bab 1-3.docx
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global
harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya
keterampilan intelektual, sosial dan personal. Keterampilan-keterampilan
tersebut dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi
juga inspirasi,kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual. Sekolah sebagai
institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan
pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. Proses
pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi peserta didik yang
berkualitas. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu komponen penting
keberhasilan pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok
yang mampu membangkitkan hasrat siswa untuk terus belajar.
Penerapan pembelajaran yang bersifat konvensional biasanya
menggunakan pembelajaran yang bersifat langsung. Pada pembelajaran
langsung ini pembelajaran terpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif
dalam proses pembelajaran. Guru akan memberikan informasi dan perhatian
kepada seluruh siswa di kelas dan tidak memungkinkan untuk memperhatikan
setiap peserta didiknya. Pada pembelajaran langsung ini karakteristik siswa
dianggap homogen, padahal jika dicermati lebih dalam setiap siswa memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Anggapan bahwa siswa memiliki
karakteristik yang sama akan membawa konsekuensi pada pemberian
perlakuan belajar yang sama pula pada mereka, sehingga mengurangi
kesempatan siswa untuk berkembang sesuai perbedaan yang dimilikinya.
Terutama untuk mata pelajaran fisika yang dianggap oleh siswa sebagai mata
pelajaran yang sulit pastinya dibutuhkan model pembelajaran yang menarik
sehingga siswa memiliki ketertarikan untuk belajar fisika.
Untuk mengatasi masalah ini, maka pembelajaran secara langsung dengan
terpusat pada guru mulai digeser dengan pembelajaran yang lebih terpusat
1
pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang berbasis siswa aktif adalah
pembelajaran kooperatif. Perasaaan ketertarikan mampu menghasilkan energi
yang sangat positif. Interaksi satu dengan yang lainnya selain menghasilkan
kompleksitas kognitif juga sosial. Kondisi ini akan mampu menciptakan
aktivitas intelektual yang lebih daripada hanya dengan belajar sendiri. Kerja
kooperatif meningkatkan perasaan positif satu dengan yang lainnya,
mengurangi keterasingan dan kesendirian, membangun hubungan, dan
menyediakan pandangan positif terhadap orang lain.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah
1. Apa yang dimaksud dari model pembelajaran kooperatif dan teori yang
mendukung?
2. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-
Achievement Division)?
3. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?
4. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok?
5. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together)?
6. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)?
7. Bagaimana instrumen penilaian untuk model pembelajaran kooperatif ?
8. Apa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif ?
1.3 Tujuan Masalah
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
1. Mengetahui maksud dari model pembelajaran kooperatif dan teori yang
mendukung
2. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-
Achievement Division).
3. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
4. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok
5. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together)
6. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)
7. Mengetahui instrumen penilaian untuk model pembelajaran kooperatif
8. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian dan Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif
2.1.1 Pengertian
Isjoni (2009:15) menyatakan bahwa cooperative learning berasal
dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara besama-
sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu
kelompok atau satu tim. Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak
zaman yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi
berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.
Lie (2010:12) menyatakan bahwa sistem pengajaran yang
memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan
sesama siswa dengan tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai
sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning.
Johnson dan johnson (isjoni, 2009:17) cooporative learning adalah
mengelompokkan siswa didalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil
agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang
mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok
tersebut. Cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam
mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari
hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar
kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan
belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cooperative
learning merupakan pembelajaran dengan sistem mengelompokan dan
bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,
kemudian siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan
temannya, sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan motivasi.
Selain itu, model pembelajaran kooperatif ini banyak digunakan untuk
3
mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa
terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam
mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.
2.1.2 Teori Pendukung Pembelajaran Kooperatif
Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini
adalah Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik oleh Piaget dan
Vygotsky serta Teori Psikologi Sosial oleh Dewey, Thelan, Allport,
dan Lewin.
1. Teori Psikologi Kognitif –Konstruktivistik
Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi
kognitif yang besar sumbangannya dalam mendukung
pengembangan pembelajaran kooperatif. Sumbangan pemikiran dan
penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan model
pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.
a. Teori Piaget
Piaget memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu
bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan
lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget
meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian
lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga
mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,
khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan
membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan
hasil pemikirannya lebih logis (Slavin dalam Priyo Utomo, 2002:
4). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang
sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang
diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif. Aktivitas
berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur
kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola
berpikir (patterns of behavior or thinking).
