bab 1-3.docx

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya keterampilan intelektual, sosial dan personal. Keterampilan- keterampilan tersebut dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi juga inspirasi,kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual. Sekolah sebagai institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. Proses pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi peserta didik yang berkualitas. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu komponen penting keberhasilan pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok yang mampu membangkitkan hasrat siswa untuk terus belajar. Penerapan pembelajaran yang bersifat konvensional biasanya menggunakan pembelajaran yang bersifat langsung. Pada pembelajaran langsung ini pembelajaran terpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran. Guru akan memberikan informasi dan perhatian kepada seluruh 1

Upload: leyda-ulyarosyida

Post on 07-Dec-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan sebagai bagian integral kehidupan masyarakat di era global

harus dapat memberi dan memfasilitasi bagi tumbuh kembangnya

keterampilan intelektual, sosial dan personal. Keterampilan-keterampilan

tersebut dibangun tidak hanya dengan landasan rasio dan logika saja, tetapi

juga inspirasi,kreativitas, moral, intuisi (emosi) dan spiritual. Sekolah sebagai

institusi pendidikan dan miniatur masyarakat perlu mengembangkan

pembelajaran yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan era global. Proses

pembelajaran yang baik akan dapat menciptakan prestasi peserta didik yang

berkualitas. Oleh karena itu, guru sebagai salah satu komponen penting

keberhasilan pembelajaran, harus mampu menempatkan dirinya sebagai sosok

yang mampu membangkitkan hasrat siswa untuk terus belajar.

Penerapan pembelajaran yang bersifat konvensional biasanya

menggunakan pembelajaran yang bersifat langsung. Pada pembelajaran

langsung ini pembelajaran terpusat pada guru sehingga siswa kurang aktif

dalam proses pembelajaran. Guru akan memberikan informasi dan perhatian

kepada seluruh siswa di kelas dan tidak memungkinkan untuk memperhatikan

setiap peserta didiknya. Pada pembelajaran langsung ini karakteristik siswa

dianggap homogen, padahal jika dicermati lebih dalam setiap siswa memiliki

karakteristik yang berbeda-beda. Anggapan bahwa siswa memiliki

karakteristik yang sama akan membawa konsekuensi pada pemberian

perlakuan belajar yang sama pula pada mereka, sehingga mengurangi

kesempatan siswa untuk berkembang sesuai perbedaan yang dimilikinya.

Terutama untuk mata pelajaran fisika yang dianggap oleh siswa sebagai mata

pelajaran yang sulit pastinya dibutuhkan model pembelajaran yang menarik

sehingga siswa memiliki ketertarikan untuk belajar fisika.

Untuk mengatasi masalah ini, maka pembelajaran secara langsung dengan

terpusat pada guru mulai digeser dengan pembelajaran yang lebih terpusat

1

pada siswa. Salah satu model pembelajaran yang berbasis siswa aktif adalah

pembelajaran kooperatif. Perasaaan ketertarikan mampu menghasilkan energi

yang sangat positif. Interaksi satu dengan yang lainnya selain menghasilkan

kompleksitas kognitif juga sosial. Kondisi ini akan mampu menciptakan

aktivitas intelektual yang lebih daripada hanya dengan belajar sendiri. Kerja

kooperatif meningkatkan perasaan positif satu dengan yang lainnya,

mengurangi keterasingan dan kesendirian, membangun hubungan, dan

menyediakan pandangan positif terhadap orang lain.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalahnya adalah

1. Apa yang dimaksud dari model pembelajaran kooperatif dan teori yang

mendukung?

2. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-

Achievement Division)?

3. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw?

4. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok?

5. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together)?

6. Bagaimana pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)?

7. Bagaimana instrumen penilaian untuk model pembelajaran kooperatif ?

8. Apa kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif ?

1.3 Tujuan Masalah

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui maksud dari model pembelajaran kooperatif dan teori yang

mendukung

2. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams-

Achievement Division).

3. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

4. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe investigasi kelompok

5. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Head Together)

6. Mengetahui pembelajaran kooperatif tipe TPS (Think Pair Share)

7. Mengetahui instrumen penilaian untuk model pembelajaran kooperatif

8. Mengetahui kelebihan dan kekurangan model pembelajaran kooperatif

2

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Teori yang Mendukung Model Pembelajaran Kooperatif

2.1.1 Pengertian

Isjoni (2009:15) menyatakan bahwa cooperative learning berasal

dari kata cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara besama-

sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu

kelompok atau satu tim. Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative

learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak

zaman yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi

berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.

Lie (2010:12) menyatakan bahwa sistem pengajaran yang

memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan

sesama siswa dengan tugas-tugas yang terstruktur disebut sebagai

sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning.

Johnson dan johnson (isjoni, 2009:17) cooporative learning adalah

mengelompokkan siswa didalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil

agar siswa dapat bekerja sama dengan kemampuan maksimal yang

mereka miliki dan mempelajari satu sama lain dalam kelompok

tersebut. Cooperative learning mengandung arti bekerja bersama dalam

mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari

hasil yang menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok. Belajar

kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan

belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cooperative

learning merupakan pembelajaran dengan sistem mengelompokan dan

bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru,

kemudian siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan

temannya, sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan motivasi.

