bab 2 baru! - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/lkn2006-159-bab...

28
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1. Material Requirement Planning (MRP) Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin sebagai salah satu aset penting dalam perusahaan, karena biasanya mempunyai nilai yang cukup besar dan mempunyai pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi, maka perencanaan dan pengendalian merupakan suatu kegiatan penting yang mendapat perhatian khusus dari manajemen perusahaan. Adanya persediaan ini merupakan langkah lanjut dari adanya permintaan terhadap suatu barang atau komponen, dimana permintaan suatu barang dapat diklasifikasikan dalam permintaan yang bebas (independent) dan permintaan yang tidak bebas (dependent). Barang-barang permintaan bebas yaitu barang-barang yang permintaan atau kebutuhannya tidak dipengaruhi oleh permintaan atau kebutuhan barang lainnya. Barang-barang dalam golongan ini permintaannya ditentukan oleh permintaan pasar. Sedangkan barang-barang permintaan tidak bebas yaitu barang-barang yang permintaan atau kebutuhannya ditentukan oleh besar permintaan barang lainnya. Ada

Upload: hoangkhue

Post on 10-Apr-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Material Requirement Planning (MRP)

Menurut Heryanto (1997, p193), persediaan adalah bahan baku atau barang yang

disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk

digunakan dalam proses produksi atau perakitan, untuk dijual kembali atau untuk

suku cadang dari suatu peralatan atau mesin sebagai salah satu aset penting dalam

perusahaan, karena biasanya mempunyai nilai yang cukup besar dan mempunyai

pengaruh terhadap besar kecilnya biaya operasi, maka perencanaan dan pengendalian

merupakan suatu kegiatan penting yang mendapat perhatian khusus dari manajemen

perusahaan.

Adanya persediaan ini merupakan langkah lanjut dari adanya permintaan terhadap

suatu barang atau komponen, dimana permintaan suatu barang dapat diklasifikasikan

dalam permintaan yang bebas (independent) dan permintaan yang tidak bebas

(dependent). Barang-barang permintaan bebas yaitu barang-barang yang permintaan

atau kebutuhannya tidak dipengaruhi oleh permintaan atau kebutuhan barang lainnya.

Barang-barang dalam golongan ini permintaannya ditentukan oleh permintaan pasar.

Sedangkan barang-barang permintaan tidak bebas yaitu barang-barang yang

permintaan atau kebutuhannya ditentukan oleh besar permintaan barang lainnya. Ada

21

2 masalah yang dihadapi pada masalah persediaan yaitu kapan dan berapa banyak

pemesanan yang harus dilakukan untuk memenuhi rencana produksi yang telah

ditetapkan. Masalah pertama dapat dipenuhi jika kita mengetahui saat kebutuhan

harus dipenuhi sesuai dengan jadwal induk produksi (MPS) serta waktu tenggang

(lead time). Sedangkan masalah kedua dapat dipecahkan dengan teknik lot-sizing

yaitu suatu teknik untuk menetapkan besarnya lot yang optimal untuk memenuhi

permintaan tertentu.

Material Requirement Planning (MRP) dikembangkan untuk membantu

pengolahan persediaan barang permintaannya memiliki ketergantungan. Herjanto

(1997, p193) berpendapat bahwa MRP adalah suatu konsep dalam manajemen

produksi, sehingga barang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan perencanaan.

2.1.1.1 Syarat teknik MRP

Ada empat syarat pada teknik MRP, yaitu :

1) Tersedianya Master Production Schedule (MPS)

2) Setiap item persediaannya mempunyai identifikasi khusus.

3) Tersedianya struktur produk dan BOM (Bill of Material) pada saat

perencanaan. Struktur produk tidak perlu memuat semua item yang terlibat

dalam pembuatan suatu produk (apabila itemnya sangat banyak dan prosesnya

terlalu kompleks), tetapi struktur produk harus mampu menggambarkan

22

secara jelas langkah-langkah suatu produk yang dibuat, langkah tersebut

dimulai dari bahan baku sampai produk akhir.

4) Tersediannya catatan tentang persediaan (inventory status). Status persediaan

menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam

persediaan, yang berkaitan dengan :

• Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (inventory on

hand).

• Jumlah barang yang sedang dipesan dan kapan pesanan tersebut akan

tiba (inventory on order).

