bab 2 ggga

47
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI GgGA Gangguan Ginjal Akut (GgGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. 4 Diagnosis AKI berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatan >20% bila kreatinin awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Initiations group membuat RIFLE system yang mengklasifikasikan AKI kedalam tiga kategori menurut beratnya (Risk Injury Failure) serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage renal disease). 2 Tabel 1. Klasifikasi AKI Menurut The Acute Dialysis Quality Initiative Group 2 3

Upload: rani-agitah

Post on 24-Jul-2015

118 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 GgGA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI DAN KLASIFIKASI GgGA

Gangguan Ginjal Akut (GgGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan

metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi

ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan

atau tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk

mempertahankan homeotasis tubuh. 4

Diagnosis AKI berdasarkan pemeriksaan laboratorium ditegakkan bila

terjadi peningkatan secara mendadak kreatinin serum 0,5 mg% pada pasien

dengan kadar kreatinin awal <2,5 mg% atau meningkatan >20% bila kreatinin

awal >2,5 mg%. The Acute Dialysis Quality Initiations group membuat RIFLE

system yang mengklasifikasikan AKI kedalam tiga kategori menurut beratnya

(Risk Injury Failure) serta dua kategori akibat klinik (Loss dan End-stage renal

disease).2

Tabel 1. Klasifikasi AKI Menurut The Acute Dialysis Quality

Initiative Group2

Kriteria Laju Filtrasi

Glomelurus

Kriteria Jumlah Urin

Risk Peningkatan serum

kreatinin 1,5 kali

<0,5 ml/kg/jam selama 6

jam

Trauma Peningkatan serum

kreatinin 2 kali

<0,5 ml/kg/jam selama

12 jam

Gagal Peningkatan serum

kreatinin 3 kali atau

<0,5 ml/kg/jam selama

24 jam atau anuria

3

Page 2: BAB 2 GgGA

kreatinin 355 Ωmol/l selama 12 jam

Loss Gagal ginjal akut

persisten; kerusakan total

fungsi ginjal selama lebih

dari 4 minggu

ESRD Gagal ginjal terminal

lebih dari 3 bulan

Pada dasarnya kriteria RIFLE terdiri (bellomo dkk, 2002; Bellomo dkk, 2004;

Bell dkk, 2005; van Biesesn dkk, 2006).

1. Tiga kriteria yang menggambarkan beratnya penurunan fungsi ginjal

berdasarkan kenaikan kreatinin serum, penurunan LFG, dan penurunan

produksi urin dalam satuan waktu. (R= Risk, I=Injury, F=Failure). Ketiga

kriteria ini diharapkan dapat menegakkan diagnosis AKI secara dini

(sensitivity factors).

2. Dua kriteria yang menggambarkan prognosis gangguan ginjal (L=Loss dan

E=End-Stage renal failure). Kedua kriteria ini diharapkan dapat

menentukan secara spesifik prognosis fungsi ginjal selanjutnya (specivity

factors).5,7

Risk (risiko) = R

Adalah jika kadar kreatinin serum meningkat 1,5 kali lebih tinggi

atau Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) menurun lebih dari 25 % dibanding

keadaan sebelumnya. Kriteria lain adalah produksi urin menurun menjadi

<0,5 cc/kgBB/jam selama 6 jam. Selanjutnya Mehta dkk. (2007)

menambahkan satu kriteria lain, yaitu kenaikan kadar kreatini serum >0,3

mg/dl, tanpa melihat kadar sebelumnya. Jika didapatkan salah satu hal

tersebut di atas makan dicurigai adanya risiko terjadinya AKI (RIFLE-R).

Tahap ini adalah yang paling penting untuk diketahui secara dini. Jika

4

Page 3: BAB 2 GgGA

diagnosis AKI ditegakkan pada tahap ini maka biasanya AKI masih

reversible sehingga dapat dicegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.

Seringkali pada tahap ini belum ada gejala klinik yang menonjol. Jika

dibiarkan maka keadaan AKI dapat menjadi progresif menuju kriteria

yang lebih buruk. 5,7

Injury (gangguan) = I

Pada tahap ini telah terjadi gangguan (injury) pada ginjal yang

meungkin akan menimbulkan AKI yang menetap (RIFLE-I). Pada tahap

ini biasanya sudah mulai terlihat gejala klinik AKI.5,7

Failure (gagal) = F

Pada tahap ini kemungkinan sudah terjadi gagal ginjal (RIFLE-F).

pada tahap ini biasanya sudah ditemukan berbagai gejala klinik, antara lain

:overhidrasi, hiperkalemi, asidosis, atau uremi. Pengelolaan pada tahap ini

biasanya sudah menggunakan terapi penganti ginjal (“renal replacement

therapy”).5,7

Loss (L) dan End Stage Failure (E)

Jika penurunan fungsi menetap lebih dari 4 minggu maka ini disebt

sebagai Loss (L). Jika penurunan fungsi ginjal menetap lebih dari 3 bulan

maka disebut sebagai End-Stage Renal (E). 5,7

Tabel 2. Kriteria RIFLE menurut Acute Kidney Injury Network (AKIN)2, 5,11

Tahap Kriteria serum kreatinin Kriteria Urine Output (UO)

1 Kenaikan serum kreatini ≥ 0,3 UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih

5

Page 4: BAB 2 GgGA

mg/dl atau kenaikan 1,5 sampai 2

kali kadar sebelumnya

dari 6 jam

2 Kenaikan serum kreatinin 2

sampai 3 kali kadar sebelumnya

UO<0,5 cc/kg/BB selama lebih

dari 12 jam

3 Kenaikan serum kreatinin 3 kali

kadar sebelumnya, atau serum

kreatinin ≥4 mg/dl dengan

peningkatan akut paling sedikit

sebesar 0,5 mg/dl.

UO<0,3 cc/kg/BB selama lebih

dari 24 jam atau anuri selama 12

jam

Kriteria yang dibuat oleh AKIN di atas sebenarnya tidak berbeda dengan

kriteria RIFLE. Kriteria RIFLE-R sama dengan tahap 1, kriteria RIFLE-I sama

dengan tahap 2 dan kriteria RIFLE-F sama dengan tahap kriteria RIFLE-L dan E

dihilangkan karena dianggap sebagi prognosis bukan tahapan penyakit.

