makalah kelompok 2 landasan kurikulum
DESCRIPTION
aanalisis kurikulumTRANSCRIPT
i
Landasan
PengembanganKurikulum
MAKALAH
Disusun sebagai tugas pada Mata Kuliah Analisis Kurikulum Sekolah Menengah dan Penjaminan Mutu
Dosen Pengampu : Dr. C. Rudy Prihantoro
oleh :
Kelompok 2
Dedy Fahroni (7816120871)Sandi Somantri (7816120885)Tedi Septihartadi (7816120888)Tuti Alawiyah (7816120889)Wahid Hidayat (7816120890)
ii
PRODI PENELITIAN DAN EVALUASI PENDIDIKAN (PEP) PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA2013
Landasan Pengembangan Kurikulum
i
KATA PENGANTAR
Tiada kata terindah yang pantas untuk diucapkan selain rasa syukur
Alhamdulillah ke hadirat Allah SWT atas segala keluasan rahmat dan kasih
sayang yang tak pernah berhenti kepada seluruh makhluk-Nya. Shalawat dan
salam semoga selalu tercurah kepada Baginda Rasulullah SAW, beserta
segenap keluarga, para shahabat, dan setiap orang yang mengikutinya.
Atas ijin-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Landasan
Kurikulum dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Analisis Kurikulum
Sekolah Menengah dan Penjaminan Mutu. Penyusun menyadari bahwa Makalah
ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun berharap kritik dan
saran yang konstruktif dari pembaca sehingga makalah ini mencapai kepada
kesempurnaan.
Pada kesempatan ini penulis juga menghaturkan ucapan terima kasih
dan semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun umumnya bagi
pembaca.
Penyusun
Landasan Pengembangan Kurikulum
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................4
A. Landasan Filosofis.......................................................................................6
1. Aliran-aliran Filsafat Pada Kurikulum....................................................8
2. Filsafat dan Kurikulum.........................................................................14
B. Landasan Psikologis..................................................................................14
a. Psikologi Belajar.....................................................................................16
b. Psikologi Perkembangan........................................................................19
C. Landasan Sosiologis..................................................................................21
a. Masyarakat dan Kurikulum.....................................................................23
b. Kebudayaan dan Kurikulum....................................................................24
D. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi..........................................26
a. Ilmu Pengetahuan..................................................................................26
b. Teknologi................................................................................................27
c. Perkembangan IPTEK............................................................................27
d. Implikasi terhadap Pengembangan Kurikulum.......................................28
BAB III KESIMPULAN........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................34
Landasan Pengembangan Kurikulum
iii
Landasan Pengembangan Kurikulum
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan yang
sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan, atau bisa dikatakan
memiliki peran yang sangat vital dalam suatu lembaga pendidikan.
Mengingat sangat pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan dan
perkembangan kehidupan manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak
bisa dilakukan tanpa landasan yang kokoh dan kuat,
Mari kita bayangkan andaikata bangunan sebuah rumah dibangun tanpa
landasan pondasi yang kuat maka ketika terjadi goncangan atau diterpa angin
sedikit saja maka rumah tersebut akan mudah rubuh. Demikian halnya dengan
kurikulum jika dikembangkan tidak didasarkan dengan landasan yang tepat dan
kuat maka kurikulum tersebut tidak akan bisa bertahan dengan lama dan bahkan
mungkin akan ditinggalkan oleh pemakainya.
Bila suatu bangunan rumah rubuh yang diakibatkan tidak menggunakan
landasan ( pondasi) yang kuat maka kerugian yang diakibatkan tidak terlalu
besar hanya sebanding dengan harga rumah yang dibangun, dan jika kondisi
keuangan memungkinkan akan segera dengan mudah dibangun kembali. Tapi
bila yang roboh itu adalah kurikulum sebagai alat untuk mempersiapkan
manusia, maka kerugiannya akan bersifat fatal dan tidak bisa diukur dengan
materi karena menyangkut dengan upaya memanusiakan manusia.
Dengan demikian dalam mengembangkan kurikulum harus terlebih dahulu
diidentifikasi dan dikaji secara selektif dan akurat, mendalam dan menyeluruh
landasan apa saja yang harus dijadikan pijakan dalam merancang,
mengembangkan, dan mengimplementasikan kurikulum. Dengan landasan yang
kokoh akan menghasilkan kurikulum yang kuat, yaitu program pendidikan yang
Landasan Pengembangan Kurikulum
2
dihasilkan akan menghasilkan manusia terdidik yang sesuai hakikat
kemanusiaannya baik untuk kehidupan masa kini maupun menyongsong
kehidupan jauh ke masa yang akan datang.
Penggunaan landasan yang tepat dan kuat dalam mengembangkan
kurikulum tidak hanya diperlukan oleh para penyusun kurikulum ditingkat pusat
(makro) akan tetapi terutama harus difahami dan dijadikan dasar pertimbangan
oleh para pengembang kurikulum ditingkat operasional ( satuan pendidikan),
yaitu para guru, kepala sekolah, pengawas pendidikan (supervisor), dewan
sekolah atau komite pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lain yang terkait
( stakeholder).
Robert S. Zais ( 1976 ) mengemukakan empat landasan pengembangan
kurikulum , yaitu : philosophy on the nature of knowledge, society and culture, the
individual dan learning theory. Dengan berpedoman pada empat landasan
tersebut maka perancangan dan pengembangan suatu bangunan kurikulum
yaitu pengembangan tujuan, pengembangan isi/ materi, pengembangan proses
pembelajaran dan pengembangan komponen evaluasi , harus didasarkan pada
landasan filosophis, phisikologis, sosiologis serta ilmu pengetahuan dan
teknologi ( IPTEK)1
Oleh karena itu untuk lebih memahami bagaimana ke empat landasan
kurikulum yang harus diperhatikan oleh guru ketika mengembangkan
kurikulum . Pada makalah ini akan disajikan pembahasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan Landasan pengembangan kurikulum .
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka penulis merumuskan beberapa
rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa itu landasan Pengembangan kurikulum?
1 Robert S.Zais, Curriculum Principle and Foundation , (London : Harper and Row Publisher,
1976), h.20
Landasan Pengembangan Kurikulum
3
2. Ada berapa yang termasuk landasan pengembangan kurikulum?
3. Bagaimana Landasan filosophis pada pengembangan kurikulum?
4. Bagaimana Landasan Psikologis pada pengembangan kurikulum?
5. Bagaimana Landasan Sosial Budaya pengembangan kurikulum?
6. Bagaimana Landasan IPTEK pada pengembangan kurikulum?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan dari
makalah ini adalah :
1. Menjelaskan landasan Pengembangan kurikulum.
2. Menjelaskan aspek saja yang termasuk landasan pengembangan
kurikulum.
3. Menjelaskan bagaimana Landasan filosophis pada pengembangan
kurikulum.
4. Menjelaskan bagaimana Landasan Psikologis pada pengembangan
kurikulum.
5. Menjelaskan bagaimana Landasan Sosial Budaya pengembangan
kurikulum.
6. Menjelaskan bagaimana Landasan IPTEK pada pengembangan
kurikulum.
Landasan Pengembangan Kurikulum
4
BAB II
PEMBAHASAN
Kurikulum sebagai rancangan pendidikan mempunyai kedudukan
yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum dalam pendidikan, maka dalam
penyusunannya harus mengacu pada landasan yang kokoh dan kuat .
Landasan pengembangan kurikulum tidak hanya diperlukan bagi para
penyusun kurikulum (makro) atau kurikulum tertulis yang sering disebut juga
sebagai kurikulum ideal, akan tetapi juga harus dipahami dan dijadikan
dasar pertimbangan oleh para pelaksana kurikulum (mikro) yaitu para
pengawas pendidikan dan para guru serta pihak-pihak lainnya yang terkait
dengan tugas-tugas pengelolaan pendidikan, sebagai bahan untuk dijadikan
instrumen dalam melakukan pembinaan terhadap implementasi kurikulum
di setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Dengan posisinya yang penting tersebut maka penyusunan dan
pengembangan kurikulum tidak bisa dilakukan secara sembarangan, akan
tetapi harus didasarkan pada berbagai pertimbangan, atau landasan agar
dapat dijadikan dasar pijakan dalam menyelenggarakan proses
pendidikan, sehingga dapat memfasilitasi tercapainya tujuan
pendidikan dan pembelajaran secara lebih efisien dan efektif.
Landasan pengembangan kurikulum memiliki peranan yang sangat
penting, sehingga apabila kurikulum diibaratkan sebagai sebuah bangunan
gedung yang tidak menggunakan landasan atau fundasi yang kuat, maka ketika
diterpa angin atau terjadi goncangan, bangunan gedung tersebut akan
mudah rubuh dan rusak. Demikian pula halnya dengan kurikulum, apabila
tidak memiliki dasar pijakan yang kuat, maka kurikulum tersebut akan mudah
terombang-ambing dan yang akan dipertaruhkan adalah manusia (peserta
didik) yang dihasilkan oleh pendidikan itu sendiri.
