bab 2 enten

16
BAB II LANDASAN TEORI A. Kajian Teori 1. Perilaku agresif a. Pengertian perilaku agresif Perilaku agresif dapat dikategorikan sebagai bentuk gangguan emosional, biasanya timbul karena ketidakmampuan individu menyesuaikan diri dengan lingkunganya, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku agresif atau pemencilan dan penarikan diri. Keagresifan siswa merupakan kesalahan dalam penyesuaian diri, berbentuk kenakalan, kebrutalan, kekerasan, dan kemarahan (Sukmadinata, 2007: 413). Lingkungan peserta didik diwarnai dengan perilaku-perilaku agresif, sehingga agresifitas menjadi pola interaksi, terbentuk pada setiap anggotanya secara mekanistik, melalui pembiasaan. Menurut Anantasari (2006: 63), pada dasarrnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan, yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Agresi terkandung maksud untuk membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia. Perilaku agresif diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti, merusak, baik secara fisik, psikis, maupun social. Sasaran orang yang berperilaku agresif tidak hanya ditujukan kepada musuh tetapi juga

Upload: saifulqodri

Post on 24-Jul-2015

114 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 ENTEN

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Perilaku agresif

a. Pengertian perilaku agresif

Perilaku agresif dapat dikategorikan sebagai bentuk gangguan emosional,

biasanya timbul karena ketidakmampuan individu menyesuaikan diri dengan

lingkunganya, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku agresif atau pemencilan

dan penarikan diri. Keagresifan siswa merupakan kesalahan dalam penyesuaian

diri, berbentuk kenakalan, kebrutalan, kekerasan, dan kemarahan (Sukmadinata,

2007: 413). Lingkungan peserta didik diwarnai dengan perilaku-perilaku agresif,

sehingga agresifitas menjadi pola interaksi, terbentuk pada setiap anggotanya

secara mekanistik, melalui pembiasaan. Menurut Anantasari (2006: 63), pada

dasarrnya perilaku agresif pada manusia adalah tindakan yang bersifat kekerasan,

yang dilakukan oleh manusia terhadap sesamanya. Agresi terkandung maksud

untuk membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat

disebut sikap bermusuhan yang ada dalam diri manusia.

Perilaku agresif diindikasikan antara lain oleh tindakan untuk menyakiti,

merusak, baik secara fisik, psikis, maupun social. Sasaran orang yang berperilaku

agresif tidak hanya ditujukan kepada musuh tetapi juga kepada benda-benda yang

ada dihadapanya yang memberi peluang bagi dirinya untuk merusak. Perilaku

menyerang, memukul, dan mencubit yang ditunjukan oleh siswa bias dikategorikan

sebagai perilaku agresif. Perilaku ini muncul karena siswa merasa frustasi

menghadapi lingkungan yang sulit ia kendalikan atau tidak sesuai dengan

keinginannya (Itabiliana, 2008: 17).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa perilaku agresif adalah perilaku seseorang yang diwujudkan dalam tindakan

penyerangan secara fisik maupun non fisik terhadap orang lain yang dapat

membahayakan atau mencederai orang lain. Perilaku agresif juga dapat disebut

sikap yang bermusuhan yang ada pada diri manusia. Hal ini berarti bahwa tindakan

Page 2: BAB 2 ENTEN

atau perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun non fisik dan sosial

dapat diindikasikan sebagai bentuk tindakan perilaku agresif.

b. Ciri-ciri perilaku agresif

Menurut Sukmadinata (2007: 414), perilaku-perilaku agresif

dimanifestasikan keluar supaya dapat diamati oleh orang lain. Oleh karena itu,

untuk menilai siswa memilki kecenderungan perilaku agresif atau tidak, guru atau

konselor dapat mengidentifikasi dan melihatnya berdasarkan ciri-ciri sebagai

berikut: Siswa seringkali berbohong, walaupun ia seharusnya berterus terang,

menyontek, meskipun seharusnya tidak perlu menyontek. Suka mencuri, atau

mengatakan ia kecurian bila barangnya tidak ada. Suka merusak barang orang lain

atau barangnya sendiri, melakukan kekejaman, menyakiti orang lain, berbicara

kasar, menyinggung perasaan orang lain, tidak peduli pada orang lain yang

membutuhkan pertolongannya, dan suka menggangu siswa lain yang lebih kecil

atau lebih lemah. Serta seringkali marah-marah, uring-uringan, memukulkan kaki

tangan, menangis dan menjerit. Sementara itu menurut Anantasari (2006: 80, 90,

91, 107), ciri-ciri perilaku agresif sebagai berikut:

a) Perilaku menyerang; perilaku menyerang lebih menekankan pada suatu

perilaku untuk menyakiti hati, atau merusak barang orang lain, dan secara

sosial tidak dapat diterima. Contoh; sikap anak yang mempertahankan barang

yang dimiliknya dengan memukul.

