produk baru.
3. Peningkatan perbaikan untuk produk yang telah ada: Proyek-proyek
ini mungkin hanya melibatkan penambahan atau modifikasi beberapa
detail produk dproduk yang telah ada dalam rangka menjaga lini produksi
yang ada pesaingnya.
4. Pada dasarnya produk baru: Proyek-proyek ini melibatkan produk yang
sangat berbeda atau teknologi produksi dan mungkin membantu untuk
memasuki pasar yang belum dikenal dan baru. Proyek-proyek ini
umumnya melibatkan lebih banyak resiko; yang mana, keberhasilan
jangka panjang perusahaan mungkin tergantung dari apa yang dipelajari
melalui proyek-proyek penting ini.
88
2.3 Tahapan Pengembangan Produk menurut Para Ahli
Gambar 2.3 Fase Pengembangan Produk Menurut Ulrich-Eppinger
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
89
• Fase 0. Perencanaan : Fase ini disebut sebagai ‘zerofase’ karena kegiatan
di sini mendahului persetujuan proyek dan proses peluncuran
pengembangan produk aktual.
• Fase 1. Pengembangan Konsep : Pada fase ini, kebutuhan pasar target
diidentifikasi, alternatif konsep-konsep produk dibangkitkan dan
dievaluasi, dan satu atau lebih konsep dipilih untuk pengembangan dan
percobaan lebih jauh. Konsep adalah uraian dari bentuk, fungsi, dan
tampilan suatu produk dan biasanya disertai dengan sekumpulan
spesifikasi, analisis produk-produk pesaing serta pertimbangan ekonomis
proyek.
• Fase 2. Perancangan Tingkatan Sistem : Pada fase ini, definisi
arsitektur produk dan uraian produk menjadi subsistem-subsistem serta
komponen-komponen. Gambaran rakitan akhir untuk sistem produksi
biasanya didefinisikan selama fase ini. Output pada fase ini biasanya
mencakup tata letak bentuk produk, spesifikasi secara fungsional dari tiap
subsistem produk, serta diagram aliran proses pendahuluan untuk proses
rakitan akhir.
• Fase 3. Perancangan Detail : Fase perancangan detail mencakup
spesifikasi lengkap dari bentuk, material, dan toleransi-toleransi dari
seluruh komponen unit pada produk dan identifikasi seluruh komponen
standar yang dibeli dari pemasok. Rencana proses dinyatakan dan
90
peralatan dirancang untuk tiap komponen yang dibuat, dalam sistem
produksi. Output dari fase ini adalah pencatatan pengendalian untuk
produk, gambar untuk tiap komponen produk dan peralatan produksinya,
spesifikasi komponen-komponen yang dapat dibeli, serta rencana untuk
proses pabrikasi dan perakitan produk.
• Fase 4. Pengujian dan Perbaikan : Fase ini melibatkan konstruksi dan
evaluasi dari bermacam-macam versi produksi awal produk. Prototype
awal (alpha) biasanya dibuat dengan menggunakan komponen-komponen
dengan bentuk dan jenis material pada produksi sesungguhnya, namun
tidak memerlukan proses pabrikasi dengan proses yang sama dengan yang
dilakukan pada proses pabrikasi sesungguhnya. Prototipe alpha diuji
untuk menentukan apakah produk akan bekerja sesuai dengan apa yang
direncanakan dan apakah produk memuaskan kebutuhan konsumen utama.
Prototipe berikutnya (beta) biasanya dibuat dengan komponen-komponen
yang dibutuhkan pada produksi namun tidak dirakit dengan menggunakan
proses perakitan akhir seperti pada perakitan sesungguhnya. Prototipe beta
dievaluasi secara internal dan juga diuji oleh konsumen dengan
menggunakannya secara langsung. Sasaran dari prototipe beta biasanya
adalah untuk menjawab pertanyaan mengenai kinerja dan keandalan
dalam rangka mengidentifikasi kebutuhan perubahan-perubahan secara
teknik untuk produk akhir.
91
• Fase 5. Produksi awal : Pada fase produksi awal, produk dibuat dengan
menggunakan sistem produksi yang sesungguhnya. Tujuan dari produksi
awal ini adalah untuk melatih tenaga kerja dalam memecahkan
permasalahan yang mungkin timbul pada proses produksi sesungguhnya.
Produk-produk yang dihasilkan selama produksi awal kadang-kadang
disesuaikan dengan keinginan pelanggan dan secara hati-hati dievaluasi
untuk mengidentifikasi kekurangan-kekurangan yang timbul. Peralihan
dari produksi awal menjadi produksi sesungguhnya harus melewati tahap
demi tahap. Pada beberapa titik pada masa peralihan ini, produk
diluncurkan dan mulai disediakan untuk didistribusikan.
Pada Gambar 2.3, terdapat macam-macam proses yang dilakukan dalam
melakukan tahapan proses perancangan dan pengembangan produk dalam buku
Ulrich-Eppinger, yaitu:
• Bab 2, “Proses dan Organisasi Pengembangan Produk,” menguraikan
proses pengembangan produk generic dan memperlihatkan variasi
penggunaan proses ini dalam berbagai situasi dan lingkungan industri.
Pada bab ini dijelaskan bagaimana seorang individu diorganisasikan
dalam suatu kelompok yang terlibat dalam proyek pengembangan produk.
• Bab 3, “Perencanaan Produk,” Disini dijelaskan metode untuk mengambil
keputusan produk mana yang akan dikembangkan. Output dari metode ini
adalah pernyataan misi untuk proyek tertentu.
92
• Bab 4 sampai bab 8, Disini diuraikan aktivitas-aktivitas kunci pada fase
Pengembangan Konsep. Metode-metode yang dijelaskan akan menuntun
proses pengembangan produk mulai dari pernyataan misi sampai dengan
seleksi konsep.
• Bab 9, “Arsitektur Produk,” Disini dijelaskan implikasi arsitektur terhadap
perubahan produk, variasi produk, standarisasi komponen, kinerja produk,
biaya manufaktur, dan manajemen proyek. Terakhir dijelaskan metode
untuk membuat arsitektur produk.
• Bab 10, “Desain Industri,” disini dijelaskan peran desainer industri,
berkaitan dengan interaksi produk sengan pemakainya, termasuk
pertimbangan aspek estetika dan ergonomik dalam proses pengembangan
produk.
• Bab 11, “Desain untuk Proses Manufaktur,” disini didiskusikan teknik-
teknik apa yang digunakan untuk mengurangi biaya manufaktur. Teknik-
teknik ini terutama diterapkan pada fase Perancangan Sistem dan
Perancangan Detail Sistem dari proses pengembangan produk.
• Bab 12, “Membuat Prototipe,” pada bab ini dijelaskan metode untuk
menjamin upaya pembuatan prototype produk yang berlangsung selama
proses pengembangan diterapkan secara efektif.
93
• Bab 13, “Analisis Ekonomi Pengembangan Produk,” pada bab ini
diuraikan metode-metode untuk memahami pengaruh internal dan
eksternal faktor-faktor terhadap nilai ekonomis proyek.
• Bab 14, “Mengendalikan Proyek,” disini dijelaskan beberapa konsep
mendasar untuk memahami dan menggambarkan interaksi antara tugas-
tugas proyek.
Menurut C. Merle Crawford dan C. Anthony Di Benedetto dalam bukunya
yang berjudul “New Products Management”, dikatakan bahwa tahapan
pengembangan produk memiliki 5 fase yaitu :
Gambar 2.4 Fase Pengembangan Produk Menurut Crawford-Benedetto
(Sumber : New Products Management, Crawford-Benedetto)
Phase 1: Opportunity Identification/Selection
Phase 2: Concept Generation
Phase 3: Concept/Project Evaluation
Phase 4: Development
Phase 5: Launch
94
• Fase 1. Identifikasi peluang dan Seleksi ( Opportunity Identification
and Selection) : Disini peluang dari produk baru akan dijadikan peluang
bisnis, mengadakan perubahan pada rencana pemasaran, sumber daya dan
kebutuhan yang terdapat pada pasar. Mengadakan riset pasar untuk
kemudian dievaluasi, divalidasi dan keluarannya adalah pernyataan
strategic yang akan melangkah ke tahap berikutnya.
• Fase 2. Pengembangan Konsep (concept generation) : Memilih peluang
yang paling berpotensi untuk dikembangkan dan mulai dengan
keterlibatan konsumen dalam tahap identifikasi kebutuhan. Mulai
menyusun konsep produk baru yang dapat menjawab kesempatan atau
peluang yang ada.
• Fase 3. Evaluasi Proyek/Konsep (Concept/Project Evaluation) :
Mengevaluasi konsep produk tersebut (seperti pada saat mereka mulai
masuk) pada kriteria teknis, pemasaran dan keuangan. Beri bobot dan pilih
yang terbaik kedua atau ketiga.
