bab 2

61
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pembedahan (Operasi) 2.1.1 Pengertian Pembedahan atau Operasi Menurut Sjamsuhidayat yang dikutip oleh Ferlina pada tahun 2002, Operasi adalah suatu tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini umumnya dilakukan dengan pembuatan sayatan. Setelah bagian yang akan ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang akan mendatangkan stressor terhadap integritas seseorang. Pembedahan akan membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Salah satu respon psikologis adalah cemas. Suatu penelitian menyebutkan bahwa 80% dari pasien yang akan menjalani pembedahan mengalami kecemasan (Ferlina, 2002). Menurut Long yang dikutip oleh Rosintan pada tahun 2003, tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun 7

Upload: fafa-ithu-icha

Post on 17-Jan-2016

12 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

bababa

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembedahan (Operasi)

2.1.1 Pengertian Pembedahan atau Operasi

Menurut Sjamsuhidayat yang dikutip oleh Ferlina pada tahun 2002, Operasi

adalah suatu tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka

atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan tubuh ini

umumnya dilakukan dengan pembuatan sayatan. Setelah bagian yang akan

ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang akan diakhiri dengan

penutupan dan penjahitan luka. Tindakan pembedahan merupakan salah satu

tindakan medis yang akan mendatangkan stressor terhadap integritas seseorang.

Pembedahan akan membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun

psikologis. Salah satu respon psikologis adalah cemas. Suatu penelitian

menyebutkan bahwa 80% dari pasien yang akan menjalani pembedahan

mengalami kecemasan (Ferlina, 2002).

Menurut Long yang dikutip oleh Rosintan pada tahun 2003, tindakan pembedahan

merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang

dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis maupun fisiologis.

2.1.2 Keperawatan perioperatif

Keperawatan perioperatif adalah istlah yang digunakan untuk menggambarkan

keragaman fungsi keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan

pasien. Kata perioperatif adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga fase :

7

Page 2: BAB 2

8

1. Fase praoperatif

Fase praoperatif dari peran keperawatan perioperatif dimulai ketika keputusan

untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim kemeja operasi.

Lingkup aktifitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan

pengkajian dasar pasien di tatanan klinik atau rumah, menjalani wawancara

praoperasi dan menyiapkan pasien untuk anestesi yang diberikan dalam

pembedahan.

2. Fase intraoperatif

Fase intraoperatif dari keperawatan perioperatif dimulai ketika pasien masuk atau

dipindah kebagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan

keruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktifitas keperawatan dapat meliputi

memasang infus (IV), memberikan medikasi intravena, melakukan pemantaun

fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan

pasien.

3. Fase pascaoperatif

Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan

berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah. Lingkup

keperawatan mencakup tentang aktifitas yang luas selama periode ini. Pada fase

pasca operatif langsung, fokus termasuk mengkaji efek dari agens anestesia dan

memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan

kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan

peyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk

penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan (Brunner

& Suddart, 2002).

Page 3: BAB 2

9

2.1.3 Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan

Tindakan pembedahan dilakukan dengan berbagai indikasi, diantaranya adalah :

1. Diagnostik : biopsi atau laparatomi eksplorasi

2. Kuratif : eksisi tumor atau mengangkat apendiks yang mengalami inflamasi

3. Reparatif : Memperbaiki luka multipel

4. Rekonstruksi/Kosmetik : Mammopasty, atau bedah plastik

5. Palliatif : seperti menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, contoh :

pemasangan selang gastrotomi yang dipasang untuk mengkompensasi terhadap

ketidakmampuan menelan makanan (Bunner and suddarth, 2002).

Menurut urgensi dilakukan tindakan pembedahan, maka tidakan pembedahan

dapat diklafikasikan menjadi 5 tingkatan (Bunner and suddarth, 2002), yaitu :

1. Kedaruratan/Emergency

Pasien membutuhkan perhatian segera, gangguan mungkin mengancam jiwa.

Indikasi dilakukan pembedahan tanpa di tunda. Contoh : perdarahan hebat,

obstruksi kandung kemih atau usus, fraktur tulamg tengkorak, luka tembak atau

tusuk, luka bakar sangat luas.

2. Urgen

Pasien membutuhkan perhatian segera. Pembedahan dapat dilakukan dalam 24

jam, contoh : infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

3. Dijadwalkan

Suatu operasi dini namun bukan penyelamatan (misal : pembedahan kanker,

kardiovaskuler), biasanya dikerjakan dalam 1 – 3 minggu.

Page 4: BAB 2

10

4. Elektif

Operasi pada waktu yang sesuai bagi pasien dan dokter (misal : kolesisteltomi).

5. Pilihan

Keputusan tentang dilakukan pembedahan diserahkan sepenuhnya pada pasien.

Indikasi pembedahan merupakan pilihan pribadi dan biasanya terkait dengan

estetika. Contoh : bedah kosmetik.

Sedangkan menurut faktor resikonya, tindakan pembedahan dibagi menjadi

(Virginia, 2004) :

1. Minor : Menimbulkan trauma fisik yang minimal dengan resiko kerusakan

yang minim.

Contoh : insisi dan drainase kandung kemih, sirkumsisi.

2. Mayor : Menimbulkan trauma fisik yang luas, resiko kematian sangat serius.

Contoh : total abdominal histerektomi, reseksi colon, dll.

2.1.4 Beberapa Hal yang Ditemukan Pada Pasien yang Menghadapi

Pembedahan

1. Ketakutan

Pasien praoperatif dapat mengalami berbagai ketakutan. Takut terhadap

anestesia, takut terhadap nyeri atau kematian, takut tentang ketidaktahuan atau

takut tentang deformitas atau ancaman lain terhadap citra tubuh dapat

menyebabkan ketidaktenangan atau anestesia. Perawat dapat melakukan banyak

hal untuk menghilangkan kesalahan konsep diri dan kesalahan informasi dan

untuk memberikan penenangan ketika memungkinkan. Selain ketakutan –

ketakutan di atas, pasien sering mengalami kekhawatian lain, seperti masalah

Page 5: BAB 2

11

finansial, tanggung jawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau

ketakutan – ketakutan akan diagnosa yang buruk atau probabilitas kekacauan di

masa datang. Perawat dapat menggali ketakutan – ketakutan ini bersama pasien

dan mengatur untuk mendapat bantuan dan tenaga kesehatan profesional lainnya

jika dibutuhkan. Jika kekhawatiran berasal dari ketakutan tentang prognosisnya,

maka dokter harus dihubungi (Brunner & Suddart, 2002)..

2. Kepercayaan Spiritual

Tanpa memandang anutan keagamaan pasien, kepercayaan spiritual dapat menjadi

medikasi terapeutik. Segala upaya harus dibuat untuk membatu pasien mendapat

bantuan spiritual yang pasien inginkan. Keyakinan mempunyai kekuatan yang

sangat besar, dengan begitu kepercayaan yang dimiliki oleh setiap individu pasien

harus dihargai dan didukung (Brunner & Suddart, 2002).

3. Nilai Budaya

Menghormati nilai budaya dan kepercayaan memfasilitasi terciptanya hubungan

saling percaya. Beberapa area pengkajian termasuk etnik yang menjadi bagian

area pengkajian termasuk kelompok etnik menjadi bagian dari pasien dan adat

istiadat serta kepercayaan terhadap penyakit dan tenaga perawatan kesehatan.

(Brunner & Suddart, 2002).

2.1.5 Persiapan Pre Operatif

Persiapan pembedahan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yang meliputi persiapan

psikologik baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologis (khusus pasien).

Page 6: BAB 2

12

1. Persiapan Psikologi

Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak

stabil. Hal ini dapat disebabkan karena : takut akan perasaan sakit, necrosa atau

hasilnya, keadaan sosial ekonomi dari keluarga. Bimbingan berdoa merupakan

fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi kecemasan

pasien.