b) Perilaku menyakiti atau merusak diri sendiri, orang lain, atau objek-objek

penggantinya; perilaku agresif termasuk yang dilakukan anak, hamper pasti

menimbulkan adanya bahaya berupa kesakitan yang dapat dialami oleh dirinya

sendiri atau orang lain. Bahaya kesakitan dapat berupa kesakitan fisik,

misalnya pemukulan, dan kesakitan secara psikis misalnya hinaan. Selain itu

yang perlu dipahami juga adalah sasaran perilaku agresif sering kali ditujukan

seperti benda mati. Contoh : memukul meja saat marah.

c) Perilaku yang tidak diinginkan orang yang menjadi sasaranya; perilaku agresif

pada umumnya juga memiliki sebuah cirri yaitu tidak diinginkan oleh orang

yang menjadi sasaranya. Contoh: tindakan menghindari pukulan teman yang

sedang jengkel.

Page 3: BAB 2 ENTEN

d) Perilaku yang melanggar norma social; perilaku agresif pada umumnya selalu

dikaitkan dengan pelanggaran terhadap norma-norma sosial.

e) Sikap bermusuhan terhadap orang lain; perilaku agresif yang mengacu kepada

sikap permusuhan sebagai tindakan yang di tujukan untuk melukai orang lain.

Contoh: memukul teman

f) Perilaku agresif yang dipelajari; perilaku agresif yang dipelajari melalui

pengalamannya di masa lalu dalam proses pembelajaran perilaku agresif,

terlibat pula berbagai kondisi sosial atau lingkungan yang mendorong

perwujudan perilaku agresif. Contoh: kekerasan dalam keluarga, tayangan

perkelahian dari media.

Dilihat dari uraian pendapat diatas maka penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa ciri-ciri perilaku agresif yaitu: perilaku atau tindakan

menyerang, kekejaman, seringkali marah-marah, perilaku menyakiti atau merusak

diri sendiri, orang lain atau objek-objek penggantinya, dan perilaku melanggar

norma sosial sehingga menjadikan sikap bermusuhan terhadap orang lain, dan

kerugian pihak yang menjadi korban perilaku agresif.

c. Faktor yang mempengaruhi perilaku agresif

Perilaku agresif pada anak agaknya cukup meresahkan apabila dilihat dari

akibat yang mungkin ditimbulkanya. Perilaku agresif pada umumnya dipahami

sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain. Perilaku ini

termasuk salah satu perilaku yang tidak dapat diterima oleh lingkungan sosial.

Menurut Anantasari (2006: 92). Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi

terjadinya perilaku agresif tersebut antara lain oleh hal-hal berikut ini:

a) Frustasi; Secara umum, frustasi pada individu akan muncul ketika banyak

terdapat harapan yang tidak terpenuhi. Frustasi ternyata berkaitan dengan

agresi. Sebuah teori mengatakan bahwa agresi selalu merupakan konsekuensi

dari frustasi dan frustasi selalu menimbulkan agresi. Oleh karenanya, situasi

menekan dan tanpa harapan yang dialami anak sangat mungkin memicu

terjadinya perilaku agresif.

b) Pembelajaran sosial dan hadiah; munculnya agresi juga diungkap oleh

Bandura lewat teori belajar sosialnya. Teori ini mengungkapkan bahwa

manusia belajar agresif dengan melihat model yang diidolakan, seorang anak

Page 4: BAB 2 ENTEN

akan menganggap dirinya mendapat hadiah atau menjadi hebat seperti tokoh

yang diidolakan. Selain meniru pada model, perilaku agresif juga dapat

muncul karena anak mendapat hadiah. Misalnya saja anak menjadikan

perilaku agresif sebagai mekanisme yang akan selalu ia lakukan ketika

lingkungan atau orangtuanya selalu memberikan apa yang diinginkan anak

ketika melakukan perilaku tersebut.