• Fase 4. Pengembangan (Development) : Pada fase ini merupakan tahap
pengujian konsep yang sudah matang dengan pembuatan prototipe yang
langsung diujikan kepada konsumen, desain pembuatan dan peralatan
yang dibutuhkan sudah mulai disusun, sambil tidak lupa mempersiapkan
95
strategi pemasaran dan persiapan peluncuran produk tersebut dengan
memperhatikan jalur distribusi dan biaya-biaya yang dibutuhkan melalui
sebuah business plan.
• Fase 5. Peluncuran (Launch) : mulai produksi awal dan pemasaran
dengan ruang lingkup yang kecil dulu sambil memantapkan sistem
produksi pembuatan produk tersebut, dan mulai menjalankan program
peluncuran sesuai yang direncanakan secara bertahap.
Kelima fase ini lebih difokuskan untuk pengembangan produk yang betul-
betul merupakan produk baru (Crawford-Beneditto, 2000).
Lain halnya dengan pendapat seorang ahli pengembangan produk di USA
yaitu R. Cooper dalam bukunya yang berjudul “Winning at New Products”, Cooper
menyebutkan tahapan pengembangan produk yang dikenal sebagai Stage-Gate
Process yaitu sebuah tahapan pergerakan suatu proyek produk baru dari sebuah ide
hingga ke tahap peluncuran. Stage merupakan tahapan sebenarnya dimana
diwujudkan dalam tindakan nyata. Sedangkan gate merupakan point pengambilan
keputusan untuk dilanjutkan atau tidak ke tahap atau stage selanjutnya. Berikut
penjelasan singkat mengenai Stage-Gate Process :
96
Gambar 2.5 Stage-Gate Process Menurut R. Cooper
(Sumber : Winning at New Products, R. Cooper)
• Discovery Stage . Tahap pemilihan ide : dalam tahapan ini, munculnya ide-ide
tentang produk apa yang akan dikembangkan dan apa jenis pengembangannya
semuanya pasti muncul dari suatu ide atau gagasan.
• Gate 1. Idea screen : merupakan tahapan pengelompokan ide-ide yang telah
didapatkan.
• Stage 1. Scooping : merupakan tahapan perkiraan akan keberhasilan produk
yang akan dikembangkan, dapatkah produk itu dibuat, serta bagaimana respon
pasar terhadap produk tersebut nantinya.
• Gate 2. Second screen : dalam tahap ini diadakan penyaringan konsep produk
mana yang akan dilanjukan untuk dikembangkan.
• Stage 2. Building the business case : merupakan tahap yang paling
menentukan bagi tim pengembangan produk, disini akan dibuat definisi dari
produk dan proyek tersebut, rencana proyek dan pembenaran dari proyek
tersebut di masa-masa mendatang.
97
• Gate 3. Go to Development : pada tahap ini ditentukan apakah diteruskan ke
tahap pengembangan atau tidak berdasarkan hasil dari tahapan sebelumnya
dan konsep yang telah terpilih.
• Stage 3. Development : Tahap ini yang disebut tahapan pengembangan, pada
tahap ini dilakukan seperti yang dilakukan pada tahap pengembangan konsep,
persiapan peluncuran, rencana sistem produksi, dan pengujian untuk ke tahap
selanjutnya.
• Gate 4. Go to Testing : Merupakan tahapan awal dari pengujian konsep
produk yang sudah dikembangkan.
• Stage 4. Testing and Validation : Merupakan tahapan final dari pengujian dan
validasi data pengujian dari seluruh proyek, perkiraan rencana proses
produksi, analisa ekonomi produk, respon dari konsumen, dan pembuatan
prototipe.
• Gate 5. Go to launch : Tahapan persiapan peluncuran awal dari produk yang
sudah diuji.
• Stage 5. Launching : produksi awal sudah mulai dilakukan, beserta
perbaikan-perbaikan sistem produksi dan peralatan untuk efisiensi proses,
jalur distribusi dan komersialisasi mulai dibangun dan diperluas secara
bertahap.
• Review dari peluncuran produk : Setelah produk diluncurkan secara
komersialisasi, dilakukan review untuk memastikan bahwa hambatan-
98
hambatan yang ada bisa teratasi, serta memastikan apakah produksi tetap
dilanjutkan beserta pemasarannya, atau tetap memasarkan sisa stok barang
(bila produksi dihentikan karena tidak dapat dilanjutkan), atau mendaur ulang
produk tersebut sehingga dapat dimanfaatkan menjadi barang lain (“Winning
at New Products”, R.Cooper, 2001).
Ketiga model di atas memiliki tahapan-tahapan pengembangan produk yang
berbeda satu sama lain, namun dapat dilihat juga banyaknya kesamaan dari ketiga
proses tersebut, perbedaan jumlah tahapan atau fase disebabkan karena adanya
penggabungan dari beberapa tahapan yang sejenis ataupun membaginya menjadi
beberapa tahapan yang lebih detail. Tahapan pengembangan produk menurut Karl T.
Ulrich dan Steven D. Eppingger adalah yang paling umum, paling detail dan paling
mudah dipahami. Para praktisi pengembangan produk banyak yang menggunakan
tahapan ini. Pada tahap pembahasan pengembangan produk ini nantinya akan
disesuaikan menurut tahapan yang dikembangkan oleh Ulrich dan Eppingger.
2.4 Pengembangan Produk
Tiap-tiap organisasi mempunyai pendekatan yang berbeda untuk
pengembangan produk tetapi pada dasarnya langkah-langkah yang ditempuh
adalah sama dan secara sistematis yang digambarkan pada proses pengembangan
produkseperti gambar berikut :
99
Pelanggan Teknologi R&DPencarianGagasan
Seleksi Produk
Desain Prod. Pendahuluan
Pengujian
DesainProduk Akhir
ProduksiProduk Baru
PerencanaanKapasitas,Produksi danSchedule
Desain ProsesAkhir
Desain ProsesPendahuluan
Gambar 2.6 Proses Pengembangan Produk Baru
(Sumber : MCL Bina Nusantara)
Untuk mengembangkan suatu rencana produk dan pernyataan misi
proyek, ada lima tahapan proses berikut :
2.4.1 Identifikasi peluang / Pencarian Gagasan
Proses pengembangan produk akan dimulai dengan
mengidentifikasi peluang-peluang pengembangan produk. Langkah ini
dapat dibayangkan sebagai terowongan peluang karena membawa
bersama-sama input dari perusahaan dan konsumen yang sudah ada.
Ide-ide untuk produk baru atau detail produk berasal dari beberapa
sumber, meliputi (diantaranya):
• Personal pemasaran dan penjualan
• Penelitian dan organisasi pengembangan teknologi
• Tim pengembangan produk saat ini
100
• Manufaktur dan operasional organisasi
• Pelanggan sekarang atau potensial
• Pihak ketiga seperti pemasok, pencipta, dan partner-partner bisnis.
Proses identifikasi peluang pengembangan produk sangat berhubungan
dengan kegiatan identifikasi kebutuhan pelanggan. Beberapa pendekatan
proaktif meliputi:
• Mencatat kegagalan dan keluhan yang dialami pelanggan dengan
produk yang sudah ada sekarang
• Mewawancarai penguna utama, dengan memfokuskan pada proses
inovsi oleh penguna-penguna ini dan modifikasi-modifikasi yang
dilakukan oleh para pengguna terhadap produk yang sudah ada.
• Mempertimbangkan implikasi terhadap adanya kecenderungan-
kecenderungan dalam gaya hidup, demografis, dan teknologi untuk
kategori produk yang ada dan peluang-peluang kategori produk baru.
• Beberapa usulan pelanggan sekarang dikumpulkan secara sistematis
melalui tenaga penjual dan system pelayanan pelanggan.
• Studi para pesaing produk dilakukan secara berhati-hati dengan
berdasarkan pada basisi sekarang( keungulan-keungulan pesaing)
• Status teknologi yang muncul dilihat kembali untuk memfasilitasi
perpindahan teknologi yang tepat dari penelitian ke arah
pengembangan produk.
101
2. Mengevaluasi dan Memprioritaskan Proyek
Langkah kedua dalam proses perencanaan produk adalah memilih
proyek yang paling menjanjikan untuk diikuti. Empat perspektif dasar
yang berguna dalam mengevaluasi dan memprioritaskan peluang-peluang
bagi produk baru dalam kategori produk yang sudah ada adalah
• Strategi bersaing
Strategi bersaing perusahaan merupakan suatu pendekatan pasar dan
produk yang mendasar dengan memperhatikan para pesaing. Strategi
ini digunakan untuk memilih peluang. Pada umumnya perusahaan
melakukan diskusi pada tingkat manajemen merupakan suatu
kompetensi strategi dan membantu dalam bersaing.
• Segmentasi pasar
Dengan membagi suatu pasar menjadi segmen-segmen,
memungkinkan perusahaan untuk mempertimbangkan tindakan para
pesaing dan kekuatan produk perusahaan sekarang berdasarkan
kelompok pelanggan yang jelas. Dengan memetakan produk-produk
peasaing dan produk milik perusahaan sendiri dalam segmen-segmen,
perusahaan dapat mempekirakan peluang produk yang mana
menyebabkan kelemahan lini produknya dan yang mana
memanfaatkan kelemahan dari penawaran pesaing-pesaing.