2. Persiapan Fisiologis

1) Diit

Kecuali pada bedah perut dimana pasien mendapat diit rendah residu, makanan

biasa diberikan 1 hari sebelum operasi, tapi 8 jam sebelum operasi pasien tidak

diperbolehkan makan. Diit harus sesuai dengan kondisi sebelum bedah. Cairan

tidak diperbolehkan 4 jam sebelum operasi. Terdapatnya makanan atau cairan

dalam perut meningkatkan kemungkinan aspirasi isi lambung yang seharusnya

termuntahkan pada saat pasien di anestesi. Aspirasi dapat menjadi pneumonia,

bila diketahui pasien makan atau minum pada saat harus puasa, ahli bedah harus

diberitahu. Karena operasi bisa mengalami penjadwalan ulang. Bila dilaksanakan

anestesi lokal atau spinal, makanan ringan diperbolehkan.

2) Persiapan Perut

Pemberian leuknol/lavement sebelum operasi dilakukan pada bedah saluran

pencernaan atau pelvis daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran

pencernaan atau pelvi daerah periferal. Untuk pembedahan pada saluran

pencernaan dilakukan 2 kali yaitu pada waktu sore dan pagi hari menjelang

operasi.

Page 7: BAB 2

13

Maksud dari pemberian lavement antara lain :

a. Mencegah cidera kolon

b. Memungkinan visualisasi yang lebih baik pada daerah yang akan di operasi

c. Mencegah konstipasi

d. Mencegah infeksi

3) Persiapan Kulit

Tujuan persiapan kulit sebelum operasi adalah untuk membebaskan sedapat

mungkin daerah operasi dari mikro organisme, dalam bebeapa contoh menyiram

kulit dengan sabun hexa-2 hlorophene yang baik sudah dianggap memadai.

Rambut dibersihkan dari daerah torehan karena mikro organisme menempel pada

rambut. Depilator atau obat pemusnah rambut dapat dipergunakan bila orang tidak

sensitif. Mencukur rambut dipesankan pada malam hari menjelang operasi perlu

diunakan silet yang tajam dikerjakan ditempat yang terang. Cara mencukur harus

ke arah butir rambut agar lebih dekat ke akarnya, kulit jangan tergores atau

melipat karena mikro organisme dapat diam pada permukaan kulit yang pecah.

4) Hasil Pemeriksaan

Meliputi hasil laboratorium, foto rontgen, ECG, USG dan lain-lain.

5) Persiapan Operasi atau Informed Consent

Izin tertulis dari pasien atau keluarga harus tersedia. Persetujuan bisa didapat dari

keluarga dekat yaitu suami/istri, anak tertua, orang tua dan keluarga terdekat. Pada

kasus gawat darurat ahli bedah mempunyai wewenang untuk melaksanakan

operasi tanpa surat izin tertulis dari pasien atau keluarga, setelah dilakukan

berbagai usaha untuk mendapat kontak denggan anggota keluarga pada sisa waktu

yang masih mungkin.

Page 8: BAB 2

14

3. Persiapan Akhir Sebelum Operasi di Kamar Operasi (serah terima dengan

perawat OK)

1) Mencegah Cidera

Untuk melindungi pasien dari kesalahan identifikasi atau cidera perlu dilakukan

hal tersebut di bawah ini :

a. Cek daerah kulit / persiapan kulit dan persiapan perut (lavement)

b. Cek gelang identitas atau identifikasi pasien

c. Lepas tusuk konde, wig dan tutup kepala (peci)

d. Lepas perhiasan

e. Bersihkan cat kuku

f. Kontak lensa harus dilepas dan diamankan

g. Protesa (gigi palsu, mata palsu) harus dilepas

h. Alat pendengaran boleh terpasang bila pasien kurang atau ada gannguan

pendengaran

i. Kaos kaki anti emboli perlu dipasang pada pasien yang beresiko terhadap

tromboplebitis

j. Kandung kemih harus sudah kosong

Status pasien beserta hasil-hasil pemeriksaan harus dicek meliputi :

a. Catatan tentang persiapan kulit

b. Tanda-tanda vital (suhu, nadi, respirasi, TD)

c. Pemberian premedikasi

d. Pengobatan rutin

e. Data antropometri (BB, TB)

f. Informed Consent

Page 9: BAB 2

15

g. Persiapan laboratorium

2) Pemberian Obat Pramedikasi

Obat-obat pra anastesi diberikan untuk mengurangi kecemasan, memperlancar

induksi dan untuk pengelolaan anastesi. Sedative biasanya diberikan pada malam

menjelang operasi agar pasien tidur banyak dan mencegah terjadinya cemas.

2.2 Konsep Kecemasan

2.2.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam sadar (effective) yang ditandai dengan perasaan

ketakutan atau kehawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami

gangguan dalam menilai realitas (Reality Testing Ability/RTA) masih baik,

kepribadian masih tetap utuh (tidak mengalami keretakan kepribadian/ splitting of

personality), perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas-batas normal

(Hanawari, 2006).

Taylor dalam Rochman (2010) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan

suatu perasaan subjektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan

sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak

adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu ini pada umumnya tidak

menyenangkan dan menimbulkan perubahan fisiologis seperti gemetar,

berkeringat, detak jantung meningkat dan juga menimbulkan perubahan

psikologis seperti panik, tegang, binggung dan tidak bisa berkonsentrasi.

Page 10: BAB 2

16

Kecemasan adalah keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan

gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons

terhadap ancaman yang tidak jelas, nonspesifik (Carpenito, Lynda J, 2007).

2.2.2 Tingkatan Kecemasan

Ada empat tingkat kecemasan yang di kemukakan Peplau yang tercantum pada

bukunya Sheila L. Videbeck (2008) : ringan, sedang, berat, dan panik. Pada

masing-masing tahap, individu memperlihatkan perubahan perilaku, kemampuan

kognitif, dan respon emosional ketika berupaya menghadapi cemas.

1. Cemas ringan

Berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan

menyebabkanseseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya,

cemas dapat me-motivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

2. Cemas sedang

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan

mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang

selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

3. Cemas berat

Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi seseorang, cenderung untuk

memusatkan pada suatu yang terjadi dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang

hal-hal yang semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan.

4. Cemas panik

Kecemasan ini berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror, rincian

terpecah dan proporsinya karena kehilangan kendali. Orang yang mengalami

Page 11: BAB 2

17

panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, panik

melibatkan disorganisasi kepribadian, dengan panik terjadi peningkatan aktifitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain. Persepsi

yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional sehingga tingkat

kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan.

2.2.3 Gejala Terhadap Kecemasan

Menurut Stuart dan Sundeen (2007) respon terhadap kecemasan meliputi respon

somatis, kognitif, dan afektif.

1. Somatis

Mual, mulas, berdebar-debar, deg-degan, berkeringat dingin, tekanan darah naik,

pusing, tidak bisa tidur (insomnia), dll.

2. Kognitif

Bingung, tidak bisa konsentrasi, tidak bisa berpikir, dll.

3. Afektif

Was-was, khawatir, takut, gelisah, cemas, perasaan tidak menentu, sedih, dll.

2.2.4 Fisiologi Kecemasan / Stres

Stres fisik atau emosional mengaktivasi amygdala yang merupakan bagian dari

sistem limbik yang berhubungan dengan komponen emosional dari otak. Respon

emosional yang timbul ditahan oleh input dari pusat yang lebih tinggi di forebrain.

Respon neurologis dari amygdala ditransmisikan dan menstimulasi respon

hormonal dari hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan hormon CRF

(corticotropin releasing factor) yang menstimulasi hipofisis untuk melepaskan

Page 12: BAB 2

18

hormon lain yaitu ACTH (adrenocorticotropik hormone) ke dalam darah. ACTH

sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol,

suatu kelenjar kecil yang berada di atas ginjal. Semakin berat stres, kelenjar

adrenal akan menghasilkan kortisol semakin banyak dan menekan sistem imun

(Smeltzer & Bare 2002).