Definisi dan Klasifikasi GgGA Menurut KDIGO5

Menurut KDIGO, GgGA atau AKI didefinisikana sebagai

Kenaikan kreatinin serum ≥0,3 mg/dl (≥26,5 µmol/L)dalam 48 jam

atau

Kenaikan kreatinin serum ≥1,5 kali nilai dasar, dan

diketahui/diasumsikan terjadi dalam 7 hari atau

Produksi urin menurun menjadi <0,5cc/kgBB/jam selama lebih

dari 6 jam

Berdasarkan kriteria RIFLE dan AKIN, KDIGO memberikan rekomendasi

klasifikasi AKI sebagai berikut5

Tabel 3. Klasifikasi AKI berdasarkan Kriteria RIFLE dan AKIN

(KDIGO)

6

Page 5: BAB 2 GgGA

Tahap Kriteria kreatinin serum (SCr) Kriteria urin output

1 Kenaikan kreatini serum 1,5-1,9

kali nilai dasar atau kenaikan

≥0,3 mg/dL (≥26,5 µmol/L)

UO < 0,5 ml/kgBB/jam

selama 6-12 jam

2 Kenaikan kreatinin serum 2-2,9

kali nilai dasar

UO <0,5 ml/kgBB/jam

selama lebih dari 12 jam

3 Kenaikan kreatinin serum 3 kali

nilai dasar ATAU kenaikan

kreatinin serum 4 mg/dL (353,6

µmol/L) dengan peningkatan

akut minimal 0,5 mg/dL (44

µmol/L) ATAU inisiasi TPG

ATAU pasien <18 tahun,

penurunan LFG menjadi < 35

ml/menit per 1,73

UO < 0,3 ml/kgBB/jam

selama lebih dari 24 jam

ATAU anuri selama 12 jam

Rekomendasi klasifikasi AKI oleh KDIGO dibuat berdasarkan

kombinasi kriteria RIFLE dan AKIN. Data penelitian mendukung validitas

kriteria RIFLE dan kriteria AKIN untuk mengidentifikasi kelompok pasien

yang dirawat dirumah sakit dengan peningkatan resiko kematian dan/ atau

kebutuhan untuk TPG. Banyak studi epidemiologi multicenter secara

kolektif menggunakan lebih dari 500.000 subjek untuk membuktikan

bahwa kriteria RIFLE dan/atau kriteria AKIN sebagai metode valid untuk

mendiagnosis dan mengklasifikasikan derajat AKI. Joannidis et all15 pada

tahun 2009 membandingkan kriteria RIFLE dengan dan tanpa kriteria

AKIN, dan didapatkan hasil5 :

1. Klasifikasi AKI berdasarkan kedua kriteria berhubungan dengan

peningkatan angka mortalitas yang serupa diantara keduanya.

2. Kedua kriteria tersebut mengidentifikasi pasien yang “sedikit” berbeda

yaitu kriteria RIFLE gagal mendeteksi 9% kasus yang dapat terdeteksi

7

Page 6: BAB 2 GgGA

dengan kriteria RIFLE dan kriteria AKIN gagal mendeteksi 26,9 %

kasus yang dapat terdeteksi oleh kriteria RIFLE.

Semua data penelitian yang telah disebutkan di atas memberikan gambaran

rasional akan penggunaan kedua kriteria RIFLE dan AKIN untuk

mengidentifikasi pasien dengan AKI.5

2.2 EPIDEMIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT4

2.2.1. Distribusi GgGA

a. Distribusi Menurut Orang

GgGA dapat terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis

kelamin, umur ataupun ras. Menurut penelitian Bates dkk (2000), Boston,

Amerika serikat, GgGA paling banyak diderita oleh laki-laki (71,7%),

sedangkan perempuan ada sebesar 28,3%. Berdasarkan ras jumlah

penderita yang berkulit putih adalah sebesar 82,5%, dan rata-rata terjadi

pada penderita yang berumur 45 tahun.

Menurut penelitian Orfeas Liangos dkk (2001), dari 558.032

penderita GgGA, 51,8% adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebesar

48,2%. Berdasarkan ras, jumlah penderita yang berkulit putih ada sebesar

62,3%, kulit hitam 14,4% dan yang lainnya berjumlah 23,4%.

Berdasarkan umur, penderita GgGA paling banyak diderita oleh kelompok

umur 60-82 tahun.

Menurut penelitian Ravindra L. Mehta dkk (2002), dari empat

rumah sakit yang ada di California Selatan, penderita GgGA yang laki-laki

ada sebesar 71,6% sedangkan perempuan sebesar 28,4%. Berdasarkan ras

jumlah penderita yang berkulit putih adalah sebesar 59,5% dan paling

tinggi terjadi pada mereka yang berusia > 65 tahun (39,0%).

8

Page 7: BAB 2 GgGA

Menurut penelitian Sushrut S.Waikar dkk (2006), di Amerika

Serikat, dari 439.192 orang penderita GgGA, 80,45% adalah penderita

berkulit putih, dimana 53,70% dari jumlah tersebut adalah laki-laki.

Penderita yang berkulit hitam sebesar 19,5% dimana 50,3% dari jumlah

penderita yang berkulit hitam tersebut adalah laki-laki.

b. Distribusi Menurut Tempat

Menurut penelitian Atef dkk (1990), dari dua propinsi yang ada di

Iran dengan jumlah populasi sebanyak 2,3 juta orang, terdapat kasus

GgGA yaitu sebanyak 30 orang dimana 12 diantaranya meninggal, dengan

angka insidensi 13 kasus/1.000.000 penduduk (CFR = 40%).

Menurut penelitian Schiffl dkk (2002), di negara Jerman pada

tahun 1998 terdapat 172 orang penderita GgGA, dimana 59 orang

diantaranya meninggal (CFR = 34,3%). Menurut penelitian Katherine L.

O’Brien dkk (1996) di Haiti terdapat kasus GGA sebanyak 109 orang.

c. Distribusi Menurut Waktu

Menurut penelitian Cengiz Utaz, pada tahun 1991 - 1997 di salah

satu rumah sakit di Kayseri, Turkey, ditemukan penderita GgGA yaitu

berjumlah 323 orang penderita. Menurut Jay L. Xue dkk pada tahun 1992-

2001 di salah satu rumah sakit yang ada di Amerika Serikat ditemukan

255.228 orang yang menderita penyakit GgGA.