Landasan Pengembangan Kurikulum
5
Hornby c.s dalam “The Advance Learner’s Dictionary of Current
English” 2 mengemukakan definisi landasan sebagai berikut: “Foundation …
that on which an idea or belief rest; an underlying principle‟s as the
foundations of religious belief; the basis or starting point…”. Jadi menurut
Hornby landasan adalah suatu gagasan atau kepercayaan yang menjadi
sandaran, sesuatu prinsip yang mendasari, contohnya seperti landasan
kepercayaan agama, dasar atau titik tolak.
Dengan demikian landasan pengembangan kurikulum dapat diartikan
sebagai suatu gagasan, suatu asumsi, atau prinsip yang menjadi sandaran
atau titik tolak dalam mengembangkan kurikulum. Untuk mendirikan bangunan
kurikulum diperlukan beberapa landasan. Sanjaya menyatakan bahwa landasan
pengembangan kurikulum ada tiga yaitu landasan filosofis, psikologis, dan
landasan sosiologis-teknologis. 3
Sedangkan Robert S. Zais ( 1976 ) mengemukakan empat landasan
pengembangan kurikulum , yaitu : philosophy on the nature of knowledge,
society and culture, the individual dan learning theory. Dengan berpedoman
pada empat landasan tersebut maka perancangan dan pengembangan suatu
bangunan kurikulum yaitu pengembangan tujuan, pengembangan isi/ materi,
pengembangan proses pembelajaran dan pengembangan komponen evaluasi ,
harus didasarkan pada landasan filosophis, psikologis, sosiologis serta ilmu
pengetahuan dan teknologi ( IPTEK)4
A. Landasan Filosofis
Filsafat berasal dari bahasa Yunani kuno “philos” dan “sophia”. Philos,
artinya cinta yang mendalam, dan Sophia adalah kearifan atau kebijaksanaan.
Dari arti harfiah ini, Filsafat diartikan sebagai cinta yang mendalam akan kearifan
atau kebenaran. Secara popular filsafat sering diartikan sebagai pandangan
hidup suatu masyarakat atau pendirian hidup bagi individu. Dengan demikian
maka jelas setiap individu atau setiap kelompok masyarakat secara filosofis
2 Redja Mudyahardo, Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan,(Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI Nasution,2001), p 83 Sanjaya, WIna. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008.
4 Op.cit. Robert S.ZaisLandasan Pengembangan Kurikulum
6
memiliki pandangan hidup yang mungkin berbeda sesuai dengan nilai-nilai yang
dianggapnya baik.
Dalam pengembangan kurikulum filsafat menjawab hal-hal mendasar bagi
pengembangan kurikulum, antara lain ke mana anak didik akan dibawa ?
masyarakat yang bagaimana yang akan dibentuk melalui pendidikan tersebut ?
apa hakikat pengetahuan yang akan diajarkan kepada anak didik ? norma atau
system yang bagaimana yang harus diwariskan kepada anak didik sebagai
generasi penerus ? bagaimana proses pendidikan harus dijalankan ?
Demikian mendasarnya pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh filsafat.
Dengan kedudukannya yang begitu mendasar, filsafat memiliki paling tidak
empat fungsi yaitu :
Filsafat sebagai sebuah system nilai (value system) menjadi dasar yang
menentukan tujuan pendidikan. Hal ini mengandung arti bahwa pandangan hidup
atau sistem nilai yang dianggap baik dan dijadikan pedoman bagi masyarakat
akan tercermin dalam tujuan pendidikan yang harus dicapai, karena kurikulum
pada hakikatnya berfungsi untuk mempersiapkan anggota masyarakat yang
dapat mempertahankan, mengembangkan diri dan dapat hidup dalam system
nilai masyarakatnya sendiri.
Pendidikan berada dalam kehidupan masyarakat sehingga apa yang
dikehendaki oleh masyarakat untuk dilestarikan melalui pendidikan. Dengan
demikian pandangan dan wawasan yang ada dalam masyasrakat merupakan
pandangan dan wawasan dalam pendidikan. Oleh karena itu, landasan filosofis
pengembangan kurikulum adalah hakikat realistis, ilmu pengetahuan, sistem
nilai, dan hakikat pikiran yang ada dalam masyarakat.
Filsafat pendidikan pada dasarnya adalah penerapan dari pemikiran-
pemikiran filsafat untuk memecahkan permasalahan pendidikan. Dengan
demikian filsafat memiliki manfaat dan memberikan kontribusi yang besar
terutama dalam memberikan kajian sistematis berkenaan dengan kepentingan
pendidikan.
Menurut Nasution (1982: 30-31) guna filsafat pendidikan adalah: Filsafat
pendidikan menentukan arah kemana anak-anak harus dibawah. Sekolah ialah
Landasan Pengembangan Kurikulum
7
suatu lembaga yang didirikan oleh masyarakat untuk mendidik anak-anak ke
arah yang di cita-citakan oleh masyarakat itu. Dengan adanya tujuan pendidikan
kita mendapat gambaran yang jelas tentang hasil yang harus kita capai, individu
yang bagaimanakah yang harus kita hasilkan dengan usaha pendidikan kita.
Filsafat dan tujuan pendidikan menentukan cara dan proses untuk mencapai
tujuan itu. Filsafat dan tujuan pendidikan juga memberi kesatuan yang bulat
kepada segala usaha pendidikan. Segala usaha kita tidak terlepas-lepas,
melainkan saling berhubungan, sehingga terdapat suatu kontinuitas dalam
perkembangan dan kemajuan anak.( Sumber : Nasution,1982. Asas-asas
Kurikulum. Bandung: Jemmars)
Pandangan-pandangan filsafat sangat dibutuhkan dalam pendidikan,
terutama dalam menentukan arah dan tujuan pendidikan. Filsafat akan
menentukan arah ke mana peserta didik akan dibawa. Untuk itu harus ada
kejelasan tentang pandangan hidup manusia atau tentang hidup dan
eksistensinya.
Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh perorangan akan
sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Sedangkan tujuan
pendidikan sendiri pada dasarnya merupakan rumusan yang komprehensif
mengenai apa yang seharusnya dicapai.
Tujuan pendidikan memuat pernyataan-pernyataan mengenai berbagai
kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki oleh peserta didik selaras dengan
sistem nilai dan falsafah yang dianutnya. Dengan demikian, sistem nilai atau
filsafat yang dianut oleh suatu komunitas akan memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan rumusan tujuan pendidikan yang dihasilkannya. Dengan kata lain,
filsafat suatu negara tidak bisa dipungkiri akan mempengaruhi tujuan pendidikan
di negara tersebut. Oleh karena itu, tujuan pendidikan di suatu negara akan
berbeda dengan tujuan pendidikan di negara lainnya, sebagai implikasi dari
adanya perbedaan filsafat yang dianutnya.
Landasan Pengembangan Kurikulum
8
1. Aliran-aliran Filsafat Pada Kurikulum
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kurikulum. Sama
halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, dikenal berbagai aliran filsafat, yang
telah dikembangkan diantaranya :
a. Idealisme
Dalam sejarah filsafat Barat, idealisme selalu identik dengan Plato. Hal
demikian sangat wajar sebab Palto memang dianggap sebagai Bapak dari
filsafat idealisme. Menurut Plato, hakekat segala sesuatu tidak terletak pada sifat
materi atau bendawi, tetapi sesuatu yang berada dibalik materi itu, yaitu ide. Ide
bersifat kekal, immaterial, dan tidak berubah. Walaupun materi hancur, ide tidak
ikut musnah, Pada ranah pendidikan, aliran Idealisme ini menganggap bahwa
hakekat pendidikan adalah semangat ingin kembali kepada warisan budaya
masa silam yang agung dan ideal, sehingga pendidikan diartikan sebagai
“cultural conservation”, yakni sebagai pemelihara kebudayaan Adapun yang
menjadi tujuan pendidikan menurut aliran Idealisme ini adalah untuk membentuk
anak didik agar menjadi manusia yang sempurna, yang berguna bagi
masyarakatnya. Dan sebagai konsekuensi logisnya, maka pendidikan model
aliran Idealisme ini lebih menekankan pengkayaan pengetahuan (transfer of
knowledge) tanpa harus memperhitungkan tuntutan dunia praktis (kerja dan
industri). Dengan model pemikiran seperti itu, maka kurikulum Idealisme
mendasarkan pada prinsip: Pertama, kurikulum yang kaya materi, berurutan, dan
sistematis yang didasarkan pada target tertentu yang tidak dapat dikurangi
sebagai satu kesatuan pengetahuan, kecakapan, dan sikap yang berlaku dalam
kebudayaan yang demokratis. Kedua, kurikulum menekankan penguasaan yang
tepat atas isi atau materi kurikulum. Dari prinsip-prinsip tersebut kemudian dibuat
pedoman dalam merumuskan kurikulum idealisme yang pada dasarnya harus
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anak, yang mengutamakan pada
“essential studies” yang meliputi metode ilmiah, dunia organis dan an-organis,
human environment (lingkungan manusia, budaya, dan alamiah), serta apreasi
terhadap seni.Selain itu dalam kurikulum idealisme sekolah dianggap sebagai
pusat intellectual training dan character building, yang secara formal melatih dan
mengembangkan daya jiwa yang sudah ada.