Secara simultan, hipotalamus bekerja secara langsung pada sistem otonom untuk

merangsang respon yang segera terhadap stres. Sistem otonom sendiri diperlukan

dalam menjaga keseimbangan tubuh. Sistem otonom terbagi dua yaitu sistem

simpatis dan parasimpatis. Sistem simpatis bertanggung jawab terhadap adanya

stimulasi atau stres. Reaksi yang timbul berupa peningkatan denyut jantung, nafas

yang cepat, penurunan aktifitas gastrointestinal. Sementara sistem parasimpatis

membuat tubuh kembali ke keadaan istirahat melalui penurunan denyut jantung,

perlambatan pernapasan, meningkatkan aktifitas gastrointestinal. Perangsangan

yang berkelanjutan terhadap sistem simpatis menimbulkan respon stres yang

berulang-ulang dan menempatkan sistem otonom pada ketidakseimbangan.

Keseimbangan antara kedua sistem ini sangat penting bagi kesehatan tubuh.

Dengan demikian tubuh dipersiapkan untuk melawan atau reaksi menghindar

melalui satu mekanisme rangkap: satu respon saraf, jangka pendek, dan satu

respon hormonal yang bersifat lebih lama (Guyton, 2007).

Page 13: BAB 2

19

2.2.5 Sumber Stresor

Sumber stresor merupakan asal dari penyebab suatu stres yang dapat

mempengaruhi dari stresor seperti lingkungan, baik secara fisik, psikososial

maupun spiritual. Sumber stresor lingkungan fisik dapat berupa fasilitas-fasilitas

seperti air minum, makan, atau tempat-tempat umum sedangkan lingkungan

psikososial dapat berupa suara atau sikap kesehatan atau orang yang ada

disekitarnya, sedangkan lingkungan spiritual dapat berupa tempat pelayanan

keagamaan seperti fasilitas ibadah atau lainnya.

Sumber stresor yang lain adalah diri sendiri yang dapat berupa perubahan

fisiologis dalam tubuh, seperti adanya operasi, obat-obatan, perawatan di rumah

sakit atau lainnya. Sedangkan sumber stresor dari pikiran adalah berhubungan

dengan penilaian seseorang terhadap status kesehatan yang dialami serta pengaruh

terhadap dirinya (Hidayat, A. Aziz alimul, 2004).

2.2.6 Adaptasi Fisiologis

Adaptasi ini merupakan proses penyesuain tubuh secara alamiah atau secara

secara fisiologis untuk mempertahankan keseimbangan dari berbagai faktor yang

menimbulkan atau mempengaruhi keadaan menjadi tidak seimbang, contohnya

masuknya kuman penyakit, maka secara fisiologis tubuh berusaha untuk

mempertahankan baik dari pintu masuknya kuman atau sudah masuk dalam

tubuh. Adaptasi secara fisiologis dapat dibagi menjadi dua yaitu apabila

kejadiannya atau proses adaptasi bersifat lokal, maka disebut dengan LAS (Local

Adaptation Syndroma) seperti ketika daerah tubuh atau kulit terkena infeksi, maka

Page 14: BAB 2

20

akan terjadi daerah sekitar kulit tersebut kemerahan, bengkak, nyeri, panas, dan

lain-lain yang sifatnya lokal atau pada daerah sekitar yang terkena. Akan tetapi

apabila reaksi lokal tidak dapat diatasi dapat menyebabkan gangguan secara

sistemik tubuh akan melakukan proses penyesuaian seperti panas seluruh tubuh,

berkeringat dan lain-lain, keadaan ini disebut sebagai GAS (General Adaptation

Syndroma). Pada adaptasi fisiologis, melalui tiga tahap yaitu :

1. Tahap alarm reaction

Tahap ini merupakan tahap awal dari proses adaptasi di mana individu siap untuk

menghadapi stresor yang akan masuk ke dalam tubuh. Tahap ini dapat diawali

dengan kesiagaan (flight or flight), di mana terjadi perubahan fisiologis yaitu

pengeluaran hormon oleh hipotalamus yang dapat menyebabkan kelenjar adrenal

mengeluarkan adrenalis yang dapat meningkatkan denyut jantung dan

menyebabkan pernapasan menjadi cepat dan dangkal, kemudian hipotalamus juga

dapat melepaskan hormon ACTH (adreno kortikotropik hormone) yang dapat

merangsang adrenal untuk mengeluarkan kortikoid yang akan mempengaruhi

berbagai fungsi tubuh, apabila respons tubuh terhadap stressor mengalami

kegagalan, tubuh akan melakukan countershock untuk mengatasinya.

2. Tahap resistensi (stage of resistance)

Merupakan tahap kedua dari fase adaptasi secara umum di mana tubuh akan

melakukan proses penyesuaian dengan mengadakan berbagai perubahan dalam

tubuh yang berusaha untuk mengatasi stresor yang ada, seperti jantung bekerja

lebih keras untuk mendorong darah yang pekat untuk melewati arteri dan vena

yang menyampit.

Page 15: BAB 2

21

3. Tahap kelelahan (stage of exhaution)

Tahap ini dapat ditandai dengan adanya kelelahan, apabila selama proses adaptasi

tidak mampu mengatasi stresor yang ada, maka dapat menyebar ke seluruh tubuh.

2.2.7 Adaptasi Psikologis

Merupakan proses penyesuaian secara psikologis akibat stresor yang ada,

dengan cara memberikan mekanisme pertahanan diri dengan harapan dapat

melindungi atau bertahan dari serangan-serangan atau hal-hal yang tidak

menyenangkan. Proses adaptasi secara psikologis terdapat dua cara untuk

mempertahankan diri dari berbagai stresor yaitu dengan cara melakukan koping

atau penanganan diantaranya berorientasi pada tugas (task oriented) yang dikenal

dengan problem solving strategi dan ego oriented atau mekanisme pertahan diri

(Hidayat, A. Aziz alimul, 2004) :

1. Task Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada tugas)

Reaksi ini merupakan koping yang digunakan dalam mengatasi masalah dengan

berorientasi pada proses penyelesaian masalah, meliputi afektif (perasaan),

kognitif dan psikomotor. Reaksi ini dapat dilakukan seperti berbicara dengan

orang lain tentang masalah yang dihadapi untuk dicari jalan keluarnya, mencari

tahu lebih banyak tentang keadaan yang dihadapi melalui buku bacaan, ataupun

orang ahli, atau juga dapat berhubungan dengan kekuatan supra natural,

melakukan latihan-latihan yang dapat mengurangi stres serta membuat alternatif

pemecahan masalah dengan menggunakan strategi prioritas masalah.

Page 16: BAB 2

22

2. Ego Oriented Reaction (reaksi berorientasi pada ego)

Reaksi ini dikenal dengan mekanisme pertahanan diri secara psikologis agar tidak

menggangu gangguan psikologis yang lebih dalam. Di antara mekanisme

pertahanan diri yang dapat digunakan untuk melakukan proses adaptasi psikologis

antara lain :

1) Rasionalisasi

Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan selalu

memberikan alasan secara rasional, sehingga masalah yang dihadapi dapat

teratasi.

2) Displacement

Merupakan suatu usaha untuk menghindari dari masalah psikologis dengan

melakukan pemindahan tingkah laku kepada objek lain, sebagai contoh

apabila seseorang terganggu akibat situasi yang ramai, maka temannya yang

disalahkan.

3) Kompensasi

Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara mencari kepuasan pada situasi yang

lain seperti seseorang memiliki masalah karena menurunnya daya ingat maka

akan menonjolkan kemampuan yang dimilikinya.

4) Proyeksi

Merupakan mekanisme pertahanan diri dengan menempatkan sifat batin sendiri ke

dalam sifat batin orang lain, seperti dirinya membenci pada orang lain kemudian

mengatakan pada orang bahwa orang lain membencinya.

Page 17: BAB 2

23

5) Represi

Upaya untuk mengatasi masalah dengan cara menghilangkan pikiran masa lalu

yang buruk dengan melupakannya atau menahan kepada alam tidak sadar dan

sengaja dilupakan.