• Waktu ancang-ancang (lead time) dari setiap bulan.

It = It-I + Qt - Dt

Dengan :

It-I = jumlah persediaan pada akhir periode t-1

It = jumlah persediaan barang yang dimiliki pada periode t

Qt = jumlah barang yang dipesan dan yang akan datang pada

periode t

Dt = jumlah kebutuhan barang selama periode t

Rumusan ini akan memberikan nilai I yang positif atau negatif. Harga

negatif memberikan indikasi bahwa untuk memenuhi kebutuhan maka

harus dilakukan pesanan baru.

23

Menurut Gaspersz (2001,p141) Master Production Schedule (Penjadwalan

Produksi Induk) adalah salah satu set rencana yang menggambarkan berapa jumlah

yang akan dibuat untuk setiap end item pada periode tertentu.

Fungsi MPS adalah :

• Menjadwalkan jumlah tiap end item yang akan diproduksi,

• Memberikan input bagi MRP (Material Requirement Planning),

• Sebagai dasar bagi pembuatan perencanaan sumber daya (rough cut capacity

planning)

• Merupakan dasar untuk menetapkan janji pengiriman pada konsumen

Lima input utama bagi MPS adalah :

1. Data permintaan total

Merupakan salah satu sumber data bagi proses penjadwalan produksi induk.

Data permintaan total berkaitan dengan ramalan penjualan dan pesanan-

pesanan.

2. Status Inventory

Berkaitan dengan informasi tentang on hand inventory, stok yang

dialokasikan untuk penggunaan tertentu (allocated stock), pesanan-pesanan

produksi dan pembelian yang dikeluarkan (released production and

purchased orders) dan firm planned orders. MPS harus mengetahui secara

24

akurat berapa banyak inventori yang tersedia dan menentukan berapa

banyak yang harus dipesan.

3. Rencana produksi

Memberikan sekumpulan batasan bagi MPS. MPS menentukan berapa

tingkat produksi, inventori dan sumber-sumber daya lain dalam rencana

produksi itu. Terdapat tiga alternative strategi perencanaan produksi

(Gaspersz,2001,p132), yaitu :

a) Level method

b) Chase method

c) Compromise strategy

4. Data perencanaan

Berkaitan dengan aturan-aturan tentang lot-sizing yang harus digunakan,

stok pengaman (safety stock) dan waktu tunggu (lead time) dari masing-

masing item biasanya tersedia dalam file induk dari item.

5. Informasi RCCP

Beberapa faktor utama yang menentukan proses penjadwalan produksi

induk (MPS), yaitu :

a) Lingkungan manufaktur

Lingkungan manufaktur yang umum dipertimbangkan ketika

akan mendesain MPS (Gaspersz, 2001, p146) adalah :

25

• Make to stock

Produk dari lingkungan make to stock biasanya dikirim

secara langsung dari gudang produk akhir dan karena

itu harus ada stok sebelum pesanan pelanggan

(customer order) tiba. Hal ini berarti produk akhir

dibuat atau diselesaikan terlebih dahulu sebelum

menerima pesanan pelanggan.

• Make to order

Produk-produk dari lingkungan make to order biasanya

baru dikerjakan atau diselesaikan setelah menerima

pesanan dari pelanggan.

• Assemble to order

Produk-produk dalam lingkungan assemble to order

adalah make to order product, dimana semua

komponen (semifinished, intermediate, subassembly,

fabricated, purchased, packaging dan lain-lain) yang

digunakan dalam assembly, pengepakan atau proses

akhir, direncanakan atau dibuat lebih awal, kemudian

disimpan dalam stok guna mengantisipasi pesanan

pelanggan

26

b) Struktur produk

Menurut Herjanto (1997,p196) Bill Of Material adalah :

• Daftar (list) dari bahan, material, atau komponen yang

dibutuhkan untuk dirakit, dicampur untuk membuat

produk akhir.

• Jaringan yang menggambarkan hubungan induk

komponen.

• Dibutuhkan sebagai input dalam hubungan induk

komponen.

• Dibutuhkan sebagai input dalam perencanaan dan

pengendalian aktivitas produksi.