Landasan Pengembangan Kurikulum
9
b. Pragmatisme
Pragmatisme biasa diidentikkan dengan filsafat bangsa Amerika karena
Pragmatisme merupakan filsafat yang mencerminkan secara kuat sifat
kehidupan Amerika, dimana filsafat ini merupakan penengah antara filsafat
empirisme dan idealisme dengan menggabungkan hal-hal yang berarti antara
keduanya. Kemunculan pragmatisme sebagai aliran filsafat dalam kehidupan
kontemporer telah banyak membawa kemajuan-kemajuan yang pesat baik
dalam ilmu pengethuan maupun tehnologi. Pragmatisme telah berhasil membuat
aktifitas filsafat yang sebelumnya bersifat metafisis, idealis, abstrak, dan
intelektualis yang cenderung “melangit”, menjadi aktifitas riil, inderawi, dan
mnafaatnya langsung bisa dirasakan secara prkatis-pragmatis dalam kehiudpan
sehari-hari. Dalam ranah pendidikan, aliran Pragmatisme berpendapat bahwa
hakekat pendidikan merupakan proses masyarakat mengenal diri. Dengan
perkataan lain, pendidikan adalah proses agar masyarakat menjadi hidup dan
dapat melangsungkan aktifitasnya untuk masa depan. Dengan demikian,
pendidikan adalah proses pembentukan impulse (perbuatan yang dilakukan atas
desakan hati), yang berorientasi pada futuralistic, yakni sebuah pendidikan yang
berwawasan pada masa depan. Dari karakter yang demikian, maka pendidikan
pragmatisme menganjurkan agar yang berbuat, yang menghasilkan, dan yang
mengajar adalah peserta didik sendiri. Sedangkan peran pendidik lebih berfungsi
sebagai fasilitator dan pembimbing. Dalam pandangan Pragmatisme, tidak ada
suatu materi pelajaran tertentu yang bersifat universal dalam sistem dan metode
pelajaran yang selalu tepat untuk semua jenjang sekolah, sebab pengalaman,
kebutuhan serta minat individu atau masyarakat berbeda menurut tempat dan
zaman. Dalam hal ini kurikulum pragmatisme bersifat elastis dan fleksibel sesuai
dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Kurikulum Pragmatisme bergerak
dinamis diatas prinsip kebebasan, menghendaki bentuk yang bervariatif dan
dengan materi yang kaya. Adapun mengenai muatan isi kurikulum, Pragmatisme
mendorong perkembangan pribadi anak didik yang meliputi perkembangan
minat, pikir dan kemampuan praktis. Bentuk demikian inilah yang oleh Kilpatrick
disebut dengan emerging curriculum, yaitu kurikulum yang realistis dari
kehidupan peserta didik. Dalam pelaksanaannya, kurikulum Pragmatisme
mengutamakan pengalaman yang didasarkan atas kebutuhan dan minat peserta
Landasan Pengembangan Kurikulum
10
didik, yang diarahkan bagi perkembangan pribadi secara integral terutama aspek
pikir, perasaan, motorik, dan pengalaman sosial. Demikianlah model kurikulum
aliran Idealisme dan Pragmatisme, yang sebenarnya hanya merupakan
pembedaan secara garis besar saja, karena selain kedua aliran utama tersebut,
masih terdapat aliran-aliran filsafat lain yang memiliki pengikut yang cukup
banyak, dan kemudian terdapat empat aliran saja sebagai penjelas dan penguat
bagi kedua aliran utama tersebut diatas, yaitu perenialisme, esensialisme,
progresivisme dan rekonstruksionisme.
c. Perenialisme
Perenialisme merupakan aliran filsafat yang menganggap bahwa zaman
sekarang sebagai zaman yang kurang “sehat”, dan untuk mengembalikan
kepada keadan semula diperlukan “dokter” yang sudah terkenal. Aliran ini juga
menganggap bahwa kebudayaan dewasa ini mempunyai landasan-landasan
yang kurang jelas sehingga diperlukan usaha-usaha untuk kembali pada
fundamen-fundamennya dengan menunjuk kepada apa yang telah dihasilkan
oleh zaman Yunani dan abad pertengahan. Jelasnya, Perenialisme ini bercorak
regresif, yaitu sikap yang menghendaki kembali pada jiwa yang menguasai
peradaban skolastik Yunani dan abad pertengahan, karena ia merupakan jiwa
yang menuntun manusia hingga dapat dimengerti adanya tata kehidupan yang
telah ditentukan secara rasional.
Dalam hal kurikulum, aliran ini menganggap hal yang terpenting dalam
kurikulum adalah isi (content) mata pelajaran-mata pelajaran yang tepat dan
benar. Oleh karena kondisi demikian, maka dalam pendidikan peran utama
dipegang oleh guru atau pendidik. Keaktifan dan kreatifitas subyek didik
dikembangkan dengan bersendikan atas pengetahuan dan keterampilan yang
benar. Disamping itu, masih menurut aliran Perenialisme, pendidikan
persekolahan diusahakan sama bagi setiap orang, dimana peserta didik diajak
untuk menemukan kembali dan menginternalisasi kebenaran universal dan
konstan dari masa lalu. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam kurikulum
model aliran Perenialisme ini adalah mengkaji terhadap buku-buku yang
membahas peradaban Barat dan abad pertengahan melalui membaca dan
diskusi untuk menyerap dan menguasai fakta-fakta dan informasi.
Landasan Pengembangan Kurikulum
11
d. Essensialisme
Aliran Esensialisme ini hampir mirip dengan Perenialisme. Bedanya, kalau
Perenialisme bercorak regresif, Esensialisme lebih bercorak konservatif, yakni
sikap untuk mempertahankan nilai-nilai budaya manusia. Esensialisme ini
menghendaki pendidikan yang bersendikan atas nilai-nilai yang tinggi, yang
hakiki kedudukannya dalam kebudayaan, dan nilai-nilai inilah yang hendaknya
sampai kepada manusia melalui sipilisasi dan yang telah teruji oleh waktu.
Menurut teori Essentialist ini, tujuan pendidikan adalah sebagai perantara atau
pembawa nilai-nilai yang ada dalam “gudang” di luar ke dalam jiwa peserta didik,
sehingga ia perlu dilatih agar mempunyai kemampuan absorbsi (penyerapan)
yang tinggi. Disini peran guru atau pendidik memiliki peran yang sentral dalam
menyampaikan warisan budaya dan sejarah seputar inti pengetahuan yang
terakumulasi begitu lama dan bermanfaat untuk peserta didik. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa kurikulum menurut aliran ini bersifat subject centered,
dimana guru sebagai pusat pembelajaran yang lebih ditekankan pada
keterampilan membaca, menulis dan menyerap ide-ide demi mengembangkan
mind peserta didik dan kesadaran akan dunia fisik sekitarnya.
e. Progresivisme
Aliran Progresivisme dapat dikatakan telah berbuat banyak dalam
mengadakan rekonstruksi di dalam pendidikan modern dalam abad XX.
Progresivisme banyak meletakkan tekanan dalam masalah kebebasan dan
kemerdekaan kepada peserta didik dan menentang keras pendidikan tradisional,
yang biasanya menentukan materi pembelajaran tanpa memperhatikan
kebutuhan dan minat peserta didik. Menurut George R. Knight, pemikiran
progresivisme banyak sekali dipengaruhi oleh pragmatisme-nya John Dewey dan
Psikoanalisis-nya Sigmund Freud yang menganjurkan lebih banyak kebebasan
untuk berekspresi bagi peserta didik dan lingkungan yang lebih terbuka sehingga
peserta didik dapat mengerahkan energinya dengan cara yang efektif. Menurut
aliran ini, peserta didik dianggap sebagai makhluk yang dinamis, sehingga dia
diberi kesempatan untuk menetukan harapan dan tujuan mereka dan guru
(pendidik) lebih berperan sebagai penasehat, penunjuk jalan, dan rekan
seperjalanan. Disini, guru bukanlah satu-satunya orang yang paling tahu.
Dengan demikian, pendidikan harus berpusat pada peserta didik (child Landasan Pengembangan Kurikulum
12
centered),tidak tergantung pada text book atau metode pengajaran tekstual.
Pendidikan progresivisme juga tidak menggunakan hukuman fisik atau menakut-
nakuti sebagai pembentuk sikap disiplin. Menurut teori Progresive ini, kurikulum
dibangun dari pengalaman personal dan sosial peserta didik. Hal demikian
dilakukan agar peserta didik memiliki keterampilan, alat dan pengalaman sosial
dengan melakukan interaksi dengan lingkungan dan akhirnya memiliki
kemampuan problem solving, baik personal maupun sosial.
f. Rekonstruksionisme
Menurut penggagas teori rekonstruksionis, yaitu George S. Count, aliran
ini muncul sebagai akibat dari penerapan ide-ide demokrasi dan tata ekonomi
kapitalisme yang menjurus pada individualisme dan laises faire. Dan masyarakat
yang demikian perlu direkonstruksi kembali dengan penerapannya yang
menjamin adanya kesamaan. Menurut teori Rekonstruksi, fungsi pendidikan
adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi cakap
dan kreatif sekaligus mampu bertanggungjawab dalam berinteraksi, membangun
serta mengembangkan masyarakatnya. Lebih jauh lagi, agar pendidikan dapat
menyadari antara keterikatan perumbuhan dan perkembangan tehnologi dan
industrialisasi dengan perubahan masyarakat. Disini, pengetahuan atau
kemampuan profesional, misalnya, hendaknya bisa disumbangkan bagi
terbentuknya masyarakat baru. Dan, peran sekolah adalah dengan menjadi
perantara utama bagi perubahan sosial, politik, dan ekonomi dalam masyarakat
dengan membuat peserta didik sadar akan persoalan-persoalan yang dihadapi
umat manusia, memiliki kesadaran untuk memecahkan problem tersebut dan
akhirnya membangun tatanan masyarakat yang baru.