c) Pengaruh kelompok; penyebab agresifitas berkaitan juga dengan pengaruh

kelompok. Ketika seorang anak masuk dalam kelompok, ada kecenderungan

untuk menaati peraturan yang dimiliki kelompok. Ketaatan ini akan

diperjuangkan karena akan menghasilkan penerimaan, penghargaan, bahkan

pengakuan. Ketaatan ini pada akhirnya juga muncul ketika anak dituntut untuk

melakukan perilaku agresif.

d) Pengaruh lingkugan fisik; pengaruh lingkungan fisik yang buruk dalam banyak

hal dapat menjadi faktor pemicu munculnya agresi. Misalnya saja lingkungan

yang sangat bising dan panas dapat mendorong orang bertindak dengan cara-

cara yang keras.

d. Pemicu terjadinya perilaku agresif

Perilaku agresif dapat terjadi karena dipicu oleh: (1) terpicu oleh hal kecil, (2)

menyakiti teman, (3) untuk mencari perhatian (Anantasari, 2006: 23). Menurut

Itabiliana (2008: 17-18), dalam keadaan frustasi, anak menjadi mudah terpicu untuk

bereaksi secara fisik. Anak juga mudah menjadi agresif jika kondisi fisiknya sedang

tidak nyaman: lelah, lapar, mengantuk, atau sakit.

e. Dampak perilaku agresif

Dampak buruk perilaku agresif bagi korban-korbanya meniscayakan kita

selalu berupaya mengeliminasikan factor-faktor penyebab perilaku agresif. Dengan

upaya tersebut diharapkan dapay meminimalkan terjadinya tindakan perilaku agresif.

Menurut Anantasari (2006: 66), dampak buruk bagi korban perilaku agresif meliputi

perasaan tidak berdaya korban, kemarahan setelah menjadi korban perilaku agresif,

perasaan bahwa diri sendiri mengalami kerusakan permanent, ketidakmampuan

memercayai orang lain dan ketidakmampuan menggalang relasi dekat dengan orang

lain, keterpakuan pada pikiran tentang tindakan agresif atau kriminal. Hilangnya

keyakinan bahwa dunia bias berada dalam tatanan yang adil.

Page 5: BAB 2 ENTEN

f. Mengatasi perilaku agresif

Menurut Itabiliana (2008: 19), untuk menghilangkan perilaku agresif dapat dilakukan

dengan memberikan pemahaman pada anak bahwa perilaku agresifnya tidak dapat

diterima. Perkenalkan anak terhadap akibat dari perilakunya tersebut. Misalnya, tidak

boleh masuk kelas lagi kalau memukul teman. Sekecil apapun berikan perhatian besar

terhadap perilaku yang positif, dengan demikian anak akan belajar perilaku mana

yang diharapkan, dan perilaku perilaku mana yang ditolak oleh lingkungan sosialnya.

Menurut Anantasari (2006: 48), cara mengatasi perilaku agresif adalah dengan

memberi empati, dorong anak untuk mencurahkan perasaanya, tanggapi dengan bijak,

jangan terlalu melindungi, tumbuhkan percaya diri dan kembangkan kemampuanya,

lakukan pengamatan, dan diskusikan dengan guru.

a) Beri empati; dorong anak untuk mencurahkan perasaannya, menjadi pendengar

yang baik berarti mendengarkan secara aktif tidak hanya mendengarkan apa yang

diucapkan, tetapi juga memperhatikan bahasa tubuhnya. Yang penting adalah

usahakan untuk menunjukan empati dapat memahami perasaan atau situasi yang

dihadapi anak. Dorong anak supaya mau mencurahkan isi hatinya. Yakinkan anak

bahwa anda mendengar dan memahaminya dengan mengulang apa yang

dikatakannya dan rumuskan kembali pernyataan anak.

b) Tanggapi secara bijak; tanggapan yang bijaksana, penuh empati, dan jauhdari

kesan menginterogasi, akan mendorong anak untuk lebih terbuka. Jangan

menaggapi cerita secara emosional dan terburu-buru memberi komentar dan

saran, apalagi kalau sampai memarahinya.