6) Supresi

Upaya untuk mengatasi masalah dengan menekan masalah yang tidak diterima

dengan sadar dan individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang

menyenangkan.

7) Denial

Upaya pertahanan diri dengan cara penolakan terhadap masalah yang dihadapi

atau tidak mau menerima kenyataan yang dihadapinya.

2.2.8 Tahap Emosional Pasien

Beberapa kondisi yang mungkin akan dialami ketika seorang pasien sakit, kondisi

tersebut adalah : apakah dia sembuh, penyakitnya menjadi kronis, atau berlanjut

menjadi kondisi yang lebih parah. Untuk penyakit tertentu, ganggren karena

diabetes yang sudah parah misalnya, pasien mungkin terbayang akan kehilangan

sebagian organ karena dilakukan amputasi. Sedangkan kasus-kasus keganasan

yang sudah terjadi bisa membuat pasien terbayang saat-saat kematian.

Klubber dalam Putri (2009) menyatakan melalui penelitiannya bahwa ada tahap-

tahap emosional yang dialami oleh klien, yaitu :

1. Tahap Menyangkal

Ketika pasien mengetahui bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan, pasien

berharap bahwa dokter salah menegakkan diagnosa.

Page 18: BAB 2

24

2. Tahap Kemarahan

Pada kondisi ini dimana pasien mengetahui bahwa situasi kesehatannya semakin

memburuk, emosinya semakin sulit dikendalikan, marah-marah terhadap

lingkungannya. Tingkah laku yang mungkin bisa ditunjukkan oleh pasien adalah

menolak makan dan minum, sampai dengan menolak program terapi yang

seharusnya bisa dijalankan.

3. Tahap Tawar Menawar

Pada tahap ini pasien mulai merubah perilakunya dimana pasien berharap

kematiannya bisa ditunda sehingga tampak pada perilaku yang mau menuruti

saran dari petugas kesehatan dan melakukan program terapi dari dokter.

4. Tahap Depresi

Pada tahap ini pasien semakin menyadari bahwa kondisi penyakitnya tidak

dapat berkurang, yang membuat kondisi pasien menjadi depresi yang dapat

tercermin dari tingkah laku pasien, antara lain : bersedih, sering menangis, suka

menyendiri dan tidak mau menerima tamu.

5. Tahap Penerimaan

Pada tahap ini ditandai dengan pasien meras tenang, damai, mau menerima

keadaannya walau merasa sakit dan tidak berdaya. Tahapan-tahapan ini selalu

dialami oleh pasien secara berurutan, hanya rentang waktu tahap satu dengan

tahap yang lain mengalami perbedaan.

2.2.9 Faktor Predisposisi Kecemasan

Berbagai teori dikembangkan untuk menjelaskan asal-usul cemas, dilihat dari

beberapa pandangan di antaranya yaitu :

Page 19: BAB 2

25

1. Dalam Pandangan Psikoanalitik

Cemas adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian id

dan super ego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang.

Sedangkan super ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh

norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi mengenai tuntunan dari dua

elemen yang bertentangan, dan fungsi cemas adalah mengingatkan ego bahwa ada

bahaya.

2. Pandangan Interpersonal Kecemasan

Kecemasan ini timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan

penolakan interpesonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan

trauma seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan fisik.

Orang dengan perkembangan harga diri rendah terutama mudah mengalami

perkembangan kecemasan yang berat.

3. Pandangan Perilaku Kecemasan

Merupakan produk frustasi yaitu segala yang mengganggu kemampuan seseorang

untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap

kecemasan sabagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari

dalam untuk menghindari kepidahan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa

individu yang terbiasa dalam kehidupan dirinya dihadapkan pada ketakutan yang

berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.

4. Kajian Keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa di dalam

suatu keluarga. Ada tumpang tindih antara gangguan ansietas dan depresi.

Page 20: BAB 2

26

5. Kajian Biologis

Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepam yang mana reseptor ini

mungkin membantu mengatur ansietas (kecemasan). Penghambat asam

aminobutrik-gamma neroregulator (GABA) juga mungkin memainkan peran

utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana

dengan hormon endorphin. Selain itu, telah dibuktikan sebagai predisposisi

terhadap kecemasan. Kecemasan mungkin disertai dengan gangguan fisik yang

dapat menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor (Stuart, 2007).

6. Jenis Kelamin

Sunaryo (2004) menulis dalam bukunya bahwa pada umumnya seorang laki-laki

dewasa mempunyai mental yang kuat terhadap sesuatu hal yang dianggap

mengancam bagi dirinya dibandingkan perempuan.

7. Umur

Semakin tua umur seseorang maka semakin baik ia dalam mengendalikan

emosinya di karenakan proses kematangan dalam berpikir dan bertindak.

8. Pendidikan

Tingkat pendidikan adakah pengubahan sikap dari tingkah laku seseorang dalam

usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Jadi

dengan semakin tinggi tingkat pendidikan diharapkan mereka dapat berpikir

secara rasional dan menahan emosi yang baik.

Page 21: BAB 2

27

2.2.10 Faktor-faktor Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Barabara C Long (2002) kecemasan yang terjadi akan direspon secara

spesifik dan berbeda oleh setiap individu. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor

yaitu :

1. Perkembangan Kepribadian (Personality Development)

Perkembangan kepribadian seseorang dimulai sejak usia bayi hingga 18 tahun dan

tergantung dari pendidikan orang tua (psiko-edukatif) di rumah, pendidikan di

sekolah dan pengaruh sosialnya serta pengalaman-pengalaman dalam

kehidupan. Seorang menjadi pencemas terutama akibat proses kata lain “Parental

example” dari pada “Parental genes”.

2. Maturasional

Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi tingkat kecemasan. Pada bayi

tingkat kecemasan lebih disebabkan oleh perpisahan, lingkungan atau orang yang

tidak kenal dan perubahan hubungan dalam kelompok sebaya. Kecemasan pada

kelompok remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan seksual. Pada

dewasa berhubungan dengan ancaman konsep diri, sedangkan pada lansia

kecemasan berhubungan dengan kehilangan fungsi.

3. Tingkat Pengetahuan

Individu yang tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan mempunyai koping yang

lebih adaptif terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat pengetahuannya

lebih rendah.

Page 22: BAB 2

28

4. Karakteristik Stimulus, terdiri dari :

1) Intensitas Stressor

Intensitas stimulus yang semakin besar maka semakin besar pila kemungkinan

respon yang nyata akan terjadi. Stimulus hebat akan menimbulkan lebih banyak

respon yang nyata dari pada stimulus yang timul secara perlahan-lahan. Stimulus

yang timbulnya perlahan-lahan selalu memberi waktu bagi seseorang untuk

mengembangkan koping.

2) Lama Stressor

Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi seseorang dan akhirnya

akan melemahkan sumber-sumber koping yang ada.

3) Jumlah Stressor

Stressor yang ada akan lebih meningkatkan kecemasan pada individu dari pada

stimulus yang lebih kecil.

5. Karakteristik Individu, yang terdiri dari :

1) Makna Stressor Bagi Individu

Makna stressor bagi individu merupakan suatu faktor utama yang mempngaruhi

respon stress. Stressor yang dipandang secara negatif mempunyai kemungkina

besar untuk meningkatkan cemas.

2) Sumber yang Dapat Dimanfaatkan dan Respon Koping

Seseorang yang telah mempunyai ketrampilan dalam menggunakan koping dapat

memilih tindakan-tindakan yang akan memudahkan adaptasi stressor-stressor di

masa lampau akan mempunyai ketrampilan koping yang lebih baik dan dapat

menangani secara efektif bila krisis terjadi.

Page 23: BAB 2

29

3) Status Kesehatan Individu

Jika status kesehatan buruk, energi yang digunakan untuk menangani

stimulus lingkungan kurang, dan dapat mempengaruhi respon terhadap stressor.

Khususnya nutrisi yang kurang, akan menjadikan seseorang mempunyai

resiko yang tinggi berespon secara maladaptif.