Menurut Sushrut S. Waikar pada tahun 2004, dari 3 rumah sakit

yang ada di Amerika Serikat ditemukan 99.629 orang yang menderita

GgGA. Menurut penelitian Fernando Liano, di Madrid, Spanyol, pada

tahun 1977-1980 terdapat 202 orang penderita, dan pada tahun 1991

meningkat menjadi 748 orang penderita.

2.3 ETIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT

9

Page 8: BAB 2 GgGA

Penyebab gangguan ginjal akut secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian,

yaitu pre-renal (gagal ginjal sirkulatorik), renal (gagal ginjal intrinsik), dan post-

renal (uropati obstruksi akut) 2,6

1. GgGA pre-renal

Terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal Hypoperfusion) yang

mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi glomelurus dan kemudian

diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG). Ini disebabkan

oleh

- Hipovolemia, penyebab hipovolemi misalnya pada perdarahan, luka

bakar, diare, asupan kurang, pemakaian diuretik yang berlebihan.

- Penurunan curah jantung pada gagal jantung kongestif, infark

miokardium, tamponade jantung, dan emboli paru.

- Vasodilatasi perifer terjadi pada syok septic, anafilaksis dan cedera dan

pemberian obat antihipertensi

- Gangguan pada pembuluh darah ginjal, terjadi pada proses

pembedahan, penggunaan obat anestesi, obat penghambat

prostaglandin, sindrom hepatorenal, obstruksi pembuluh darah ginjal,

disebabkan karena adanya stenosis arteri ginjal, embolisme,

thrombosis, dan vaskulitis.

- Pada wanita hamil disebabkan oleh sindrom HELLP, perlengketan

plasenta dan perdarahan postpartum yang biasanya terjadi pada

trimester 3.

2. GgGA Renal

Penyebab gagal ginjal akut renal dibagi antara lain

- Kelainan pembuluh darah ginjal, terjadi pada hipertensi maligna,

emboli kolesterol, vaskulitis, purpura, trombositopenia trombotik,

sindrom uremia hemolitik, krisis ginjal, sclerodema, dan toksemia

kehamilan.

- Penyakit pada glomerulus, terjadi pada glomerulonephritis.

10

Page 9: BAB 2 GgGA

- Nekrosis tubulus akut akibat iskemia, zat nefrotoksik

3. GgGA post-renal

Penyebab gagal ginjal post-renal dibagi menjadi dua yaitu

- Sumbatan ureter yang terjadi pada fibrosis atau tumor retroperitoneal,

striktura bilateral, pascaoperasi atau radiasi, batu ureter bilateral,

nekrosis papiler lateral.

- Sumbatan uretra, hipertrofi prostate benigna, kanker prostat, striktura

ureter, kanker kandung kemih, kanker serviks, dan kandung kemih

“neurogenik”.

Gambar 1. GgGA post-renal

2.4 PATOFISIOLOGI GANGGUAN GINJAL AKUT

11

Page 10: BAB 2 GgGA

2.4.1 GgGA pre-renal

Patofisiologi GgGA pre-renal menggambarkan reaksi dari fungsi

ginjal yang sebelumnya normal akibat kekurangan cairan. Berkurangnya

perfusi ginjal dan berkurangnya volume efektif arterial akan menimbulkan

perangsangan aktivitas system saraf simpatis dan juga system renin

angiotensin aldosterone. Perangsangan system renin angiotensin

aldosterone akan mengakibatkan peningkatan kadar angiotensin II yang

akan menimbulkan vasokontriksi arteriol aferen glomerulus ginjal. Tetapi

efeknya akan meningkatkan hormone-hormon vasodilator prostaglandin

sebagai upaya kontraregulasi. Vasokontriksi pada post-glomerulus serta

lajufiltrasi glomerulus (LFG) agar tetap normal. Beberapa faktor-faktor

gangguan hemodinamik yang akan meningkatkan kadar angiotensin II,

akan merangsang pula system saraf simpatis sehingga terjadi reabsorbsi air

dan garam di tubulus proksimal ginjal. Pada keadaan tersebut terjadi

perangsangan sekresi dari hormone-hormon aldosterone dan vasopressin

sehingga mengakibatkan peningkatan reabsorbsi natrium, urea, dan air

pada segmen distal dari nefron. 7

Profil urin yang klasik pada pasien dengan azotemia pre-renal

adalah terdapatnya kadar natrium dalam urin rendah (<20 meq/L),

“fractional exrection of natrium” rendah (<1), “fractional excretion of

urea” rendah (<35%) dan osmolaritas urin yang tinggi. Mekanisme

regulasi tersebut diatas dapat terganggu atau tidak dapat lagi dipertahankan

apabila pasien GgGA pre-renal mengalami gangguan hipoperfusi ginjal

yang berat atau berlangsung lama. (Abuelo J.G, 2007, Khalil P,2008,

Lameire N, 2005).7

2.4.2 GgGa Intrinsik

1. Acute Tubular Necrosis (ATN)

12

Page 11: BAB 2 GgGA

Diawali oleh “fase oliguria” yang terjadi dalam 24 jam pertama

setelah terjadinya gangguan (injury) pada ginjal. Keadaan ini dapat

berlangsung dan berakhir selama 1-2 minggu. Selanjutnya diikuti oleh

“fase diuresis” yang ditandai dengan bertambahnya volume urin secara

progresif dan menandakan akan terjadi perbaikkan fungsi ginjal.