Selain itu, model pembelajaran kooperatif ini banyak digunakan untuk

3

mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa

terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam

mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain.

2.1.2 Teori Pendukung Pembelajaran Kooperatif

Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini

adalah Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik oleh Piaget dan

Vygotsky serta Teori Psikologi Sosial oleh Dewey, Thelan, Allport,

dan Lewin.

1. Teori Psikologi Kognitif –Konstruktivistik

Jean Piaget dan Lev Vygotsky merupakan dua ahli psikologi

kognitif yang besar sumbangannya dalam mendukung

pengembangan pembelajaran kooperatif. Sumbangan pemikiran dan

penelitian dari kedua ahli tersebut serta kaitannya dengan model

pembelajaran kooperatif dijelaskan dalam uraian berikut.

a. Teori Piaget

Piaget memandang bahwa setiap anak memiliki rasa ingin tahu

bawaan yang mendorongnya untuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Baik lingkungan fisik maupun sosialnya. Piaget

meyakini bahwa pengalaman secara fisik dan pemanipulasian

lingkungan akan mengembangkan kemampuannya. Ia juga

mempercayai bahwa interaksi sosial dengan teman sebaya,

khususnya dalam mengemukakan ide dan berdiskusi akan

membantunya memperjelas hasil pemikirannya dan menjadikan

hasil pemikirannya lebih logis (Slavin dalam Priyo Utomo, 2002:

4). Melalui pertukaran ide dengan teman lain, seorang anak yang

sebelumnya memiliki pemikiran subyektif terhadap sesuatu yang

diamati akan merubah pemikirannya menjadi obyektif. Aktivitas

berpikir anak seperti itu terorganisasi dalam suatu struktur

kognitif (mental) yang disebut dengan "scheme" atau pola

berpikir (patterns of behavior or thinking).

4

b. Teori Vygotsky

Lev Semionovich Vygotsky, seorang ahli psikologi Rusia

memiliki kesamaan dengan Piaget (ahli psikologi dan biologi dari

Switzerland) dalam memandang perkembangan kognitif anak.

Vygotsky memandang bahwa akuisisi "system isyarat" (sign

system) terjadi dalam sekuen tahapan yang invarian untuk setiap

anak sebagaimana disampaikan oleh Piaget. Namun, Vygotsky

berbeda dalam memandang "pemicu" perkembangan kognitif

anak. Ia meyakini bahwa perkembangan kognitif anak terkait

sangat kuat dengan masukan dari orang lain. Vygotsky

mendasarkan karyanya pada dua ide utama. Pertama,

perkembangan intelektual dapat dipahami hanya bila ditinjau dari

konteks pengalaman historis dan budaya anak. Kedua,

perkembangan bergantung pada sistem-sistem isyarat (sign

system) di mana ia tumbuh. Sistem isyarat mengacu kepada

simbol-simbol yang diciptakan oleh budaya untuk membantu

orang bertikir, berkomunikasi dan memecahkan masalah. Teori

Vygotsky di atas mempunyai dua implikasi utama dalam

pembelajaran, yaitu, perlunya pengelola pembelajaran secara

kooperatif dengan pengelompokkan peserta didik secara

heterogen dari sisi kemampuan akademik, dan kedua, pendekatan

pembelajaran yang menekankan pentingnya scaffolding, dengan

menekankan pentingnya tanggung jawab peserta didik pada tugas

belajarnya.

Vygotsky menekankan pentingnya peranan lingkungan

kebudayaan dan interaksi sosial dalam perkembangan sifat-sifat

dan tipe-tipe manusia. Menurut Vygotsky peserta didik belajar

melalui interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang

lebih mampu. Interaksi sosial ini memacu terbentuknya ide baru

dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Pada

setting kooperatif, peserta didik dihadapkan pada proses berpikir

teman sebaya mereka. Tutorial oleh teman yang lebih kompeten

5

akan sangat efektif dalam mendorong pertumbuhan daerah

perkembangan proximal (Zone of Proximal Development) anak.

Vygotsky yakin bahwa tujuan belajar akan tercapai jika anak

belajar menyelesaikan tugas-tugas yang belum dipelajari tetapi

tugas-tugas tersebut masih berada dalam daerah perkembangan

terdekat mereka. Daerah perkembangan terdekat adalah tingkat

perkembangan sedikit di atas tingkat perkembangan orang saat

ini. Zone of Proximal Development (ZPD) adalah jarak antara

tingkat perkembangan aktual, yang ditentukan melalui

penyelesaian masalah secara mandiri dan tingkat perkembangan

potensial anak, yang ditentukan melalui pemecahan masalah

dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

Menurut Vygotsky, pada saat peserta didik bekerja di dalam

daerah perkembangan terdekat mereka, tugas-tugas yang tidak

dapat mereka selesaikan sendiri akan dapat mereka selesaikan

dengan bimbingan (scaffolding) orang dewasa atau teman sebaya.