Struktur produk menurut Gaspersz (2001,p149) terbagi atas :

• Struktur standar

• Struktur modular

• Struktur inverted

Planning BOM tidak menggambarkan produk aktual yang akan dibuat,

tetapi menggambarkan pseudo product atau composite product yang

diciptakan untuk memudahkan dan meningkatkan akurasi peramalan

penjualan, mengurangi jumlah end items, membuat proses perencanaan dan

penjadwalan menjadi lebih akurat.

27

Planning Bills Of Material (Gaspersz, 2001, p149) terbagi dalam dua jenis :

• Planning Bills dengan item yang dijadwalkan merupakan

komponen atau subassemblies untuk pembuatan produk akhir

(end items), dimana item-item yang dijadwalkan itu secara fisik

lebih kecil daripada produk akhir. Yang termasuk dalam kategori

ini adalah :

Modular bills

Keuntungan dari penggunaan modular planning bills

adalah :

- Cocok dipergunakan untuk produk yang

memiliki banyak pilihan

- Jumlah items yang dijadwalkan dalam MPS

menjadi lebih sedikit.

- Peramalan berdasarkan modules lebih akurat

dibandingkan dengan peramalan untuk

konfigurasi spesifik.

Inverted bills of material

Adalah suatu komponen tunggal atau bahan baku,

seperti minyak, besi, pulp, atau coklat yang dapat

diubah kedalam banyak produk unik. Perencanaan

28

menggunakan inverted bills umumnya diterapkan

dalam industri proses (flow shop manufacturing).

• Planning bills dengan item yang dijadwalkan secara fisik lebih

besar daripada produk akhir. Yang termasuk dalam kategori ini

adalah :

Super bills of material

Secara spesifik, suatu super bill adalah single level

BOM dimana parent adalah pseudo (not real) assembly

dan children adalah real end product. Kuantitas dari

setiap child adalah fraksi atau pecahan dari ramalan

total untuk parent. Berdasarkan kenyataan ini, super

bills sering disebut juga sebagai ratio bill of percentage

bill. Fraksi untuk setiap child biasanya didasarkan pada

informasi penjualan waktu lalu, meskipun dapat juga

merefleksikan kecenderungan penjualan yang

diproyeksikan.

Super family of material

Untuk meningkatkan akurasi dari peramalan

permintaan, banyak perusahaan membentuk kelompok

dari produk dengan pola permintaan serupa.

29

Super modular bill of material

Merupakan kombinasi antara super bill dan modular

bill. Dalam hal ini parent adalah suatu unbuidable

group of modules yang digunakan hanya untuk tujuan

perencanaan, sedangkan children adalah modules yang

dapat muncul dalam produk akhir.

c) horizon perencanaan, waktu tunggu (product lead time)

d) pemilihan item-item MPS

terdapat beberapa kriteria dasar yang mengatur pemilihan item-

item dalam MPS, yaitu :

• item-item yang dijadwalkan seharusnya merupakan

produk akhir, kecuali ada permintaan yang jelas

menguntungkan untuk menjadwalkan item-item yang

lebih kecil dari produk akhir seperti modular or

inverted planning bills, atau lebih besar daripada

produk akhir seperti super family, super modular, atau

super planning bills lainnya.

• Jumlah item-item MPS seharusnya sedikit, karena

manajemen tidak dapat membuat keputusan yang

efektif terhadap MPS apabila item MPS terlalu banyak.

30

• Seharusnya memungkinkan untuk meramalkan

permintaan dari item-item MPS (kecuali item itu adalah

make to order). Item-item yang dijadwalkan harus

berkaitan erat dengan item-item yang dijual.

• Setiap item yang dibuat harus memiliki BOM, sehingga

MPS dapat explode melalui BOM untuk menentukan

kebutuhan komponen material.

• Item-item yang dipilih harus dimasukkan dalam

perhitungan kapasitas produksi yang dibutuhkan.

• Item-item MPS harus memudahkan dalam

penerjemahan pesanan-pesanan ke dalam pembuatan

produk yang dikirim.

Dalam MPS ada 3 (tiga) jenis order, yaitu :

• Planned order, adalah order yang rencananya akan di

release dan dibuat setelah mempertimbangkan demand-

supply.

• Firm planned order, adalah order yang direncanakan

akan dibuat diperusahaan ini tapi masih belum

direlease (masih dalam perkiraan).

31

• Order, adalah order yang sudah diperintahkan untuk

dibuat purchase ordernya.