4
b. Teori Vygotsky
Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia
memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari
Switzerland) dalam memandang perkembangan kognitif anak.
Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat" (sign
system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap
anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky
berbeda dalam memandang "pemicu" perkembangan kognitif
anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak terkait
sangat kuat dengan masukan dari orang lain. Vygotsky
mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama,
perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari
konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua,
perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign
system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada
simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu
orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori
Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam
pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara
kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik secara
heterogen dari sisi kemampuan akademik, dan kedua, pendekatan
pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan
menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas
belajarnya.
Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan
kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat
dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky peserta didik belajar
melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang
lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru
dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pada
setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir
teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten
5
akan sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah
perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.
Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak
belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi
tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan
terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat
perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat
ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara
tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui
penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan
potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah
dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja di dalam
daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak
dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan
dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.
Piaget dan Vygotsky adalah dua ahli psikologi yang sekaligus
dua orang konstruktivis. Vygotsky yang memiliki latar belakang
hidup masyarakat sosialis lebih cenderung menekankan
pentingnya konstruksi sosial, sementara Piaget yang seorang
biologist lebih cenderung menekankan pentingnya konstruksi
personal. Teori tentang konstruksi pengetahuan oleh kognisi
sendiri ini disebut juga teori kontruktivistik atau teori kognitif-
konstruktivistik, sangat populer di masa sekarang ini dan juga
merupakan basis teori dari model pembelajaran kooperatif.
Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan merupakan
hasil konstruksi kognitif melalui aktivitas seseorang. Kaum
konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil
konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan
mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,
pengalaman dan lingkungan mereka.
6
2. Teori Psikologi Sosial
a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan
Menurut Dewey kelas seharusnya merupakan cermin dari
masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam
kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu
menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses
ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn
kelas.Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta
didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-
masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam
aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik
belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta
didik lain. Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan berpendapat
bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur
demokrasi yangbertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan
masalah antar pribadi. Thelantertarik dengan dinamika kelompok
dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari
penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual
untuk pengembangan pembelajaran kooperatif.
b. Teori Gordon Allport
Aliport berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk
mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara
baik antar kelompok. Pandangan Allport dikenal dengan "The
Nature of Prejudice". Untuk mengurangi kecurigaan dan
meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan
mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi,
kontak langsung dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan
dan koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk
memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi
kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar
mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar
suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan
7
berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka
secara resmi menyetujui adanya kerjasama.
c. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat
dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial. Lewin sangat tertarik
pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok
(group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik
sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu
kelompok, ada dua kernungkinan yang dapat terjadi, yaitu:
mendorong penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau
meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase socialdistance).
Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini
kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya.
D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah
generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta didik
Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin
tersebut di atas. Para penerus Lewin mencari cara bagaimana
memfasilitasi integrasi dan memajukan hubungan antar manusia,
mendorong demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik. Dari
sini muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para
penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin)
mengembangkan berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang
menggabungkan pandangan teori psikologi sosial dari Lewin dan
psikologi kognitif. Deutsch mengembangkan prinsip
"ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian ia bagi
menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson & Johnson
mengembangkan "creative conflict" dan Slavin dengan "group
contingencies". Banyak hasil penelitian Lewin yang
mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif dalam kelompok
untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru,
dan memperoleh pengetahuan. Hasil penelitiannya juga
menunjukkan betapa produktifnya kelompok bila anggota-
8
anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan
pengalaman-pengalamannya.
2.2 Model STAD (Student Team Achievement Division)
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam
tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran
menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa
seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh
siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka
tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan
diterapkan dalam pembelajaran matematika.
Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan
Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi
diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam
menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru
yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada
siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.
Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division
(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di
Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif
yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan
pembelajaran kooperatif.
2. Aturan STAD
1. Para siswa memiliki tanggung jawab bahwa semua anggota
kelompoknya telah belajar materi dengan sungguh-sungguh.
2. Tak seorangpun selesai belajar sampai semua anggota kelompoknya
telah tuntas mempelajari materi.
9
3. Bertanyalah kepada temanmu dalam kelompok sebelum bertanya
kepada guru.
3. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.