Piaget dan Vygotsky adalah dua ahli psikologi yang sekaligus

dua orang konstruktivis. Vygotsky yang memiliki latar belakang

hidup masyarakat sosialis lebih cenderung menekankan

pentingnya konstruksi sosial, sementara Piaget yang seorang

biologist lebih cenderung menekankan pentingnya konstruksi

personal. Teori tentang konstruksi pengetahuan oleh kognisi

sendiri ini disebut juga teori kontruktivistik atau teori kognitif-

konstruktivistik, sangat populer di masa sekarang ini dan juga

merupakan basis teori dari model pembelajaran kooperatif.

Konstruktivisme memandang bahwa pengetahuan merupakan

hasil konstruksi kognitif melalui aktivitas seseorang. Kaum

konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil

konstruksi manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuan

mereka melalui interaksi mereka dengan objek, fenomena,

pengalaman dan lingkungan mereka.

6

2. Teori Psikologi Sosial

a. Teori John Dewey dan Herbert Thelan

Menurut Dewey kelas seharusnya merupakan cermin dari

masyarakat luas dan berfungsi sebagai laboratorium belajar dalam

kehidupan nyata. Dewey menegaskan bahwa guru perlu

menciptakan sistem sosial yang bercirikan demokrasi dan proses

ilmiah dalam lingkungan belajar peserta didik dalarn

kelas.Tanggung jawab utama guru adalah memotivasi peserta

didik untuk belajar secara kooperatif dan memikirkan masalah-

masalah sosial yang penting setiap hari. Bersamaan dalam

aktivitasnya rnemecahkan masalah di kelompoknya, peserta didik

belajar prinsip-prinsip demokrasi melalui interaksi dengan peserta

didik lain. Beberapa tahun setelah Dewey, Thelan berpendapat

bahwa kelas haruslah merupakan laboratorium atau miniatur

demokrasi yangbertujuan mengkaji masalah-masalah sosial dan

masalah antar pribadi. Thelantertarik dengan dinamika kelompok

dan rnengernbangkan bentuk yang lebih rinci dan terstruktur dari

penyelidikan kelompok, dan mempersiapkan dasar konseptual

untuk pengembangan pembelajaran kooperatif.

b. Teori Gordon Allport

Aliport berpandangan bahwa hukum saja tidaklah cukup untuk

mengurangi kecurigaan dan meningkatkan penerimaan secara

baik antar kelompok. Pandangan Allport dikenal dengan "The

Nature of Prejudice". Untuk mengurangi kecurigaan dan

meningkatkan penerimaan satu sama lain adalah dengan jalan

mengumpulkan mereka (antar suku atau ras) dalam satu lokasi,

kontak langsung dan bekerjasama antar mereka. Shlomo Sharan

dan koleganya menyimpulkan adanya tiga kondisi dasar untuk

memformulasikan pandangan Allport untuk mengurangi

kecurigaan antar kelompok dan meningkatkan penerimaan antar

mereka. Tiga kondisi tersebut adalah: 1) kontak langsung antar

suku atau ras; 2) dalam seting tertentu, mereka bekerjasama dan

7

berperan aktif dalam kelompok; 3) dalam seting tersebut, mereka

secara resmi menyetujui adanya kerjasama.

c. Teori Kurt Lewin

Kurt Lewin yang lahir pada tahun 1890 di Polandia ini dapat

dipandang sebagai Bapak Psikologi Sosial. Lewin sangat tertarik

pada masalah-masalah pergerakan yang dinamis dalam kelompok

(group dynamics movement), terutama tentang resolusi konflik

sosial yang terjadi di antara para peserta didik. Dalam suatu

kelompok, ada dua kernungkinan yang dapat terjadi, yaitu:

mendorong penerimaan sosial (promotesocial acceptance) atau

meningkatkan jarak/ketegangan sosial (increase socialdistance).

Pandangan-pandangan Lewin tentang dinamika kelompok ini

kemudian dikembangkan oleh para peserta didikpeserta didiknya.

D. Johnson, E. Aronson, R. Schmuck dan L. Sherman adalah

generasi ke-tiga dari Lewin (peserta didik dari peserta didik

Lewin) yang turut mengembangkan pandangan-pandangan Lewin

tersebut di atas. Para penerus Lewin mencari cara bagaimana

memfasilitasi integrasi dan memajukan hubungan antar manusia,

mendorong demokrasi dan mengurangi timbulnya konflik. Dari

sini muncul berbagai strategi pembelajaran kooperatif. Para

penerus Lewin (terutama generasi kedua dan ketiga Lewin)

mengembangkan berbagai teknik pembelajaran kooperatif yang

menggabungkan pandangan teori psikologi sosial dari Lewin dan

psikologi kognitif. Deutsch mengembangkan prinsip

"ketergantungan" (interdpendence), yang kemudian ia bagi

menjadi ketergantungan positip dan negatif. Johnson & Johnson

mengembangkan "creative conflict" dan Slavin dengan "group

contingencies". Banyak hasil penelitian Lewin yang

mengetengahkan pentingnya partisipasi aktif dalam kelompok

untuk mempelajari ketrampilan baru, mengembangkan sikap baru,

dan memperoleh pengetahuan. Hasil penelitiannya juga

menunjukkan betapa produktifnya kelompok bila anggota-

8

anggotanya berinteraksi dan kemudian saling merefleksikan

pengalaman-pengalamannya.