Secara umum tabel Master Production Schedule (MPS) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1. Tabel Master Production Schedule (MPS)

Item no. : Description :

Lead time : Safety stock :

Demand time fences : On hand :

Planning time fences : Periode Past Due 1 2 3 4 5 6 7 8

Forecast

Actual order

PAB

Available to promise

Master Schedule

Keterangan untuk tabel diatas adalah sebagai berikut :

1) Item No. (nomor item) menyatakan kode komponen atau material yang akan

dirakit.

2) Lead time (waktu kirim) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk merilis

atau melepas suatu end item.

3) Safety stock (persediaan pengaman) menyatakan cadangan material yang

harus ada sebagai antisipasi kebutuhan di masa yang akan datang.

32

4) Description menyatakan deskripsi material secara umum.

5) On hand (persediaan di tangan) menyatakan jumlah material yang ada di

tangan sebagai sisa periode sebelumnya.

6) Demand time fences (batas waktu permintaan) merupakan batas waktu

penyesuaian permintaan. Panjangnya = assembly lead time. PAB dihitung dari

actual demand. Disini perubahan demand tidak akan dilayani.

7) Planning time fences (batas waktu perencanaan) merupakan batas waktu

penyesuaian perencanaan pemesanan dimana demand masih boleh berubah.

Perubahan masih akan dilayani selama material dan kapasitas tersedia.

Panjangnya = kumulatif lead time antara procurement lead time (waktu untuk

mendapatkan material), fabrication lead time, dan assembly lead time.

8) Forecast (peramalan) merupakan hasil peramalan sebelumnya

9) Actual order = AO (pesanan sebenarnya) merupakan jumlah order yang

diterima sebelumnya.

10) Projected available balance = PAB (keseimbangan persediaan terencana)

merupakan perkiraan jumlah sisa produk pada akhir periode. PAB dihitung

dengan rumus :

PABt1 DTF = PABt-1 + MSt - AOt

PABDTF ≤ t ≤ PTF = PABt-1 + MSt – Aot atau Ft (pilih yang paling besar)

11) Available to promise (ATP) merupakan jumlah yang dapat dijanjikan kepada

konsumen untuk bisa dipenuhi atau dengan kata lain ATP merupakan jumlah

33

material on hand pada inventory yang sebenarnya. ATP dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

ATP = ATPt-1 + MSt – Actual Order sampai pada periode yang sudah

dijadwalkan pada master scheduled.

12) Master Schedule (MS) merupakan jadwal produksi (manufacturing yang

diantisipasi untuk item tertentu)

2.1.1.2 Tujuan MRP

Secara umum MRP dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagai berikut :

1) Meminimalkan persediaan

MRP menentukan berapa banyak dan kapan suatu komponen

diperlukan disesuaikan dengan jadwal induk produksi (Master

Production Schedule). Dengan menggunakan metode ini maka

pengadaan (pembelian) atas komponen-komponen yang diperlukan

untuk suatu rencana produksi dapat dilakukan sebatas yang diperlukan

saja sehingga dapat meminimalkan biaya persediaan.

2) Mengurangi resiko keterlambatan produksi atau pengiriman

MRP mengidentifikasi berapa banyaknya bahan dan komponen

yang diperlukan baik dari segi jumlah dan waktunya dengan

memperhatikan tenggang waktu produksi maupun pengadaan atau

pembeliaan komponen, sehingga dapat memperkecil resiko tidak

34

tersedianya bahan yang akan diproses yang dapat mengakibatkan

terganggunya rencana produksi.

3) Komitmen yang realistis

Dengan MRP, jadwal produksi diharapkan dapat dipenuhi sesuai

dengan rencana, sehingga komitmen terhadap pengiriman barang

dapat dilakukan secara realistis. Hal ini dapat mendorong

meningkatnya kepuasan dan kepercayaan konsumen.

4) Meningkatkan efisiensi

MRP juga dapat mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah

persediaan, waktu produksi, dan waktu pengiriman dapat direncanakan

lebih baik sesuai dengan jadwal induk produksi. Ada tiga input utama

dari suatu system MRP, yaitu Master Production Schedule, catatan

keadaan persediaan (inventory status), dan struktur produk (bill of

material). Tanpa adanya ketiga input tersebut, MRP tidak akan

berfungsi dengan baik.