Pada prinsipnya landasan filosofis bersifat normatif yang ditentukan oleh
sistem nilai yang dianut. Dalam mengembangkan kurikulum, pengembang
kurikulum tidak hanya menonjolkan atau mementingkan filsafat pribadinya tetapi
juga perlu mempertimbangkan falsafah yang lain antara lain falsafah Negara,
falsafah lembaga pendidikan, dan staf pengajar atau pendidik.5
5 S. Nasution, Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta : Bina Aksara, 1989), hh. 14-15Landasan Pengembangan Kurikulum
13
a. Falsafah Bangsa
Setiap negara atau bangsa di dunia ini baik Negara berkembang maupun
Negara maju, memiliki falsafah atau pandangan pokok mengenai
pendidikan. Sama halnya di Indonesia memiliki falsafah pendidikan yaitu
Pancasila dan UUD 1945 yang telah diterima secara resmi menjadi filsafat
dan dasar pendidikan nasional.
b. Falsafah Lembaga Pendidikan
Falsafah lembaga pendidikan berpedoman pada falsafah bangsa serta
nilai-nilai masyarakat yang dilayaninya.Tiap lembaga pendidikan
mempunyai misi yang merupakan bagian dari sistem pendidikan
nasional,namun tiap lembaga dapat memiliki sesuatu yang khas yang
berbeda dengan lembaga di daerah/tempat lain.
Dalam merumuskan falsafah lembaga pendidikan secara tertulis perlu
memiliki komponen-komponen berikut : 1) alasan rasional mengenai
eksistensi lembaga pendidikan, 2) prinsip-prinsip pokok yang
mendasarinya, 3) nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi, 4)
prinsip-prinsip pendidikan mengenai hakikat anak didik, hakikat proses
belajar mengajar, dan hakikat pengetahuan. Biasanya dalamfalsafah
lembaga pendidikan belum dimasukkan pengetahuan operasionalyang
spesifik.6
c. Falsafah Pendidik
Seorang pendidik dituntut untuk selalu relevan dengan falsafah yang
berlaku sebagaimana dirumuskan dalam kurikulum yang ditetapkan
lembaga pendidikan. Kurikulum yang baik akan sangat tidak berarti jika
pendidik memiliki falsafah yang berbeda dalam memahami, menafsirkan,
dan melaksanakan kurikulum tersebut. Jadi dalam konteks operasional
kurikulum pendidik merupakan pemegang peran utama.
2. Filsafat dan Kurikulum
Menurut Donald Butler dalam Nana Syaodih “Filsafat memberikan arah
dan metodologi terhadap praktik pendidikan, sedangkan praktik pendidikan
6 Abdullah Idi, Pengembangan kurikulum : Teori dan Praktik, (Yogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010),
h.92Landasan Pengembangan Kurikulum
14
memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan-pertimbangan filofofis” 7. Secara
rinci menurut Nasution bahwa filsafat pendidikan berfungsi: 8
a. Menentukan arah akan kemana siswa harus dibawa (Tujuan)
b. Mendapatkan gambaran yang jelas hasil pendidikan yang harus dicapai
c. Menentukan isi yang akurat yang harus dipelajari oleh para siswa
d. Menentukan cara dan proses untuk mencapai tujuan
e. Memungkinkan untuk menilai hasil yang telah dicapai secara akurat
B. Landasan Psikologis
Aspek psikologis merupakan salah satu aspek yang menjadi landasan
dalam pengembangan kurikulum, pentingnya aspek ini dijadikan sebagai
landasan dikarenakan pada dasarnya sebuah kurikulum dibuat atau
dikembangkan untuk pelaksanaan pendidikan, sedangkan pendidikan akan
melibatkan individu/anak. Seperti yang kita ketahui setiap individu memiliki
keunikan dan kekhasan masing-masing, selanjutnya anak atau individu tersebut
tumbuh dan berkembang sesuai masa perkembangan.
Kurikulum harus dilandasi oleh psikologi, psikologi dijadikan sebagai
acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu harus
dikembangkan. Karakteristik perilaku setiap individu pada berbagai tingkatan
perkembangan merupakan kajian dari psikologi perkembangan. Oleh karena
itu, dalam pengembangan kurikulum landasan psikologi mutlak harus dijadikan
dasar .
Psikologi dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari tingkah
laku manusia dalam hubungan dengan lingkungan, pengertian sejenis
menyebutkan bahwa psikologi merupakan suatu ilmu yang berkaitan dengan
7 Nana Syaodih, Op.cit., h. 44
8 S. Nasution, Op. Cit. , h. 12Landasan Pengembangan Kurikulum
15
proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya pada perilaku,
ilmu pengetahuan tentang gejala dan kegiatan jiwa9.
Kurikulum sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, sudah pasti
berhubungan dengan proses perubahan perilaku peserta didik. Adanya
kurikulum diharapkan dapat membentuk tingkah laku baru berupa kemampuan
atau kompetensi aktual dan potensial dari setiap peserta didik, serta
kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu yang relatif
lama.Psikologi merupakan salah satu landasan dalam pengembangan kurikulum
yang harus dipertimbangkan oleh para pengembang. Hal ini dikarenakan posisi
kurikulum dalam proses pendidikan memegang peranan yang sentral. Dalam
proses pendidikan terjadi interaksi antar manusia, yaitu antara anak didik dengan
pendidik, dan juga antara anak didik dengan manusia-manusia lainnya.
Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi psikologisnya.
Nana Syaodih Sukmadinata menyatakan: ”kondisi psikologis adalah kondisi
karakteristik psikofisik manusia sebagai individu, yang dinyatakan dalam
berbagai bentuk perilaku dalam interaksinya dengan lingkungan”10. Perilaku-
perilaku tersebut merupakan manifestasi dari ciri-ciri kehidupannya, baik yang
nampak maupun yang tidak nampak; baik perilaku kognitif, afektif maupun
psikomotor. Interaksi yang tercipta didalam situasi pendidikan harus sesuai
dengan kondisi psikologis dari anak didik dan pendidik. Interaksi pendidikan di
rumah berbeda dengan di sekolah. Interaksi antara anak dengan guru pada
tingkat sekolah dasar berbeda dengan pada tingkat sekolah menengah pertama
dan atas.11
Anak didik merupakan individu yang sedang berada dalam proses
perkembangan. Tugas utama guru adalah membantu mengoptimalkan
perkembangan peserta didik tersebut. Oleh karena itu, melalui penerapan
landasan psikologi dalam pengembangan kurikulum, tiada lain agar upaya
pendidikan yang dilakukan dapat menyesuaikan dengan hakikat peserta didik.
9 Juane Ellis Ormrod,Psikologi Perkembangan membantu Siswa Tumbuh dan berkembang, (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 9.
10 Nana Syaodih Sukmadinata, Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum ( Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 50.
11 Ibid., h. 51.Landasan Pengembangan Kurikulum
16
Penyesuaian yang dimaksud berkaitan dengan segi materi atau bahan yang
harus disampaikan, penyesuaian dari segi proses penyampaian atau
pembelajarannya, dan penyesuaian dari unsur-unsur upaya pendidikan lainnya.
Apa yang dididikan dan bagaimana cara mendidiknya perlu disesuaikan
dengan tingkat dan pola-pola perkembangan anak. Karakteristik perilaku pada
berbagai tingkat serta pola-pola perkembangan anak menjadi bagian dari
psikologi perkembangan. Sementara itu, model-model atau pendekatan
pembelajaran mana yang dapat memberikan yang optimal, dan bagaimana
proses pelaksanaannya memerlukan studi yang sistematik dan mendalam. Studi
yang demikian merupakan bidang pengkajian dari psikologi belajar. Dengan
demikian, paling tidak ada dua bidang psikologi yang harus mendapatperhatian
para pengembang kurikulum, yakni psikologi perkembangan dan psikologi
belajar. Keduanya sangat diperlukan terutama di dalam proses pemilihan dan
penyusunan isi pendidikan serta proses mendidik atau mengajar. Hal ini
dimaksudkan agar anak didik dapat dilayani secara proporsional.
a. Psikologi Belajar
Psikologi belajar merupakan suatu cabang ilmu psikologi yang
mempelajari tentang bagaimana individu/peserta didik melakukan
kegiatan/perbuatan belajar. Selanjutnya secara sederhana belajar dapat
diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang terjadi melalui pengalaman.