2.2 Model STAD (Student Team Achievement Division)

1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam

tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran

menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan

pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa

seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh

siswa dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka

tidak boleh saling membantu. Tipe pembelajaran inilah yang akan

diterapkan dalam pembelajaran matematika.

Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan

Cooperative Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi

diantara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam

menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal. Guru

yang menggunakan STAD mengajukan informasi akademik baru kepada

siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division

(STAD) yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di

Universitas John Hopkin (dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pembelajaran kooperatif

yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai menggunakan

pembelajaran kooperatif.

2. Aturan STAD

1. Para siswa memiliki tanggung jawab bahwa semua anggota

kelompoknya telah belajar materi dengan sungguh-sungguh.

2. Tak seorangpun selesai belajar sampai semua anggota kelompoknya

telah tuntas mempelajari materi.

9

3. Bertanyalah kepada temanmu dalam kelompok sebelum bertanya

kepada guru.

3. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.

1. Persiapan materi dan penerapan siswa dalam kelompok

Sebelum menyajikan guru harus mempersiapkan lembar kegiatan dan

lembar jawaban yang akan dipelajari siswa dalam kelompok-kelomok

kooperatif. Kemudian menetapkan siswa dalam kelompok heterogen

dengan jumlah maksimal 4 - 6 orang, aturan heterogenitas dapat

berdasarkan pada :

a. Kemampuan akademik (pandai, sedang dan rendah)

Yang didapat dari hasil akademik (skor awal) sebelumnya. Perlu

diingat pembagian itu harus diseimbangkan sehingga setiap

kelompok terdiri dari siswa dengan siswa dengan tingkat prestasi

seimbang.

b. Jenis kelamin, latar belakang sosial, kesenangan bawaan/sifat

(pendiam dan aktif), dll.

2. Penyajian Materi Pelajaran

a. Pendahuluan

Di sini perlu ditekankan apa yang akan dipelajari siswa dalam

kelompok dan menginformasikan hal yang penting untuk

memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang konsep-konsep yang

akan mereka pelajari. Materi pelajaran dipresentasikan oleh guru

dengan menggunakan metode pembelajaran. Siswa mengikuti

presentasi guru dengan seksama sebagai persiapan untuk

mengikuti tes berikutnya.

b. Pengembangan

Dilakukan pengembangan materi yang sesuai yang akan dipelajari

siswa dalam kelompok. Di sini siswa belajar untuk memahami

makna bukan hafalan. Pertanyaan-peranyaan diberikan penjelasan

tentang benar atau salah. Jika siswa telah memahami konsep

maka dapat beralih kekonsep lain.

c. Praktek terkendali

10

Praktek terkendali dilakukan dalam menyajikan materi dengan

cara menyuruh siswa mengerjakan soal, memanggil siswa secara

acak untuk menjawab atau menyelesaikan masalah agar siswa

selalu siap dan dalam memberikan tugas jangan menyita waktu

lama.

3. Kegiatan kelompok

Guru membagikan LKS kepada setiap kelompok sebagai bahan yang

akan dipelajari siswa. Isi dari LKS selain materi pelajaran juga

digunakan untuk melatih kooperatif. Guru memberi bantuan dengan

memperjelas perintah, mengulang konsep dan menjawab pertanyaan.

Dalam kegiatan kelompok ini, para siswa bersama-sama

mendiskusikan masalah yang dihadapi, membandingkan jawaban, atau

memperbaiki miskonsepsi. Kelompok diharapkan bekerja sama

dengan sebaik-baiknya dan saling membantu dalam memahami materi

pelajaran.

4. Evaluasi

Dilakukan selama 45 - 60 menit secara mandiri untuk menunjukkan

apa yang telah siswa pelajari selama bekerja dalam kelompok. Setelah

kegiatan presentasi guru dan kegiatan kelompok, siswa diberikan tes

secara individual. Dalam menjawab tes, siswa tidak diperkenankan

saling membantu. Hasil evaluasi digunakan sebagai nilai

perkembangan individu dan disumbangkan sebagai nilai

perkembangan kelompok.

5. Penghargaan kelompok

Setiap anggota kelompok diharapkan mencapai skor tes yang tinggi

karena skor ini akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan

skor rata-rata kelompok. Dari hasil nilai perkembangan, maka

penghargaan pada prestasi kelompok diberikan dalam tingkatan

penghargaan seperti kelompok baik, hebat dan super.

11

4. Keunggulan dan Kelemahan Model Pembelajaran Tipe STAD

Keunggulan dari metode pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah

adanya kerja sama dalam kelompok dalam menentukan keberhasilan

kelompok.Pembelajaran kooperatif tipe STAD menekankan pada aktivitas

dan interaksi diantara siswa untuk saling memotivasi saling membantu

dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai prestasi yang maksimal.