102
• Mengikuti perkembangan teknologi
Dalam bisnis yang sifatnya intensif teknologi, keputusan perencanaan
produk yang utama adalah penentuan waktu untuk menggunakan
teknologi dasar yang baru dalamlini produksi. Sebagai contoh, dalam
bisnis pencatatan, permasalahan teknologi utama pada pergantian abad
adalah pergantian untuk pemrosesan dan pencetakan digital.
Keputusan perencanaan produk adalah menentukan kapan untuk
mengembangkan produk-produk digital, berlawanan kebalikan dari
pengembangan produk yang lain yang berdasarkan teknologi yang
menggunakan lensa lampu.
• Perencanaan platform produk
Platform produk merupakan sekumpulan asset yang dibagi dalam
sekumpulan produk. Komponen-komponen dan dubrakitan-subrakitan
sering menjadi hal terpenting dari aset-aset ini. Platform yang efektif
dapat memungkinkan variasi turunan yproduk untuk dirancang lebih
cepat dan lebih mudah, dimana setiap produk memberikan ciri-ciri dan
fungsi-fungsi yang diinginkan oleh segman pasar utama.
3. Mengalokasikan Sumber daya dan rencana waktu
Penentuan waktu dan alokasi sumber daya ditentukan untuk proyek-
proyek yang lebih menjanjikan, terlalu banyak proyek akan menimbulkan
103
persaingan untuk beberapa sumber daya. Sebagai hasilnya, usaha untuk
merancang sumber daya dan merencanakan waktu hampir selalu
menghasilkan suatu tingkat pengembalian untuk evaluasi sebelumnya dan
penentuan prioritas langkah untuk memendekkan sekumpulan proyek
yang akan diikuti.
4. Melengkapi perencanaan pendahuluan proyek
Setelah proyek disetujui, maka diadakan kegiatan perencanaan proyek
pendahuluan, dibentuk sebuah tim inti yang terdiri dari ahli teknik,
pemasaran, manufaktur dan fungsi pelayanan untuk menghasilkan suatu
pernyataan visi dan pernyataan misi produk yang isinya memformulasikan
suatu definisi yang lebih detil dari pasar target dan asumsi-asumsi yang
mendasari operasional tim pengembangan.
Pernyataan misi mungkin mencangkup beberapa dari keseluruhan
informasi berikut:
• Uraian produk ringkas (satu kalimat): Uraian ini mencangkup
manfaat produk utama untuk pelanggan namun menghindari
penggunaan konsep produk secara spesifik. Mungkin saja berupa
pernyataan visi produk.
• Sasaran utama bisnis: Sebagai tambahan sasaran proyek yang
mendukung strategi perusahaan, sasaran ini biasanya mencangkup
104
waktu, biaya, dan kualitas (contoh penentuan waktu pengenalan
produk, performasi finansial yang diinginkan, target pangsa pasar).
• Pasar target untuk produk: Terdapat beberapa pasar target untuk
produk. Bagian ini mengidentifikasi pasar utama dan pasar kedua yang
perlu dipertimbangkan dalam usaha mengembangan
• Asumsi-asumsi dan batasan-batasan untuk mengarahkan usaha
pengembangan: Asumsi-asumsi harus dibuat dengan hati-hati,
meskipun mereka membatasi kemungkinan jangkauan konsep produk,
mereka membantu untuk menjaga lingkup proyek yang terkelola.
Untuk itu dibutuhkan informasi-informasi untuk pencatatan keputusan
mengenai asumsi dan batasan.
• Stakeholder: Satu cara untuk menjamin bahwa banyak permasalahan
pengembangan ditujukan untuk mendaftar secara eksplisit seluruh
stakeholder dari produk, yaitu sekumpulan orang yang dipengaruhi
oleh keberhasilan dan kegagalan produk. Daftar stakeholder dimulai
dari pengguna akhir (pelanggan eksternal akhir) dan pelanggan
eksternal yang membuat keputusan tentang produk. Stakeholder juga
mencangkup pelanggan produk yang mendampingi perusahaan, seperti
tenaga penjual, organisasi pelayanan, dan departemen produksi. Daftar
stakeholder menyediakan suatu bayangan bagi tim untuk
105
mempertimbangkan kebutuhan setiap orang yang dipengaruhi oleh
produk.
5. Merefleksikan kembali hasil dan proses
Pada tahap ini dilakukan reality check terhadap pernyataan misi yang
merupakan pegangan untuk tim pengembangan. Langkah awal untuk ini
adalah waktu untuk memperbaiki apakah pengembangan ini bisa berjalan dan
konsisten.
Setelah gagasan ditemukan, disusunlah konsep – konsep yang nantinya akan
diseleksi. Metode penyusunan konsep secara umum terdiri atas 5 langkah dengan
memecahkan sebuah masalah kompleks yang menjadi submasalah yang lebih
sederhana. Berikut gambar dari lima langkah metode penyusunan konsep :
Gambar 2.7 Langkah Metode Penyusunan Konsep
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan
prosedur pencarian eksternal dan internal, pencarian eksternal untuk konsep yang
sudah ada, sedangkan pencarian internal untuk konsep baru.
106
Kemudian dikenalkan konsep penyelesaian untuk submasalah menggunakan
prosedur pencarian eksternal dan internal, pencarian eksternal untuk konsep yang
sudah ada, sedangkan pencarian internal untuk konsep baru.
Pohon klasifikasi dan tabel kombinasi kemudian digunakan untuk menggali
secara sistematis konsep penyelesaian tersebut dan untuk mengintegrasikan
penyelesaian sub masalah ke dalam sebuah penyelesaian total. Akhirnya dapat dibuat
sebuah langkah mundur untuk merefleksikan validitas dan kemampuan aplikasi dari
hasil, seperti yang digunakan oleh proses.
Dari sini akan muncul beberapa macam konsep yang tujuannya sama yaitu
untuk menjawab penyelesaian dari submasalah yang sudah difokuskan karena
sifatnya memang penting.
2.4.2 QFD (Quality Function Deployment)
Cohen (1995) mendefinisikan Quality Function Deployment adalah metode
terstruktur yang digunakan dalam proses perencanaan dan pengembangan produk
untuk menetapkan spesifikasi keinginan dan kebutuhan konsumen, serta
mengevaluasi secara sistematis kapabilitas suatu produk atau jasa dalam memenuhi
keinginan dan kebutuhan konsumen. Tujuan dari Quality Function Deployment tidak
hanya memenuhi sebanyak mungkin harapan pelanggan, tapi juga berusaha
melampaui harapan-harapan pelanggan sebagai cara untuk berkompetensi dengan
saingannya, sehingga diharapkan konsumen tidak menolak dan tidak komplein, tetapi
malah menginginkannya.
107
Implementasi dari QFD terdiri tiga tahap, dimana seluruh kegiatan yang
dilakukan pada masing-masing tahapan dapat diterapkan seperti layaknya suatu
proyek, dengan terlebih dahulu dilakukan tahap perencanaan dan persiapan, ketiga
tahapan tersebut adalah (Lou Cohen, 1995) :
1. Tahap pengumpulan Voice of Customer.
2. Tahap penyusunan rumah kualitas (House of Quality).
3. Tahap analisa dan implementasi
Keuntungan utama dari metode matriks QFD menurut Gaspersz
(2001) adalah sebagai berikut:
1. Memperjelas area dimana tim pengembangan produk perlu untuk memenuhi
informasi dalam mendefenisikan produk atau jasa yang akan memenuhi
kebutuhan konsumen.
2. Mempunyai bentuk yang jelas dan teratur serta kemampuan untuk penelusuran
kembali pada kebutuhan konsumen dari seluruh data atau informasi yang tim
produk butuhkan untuk membuat keputusan yang tepat dalam hal defenisi, desain,
produksi dan penyediaan produk.
3. Menyediakan forum untuk analisa masalah yang timbul dari data yang tersedia
mengenai kepuasan konsumen dan kemampuan kompetisi produk atau jasa.
4. Menyimpan perencanaan untuk produk sebagai hasil keputusan bersama.
108
5. Dapat digunakan untuk mengkomunikasikan rencana terhadap produkuntuk
mendukung manajemen dari pihak lainnya yang bertanggung jawab terhadap
implementasi dari rencana tersebut.
Untuk pelaksanaan strategi, dengan Quality Function Deployment digunakan
teknik-teknik lain sebagai alat bantu, yaitu pairwise comparisons (perbandingan
berpasangan) dan benchmarking. Untuk mengetahui harapan dan kebutuhan
pelanggan atau mengadakan evaluasi dan hubungan antara variabel dengan kepuasan
pelanggan. Pairwise comparisons untuk penetapan prioritas terhadap harapan dan
kebutuhan pelanggan.