1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok
Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan
lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelomok
kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen
dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat
berdasarkan pada :
a. Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah)
Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu
diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap
kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi
seimbang.
b. Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat
(pendiam dan aktif), dll.
2. Penyajian Materi Pelajaran
a. Pendahuluan
Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam
kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk
memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang
akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru
dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti
presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk
mengikuti tes berikutnya.
b. Pengembangan
Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari
siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami
makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan
tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep
maka dapat beralih kekonsep lain.
c. Praktek terkendali
10
Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan
cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara
acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa
selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu
lama.
3. Kegiatan kelompok
Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang
akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga
digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan
memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.
Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama
mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau
memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama
dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi
pelajaran.
4. Evaluasi
Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan
apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah
kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes
secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan
saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai
perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai
perkembangan kelompok.
5. Penghargaan kelompok
Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi
karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan
skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka
penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan
penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.
11
4. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe STAD
Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah
adanya kerja sama dalam kelompok dalam menentukan keberhasilan
kelompok.Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas
dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu
dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.
Sedangkan kelemahan dari model/tipe ini adalah terjadi waktu tunggu
yang dilakukan anggota kelompok yang pintar terhadap anggota kelompok
yang tidak, karena tidak ada anggota kelompok yang selesai belajar sampai
semua anggota kelompoknya telah tuntas mempelajari materi.
2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
1. Pengertian
Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan
sejawatnya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang heterogen. Anggota dari
masing-masing kelompok berjumlah 5-6 orang. Beberapa materi pokok
dalam satu bab tertentu disajikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap
siswa dalam satu kelompok akan bertanggung jawab untuk mempelajari
satu materi (Arends, 2008: 13). Contohnya, materi pokok yang akan
dibahas adalah gerak lurus, dengan sub materi antara lain, jarak dan
perpindahan, kecepatan dan kelajuan, percepatan, gerak lurus dengan
kecepatan konstan, gerak lurus dengan percepatan konstan dan gerak jatuh
bebas. Maka setiap siswa dalam kelompok akan bertanggung jawab untuk
satu sub materi. Misalnya, satu orang bertanggung jawab untuk materi
jarak dan perpindahan, satu orang lagi untuk materi kecepatan dan
kelajuan, dan seterusnya.
Setiap anggota dari masing-masing kelompok yang mempelajari sub
materi yang sama selanjutnya berkumpul dalam satu kelompok untuk
membahas mengenai sub materi tersebut. biasanya kelompok ini disebut
dengan kelompok ahli (expert group). Kemudian siswa kembali ke
12
kelompok asalnya untuk menyampaikan apa yang sudah mereka
pelajari dalam kelompok ahli kepada anggota kelompoknya masing-
masing.
2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan
Guru dapat, memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya
topik tersebut.
2. Guru membagi materi
Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa
bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap
kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin
dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.
3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli.
13
Tim asal(lima atau enam anggota yang dikelompokkan secara heterogen)
Expert Teams(setiap expert team memiliki satu anggota dari masing-masing tim asal)
Gambar 1 Tim-Tim Jigsaw (Arends, 2008: 14).
Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan
3-5 orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis
kelamin, maupun latar belakang sosialnya.
4. Diskusi kelompok
Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-
masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam
kelompok ahli.
5. Diskusi kelompok ahli
Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan
mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan
banyaknya kelompok.
6. Anggota kelompok ahli kembali
Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan
topik yang didiskusikannya dalam kelompok ahli.
7. Evaluasi
Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:
Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik, membuat
laporan mandiri atau kelompok, presentasi. Materi Evaluasinya adalah
pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh siswa dan
proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai beberapa kelebihan antara
lain :
Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif .
Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain .
Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai
Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam
berbicara dan berpendapat.
Dapat diimplementasikan bersama strategi pengajaran lainnya
Merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang sangat efektif,
bahkan jika hanya digunakan satu jam pelajaran per hari.
14
Sedangkan kekurangannya, yaitu :
Membutuhkan waktu yang lama.
Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung
mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru
harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus
menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu
penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan
apabila tidak mengerti.
Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan
mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk
sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih
tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam
menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.
Siswa yang terbiasa bersaing akan kesulitan untuk mengikuti proses
pembelajaran.
2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok
1. Pengertian
Menurut Suyatno (2007:56), ”Investigasi Kelompok adalah
pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja
menggunakan inkuiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi
kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada
kelas.”