Sedangkan kelemahan dari model/tipe ini adalah terjadi waktu tunggu

yang dilakukan anggota kelompok yang pintar terhadap anggota kelompok

yang tidak, karena tidak ada anggota kelompok yang selesai belajar sampai

semua anggota kelompoknya telah tuntas mempelajari materi.

2.3 Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

1. Pengertian

Jigsaw dikembangkan dan diuji oleh Elliot Aronson dan rekan-rekan

sejawatnya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw ini siswa

dibagi menjadi beberapa kelompok kecil yang heterogen. Anggota dari

masing-masing kelompok berjumlah 5-6 orang. Beberapa materi pokok

dalam satu bab tertentu disajikan kepada siswa dalam bentuk teks. Setiap

siswa dalam satu kelompok akan bertanggung jawab untuk mempelajari

satu materi (Arends, 2008: 13). Contohnya, materi pokok yang akan

dibahas adalah gerak lurus, dengan sub materi antara lain, jarak dan

perpindahan, kecepatan dan kelajuan, percepatan, gerak lurus dengan

kecepatan konstan, gerak lurus dengan percepatan konstan dan gerak jatuh

bebas. Maka setiap siswa dalam kelompok akan bertanggung jawab untuk

satu sub materi. Misalnya, satu orang bertanggung jawab untuk materi

jarak dan perpindahan, satu orang lagi untuk materi kecepatan dan

kelajuan, dan seterusnya.

Setiap anggota dari masing-masing kelompok yang mempelajari sub

materi yang sama selanjutnya berkumpul dalam satu kelompok untuk

membahas mengenai sub materi tersebut. biasanya kelompok ini disebut

dengan kelompok ahli (expert group). Kemudian siswa kembali ke

12

kelompok asalnya untuk menyampaikan apa yang sudah mereka

pelajari dalam kelompok ahli kepada anggota kelompoknya masing-

masing.

2. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw adalah

sebagai berikut :

1. Melakukan Pembelajaran Pendahuluan

Guru dapat, memotivasi siswa dan menjelaskan tujuan dipelajarinya

topik tersebut.

2. Guru membagi materi

Materi pembelajaran kooperatif model jigsaw dibagi menjadi beberapa

bagian pembelajaran tergantung pada banyak anggota dalam setiap

kelompok serta banyaknya konsep materi pembelajaran yang ingin

dicapai dan yang akan dipelajari oleh siswa.

3. Membagi Siswa Ke Dalam Kelompok Asal Dan Ahli.

13

Tim asal(lima atau enam anggota yang dikelompokkan secara heterogen)

Expert Teams(setiap expert team memiliki satu anggota dari masing-masing tim asal)

Gambar 1 Tim-Tim Jigsaw (Arends, 2008: 14).

Kelompok dalam pembelajarn kooperatif model jigsaw beranggotakan

3-5 orang yang heterogen baik dari kemampuan akademis, jenis

kelamin, maupun latar belakang sosialnya.

4. Diskusi kelompok

Setiap kelompok membaca dan mendiskusikan sub topik masing-

masing dan menetapkan anggota ahli yang akan bergabung dalam

kelompok ahli.

5. Diskusi kelompok ahli

Anggota ahli dari masing-masing kelompok berkumpul dan

mengintegrasikan semua sub topik yang telah dibagikan sesuai dengan

banyaknya kelompok.

6. Anggota kelompok ahli kembali

Siswa ahli kembali ke kelompok masing-masing untuk menjelaskan

topik yang didiskusikannya dalam kelompok ahli.

7. Evaluasi

Dalam evaluasi ada tiga cara yang dapat dilakukan:

Mengerjakan kuis individual yang mencaukup semua topik, membuat

laporan mandiri atau kelompok, presentasi. Materi Evaluasinya adalah

pengetahuan (materi ajar) yang difahami dan dikuasai oleh siswa dan

proses belajar yang dilakukan oleh mahasiswa.

3. Kelebihan dan Kekurangan

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw mempunyai beberapa kelebihan antara

lain :

Dalam proses belajar mengajar siswa saling ketergantungan positif .

Setiap siswa dapat saling mengisi satu sama lain .

Pemerataan penguasaan materi dapat dicapai

Metode pembelajaran ini dapat melatih siswa untuk lebih aktif dalam

berbicara dan berpendapat.

Dapat diimplementasikan bersama strategi pengajaran lainnya

Merupakan strategi pembelajaran kooperatif yang sangat efektif,

bahkan jika hanya digunakan satu jam pelajaran per hari.

14

Sedangkan kekurangannya, yaitu :

Membutuhkan waktu yang lama.

Siswa yang aktif akan lebih mendominasi diskusi, dan cenderung

mengontrol jalannya diskusi. Untuk mengantisipasi masalah ini guru

harus benar-benar memperhatikan jalannya diskusi. Guru harus

menekankan agar para anggota kelompok menyimak terlebih dahulu

penjelasan dari tenaga ahli. Kemudian baru mengajukan pertanyaan

apabila tidak mengerti.