2.2.11 Pengukuran Tingkat Kecemasan

Untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan,

sedang, berat atau berat sekali sekali orang menggunakan alat ukur (instrumen)

yang dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A). Alat ukur

ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dibagi lagi

dengan gejala-gejala lebih spesifik. Berikut ini merupakan 14 kelompok tanda-

tanda kecemasan :

1. Perasaan cemas, yang meliputi firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung dan perasaan tidak nyaman.

2. Ketegangan, yang meliputi rasa tegang, lesu, tidak bisa istirahat tenang, mudah

terkejut, mudah menangis, gemetar dan gelisah.

3. Ketakutan, meliputi ketakutan pada gelap, pada orang asing, ditinggal sendiri,

pada binatang besar, pada keramaian lalu lintas dan pada kerumunan orang

banyak.

4. Gangguan tidur, yang meliputi sukar tidur, terbangun malam hari, tidur tidak

nyenyak, bangun dengan lesu, banyak mimpi-mimpi, mimpi buruk dan mimpi

menakutkan.

Page 24: BAB 2

30

5. Gangguan kecerdasan, meliputi sukar konsentrasi, daya ingat menurun dan

sering bingung.

6. Perasaan depresi (murung), meliputi hilangnya minat, berkurangnya

kesenangan pada hobi, sedih, bangun dini hari dan perasaan berubah-ubah

sepanjang hari.

7. Gejala somatik/fisik (otot), meliputi sakit dan nyeri di otot-otot, kaku, kedutan

otot, gigi gemerutuk, dan suara tidak stabil.

8. Gejala somatik/fisik (sensorik), meliputi tinitus (telinga berdenging),

penglihatan kabur, muka merah atau pucat, merasa lemas, dan perasaan

ditusuk-tusuk.

9. Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), meliputi takikardia

(denyut jantung cepat), berdebar-debar, nyeri di dada, denyut nadi mengeras,

lemas seperti mau pingsan, dan detak jantung menghilang (berhenti sekejap).

10. Gejala respiratori (pernafasan), meliputi rasa tertekan atau sempit di dada,

rasa tercekik, sering menarik nafas, dan nafas pendek atau sesak.

11. Gejala gastrointestinal (pencernaan), meliputi sulit menelan, perut melillit,

gangguan pencernaan, nyeri sebelum dan sesudah makan, mual, muntah,

buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi), dan kehilangan

berat badan.

12. Gejala urogenital (perkemihan dan kelamin), meliputi tidak dapat menahan

kencing, sering buang air kecil, tidak datang bulan, darah haid berlebihan,

menstruasi tidak teratur, ejakulasi dini, dan menjadi dingin (frigid).

13. Gejala autonom, meliputi mulut kering, muka merah, mudah bereringat,

kepala pusing, kepala terasa berat, kepala terasa sakit, dan bulu-bulu berdiri.

Page 25: BAB 2

31

14. Tingkah laku (sikap) pada wawancara, meliputi gelisah, jari gemetar, kerut

kening, muka tegang, otot tegang, nafas pendek dan cepat, dan muka merah.

Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0 – 4 yang

artinya :

0 = tidak ada gejala (tidak ada gejala sama sekali)

1 = gejala ringan (satu gejala dari pilihan yang ada)

2 = gejala sedang (separuh dari gejala yang ada)

3 = gejala berat (lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4 = gejala berat sekali (semua gejala ada)

Penilaian atau pemakaian alat ukur ini dilakukan oleh dokter (psikiater) atau orang

yang telah dilatih untuk menggunakannya melalui tekhnik wawancara langsung.

Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut

dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat

kecemasan seseorang yaitu :

Total nilai (score) :

kurang dari 14 = tidak ada kecemasan

14 – 20 = kecemasan ringan

21 – 27 = kecemasan sedang

28 – 41 = kecemasan berat

42 – 56 = kecemasan berat sekali (panik)

Page 26: BAB 2

32

2.3 Konsep Terapi Musik

2.3.1 Pengertian Terapi Musik

Musik adalah bunyi yang diatur menjadi pola yang dapat menyenangkan telinga

kita atau mengkomunikasikan perasaan atau suasana hati. Musik mempunyai

ritme, melodi, dan harmoni yang memberikan kedalaman dan memungkinkan

penggunaan beberapa instrument atau bunyi- bunyian (Oxford Ensiklopedi

Pelajar, 2005).

Menurut Snyder yang dikutip oleh Djohan, Musik yang digunakan dengan tujuan

pengobatan diistilahkan sebagai terapi musik (music therapy). Terapi musik terdiri

dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata “terapi” berkaitan dengan

serangkaian upaya yang dirancang untuk membantu dan menolong orang. Kata

“musik” dalam “terapi musik” digunakan untuk menjelaskan media yang

digunakan secara khusus dalam rangkaian terapi. Berbeda dengan berbagai terapi

dalam lingkup psikologi yang justru mendorong klien untuk bercerita tentang

permasalahan-permasalahannya, terapi musik adalah terapi yang bersifat

nonverbal (Djohan, 2006). Terapi musik memanfaatkan kekuatan musik untuk

membantu klien menata dirinya sehingga mereka mampu mencari jalan keluar,

mengalami perubahan dan akhirnya sembuh dari gangguan yang diderita. Karena

itu terapi musik bersifat humanistic (Djohan, 2006).

Dalam rumusan The American Music Therapy Association, terapi musik adalah

suatu profesi di bidang kesehatan yang menggunakan musik dan aktivitas musik

untuk mengatasi berbagai masalah dalam aspk fisik, psikologis, kognitif dan

Page 27: BAB 2

33

kebutuhan social individu yang mengalami cacat fisik. Menurut Federasi Terapi

Musik Dunia (WMFT) mengemukakan definisi terapi musik adalah penggunaan

musik dan/atau elemen musik (suara, irama, melodi, dan harmoni) oleh seorang

terapis musik yang telah memenuhi kualifikasi, terhadap klien atau kelompok

dalam proses membangun komunikasi, meningkatkan relasi interpersonal, belajar,

meningkatkan mobilitas, mengungkapkan ekspresi, menata diri atau mencapai

berbagai tujuan terapi lainnya (Djohan, 2006).

Terapi musik merupakan sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik

dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik,

emosi, kognitif, dan social bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang

sehat, terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi stress dengan cara

memainkan alat musik seperti drum atau dengan cara mendengarkan musik.

Terapi musik adalah sebuah terapi kesehatan yang menggunakan musik dimana

tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi,

kognitif, dan social bagi individu dari berbagai kalangan usia. Bagi orang sehat,

terapi musik bisa dilakukan untuk mengurangi stress, untuk orang sakit bisa

dengan cara mendengarkan musik (Ratih, 2009).

2.3.2 Patofisiologi

Suara musik yang tenang akan diterima oleh syaraf auditori melalui nervus

vertibulokoklearis dan kemudian akan diteruskan ke korteks serebri yang terdiri

dari dua daerah yang terpisah, yaitu korteks auditorius primer dan korteks

auditorius sekunder (korteks asosiasi auditorius) yang kemudian akan

Page 28: BAB 2

34

menyelaraskan gelombang otak yang menuju gelombang otak α yang melibatkan

kemampuan emosi menurun menandakan ketenangan / rileks, serta mempengaruhi

proses fisiologis dalam tubuh melalui system HPA-AXIX.

Jalur HPA-AXIS, hipotalamus melepas corticotrophin releasing factors (CRF).

Selanjutnya CRF merangsang kelenjar pituitary untuk mempengaruhi medulla

adrenal dalam meningkatkan produksi proopiodmelanocortin (POMC) sehingga

produksi encephalin juga meningkat. Kelenjar pituitary juga menghasilkan

endorphin sebagai neurotransmitter yang dapat mempengaruhi suasana hati

menjadi rileks dan sebagai opiate untuk mengurangi rasa sakit dan bisa

menimbulkan perasaan fly secara alamiah. Pada jalur neuroendokrin yang juga

dikontrol oleh hipotalamus terjadi penurunan stimulasi neuron simpatis kepada

medulla adrenal untuk mensekresi ketokolamin dalam jumlah sedikit. Sedangkan

peningkatan endorphin dan encephalin menyebabkan tubuh menjadi rileks, rasa

nyeri berkurang dan menimbulkan perasaan senang yang menandakan tidak cemas

lagi (Corwin, 2000).