Metode MRP merupakan metode perencanaan dan pengendalian

pesanan dan inventori untuk item-item dependen demand. Berdasarkan

MPS yang diturunkan dari rencana produksi, suatu sistem MRP

mengidentifikasikan item apa yang harus dipesan, berapa banyak

kuantitas item yang harus dipesan, dan bilamana waktu memesan item

35

itu (Gaspersz, 2001, p180). Secara umum bentuk tabel Material

Requirement Planning (MRP) adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Tabel Material Requirement Planning (MRP)

Part No. : BOM UOM : Lead Time : Safety Stock :

Description : On – Hand : Order Policy : Lot Size :

Period PD 1 2 3 4 5 6 7 8

Gross Requirement

Schedule Receipts

Project On Hand

Net Requirement

Planned Order Receipts

Planned Order Release

Keterangan untuk tabel di atas adalah sebagai berikut :

1) Part No. (nomor komponen) menyatakan kode komponen atau

material yang akan dirakit.

2) BOM UOM (unit material) menyatakan status komponen atau material

yang akan dirakit.

3) Lead Time (waktu kirim) menyatakan waktu yang dibutuhkan untuk

merilis atau mengirim suatu komponen.

36

4) Safety Stock (persediaan pengaman) menyatakan cadangan material

yang harus ada sebagai antisipasi kebutuhan dimasa yang akan datang.

5) Description menyatakan deskripsi material secara umum.

6) On Hand (persediaan di tangan) menyatakan jumlah material yang ada

di tangan sebagai sisa periode sebelumnya.

7) Order Policy (kebijakan pemesanan) menyatakan jenis pendekatan

yang digunakan untuk menentukan ukuran lot yang dibutuhkan saat

memesan barang.

8) Lot Size (ukuran lot) menyatakan penentuan ukuran lot saat memesan

barang.

9) Gross requirement (kebutuhan kasar) menyatakan jumlah yang akan

diproduksi atau dipakai pada setiap periode. Untuk item akhir (produk

jadi), kuantitas gross requirement sama dengan MPS (Master

Production Schedule). Untuk komponen, kuantitas gross requirement

diturunkan dari Planned Order Release induknya.

10) Schedule Receipts (jadwal penerimaan) menyatakan material yang

dipesan dan akan diterima pada periode tertentu.

11) Net Requirement (kebutuhan bersih) menyatakan jumlah bersih (netto)

dari setiap komponen yang harus disediakan untuk memenuhi induk

komponennya atau untuk memenuhi Master Production Schedule

(MPS).

37

12) Planned Order Receipts (penentuan jumlah pemesanan terencana)

menyatakan kuantitas pemesanan yang dibutuhkan pada suatu periode.

Planned Order Receipts muncul pada saat yang sama dengan Net

Requirement, akan tetapi ukuran pemesanannya (lot sizing) bergantung

kepada Order Policy nya. Selain itu juga harus mempertimbangkan

safety stock juga.

13) Planned Order Release (pelaksanaan pemesanan terencana)

menyatakan kapan suatu pesanan sudah harus dilakukan atau

dimanufaktur sehingga komponen ini tersedia ketika dibutuhkan oleh

induk itemnya. Kapan suatu pesanan harus dilakukan ditetapkan oleh

periode Lead Time sebelum dibutuhkan.

2.1.1.3 Langkah utama proses MRP

Pada dasarnya ada empat langkah utama dalam proses MRP, yaitu :

1) Netting

Netting adalah proses perhitungan kebutuhan bersih yang besarnya merupakan

selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal penerimaan persediaan

(schedule order receipts) dan persediaan awal yang tersedia (begin inventory)

2) Lotting / Lot Sizing

38

Lotting / Lot Sizing merupakan suatu algoritma heuristic yang mencoba

untuk mencari jumlah pesanan yang optimal berdasarkan pertimbangan :

Biaya pesan

Adalah biaya yang harus dikeluarkan setiap kali memesan barang ke

supplier atau biaya tetap yang terjadi setiap ada pergantian proses

produksi dari satu produk ke produk lainnya.

Biaya simpan

Adalah biaya yang harus dikeluarkan karena menyimpan barang.

Biaya-biaya yang termasuk kelompok ini adalah : listrik, pajak,

premi asuransi, biaya tenaga kerja yang mengawasi persediaan, dan

lain-lain.

