bab 2

24
Praktikum Kimia Organik/Kelompok 2/S.Genap/2014 1 Bab 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Akhir-akhir ini aspirin juga d untuk masker wajah anti penuaan dini. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 191 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. As yang awalnya berasal dari daun willow yang diprakarsai oleh !ippokrates kemud dikembangkan oleh perusahaan "ayer menjadi senyawa asam asetil salisilat yang dik dengan nama aspirin. Aspirin yang dipasarkan saat ini dalam bentuk tablet, sebelu aspirin diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). #erkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menghantarkan manusia dap mengembangkan semua hal sederhana menjadi lebih kompleks dan berguna. $alah satu bukti perkembangan itu adalah perkembangan dalam bidang sintesis senyawa-s yang terdapat dialam menjadi senyawa lain yang lebih berguna. Aspirin disintesis mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat anhidrat. #embuatan aspirin tidak t dengan penambahan katalis asam sulfat pekat yang juga berfungsi sebagai penghidra %elihat banyaknya kegunaan aspirin, karena itulah dilakukan praktikum pem aspirin dalam skala labor untuk mengamati reaksi yang terjadi dalam proses pembua aspirin tersebut serta menghitung persentase rendemen yang dihasilkan. 1.2 Tuuan Per!obaan 1. %embuat aspirin dalam skala labor &. %engamati dan mempelajari proses reaksi yang terjadi '. %enghitung persentase aspirin yang dihasilkan. "eak#i $!%la#i &Pembuatan $#etanilida'

Upload: irnaliah

Post on 05-Oct-2015

31 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

tinjauan pustaka aspirin

TRANSCRIPT

Praktikum Kimia Organik/Kelompok 2/S.Genap/2014 4

Bab 1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi. Akhir-akhir ini aspirin juga digunakan untuk masker wajah anti penuaan dini. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia. Aspirin yang awalnya berasal dari daun willow yang diprakarsai oleh Hippokrates kemudian dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetil salisilat yang dikenal dengan nama aspirin. Aspirin yang dipasarkan saat ini dalam bentuk tablet, sebelumnya aspirin diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer).Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menghantarkan manusia dapat mengembangkan semua hal sederhana menjadi lebih kompleks dan berguna. Salah satu bukti perkembangan itu adalah perkembangan dalam bidang sintesis senyawa-senyawa yang terdapat dialam menjadi senyawa lain yang lebih berguna. Aspirin disintesis dengan mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat anhidrat. Pembuatan aspirin tidak terlepas dengan penambahan katalis asam sulfat pekat yang juga berfungsi sebagai penghidrasi. Melihat banyaknya kegunaan aspirin, karena itulah dilakukan praktikum pembuatan aspirin dalam skala labor untuk mengamati reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan aspirin tersebut serta menghitung persentase rendemen yang dihasilkan.

1.2 Tujuan Percobaan

1. Membuat aspirin dalam skala labor

2. Mengamati dan mempelajari proses reaksi yang terjadi

3. Menghitung persentase aspirin yang dihasilkan.

Bab 2. Tinjauan Pustaka2.1 Bahan Baku

2.1.1 Asam Salisilat

Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal. Beberapa turunan asam salisilat biasanya digunakan sebagai obat luar yang terbagi atas dua kelas, yaitu ester dari asam salisilat dan ester salisilat dari asam organik. Selain itu turunannya juga digunakan pada garam salisilat. Turunannya yang paling dikenal adalah asam asetil salisilat.Asam salisilat mendapatkan namanya dari spesies dedalu (bahasa Latin: salix), yang memiliki kandungan asam secara alamiah. Penggunaan dedalu dalam pengobatan tradisional telah dilakukan oleh bangsa Sumeria, Asyur dan juga sejumlah suku Indian seperti Cherokee. Pada saat ini, asam salisilat banyak diaplikasikan dalam pembuatan obat aspirin. Salisilat umumnya bekerja melalui kandungan asamnya. Hal tersebut dikembangkan secara menetap ke dalam salisilat baru. Selain sebagai obat, asam salisilat juga merupakan hormon tumbuhan (Horsch,1979).Asam salisilat pada awalnya ditemukan oleh Indian Amerika pada kulit pohon dan daun pohon willow dan meadow sweet. Keterangan ini didapat dari hasil penelusuran tulisan Hippocrates. Dia menulis tentang bubuk pahit yang dikenal dapat mengurangi sakit, nyeri, dan demam. Suku Indian Amerika akan mengunyah kulit yang mengandung bentuk asli dari asam salisilat yang dikenal dengan acetyl salicylic acid, dan digunakan untuk menyembuhkan sakit kepala dan penyakit lainnya yang memerlukan anti-inflamasi (Jeffreys, 2005).

Asam salisilat adalah obat topikal murah yang digunakan untuk mengobati sejumlah masalah kulit, seperti jerawat, kutil, ketombe, psoriasis, dan masalah kulit lainnya. Asam salisilat juga bisa digunakan untuk mengawetkan makanan, antiseptik, dan campuran dalam pasta gigi. Asam salisilat digunakan pula sebagai bahan utama untuk aspirin. Ketika digunakan untuk jerawat, asam salisilat akan mencegah sel-sel kulit mati menutup folikel rambut sehingga mencegah penyumbatan pori-pori yang dapat menyebabkan jerawat. Asam salisilat juga membantu menghilangkan sel-sel kulit mati dari lapisan kulit. Untuk mengobati kutil, diperlukan dosis asam salisilat yang tinggi. Asam salisilat akan melunakkan kutil sehingga lebih mudah diangkat. Asam salisilat juga banyak terkandung dalam beberapa sayuran seperti brokoli, paprika, dan mentimun (Grimes, 1999).