Siswa yang memiliki kemampuan membaca dan berfpikir rendah akan

mengalami kesulitan untuk menjelaskan materi apabila ditunjuk

sebagai tenaga ahli. Untuk mengantisipasi hal ini guru harus memilih

tenaga ahli secara tepat, kemudian memonitor kinerja mereka dalam

menjelaskan materi, agar materi dapat tersampaikan secara akurat.

Siswa yang terbiasa bersaing akan kesulitan untuk mengikuti proses

pembelajaran.

2.4 Pembelajaran Kooperatif Tipe Investigasi Kelompok

1. Pengertian

Menurut Suyatno (2007:56), ”Investigasi Kelompok adalah

pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja

menggunakan inkuiri kooperatif, perencanaan, proyek, dan diskusi

kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada

kelas.”

Selanjutnya Trianto (2009:78) berpendapat:

Investigasi kelompok adalah metode pembelajaran yang

melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam

menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya

melalui investigasi. Metode pembelajaran ini menuntut

para siswa untuk memiliki kemampuan yang baik dalam

berkomunikasi maupun dalam keterampilan proses

kelompok (group process skills).

15

Slavin mengatakan, investigasi kelompok adalah model pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas siswa untuk

mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari melalui

bahan-bahan yang tersedia.”

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa group

investigation merupakan metode pembelajaran yang menekankan pada

partisipasi dan keaktifan siswa yang melibatkan siswa dalam proses

perencanaaan, yang kemudian dilanjutkan dengan investigasi mendalam,

menyiapkan dan mempresentasikan laporannya.

Group Investigation dirancang oleh Herbert Thelen, yang kemudian

diperluas dan disempurnakan oleh Sharan dan teman-teman sejawatnya.

Dalam group investigation siswa dilibatkan dalam merencanakan topik-

topik yang akan dipelajari dan bagaimana cara menjalankan

investigasinya.

Pada group investigasion siswa dibagi dalam kelompok-kelompok kecil

yang beranggotakan lima sampai enam orang, dengan anggota kelompok

yang heterogen. Akan tetapi, ada kalanya siswa dikelompokkan sesuai

dengan pertemanan atau minat pada topik tertentu.

2. Langkah-langkah

Sharan dalam Arends (2008: 14) mendeskripsikan enam langkah

pendekatan group investigation:

1. Pemilihan topik . Siswa memilih sub-subtopik tertentu dari suatu topik

umum tertentu, yang biasanya diterangkan oleh guru. Siswa kemudian

mengorganisasikan ke dalam kelompok-kelompok kecil berorientasi

tugas yang beranggota 2 sampai 6 orang komposisi kelompoknya

heterogen baik secara akademis maupun etnis.

2. Cooperative learning . Siswa dan guru merencanakan prosedur, tugas

dan tujuan belajar tertentu yang sesuai dengan sub-subtopik yang

dipilih dalam langkah 1.

3. Implementasi. Siswa melaksanakan rencana yang diformulasikan

dalam langkah 2. Pembelajaran mestinya melibatkan beragam

16

kegiatan dan keterampilan dan seharusnya mengarahkan siswa ke

berbagai macam sumber di dalam maupun di luar sekolah. Guru

mengikuti dari dekat perkembangan masing-masing kelompok dan

menawarkan bantuan bila dibutuhkan.

4. Analisis dan sintesis . Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi

yang diperoleh selama langkah 3 dan merencanakan bagaimana

informasi itu dapat dirangkum dengan menarik untuk dipresentasikan

kepada teman-teman sekelas.

5. Presentasi produk akhir . Beberapa atau semua kelompok di kelas

memberikan presentasi menarik tentang topik-topik yang dipelajari

untuk membuat satu sama lain saling terlibat dalam pekerjaan

temannya dan mencapai perspektif yang lebih luas tentang sebuah

topik. presentasi kelompok dikoordinasikan oleh guru.

6. Evaluasi . Dalam kasus-kasus yang kelompoknya menindaklanjuti

aspek-aspek yang berbeda dari topik yang sama, siswa dan guru

mengevaluasi kontribusi masing-masing kelompok ke hasil pekerjaan

kelas secara keseluruhan. Evaluasi dapat memasukkan asesmen

individual atau kelompok, atau kedua-duanya.

3. Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan pembelajaran model group investigation:

1. Pembelajaran dengan kooperatif model Group Investigation memiliki

dampak positif dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

2. Penerapan metode pembelajaran kooperatif model Group Investigation

mempunyai pengaruh positif, yaitu dapat meningkatkan motivasi

belajar siswa.

3. Pembelajaran yang dilakukan membuat suasana saling bekerjasama dan

berinteraksi antar siswa dalam kelompok tanpa memandang latar

belakang.

4. Model pembelajaran group investigation melatih siswa untuk memiliki

kemampuan yang baik dalam berkomunikasi dan mengemukakan

pendapatnya.

17

5. Memotivasi dan mendorong siswa agar aktif dalam proses belajar mulai

dari tahap pertama sampai tahap akhir pembelajaran.