2.3.3 Penggunaan Musik Sebagai Terapi musik diterapkan dalam beberapa

prosedur

1. Guided imaginery and music (GIM)

GIM adalah penggalian kesadaran yang terpusat pada musik. Menurut

penciptanya, Helen Lindquist Bonny mengemukakan bahwa GIM adalah proses

yang terjadi ketika imajinasi ditimbulkan selama mendengarkan musik. Terdiri

dari 40 program musik yang masing-masing berdurasi 30-50 menit. Sepanjang

Page 29: BAB 2

35

perjalanan musik yang didengar, klien diberi kesempatan menghayati berbagai

aspek kehidupannya melalui perjalanan imajinatif. Klien juga belajar mengenali

kekuatan dan kelemahannya. GIM memberikan peluang pada klien untuk

bercerita dan menceritakan kembali berbagai peristiwa bermakna dalam hidup.

Musik yang berjalan akan membantu klien mendekonstruksi kisah kehidupan

lama dan menstimulasinya dengan hal-hal baru.

2. Terapi musik kreatif

Untuk melakukannya, terapis dank lien perlu sama-sama memposisikan musik

sebagai pusat pengalaman. Dibutuhkan musisi dengan keterampilan tinggi dan

mahir menggunakan alat musik harmonis. Cara kerja dan pendekatan dalam

model ini berdasarkan konsep ‘musik sebagai terapi’ dimana musik menjadi

perantara terapeutik melalui perubahan yang terjadi. Musik hadir sepanjang sesi

dan relasi terapeutik terbentuk di dalam musik.

3. Terapi musik behavioral

Model terapi ini merupakan bentuk dari mosifikasi perilaku kognitif yang

menggunakan analisis perilaku. Konsep dasarnya adalah bahwa musik digunakan

dalam perlakuan sebagai isyarat, struktur waktu dan gerakan tubuh, focus

perhatian, dan kondisioning. Untuk menerapkan TMB, perilaku yang akan diubah

perlu dipahami sampai ke konsep dasarnya, agar dapat diterapkan baik sebagai

variable control maupun sebagai variable yang perlu manipulasi. Didalamnya

termasuk perilaku fisiologis, motoric, psikologis, emosional, kognitif, perseptual,

dan otonom.

Page 30: BAB 2

36

4. Terapi musik improvisasi

Terapi musik improvisasi lebih menekankan pada kebebasan dalam

mengungkapkan perasaan dan bermain musik. Kebebasan yang menjadi landasan

dalam terapi ini mengandung konsekuensi bahwa setiap klien akan menunjukkan

cara yang berbeda dalam mengungkapkan perasaannya, menunjukkan

hambatannya, atau mungkin melampiaskan perasaan-perasaan yang tidak

menyenangkan. Karena itu, TMI benar-benar dirancang secara individual, dan

terapis musik harus memiliki kemahiran untuk memahami dan menerjemahkan

makna permainan musik kliennya kedalam ungkapan perasaan yang ingin

disampaikan.

5. Terapi musik analitis

Terapi musik analitis mengizinkan klien untuk bertukar informasi sebanyak-

banyaknya dengan terapis. Dialog yang terjadi memungkinkan terapis menggali

perasaan-perasaan bawah sadar klien. Landasan kerja terapi model ini merupakan

gabungan antara konsep-konsep psikoanalitis dengan kebebasan berimprovisasi.

Musik dan pertukaran verbal, baik dalam bentuk kominikasi atau munculnya kata-

kata kunci yang membantu menggali masalah-masalah terdalam klien adalah

pendukung utama keberhasila terapi ini. Musik merupakan sarana untama karena

komunikasi dengan musik dapat diungkapkan lebih terbuka dan tidak ragu-ragu,

serta lebih simultan (papilaya, 2008)

Page 31: BAB 2

37

2.3.4 Tujuan Terapi Musik

Secara garis besar menurut Ratih (2009), terapi musik bertujuan untuk :

a. Menjaga dan meningkatkan kesehatan.

b. Mengendalikan stress dan kecemasan.

c. Mengurangi rasa sakit.

d. Mengekspresikan perasaan.

e. Meningkatkan memori.

f. Memberikan ketenangan.

g. Meningkatkan kemampuan komunikasi.

h. Mempercepat rehabilitasi fisik.

Musik juga berfungsi sebagai terapi kesehatan. Ketika seseorang mendengar

musik, gelombang listrik yang ada di otak pendengar dapat diperlambat atau

dipercepat. Kinerja system tubuh pun mengalami perubahan. Bahkan, musik

mampu mengatur hormone yang mempengaruhi stress dan kecemasan seseorang

(Ratih, 2009).

2.3.5 Manfaat Terapi Musik

Menurut H.A Lingerman dalam bukunya yang berjudul “The Healing of Music”

musik berfungsi untuk :

a. Meningkatkan vitalitas fisik.

b. Menghilangkan kelelahan.

c. Meredakan kecemasan dan ketegangan.

d. Meningkatkan konsentrasi.

e. Merangsang kreatifitas dan kepekaan (Revarius, 2009)

Page 32: BAB 2

38

Manfaat dari terapi musik adalah :

1. Menyembuhkan sakit punggung kronis

Musik bekerja pada sistem saraf otonom yaitu bagian system saraf yang

bertanggung jawab mengontrol darah, denyut jantung dan fungsi otak, yang

mengontrol perasaan dan emosi. Menurut penelitian, kedua sistem tersebut

bereaksi sensitive terhadap musik. Ketika kita merasa sakit, kita menjadi takut,

frustasi dan marah yang membuat kita menegangkan ratusan otot dalam

punggung. Mendengarkan musik secara teratur membantu tubuh relaks secara

fisik dan mental, sehingga membantu menyembuhkan dan mencegah sakit

punggung (Ratih, 2009).

2. Menurunkan aktivitas dan mengatur gelombang otak.

Musik menurunkan aktivitas otak penderita epilepsy, Dr. Josep Arezzo seorang

ahli saraf mengibaratkan musik sebagai stimulus (rangsangan) yang ampuh untuk

mendorong pola aktivitas dalam korteks otak (Sondang, 2007).

3. Mengatur stress-related hormone.

Penelitian oleh Sadiardama dilakukan dengan mengukur suhu kulit menggunakan

alat Galvanic Skin Response (GSR). Pada saat subyek penelitian mendengarkan

musik hingar binger, maka suhu kulit lebih rendah dari pada suhu basal (suhu

normal individu tersebut tanpa musik). Sebaliknya, ketika musik lembut

diperdengarkan, suhu kulit meninggi dari biasanya. Hal ini menunjukkan adanya

suatu hormon stress yang dilepaskan oleh otak, yaitu adrenalin, yang dapat

mempengaruhi bekerjanya pembuluh darah di kulit untuk vasokontriksi

(menyempit) atau vasodilatasi (melebar). Pada kondisi stress, adrenalin banyak

Page 33: BAB 2

39

dikeluarkan dan pembuluh darah menyempit, sehingga suhu kulit menurun

(Sondang, 2007).

4. Meningkatkan level endorphin.

Musik bisa meningkatkan kadar endorphin serta menurunkan kadar kerokolamin

dalam darah sehingga denyut jantung menurun. Endorphin adalah zat yang

dihasilkan tubuh untuk meredakan rasa sakit, mengurangi rasa nyeri sehingga

dapat mengurangi penggunaan obat analgetik dan ikut mengontrol respon tubuh

terhadap stress, mengatur kontraksi dinding usus dan menentukan suasana hati

sehingga dapat meningkatkan fungsi imun (Sondang, 2007).