Benchmarking untuk membantu para pengambil keputusan untuk mengetahui
kondisi pasar dan kondisi pesaing sehingga perusahaan dapat memberikan yang
terbaik bagi pelanggan (Dorothea, 1999).
Untuk penetapan prioritas terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan yang
telah diidentifikasi berdasarkan Voice of Customer (VOC) yang dijabarkan dalam
QFD digunakan sistem pembobotan menggunakan metode perbandingan
berpasangan (pairwise comparisons) dengan bantuan QFD Designer yang
memungkinkan tingkat kepentingan suatu kriteria relatif terhadap kriteria lainnya
dapat dinyatakan dengan jelas.
Metode pairwise comparisons dapat memberikan judgement dalam
memecahkan problem terhadap adanya komponen-komponen yang tak terukur yang
mempunyai peran yang cukup besar sehingga tidak dapat diabaikan. Karena tidak
109
semua problem sistem dapat dipecahkan melalui komponen yang dapat diukur, maka
dibutuhkan skala yang dapat membedakan setiap pendapat, serta mempunyai
keteraturan, sehingga memudahkan untuk mengaitkan antara judgement dengan
skala-skala yang tersedia.
Dalam pengkajian ini digunakan nilai skala komparasi 1 s/d 9. Saaty pada
tahun 1995 telah membuktikan bahwa nilai skala komparasi 1 s/d 9 adalah yang
terbaik, yaitu berdasarkan pertimbangan tingginya akurasi, yang ditunjukkan dengan
nilai RMS (Root Mean Square) dan MAD (Mean Absolute Deviation) pada berbagai
problema (Arkeman, 1999)
110
Gambar 2.8 Bagan QFD
(Sumber : Software QFD Designer)
111
2.4.2 Seleksi Konsep Produk
Konsep - konsep yang telah terbentuk tentunya memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing. Untuk itu diperlukan seleksi konsep yang merupakan
proses menilai konsep dengan memperhatikan kebutuhan pelanggan dan kriteria lain,
membandingkan kekuatan dan kelemahan relatif dari konsep, dan memilih satu atau
lebih konsep untuk penyelidikan, pengujian dan pengembangan selanjutnya.
Metode seleksi konsep pada proses ini didasarkan pada penggunaan matriks
keputusan untuk mengevaluasi masing-masing konsep dengan mempertimbangkan
serangkaian kriteria seleksi.
Gambar 2.9 Seleksi dan Penyaringan Konsep
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Proses seleksi konsep terdiri atas 2 langkah utama yaitu penyaringan konsep
dan penilaian konsep dengan metode yang dikembangkan oleh Stuart Pugh pada
tahun 1980-an dan sering sekali disebut seleksi konsep Pugh (Pugh,1990). Tujuan
tahapan ini adalah mempersempit jumlah konsep secara cepat dan untuk memperbaiki
konsep.
112
Konsep Kriteria seleksi 1 2 3
Kriteria 1 0 0 0 Kriteria 2 0 0 0 Kriteria 3 - 0 + Kriteria 4 - - + Kriteria 5 + + 0 Kriteria 6 - 0 + Kriteria 7 - 0 + Jumlah + 1 1 4 Jumlah 0 2 5 3 Jumlah - 4 1 0 Nilai akhir -3 0 4 Peringkat 3 2 1 lanjutkan ? Tidak Ya Ya
Gambar 2.10 Matriks Penyaringan Konsep
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Proses penyaringan konsep merupakan proses penilaian yang sederhana yang
menggunakan tiga simbol yaitu nilai relatif “lebih baik” (+), jika konsep tersebut
lebih baik dari konsep yang lain dalam hal kriteria tersebut. “sama dengan” (0), jika
untuk kriteria tersebut konsep tersebut sama dengan konsep yang lainnya. Dan
terakhir “lebih buruk” (-), bila konsep tersebut lebih buruk dari konsep yang lainnya.
Kemudian jumlah bobot tiap kriteria dijumlahkan untuk masing-masing konsep diberi
rangking. Konsep yang dipilih untuk diteruskan adalah satu atau lebih konsep yang
memiliki tingkat rangking yang lebih tinggi.
Tahapan selanjutnya pada seleksi konsep adalah dengan menggunakan
matriks penilaian konsep, dengan cara menambahkan bobot kepentingan ke dalam
matriks.
113
Konsep 2 3
Kriteria Beban RatingNilai
Beban Rating Nilai
Beban Kriteria 1 5% 3 0.15 3 0.15 Kriteria 2 15% 3 0.45 3 0.45 Kriteria 3 25% 3 0.75 4 1 Kriteria 4 20% 4 0.8 4 0.8 Kriteria 5 10% 4 0.4 3 0.3 Kriteria 6 15% 2 0.3 3 0.45 Kriteria 7 10% 2 0.2 3 0.3
Total Nilai 3.05 3.45
Peringkat 2 1
Lanjutkan ? Tidak Ya
Gambar 2.11 Matriks Penilaian Konsep
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
Beberapa pola yang berbeda dapat digunakan untuk memberi bobot pada
kriteria seperti menandai nilai kepentingan dari 1-5 atau mengalokasi nilai 100%.
Selanjutnya penetapan rating dapat dilakukan oleh beberapa responden untuk
menentukan apakah bobot yang diberikan sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Nilai rating dan beban dikalikan untuk mendapatkan nilai beban. Nilai beban
ini yang akan dijumlahkan untuk menentukan rangking tiap konsep yang dinilai.
Sama seperti tahap penyaringan konsep, konsep yang terpilih adalah konsep yang
memiliki rangking tertinggi.
Dengan dasar kedua matriks seleksi tersebut dapat diputuskan untuk memilih
satu atau lebih konsep terbaik, konsep-konsep ini mungkin lebih lanjut
114
dikembangkan, dibuat prototipe dan diuji untuk memperoleh umpan balik dari
pelanggan.
Ada juga dengan metode daftar penilaian (scoring) melalui proses finansial.
Beberapa faktor penimbang diberi bobot oleh anggota Direksi atau tenaga ahli dalam
bidang sejenis.
Lembar Evaluasi Gagasan Produk seperti ganbar di bawah ini:
TabelTabel EVALUASI GAGASAN PRODUKEVALUASI GAGASAN PRODUK
27Total
0*0.20Terpengaruh pd ProdukSekarang
8
3*0.10Nilai Tambah7
6*0.20Kesesuaian dg Bisnis Utama
6
3*0.10Resiko Teknis5
3*0.10Bahan Baku4
2*0.05Persaiangan3
2*0.05PerlindunganPatent
2
8*0.20Vol. Penjualan1
(A) X (B)SangatJelek
(0)
Jelek
(10)
Sedang(20)
Baik(30)
SangatBaik(40)
NilaiPenilaian (B)Pembo-botan
(A)
Syaratkeberhasilan
No
Gambar 2.12 Evaluasi Gagasan Produk
(Sumber : MCL Pengembangan Produk Bina Nusantara)
Dari gambar tersebut disimpulkan produk lolos dari penyaringan karena
nilainya 27. Setelah lolos dilakukan analisis finansial berdasarkan MCL
Bina Nusantara dengan rumus:
115
RI = ( Pt x Pc x AV x P x L ) / TDC
Dengan keterangan sebagai berikut :
RI : Return on Invesment
PT : Probabilitas Keberhasilan Teknikal (O ≤
PT ≤ 1)
Pc : Probabilitas Keberhasilan Komersial
dalam pasar (O ≤ Pc ≤ 1)
AV : Volume Tahunan (penjualan produk
total dalam unit)
P : Kontribusi laba per unit produk yang
dijual dalam rupiah (harga minus
biaya)
L : Waktu kehidupan produk dalam tahun
TDC : Biaya pengembangan produk total dalam
Rupiah
2.4.3 Desain Produk Pendahuluan
Dalam hal ini perlu diketahui ciri-ciri produk terpilih. Sebagai contoh dalam
industri permen untuk anak-anak bagaimana komposisinya, kenampakannya,
ukurannya, bagaimana penyimpanan produk, umur simpan dan sebagainya.
Prototipe merupakan produk baru dari suatu kegiatan uji coba produksi skala
kecil.
116
Perusahaan akan mengalami Trade off yaitu akibat dari kondisi yang saling
berlawanan antara biaya, kualitas dan nilai produk hasil akhir dari kegiatan
diatas berupa disain yang dapat bersaing dipasar yang siap diproduksi.
2.4.4 Pengujian Konsep
Prototipe yang sudah dibuat kemudian diuji hasilnya ditinjau dari
aspek pemasaran dan kemampuan tehnikal produk. Kegiatan pengujian pasar
sangat penting karena meskipun produk berkualitas tetapi tidak layak jual juga
tidak ada artinya dan kegiatan ini disebut Uji Pasar. Dalam hal ini prototipe
produk baru dilempar kesekelompok konsumen untuk dicoba dan dari uji ini
diketahui pendapat konsumen mengenai produk baru tersebut. Pengujian
Konsep berhubungan erat dengan seleksi konsep, dimana kedua aktivitas ini
bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep yang akan diproses lebih
lanjut. Namun pengujian konsep berbeda, karena aktivitas ini menitikberatkan
pada pengumpulan data langsung dari pelanggaan potensial dan hanya
melibatkan sedikit penilaian dari tim pengembang. Tahapan ini dilakukan
setelah seleksi konsep karena tidak memungkinkan untuk menyodorkan
banyak konsep ke pelanggan potensial untuk diuji, sehingga konsep-konsep
alternatif harus dipersempit terlebih dahulu menjadi satu atau dua konsep
untuk diuji.