Kelainan sedimen urin pada ATN adalah terdapatnya sel-sel epitel

tubulus, “granular cast” yang kasar yang disebut “ muddy brown

cast”. 7

2. ATN-Iskemik (Ischemic Referfusion)

Diawali oleh tahap pre-renal yang kemudian diikuti dengan

keadaan yang lebih menonjol yang terjadi akibat hipotensi

berkepanjangan serta iskemik ginjal, disebut sebagai tahap inisiasi

(initiation). Tahap ini ditandai oleh kerusakan sel-sel epitel dan

endotel. Tahap inisiasi akan diikuti oleh “tahap ekstensi” (ekstension)

dimana terjadi bukan hanya gangguan iskemik saja. Tahap ini akan

dimediasi oleh terjadinya kerusakan endotel mikrovaskular dan

aktivasi dari jalur-jalur inflamasi. Kemudian tahap ekstensi akan

diikuti oleh “tahap pemeliharaan” (maintanance) dimana pada keadaan

ini sel-sel epitel dan endotel akan mengalami perbaikan dan

“redifferentiation” sehingga terjadi perbaikan fungsi ginjal atau “fase

perbaikan” (recovery).7

3. ATN Nefrotoksik

ATN nefrotoksik dapat disebabkan baik oleh toksin endogen

maupun eksogen. Pada hemolysis intravascular berat atau

rhabdomyolisis dapat terjadi ATN akibat sumbatan dari pigeman heme

endogen dari hemoglobin maupun myoglobin. Toksin eksogen jarang

sekali menimbulkan ATN dan biasanya ditimbulkan akibat

13

Page 12: BAB 2 GgGA

penggunaan antibiotika golongan aminoglukosida atau amphotericine,

radiokontras, serta obat-obatan khemoterapi.7

4. ATN yang Berhubungan dengan Sepsis (GgGA-Sepsis)

Patogenesis GgGA sepsis berhubungan dengan faktor-faktor

hemodinamik aliran darah di ginjal. Pada keadaan syok septik terjadi

pemeliharaan dari peran adenosine triphosphate (ATP) sehingga dapat

disimpulkan bahwa iskemia atau kegagalan bioenergik bukanlah

penyebab utama dari menurunnya LFG pada sepsis, tetapi perubahan

keadaan hemodinamik inter-renal memang terjadi dan berperan dalam

penurunan fungsi ginjal (Wan L, 2008; Langenberg C, 2006).7

2.4.3 GgGA Post-Renal

Gagal ginjal post-renal, GgGA post-renal merupakan 10% dari

keseluruhan GgGA. GgGA post-renal disebabkan oleh obstruksi intra-

renal dan ekstrarenal.8 GgGA terjadi akibat sumbatan dari system traktus

urogenitalis. Sumbatan dapat terjadi pada tingkat buli-buli dan uretra atau

disebut juga sumbatan tingkat bawah, atau terjadi pada ureter dan pelvis

ginjal yang disebut dengan sumbatan tingkat atas. Sifat sumbatannya dapat

total dan akan disertai anuria, atau parsial yang biasanya tidak memiliki

manifestasi klinik. Untuk mengevaluasi keadaan-keadaan tersebut di atas

memerlukan pemeriksaan pencitraan yang spesifik.7

Pada fase awal dari obstruksi total ureter yang akut terjadi

peningkatan alirandarah ginjal dan peningkatan tekanan pelvis ginjal

dimana hal ini disebabkan oleh prostaglandin-E2. Pada fase ke-2, setelah

1,5-2 jam, terjadi penurunan aliran darahginjal dibawah normal akibat

pengaruh tromboxane-A2 dan A-II. Tekanan pe lv i s ginjal tetap

meningkat tetapi setelah 5 jam mulai menetap. Fase ke-3 atau fase

14

Page 13: BAB 2 GgGA

kronik,ditandai oleh aliran ginjal yang makin menurun dan penurunan

tekanan pelvis ginjalke normal dalam beberapa minggu. Aliran darah

ginjal setelah 24 jam adalah 50%dari normal dan setelah 2 minggu tinggal

20% dari normal. Pada fase ini mulai terjadi pengeluaran mediator

inflamasi dan faktorfaktor pertumbuhan yang menyebabkan fibrosis

interstisial ginjal.8

Gambar 2. GgGA post-renal

2.5 MANIFESTASI KLINIS13,14

Gejala klinis yang terjadi pada penderita AKI, yaitu :

a) Penderita tampak sakit dan letargi disertai mual, muntah, diare, pucat

(anemia) bahkan sampai kejang dan penurunan kesadaran

b) oligouria bila produksi urine > 40 ml/hari

c) anuri bila produksi urin < 50 ml/hari

d) nokturia (buang air kecil di malam hari)

e) Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang

menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan)

f) Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki

g) Tremor tangan

h) Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi

15

Page 14: BAB 2 GgGA

i) Nafas mungkin berbau urin dan kadang-kadang dapat dijumpai adanya

pneumonia uremik

j) Gejala klinis sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang).

Tahapan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi 3 stadium, yaitu:13

1. Stadium Oliguria

Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24 sampai 48 jam

sesudahterjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin normal adalah 1-2

liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi penurunan produksi urin

sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang produksi urin sampai

kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut dengan anuria. Pada fase ini

penderita mulai memperlihatkan keluhan-keluhan yang diakibatkan oleh

penumpukan air dan metabolit-metabolit yang seharusnya diekskresikan

oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah, sakit kepala, kejang dan lain

sebagainya. Perubahan pada urin menjadi semakin kompleks, yaitu

penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam plasma terjadi perubahan

biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi serum urea, kreatinin,

elektrolit (terutama K dan Na).

2. Stadium Diuresis

Stadium diuresis dimulai bila pengeluran kemih meningkat sampai

lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai 4 liter/24 jam.

Stadium ini berlangsung 2 hingga 3 minggu. Volume kemih yang tinggi

pada stadium ini diakibatkan karena tingginya konsentrasi serum urea dan

juga disebabkan karena masih belum pulihnya kemampuan tubulus yang

sedang dalam masa penyembuhan untuk mempertahankan garam dan air

yang difiltrasi. Selama stadium dini diuresis, kadar urea darah dapat terus

meningkat, terutama karena bersihan urea tak dapat mengimbangi

produksi urea endogen. Tetapi dengan berlanjutnya diuresis, azotemia

16

Page 15: BAB 2 GgGA

sedikit demi sedikit menghilang, dan pasien mengalami kemajuan klinis

yang benar.

3. Stadium Penyembuhan

Stadium penyembuhan AKI berlangsung sampai satu tahun dan

selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali normal dan fungsi

ginjal membaik secara bertahap, anemia dan fungsi ginjal sedikit demi

sedikit membaik, tetapi pada beberapa pasien tetap menderita penurunan

laju filtrasai glomerulus yang permanen.