Segala perubahan tingkah laku, baik yang berbentuk kognitif, afektif maupun
psikomotor yang terjadi karena proses pengalaman dapat dikategorikan sebagai
perilaku belajar. Gagne (1965 :5) merumuskan “Learning is a change in human
disposition or capability, which can be retained, and which is not simply
ascribable to the process of growth”12. Menurut Gagne, perubahan tersebut
berkenaan dengan disposisi atau kapabilitas individu. Sementara itu, menurut
Hilgard dan Bower (1966) dinyatakan bahwa perubahan itu terjadi karena
individu berinteraksi dengan lingkungan, sebagai reaksi terhadap situasi yang
dihadapinya. Senada dengan itu Zainal Arifin menyatakan “ Belajar dapat
12 M. Robert Gagne, The Condition Of Learning, ( New York: Rinehart and Winston, 1965), h. 5.Landasan Pengembangan Kurikulum
17
diartikan sebagai suatu proses perubahan tingkah laku karena intreaksi individu
dan lingkungan ”13
Dari beberapa ungkapan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proses
belajar yang dilakukan individu merupakan sebuah proses psikologis yang
melibatkan pikiran dan perasaan siswa yang diserap oleh seluruh panca indra
sehingga segala bentuk perlakuakn yang dibeklikan akan memaknai pehaman
pada diri siswa/.individu tersebut.
Psikologi belajar yang berkembang sampai saat ini, pada dasarnya dapat
dikelompokan menjadi 3, antara lain :
1) Teori Disiplin Mental
Teori disiplin mental disebut juga teori Daya, yang dapat diartikan
bahawa setiap amnuia memiliki berbagai daya, seperti daya lihat/melihat,
daya meraba, daya mengingat dan daya berpikir. Daya yaya tersebut dapat
dilatih atau di displinkan sehingga dapat berfungsi atau digunakan guna
menguasi berbagai pengetahuan. Untuk memaksimalkan fungsi daya-daya
tersebut diperlukan adanyua transfer, kerna belajar bukan untuk menguasi
bahan/materi melainkan pengaruh atau nilai latihan daya. Moriss L Bigge
dalam Sy. Sukmadinata dalam Zainal Arifinmenyatakan ada beberpa teori
yang termasuk rumpun disiplin mental, yaitu : 14
1) Teori disiplin mental theistik, yang berasal dari psikologi daya. Setiap
anak memiliki daya-daya yang dapat dilatih dan dikembangkan.
2) Teori disiplin menatal humanistik, yang bersumber dari psikologi
humanisme klasik Plato dan Aristoteles. Teori ini lebih menekankan
keseluruhan dan keutuhan melalui pendidikan umum (general
education)
3) Teori naturalisme atau natural unfoldment atau self-actualization, yang
bersumber dari psikologi naturalisme-romantik dengan tokoh utama
Jean Jacgues Rousseau. Aanak memiliki kemauan dan kemampuan
untuk belajar dan berkembang sendiri.
13 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Pt. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 55.
14 Ibid., h. 57Landasan Pengembangan Kurikulum
18
4) Apersepsi atau Herbatisme, yang bersumber dari psikologi
struktualisme dengan tokoh utamanya herbart. Belajar adalah
membentuk masa apersepsi yang akan digunakan untuk menguasai
pengetahuan selanjutnya.
Implikasinya dalam pengembangan kurikulum, bagamana isi kurikulum
harus ada mata pelajaran yang dapat mengembangkan daya dalam jiwa
manusia.
2) Teori Behaviorisme
Teori Behaviorisme deisebut juga S-R Conditioning yang terdiri atas
tiga teori, yaitu :
a) Teori S-R Bond, yang bersumber dari psikologi koneksionisme atau
teori asosiasi dengan tokoh utamanya Edward L. Thorndike. Belajar
adalah membentuk hubungan stimulus-respons. Menurut teori iniada
tiga hukum belajar yaitu law of readiness, law of exercise or repetion,
and law of effect.
b) Teori Conditioning atau stimulus-reponse with conditioning dengan
tokoh utamanya adalah Watson. Hubungan stimulus dengan respons
perlu dibantu dengan kondisi tertentu. Misalnya ketika peserta didik
mau masuk kelas ada tanda bel, begitu juga tatkala istirahat, maupun
pulang sekolah.
c) Teori Reinforcement dengan tokoh utamanya C.L. Hull. Jika teori
conditioning, kondisi diberikan pada stimulus, maka dalam teori
reinforcement, kondisi diberikan pada respons, misalnya memberi nilai
tinggi, pujian, atau hadiah.
Belajar adalah pembentukan hubungan anatara stimulus (S) dengan
respon (R). Kuat tidaknya hubungan sangat bergantung pada latihan yang
dilakukan. Beberapa prinsip belajar menurut teori asosiasi, antara lain: (a)
belajar bersifat mekanistis karena menggunakan latihan dan ulangan, (b)
proses belajar memerlukan suatu kondisi tertentu dan reinforcement, (c)
perbedaan individual tidak begitu dipentingkan, (d) kebebasan berpikir kurang
dikembangkan, (e) mengutamakan penguasaan bahan, (f) transfer sangat
Landasan Pengembangan Kurikulum
19
terbatas, (g) proses belajar diamati (observable). (i) bahan pelajaran harus
sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Implikasinya adalah kurikulum harus
mengandung mata pelajaran yang berisi pengetahuan yang luas.
3) Teori Gestalt
Teori ini disebut juga teori lapangan (field theory) dengan tokoh
utamanya Kurt Lewin. Asumsinya adalah keseluruhan lebih bermakna
daripada bagian-bagian. Belajar adalah proses mengembangkan insight.
Belajar merupakan perbuatan yang bertujuan, eksploratif, imajinatif, dan
kreatif. Prinsip-prinsip belajar menurut tgeori gestalt antara lain : (a) bahan
pelajaran disajikan dalam bentuk masalah yang disesuaikan degan
kebutuhan dan minat peserta didik, (b) mengutamakan proses untuk
memecahkan masalah, (c) belajar dimulai dari keseluruhan menuju ke
bagian-bagian, (d) belajar memerlukan insight atau pemahaman, dan (e)
belajar memerlukan reorganisasi pengalaman yang kontinu. Implikasinya
adalah kurikulum harus disusun secara keseluruhan (teori dan praktik)
sehingga memungkinkan peserta didik berinteraksi dengan lingkungan dan
menimbulkan insiht peserta didik.
b. Psikologi Perkembangan
Psikologi perkembangan membahas perkembangan individu sejak masa
konsepsi, yaitu masa pertemuan sel telur dengan spermatosoid sampai dengan
masa dewasa. Informasi tentang perkembangan individu diperoleh melalui studi
yang bersifat longitudinal, cross sectional, psikoanalitik, sosiologik dan studi
kasus. Individu apakah itu seorang anak ataupun orang dewasa, merupakan
kesatuan jasmani-rohani yang tidak dapat dipisah-pisahkan, dan menunjukkan
karakteristik-karakteristik tertentu yang khas. Individu manusia adalah sesuatu
yang sangat kompleks tetapi unik, yakni memiliki banyak aspek seperti aspek
jasmani, intelektual, sosial, emosional, moral dan sebagainya, tetapi
keseluruhannya membentuk satu kesatuan. Pandangan tentang anak sebagai
makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap pengembangan kurikulum
pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan di
samping persamaannya. Implikasi terhadap pengembangan kurikulum menurut
Rudi Susilana dkk. yaitu:
Landasan Pengembangan Kurikulum
20
1) Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat,
minat dan kebutuhannya.
2) Di samping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (Program inti) yang
wajib dipelajari setiap anak di sekolah, disediakan pula pelajaran pilihan
yang sesuai dengan minat anak.
3) Kurikulum di samping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan
juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak yang
berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi
ke jenjang pendidikan selanjutnya.
4) Kurikulum memuat tujuan-tujuan yang mengandung pengetahuan, nilai
atau sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi
yang utuh lahir dan bathin15.
Implikasi lain dari pengetahuan tentang anak terhadap pelaksanaan
pembelajaran (actual curriculum) dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara operasional selalu
berpusat pada perubahan tingkah laku peserta didik.
2) Bahan atau materi yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan,
minat dan perhatian anak, bahan tersebut mudah diterima oleh anak.
3) Strategi belajar mengajar yang digunakan harus sesuai dengan taraf
perkembangan anak.
4) Media yang dipakai senantiasa dapat menarik perhatian dan minat
anak.
5) Sistem evaluasi berpadu dalam satu kesatuan yang menyeluruh dan
berkesinambungan dari satu tahap ke tahap yang lainnya dan
dijalankan secara terus menerus.
Pemahaman terhadap perkembangan anak sangat penting dalam
pengembangan kurikulum, didasarkan pada beberapa alasan :
Pertama, setiap anak memiliki tahapan atau masa perkembangan
tertentu. Pada masing-masing tahapan anak-anak memiliki karakteristik
15 Rudi Susilana, Dkk, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI, 2006), h. 22.
Landasan Pengembangan Kurikulum
21
dan tugas-tugas perkembangan tertentu. Seandainya tugas-tugas
perkembangan itu tidak terpenuhi, akan mengalami hambatan pada
tahapan berikutnya.
Kedua, anak didik yang berada pada masa perkembangan, merupakan
masa yang sangat menentukan untuk keberhasilan dan kesuksesan hidup
mereka. Pada masa tersebut anak mengalami perkembangan yang
sangat cepat dalam berbagai aspek perkembangan.
Ketiga, pemahaman terhadap perkembangan anak, akan memudahkan
dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, baik yang menyangkut
proses pemberian bantuan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi,
maupun dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diharapkan.
C. Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis pengembangan kurikulum adalah asumsi-asumsi
yang berasal dari sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam pengembangan
kurikulum. Mengapa pengembangan kurikulum harus mengacu pada landasan
sosiologis? Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan
baik informal, formal, maupun non formal dalam lingkungan masyarakat,
dan diarahkan agar mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena itu kehidupan masyarakat dan budaya dengan segala
karakteristiknya harus menjadi landasan dan titik tolak dalam
melaksanakan pendidikan.
Jika dipandang dari sosiologi, pendidikan adalah proses
mempersiapkan individu agar menjadi warga masyarakat yang diharapkan,
pendidikan adalah proses sosialisasi, dan berdasarkan pandangan antrofologi,
pendidikan adalah “enkulturasi” atau pembudayaan.“Dengan pendidikan, kita
tidak mengharapkan muncul manusia-manusia yang lain dan asing terhadap
masyarakatnya, tetapi manusia yang lebih bermutu, mengerti, dan mampu
membangun masyarakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses
pendidikan harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik kekayaan, dan
perkembangan masyarakat tersebut .16
16 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum.(Bandung: Remaja Rosdakarya, Landasan Pengembangan Kurikulum
22
Untuk menjadikan peserta didik agar menjadi warga masyarakat
yang diharapkan maka pendidikan memiliki peranan penting, karena itu
kurikulum harus mampu memfasilitasi peserta didik agar mereka mampu
bekerja sama, berinteraksi, menyesuaikan diri dengan kehidupan di masyarakat
dan mampu meningkatkan harkat dan martabatnya sebagai mahluk yang
berbudaya.
Pendidikan adalah proses sosialisasi melalui interaksi insani menuju
manusia yang berbudaya. Dalam konteks inilah anak didik dihadapkan dengan
budaya manusia, dibina dan dikembangkan sesuai dengan nilai budayanya,
serta dipupuk kemampuan dirinya menjadi manusia.
Sekolah adalah institusi sosial yang didirikan dan ditujukan untuk
memenuhi kepentingan dan kebutuhan masyarakat. oleh karena itu, wajar jika
dalam penyusunan dan pelaksanaannya kurikulum sekolah banyak dipengaruhi
oleh berbagai kekuatan sosial yang berkembang dan selalu berubah di dalam
masyarakat. pengaruh tersebut berdampak pada komponen – komponen
kurikulum seperti tujuan pendidikan, siswa, isi kurikulum, maupun situasi sekolah
tempat kurikulum dilaksanakan.
a. Masyarakat dan Kurikulum
Masyarakat adalah suatu kelompok individu yang diorganisasikan
mereka sendiri ke dalam kelompok-kelompok berbeda, atau suatu kelompok
individu yang terorganisir yang berpikir tentang dirinya sebagai suatu
yang berbeda dengan kelompok atau masyarakat lainnya. Tiap masyarakat
mempunyai kebudayaan sendiri-sendiri. Dengan demikian, yang membedakan
masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya adalah kebudayaan. Hal
ini mempunyai implikasi bahwa apa yang menjadi keyakinan pemikiran
seseorang, dan reaksi seseorang terhadap lingkungannya sangat tergantung
kepada kebudayaan dimana ia hidup.
Pendidikan harus mengantisipasi tuntutan hidup ini sehingga dapat
mempersiapkan anak didik untuk hidup wajar sesuai dengan kondisi sosial
budaya masyarakat. Dalam konteks inilah kurikulum sebagai program
1997), p 58
Landasan Pengembangan Kurikulum
23
pendidikan harus dapat menjawab tantangan dan tuntutan masyarakat. Untuk
dapat menjawab tuntutan tersebut bukan hanya pemenuhan dari segi isi
kurikulumnya saja, melainkan juga dari segi pendekatan dan strategi
pelaksanaannya. Oleh karena itu guru sebagai pembina dan pelaksana
kurikulum dituntut lebih peka mengantisipasi perkembangan masyarakat,
agar apa yang diberikan kepada siswa relevan dan berguna bagi kehidupan
siswa di masyarakat, sehingga seperti yang dikatakan oleh Oemar17, Kurikulum
itu harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan diarahkan untuk memenuhi
kebutuhan tersebut, sehingga kurikulum yang demikian itu adalah kurikulum
yang relevan dengan masyarakat.
Penerapan teori, prinsip, hukum, dan konsep-konsep yang terdapat
dalam semua ilmu pengetahuan yang ada dalam kurikulum,
harus disesuaikan dengan kondisi sosial budaya masyarakat
setempat, sehingga hasil belajar yang dicapai oleh siswa lebih bermakna
dalam hidupnya. Pengembangan kurikulum hendaknya memperhatikan
kebutuhan masyarakat dan perkembangan masyarakat. Tyler (1946), Taba
(1963), Tanner dan Tanner (1984) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat
adalah salah satu dasar dalam pengembangan kurikulum. Calhoun, Light, dan
Keller (1997) memaparkan tujuah fungsi sosial pendidikan, yaitu:
1) Mengajar keterampilan.
2) Mentransmisikan budaya.
3) Mendorong adaptasi lingkungan.
4) Membentuk kedisiplinan.
5) Mendorong bekerja berkelompok.
6) Meningkatkan perilaku etik.
7) Memilih bakat dan memberi penghargaan prestasi.
Perubahan sosial budaya, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam suatu masyarakat baik secara langsung maupun tidak
langsung akan mengubah kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat
juga dipengaruhi oleh kondisi masyarakat itu sendiri. Masyarakat kota
17 Oemar Hamalik, Dasar – Dasar Pengembangan Kurikulum,(Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2008), p 76Landasan Pengembangan Kurikulum
24
berbeda dengan masyarakat desa, masyarakat tradisional berbeda dengan
masyarakat modern.
Adanya perbedaan antara masyarakat satu dengan masyarakat
lainnya sebagian besar disebabkan oleh kualitas individu-individu yang
menjadi anggota masyarakat tersebut. Di sisi lain, kebutuhan masyarakat
pada umumnya juga berpengaruh terhadap individu-individu sebagai anggota
masyarakat. Oleh karena itu pengembangan kurikulum yang hanya berdasarkan
pada keterampilan dasar saja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat modern yang bersifat teknologis dan mengglobal. Akan tetapi
pengembangan kurikulum juga harus ditekankan pada pengembangan
individu dan keterkaitannya dengan lingkungan sosial setempat.
b. Kebudayaan dan Kurikulum
Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan ide atau gagasan,
cita-cita, pengetahuan, kepercayaan, cara berpikir, kesenian, dan nilai yang
telah disepakati oleh masyarakat. Daoed Yusuf (1981) mendefinisikan
kebudayaan sebagai segenap perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran
(logika), kemauan (etika) serta perasaan (estetika) manusia dalam rangka
perkembangan kepribadian manusia, perkembangan hubungan dengan
manusia, hubungan manusia dengan alam, dan hubungan manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa. Secara lebih rinci, kebudayaan diwujudkan dalam tiga
gejala, yaitu:
a) Ide, konsep, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan lain-lain.
Wujud kebudayaan ini bersifat abstrak yang berada dalam alam pikiran
manusia dan warga masyarakat di tempat kebudayaan itu berada.
b) Kegiatan, yaitu tindakan berpola dari manusia dalam
bermasyarakat. Tindakan ini disebut sistem sosial. Dalam sistem sosial,
aktivitas manusia bersifat konkrit, bisa dilihat, dan diobservasi.
Tindakan berpola manusia tentu didasarkan oleh wujud kebudayaan
yang pertama. Artinya, sistem sosial dalam bentuk aktivitas manusia
merupakan refleksi dari ide, konsep, gagasan, nilai, dan norma yang
telah dimilikinya.
Landasan Pengembangan Kurikulum
25
c) Benda hasil karya manusia. Wujud kebudayaan yang ketiga ini ialah
seluruh fisik perbuatan atau hasil karya manusia di masyarakat.
Oleh karena itu wujud kebudayaan yang ketiga ini adalah produk dari
wujud kebudayaan yang pertama dan kedua.
Faktor kebudayaan merupakan bagian yang penting dalam
pengembangan kurikulum dengan pertimbangan :18
1) Individu lahir tidak berbudaya, baik dalam hal kebiasaan, cita- cita,
sikap, pengetahuan, keterampilan, dan sebagainya. Semua itu dapat
diperoleh individu melalui interaksi dengan lingkungan budaya,
keluarga, masyarakat sekitar, dan sekolah/lembaga pendidikan.
2) Kurikulum pada dasarnya harus mengakomodasi aspek-aspek sosial
dan budaya. Aspek sosiologis adalah yang berkenaan dengan kondisi
sosial masyarakat yang sangat beragam, seperti masyarakat industri,
pertanian, nelayan,dan sebagainya. Pendidikan di sekolah pada
dasarnya bertujuan mendidik anggota masyarakat agar dapat hidup
berintegrasi, berinteraksi dan beradaptasi dengan anggota
masyarakat lainnya serta meningkatkan kualitas hidupnya sebagai
mahluk berbudaya. Hal ini membawa implikasi bahwa kurikulum sebagai
salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan harus bermuatan
kebudayaan yang bersifat umum seperti: nilai-nilai, sikap-sikap,
pengetahuan, dan kecakapan.