Banyak manfaat dan kegunaan asam salisilat. Asam salisilat dapat digunakan sebagai obat tanpa memerlukan resep dari dokter. Asam salisilat juga aman digunakan dan hanya memiliki sedikit efek samping yang biasanya akan hilang seiring dengan waktu. Asam salisilat juga mengandung Beta Hydroxy Acid (BHA) yang merupakan bahan populer untuk mengurangi kerutan dan keriput (Roberts, 2004).Meskipun asam salisilat mudah digunakan dan bisa diperoleh di hampir semua toko obat atau apotek, namun seperti halnya obat lain, asam salisilat juga memiliki efek samping, mulai dari yang ringan hingga berat. Beberapa efek samping ringan yang sering terjadi adalah kulit kering. Jika hal ini terjadi, pelembab ringan yang bebas minyak biasanya dapat membantu mengatasi kulit kering ini. Iritasi kulit adalah efek samping yang umum terjadi akibat asam salisilat. Jika mengalami iritasi kulit ringan, kurangi penggunaan asam salisilat. Namun, jika iritasi kulit yang terjadi parah, maka hentikan secara total penggunaan asam salisilat. Efek samping lain yang serius disebut dengan keracunan asam salisilat. Efeknya yaitu sakit kepala yang parah, napas cepat, atau telinga berdengung.Menurut Aris Priyatmono (2008) sifat sifat fisis asam salisilat adalah sebagai berikut.1. Rumus Molekul

: C7H6O32. Berat Molekul

: 138,12 g/mol

3. Densitas

: 1,44 g/cm3

4. Titik Didih Normal: 211C (2666 Pa)

5. Titik Lebur

: 159C2.1.2 Asam Asetat Anhidrat

Anhidrida asam asetat, (Nama IUPAC: Etanoil etanoat) dan disingkat sebagai Ac2O, adalah salah satu anhidrida asam paling sederhana. Rumus kimianya adalah (CH3CO)2O. Senyawa ini merupakan reagen penting dalam sintesis organik. Senyawa ini tidak berwarna, dan berbau cuka karena reaksinya dengan kelembapan di udara membentuk asam asetat.Anhidrida asetat dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat, sesuai persamaan reaksi acetic acid condensation yang menghasilkan 25% asam asetat.

Gambar 2.1 Reaksi Asam Asetat Anhidrat (Austin, 2008).Anhidrida asetat mengalami hidrolisis dengan pelan pada suhu kamar, membentuk asam asetat. Ini adalah kebalikan dari reaksi kondensasi pembentukan anhidrida asetat.(CH3CO)2O + H2O 2CH3COOH

Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk sebuah ester dan asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol membentuk etil asetat dan asam asetat.

(CH3CO)2O + CH3CH2OH CH3COOCH2CH3 + CH3COOH

Anhidrida asetat merupakan senyawa korosif, iritan, dan mudah terbakar. Untuk memadamkan api yang disebabkan anhidrida asetat jangan menggunakan air, karena sifatnya yang reaktif terhadap air. Karbondioksida adalah pemadam yang disarankan.Menurut Aris Priyatmono (2008) sifat sifat fisis asam asetat anhidrat adalah sebagai berikut.1. Rumus Molekul

: CH3COOH 2. Berat Molekul

: 102,09 g / mol

3. Titik Didih Normal: 139,9 C (283.8 F)

4. Titik Leleh

: -73,1 (-99,6 F)

5. Bau

: Kuat6. Wujud

: Cair

7. Rasa

: Kuat

Sedangkan sifat sifat kimia asam asetat anhidrat adalah sebagai berikut.1. Mudah menguap.2. Mudah terbakar.