Metode ini sangat berguna untuk mencari biaya yang serendah mungkin

dalam perhitungan untuk pemesanan barang. Penting untuk diingat bahwa

dalam mencari metode lot sizing yang terbaik digunakan perbandingan total

biaya yang terdiri dari biaya simpan dan biaya pesan. Sedangkan biaya

pembelian tidak dapat digunakan sebagai perbandingan dengan mencari

metode terbaik tetapi apabila metode terbaik sudah diperoleh maka dalam

total biaya dapat dimasukkan biaya pembelian.

39

a) Metode Economic Order Quantity (EOQ)

Metode ini pertama kali dicetuskan oleh Ford Harris pada tahun 1915,

tetapi lebih dikenal dengan nama metode Willson karena dikembangkan

oleh Willson pada tahun 1934 .Metode ini digunakan untuk menghitung

minimasi total persediaan berdasarkan persamaan tingkat atau titik

equilibrium kurva biaya simpan dan biaya pesan.

Rumusan untuk menentukan jumlah EOQ adalah :

EOQ = H

SD **2

Dimana : Q = jumlah barang setiap pemesanan

D = jumlah permintaan dalam periode N

S = biaya pesan

H = biaya simpan dalam periode N

EOQ merupakan model dengan penerimaan pesanan bertahap dan

dengan penggunaan secara bertahap.

40

t

Q - S

0

S

t1

t2

R

SS

t

Q

Gambar 2.1 Model dasar EOQ

Dimana t = waktu

Q = tingkat Permintaan

t2 = Lead time

R = Reorder point

SS = Safety Stock

41

b) Metode Period Order Quantity (POQ)

Metode ini sebenarnya adalah pengembangan dari metode EOQ. Pada metode

EOQ jumlah barang setiap pemesanan konstan, maka pada metode POQ ini

interval periode pemesanannya yang bersifat konstan. Rumusan untuk

menentukan jumlah dan periode POQ adalah :

d = periodebanyak

D

N = DQ

Dimana : N = jumlah periode pemesanan

Q = jumlah barang secara EOQ

d = rata-rata penerimaan

Model POQ dapat dilihat seperti gambar dibawah ini :

P e rs e d ia a nm a k s im u m

t

B a g ia n d a ri s ik lu sd im a n a p e rs e d ia a n

te r ja d i

B a g ia n p e rm in ta a nd a ri s ik lu s ta n p a

d ila ku ka n p ro d u k s i

w a k tu

Gambar 2.2 Model dasar POQ

42

c) Metode Lot For Lot (LFL)

Metode Lot For Lot merupakan metode yang paling sederhana dimana pada

dasarnya metode ini mengadakan pemesanan persediaan setiap sub- periode.

Tujuannya untuk meminimasi biaya simpan , karena tidak adanya persediaan

yang tersisa setiap pergantian sub- periode.

• Off Setting

Off setting bertujuan untuk menentukan saat yang tepat untuk

melakukan rencana pemesanan untuk memenuhi net requirements di

atas. Rencana pemesanan (Planned Order Receipts) diperoleh dengan

cara mengurangkan saat awal tersedianya net requirement yang

diinginkan dengan lead time.

• Exploding / Explosion

Adalah proses perhitungan kebutuhan kotor (Gross Requirement)

untuk item pada level yang paling bawah. Dasar untuk menentukan

kebutuhan item-item ini dalam tiap tahap,langsung maupun tidak

langsung, yang diturunkan dari MPS, bergantung pada posisinya pada

strukur produk.

43

d) Metode Fixed Period Requirement (FPR)

Jangka waktu pemesanan ditentukan secara bebas, tetapi berulang secara

tetap. Ukuran pemesanan sesuai jumlah kebutuhan pada jangka waktu yang

ditentukan tersebut.

e) Metode Part Period Balancing (PPB)

Teknik Part Period Balancing (PPB) berdasarkan pada pemikiran bahwa

ongkos total untuk semua lot pada periode perencanaan akan minimal jika

besarnya biaya simpan dan biaya pesan mendekati sama. Hal ini berarti

kuantitas yang dipesan dapat dilakukan hanya jika biaya simpannya tidak

berbeda jauh dengan biaya pemesanannya. Sebagai alat ukurnya adalah EPP

(Economic Part Period) yang mempunyai pengetian yang sama dengan rata-

rata penumpang per km. ukuran lot ditentukan berdasarkan pada kenyataan

part periodnya mendekati sama dengan EPP.