Selanjutnya Trianto (2009:78) berpendapat:
Investigasi kelompok adalah metode pembelajaran yang
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya
melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut
para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam
berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses
kelompok (group process skills).
15
Slavin mengatakan, investigasi kelompok adalah model pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk
mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui
bahan-bahan yang tersedia.”
Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa group
investigation merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada
partisipasi dan keaktifan siswa yang melibatkan siswa dalam proses
perencanaaan, yang kemudian dilanjutkan dengan investigasi mendalam,
menyiapkan dan mempresentasikan laporannya.
Group Investigation dirancang oleh Herbert Thelen, yang kemudian
diperluas dan disempurnakan oleh Sharan dan teman-teman sejawatnya.
Dalam group investigation siswa dilibatkan dalam merencanakan topik-
topik yang akan dipelajari dan bagaimana cara menjalankan
investigasinya.
Pada group investigasion siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil
yang beranggotakan lima sampai enam orang, dengan anggota kelompok
yang heterogen. Akan tetapi, ada kalanya siswa dikelompokkan sesuai
dengan pertemanan atau minat pada topik tertentu.
2. Langkah-langkah
Sharan dalam Arends (2008: 14) mendeskripsikan enam langkah
pendekatan group investigation:
1. Pemilihan topik . Siswa memilih sub-subtopik tertentu dari suatu topik
umum tertentu, yang biasanya diterangkan oleh guru. Siswa kemudian
mengorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil berorientasi
tugas yang beranggota 2 sampai 6 orang komposisi kelompoknya
heterogen baik secara akademis maupun etnis.
2. Cooperative learning . Siswa dan guru merencanakan prosedur, tugas
dan tujuan belajar tertentu yang sesuai dengan sub-subtopik yang
dipilih dalam langkah 1.
3. Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang diformulasikan
dalam langkah 2. Pembelajaran mestinya melibatkan beragam
16
kegiatan dan keterampilan dan seharusnya mengarahkan siswa ke
berbagai macam sumber di dalam maupun di luar sekolah. Guru
mengikuti dari dekat perkembangan masing-masing kelompok dan
menawarkan bantuan bila dibutuhkan.
4. Analisis dan sintesis . Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi
yang diperoleh selama langkah 3 dan merencanakan bagaimana
informasi itu dapat dirangkum dengan menarik untuk dipresentasikan
kepada teman-teman sekelas.
5. Presentasi produk akhir . Beberapa atau semua kelompok di kelas
memberikan presentasi menarik tentang topik-topik yang dipelajari
untuk membuat satu sama lain saling terlibat dalam pekerjaan
temannya dan mencapai perspektif yang lebih luas tentang sebuah
topik. presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru.
6. Evaluasi . Dalam kasus-kasus yang kelompoknya menindaklanjuti
aspek-aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru
mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok ke hasil pekerjaan
kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat memasukkan asesmen
individual atau kelompok, atau kedua-duanya.
3. Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan pembelajaran model group investigation:
1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki
dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.
2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation
mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi
belajar siswa.
3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan
berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar
belakang.
4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki
kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan
pendapatnya.
17
5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai
dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.
Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation adalah Model
ini merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran
dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga
membutuhkan waktu yang lama
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)
1. Pengertian
NHT adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagan
(1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam review berbagai materi
yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman
mereka tentang isi pelajaran itu. Alih-alih mengarahkan pertanyaan kepada
seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah berikut ini
(Arends, 2008:16) :
2. Langkah- langkah Pembelajaran Tipe NHT
1. Numbering
Guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota tiga sampai
lima orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa pada masing-
masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5
2. Questioning
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaannya bisa
bervariasi. Pertanyaan itu bisa sangat spesifik dan dalam bentuk
pertanyaan
3. Heads Together
Siswa menyatukan “kepalanya” untuk menemukan jawabannya dan
memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya.
4. Answering
18
Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing
kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan
memberikan jawabannya ke hadapan seluruh kelas.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang
dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan
untuk meningkatkan penguasaan akademik.
3. Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif
dengan tipe NHT yaitu :
1. Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik.
2. Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima
teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
3. Pengembangan keterampilan social. Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain
berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau
menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok
4. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads
Together
Asnidar (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan :Kelebihan:
a. siswa dapat mengemukakan semua pikiran dan pendapatnya kepada
teman-teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah yang
diberikan. Siswa akan merasa lebih nyaman ketika berdiskusi dengan
teman sebayanya dibandingkan jika harus bertanya kepada guru.
b. Setiap siswa menjadi siap semua
c. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.
d. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Kelemahan:
19
a. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena
membutuhkan waktu yang lama
b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru
2.6 Model Pembelajaran Tipe Think-Pair-Share (TPS)
1. Pengertian
Strategi think –pair share (TPS) atau berpikir berpasangan adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola
interaksi siswa. Pendekatan yang dideskripsikan disini, yang awalnya
dikembangkan oleh Frank Lyman (1985) dan rekan-rekannya di University
of Maryland, adalah cara efektif untuk mengubah pola diskusi dalam kelas.
Pendekatan ini menantang asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi perlu
dilakukan dalam setting seluruh kelompok, dan memiliki prosedur-
prosedur built-in untuk memberikan lebih banyak waktu kepada siswa
untuk berpikir, untuk merespons, dan untuk saling membantu (Arends,
2008:16).
Model Pembelajaran Think Pair Share menggunakan metode
diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model
pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan
siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu
pada materi/tujuan pembelajaran.
Gambar 1. mengilustrasikan tatacara think-pair-share bekerja. Sebagai
contoh, anggap saja seorang guru baru saja selesai membuat presentasi
pendek atau siswa sudah selesai membaca sebuah tugas yang
dideskripsikan guru. Guru sekarang menginginkan agar siswa menyimak
baik-baik apa yang sudah dijelaskannya. Ia memilih strategi think-pair-
share daripada tanya jawab seluruh kelompok sehingga bisa menggunakan
pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share.
20
2. Langkah- langkah Think-Pair-Share (Arends, 2008:16) :
1. Thinking
Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau isu yang terkait dengan
pelajaran dan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu satu
menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban untuk isu tersebut.
Siswa perlu diajari bahwa berbicara tidak menjadi bagian dari waktu
berpikir.
2. Pairing
Setelah itu guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan dan
mendiskusikan segala yang sudah mereka pikirkan. Interaksi selama
periode ini dapat berupa saling berbagi jawaban bila pertanyaan yang
diajukan atau berbagi ide bila sebuah isu tertentu diidentifiasi.
Biasanya, guru memberikan waktu lebih dari empat atau lima menit
untuk berpasangan (pairing).
3. Sharing
Dalam langkah terakhir ini, guru meminta pasangan-pasangan
siswa untuk berbagi sesuatu yang sudah dibicarakan bersama
pasangannya masing-masing dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi
guru untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan ke
pasangan lain sampai sekitar seperempat atau separuh pasangan
berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.
21
2.7 Penilaian Pembelajaran Kooperatif
Menggunakan strategi penilaian yang konsisten dengan sasaran dan tujuan
pelajaran tertentu merupakan hal yang sangat penting. Pembelajaran
kooperatif memiliki pendekatan penilaian yang berbeda dengan model
pembelajaran lain. Pemberian reward merupakan hal yang penting bagi
pembelajaran kooperatif baik bagi hasil akhirnya maupun prosesnya. Hal
tersebut dapat mengatasi suatu contoh kasus misalnya terkadang beberapa
siswa yang ambisius mungkin mengambil porsi tanggungjawab yang lebih
besar dalam menyelesaikan proyek kelompok, kemudian menunjukkan sikap
tidak senang kepada mereka yang hanya memberikan kontribusi kecil, tetapi
menerima nilai yang sama.
Tugas pasca-pengajaran penting lain yang unik untuk pembelajaran
kooperatif adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan pada
usaha dan prestasi siswa. Slavin menciptakan newsletter kelas mingguan
untuk digunakan pada model Jigsaw dan STAD. Guru melaporkan hasil
belajar tim dan individual dalam newsletter tersebut.
Para pengembang pendekatan GI memberi pengakuan pada usaha tim
dengan menekankan presentasi kelopok dan dengan memperlihatkan hasil
investigasi kelompok secara mencolok di kelas. Newsletter yang merangkum
hasil-hasil investigasi kelompok di kelas juga diterbitkan.