3. Disimpan di lemari asam.2.2 Aspirin

2.3.1 Sejarah Penemuan Aspirin

Lebih dari 2500 tahun silam, kurang lebih 500 SM, para ahli obat-obatan Cina menggunakan kulit pohon (willow bark), yang merupakan cikal bakal aspirin, sebagai obat untuk mengobati penyakit yang ringan. Pada 400 SM, Hipokrates (Yunani) yang sering diakui sebagai bapak obat-obatan, menyarankan bahwa mengunyah kulit pohon dapat mengurangi demam dan rasa sakit. 500 tahun sesudah Hipokrates, Dioscrorides, seorang dokter Yunani, menggunakan kulit pohon untuk mengurangi inflammation pada pasiennya. Hal-hal di atas menunjukkan bahwa penggunaan kulit pohon dianggap sebagai cikal bakal dari aspirin. Pada pertengahan abad ke-18, Reveren Edward Stone dari Oxford mulai melakukan eksperimen dengan berbagai cara untuk mengurangi demam. Stone menghancurkan satu pound kulit pohon yang dikeringkan dan memberikannya kepada 50 orang yang demam selama beberapa tahun. Dia mencoba mencampurkan bubuk kulit pohon tersebut dengan teh, air dan bahkan bir. Dengan beberapa pengecualian, demam yang diderita pun hilang. Mungkin ini merupakan bukti nyata bahwa kulit pohon dapat mengobati penyakit ringan seperti demam. Akan tetapi Stone tidak mengetahui bahwa ia sebenarnya melanjutkan pekerjaan ribuan tahun yang lalu. Pada tahun 1763 The Royal Society of London mempublikasikan kesuksesan Stone dalam menemukan kemampuan kulit pohon willow untuk menurunkan demam (Gross, 1948).2.3.2 Sejarah Penamaan AspirinPada tahun 1828, ahli kimia Italia Raffaele Piria dan apoteker Perancis Henri Leroux menemukan dan memisahkan bahan aktif yang terkandung di dalam kulit pohon. Karena nama Latin dari pohon willow putih adalah Salix alba, senyawa baru yang terkandung di dalam kulit pohon itu dinamakan salicin. Sepuluh tahun kemudian, ahli kimia Perancis berhasil memisahkan senyawa yang lebih murni dan dikenal dengan nama asam salisilat. Asam salisilat menjadi dasar dari banyak produk farmasi lainnya termasuk asam asetil salisilat, yang dikenal dengan nama aspirin pada saat sekarang ini. Walaupun asam salisilat memiliki banyak kegunaan, namun ada efek samping yang tidak disukai yaitu menyebabkan iritasi pada lambung. Penelitian dilakukan untuk menetralisir keasaman asam salisilat dengan natrium, dan dengan mengkombinasikan natrium salisilat dan asetil klorida, namun usaha ini masih belum berhasil. Baru pada tahun 1899, ilmuwan yang bekerja pada Bayer, Felix Hoffman berhasil menemukan asam asetil salisilat yang tidak terlalu menyebabkan iritasi pada lambung. Kemudian produk ini diberi nama aspirin, a- dari gugus asetil, -spir- dari nama bunga spiraea , dan in merupakan akhiran untuk obat pada waktu itu (Nicolaou, 2008).2.3.3 Pengertian Aspirin

Aspirin juga disebut asam asetil salisilat atau Acetyl salicyl acid yang merupakan kristal jarum berwarna bening yang dapat diperoleh dengan cara acetylasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan acetate anhidrat dengan bantuan sedikit katalis asam sulfat pekat. Pada pembuatan aspirin, asam salisilat berfungsi sebagai alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam salisilat akan bereaksi dengan acetyl dari asetat anhidrat. Reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi (Fessenden,1989).

Titik leleh aspirin adalah di atas 70oC dan tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai bahan baku aspirin merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin. Reaksi ini juga di lakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi aktivasi. Selain pemanasan juga dilakukan pendinginan yang dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation). Sifat-sifat fisika aspirin (Austin, 1984) :

1. Rumus molekulnya C9H8O4 dan dengan berat molekulnya 180,2 serta berat jenisnya 1.40 g/cm32. Titik didihnya adalah 140 oC dengan titik lebur 138 oC 140 oC3. Nama lainnya (sinonim) 2-acetyloxybenzoic acid4. Larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam kloroform,dan dalam eter, sukar larut dalam eter mutlakSifat-sifat kimia aspirin (Austin, 1984) :1. Tidak mudah terbakar, disimpan pada tempat yang steril.2. Kristal aspirin berwarna putih.3. Hampir tidak berbau.Gambar 2.2 Struktur Kimia Aspirin (Hendriayana,2003)

2.3 Kerja Aspirin

Salah satu bahan aktif dalam aspirin adalah asam asetil salisilat yang merupakan turunan sintetis dari senyawa salisin yang biasanya secara alami terdapat pada tanaman, terutama pohon willow. Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase merupakan sejenis enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan akan berhenti bekerja apabila aspirin mengasetil enzim tersebut (Vane, 1971).Prostaglandins ialah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh yang berfungsi dalam proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan termostat hipotalamus. Sedangkan tromboksan bertanggungjawab dalam pengagregatan platlet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh karena itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit sehingga dianggap baik dari segi pengobatan (Vane, 1971).Namun, konsumsi aspirin dapat memberikan efek yaitu darah menjadi lambat membeku dan menyebabkan terjadinya pendarahan secara berlebihan. Oleh karena itu, mereka yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolahkan mengonsumsi aspirin (Vane, 1971).

Gambar 2.3 Kerja Aspirin dalam tubuh (Hendriayana,2003).

Tablet aspirin dewasa yang diproduksi dalam ukuran standar sedikit berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, misalnya 300 mg di Inggris dan 325 mg di Amerika Serikat. Dosis yang lebih kecil didasarkan pada standar-standar ini misalnya 75 mg dan 81 mg tablet. Tablet aspirin dengan dosis 81 mg disebut dengan baby-strengh, meskipun demikian, mereka tidak dimaksudkan untuk diberikan kepada bayi dan anak-anak. Secara umum, untuk orang dewasa dosis yang diambil empat kali sehari selama demam atau arthritis, dengan dosis yang telah disarankan. Untuk pencegahan infark miokard pada seseorang yang diduga mengidap penyakit arteri koroner, dosis yang diberikan lebih rendah yaitu diminum sekali sehari. Pada anak-anak dengan penyakit Kawasaki, aspirin diambil pada dosis berdasarkan berat badan , awalnya empat kali sehari selama dua minggu dan kemudian pada dosis rendah sekali sehari selama enam sampai delapan minggu (Anonim, 2006).2.4.1 Reaksi Pembentukan Aspirin

Reaksi acetylasi merupakan suatu reaksi memasukkan gugus acetil kedalam suatu substrat yang sesuai. Gugus acetyl adalah R-C-OO (dimana R = alkil atau aril). Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester (Palleros, 2000)Aspirin dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis H2SO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus OH dan COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin. Sedangkan reaksi dengan methanol akan menghasilkan metil salisilat (Fessenden, 1987).Aspirin tidak larut dalam air. Hal ini disebabkan karena asam salisilat sebagai bahan baku aspirin, yang merupakan senyawa turunan asam benzoat yang merupakan asam lemah yang memiliki sifat sukar larut dalam air. Oleh karena itu, dalam pembuatan aspirin dilakukan penambahan air. Hal ini bertujuan agar terjadi endapan aspirin (Carstensen, 1985).Gambar 2.4 Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin (Fessenden,1987).

Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin yaitu (Fessenden,1987) :

1. Asam salisilat direaksikan dengan asam asetat anhidrat

2. Sehingga gugus alkanol pada asam salisilat akan bereaksi dengan gugus asetil pada asam asetat anhidrat dibantu dengan katalis H2SO4 sebagai penghidrasi.

3. Gugus alkanol dan gugus asetil saling bertukaran tempat

4. Struktur dari asam salisilat berubah (-OH menjadi CH3COO-) yang disebut sebagai Asam Asetil Salisilat dengan nama dagang Aspirin dengan reaksi samping asam asetat.2.4.2 Reaksi Pengujian Aspirin

Reaksi aspirin dengan penambahan FeCl3 bertujuan untuk menguji kemurnian aspirin yang dihasilkan dari praktikum. Jika dari pengujian tersebut warna larutan menjadi ungu maka di dalam aspirin masih terdapat gugus fenolik.Mekanisme reaksi antara asam salisilat dengan FeCl3 adalah :1. Pertama, FeCl3.6H2O dengan struktur Fe ditengah dan dikelilingi oleh 6 H2O direaksikan dengan Asam Salisilat yang mengandung 2 buah gugus fungsi yaitu OH dan COOH.

2. Kemudian atom oksigen baik pada gugus hidroksi maupun gugus karboksilat dari asam salisilat akan berikatan dengan ion kompleks Fe(H2O)63+ tersebut yang menyebabkan warna ungu pada larutan, dan atom H pada gugus hidroksi dan gugus karboksilat akan bereaksi dengan Cl3 pada FeCl3.6H2O membentuk HCl sebagai reaksi samping.3. Kemudian untuk pengujian aspirin dengan ferri klorida, larutan tidak berwarna ungu, hal ini terjadi karena pada aspirin hanya gugus karboksilat yang berikatan dengan ion kompleks tersebut, gugus asetil tidak berikatan. Jika warna larutan berwarna ungu berarti pada aspirin yang dihasilkan masih mengandung asam salisilat.2.4 Rekristalisasi

Untuk mendapatkan aspirin yang murni, maka harus dilakukan rekristalisasi. Dimana, rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat-zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu, teknik ini sering digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan alami, sebelum dianalisis lebih lanjut. Sebagai metoda pemurnian padatan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian sebab kemudahannya dan karena keefektifannya.Material padatan terlarut dalam pelarut yang cocok pada suhu tinggi (pada atau dekat titik didih pelarutnya) untuk mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas perlahan didinginkan, kristal akan mengendap karena kelarutan padatan biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk mencapai jenuh.Adapun saran saran yang dibutuhkan untuk melakukan metoda kristalisasi adalah sebagai berikut :

1. Kelarutan material yang akan dimurnikan harus memiliki ketergantungan yang besar pada suhu. Misalnya, ketergantungan pada suhu NaCl hampir dapat diabaikan. Jadi pemurnian NaCl dengan rekristalisasi tidak dapat dilakukan. Kristal tidak harus mengendap dari larutan jenuh dengan pendinginan karena mungkin terbentuk super jenuh. Dalam kasus semacam ini penambahan kristal bibit mungkin akan lebih efektif.

2. Untuk mencegah reaksi kimia antara pelarut dan zat terlarut, penggunaan pelarut non polar lebih disarankan. Namun, pelarut non polar cenderung merupakan pelarut yang buruk untuk senyawa polar.

3. Umumnya, pelarut dengan titik didih rendah lebih diinginkan. Namun sekali lagi pelarut dengan titik didih lebih rendah biasanya non polar. Jadi, pemilihan pelarut biasanya bukan masalah sederhana.

Adapun tahap tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya, yaitu :

1. Memilih pelarut yang cocok

Pelarut yang umum digunakan jika dilarutkan sesuai dengan kenaikan kepolarannya adalah petroleum eter (n-heksana), toluene, kloroform, aseton, etil asetat, etanol, methanol, dan air. Pelarut yang cocok untuk merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit melarutkan dalam keadaan dingin.

2. Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin

Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan volum sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sepraktikanr titik jenuhnya. Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila digunakan kombinasi dua pelarut, mula mula zat itu dilarutkan dalam pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya hilang kemudian disaring.

3. Penyaringan

Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk memisahkan zat zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat, biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat warna pengotor, maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( 2 % berat ) arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang dimurnikan.

4. Pendinginan filtrat

Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Sering pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed) yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi.5. Penyaringan dan pendinginan Kristal

Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner. Kemudian Kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator. Aspirin (asetosal) adalah suatu ester dari asam asetat dengan asam salisilat. Oleh karena itu senyawa ini dapat dibuat dengan mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalisator (Fessenden, 1987).

2.5 Manfaat Aspirin

Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory, untuk mengurangi sakit pada cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3- 1 gram, dosis yang mencapai 10-30 gram dapat mengakibatkan kematian (Fary,2009).