Dilihat dari karakteristik sosial budaya, setiap daerah di wilayah
tanah air Indonesia memiliki ciri khas mengenai adat- istiadat, tata krama
pergaulan, kesenian, bahasa lisan maupun tulisan, kerajinan dan nilai
kehidupannya masing-masing. Keanekaragaman tersebut bukan hanya
dalam kebudayaannya tetapi juga kondisi alam dan lingkungan sosialnya,dan
ini merupakan kekayaan hidup bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan
dikembangkan melalui upaya pendidikan. Beranjak dari kenyataan tersebut,
maka pengembangan kurikulum sekolah harus mengakomodasi unsur-unsur
18 Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran, Kurikulum dan Pembelajaran, (Bandung :Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI, 2009),h.38Landasan Pengembangan Kurikulum
26
lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan materi kurikulum muatan
lokal.
D. Landasan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
a. Ilmu Pengetahuan
Kata ilmu dalam bahasa Arab "ilm" 19 yang berarti memahami, mengerti,
atau mengetahui. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati
dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang telah
dimilikinya. Pada awalnya manusia mencari pengetahuan berdasarkan fakta
yang terpisah, tidak sistematis dan belum memiliki dasar teori yang jelas. Seiring
dengan perkembangan kebudayaan, manusia terus berpikir secara deduktif-
induktif menyusun fakta-fakta yang ada menjadi teori. Teori adalah seperangkat
konstruk atau konsep, definisi atau preposisi yang saling berhubungan 20. Teori
merupakan syarat penting dalam pengembangan suatu ilmu. Dalam setiap ilmu
selalu terdapat teori. Dalam perkembangannya fakta dan teori yang ada
digunakan juga untuk memahami fenomena lain yang didukung oleh
pengalaman. Akhirnya menjadi pengetahuan yang logis dan sistematis. Inilah
yang disebut ilmu pengetahuan .
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa Ilmu pengetahuan
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-
gejala tertentu.
19 Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qu'ran, (Jakarta : Grafindo, 1996), p. 7
20 Zainal Arifin, Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2011),p. 75Landasan Pengembangan Kurikulum
27
b. Teknologi
Teknologi merupakan aplikasi dari ilmu pengetahuan. Teknologi
digunakan diberbagai bidang kehidupan. Tujuan pengunaan teknologi adalah
untuk menciptakan suatu kondisi yang efektif, efisien dan sinergis dengan pola
perilaku manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa teknologi
merupakan hasil kreasi manusia untuk mempermudah orang yang
menggunakannya dalam bekerja maupun dalam belajar. Produk teknologi dapat
berbentuk fisik maupun non fisik. Produk fisik misalnya komputer, televisi, radio,
kendaraan dan sebagainya.produk nonfisik dapat berupa teknik pembelajaran,
sistem evaluasi dan lain sebagainya. Produk teknologi banyak digunakan dalam
bidang pendidikan sehingga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan proses
pendidikan.
c. Perkembangan IPTEK
Ilmu pengetahuan terus berubah dan berkembang . Setiap tahunnya
diperkirakan sekitar 30.000 buku diterbitkan di dunia. Perkembangan ilmu
pengetahuan menuntut individu untuk terus belajar meningkatkan kemampuan
diri . Saat ini, seorang pekerja harus memiliki kemampuan dan keterampilan
yang jauh lebih maju dibandingkan 20 tahun yang lalu. Dalam segala bidang
kehidupan terjadi perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat seperti
dalam bidang pertanian, bisnis, kedokteran, konstruksi maupun informasi.
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu indikator
kemajuan peradaban suatu masyarakat.
Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai hasil karya berpikir manusia
memiliki sifat yang obyektif sehingga dalam bentuk informasi, ilmu pengetahuan
dan teknologi dapat dengan mudah meluas dan diterima oleh masyarakat yang
dapat menjangkaunya. Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dengan cepat
menyebar, terutama yang dirasa sangat berguna dan mudah untuk digunakan
oleh masyarakat.
Kemajuan yang sangat pesat dalam bidang informasi dan teknologi dalam
dua dasa warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi
jangkauan pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada
pergeseran tatanan sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan
Landasan Pengembangan Kurikulum
28
baru antara nilai-nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada
konteks global dan lokal.
d. Implikasi terhadap Pengembangan Kurikulum
Ilmu pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat
sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai
dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar
bagaimana belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai
pengetahuan, serta mengatasi situasi yang ambigu dan antisipatif terhadap
ketidakpastian. Mengingat pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa
menghadapi masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat
termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara langsung
berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum yang di dalamnya mencakup
pengembangan isi/materi pendidikan, penggunaan strategi dan media
pembelajaran, serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung
menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta didik agar memiliki
kemampuan memecahkan masalah yang dihadapi sebagai pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Masyarakat penghasil produk teknologi tentunya akan lebih baik dan
mendalam dalam kemampuan pemanfaatan teknologi yang mereka hasilkan
dibandingkan dengan masyarakat yang hanya menerima teknologi. Bangsa
Indonesia merupakan masyarakat yang banyak menggunakan dan
memanfaatkan teknologi yang dihasilkan oleh bangsa lain. Tetapi belum banyak
menghasilkan produk teknologi. Dilihat dari sumber daya alam dan sumber daya
manusia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dibanding bangsa lain.
Kurikulum yang dikembangkan harus dapat meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik untuk dapat menggunakan
teknologi bahkan menghasilkan produk teknologi baru yang sesuai dengan
perkembangan zaman dan karakter dan budaya masyarakat Indonesia. Hal
Landasan Pengembangan Kurikulum
29
tersebut menuntut para pakar ilmu dan pakar pengembang kurikulum untuk
menentukan dan menyaring dengan tepat apa yang seharusnya diajarkan dan
kepada siapa sesuatu itu diajarkan.
Menurut H. Larry Winecoff, terdapat dua masalah mendasar yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan kurikulum dalam kaitannya dengan Ilmu
Pengetahuan, yaitu 21 :
1. Ilmu apa yang paling penting dalam bidang kajian tertentu bagi suatu
masyarakat?
2. Bagaimana ilmu pengetahuan tersebut disusun sehingga peserta didik
dapat dengan cepat menguasainya?
Winecoff kemudian menjelaskan bahwa pertanyaan pertama harus
direspon dengan baik oleh para pakar keilmuan. Para pakar keilmuan
diharapkan dapat mengejawantahkan ilmunya kedalam kurikulum dengan
mempertimbangkan landasan filosofis, sosiologis dan psikologis. Sementara itu
para ahli kurikulum membantu para pakar dengan bekerjasama sebagai tim
untuk menentukan “ilmu apa yang paling dibutuhkan” dalam pengembangan
kurikulum. Pertanyaan kedua harus dapat diperhatikan baik oleh para pakar ilmu
maupun pengembang kurikulum karena terdapat banyak cara dalam
mengorganisasi ilmu pengetahuan kedalam pembelajaran.
John McNeil, dalam bukunya Curriculum : a Comprehensive Introduction,
menjelaskan bahwa teknologi mempengaruhi kurikulum dalam dua jalan yaitu
dalam aplikasi dan teori. Penerapan teknologi dalam kurikulum merupakan
perencanaan sistematis penggunaan beragam alat dan media untuk
memanipulasi langkah-langkah pembelajaran yang mengacu pada prinsip-prinsip
ilmu perilaku/psikologi. Misalnya Computer Assisted Instruction(CAI), program
bahan ajar, tes, mikrokomputer dengan media penyimpan data, videodisk,
database dan sejenisnya. Dengan teknologi tersebut sistem pembelajaran dan
hasilnya dapat direplikasi, artinya diharapkan hasil pembelajaran yang sama
didapatkan dalam waktu yang berbeda22.
21 H.Larry Winecoff , Curriculum Development and Instructional Planning, (Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1989), p. 27-28Landasan Pengembangan Kurikulum
30
Secara teori, teknologi bermanfaat dalam pengembangan dan evaluasi
materi kurikulum dan sistem pembelajaran. Secara sekilas, teknologi lebih
mengedepankan mengenai “bagaimana mengajar” daripada “apa yang
diajarkan”. Para ahli teknologi lebih memperhatikan mengenai efektifitas dan
efisiensi pembelajaran untuk mencapai hasil tertentu. Pada tahap selanjutnya,
langkah-langkah pembelajaran yang dibuat para ahli teknologi lebih
memperhatikan mengenai “apa yang dipelajari atau tidak”. Tetapi dalam focus
pencapaian tujuan, sasaran atau hasil pembelajaran, para ahli teknologi
cenderung kurang mengembangkan langkah-langkah pembelajaran yang
berkontribusi terhadap serangkaian hasil yang diharapkan.23
. Dengan kehadiran teknologi informasi yang saat ini masih terus
berkembang dengan pesat, perlu langkah-langkah yang tepat untuk
memanfaatkan teknologi tersebut dalam dunia pendidikan dalam upaya
pemerataan kesempatan, peningkatan mutu, relevansi dan efisiensi
perencanaan proses dan evaluasi pendidikan. Teknologi informasi dapat
membantu kegiatan sosialisasi pengembangan dan penerapan kurikulum,
memperluas jangkauan pembelajaran, sebagai sumber belajar dan
pengembangan jaringan kerjasama dalam pelaksanaan sistem pembelajaran.