2.6 PENEGAKAN DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan untuk dapat membedakan GgGA pre-renal,

renal, dan post-renal. Diawali dengan menanyakan riwayat penyakit

untuk mengetahui saat mu l a in ya GgGA se r t a f ak to r - f ak to r

pence tu s yan g t e r j ad i . 6

Hal yang harus diperhatikan dalam menegakkan diagnosis GgGA adalah9,15 :

1) Anamnesis yang baik, serta pemeriksaan jasmani yang teliti yang

ditujukan untuk mencari penyebab AKI, misalnya: operasi kardiovaskular,

angiografi, riwayat infeksi (infeksi kulit, infeksi tenggorokan, infeksi

saluran kemih), riwayat bengkak, riwayat kencing batu.

2) Membedakan gagal ginjal akut dan kronik, misalnya: anemia dan ukuran

ginjal yang kecil menunjukkan keadaan gagal ginjal kronik.

3) Untuk mendiagnosis AKI diperlukan pemeriksaan berulang fungsi ginjal

berupa kadar ureum, kreatinin, dan laju filtrasi glomerulus. Pada pasien

yang dirawat, selalu diperiksa asupan dan keluaran cairan, berat badan

untuk mengetahui apakah terjadi kehilangan atau kelebihan cairan tubuh.

Pada gagal ginjal akut yang berat, dengan menurunnya fungsi ginjal maka

ekskresi air dan garam juga berkurang sehingga dapat menimbulkan

17

Page 16: BAB 2 GgGA

edema. AKI juga dapat menyebabkan asidosis metabolik yang

dikompensasi dengan pernapasan kussmaul. Umumnya manifestasi AKI

lebih didominasi oleh faktor presipitasi atau penyakit utamanya.

4) Evaluasi pasien dengan gangguan ginjal akut

Tabel 4. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi Pre-renal7

Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik

Kehilangan volume cairan tubuh

Melalui dehidrasi, perdarahan, gastro-

intestinal, ginjal, kulit (luka bakar),

dll

Lemah badan, rasa haus

Hipotensi ortostatik, nadi cepat

dangkal, bibir kering, turgor

kurang.

Oligo-anuria

Penurunan volume efektif

pembuluh darah (cardiac output)

Misal infark miokard, kardiomiopati,

pericarditis, aritmia, disfungsi katup,

gagal jantung, emboli paru, hipertensi

pulmonal, dll.

Redistribusi cairan

Misal sindroma nefrotik, sirosis

hepatis, syok vasodilator, peritonitis,

pangkreatitis, rhabdo-miolisis, obat

vasodilator.

Sesak napas

Normotensi atau hipotensi

(tergantung autoregulasi cairan

tubuh)

Oligo-anuri

Edeme paru

Edeme tungkai

Obtruksi renovaskuler

Misal arteri renalis (stenosis

intravaskuler,embolus, laserasi

thrombus), vena renalis (thrombosis

intravaskuler, infiltrasi tumor)

Vasokontruksi intra-renal primer

Missal NSAID, siklosporin, sindrom

hepatorenal, hipertensi maligna, pre-

Biasanya urine output normal.

Bila terjadi oligo-anuri, dapat

menimbulkan gejala edema paru,

Edema tungkai

18

Page 17: BAB 2 GgGA

eklampsi, scleroderma.

Tabel 5. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi renal7

Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik

Tubular Nekrosis akut :

Obat-obatan (aminoglikosida,

cisplatin, amphotericin B), Iskemia

(apapun sebabnya), syok septik

(apapun sebabnya), obstruksi

intratubuler (rhabdominalis,

hemolysis, multiple myeloma, asam

urat, kalsium oksalat), toksin (zat

kontras radiologi, karbon

tetraklorid, etilenglikol, logam

berat).

Anamnesis sesuai etiologi

- Pada nefrotoksik ATN atau

nefritis intertisial (adanya

konsumsi obat-obatan,

penggunaan radiokontras)

- Pada iskemik ATN : keluhan

panas badan (akibat

infeksi/sepsis) atau sesak napas

(pada gagal jantung)

- Pada glomerulonephritis akut

adanya riwayat demam akibat

infeksi streptokokus, SLE, dll.

- Pada hemolysis, adanya riwayat

transfuse

Pemeriksaan fisik

- Tensi : hipertensi (gagal

jantung, hipertensi akselerasi)

Hipotensi (dehidrasi, syok)

- JVP : meningkat (gagal jantung)

Menurun (dehidrasi)

- Suhu : demam pada

infeksi/sepsis

- Kulit : butterfly rash(SLE),

purpura (vaskulitis)

- Mata : ikterik (sepsis, hepatitis)

Nefritis Intertisial akut

Obat-obatan (penisilin, NSAID,

inhibitor ACE, allopurinol,

cimetidine, H2 blockers, proton

pump inhibitor, infeksi

(streptokokus, difteri, leptospirosis),

metabolic (hiperurikemia,

nefrokalsinosis), toksin (etilene

glikol, kalsium oksalat), penyakit

autoimun (SLE, cryoglobulinemia).

Glomerulonefritis Akut

Pasca-infeksi (streptokokus,

bakteria, hepatitis B, HIV, abses

visceral), vaskulitis sistemik (SLE,

Wegener’s granulomatous,

19

Page 18: BAB 2 GgGA

poliarteritis nodusa, Henoch-

Schonlein purpura, IgA nefritis,

sindrom Goodpasture,

Glomerulonefritis membrano-

proliferative Idiopatik)

Oklusi mikrokapiler/ glomerular

dan nekrosis kortikal akut

Thrombotic thrombocytopenic

purpura, hemolytic uremic

syndrome, disseminated

intravascular coagulation,

cryoglobulinemia, emboli

kolesterol.

- Jantung L takikardia, murmur

(gagal jantung), nadi ireguler

(infark).