Kelemahan pembelajaran dengan model group investigation adalah Model

ini merupakan model pembelajaran yang kompleks dan sulit untuk

dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Kemudian pembelajaran

dengan menggunakan model pembelajaran group investigation juga

membutuhkan waktu yang lama

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

1. Pengertian

NHT adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Spencer Kagan

(1998) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam review berbagai materi

yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa pemahaman

mereka tentang isi pelajaran itu. Alih-alih mengarahkan pertanyaan kepada

seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat langkah berikut ini

(Arends, 2008:16) :

2. Langkah- langkah Pembelajaran Tipe NHT

1. Numbering

Guru membagi siswa menjadi beberapa tim beranggota tiga sampai

lima orang dan memberi nomor sehingga setiap siswa pada masing-

masing tim memiliki nomor antara 1 sampai 5

2. Questioning

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaannya bisa

bervariasi. Pertanyaan itu bisa sangat spesifik dan dalam bentuk

pertanyaan

3. Heads Together

Siswa menyatukan “kepalanya” untuk menemukan jawabannya dan

memastikan bahwa semua orang tahu jawabannya.

4. Answering

18

Guru memanggil sebuah nomor dan siswa dari masing-masing

kelompok yang memiliki nomor itu mengangkat tangannya dan

memberikan jawabannya ke hadapan seluruh kelas.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan

untuk meningkatkan penguasaan akademik.

3. Tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif

dengan tipe NHT yaitu :

1. Hasil belajar akademik stuktural. Bertujuan untuk meningkatkan kinerja

siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keragaman. Bertujuan agar siswa dapat menerima

teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.

3. Pengembangan keterampilan social. Bertujuan untuk mengembangkan

keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain

berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau

menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok

4. Kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Numbered Heads

Together

Asnidar (2014) dalam penelitiannya menyimpulkan :Kelebihan:

a. siswa dapat mengemukakan semua pikiran dan pendapatnya kepada

teman-teman kelompoknya dalam menyelesaikan masalah yang

diberikan. Siswa akan merasa lebih nyaman ketika berdiskusi dengan

teman sebayanya dibandingkan jika harus bertanya kepada guru.

b. Setiap siswa menjadi siap semua

c. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

d. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

19

a. Tidak terlalu cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena

membutuhkan waktu yang lama

b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru

2.6 Model Pembelajaran Tipe Think-Pair-Share (TPS)

1. Pengertian

Strategi think –pair share (TPS) atau berpikir berpasangan adalah jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa. Pendekatan yang dideskripsikan disini, yang awalnya

dikembangkan oleh Frank Lyman (1985) dan rekan-rekannya di University

of Maryland, adalah cara efektif untuk mengubah pola diskusi dalam kelas.

Pendekatan ini menantang asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi perlu

dilakukan dalam setting seluruh kelompok, dan memiliki prosedur-

prosedur built-in untuk memberikan lebih banyak waktu kepada siswa

untuk berpikir, untuk merespons, dan untuk saling membantu (Arends,

2008:16).

Model Pembelajaran Think Pair Share menggunakan metode

diskusi berpasangan yang dilanjutkan dengan diskusi pleno. Dengan model

pembelajaran ini siswa dilatih bagaimana mengutarakan pendapat dan

siswa juga belajar menghargai pendapat orang lain dengan tetap mengacu

pada materi/tujuan pembelajaran.

Gambar 1. mengilustrasikan tatacara think-pair-share bekerja. Sebagai

contoh, anggap saja seorang guru baru saja selesai membuat presentasi

pendek atau siswa sudah selesai membaca sebuah tugas yang

dideskripsikan guru. Guru sekarang menginginkan agar siswa menyimak

baik-baik apa yang sudah dijelaskannya. Ia memilih strategi think-pair-

share daripada tanya jawab seluruh kelompok sehingga bisa menggunakan

pembelajaran kooperatif tipe think-pair-share.

20

2. Langkah- langkah Think-Pair-Share (Arends, 2008:16) :

1. Thinking

Guru mengajukan sebuah pertanyaan atau isu yang terkait dengan

pelajaran dan meminta siswa-siswanya untuk menggunakan waktu satu

menit untuk memikirkan sendiri tentang jawaban untuk isu tersebut.

Siswa perlu diajari bahwa berbicara tidak menjadi bagian dari waktu

berpikir.

2. Pairing

Setelah itu guru meminta siswa untuk berpasang-pasangan dan

mendiskusikan segala yang sudah mereka pikirkan. Interaksi selama

periode ini dapat berupa saling berbagi jawaban bila pertanyaan yang

diajukan atau berbagi ide bila sebuah isu tertentu diidentifiasi.

Biasanya, guru memberikan waktu lebih dari empat atau lima menit

untuk berpasangan (pairing).

3. Sharing

Dalam langkah terakhir ini, guru meminta pasangan-pasangan

siswa untuk berbagi sesuatu yang sudah dibicarakan bersama

pasangannya masing-masing dengan seluruh kelas. Lebih efektif bagi

guru untuk berjalan mengelilingi ruangan, dari satu pasangan ke

pasangan lain sampai sekitar seperempat atau separuh pasangan

berkesempatan melaporkan hasil diskusi mereka.