5. Menurunkan tekanan darah.

Dari suatu penelitian menyatakan bahwa pasien dalam keadaan koma/tidak sadar

kemudian diberi terapi musik, maka denyut jantung akan turun, tekanan darah

turun, kemudian begitu musik distop, maka denyut jantung dan tekanan darah

kembali naik. Untuk penderita hipertensi maka musik dengan tempo pelan akan

menurunkan tekanan darah dan untuk mereka pendiam sebaiknya memakai musik

high pitch dan bagi mereka yang agresif memakai musik low pitch (Sanif, 2007).

6. Meningkatkan kekebalan tubuh.

Mendengarkan musik lembut secara teratur, dapat menurunkan tekanan darah,

merangsang peningkatan hormone endorphin (Natural Pain relieves) dan A-IgA

(Immunoglobin kelenar ludah tipe A, zat kekebalan tubuh yang berfungsi untuk

mempercepat proses penyembuhan) (Batam, 2008).

7. Membantu anak sebelum operasi.

Mendengarkan musik bagi anak yang tengah menunggu operasi dapat membantu

menyembuhkan ketakutan dan gelisah karena musik membantu menenangkan

Page 34: BAB 2

40

ketegangan otot. Meskipun tidak adak musik khusus, musik-musik yang akrab

bagi anak-anak jelas yang terbaik.

8. Meningkatkan oleh raga.

Para ahli mengatakan bahwa mendengarkan musik selama olah raga dapat

memberikan olah raga yang lebih baik dakam beberapa cara, diantaranya

meningkatkan daya tahan, meningkatkan mood dan mengalihkan dari setiap

pengalaman yang tidak nyaman selama olah raga. Jenis musik terbaik untuk olah

raga adalah musik dengan musik tempo tinggi seperti hip hop atau musik dansa

(Ratih, 2009).

9. Mencegah kehilangan daya ingat.

Bagi banyak orang yang mengalami kehilangan daya ingat dimana berbicara

dengan bahasa menjadi tidak berguna. Musik dapat membantu pasien mengingat

nada atau lagu dan berkomunikasi dengan sejarah mereka. Ini karena bagian otak

yang memproses musik terletak setelah memori. Para peneliti menunjukkan

bahwa orang dengan kehilangan daya ingat merespon lebih baik terhadap enis

musik pilihannya (Ratih, 2009).

10. Kesehatan jiwa.

Stress membuat hormone adrenalin dan kortison yang diproduksi tubuh sewaktu

stress dan juga dipergunakan oleh otot-otot kita setiap kali berolah raga terus

beredar dalam peredaran darah. Gejala-gejala yang kemudian muncul beragam,

mulai dari sakit kepala, sakit punggung, ketidakmampuan tubuh mencerna

makanan, dan sebagainya. Daya tahan tubuh pun melemah, dan memunculkan

berbagai penyakit seperti infeksi, kanker, dan jantung. Umumnya, hampir setiap

orang senang mendengarkan musik. Apalagi ketika sedang mengalami stress,

Page 35: BAB 2

41

musik bisa memberikan ketenangan dan perasaan lega. Karena secara psikis,

musik juga membuat seseorang merasa rileks. Dalam keadaan rileks, metabolism

tubuh bisa bekerja dengan lebih baik, sehingga sistem kekebalan tubuh pun

menjadi lebih baik (Ratih, 2009).

Studi tentang kesehatan jiwa, telah menunjukkan kalau terapi musik sangat efektif

dalam meredakan kegelisahan dan stress, mendorong perasaan rileks serta

meredakan depresi. Terapi musik membantu orang-orang yang memiliki masalah

emosional dalam mengeluarkan perasaan mereka, membuat perubahan positif

dengan suasana hati, membantu memecahkan masalah, dan memperbaiki konflik.

Sebagai pelengkap dalam perawatan dipanti rehabilitasi, terapi musik sepertinya

memberikan kekuatan komunikasi dan keterampilan fisik, begitu pula perannya

dalam memperbaiki fungsi, baik fisik maupun mental, dari para penderita dengan

gangguan saraf atau gangguan mental (Papilaya, 2008).

11. Meningkatkan intelegensi.

Dalam proyek penelitian di University of Rochester’s Eastman School of Music

sebuah rekaman diperdengarkan kepada beberapa janin dalam kandungan dengan

menggunakan earphone stereo pada perut sang ibu. Delapan bulan setelah

kelahiran diketahui bahwa bayi tersebut bisa menirukan melodi dua sampai tiga

not (Revarius, 2009).

2.3.6 Pengaruh Terapi Musik Terhadap Kecemasan

Musik terbukti dapat menurunkan denyut jantung. Ini membantu menenangkan

dan merangsang bagian otak tang terkait ke aktivitas emosi dan tidur. Peneliti dari

Page 36: BAB 2

42

Science University of Tokyo menunjukkan bahwa musik membentu menurunkan

tingkat stress dan gelisah. Penelitian menunjukkan bahwa jenis musik klasik

adalah terbaik dalam mengatasi depresi.

Menurut Dileo, penggunaan terapi musik sudah banyak sekali. Terapi musik dapat

digunakan untuk mengurangi kecemasan pada pasien di rumah sakit yang

menjalani prosedur medic yang sulit. Juga dapat membentu mengurangi nyeri dan

meningkatkan mood. Terapi musik juga dapat membantu pasien depresi

mengekspresikan perasaan mereka. Terapi musik telah digunakan untuk menjaga

pasien Alzheimer tetap kalem dan membantu meningkatkan ingatan mereka di

Institute for Music and Neurologic Function di Beth Abraham family of Healt

Services, New York City (Riza, 2008).

2.3.7 Teknik Mendengarkan Musik

Menurut J. Layman (2005) bahwa seseorang akan merespon musik dengan baik

pada menit ke 30 – 60 setelah musik diperdengarkan. Kontrol volume dengan

hati-hati juga penting. Kerusakan secara permanent disebabkan karena frekuensi

yang tinggi. Volume diatas 90 db (decibel) mengakibatkan ketidaknyamanan.

Stimulasi dengan frekuensi tinggi menyebabkan kelelahan.

2.3.8 Musik (Murotal Qur’an)

1. Pengertian Al-Qur’an

Secara bahasa (etimologi) Merupakan mashdar (kata benda) dari kata kerja Qoro-

a (قرأ) yang bermakna Talaa (تال) [keduanya berarti : membaca], atau bermakna

Page 37: BAB 2

43

jama’ah (mengumpulkan, mengoleksi). Berdasarkan makna pertama (yakni:

Taala) maka ia adalah mashdar (kata benda) yang semakna dengan Ism Maf’uul,

artinya Matluw (yang dibaca). Sedangkan berdasarkan makna kedua (yakni:

Jama’a) maka ia adalah mashdar dari Ism Faa’il, artinya jaami’ (pengumpul,

pengoleksi) karena ia mengumpulkan/mengoleksi berita-berita dan hokum-hukum

(Hikmatun, 2007).

Secara syari’at (terminology) Adalah Kalam Allah ta’ala yang diturunkan kepada

Rasul dan penutup para Nabi-Nya, Muhammad SAW, diawali dengan surat Al-

Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Naas (Hikmatun, 2007). Artinys ur’an

menurut pendapat yang paling kuat seperti yang dikemukakan Dr. Subhi Al Salih

berarti ‘bacaan’, asal kata qara’a. kata Al-Qur’an itu berbentuk masdar dengan arti

isim maf’ul yaitu maqru’ (dibaca). Adapun definisi Al-Qur’an adalah: “Kalam

Allah swt. yang merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada nabi

Muhammad saw dan ditulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta

membacanya adalah ibadah.” (Ismail, 2008).

2. Al-Qur’an dan fakta medis

Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar

Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan

bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, seorang Muslim, baik mereka yang berbahasa Arab

maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.

Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai

macam penyakit merupakan merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-

orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak

Page 38: BAB 2

44

sembarangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik

terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan

ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan,

bacaan Al-Qur’an berpengaruh besar sehingga 97% dalam melahirkan ketenangan

jiwa dan penyembuhan penyakit. Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh

penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan

sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika

Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Qur’an terbukti mampu mendatangkan

ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya.

Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad

Salam yang diplubikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5

orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut

sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberitahu bahwa

yang akan dipendengarkannya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan

sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yankni membacakan Al-Qur’an dengan

tartil dan membaca bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an. Kesimpulannya,

responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan

Al-Qur’an dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa

Arab yang bukan dari Al-Qur’an.

Al-Qur’an memberikan pengaruh besar jika diperdengarkan kepada bayi. Hal

tersebut diungkapkan Dr. Nurhayati dari Malaysia dalam Seminar Konseling dan

Psikoterapi Islam di Malaysia. Menurut penelitiannya, bayi yang berusia 48 jam

yang kepadanya diperdengarkan ayat-ayat Al-Qur’an dari tape recorder

Page 39: BAB 2

45

menunjukkan respons tersenyum dan menjadi lebih tenang. Sungguh suatu

kebahagiaan dan merupakan kenikmatan yang besar, kits memiliki Al-Qur’an.

Selain menjadi ibadah dalam membacanya, bacaannya memberikan pengaruh

besar bagi kehidupan jasmani dan rohani kita. Jika mendengarkan musik klasik

dapat mempengaruhi kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosi (EQ)

seseorang, bacaan Al-Qur’an lebih dari itu. Selain mempengaruhi IQ dan EQ,

bacaan Al-Qur’an mempengaruhi kecerdasan spiritual (SQ). Diakui oleh para

pakar saat ini, kesuksesan seseorang pada ini tidak cukup hanya diukur oleh

kemampuan IQ dan EQ-nya. Tapi yang terpenting adalah tingkat kecerdasan

spiritualnya (SQ). Semakin tinggi SQ-nya, semakin sukseslah ia (Aji Hoesodo,

2008).

Selain Al-Qur’an berfungsi sebagai petunjuk dan rahmat bagi umat muslim, Al-

Qur’an juga berfungsi sebagai penyembuh berbagai penyakit, baik fisik maupun

psikis. Selain karena surah-surahnya yang pendek dan mudah untuk dibaca

maupun dihafalin, juz Amma sudah sangat akrab di telinga kaum muslim, untuk

itulah surah-surah yang biasanya digunakan untuk pengobatan adalah surah-surah

dalam Juz Amma. Dengan hanya mendingarkan lantunan Juz Amma saja sudah

mampu untuk memberi ketenangan karena kita akan merasa bahwa kita selalu

dilindungi Allah SWT (Rohim, 2008).

3. Ayat-ayat Dalam Al-Qur’an yang Mengandung Arti Kesehatan dan

Penyembuh

Sungguh banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang pengobatan. Karena

bagaimanapun juga, selain sebagai pegangan hidup, Al-Qur’an diturunkan sebagai

Page 40: BAB 2

46

penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin. Maha Benar Allah yang telah

berfirman, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, simaklah dengan baik dan

perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapatkan rahmat” (Q.S. Al A’raf :

204). Atau juga, “Dan kami telah menurunkan dari Al-Qur’an, suatu yang

menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang zalim selain

kerugian” (Q.S. Al Isra’ : 82). Atau, “Ingatlah, hanya dengan berdzikir kepada

Allah-lah hati tentram” (Q.S. Ar Ra’d : 28). Atau, “Hai manusia, telah datang

kepadamu kitab yang berisi pelajaran dari Tuhanmu dan sebagai obat penyentuh

jiwa, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (Q.S. Yunus

: 57) (Fillah Azzam A, 2008).

2.4 Keterkaitan Spiritualitas dengan Kecemasan

Secara umum orang sakit mengalami kecemasan yang luar biasa karena adanya

perasaan takut terhadap bahaya dari penyakitnya ataupun perasaan tidak nyaman

terhadap perubahan lingkungan. Menurut teori Freud suatu gangguan jiwa

(kecemasan) muncul akibat terjadinya konflik internal pada diri seseorang yang

tidak dapat beradaptasi pada dunia luar. Dalam diri manusia terdapat tiga unsur

psikologik yaitu id, ego dan superego. Menurut Freud, id adalah bagian dari jiwa

seseorang yang berupa dorongan atau nafsu, yang membutuhkan pemenuhan dan

pemuasan segera, unsur id bersifat vital sebagai “badan penyensor” yang memiliki

nilai-nilai moral etika positif, atau disebut juga dengan “hati nurani” manusia.

Sedangkan unsur ego merupakan “badan pelaksana” yang menjalankan kebutuhan

id setelah “disensor” dahulu oleh superego. Dikutip dalam bukunya Rochman

(2010).

Page 41: BAB 2

47

Menurut sudut pandang agama islam konsep id, ego dan superego dari teori Freud

tersebut di atas sudah ada hanya istilahnya yang berbeda. Manusia adalah

makhluk fitrah (suci), sejak manusia lahir sudah dibekali dengan dorongan-

dorongan atau nafsu, pada pasien yang dirawat di rumah sakit unsur id yaitu

perasaan takut akan bahaya dari penyakitnya maupun perubahan lingkungan yang

tidak nyaman. Kebutuhan id manusia dilaksanakan berbeda dengan makhluk lain

seperti hewan, karena pada diri manusia sudah ada fitrah Ke-Tuhanan yang

berisikan akal (rasio), moral dan etika sehingga manusia dalam istilah Freud

disebut superego, dalam agama (islam) dapat di analogikan dengan iman (tingkat

spiritualitas) yng berfungsi sebagai pengendalian diri (self control). Oleh karena

itu pada pasien-pasien yang dirawat di rumah sakit dalam memenuhi kebutuhan id

atau nafsunya dengan cara berdoa secara yakin bahwa Allah yang akan memberi

kesembuhan dan keselamatan hidup.

Manusia melaksanakan kebutuhan id atau nafsunya berbentuk perbuatan, perilaku

atau amal yang disebut akhlak. Pada konsep Freud akhlak adalah ego, akhlak

seseorang dipengaruhi oleh hasil tarik-menarik antara perasaan takut akan bahaya

dari penyakit dan tingkat spiritualitas, dengan kata lain antara id dan superego.

Hasil tarik-menarik antara id dan superego tadi bagi sebagian orang dapat

menimbulkan konflik emosional yang menyebabkan kecemasan dengan tingkat

yang berbeda yang berfungsi mengingatkan ego bahwa ada bahaya (Hawari,

2002).

Page 42: BAB 2

48

2.6 Kerangka Teori

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat

Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi.

HPA-AXIS Hipotalamus (CRF)

Pituitari (ACTH)

Adrenal (Medula) POMC ↑

Enkephalin ↑

Rileks, Senang, Fly, Nyeri menurun

Terapi musik tempo lamban (30 beat/menit)Dengan mendengarkan al-qur’an

Syaraf Auditori berespon (Nervus Vestibulokoklearis)

Korteks serebri (Korteks Auditorius primer dan sekunder

Sinkronis gelombang otak frekuensi ritme – α otak ↑

Kecemasan ↓

Perubahan Fisiologis

Nadi ↓

Tekanan Darah ↓

Pernafasan ↓

Respon Psikologis

EORTOR

Koping negatif

Koping positif

Merangsang Hipotalamus

Endorphin ↑ Imunitas ↑

Mempercepat kesembuhan

GAS

Respon Fisiologis

Stadium alarmStadium resisten

Stadium kelelahan

LAS

Respon reflek nyeri

Respon inflamasi

Px pre operasi

InternalTakut akan tindakan operasi, baru pertama

operasi, rasa putus asa

EksternalKondisi lingkungan yang tidak nyaman,

kondisi keuangan, suasana asingKehilangan kendali

Kecemasan (stres) pada pasien pre operasi

Respon Perilaku

Menghambat proses pre operasi

Mengaktivasi Amygdala

Reaksi Hipotalamus

Menstimulasi sistem simpatis

Merangsang sistem otonom

Reaksi fisiologis

Denyut jantung ↑

Pernafasan ↑

Mempengaruhi kemampuan

emosiRelaksasi