Gambar 2.5 Aspirin (Hendriayana,2003)

Meskipun cara kerja yang tepat dari asam salisilat tidak diketahui dengan baik, efek-efek berguna dari ester-ester yang terdapat pada asam ini telah diketahui sejak dahulu kala. Daun-daun yang mengandung jumlah asam salisilat yang cukup telah dikelola oleh para dokter pada zaman dahulu sebagai penawar rasa sakit dan demam. Selain itu aspirin juga digunakan untuk masker wajah anti penuaan dini, karena aspirin mengandung alat eksfuliator pengelupasan kulit. Biasanya aspirin dijual dalam bentuk garam natriumnya yaitu Natrium Asetil Asetat. Dosis untuk aspirin digunakan adalah 1 mg setiap empat jam dan maksimum empat kali dalam sehari.

Bab 3. Metodologi Praktikum3.1 Bahan-bahan yang digunakan

1. Batang pengaduk

2. Corong Buchner

3. Erlenmeyer 200 ml

4. Erlenmeyer vakum 250 ml

5. Gelas piala6. Gelas ukur 10 ml7. Kaca arloji8. Kertas saring

9. Labu didih dasar bulat 250 ml

10. Penangas air

11. Pipet tetes

12. Pompa vakum13. Statif dan klem

14. Tabung reaksi15. Termometer

16. Timbangan analitik

17. Water batch

3.2 Alat-alat yang digunakan

1. Asam asetat anhidrat

2. Asam salisilat3. Asam sulfat pekat

4. Akuades5. Etanol6. Ferri klorida3.3 Prosedur Praktikum

3.3.1 Pembuatan Aspirin1. 2.5 gram asam salisilat dimasukkan ke dalam labu didih dasar bulat.

2. Kemudian ditambahkan 7 ml asam asetat anhidrat dan 3-4 tetes asam sulfat pekat kedalam labu didih tersebut yang dilakukan di lemari asam.

3. Campuran diaduk sampai bercampur dengan sempurna.4. Selanjutnya campuran dipanaskan di atas penangas air pada temperatur 50C-60C sambil diaduk selama 15 menit.5. Campuran dibiarkan menjadi dingin pada suhu kamar sambil diaduk sesekali.6. Kemudian larutan diencerkan dengan menambahkan 40 ml akuades,

7. Selanjutnya campuran pada labu didih dasar bulat tersebut didinginkan di dalam wadah yang berisi air dan es selama 1 jam.

8. Kertas saring ditimbang lalu diletakkan di atas corong Buchner yang telah terhubung dengan pompa vakum.

9. Setelah pembentukan kristal aspirin telah sempurna, kristal disaring dengan menggunakan pompa vakum.

10. Hasil akhir kristal aspirin kemudian ditimbang menggunakan timbangan analitik.3.3.2 Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)1. Untuk memperoleh kristal aspirin yang lebih murni dilakukan rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal aspirin ke dalam 7 ml etanol hangat kemudian ditambah dengan 40 ml air hangat.2. Campuran tersebut kemudian dipanaskan dalam penangas air sampai kristal aspirin terlarut sempurna.3. Bila terjadi endapan, larutan tersebut disaring dengan cepat dalam keadaan panas.

4. Larutan jernih yang telah diperoleh didinginkan pada temperatur kamar kemudian dalam wadah yang berisi es dan air selama 1.5 jam.

5. Larutan tersebut diamati sampai kristal yang terbentuk cukup banyak.

6. Kertas saring ditimbang lalu diletakkan di atas corong Buchner yang telah terhubung dengan pompa vakum.

7. Setelah pembentukan kristal aspirin telah sempurna, kristal disaring dengan menggunakan pompa vakum.8. Selanjutnya kristal di oven selama 10 menit dalam suhu 55C sehingga terbentuk kristal aspirin.9. Kristal aspirin yang telah diperoleh ditimbang kemudian dihitung rendemennya.3.3.3 Uji Kemurnian Aspirin1. Kristal aspirin yang telah diperoleh diambil sedikit kemudian dilarutkan dengan 1 ml alkohol dalam tabung reaksi.2. Pada tabung reaksi yang lain, asam salisilat diambil sedikit kemudian dilarutkan dengan 1 ml alkohol.3. Selanjutnya ke dalam masing-masing tabung reaksi ditambahkan 3 tetes FeCl3.4. Apabila larutan aspirin-alkohol berubah menjadi ungu, berarti aspirin yang telah dibuat belum murni. Bila larutan aspirin tidak berwarna ungu berarti aspirin yang terbentuk telah murni.5. Jika belum murni, rekristalisasi terhadap aspirin diulangi beberapa kali dengan cara diatas agar diperoleh aspirin yang murni.Bab 4. Hasil dan Pembahasan

2.1 Hasil Praktikum4.1.1 Pembuatan AspirinTabel 4.1 Komposisi Bahan Baku Pembuatan AspirinNo.Bahan Komposisi

1Asam Salisilat2.5 gram

2Asam Asetat Anhidrat7 ml

3Asam Sulfat Pekat3-4 tetes

4Akuades40 ml

5Es Batu2 bungkus

Kristal aspirin yang dihasilkan2.76 gram

4.1.2 Pengamatan Pembuatan AspirinTabel 4.2 Hasil Pengamatan Pembuatan AspirinNoPerlakuanPengamatan

12.5 gram asam salisilat + 7 ml asam asetat anhidrat ke dalam labu didih dasar bulat, larutan digoyang hingga larutan tercampur dengan sempurna.Larutan berwarna putih keruh.