117
Metode pengujian konsep terdiri dari 7 tahap yaitu ( Ulrich Eppinger,2001) :
1) Mendefinisikan maksud dari pengujian konsep → Pengujian konsep dapat
diartikan sebagai suatu eksperimen, oleh karena itu perlu didefinisikan dahulu
maksud dari eksperimen ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti
Konsep mana yang akan diuji?, Bagaimana konsep dapat diperbaiki?, Berapa
Jumlah produk yang dapat dijual?, Dapatkah proses pengembangan
dilanjutkan?.
2) Memilih Populasi Survei → Seringkali produk ditujukan untuk pasar
potensial dengan beberapa segmen sekaligus. Hal yang perlu diperhatikan
adalah pengujian ke beberapa segmen sekaligus akan membuang banyak
waktu dan biaya, sehingga seringkali untuk menghindari pembengkakan biaya
maka pengujian konsep cukup dilakukan dengan memilih pelanggan potensial
dengan segmen pasar terbesar saja.
3) Memilih Format Survei → Sama seperti survei-survei yang pernah
dilakukan pada tahapan sebelumnya, jenis format yang dapat dipilih adalah
dengan : face-to-face interaction, Telepon, Surat, E-mail, Internet. Dan tiap
format memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing.
4) Mengkomunikasikan Konsep → Yang membedakan survei pengujian
konsep dengan survei-survei sebelumnya adalah adanya konsep terpilih yang
harus dkomunikasikan kepada responden untuk dinilai sendiri oleh mereka.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk mengkomunikasikan konsep yaitu :
118
uraian verbal, sketsa, Foto dan gambar, storyboard, Video, simulasi,
Multimedia interaktif, Model fisik, dan prototipe yang dioperasikan. Sehingga
tim pengembang dapat memilih cara yang sesuai untuk mengkomunikasikan
konsep disesuaikan dengan biaya dan kemampuan yag ada.
5) Mengukur respon pelanggan → Data yang didapatkan dari survei dapat
diolah dan digunakan untuk mengukur respon pelanggan, dan hal yang
terutama diukur adalah Konsep mana yang dipilih, usulan perbaikan, serta
keinginan pelanggan untuk membeli dengan dibagi ke dalam 5 skala yaitu
pasti akan membeli, mungkin akan membeli, mungkin atau tidak akan
membeli, mungkin tidak akan membeli, pasti tidak akan membeli. Atau bisa
juga dengan cara menyuruh responden untuk menyebut angka peluang sendiri
untuk membeli.
6) Mengiterpretasikan Hasil → Maksud dari mengintrepretasikan hasil adalah
bila memang ada konsep yang mendominasi, maka secara langsung konsep
tersebut dapat dipilih untuk dilanjutkan ke tahap pengembangan model, tetapi
bila hasilnya tidak terbatas, maka konsep dapat dipilih berdasarkan
pertimbangan waktu dan biaya. Dan tidak jarang juga tim pengembang dapat
memperkirakan potensi penjualan produk 1 tahun ke depan setelah produk
tersebut diluncurkan. Meskipun sifatnya tidak pasti, tetapui prediksi penjualan
cenderung berkorelasi dengan permintaan yang sebnarnya, karena itu prediksi
119
penjualan merupakan informasi yang sangat berharga bagi Tim
pengembangan produk.
Merfleksikan Hasil dan proses → Manfaat utama dari pengujian konsep
adalah memperoleh umpan balik dari pelanggan potensial, yang
diuntungkan oleh pemikiran tentang pengaruh tiga variabel kunci yang
terdapat pada model prediksi yaitu : Ukuran Pasar keseluruhan,
Ketersediaan tentang produk, dan proporsi pelanggan yang mungkin akan
membeli produk. Dalam merefleksikan hasil pengujian konsep, sebaiknya
2 pertanyaan kunci harus terjawab, yaitu : apakah konsep sudah
dikomunikasikan dengan benar sehingga menghasilkan respon pelanggan
sesuai dengan yang dituju ? dan apakah hasil prediksi konsisten dengan
hasil tingkat pengamatan tingkat penjualan terhadap produk-produk yang
sama ? Akhirnya pengalaman dengan produk baru kemungkinan besar
dapat diterapkan di masa yang akan datang untuk produk-produk yang
hampir sama.
2.4.5 Arsitektur Produk
Semua produk terdiri dari elemen fungsional dan fisik. Elemen-
elemen fungsional dari produk terdiri atas operasi dan transformasi yang
menyumbang terhadap kinerja keseluruhan produk.
Elemen-elemen fisik dari sebuah produk adalah bagian-bagian,
komponen, dan sub rakitan yang pada akhirnya diimplementasikan terhadap
120
fungsi produk. Elemen-elemen fisik diuraikan lebih rinci ketika usaha
pengembangan berlanjut. Elemen fisik produk biasanya diorganisasikan
menjadi beberapa building blocks utama yang disebut chunks. Setiap Chunk
terdiri dari sekumpulan komponen yang mengimplementasikan fungsi dari
produk.. Arsitektur produk adalah skema elemen-elemen fungsional dari
produk disusun menjadi chunk yang bersifat fisik. Dan menjelaskan
bagaimana setiap chunk berinteraksi.
Karakter arsitektur produk yang terpenting adalah modularitas. Ciri-
ciri dari arsitektur modular adalah : Chunk melaksanakan atau
mengimplementasikan satu atau sedikit elemen fungsional pada keseluruhan
fisiknya, dan interaksi antar chunk dapat dijelaskan dengan baik, dan
umumnya penting untuk menjelaskan fungsi-fungsi utama produk.
Keputusan mengenai cara membagi produk menjadi chunk dan
tentang berapa banyak modularitas akan diterapkan pada arsitektur sangat
terkait dengan beberapa isu yang menyangkut kepentingan seluruh
perusahaan seperti : perubahan produk, variasi produk, standarisasi
komponen, kinerja produk, kemampuan manufaktur, dan manajemen
pengembangan produk.
Langkah-langkah dalam menetapkan arsitektur produk adalah dengan :
121
1. Membuat skema produk, yaitu diagram yang menggambarkan
pengertian terhadap elemen-elemen penyusun produk, yakni berupa
elemen fisik, komponen kritis dan elemen fungsional.
Gambar 2.13 Contoh Skema Produk
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
2. Mengelompokkan elemen-elemen pada skema, yaitu menugaskan
setiap elemen yang ada pada skema menjadi chunk. Setiap chunk
memiliki satu fungsi. Elemen yang memiliki fungsi yang sama dapat
digabungkan dalam satu chunk. Kondisi ekstrim yang mungkin terjadi
adalah semua komponen memiliki chunk sendiri sehingga jumlah
elemen sama dengan jumlah chunk. Atau sebaliknya mengintegrasikan
semua komponen ke dalam satu fungsi yang sifatnya akan lebih
kompleks.
122
Gambar 2.14 Contoh Function Diagram
(Sumber : Perancangan dan Pengembangan Produk, Ulrich-Eppinger)
3. Membuat susunan Geometris yang masih kasar, Susunan geometris
dapat diciptakan dalam bentuk gambar, model komputer atau model
fisik yang terdiri dari 2 atau 3 dimensi. Penyusunan Geometris yang
masih berbentuk kotak dapat memberikan beberapa alternatif
penyusunan sehingga tidak ada hubungan antar chunk yang saling
bertentangan. Pembuatan susunan geometris harus memperhatikan
aspek estetika, keamanan dan kenyamanan dari sebuah produk.
2.4.6 Desain akhir
Disain akhir meliputi spesifikasi produk mulai dari komposisi kimiawi,
ciri-ciri bahan pengemas dan gambar, demikian juga dengan metode
bakunya sehingga memudahkan bagian produksi. Sebagai hasil prototipe
perubahan-perubahan tertentu mungkin perlu dimasukkan dalam disain
123
akhir. Hal ini sangat diperlukan untuk melakukan pengujian kembali yang
dapat menjamin nilai produk.
Contoh: pebuatan permen yang bernilai gizi untuk anak-anak. Hasil
prototipe menunjukan rasa tidak disukai oleh anak-anak karena kurang
manis, maka perlu diubah kembali sehingga rasa tersebut sesuai dengan
selera anak-anak.
2.4.7 Produksi Pengembangan Produk baru
Berikut hambatan pengembangan produk baru:
1. Gagasan-gagasan yang masuk masih kurang.
2. Persaingan pasar yang sangat berat, dengan teknologi yang lebih
canggih misalnya industri-industri suplemen.