c) Jangan terlalu melindungi; ajarkan pada anak untuk mengatasi masalahnya

sendiri. Sikap selalu melindungi akan membuat terus bergantung dan kurang

mengembangkan kemampuan untuk bersikap yang tepat bila menghadapi

kejadian serupa. Berikan pertanyaan-pertanyaan yang membimbing dan alternatif

tindakan yang dapat diambilnya, misalnya dengan mengatakan “menurutmu,

sebenarnya kamu bisa berbuat apa?”.

d) Tumbuhkan percaya diri dan kembangkan kemampuanya; anak yang sering

menjadi korban agresifisitas biasanya kurang mempunyai kepercayaan diri. Ia

merasa inferior dibandingkan dengan seorang agresor sehingga merasa tidak

Page 6: BAB 2 ENTEN

berdaya menghadapinya. Tunjukkan kepada anak bahwa masing-masing individu

memiliki kelebihan dan kekurangan.

e) Lakukan pengamatan; amati setiap perkembangan yang terjadi, tidak perlu

terlibat langsung tetapi perhatikan bagaimana anak berinteraksi dengan temannya.

Sediakan diri menjadi teman untuk mengadu dan mendapatkan rasa aman untuk

mendorongnya dan ajak anak untuk mengevaluasi keadaan dirinya.

f) Diskusikan dengan guru; ada baiknya dari permasalahan yang dihadapi anak

dapat didiskusikan dengan guru atau wali kelasnya apabila kejadianya disekolah.

Mintalah bantuan guru untuk mengamati.

2. Layanan konseling kelompok

a. Pengertian layanan konseling kelompok

Layanan konseling kelompok merupakan salah satu layanan bimbingan dan

konseling di sekolah. Layanan konseling kelompok secara terpadu dalam

pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling disekolah merupakan upaya

pemberian bantuan untuk dapat memecahkan masalah siswa dengan memanfaatkan

dinamika kelompok. Seperti halnya layanan bimbingan dan konseling, Layanan

konseling kelompok juga memiliki keistimewaan dan keunggulan, keistimewaan

dan keunggulan tersebut adalah dapat terciptanya interaksi secara langsung antar

siswa atau anggota kelompok, sehingga tercipta suasana senasib dan

sepenanggungan untuk mengatasi setiap masalah yang dihadapi.

Layanan konseling kelompok memberikan kesempatan kepada anggota

kelompok untuk beriteraksi antar pribadi yang khas yang tidak mungkin terjadi

pada layanan konseling individu atau perorangan, interaksi sosial yang intensif dan

dinamis selama pelaksanan. layanan diharapkan tujuan-tujuan layanan yang sesuai

dengan kebutuha-kebutuhan individu anggota kelompok tetap tercapai secara

mantap. Pada kegiatan konseling kelompok setiap anggota kelompok mendapat

kesempatan untuk menggali setiap masalah yang dialami oleh anggota kelompok.

Kelompok juga dapat dipakai untuk belajar mengekspresikan perasaan,menunjukan

perhatian orang lain, dan berbagai pengalaman. Pendekatan instruksional

merupakan pendekatan yang digunakan dalam layanan konseling kelompok dalam

pendekatan ini menitik beratkan interaksi atau hubungan timbal balik antara

Page 7: BAB 2 ENTEN

anggota-angota dengan pemimpin kelompok dan sebaliknya yang akan nampak

dalam dinamika kelompok. Menurut Prayitno (1995: 23) melalui dinamika

kelompok setiap anggota kelompok diharapkan mampu tegak sebagai perorangan

yang sedang mengembangka dirinya dalam hubungannya dengan orang lain ini

tidak berarti bahwa diri seseorang lebih dimunculkan dari pada kehidupan secara

umum. Maksudnya adalah individu diharapkan mampu mengendalikan dan

mengembangkan dirinya sendiri dalam suasana kelompok sehingga individu

tersebut dapat berperan aktif dalam kelompok.

b. Hakekat layanan konseling kelompok

Konseling kelompok mentepakan salah satu layanan bimbingan dan

konselig yang diselenggarakan di sekolah layanan. Konseling kelompok pada

hakekatnya adalah wawancara, konseling antara konselor professional sebagai

pemimpin kelompok utuk memecahkan masalah dengan pertimbangan pribadi para

anggota kelompok dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Konseling

kelompok bersifat memberikan kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan

individu, dalam arti bahwa konseling, kelompok memberikan dorongan dan

motivasi kepada individu untuk membuat perubahan-perubahan atau bertindak

dengan memanfaatkan potensi secara maksimal sehingga dapat mewujudkan

potensi diri.