2Penambahan 3-4 tetes asam sulfat pekatLarutan menjadi jernih.

3Setelah dipanaskan di dalam penangas air pada temperature 50C-60C dan diaduk selama 15 menit.Larutan menjadi jernih/bening.

4Larutan diencerkan dengan menambahkan 40 ml aquades.Larutan berwarna keruh dan terbentuk sedikit demi sedikit kristal aspirin.

5Kristal aspirin tersebut didinginkan di dalam wadah berisi air dan es selama 1 jam.Kristal putih aspirin yang terbentuk semakin banyak.

6Kristal disaring dengan pompa vakum (kertas saring ditimbang terlebih dahulu)Diperoleh kristal aspirin dengan berat 2.76 gram.

4.1.3 Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)Tabel 4.3 Komposisi Bahan untuk Proses Rekristalisasi

No.BahanKomposisi

1Etanol hangat7 ml

2Akuades hangat40 ml

3Es Batu2 bungkus

Kristal aspirin yang dihasilkan0.7 gram

4.1.4 Pengamatan Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)

Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Rekristalisasi Aspirin (Pemurnian Aspirin)NoPerlakuanPengamatan

1Rekristalisasi dilakukan dengan melarutkan kristal aspirin kedalam 7 ml etanol hangat + 40 ml air hangat.Aspirin larut dalam alkohol-air hangat tersebut tapi terdapat sedikit endapan.

2Larutan dipanaskan di dalam penangas air.Terbentuk sedikit endapan.

3Larutan disaring secara cepat dalam keadaan panas.Larutan menjadi lebih jernih.

4Larutan didinginkan di dalam wadah yang berisi air dan es hingga kristal aspirin terbentuk.Larutan berubah menjadi kristal aspirin berwarna putih.

5Kristal yang terbentuk disaring lagi dengan pompa vakum kemudian dioven selama 10 menit dalam suhu 55CHasil akhir berupa kristal aspirin berwarna putih dengan berat 0.7 gram.

4.1.5 Uji Kemurnian AspirinTabel 4.5 Komposisi Bahan Baku Uji Kemurnian AspirinNo.Bahan Komposisi

1AspirinSedikit

2Asam SalisilatSedikit

3Etanol1 ml

4Ferri Klorida3 tetes

4.1.6 Pengamatan Uji Kemurnian AspirinTabel 4.6 Hasil Pengamatan Uji Kemurnian AspirinNoPerlakuanPengamatan

1Sedikit kristal aspirin hasil rekristalisasi dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian dilarutkan dengan 1 ml etanol.Larutan berwarna putih keruh.

2Pada tabung reaksi lain dimasukkan sedikit asam salisilat kemudian dilarutkan dengan 1 ml etanolLarutan berwarna putih keruh.

3Larutan aspirin-etanol ditambahkan 3 tetes ferri klorida.Larutan menjadi berwarna kuning keemasan.

4Larutan asam salisilat-etanol ditambahkan 3 tetes ferri klorida.Larutan menjadi berwarna ungu pekat.

4.1 PembahasanUntuk mengetahui massa teoritis aspirin yang diperoleh, terlebih dahulu menghitung stoikiometri reaksi pembentukan aspirin.

Pada reaksi ini diketahui bahwa mol asam salisilat lebih kecil daripada mol asam asetat anhidrat. Oleh karena itu asam salisilat merupakan pereaksi pembatas. Pada hasil akhir reaksi diperoleh 0.018 mol aspirin. Jadi, dapat diketahui massa teoritis aspirin yaitu:

Aspirin adalah senyawa turunan asam salisilat yang dapat disintesis melalui reaksi esterifikasi. Asam salisilat dilarutkan pada asam asetat anhidrat sehingga terjadi subtitusi gugus hidroksi(-OH) pada asam salisilat dengan gugus asetil(OCOCH3) pada anhidrat asetat. Sebagai katalis, digunakan asam sulfat. Reaksi ini akan menghasilkan aspirin sebagai produk utama dan asam asetat sebagai produk sampingan (Fessenden, 1987). Persamaan reaksi sintesis aspirin tersebut adalah sebagai berikut:Gambar 4.1 Mekanisme Reaksi Pembuatan Aspirin (Fessenden,1987).