3. Peran pemerintah yang kadang-kadang memberikan batasan-batasan
yang berat misalnya keselamatan lingkungan.
4. Biaya untuk pengembangan produk baru, mulai dari pencarian
gagasan, pelaksanaan penelitian dan melakukan uji pasar sehingga
produk harus benar-benar unggul. Dari gagasan-gagasan yang ada
hanya sedikit saja yang sukses.
5. Produk baru meskipun sudah dilakukan uji konsumen bisa gagal
karena tidak memenuhi pengharapan atau tidak sesuai dengan selera;
rasa, bau, dan aroma yang diinginkan.
124
6. Banyaknya perusahaan-perusahaan yang akan meniru setelah
peluncuran produk baru. Hal ini menyebabkan waktu kehidupan yang
pendek.
MortalitasMortalitas GagasanGagasan ProdukProduk BaruBaru
J um
Gag a s a n
60
15
10
5
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Kumulatif (%)
Penyaringan
Analisis BisnisPengembangan
PengujianKomersialisasi
Gambar 2.15 Mortalitas Gagasan Produk Baru
(Sumber : MCL Pengembangan Produk Bina Nusantara)
2.4.8 Desain Produk dan Spesifikasi Kualitas
Kegiatan penelitian dan pengembangan yang telah dibahas dimuka
memberikan latar belakang yang diperlukan bagi disain produk dan jasa
baru serta spesifikasi kulitasnya. Dalam hal ini harus ada perhitungan yang
cermat agar hasil penelitian dan pengembangan dapat menghasilkan produk
yang banyak dan menghasilkan laba. Keputusan harus dibuat oleh pihak
125
manajemen mengenai disain atau rancang bangun. Pertama manajemen
harus membuat keputusan yang menyangkut Trade Off antara bentuk dan
fungsi (Kurva I & II → Total nilai dari misal 2 faktor yang satu turun yang
satu naik).
2.4.9 Standardisasi
• Standar merupakan kata yang mempunyai arti yang sangat
penting yaitu memberikan ukuran-ukuran spesifik tertentu
yang dibuat dan dijual.
• Pembatasan jumlah ukuran-ukuran dan juga komponen-
komponen penyusunannya sering disebut Simplifikasi atau
penyederhanaan.
• Standarisasi bukan hanya penyederhanaan tetapi merupakan
suatu kegiatan untuk menentukan ukuran, rasa, aroma dan ciri-
ciri lain yang selalu sama dan tidak berbeda-beda yang
mencerminkan spesifikasi dari produk.
2.4.10 Reliability
Ada beberapa macam aspek yang perlu ditinjau:
- Keandalan dari suatu proses perkaitan dengan umur kehidupan
produk
- Penggunaannya apakah dapat digunakan diatas batas normal atau
tidak
126
- Keandalan berkaitan dengan komponen-komponen produk secara
keseluruhan.
2.5 Lead User Research
Lead User research adalah salah satu metodologi yang diyakini dapat
memberikan kunci sukses bagi terobosan produk/jasa baru. Dasar pemikiran
metodologi ini adalah adanya Lead User yaitu spesifik konsumen/individual yang
memiliki pengalaman kebutuhan lebih dahulu/mendahului dari
konsumen/individual yang lain. Dengan melibatkan team khusus yang terdiri dari
para expert pada kelompok lead user ini, maka akan didapatkan suatu temuan
inovasi yang sangat berharga.
Beberapa contoh peran serta lead user dalam suatu terobosan inovasi baru
antara lain :
- Protein untuk hair conditioner ditemukan oleh seorang wanita di tahun 1950
yang mempunyai ramuan tradisional yang terdiri dari bir atau telur untuk
tubuh agar lebih bersinar.
- Minuman Gatorade, diproduksi di Florida berdasarkan masukan dari para
atlet sebagai lead user.
- Speaker Bose, sukses menjadi pioneer high fidelity speaker untuk musik latar
tahun 1980, didapat dari pengalaman Jim Sanchez saat mendengarkan musik
latar dari toko CD lokal di Boston area Strawberries.
127
Karakteristik Lead User
1. Lead User memiliki kebutuhan produk/jasa baru yang nanti akan memasyarakat,
akan tetapi mereka telah menemukan kebutuhan tersebut beberapa bulan/tahun
sebelum masyarakat umum menghadapinya.
2. Lead User mengharapkan manfaat yang signifikan dengan menemukan solusi dari
kebutuhannya. Sebagai hasilnya, mereka mengembangkan sendiri produk/jasa
baru tanpa menunggu produk/jasa tersebut tersedia secara komersial.
3. Lead User tidak sama dengan early adopter (First user yang membeli suatu
produk /jasa eksisting). Lead user dihadapkan pada kebutuhan akan suatu
produk/jasa yang belum ada di pasaran.
Melalui metodologi Lead user ini akan didapatkan beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Memperoleh akses informasi yang lebih kaya dan reliable melalui kebutuhan
customer yang dapat diperoleh melalui traditional market research. Metode Lead
User melengkapi kebutuhan untuk traditional market research bukan
menggantikan.
2. Pengembangan konsep produk/jasa yang lebih baik karena berasal dari data
konsumen yang lebih baik.
3. Akselerasi proses pengembangan produk/jasa
Tahapan Metodologi Lead User Research
Ada empat tahapan yang harus dilakukan dalam Lead User Research, yaitu :
128
a. Stage 1: Project Planning (4-6 minggu)
• Membuat master plan
• Mempelajari current market place
• Merumuskan fokus projek
b. Stage 2: Trends/Needs Identification (5-6 minggu)
• Melakukan studi literatur
• Melakukan Interview kepada top expert.
• Analisa data, dan menentukan kebutuhan yang lebih mengerucut
c. Stage 3: Preliminary Concept Generation (5-6 minggu)
• Interview lead user dan expert
• Pengumpulan data untuk bisnis case
• Mendefinisikan kebutuhan produk/jasa baru – buat draft konsep
d. Stage 4: Final Concept Development (5-6 minggu)
• Perencanaan Workshop Lead user
• Mengundang partisipan
• Pelaksanaan workshop –> perbaikan konsep dengan melibatkan lead
user/expert
• Finalisasi konsep
2.6 Strategi Pemasaran (Marketing Strategy)
Setelah memaparkan secara rinci tujuan pemasaran, dalam komponen ini
diminta untuk memaparkan secara rinci tentang strategi pemasaran perusahaan.
129
Di sinilah rencana bagaimana mencapai tujuan pemasara persusahaan disusun.
Komponen ini pada dasarnya merupakan inti dari rencana pemasaran perusahaan
kita. Isi di dalamnya meliputi ke-empat faktor bauran pemasaran atau marketing
mix atau lebih populer disebut sebagai 4Ps, yaitu: product (barang atau jasa);
price (harga); promotion (promosi); dan place atau distribution (distribusi).
• Product. Deskripsi lengkap tentang barang dan/atau jasa yang
ditawarkan perusahaan kita dipaparkan di dalam komponen ini.
Deskripsi tersebut, antara lain, meliputi fitur (feature) dan kegunaan
(benefit) dari barang dan/atau jasa yang ditawarkan ;
• Price. Deskripsikan dalam bagian ini pula strategi penentuan (pricing
strategy) harga barang dan/atau jasa yang ditawarkan dan kebijakan
atau sistem pembayarannya (payment policies);
• Promotion. Paparkan secara rinci alat-alat atau media promosi yang
akan digunakan perusahaan kita atau taktik yang akan diterapkan
dalam merealisasikan rencana promosi (promotion plan) dalam rangka
mewujudkan tujuan pemasaran perusahaan; dan
• Place. Di sini kita diminta untuk mendeskripsikan secara rinci
bagaimana dan di mana perusahaan akan menempatkan produk
sehingga pelanggan mudah mengaksesnya. Kita juga perlu untuk
memaparkan bagaimana perusahaan akan menjualnya atau metode
distribusi dan penjualan apa yang akan diterapkan perusahaan.
130
2.7 Penentuan Sample
Penentuan jumlah sample dapat dilakukan dengan Slovin ( Sugiyono, 2006)
Contoh penerapan Slovin:
Kita akan meneliti pengaruh upah terhadap semangat kerja pada karyawan PT.
Cucak Rowo. Di dalam PT tersebut terdapat 130 orang karyawan. Dengan
tingkat kesalahan pengambilan sampel sebesar 5%, berapa jumlah sampel
minimal yang harus diambil ?
By Suliyanto
Teknik Pengambilan SampelTeknik SamplingTeknik Sampling
Probability SamplingProbability Sampling Non Probability Sampling
Non Probability Sampling
Simple Random SamplingStratified SamplingPropotionalDisproportionalCluster SamplingDouble Sampling
Simple Random SamplingStratified SamplingPropotionalDisproportionalCluster SamplingDouble Sampling
Convenience Sampling
Purposive samplingJudgement SamplingQuota SamplingSnowball Sampling≠
Convenience Sampling
Purposive samplingJudgement SamplingQuota SamplingSnowball Sampling≠
Gambar 2.16 Teknik Pengambilan Sampel
( Sumber : MCL Bina Nusantara )
21 NeNn
+=
11,98)05,0(1301
1302 =+
=n
131
2.8 Validitas dan Reliabilitas
Hasil penelitian yang valid bila terdapat kesamaan antara data yang terkumpul
dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti.