- Paru : ronkhi (edema paru

Wegener)

- Abdomen : nyeri CVA, asites,

hidronefrosis

Tabel 6. Diagnosis klinik GgGA dengan etiologi post-renal7

Anamnesis penyakit Pemeriksaan fisik

Obstruksi ureter

(bilateral/unilateral)

Missal tumor, batu, bekuan darah, dll

Nyeri kolik abdomen

Dysuria, obtruksi urin

Obstruksi kantung kemih atau

uretra

Missal tumor, hipertrofi prostat,

neurogenic bladder, prolapse uteri,

batu, bekuan darah, obstruksi kateter

Demam

Pembesaran ginjal, vesika urinaria

Pembesaran prostat

Pemeriksaan Klinis

Petunjuk klinis AKI prarenal antara lain adalah gejala haus,

penurunan UO dan berat badan dan perlu dicari apakah berkaitan dengan

20

Page 19: BAB 2 GgGA

penggunaan OAINS, penyekat ACE dan ARB. Pada pemeriksaan fisis

dapat ditemukan tanda hipotensi ortostatik dan takikardia, penurunan

jugular venous pressure (JVP), penurunan turgor kulit, mukosa kering,

stig- mata penyakit hati kronik dan hipertensi portal, tanda gagal jantung

dan sepsis. Kemungkinan AKI renal iskemia menjadi tinggi bila upaya

pemulihan status hemodinamik tidak memperbaiki tanda AKI. Diagnosis

AKI renal toksik dikaitkan dengan data klinis penggunaan zat-zat

nefrotoksik ataupun toksin endogen (misalnya mioglobin, hemoglobin,

asam urat). Diagnosis AKI renal lainnya perlu dihubungkan dengan gejala

dan tanda yang menyokong seperti gejala trombosis, glomerulonefritis

akut, atau hipertensi maligna.5,7,9,10 AKI pascarenal dicurigai apabila

terdapat nyeri sudut kostovertebra atau suprapubik akibat distensi

pelviokalises ginjal, kapsul ginjal, atau kandung kemih. Nyeri pinggang

kolik yang menjalar ke daerah inguinal menandakan obstruksi ureter akut.

Keluhan terkait prostat, baik gejala obstruksi maupun iritatif, dan

pembesaran prostat pada pemeriksaan colok dubur menyokong adanya

obstruksi akibat pembesaran prostat. Kandung kemih neurogenik dapat

dikaitkan dengan pengunaan antikolinergik dan temuan disfungsi saraf

otonom.5,7,9,10

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis gangguan ginjal akut

terdiri dari urinalisis, kimia darah, pemeriksaan radiologis, dan bila perlu dilakukan

pemeriksaan biopsi ginjal.

Pemeriksaan urinalisis sebaiknya dilakukan sebelum pemberian

diuretika. Adanya proteinuria (> 3 g/24 jam), eritrosit, silinder eritrosit,dan

silinder granular ditemukan pada glomerulonefritis atau vaskulitis. Bila

21

Page 20: BAB 2 GgGA

tidak ditemukan adanya elemen seluler dan proteinuria maka kemungkinan

AKI prerenal dan pascarenal.11

Hasil pemeriksaan biokimiawi darah (kadar Na, Cr, urea plasma)

dan urin (osmolalitas urin, kadar Na, Cr, urea urin) secara umum dapat

mengarahkan pada penentuan tipe AKI, seperti yang terlihat pada tabel.

Tabel 7. Kelainan analisis urin (dimodifikasi)2,5

Pemer ik saan penun j ang l a i n yang pen t i ng ada l ah

pemer ik san USG g in j a l untuk menentukan ukuran ginjal dan

untuk mengenali batu dan hidronefrosis, bila perlu lakukan biopsy

ginjal sebelum terapi akut dilakukan pada pasien dengan GgGA yang

etiologinya tidak diketahui. Angiografi (pemeriksaan rontgen

pada arteri danvena ) d i l akukan j i ka d iduga penyebabnya

adalah penyumbatan pembuluh darah. Pemeriksaan lainnya yang bisa

membantu adalah CT scan dan MRI. Jika pemeriksaan tersebut tidak dapat

menunjukkan penyebab dari gagal ginjal akut, maka dilakukan biopsy

(pengambilan jaringan untuk pemeriksaan mikroskopis) misalnya pada

nekrosis tubular akut. Perlu diingat pada Angiografi, dengan

menggunakanmedium kontras dapat menimbulkan komplikasi klinis yang

ditandai dengan peningkatan absolute konsentrasi kreatinin serum

22

Page 21: BAB 2 GgGA

setidaknya 0,5 mg/dl (44,2 μmol/l)atau dengan peningkatan relative

setidaknya 25 % dari nilai dasar.6

2.7 PENATALAKSANAAN GANGGUAN GINJAL AKUT

Terapi konservatif ( suportif)

Tujuan terapi konservatif

Mencegah progresifitas penurunan fungsi ginjal

Meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia

Mempertahankan dan memperbaiki metabolisme secara optimal

Memelihara keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa

Tabel 8. Tata laksana Konservatif Komplikasi GgGA2,5,7,10

Pengelolaan GgGA yang masih menjadi kontroversi7

23

Page 22: BAB 2 GgGA

Pada kasus-kasus GgGA, terutama yang disertai penyakit kritis,

atau disertai dengan gagal multi-organ, beberapa cara pengelolaan masih

menjadi kontroversi, antara lain sebagai berikut :

a. Terapi Diuretik

Diuretik yang paling sering digunakan adalah furosemide (loop

diuretic ) karena golongan thiazide tidak lagi bekerja efektif jika LFG

< 30 cc/ menit. Sampai saat ini manfaat penggunaan terapi diuretic

pada GgGA masih kontroversial. Ho dan Sheridan (2006) membuat

meta analisis mengenai pemberia diuretic pada pasien GgGA yag

dirawat diruang intensif. Mereka tidak mendapatkan manfaat klinik

pemberian diuretic. Perlu diperhatikan bahwa pemberian diuretic yang

tidak tepat indikasinya dapat menaikkan progresivitas gagal ginjal dan

kematian sebesar 77% (Barclay,2002).

Bila diputuskan akan diberikan diuretic pada pasien, maka beberapa

langkah harus diperhatikan (Bagshaw dkk, 2008)

- Pastikan bahwa fungsi ginjal pasien tidak memburuk dengan

pemberian furosemide

- Tentukan etiologi dan tahapan GgGA. Pada etiologi post-renal

tidak bermanfaat memberikan diuretic karena adanya obstruksi

saluran kemih. Pada GgGA tahap awal terapi diuretic lebih

besar kemungkinan berhasilnya. Jika diberikan pada GgGA

tahap lanjut, kemungkinan berhasilnya kecil bahkan dapat

memperpanjang masa kontriversi.