22 John McNeil, Curriculum:A Comprehensif Introduction edisi ke-5, (New York:HarperCollins
College Publishers, 1996), hal 57-58
23 Loc.cit.Landasan Pengembangan Kurikulum
31
BAB III
KESIMPULAN
1. Kurikulum memiliki peran yang sangat vital dalam suatu
lembaga pendidikan. Mengingat sangat menentukannya peranan
kurikulum, maka ketika mengembangkannya (merancang,
melaksanakan, dan mengevaluasi) harus didasarkan pada
sejumlah landasan yang kuat dan tepat.
2. Pada pokoknya ada empat landasan utama dan bersifat
umum berlaku dalam setiap mengembangkan kurikulum, yaitu:
landasan Filosofis, Psikologis, Sosiologis, dan landasan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
3. Filsafat atau pandangan hidup yang dianut oleh suatu bangsa atau
kelompok masyarakat tertentu atau bahkan yang dianut oleh
perorangan akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang
ingin dicapai yang secara langsung berpengaruh pada
pengembangan kurikulum.
4. Kurikulum harus dilandasi oleh psikologi, psikologi dijadikan
sebagai acuan dalam menentukan apa dan bagaimana perilaku
peserta didik itu harus dikembangkan. Paling tidak ada dua bidang
psikologi yang harus mendapatperhatian para pengembang
kurikulum, yakni psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
5. Dalam penyusunan dan pelaksanaannya kurikulum sekolah banyak
dipengaruhi oleh berbagai kekuatan sosial yang berkembang dan
selalu berubah di dalam masyarakat. pengaruh tersebut berdampak
pada komponen – komponen kurikulum seperti tujuan pendidikan,
siswa, isi kurikulum, maupun situasi sekolah tempat kurikulum
dilaksanakan. Beranjak dari kenyataan tersebut, maka
pengembangan kurikulum sekolah harus mengakomodasi unsur-
Landasan Pengembangan Kurikulum
32
unsur lingkungan yang menjadi dasar dalam menetapkan materi
kurikulum muatan lokal.
6. Pendidikan merupakan upaya menyiapkan siswa menghadapi
masa depan dan perubahan masyarakat yang semakin pesat
termasuk di dalamnya perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi,
maka pengembangan kurikulum haruslah berlandaskan pada ilmu
pengetahuan dan teknologi.
7. Penerapan setiap landasan pengembangan kurikulum, bukan
hanya pada saat kurikulum dirancang atau di buat, tetapi yang
lebih penting penerapan setiap landasan pada pelaksanaan
kurikulum yaitu pada setiap pembelajaran.
8. Penerapan pada setiap pembelajaran tersebut adalah setiap
guru ketika melaksanakan proses pembelajaran harus menjiwai
makna dan fungsi masing-masing landasan terhadap setiap mata
pelajaran yang diajarkannya.
Landasan Pengembangan Kurikulum
33
LATIHAN
Kerjakan soal berikut ini dengan memberi tanda silang pada salah
satu huruf yang dianggap paling tepat.
1. Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum terutama
berfungsi untuk, …
A. Menentukan isi kurikulum C. Menentukan pengelolaan
B. Menentukan evaluasi D. Menentukan tujuan
2. Landasan psikologis dalam pengembangan kurikulum terutama
berfungsi untuk…
A. Menyelaraskan program kurikulum dengan hakekat siswa
B. Membuat kurikulum agar bisa diterima oleh siswa
C. Kurikulum yang dirancang bisa menyenangkan siswa
D. Kurikulum yang dibuat menjamin keberhasilan belajar siswa
3. Masyarakat harus menjadi pertimbangan sebagai landasan
pengembangan kurikulum, karena…
A. Masyarakat yang akan menerima lulusan hasil pendidikan di
sekolah
B. Pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia yang
bernilai
C. Pendidikan memberikan pertimbangan nilai yang diharapkan
masyarakat
D. Masyarakat yang menitipkan putra-putrinya untuk dididk
sehingga menjadi manusia yang bernilai
4. Implementasi dari penerapan landasan sosiologis antara lain
bahwa kurikulum mampu menerapkan peran Konservatif, artinya…
A. Kurikulum harus mengembangkan sesuatu yang baru
Landasan Pengembangan Kurikulum
34
B. Kurikulum harus mengawetkan budaya masa lalu yang masih
relevan
C. Kurikulum harus dapat memberikan penilaian terhadap budaya
D. Kurikulum harus memberikan rasa aman bagi setiap siswa
5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) sangat penting
sebagai landasan pengembangan kurikulum dengan alasan,
kecuali…
A. Kurikulum harus peka dan mampu beradaptasi dengan
perkembangan IPTEK
B. Kurikulum yang dikembangkan harus mampu melahirkan
perkembangan IPTEK
C. Kurikulum berfungsi untuk membuktikan kebenaran dari
hasil perkembangan IPTEK
D. Kurikulum harus mampu mempersiapkan siswa untuk
memahami perkembangan IPTEK
6. IPTEK memiliki dua peran yang sangat penting bagi
pengembangan kurikulum, yaitu…
A. Menentukan hasil dan perkembangan IPTEK
B. Menentukan masukan dan melahirkan perkembangan IPTEK
C. Menentukan proses dan hasil perkembangan IPTEK
D. Menentukan metodologi dan hasil perkembangan IPTEK
7. Berikut ini contoh konkrit penerapan landasan Sosiologis
dalam
pengembangan kurikulum, kecuali…
A. Memasukan muatan lokal menjadi bagian dari isi kurikulum sekolah
B. Contoh dan ilustrasi pembelajaran disesuaikan dengan kondisi lingkungan
C. Program sekolah mengawetkan budaya lama yang sudah tidak sesuai
D. Media pembelajarn menggunakan bahan yang ada di daerah
Landasan Pengembangan Kurikulum
35
EVALUASI
1. Sebutkan minimal empat aliran filsafat yang melandasi pengembangan
kurikulum !
2. Dalam konteks operasional kurikulum, falsafah yang merupakan kunci
utama adalah………………………………………
3. Mengapa landasan psikologi dijadikan salah satu landasan
pengembangan kurikulum ?
4. Dua jenis psikologi yang melandasi pengembangan kurikulum
adalah……………………………………..……………………………………
dan…………………………………………………………………….
5. Mengapa pengembangan kurikulum harus berlandaskan kehidupan
sosial dan budaya masyarakat?
6. Jelaskan secara singkat implikasi perkembangan teknologi terhadap
kurikulum !
Landasan Pengembangan Kurikulum
36
KUNCI JAWABAN
A. LATIHAN :
1. D
2. D
3. A
4. B
5. C
6. B
7. C
B. EVALUASI :
1. Idealisme, Pragmatisme, Perenialisme, Esensialisme,
Progresivisme, Rekonstruksionisme
2. Falsafah pendidik
3. Pada dasarnya sebuah kurikulum dibuat atau dikembangkan
untuk pelaksanaan pendidikan, sedangkan pendidikan akan
melibatkan individu/anak Kurikulum harus dilandasi oleh
psikologi, karena psikologi dijadikan sebagai acuan dalam
menentukan apa dan bagaimana perilaku peserta didik itu
harus dikembangkan.
4. Psikologi Belajar dan Psikologi Perkembangan
5. Anak-anak berasal dari masyarakat, mendapatkan
pendidikan baik informal, formal, maupun non formal
Landasan Pengembangan Kurikulum
37
dalam lingkungan masyarakat, dan diarahkan agar
mampu terjun dalam kehidupan bermasyarakat.
6. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
langsung berimplikasi terhadap pengembangan kurikulum
yang di dalamnya mencakup pengembangan isi/materi
pendidikan, penggunaan strategi dan media pembelajaran,
serta penggunaan sistem evaluasi. Secara tidak langsung
menuntut dunia pendidikan untuk dapat membekali peserta
didik agar memiliki kemampuan memecahkan masalah
yang dihadapi sebagai pengaruh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi
Landasan Pengembangan Kurikulum
38
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Zainal. Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2012.
Gagne, Robert M. The Condition of Learning. New York: Holt, Rinehart
adn Winston, 1965.
Hamalik, Oemar. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT.Remaja Rosdakarya, 2008.
McNeil, John. Curriculum :A Comprehensif Introduction Fifth Ed. New
York: Collins College Publishers, 1996.
Mudyahardo, Redja. Landasan-Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung:
Fakultas Ilmu Pendidikan UPI, 2001.
Ormrod, Juane Ellis. Psikologi Perkembangan membantu Siswa Tumbuh
dan Berkembang. Jakarta: Erlangga, 2009.
R.Susilana, Dkk. Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Jurusan
Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UPI, 2006.
Sanjaya, WIna. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2008.
Sukmadinata, Nana Syaodih. Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1997.
—. Prinsip dan Landasan Pengembangan Kurikulum. Bandung:
PT.REmaja Rosdakarya, 2006.
Tim Pengembang MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Kurikulum dan
Pembelajaran. Bandung: Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
FIP UPI, 2009.
Wahid, Ramli Abdul. Ulumul Qur'an. Jakarta: Grafindo, 1996.
Landasan Pengembangan Kurikulum
39
Winecoff, H. Larry. Curriculum Development and Instructional Planning.
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1989.
Landasan Pengembangan Kurikulum