Kevalidan sebuah alat ukur ditunjukan dari kemampuan alat ukur tersebut
mampu mengukur apa yang seharusnya diukur.
Validitas Eksternal
Instrumen yang dicapai bila data yang dicapai sesuai dengan data atau
informasi lain mengenai variabel penelitian yang dimaksud
Validitas Internal
Bila terdapat kesesuaian antara bagian-bagian instrumen dengan instrumen
secara keseluruhan.
Melalui Analisis Faktor
Melalui Analisis Butir
Kriteria:
Jika koefisien korelasi product moment melebihi 0,3
(Azwar, 1992. Soegiyono, 1999 )
Jika koefisien korelasi product moment > r-tabel ( α ; n-
2 ) n = jumlah sampel.
132
Nilai Sig. ≤ α
Pengertian reliabilitas pada dasarnya adalah sejauh mana hasil suatu
pengukuran dapat dipercaya, terdapat kesamaan data dalam waktu yang
berbeda.
Metode Pendekatan: secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu :
Teknik Paralel (parallel form)
Pada teknik ini kita membagi kuesioner kepada responden
yang intinya sama akan tetapi menggunakan kalimat yang
berbeda:
Misalnya:
Apakah menurut saudara harga tiket di kereta
ini tidak mahal ?
Apakah harga di kereta ini telah sesuai dengan
pelayanan yang saudara terima ?
Teknik Ulang (double test / test pretest)
Pada teknik ini kita membagi kuesioner yang sama pada waktu
yang berbeda.
Misalnya:
Pada minggu I ditanyakan:
Bagaimana tanggapan saudara terhadap kualitas
dosen di Universitas Calibakal ?
133
Pada minggu III ditanyakan:
Ditanyakan lagi pada responden yang sama
dengan pertanyaan yang sama.
Reliabilitas Internal (Internal Consistensy)
Uji reliabilitas internal digunakan untuk menghilangkan kelemahan-
kelamahan pada uji reliabilitas eksternal.
1. Dengan rumus Spearman-Brown
2. Dengan rumus Flanagant
3. Dengan rumus Rulon
4. Dengan rumus K – R.21
5. Dengan rumus Hoyt
6. Dengan rumus Alpha Cronbach
Langkah dalam melakukan uji validitas dan reliabilitas internal adalah sebagai
berikut:
1. Cobalah item di lapangan kepada paling sedikit 30 orang responden (batas
sampel besar dalam statistik)
2. Tabulasi data yang telah masuk
3. Ujilah validitas dan reliabilitasnya
Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor item dengan skor total.
Korelasi Rank Spearman jika data yang diperoleh adalah data ordinal, sedangkan
jika data yang diperoleh data interval bisa digunakan iyo
134
korelasi Product Moment. Sedangkan uji reliabilitas yang paling sering digunakan
adalah uji, Alpha, Hoyt dan Spearman Brown
Skala pengukuran data menjadi hal yang krusial dalam analisis statistika
mengingat ini merupakan salah satu faktor penentu jenis atau tipe teknik statistika
yang akan digunakan untuk menganalisis data. Secara garis besar, berdasarkan skala
pengukurannya data dibedakan menjadi dua : nonmetrik (kualitatif) dan metrik
(kuantitatif). Data nonmetrik meliputi atribut, karakteristik atau sifat kategoris yang
mendeskripsikan suatu subjek. Data metrik meliputi hasil pengukuran atau
pencacahan terhadap suatu subjek tertentu. Berbagai parameter dan statistik yang
dikenal dalam Statistika deskriptif (ukuran pemusatan, ukuran letak, ukuran
persebaran) hanya berlaku pada data yang diukur dengan skala metrik. Secara lebih
terperinci, skala nonmetrik masih dapat dibedakan menjadi nominal dan ordinal
sedangkan skala metrik menjadi interval dan rasio.
Skala Ordinal
Adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan
peringkat antar tingkatan, akan tetapi jarak atau interval antar tingkatan belum
jelas.
Data ordinal adalah data yang berbentuk rangking atau peringkat.
Bila dinyatakan dalam skala, maka jarak satu data dengan yang lainnya tidak
sama.
135
Contoh:
Berilah peringkat supermarket berdasarkan kualitas pelayanannya !
Sri Ratu……………………… 1
Moro ………………………… 3
Matahari ………………….. 5
Rita I ………………………. 2
Rita II ……………………… 4
Super Ekonomi …………. 6
Urutan juara (1, 2, 3); skala likert (STS, TS, N, S, SS); dsb
Skala Interval
Adalah skala pengukuran yang sudah dapat digunakan untuk menyatakan
peringkat antar tingkatan, dan jarak atau interval antar tingkatan sudah jelas,
namun belum memiliki nilai 0 (nol) yang mutlak.
Data dari skala interval adalah data interval .
Contoh:
1. Skala Pada Termometer
2. Skala Pada Jam
3. Skala Pada Tanggal
Skala Likert
Skala Likert’s digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang tentang fenomena sosial.
136
Contoh:
Pelayanan rumah sakit ini sudah sesuai dengan apa yang saudara harapkan.
a. Sangat setuju skor 5
b. Setuju skor 4
c. Tidak ada pendapat skor 3
d. Tidak setuju skor 2
e. Sangat tidak setuju skor 1
Skala nominal
Data berkala nominal hanya bisa digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan
karakteristik antara subjek satu dengan lainnya. Selain itu, data ini juga dapat
digunakan dalam kegiatan klasifikasi atau kategorisasi. Mengingat sifatnya, relasi
aritmatis yang berlaku hanyalah = dan ¹.
Contoh : jawaban dikotomi (ya, tidak); jenis kelamin (pria, wanita); warna lampu lalu
lintas (merah, kuning, hijau); nomor urut parpol Pemilu 2004 (1, 2, …, 48); dsb.
Contoh : temperatur (0o C = 0 o R = 32o F = 273o K); dsb.
Skala rasio
Data berskala rasio memiliki semua karakteristik skala lainnya ditambah dengan
adanya harga nol mutlak, sehingga menempati urutan tertinggi dalam penskalaan.
Dalam skala ini, 10 = (2 ´ 5) = (20 : 2). Transformasi linier yang berlaku adalah Y =
cX. Relasi aritmatis yang berlaku adalah =, ¹, <, >, ≤, ≥, +, –, ´, :, akar dan pangkat.
Contoh : massa; panjang; waktu; cacah benda; nominal uang; dsb.
137
Banyak teknik analisis statistika yang dibedakan berdasarkan tipe skala
pengukuran data, misalnya dikenal istilah analisis data kategorik (categorical data
analysis) untuk menunjukkan bahwa analisis-analisis yang dibahas dalam cabang ini
hanya berlaku untuk tipe data kategorik (nominal) atau paling tinggi ordinal. Contoh
lain, analisis peringkat ( rank analysis) dalam cabang Statistika Nonparametrik hanya
cocok diterapkan pada data-data bertipe ordinal atau yang lebih rendah (nominal)
namun jika diterapkan pada data yang diukur pada skala interval atau rasio maka
kuasa ujinya ( test power) akan lebih rendah dibandingkan kalau digunakan analisis
yang memang didesain untuk tipe data metrik.
Begitu juga dalam analisis multivariat, ada beberapa teknik analisis yang
mensyaratkan data diukur pada skala metrik, misalnya analisis faktor, analisis klaster
dan analisis diskriminan (meskipun dalam perkembangannya para statistisi mampu
menciptakan beragam teknik “derivatif” dari analisis2 ini yang mampu
mengakomodasi data2 nonmetrik). Dalam kondisi seperti ini, jika data yang dimiliki
hanyalah data nonmetrik, akan lebih baik jika digunakan teknik analisis multivariat
nonparametrik. Namun penerapan teknik seperti ini mengandung beberapa kesulitan :
· Penerapan praktis dengan hasil yang memuaskan cenderung mensyaratkan
kondisi-kondisi yang sulit dipenuhi, seperti ukuran sampel yang lebih besar
dibandingkan jika digunakan teknik parametrik
Ada beberapa analisis statistika multivariat yang mensyaratkan data yang
dianalisis diukur pada skala metrik (interval atau rasio), di antaranya analsis klaster
138
dan analisis diskriminan. Dalam kondisi di mana data yang dimiliki hanyalah data
berskala ordinal, diperlukan suatu transformasi yang dapat mengubah skor-skor data
pada variabel yang terlibat (berskala ordinal) menjadi data metrik. Dalam
Psikometrika, metode transformasi seperti ini dinamakan metode penskalaan ( scaling
technique). Metode penskalaan yang populer di antaranya metode rating dijumlahkan
(summated rating) & juga metode yg mirip dengannya, metode interval berurutan
(succesive interval). namun kebanyakan teknik2 ini mengasumsikan data populasi
berdistribusi normal.