- Pastikan bahwa pasien tidak dehidrasi. Jika mungkin dipasang

dan diukur CVP (central venous pressure). Atau dilakukan tes

cairan (fluid Challenge), yaitu pemberian cairan isotonic dalam

jumlah kecil (250-300 cc) dalam 15-30 menit. Bila jumlah urin

bertambah pasien harus direhidrasi terlebih dahulu.

Dosis diuretic

24

Page 23: BAB 2 GgGA

Sebagai dosis awal dapat diberikan sebagai bolus 40 mg Furosemid

IV. Bila tida ada reaksi dosis dapat digandakan atau diberikan

secara infus (drip) cepat 100-250 mg/kali dalam 1-6 jam atau drip

lambat 10-20 mg/kgBB/hari dengan dosis maksimum 1.000

mg/hari. dosis yang lebih tinggi tidak bermanfaat bahkan dapat

menimbulkan ototoksisitas.

Untuk menaikkan osmolaritas intravaskuler dapat diberikan cairan

koloid, misalnya mannitol 20% atau albumin 20-25% bersamaan

dengan diuretik. Usaha menaikkan osmolaritas agar terjadi

translokasi cairan dari ekstravaskuler. Dengan meningkatnya cairan

intravaskuler diharapkan renal plasma flow meningkat dan filtrasi

glomeruli juga meningkat sehingga diuretic akan bekerja lebih

efisien.

Bila dengan cara ini produksi urin belum juga keluar harus

dipikirkan terapi penganti ginjal.

Terapi pengganti ginjal

Pasien gangguan ginjal akut (GgGA), terutama yang dalam kondisi

kritis dan dirawat di ICU seringkali disertai dengan berbagai komplikasi

berat, seperti gejala-gejala uremi, kelebihan cairan, gangguan elektrolit,

asidosis, atau hiperkatabolik. Pada banyak kasus, pasien mengalami sepsis

dan gagal multi-organ yang memerlukan alat bantu napas. Kondisi klinik

semacam ini memerlukan banyak asupan cairan, obat, atau nutrisi, padahal

pasien juga mengalami keadaan oligo atau anuri, yang membatasi asupan

cairan. Pengelolaan pasien semacam ini tidak lagi dapat dilakukan secara

konservatif (suportif), tetapi sudah membutuhkan terapi penganti ginjal.7

Strategi TPG pada pasien GgGA dalam kondisi kritis diharapkan dapat

mencapai tujuan-tujuan dibawah ini (Bellomo dan Ronco, 1998)

a. Mencegah perburukan fungsi ginjal lebih lanjut

25

Page 24: BAB 2 GgGA

b. Membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit dan pemulihan

fungsi ginjal dan fungsi organ lain yang terganggu.

c. Memungkinkan dilakukan tindakan pengobatan yang banyak

memerlukan cairan, misalnya resusitasi cairan, pemberian nutrisi dan

obat-obtan.

Berdasarkan tujuan pengobatan, Mehta (2001) membagi TPG pada pasien

GgGA yang dirawat di ICU menjadi renal support dan renal replacement.

Perbedaan tujuan pengobatan kedua jenis tindakan TPG dapat dilihat

ditabel berikut ini

Tabel 9. Tujuan pengobatan TPG2,5

Renal replacement

(penganti ginjal )

Renal support

(pembantu ginjal)

Tujuan pengobatan Mengganti fungsi

ginjal

Membantu ginjal dan

organ lain

Saat melakukan

intervensi

Tergantung parameter

biokimia

Tergantung kebutuhan

individual

Indikasi dialysis Sempit Luas

Dosis dialysis Sesuai penurunan

fungsi ginjal

Sesuai kebutuhan dan

indikasi

Lamanya pengobatan Selamanya (rutin) Sementara (sampai

GgGA membaik

Indikasi Inisiasi TPG pada GgGA2

Saat ini belum ada panduan baku berdasarkan evidence based

medicine untuk menentukan inisiasi TPG pada pasien GgGA dalam

kondisi kritis. Indikasi untuk memulai dialysis pada pasien GgGA, sangat

berbeda dengan indikasi pada pasien gagal ginjal kronik.

26

Page 25: BAB 2 GgGA

Kriteria untuk memulai Terapi Penganti Ginjal pada pasien kritis dengan

gangguan ginjal akut2 :

1. Oliguria (produksi urin <2000 mL/12 jam)

2. Anuria/oliguria berat (output urin <50 mL/12 jam)

3. Hyperkalemia (Kadar potasium >6,5 mmol/L)

4. Asidemia (keracunan asama) yang berat pH<7,1

5. Azotemia (urea >30 mmol/liter)

6. Enselofati uremik

7. Perikarditis uremik

8. Neuropati/ miopati uremikum

9. Natrium abnormalitas plasma : konsentrasi >155 mmol/l atau <120

mmol/L

10. Hipertermia

11. Keracunan obat

Cat: bila didapatkan

Satu gejala diatas sudah dapat merupakan indikasi untuk inisiasi dialysis

Dua gejala di atas merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis, dan

Lebih dari dua merupakan indikasi untuk segera inisiasi dialysis,

walaupun kadarnya belum mencapai yang tertera diatas.7

Tabel 10. keuntungan dan kerugian Hemodialisis intermitten

dibandingkan terapi pengganti ginjal kontinyu2

Hemodialysis intermitten Continuous renal

replacement

Keuntungan 1. Risiko rendah untuk

perdarahan

2. Lebih banyak waktu

untuk mencari

diagnosis dan

intervensi/ terapi

1. Hemodinamik lebih

stabil

2. Aritmia lebih jarang

3. Perbaikan nutrisi

4. Pertukaran gas diparu

lebih baik

27

Page 26: BAB 2 GgGA

3. Lebih cocok untuk

hyperkalemia berat

4. Biaya murah

5. Control cairan lebih

baik

6. Control biokimia

darah lebih baik

7. Waktu rawat inap

ICU lebih singkat

Kerugian 1. Ketersedian perawat

HD

2. Lebih sulit control

hemodinamik

3. Dosis dialysis tidak

mencukupi

4. Kurang control cairan

5. Nutrisis kurang

6. Tidak cocok untuk

pasien dengan

hipertensi intracranial

7. Tidak ada

“pembuangan sitokin”