Rumus untuk menentukan besarnya nilai EPP adalah

EPP = periode unit tiapper simpan Ongkos

pesan ongkos

44

3) Off Setting

Proses ini dapat menentukan saat yang tepat untuk melakukan rencana

pemesanan dalam memenuhi tingkat kebutuhan bersih. Yang diperlukan

dalam proses ini adalah lead time produk tersebut. Pemesanan harus

dilakukan lebih awal dari periode kebutuhan material tersebut. Periode

kebutuhan material dikurangi dengan lead time menghasilkan periode

pemesanan yang harus dilakukan.

4) Explosion

Proses ini menghitung kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah.

Berdasarkan atas rencana pemesanan yang telah disusun pada proses off

setting. Data yang diperlukan dalam proses ini adalah struktur produk dan Bill

Of Material (BOM) dari produk tersebut. Berdasarkan rencana pemesanan

akan dihitung kebutuhan kotor komponen-komponen penyusun produk akhir

sesuai dengan Bill Of Material (BOM) dan struktur produknya. Dari proses

explosion juga akan diketahui rencana pemesanan untuk komponen-

komponen penyusun produk tersebut.

45

2.1.1.4 Output MRP

Adapun output dari MRP adalah :

1) Rencana pemesanan yang disusun berdasarkan waktu tenggang dari setiap

komponen / bahan baku. Dengan adanya rencana pemesanan, maka jadwal

kebutuhan bahan pada tingkat yang lebih efisien dapat diketahui.

2) Jumlah lot bahan baku yang akan dipesan dapat diketahui berdasarkan

pemilihan metode lot yang paling efisien.

3) Purchased Order (PO)

Merupakan surat perintah untuk melakukan pembelian barang

4) Work Order (WO)

Merupakan surat perintah untuk melakukan pekerjaan tertentu.

5) Work schedule (WS)

Merupakan suatu perintah untuk melakukan penjadwalan kembali.

2.2 Kerangka Pikiran

Usulan perencanaan Material Requirement Planning (MRP) ini dilakukan untuk

mengetahui kebutuhan bahan baku yang diperlukan untuk melakukan produksi, yang

pengumpulan datanya dilakukan dengan melakukan wawancara kepada yang

bersangkutan dan mengumpulkan data dari bagian atau department yang

bersangkutan. Adapun kerangka pikiran dalam menyelesaikan studi ini adalah

sebagai berikut :

46

Masalah

perencanaan kebutuhanbahan baku untuk produksi

Sistem PerencanaanBahan Bakuyang

diterapkan

- Bill Of Material (BOM)- Struktur Produk- inventory Status

- Master ProductionSchedule (MPS)

Usulan MasterRequirement Planning

(MRP)

Implementasi sistemMRP usulan

-explosion- netting(kebutuhan bersih)

- lotting(ukuran lot)- offsetting (waktu pesan)

Gambar 2.3 Kerangka pikiran pemecahan masalah

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa masalah yang saat ini ada di PT. Pratama

Abadi Industri adalah perlunya perencanaan yang baik dalam pengadaaan bahan baku

sehingga tidak menjadi masalah dalam melakukan produksi. Sistem Material

Requirement Planning (MRP) yang saat ini mereka terapkan adalah PT. Pratama

Abadi Industri melakukan pemesanan bahan baku kepada supplier atau pemasok

setiap satu bulan sekali. Dengan melakukan pemesanan dalam jangka waktu tersebut,

47

perusahaan akan mengeluarkan biaya yang lebih besar untuk biaya pesannya. Karena

bahan baku dipesan untuk jangka waktu 1 (satu) bulan produksi.

Usulan perencanaan Material Requirement Planning (MRP) disini adalah dengan

melakukan perencanaan kebutuhan bahan baku dengan menggunakan 5 metode yang

kenudian dari ke-5 metode tersebut akan diperoleh metode yang lebih baik untuk

digunakan dalam membuat perencanaan bahan baku. Implementasi usulan

perencanaan Material Requirement Planning (MRP) ini diharapkan akan mengurangi

besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan sehingga keuntungan yang

dihasilkan oleh perusahaan akan menjadi lebih besar.