Hal yang dinilai dapat tes, tugas, portofolio, atau proyek. Evaluasi juga
dapat meliputi pilihan-pilihan lain, terutama yang merefleksikan dimensi
interaksi mengerjakan tugas dan bagaimana sumbangan masing-masing
anggota kelompok dalam menghasilkan produk kelompoknya.
Agar penilaian pembelajaran kooperatif dapat adil dan berhasil dengan
baik maka terdapat prinsip-prinsip penilaian yang dapat diterapkan. Prinsip
penilaian pembelajaran kooperatif yaitu:
a) Skor yang sama untuk seluruh kelompok.
Suatu kelompok menghasilkan suatu produk bersama misalnya laporan
kelompok, esai kelompok, lembar kerja kelompok, atau jawaban masalah
kelompok. Produk kelompok ini dinilai oleh guru dan/atau anggota
22
kelompoknya, atau seluruh kelas. Semua anggota kelompok memperoleh
hasil evaluasi atau skor tersebut;
b) Seluruh anggota kelompok diharapkan saling membantu dalam memahami
materi yang akan diteskan, sebelum mengikuti tes.
Setelah tes, guru memilih secara acak salah satu pekerjaan anggota
kelompok untuk dinilai. Semua anggota kelompok menerima nilai itu.
c) Memakai nilai terendah dari anggota kelompok
memakai nilai rata-rata anggota kelompok atau memakai nilai sumbangan
dari anggota kelompok.
Pembelajaran kooperatif guru harus berhati-hati dalam cara menilai yang
ditetapkan diluar sistem penilaian. Konsisten dengan konsep struktur
penghargaan kooperatif penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok.
Tugas penilaian ganda ini dapat menyulitkan nilai individu untuk suatu nilai
kelompok (Ibrahim, 2000:58).
Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw, guru
mengharuskan siswa untuk mengerjakan kuis tentang materi belajar. Soal tes
dalam kuis ini harus objektif, sehingga dapat segera diskor di kelas usai
dikerjakan. Sistem kemajuan individual ini memberikan kesempatan baik
pada siswa untuk mengkontribusikan poin maksimum pada timnya jika siswa
itu bekerja sebaik-baiknya, dengan demikian ia akan menunjukkan kemajuan
yang subtansial atau membuat karya tulis yang lebih sempurna. Sistem poin
kemajuan ini ternyata dapat meningkatkan kinerja akademis siswa. Tidak ada
sistem skoring khusus untuk pendekatan Group Investigation (GI). Laporan
atau presentasi kelompok berfungsi sebagai salah satu basis untuk evaluasi,
dan siswa seharusnya diberi reward atas produk individual maupun
kolektifnya.
Berikut adalah langkah-langkah penilaian untuk tipe STAD dan Jigsaw
menurut Slavin (dalam Arends, 2008: 32).
1) Menetapkan skor awal
Masing-masing siswa diberi skor awal berdasarkan kuis sebelumnya
23
2) Menemukan skor kuis saat ini
Siswa menerima poin untuk kuis yang terkait dengan pelajaran saat ini
3) Menemukan skor kemajuan
Siswa mendapatkan skor kemajuan sebesar selisih skor kuis saat ini
dengan skor awal, menggunakan skala di bawah ini.
Skor Tes Poin Peningkatan
Kurang dari 10 poin dari skor awal 5
10 – 1 di bawah skor awal 10
0 – 10 di atas skor awal 20
Lebih dari 10 di atas skor awal 30
Skor sempurna 30
Contoh Lembar Penilaian tipe STAD dan Jigsaw menurut Slavin (dalam
Arends, 2008: 33).
Nama
Siswa
Tanggal : Tanggal :
Tes : Tes :
Skor
awalSkor Tes
Poin
Peningkatan
Skor
awalSkor Tes
Poin
Peningkatan
Adi 70 73 20
Budi 55 50 10
Cika 60 100 30
Dina 80 65 5
Eni 65 65 20
Rata-rata poin
kelompok17
Rata-rata poin
kelompok
Kriteria reward kelompok:
Rata-rata kelompok Penghargaan
< 19 Tim Bagus
20 – 24 Tim Hebat
25 – 30 Tim Super
24
Salah satu tujuan pembelajaran kooperatif ialah pengembangan
keterampilan sosial, khususnya keterampilan yang memfasilitasi kerja sama
atau kolaborasi. Dalam menilai keterampilan sosial siswa dibutuhkan suatu
rubrik khusus. Berikut adalah contoh rubrik penilaian sikap sosial (afektif):
A. Bekerja kearah pencapaian tujuan kelompok
4: Secara aktif membantu mengidentifikasi tujuan kelompok dan bekerja
keras mencapainya
3: Mengkomunikasikan komitmen terhadap tujuan kelompok dan
melaksanakan secara efektif peran yang telah ditetapkan
2: Mengkomunikasikan komitmen terhadap tujuan kelompok, tetapi tidak
melaksanakan peran yang telah ditetapkan
1: Tidak bekerja kearah terhadap tujuan kelompok, dan tidak
melaksanakan peran yang telah ditetapkan
B. Mendemonstrasikan keterampilan interpersonal yang efektif
4: Secara aktif membantu mendorong interaksi kelompok yang efektif dan
pengekspresian ide atau opininya dengan cara yang sensitif terhadap
perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.