Pada percobaan yang dilakukan, digunakan 2.5 gram asam salisilat dan 7 ml asam asetat anhidrat sebagai reaktan. Sesuai dengan reaksi stoikiometri sebelumnya, asam salisilat akan menjadi pereaksi pembatas. Artinya secara teoritis, jumlah aspirin yang dihasilkan adalah setara dengan jumlah asam salisilat yang direaksikan. Asam asetat aanhidrat ditambahkan berlebih agar asam salisilat habis bereaksi. Selain itu, dengan bergesernya kesetimbangan kearah produk, aspirin yang dihasilkan akan semakin banyak. Untuk mempercepat reaksi dilakukan pemanasan. Aspirin ini dibuat dengan cara esterifikasi, dimana bahan aktif dari aspirin yaitu asam salisilat direaksikan dengan asam asetat anhidrat atau dapat juga direaksikan dengan asam asetat glasial. Asam asetat anhidrat ini dapat digantikan dengan asam asetat glasial karena asam asetat glasial ini bersifat murni dan tidak mengandung air. Selain itu asam asetat anhidrat juga terbuat dari dua asam asetatglasialsehingga pada pereaksian volumenya semua digandakan. Pada pembuatan aspirin juga ditambahkan air agar ketika melakukan rekristalisasi, reaksi dapat berlangsung cepat dan terbentuk endapan. Endapan inilah yang merupakanaspirin. Pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation). Campuran asam salisilat dengan anhidrida asetat kemudian ditambahkan 3 tetes H2SO4 pekat. Asam salisilat berperan sebagai alkohol karena mempunyai gugus OH, sedangkan anhidrida asam asetat tentu saja sebagai anhidrida asam. Ester yang terbentuk adalah asam asetil salisilat (aspirin). Gugus asetil (CH3COO-) berasal dari anhidrida asam asetat, sedangkan gugus R-nya berasal dari asam salisilat. Hasil samping reaksi ini adalah asam asetat.Katalis yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam sulfat yang dapat mempercepat laju reaksi pembentukan ester dengan menurunkan energi aktifasi sehingga pembentukan produk berupa ester dapat dengan mudah terbentuk .Penambahan asam sulfat pekat juga berfungsi sebagai zat penghidrasi. Hasil samping dari reaksi asam salisilat dan anhidrida asam asetat yakni asam asetat akan terhidrasi membentuk anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat ini akan kembali bereaksi dengan asam salisilat membentuk aspirin dan tentu saja dengan hasil samping berupa asam asetat. Sehingga reaksi akan berhenti setelah asam salisilat habis bereaksi dengan asam sulfat pekat ini (Hendriayana, 2003).Oleh sebab itu, setelah pencampuran ketiganya maka dilakukan pemanasan untuk memastikan bahwa asam salisilat benar-benar telah habis bereaksi. Hal ini dilakukan dengan memasukkan erlenmeyer ke dalam waterbach hingga suhu 50C-60C sambil diaduk selama 15 menit. Hal ini dikarenakan suhu tersebut adalah suhu optimum untuk pembentukan aspirin. Jika suhu berada di atas 50C-60C maka ester yakni aspirin yang terbentuk akan terurai dan jika suhunya berada di bawah 50C-60C maka reaksi akan berjalan lambat. Setelah pemanasan dilakukan pendinginan bertujuan untuk membentuk kristal, karena ketika suhu dingin molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation).

Adapun tahapan dalam pembentukan kristal aspirin yaitu anhidrida asetat menyerang H+ dan mengalami resonansi. Kemudian anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat sehingga H+ terlepas dari OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat. Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetil salisilat (aspirin). Terakhir H+ akan lepas dari aspirin.Kemudian proses dilanjutkan dengan rekristalisasi, rekristalisasi (pembentukan kristal kembali) bertujuan untuk mendapat kristal aspirin yang lebih murni. Aspirin yang terbentuk dilarutkan dalam 7 ml alkohol hangat lalu ditambahkan 40 ml air hangat. Larutan dipanaskan di atas penangas air. Bila terjadi endapan, segera saring larutan tersebut dengan cepat dalam keadaan panas. Larutan jernih yang telah disaring tersebut didinginkan pada temperatur kamar dan diamati hingga terbentuk kristal aspirin. Kristal yang telah bercampur dengan akuades dan alkohol disaring dengan corong Buchner. Hal ini akan menyebabkan kristal asam asetil salisilat dengan filtratnya menjadi terpisah. Setelah itu kristal yang dihasilkan dikeringkan di dalam oven (Fary, 2009).Proses rekristalisasi menggunakan 2 pelarut yaitu air hangat dan etanol. Jika digunakan sendiri-sendiri kurang memenuhi syarat sebagai pelarut rekristalisasi. Pelarut yang satu bersifat melarutkan, sedangkan pelarut yang lain tidak melarutkan, sehingga dapat terbentuk kristal. Bila hanya menggunakan etanol saja maka jumlah etanol yang dibutuhkan melebihi jumlah yang diberikan dalam formulasi. Selain itu etanol yang ditambahkan berlebih akan membuat aspirin yang larut saat panas akan sulit mengkristal kembali. Etanol dipanaskan di dalam erlenmeyer yang ditutup dengan aluminium foil untuk menghindari penguapan etanol. Begitu juga dengan air, bila menggunakan air saja maka dibutuhkan air dalam jumlah banyak sehingga tidak efisien. Penambahan air hangat ke dalam erlenmeyer harus setelah kristal larut dalam etanol. Hal ini agar aspirin yang telah terbentuk tidak terhidrolisa kembali. Jadi, menggunakan 2 pelarut yaitu air dan etanol dapat menghasilkan kristal yang bagus dan hasil yang maksimum. Massa aspirin teoritis adalah 3.244 gram. Akan tetapi pada percobaan, massa aspirin yang diperoleh adalah 0.7 gram. Hal ini terjadi kemungkinan disebabkan selama proses pembuatan dan rekristalisasi, senyawa reaktan maupun produk mengalami penguapan, sehingga hasil akhir yang diperoleh berbeda dengan hasil teoritis.Selanjutnya adalah proses uji kemurnian aspirin. Kristal aspirin yang telah diperoleh diuji dengan menggunakan FeCl3. Diuji dengan FeCl3 untuk mengetahui apakah pada aspirin yang telah diperoleh masih mengandung asam salisilat atau tidak. Sebelumnya aspirin dan asam salisilat dilarutkan dengan alkohol 1 ml pada tabung reaksi yang berbeda. Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika bereaksi dengan FeCl3, karena asam salisilat mengandung gugus fenol. Jika tidak terdapat gugus fenol, maka warna larutan berubah menjadi kuning. Jika hasil tesnya positif berwarna ungu, maka aspirin tersebut masih mengandung OH- yang terikat pada gugus aromatis (asam salisilat) yang berarti belum semua asam salisilat bereaksi dengan anhidrida asetat. Jika aspirin tersebut tidak berubah warna menjadi ungu, berarti aspirin yang dihasilkan telah murni. Pada percobaan ini, ketika aspirin yang telah direkristalisasi diuji dengan FeCl3, aspirin berwarna kuning keemasan. Jadi dapat disimpulkan bahwa aspirin yang telah diperoleh tidak lagi mengandung asam salisilat atau murni.Pada reaksi ini digunakan anhidrat asetat untuk mencegah adanya air, sebab bila terdapat air maka kristal aspirin akan terurai kembali menjadi asam salisilat. Adapun fungsi dari penggunaan asam sulfat pekat yaitu sebagai katalisator yang mempercepat terjadinya reaksi namun tidak ikut bereaksi. Sedangkan pemanasan dilakukan untuk menaikkan kelarutan asam salisilat yang terbentuk sehingga dapat berekasi sempurna.Yang perlu diperhatikan sebelum mereaksikan bahan yaitu erlenmeyer yg digunakan harus kering, sebab aspirin yg terkena air dapat berubah kembali menjadi asam asetat atau anhidrida asetat (reaksi reversible). Selain itu dalam pencampuran asam salisilat dan anhidrida asetat serta H2SO4, erlenmeyer harus dalam keadaan kering, sebab bila basah maka campuran akan berwarna hitam (gagal).Prinsip pembuatan aspirin berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat dan anhidrat asetat dengan menambahkan asam sulfat pekat sebagai katalisator yang dilanjutkan dengan proses pemanasan untuk mempercepat reaksi serta diikuti dengan proses pendinginan untuk mempercepat terbentuknya kristal.Bab 5. Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan

1 Aspirin dapat dibuat dengan cara mereaksikan asam salisilat dengan asam asetat anhidrida menggunakan asam sulfat pekat sebagai katalis dan zat penghidrasi.

2. Berat aspirin sebelum rekristalisasi adalah 2.76 gram.

3. Berat aspirin setelah rekristalisasi adalah 0.7 gram.4. Aspirin yang diperoleh sudah tidak mengandung asam salisilat.5. % rendemen sebesar1.1 Saran

1. Pastikan bahan-bahan yang digunakan sesuai dengan yang diharapkan agar diperoleh hasil maksimum dan akurat.2. Proses rekristalisasi perlu dilakukan berulang-ulang apabila kristal yang didapat belum murni.3. Suhu harus dijaga pada rentang 50oC-60oC pada saat pemanasan. Jika suhu pemanasan dibawah 50oC maka reaksi pembentukan aspirin akan berjalan lambat, sedangkan jika suhunya diatas 60oC maka aspirin akan terurai sehingga hasil yang diperoleh menjadi tidak akurat.4. Selama melakukan pemanasan, selalu tutup larutan dengan menggunakan aluminium foil atau lainnya agar larutan tidak menguap ke udara.Daftar Pustaka

Anonim, 2006, British National Formulary for Children, British Medical Journal and Royal Pharmaceutical Society. Austin, George T, 1984, Shreves Chemical Process Industries, 5th ed. McGraw- Hill Book Co, Singapura.Carstensen, J. T. & F. Attarchi, 1985, Decomposition of aspirin in the solid state in the presence of limited amounts of moisture III, Effect of temperature and a possible mechanism, Journal of Pharmaceutical Sciences, 77, 318-321.Fary, 2009, Rekristalisasi Pembuatan Aspirin dan Penentuan Titik Leleh Aspirin. http://faryjackazz.blogspot.com/rekristalisasi_aspirin.html, Diakses 28 Maret 2014.Fessenden, Ralph J. & Joan S. Fessenden (alih Bahasa oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka Ph.D), 1987, Kimia Organik Jilid 1 dan 2, Edisi ke 3, Jakarta, Erlangga.Grimes, P. E., 1999, The Safety and Efficacy of Salicylic Acid Chemical Peels in Darker Racial-ethnic Groups, Dermatologic Surgery, 25, 18-22.

Gross, Greenberg, 1948. The Salicylates: A Critical Bibliographic Review, Hillhouse Press, New Haven.Hendriayana, Ari, 2003, Pembuatan Aspirin, http://gundulshare.blogspot.com /2008/05/pembuatan-aspirin.html, Diakses 28 Maret 2014.Jeffreys, Diarmuid, 2005, Aspirin : The Remarkable Story of A Wonder Drug, Bloomsbury, New York.

Nicolaou, K. C., 2008, Molecules that changed the world: A Brief History of the Art and Science of Synthesis and its Impact Society, Wiley VCH, Weinheim.

Palleros, Daniel R, 2000, Experimental Organic Chemistry, John Wiley & Sons, New York.Priyatmono, Aris, 2008, Aspirin, http://kimiadotcom.wordpress.com, Diakses 21 Maret 2014.Pudjaatmaka, A.H., 1992, Kimia Untuk Universitas Jilid 2, Erlangga, Jakarta.

Roberts, W. E., 2004, Chemical peeling in ethnic/dark skin, Dermatologic Therapy, 17, 196-205.

Vane, J. R., 1971, Inhibition of prostaglandin synthesis as a mechanism of action for aspirin-like drugs, Nature New Biology, 231, 230-235.W., Horsch, 1979, Die Salicylate, Die Pharmazie, 34, 585-604.Reaksi Acylasi Pembuatan Asetanilida