8. Potensiak terjadinya

aktivasi koplemen oleh

membrane yang non

kompatibel (tidak

sesuai)

1. Masalah akses

vascular

2. Risiko tinggi

terjadinya perdarahan

3. Imobilisasi lebih lama

4. Lebih banyak masalah

pada filter ( rupture,

penyumbatan oleh

bekuan darah)

5. Biaya mahal

Tabel 11. Berbagai jenis dan cara dialysis pada GgGA2

Jenis dan cara dialysis Dialiser Prinsip kerja

Hemodialisis

1. Konvensional Hemodialiser Klirens difusi dan

ultrafiltrasi bersamaan,

28

Page 27: BAB 2 GgGA

2. Slow long extended daily

dialysis (SLED)

3. Sequential ultrafiltration

& clearance

4. Continuous arteriovenous

hemodialysis (CAVHD)

5. Continuous venovenous

hemodialysis (CVVHD)

Hemodialiser

Hemodialiser

Hemodialiser

Hemodialiser

intermitten

Klirens difusi dan

ultrafiltrasi dengan aliran

darah dan dialisat yang

pelan, intermitten

Ultrafiltrasi diikuti klirens

difusif, intermitten

Klirens difusi dan

ultrafiltasi pelan dan

bersamaan dengan pompa

darah

Klirens difusi dan

ultrafiltasi pelan dan

bersamaan dengan pompa

darah

Hemofiltrasi

1. Continuos arterivenous

hemodialysis (CAVHF)

2. Continuos arterivenous

hemofiltration (CVVHF)

Hemofilter

Hemofilter

Klirens konvektif

berkesinambungan tanpa

pompa darah

Klirens konvektif

berkesinambungan tanpa

pompa darah

Hemodialisis dan

hemofiltrasi

1. Continuos arterivenous

hemodialysis plus

hemofiltration (CAVHDF)

2. Continuos venovenous

hemodialysis plus

hemofiltration

Hemofilter

Hemofilter

Klirens konvektif

berkesinambungan tanpa

pompa darah

Klirens konvektif dan difusi

berkesinambungan tanpa

pompa darah

29

Page 28: BAB 2 GgGA

Ultrafiltrasi

1. Isolated ultrafiltration

2. Slow continuos

ultrafiltration (SCUF)

Hemodialiser

Hemofilter

Ultrafiltrasi saja tanpa

kliren difusi dan konvektif

intermitten

Ultrafiltrasi

berkesinambungan tanpa

kliren difusi dan konvektif,

tanpa pompa (AV) atau

dengan pompa (AV).

Dialisis peritoneal

1. Berkesinambungan

2. Intermitten

Peritoneum

Peritoneum

Klirens dan ultrafiltrasi

berkesinambunga ; ganti

cairan selang beberapa jam

Klirens dan ultrafiltrasi

Intermitten ;ganti cairan tiap

jam selama 12 jam setiap 2-

3 hari.

3. Terapi Nutrisi

Kebutuhan nutrisi pasien AKI bervariasi tergantung dari penyakit

dasarnya dan kondisi komorbid yang dijumpai. Sebuah sistem klasifikasi

pemberian nutrisi berdasarkan status katabolisme diajukan oleh Druml pada

tahun 2005.9

Tabel 11. Klasifikasi dan kebutuhan nutrisi pasien GgGA9

30

Page 29: BAB 2 GgGA

2.8 PENCEGAHAN

Mengingat terapi AKI yang belum sepenuhnya memuaskan, maka

pencegahan sangat penting untuk dilakukan. Walaupun demikian sampai saat ini,

tidak ada pencegahan umum yang dapat diberikan pada seorang dengan penyakit

dasar yang dapat menyebabkan AKI,seperti usia lanjut dan seseorang dengan

PGK. Pencegahan AKI terbaik adalah dengan memperhatikan status

hemodinamik seorang pasien, mempertahankan keseimbangan cairan dan

mencegah penggunaan zat nefrotoksik maupun obat yang dapat mengganggu

kompensasi ginjal pada seseorang dengan gangguan fungsi ginjal. Dopamin dosis

ginjal maupun diuretic tidak terbukti efektif mencegah terjadinya AKI.12

2.9 KOMPLIKASI GgGA5

1. Infeksi

2. Kelainan kardiovaskuler

3. Gangguan elektrolit

31

Page 30: BAB 2 GgGA

-hiperkalemia

-hiponatremia

4. System saraf

Yakni sakit kepala, kepala terasa berputar-putar. Hiperspasmia, koma atau

epilepsy.

5. System pencernaan

Mual-muntah, distensi abdomen, perdarahan saluran cerna

6. System darah

Penurunan hemopoietin yang menyebabkan anemia.

3.0 PROGNOSIS16

Prognosis gagal ginjal akut tergantung dari beberapa faktor, yaitu :

1) Penyakit dasarnya

Pada umumnya AKI yang diperoleh dari rumah sakit (hospital acquired)

mempunyai prognosis yang lebih buruk dibandingkan AKI yang didapat

dari komunitas atau lingkungan (community acquired)

2) Komplikasi

Komplikasi terutama perdarahan saluran cerna dan penyakit sistem

kardiovaskuler, infeksi sekunder disertai sindrom sepsis

3) Oligouria > 24 jam

4) Umur pasien > 50 tahun

5) Diagnosis dan pengobatan terlambat

Penyebab kematian tersering adalah infeksi (30-50%), perdarahan

terutama saluran cerna (10-20%), jantung (10-20%), gagal nafas (15%), dan gagal

32

Page 31: BAB 2 GgGA

multiorgan dengan kombinasi hipotensi, septikemia, dan sebagainya. Pasien

dengan GGA yang menjalani dialysis angka kematiannya sebesar 50-60%, karena

itu pencegahan, diagnosis dini, dan terapi dini perlu ditekankan.

Prognosis gagal ginjal akut buruk apabila :

1) Infeksi sekunder disertai sindrom sepsis

2) Gagal ginjal akut disertai gagal multi organ

3) Umur pasien > 50 tahun terutama disertai penyakit sistem kardiovaskuler

4) Program dialisis profilaktik terlambat

33