Konseling kelompok dapat dijadikan sebagai media mengembangkan

pribadi kedirian dan mementingkan kepentingan-kepentingan orang lain. Senada

dengan apa yang dikatakan Prayitno (1995: 24) layanan konseling kelompok

seharusnya menjadi tempat pengembangan sikap ketrampilan dan keberanian sosial

yang bertenggang rasa.

c. Fungsi Layanan Konseling Kelompok

Fungsi layanan konseling kelompok yang paling utama adalah kuratif atau

pengentasan masalah tetapi ada fungsi-fungsi yang lain. Menurut Sukardi (2000:

453), konseling kelompok tidak hanya merupakan pertolongan yang, kuratif dan

prefentif tetapi dapat juga bersifat perseveratif klien dapat melaksanakan fungsinya

di masyarakat mungkin dalam bentuk pengalaman hidupnya.

d. Tujuan layanan konseling kelompok

Page 8: BAB 2 ENTEN

Menurut Winkel (1997: 544) tujuan layanan konseling kelompok yaitu:

1. Masing-masing anggota kelompok memahami dirinya dengan baik dan

menemukan dirinya sendiri. berdasarkan pemahaman diri itu dia lebih rela

menerima dirinya sendiri dan lebih terbuka terhadap aspek-aspek positif

dalam kepribadiannya. Anggota kelompok mengembangkan kemampuan

berkomunikasi satu sama lain sehingga mereka dapat saling memberikan

bantuan dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan yang khas pada

fase perkembangan mereka.

2. Para anggota kelompok memperoleh kemampuan mengatur dirinya sendiri

dan mengarahkan hidupnya sendiri, mula-mula dalam kontra antar pribadi

didalam kelompok dan kemudian juga dalam kehidupan sehari-hari diluar

kehidupan kelompoknya. Para anggota kelompok menjadi lebih peka

terhadap kebutuhan orang lain dan lebih marnpu menghayati perasaan orang

lain. Kepekaan dan penghayatan ini akan lebih mambuat mereka lebih

sensitif juga terhadap kebutuhan-kebutuhan dan perasaan-perasaan sendiri.

Masing-masing anggota kelompok menetapkan suatu sasaran yang ingin

mereka capai, yang diwujudkan dalam sikap dan perilaku yang lebih

konstruktif. Para anggota kelompok lebih berani melangkah maju dan

menerima resiko yang wajar dalam bertindak, dari pada tinggal diam dan

tidak berbuat apa-apa. Para anggota kelompok lebih menyadari dan

menghayati makna dan kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama,yang

mengandung tuntutan menerima orang lain dan harapan akan diterima orang

lain.

3. Masing-masing anggota kelompok semakin menyadari bahwa hal-hal yang

memprihatinkan bagi dirinya sendiri juga menimbulkankan rasa prihatin

dalam hati orang lain. Dengan demikian dia tidak merasa teiisolir, atau

seolah-olah hanya dialah yang mengalami permasalahan. Para anggota

kelompok belajar berkomunikasi dengan anggota-anggota yang lain secara

terbuka, dengan saling menghargai dan menaruh perhatian. Pengalaman

bahwa komunikasi demikian dimukingkinkan, akan membawa dampak

positif dalam kehidupan dengan orang-orang yang dekat dikemudian hari.

e. Tahap-tahap konseling kelompok

Page 9: BAB 2 ENTEN

Menurut Prayitno (1995: 40), tahap-tahap pelaksanaan layanan konseling

kelompok ada 4 tahap yang meliputi: tahap pembentukan , tahap peralihan, tahap

kegiatan dan tahap pengakhiran.

1) Tahap pembentukan merupakan tahap pengenalan , pelibatan diri, pemasukan diri,

adapun tujuan dari tahap ini adalah anggota memahami pengertian dan kegiatan

kelompok dalam rangka konseling kelompok. Menumbuhkan suasana kelompok

tumbuhnya minat anggota tumbuhnya saling mengenal percaya menerima dan

membantu diantara para anggota tumbuhnya suasana bebas dan terbuka dan

dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan perasaan dalam kelompok.