2.9 Anthropometri
Dalam membuat suatu desain kita memerlukan data-data
anthropometri, data anthropometri yang berhasil diperoleh akan
diaplikasikan secara luas antara lain dalam hal :
Perancangan peralatan kerja seperti mesin, equipment, perkakas dan
sebagainya
Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi atau
meja komputer, dan lain-lain.
Perancangan areal kerja (stasiun kerja, interior mobil, dan lain-lain).
Pada dasarnya, peralatan kerja yang dibuat dengan mengambil
referensi dimensi tubuh tertentu jarang sekali bisa mengakomodasikan
seluruh range ukuran tubuh dari populasi yang memakainya. Kemampuan
139
penyesuaian (adjustability) suatu produk merupakan satu prasyarat yang
amat penting dalam proses perancangannya, terutama untuk produk-produk
yang berorientasi ekspor.
2.9.1 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya
Manusia pada umumnya mempunyai bentuk dan dimensi ukuran tubuh
yang berbeda. Beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia
yang harus diperhatikan dalam perancangan produk:
• Umur - Secara umum, dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan
bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur, yaitu sejak awal
kelahiran sampai pada umur sekitar 20 tahunan.
• Jenis kelamin – Dimensi ukuran tubuh pria umumnya akan lebih besar
dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk beberapa bagian tubuh
tertentu seperti pinggul, dan sebagainya.
• Suku bangsa (etnis) – Setiap suku bangsa ataupun kelompok etnis akan
memiliki karakteristik fisik yang akan berbeda satu dengan yang
lainnya.
• Posisi tubuh (postur) – sikap ataupun posisi tubuh akan berpengaruh
terhadap ukuran tubuh, oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus
ditetapkan untuk survei pengukuran. Dalam kaitan dengan posisi
tubuh, dikenal 2 cara pengukuran, yaitu :
140
o Pengukuran dimensi struktur tubuh (Structural body dimension)
Disini tubuh diukur dalam berbagai posisi standar dan tidak
bergerak (tetap tegak sempurna). Dimensi tubuh yang diukur
dengan posisi tetap antara lain meliputi berat badan, tinggi badan
dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi /
panjang lutut pada saat berdiri maupun duduk, panjang lengan,
dan sebagainya. Ukuran dalam hal ini diambil dengan persentil
tertentu seperti 5th dan 95th persentil.
o Pengukuran dimensi fungsional tubuh (Functional body
dimensions)
Disini pengukuran dilakukan terhadap posisi tubuh pada saat
berfungsi melakukan gerakan – gerakan tertentu yang berkaitan
dengan kegiatan yang harus diselesaikan.
Sementara itu faktor-faktor yang mempengaruhi variabilitas ukuran
tubuh manusia , antara lain :
• Cacat tubuh, dimana data anthropometri disini akan diperlukan untuk
perancangan produk bagi orang-orang cacat (kursi roda, kaki atau
tangan palsu, dan lain-lain).
• Tebal / tipisnya pakaian yang harus dikenakan, dimana faktor iklim
yang berbeda akan memberikan variasi yang berbeda-beda pula dalam
bentuk rancangan dan spesifikasi pakaian. Dengan demikian dimensi
141
tubuh orang pun akan berbeda dari satu tempat dengan tempat yang
lain.
• Kehamilan atau pregnancy, dimana kondisi semacam ini jelas akan
mempengaruhi bentuk dan ukuran tubuh (khususnya perempuan), hal
ini jelas memerlukan perhatian khusus terhadap produk-produk yang
dirancang bagi segmentasi seperti ini.
2.9.2 Penggunaan Distribusi Normal
Data anthropometri diperlukan untuk rancangan suatu produk bisa
disesuaikan dengan orang yang mengoperasikannya. Ukuran tubuh yang
diperlukan pada dasarnya tidak sulit diperoleh dari ukuran secara
individual, seperti halnya yang dijumpai berdasarkan pesanan. Situasi
menjadi berubah manakala lebih banyak lagi produk standar yang harus
dibuat untuk dioperasikan oleh banyak orang. Permasalahannya adalah
pemilihan ukuran tubuh yang dipilih sebagai acuan untuk mewakili
populasi yang ada. Masalah ini akan lebih mudah diatasi apabila kita dapat
merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai”
(adjustable) dengan suatu rentang ukuran tertentu.
142
Gambar 2-17 Distribusi Normal dengan Data Anthropometri Persentil 95
(Sumber : MCL Bina Nusantara)
Untuk penetapan data anthropometri ini, pemakaian distribusi normal
akan umum diterapkan. Dalam statistik, distribusi normal dapat
diformulasikan berdasarkan harga rata-rata (mean, X ) dan simpangan
baku (standar deviasi, σx). Dari nilai tersebut, maka persentil dapat
ditetapkan sesuai dengan tabel distribusi normal. Dengan persentil, maka
yang dimaksudkan disini adalah suatu nilai yang menunjukkan persentase
tertentu dari orang yang memiliki urutan pada atau di bawah nilai tersebut.
143
Tabel 2-1 Macam Persentil dan Cara Perhitungan Dalam Distribusi Normal
(Sumber : Wikipedia)
Persentil Perhitungan
1 X -2.325 σx
2.5 X -1.96 σx
5 X -1.645 σx
10 X -1.28 σx
50 X
90 X +1.28 σx
95 X +1.645 σx
97.5 X +1.96 σx
99 X +2.325 σx
144
2.9.3 Prinsip-prinsip dalam Perancangan Produk atau Fasilitas Kerja
Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam
anggota tubuh manusia dalam persentil tertentu akan sangat besar
manfaatnya pada saat merancang produk atau fasilitas kerja yang akan
dibuat. Maka prinsip-prinsip yang akan diambil pada data anthropometri
harus ditetapkan lebih dahulu seperti :
1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang
Ekstrim.
Disini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk:
• Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti
klasifikasi ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila
dibandingkan dengan rata-ratanya
• Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain
(mayoritas dari populasi yang ada)
2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Diantara
Rentang Ukuran Waktu.
Disini rancangan dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup
fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai
macam ukuran tubuh, contohnya adalah pada saat perancangan kursi
mobil, dimana kursi tersebut dapat duibah-ubah letaknya bisa digeser
maju mundur tergantung orang yang menggunakannya.
145
3. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-Rata
Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata
ukuran manusia. Problem pokok yang dihadapi dalam hal ini justru
sedikit sekali mereka yang berbeda dalam ukuran rata-rata. Disini
produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran sekitar
rata-rata
2.9.4 Metode Pengukuran Anthropometri
Metoda pengukuran dengan mengunakan data anthropometri di mana ketika
kita akan merancang produk, kita mengunakan perhitungan yang sudah baku
dengan menggunakan persentil, baik persentil besar (90, 95 atau 99) maupun
kecil (5,10) tergantung produk yang akan kita desain. Misalnya dalam mendesain
sebuah pintu. Data rata-rata tinggi orang Indonesia sudah ada sehingga kita
tinggal menghitungnya saja yaitu dengan menggunakan persentil besar. Artinya,
orang yang memiliki tinggi di atas rata-rata pun dapat melewati tinggi pintu
tersebut apalagi orang yang pendek. Dalam metode pengukuran Anthropometri
ini terdapat dua jenis metode, yaitu metode ukur dengan anthropometer dan
metode ukur tukang jahit.
146
2.9.5 Metode Ukur Anthropometri dengan Anthropometer
Metode ini menggunakan kursi anthropometri. Pada metode ini, orang
yang akan diukur, duduk pada kursi anthropometri dan pengukur kemudian
melakukan pengukuran pada bagian-bagian tubuh yang ingin diukur. Orang
yang diukur tidak perlu berpindah-pindah tempat, cukup duduk, dan
mengikuti petunjuk dari pengukur untuk bagian tubuh yang akan diukur.
Kelemahan alat ini adalah tidak dapat mengukur diameter anggota tubuh
karena alat ukur yang kaku (seperti penggaris). Kelebihannya adalah
pengukuran yang cepat, karena terdapat banyak alat pengukur untuk
berbagai posisi.
2.9.6 Metode Ukur Anthropometri Tukang Jahit
Pada metode ini, anggota tubuh yang akan diukur, diukur
menggunakan ukuran tukang jahit yang bersifat elastis. Dengan
menggunakan alat ukur tukang jahit, pengukuran diameter atau lingkar
anggota tubuh lebih mudah. Kelemahannya adalah panjangnya yang
terbatas dan mempunyai kesulitan dalam pengukuran tinggi badan karena
sifat alat ukurnya yang elastis. Pengukuran dengan metode ini memang
bertujuan untuk mengukur diameter anggota tubuh, misalnya untuk
merancang baju atau celana.