3: Berpartisipasi dalam interaksi kelompok tanpa dorongan,
mengekspresikan ide atau opininya dengan cara yang sensitif terhadap
perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.
2: Berpartisipasi dalam interaksi kelompok bila diberi dorongan, atau
mengekspresikan ide atau opininya tanpa mempertimbangkan terhadap
perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.
1: Tidak berpartisipasi dalam interaksi kelompok bahkan setelah diberi
dorongan, mengekspresikan ide atau opininya dengan cara yang tidak
sensitif terhadap perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.
C. Berkontribusi terhadap pemeliharaan kelompok
25
4: Secara aktif membantu kelompok mengidentifikasi berbagai perubahan
atau modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok dan bekerja
kearah melaksanakan perubahan itu.
3: Membantu kelompok mengidentifikasi berbagai perubahan atau
modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok dan bekerja kearah
melaksanakan perubahan itu.
2: Bila diberi dorongan, membantu kelompok mengidentifikasi berbagai
perubahan atau modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok
atau hanya terlibat secara minimal dalam melaksanakan perubahan itu
1: Tidak berusaha mengidentifikasi berbagai perubahan atau modifikasi
yang dibutuhkan dalam proses kelompok meskipun diberi dorongan
atau, menolak untuk kearah pelaksanakan perubahan itu.
Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar peserta didik memiliki
pandangan yang positif terhadap penilaian secara kelompok adalah:
1. Upayakan agar peserta didik mengalami keberhasilan dan kegembiraan
2. Tanamkan unsur dasar akuntabilitas individu dan saling ketergantungan
positif ke adalam pergaulan perkelompok.
3. Lakukan pemantauan dengan interaksi agar anggota kelompok pada saat
mereka bekerjasama dalam kelompok.
4. Upayakan agar kriteria assmen konsiisten dan dipahami dengan jelas oleh
seluruh peserta didik (Arends, 2008: 31-34).
2.8 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat
besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih
mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini
dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk
aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Penggunaan
pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki
berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya
kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara
26
efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut adalah
kelebihan pembelajaran kooperatif:
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas,
2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,
3. Angka putus sekolah menjuadi rendah,
4. Memperbaiki kehadiran,
5. Sikap apatis berkurang,
6. Pemahaman yang lebih mendalam,
7. Motivasi lebih besar,
8. Hasil belajar lebih tinggi, dan
9. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.
10. Saling ketergantungan yang positif.
11. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.
12. Terjadi hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta
didik dengan pendidik. (Ibrahim, 2000: 18-19)
Sadker (Miftahul, 2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat
pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan
afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat
besar lain seperti berikut ini:
a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan
memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;
b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki
sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk
belajar;
27
c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-
temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan
yang positif (interdependensi positif) untuk proses belajar mereka nanti;
d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap
teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang
berbeda.
Keunggulan pembelajaran kooperatif yang lain diantaranya:
1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu
menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan
kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai
sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan
mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan
membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
3) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek
pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta
menerima segala perbedaan.
4) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup
ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan
sosial, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,
mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif
terhadap sekolah.
6) Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan
kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamnnya sendiri ,
menerima umpan balik. Siswa dapat praktik memecahkan masalah tanpa
takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung
jawab kelompoknya.
7) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi
dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk
28
proses pendidikan jangka panjang.
Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga
mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok tidak
menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Berikut adalah beberapa
kelemahan pembelajaran kooperatif:
a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu
memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;
b. Membutuhkan waktu, antara siswa yang satu dengan yang lainnya tidak
sama, untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan mareka akan merasa
terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan,
sehingga keadaan ini dapat menghambat kerja sama dalam kelompok.
c. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan
dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;
d. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic
permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
e. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini
mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
f. Penilaian yang diberikan didasarkan padsa hasil kerja kelompok. Namun
perlu menyadari bahwa hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi
setiap individu siswa
Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa
yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam
pembelajaran kooperatif sebagai berikut.
a. Free Rider
Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru
berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang
dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung
jawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka hanya “mengekor”
saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain.
29
Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif
ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau satu
laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau
beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan
kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru “bebas
berkendara”, berkeliaran kemana-mana.
b. Diffusion of responsibility
Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebaran tanggung
jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yang dianggap
tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih
mampu”. Misalnya, jika siswa ditugaskan untuk mengerjakan tugas IPA,
beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu menghafal atau
memahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak dihiraukan oleh
teman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik pun
terkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yang
kurang mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu dan
energi saja.
c. Learning a Part of Task Specialization
Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, Group
Investigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok
ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang
berbeda antarsatu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat
siswa hanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh
kelompok lain hampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi
tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala ini bisa
diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut 1)
mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya, 2)
selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap
siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja
30
kelompok, dan yang paling penting 3) mengintegrasikan metode yang satu
dengan metode yang lain.
Menurut Thabrany (1993:96) (dalam Suyono) dari kelemahan di atas
disarankan agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari
7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling
mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan.
Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran
kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi
pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor
profesionalisme guru menggunakan model tersebut dan kesadaran murid
mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok sangat menentukan
berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Sasaran pembelajaran adalah
meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini
akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar
sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. cooperative learning merupakan pembelajaran dengan sistem
mengelompokan dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang
diberikan oleh guru, kemudian siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi
dengan temannya, sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan
motivasi.
2. Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah
Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik oleh Piaget dan Vygotsky serta
Teori Psikologi Sosial oleh Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin.
3. Macam-macam pembelajaran kooperatif yang bisa diterapkan adalah : tipe
STAD (Student Teams-Achievement Division), Jigsaw, investigasi
kelompok, NHT (Number Head Together) dan TPS (Think Pair Share)
4. Pembelajaran kooperatif memiliki pendekatan penilaian yang berbeda
dengan model pembelajaran lain. Pemberian reward merupakan hal yang
penting bagi pembelajaran kooperatif baik bagi hasil akhirnya maupun
prosesnya. Hal tersebut dapat mengatasi suatu contoh kasus misalnya
terkadang beberapa siswa yang ambisius mungkin mengambil porsi
tanggungjawab yang lebih besar dalam menyelesaikan proyek kelompok,
kemudian menunjukkan sikap tidak senang kepada mereka yang hanya
memberikan kontribusi kecil, tetapi menerima nilai yang sama.
5. Tugas pasca-pengajaran penting lain yang unik untuk pembelajaran
kooperatif adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan
pada usaha dan prestasi siswa. Slavin menciptakan newsletter kelas
32
mingguan untuk digunakan pada model Jigsaw dan STAD. Guru
melaporkan hasil belajar tim dan individual dalam newsletter tersebut.
6. Keunggulan pembelajaran kooperatif yang lain diantaranya:
siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat
menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan
informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.
membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan, memberdayakan setiap
siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar dan meningkatkan
prestasi akademik
7. Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga
mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok tidak
menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Berikut adalah beberapa
kelemahan pembelajaran kooperatif: Membutuhkan waktu, antara siswa
yang satu dengan yang lainnya tidak sama, untuk siswa yang dianggap
memiliki kelebihan mareka akan merasa terhambat oleh siswa yang
dianggap kurang memiliki kemampuan, sehingga keadaan ini dapat
menghambat kerja sama dalam kelompok. Selama kegiatan diskusi
kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang
sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu
yang telah ditentukan. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh
seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif
3.2 Saran
1. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai untuk suatu materi
pelajaran diantaranya dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif,
hal ini penting karena pemillihan model pembelajaran yang tepat akan
membuat siswa tertarik dan termotivasi.
2. Ketika guru membuat siswa untuk bekerja sendiri artinya guru mengajak
siswa untuk mendapatkan pengalamannya sendiri yang secara alami siswa
akan lebih memahami suatu materi.
33