Kegiatan dalam tahap pembentukan antara lain mengungkapkan pengertian dan

tujuan konseling kelompok dalam rangka pelayanan bimbingan dan konseling,

menjelaskan cara-cara dan azas-azas kegiatan kelompok, saling mengungkap dan

memperkenalkan diri, permainan penghangatan/pengakraban. Peranan pemimpin

kelompok dalam tahap pembentukan menampilkan diri utuh dan terbuka

menampilakan penghormatan kepada orang lain hangat, tulus bersedia membantu

dengan penuh empati.

2) Tahap peralihan merupakan jembatan antara tahap pertama dengan tahap ketiga.

adapun tujuan dari tahap peralihan adalah terbebaskanya anggota dari perasaan atau

sikap enggan, ragu, malu atau saling tidak percaya untuk memasuki tahap berikutnya,

makin mantapnya suasana kelompok dan kebersamaan, makin mantapnya minat

untuk ikut serta dalam kegiatan kelompok. Adapaun kegiatan dalam tahap ini

menjelaskan kegiatan yang akan ditempuh pada tahap berikutnya, menawarkan atau

mengamati apakah para anggota sudah siap menjalani kegiatan pada tahap

berikutnya, meningkatkan keikutsertaan anggota. Peranan pemimpin kelompok,

menerima suasana yang ada secara sadar dan terbuka tidak mempergunakan cara-cara

yang bersifat langsung atau mengambil alih kekuasaan, mendorong dibahasnya

suasana perasaan, membuka diri sebagai contoh dan penuh empati.

3) kegiatan bertujuan membahas suatu masalah atau topik yang relevan dengan

kehidupan anggota secara mendalam dan tuntas adapun dalam tahap ini adalah

pemimpin kelompok mengumumkan suatu masalah atau topik tanya jawab antara

anggota dan pemimpin kelompok tentang hal-hal belum yang jelas menyangkut

masalah atau topik tersebut secara tuntas dan mendalam. Adapun peranan pemimpin

Page 10: BAB 2 ENTEN

kelompok adalah sebagai pengatur lalu-lintas yang sabar dan terbuka, aktif tetapi

tidak banyak bicara.

4) Pada tahap pengakhiran merupakan penilaian dan tindak lanjut, adanya tujuan

terungkapnya kesan-kesan anggota kelompok tentang pelaksanaan kegiatan,

terungkapnya hasil kegiatan kelompok yang telah dicapai yang dikemukakan secara

mendalam dan tuntas, terrumuskan rencana kegiatan lebih lanjut, tetap dirasakannya

hubungan kelompok dan rasa kebersamaan meskipun kegiatan diakhiri. Sedangkan

kegiatan dalam tahap ini pemimpin kelompok mengungkapkan bahwa kegiatan akan

segera diakhiri, pemimpin dan anggota kelompok mengemukakan kesan dan hasil-

hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan, mengemukakan perasaan dan harapan.

Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah tetap mengusahakan suasana

hangat, bebas dan terbuka, memberikan pernyataan dan mengucapkan terima kasih

atas keikutsertaan anggota, memberikan semangat untuk kegiatann lebih lanjut,

penuh rasa persahabatan dan empati.

B. Kerangka Berpikir

Layanan konseling kelompok dalam bimbingan konseling bermaksud

memberikan pemahaman kepada siswa sebab dan akibat terjadinya perilaku agresif,

dengan harapan siswa dapat mengetahui akibat dari perilaku yang dilkaukan yaitu

perilaku agresif, kemudian tidak melakukannya dalam kehidupan efektifnya sehari-

hari. Masyarakat sudah sering mendengar permasalahan yang dilakukan para remaja,

sering terjadi perkelahian antar pelajar, membuat gaduh dan merusak. Maka dari itu

dengan adanya pemberian layanan konseling kelompok yang membahas masalah

perilaku agresif oleh guru pembimbing akan sangat membantu dalam penanggulangan

perilaku agresif yang pada saat ini sudah menjadi suatu hal yang biasa bagi para

siswa.

C. Hipotesis

Sehubungan dengan permasalahan yang diajukan, maka hipotesis yang akan

diuji kebenarannya dirumuskan sebagai berikut: “Layanan konseling kelompok efektif

dalam mengurangi perilaku agresif siswa kelas VII SMP N 1 Weru Sukoharjo tahun

pelajaran 2010/2011”.