21

2.7 Penilaian Pembelajaran Kooperatif

Menggunakan strategi penilaian yang konsisten dengan sasaran dan tujuan

pelajaran tertentu merupakan hal yang sangat penting. Pembelajaran

kooperatif memiliki pendekatan penilaian yang berbeda dengan model

pembelajaran lain. Pemberian reward merupakan hal yang penting bagi

pembelajaran kooperatif baik bagi hasil akhirnya maupun prosesnya. Hal

tersebut dapat mengatasi suatu contoh kasus misalnya terkadang beberapa

siswa yang ambisius mungkin mengambil porsi tanggungjawab yang lebih

besar dalam menyelesaikan proyek kelompok, kemudian menunjukkan sikap

tidak senang kepada mereka yang hanya memberikan kontribusi kecil, tetapi

menerima nilai yang sama.

Tugas pasca-pengajaran penting lain yang unik untuk pembelajaran

kooperatif adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan pada

usaha dan prestasi siswa. Slavin menciptakan newsletter kelas mingguan

untuk digunakan pada model Jigsaw dan STAD. Guru melaporkan hasil

belajar tim dan individual dalam newsletter tersebut.

Para pengembang pendekatan GI memberi pengakuan pada usaha tim

dengan menekankan presentasi kelopok dan dengan memperlihatkan hasil

investigasi kelompok secara mencolok di kelas. Newsletter yang merangkum

hasil-hasil investigasi kelompok di kelas juga diterbitkan.

Hal yang dinilai dapat tes, tugas, portofolio, atau proyek. Evaluasi juga

dapat meliputi pilihan-pilihan lain, terutama yang merefleksikan dimensi

interaksi mengerjakan tugas dan bagaimana sumbangan masing-masing

anggota kelompok dalam menghasilkan produk kelompoknya.

Agar penilaian pembelajaran kooperatif dapat adil dan berhasil dengan

baik maka terdapat prinsip-prinsip penilaian yang dapat diterapkan. Prinsip

penilaian pembelajaran kooperatif yaitu:

a) Skor yang sama untuk seluruh kelompok.

Suatu kelompok menghasilkan suatu produk bersama misalnya laporan

kelompok, esai kelompok, lembar kerja kelompok, atau jawaban masalah

kelompok. Produk kelompok ini dinilai oleh guru dan/atau anggota

22

kelompoknya, atau seluruh kelas. Semua anggota kelompok memperoleh

hasil evaluasi atau skor tersebut;

b) Seluruh anggota kelompok diharapkan saling membantu dalam memahami

materi yang akan diteskan, sebelum mengikuti tes.

Setelah tes, guru memilih secara acak salah satu pekerjaan anggota

kelompok untuk dinilai. Semua anggota kelompok menerima nilai itu.

c) Memakai nilai terendah dari anggota kelompok

memakai nilai rata-rata anggota kelompok atau memakai nilai sumbangan

dari anggota kelompok.

Pembelajaran kooperatif guru harus berhati-hati dalam cara menilai yang

ditetapkan diluar sistem penilaian. Konsisten dengan konsep struktur

penghargaan kooperatif penting bagi guru untuk menghargai hasil kelompok.

Tugas penilaian ganda ini dapat menyulitkan nilai individu untuk suatu nilai

kelompok (Ibrahim, 2000:58).

Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD dan Jigsaw, guru

mengharuskan siswa untuk mengerjakan kuis tentang materi belajar. Soal tes

dalam kuis ini harus objektif, sehingga dapat segera diskor di kelas usai

dikerjakan. Sistem kemajuan individual ini memberikan kesempatan baik

pada siswa untuk mengkontribusikan poin maksimum pada timnya jika siswa

itu bekerja sebaik-baiknya, dengan demikian ia akan menunjukkan kemajuan

yang subtansial atau membuat karya tulis yang lebih sempurna. Sistem poin

kemajuan ini ternyata dapat meningkatkan kinerja akademis siswa. Tidak ada

sistem skoring khusus untuk pendekatan Group Investigation (GI). Laporan

atau presentasi kelompok berfungsi sebagai salah satu basis untuk evaluasi,

dan siswa seharusnya diberi reward atas produk individual maupun

kolektifnya.

Berikut adalah langkah-langkah penilaian untuk tipe STAD dan Jigsaw

menurut Slavin (dalam Arends, 2008: 32).

1) Menetapkan skor awal

Masing-masing siswa diberi skor awal berdasarkan kuis sebelumnya

23

2) Menemukan skor kuis saat ini

Siswa menerima poin untuk kuis yang terkait dengan pelajaran saat ini

3) Menemukan skor kemajuan

Siswa mendapatkan skor kemajuan sebesar selisih skor kuis saat ini

dengan skor awal, menggunakan skala di bawah ini.

Skor Tes Poin Peningkatan

Kurang dari 10 poin dari skor awal 5

10 – 1 di bawah skor awal 10

0 – 10 di atas skor awal 20

Lebih dari 10 di atas skor awal 30

Skor sempurna 30

Contoh Lembar Penilaian tipe STAD dan Jigsaw menurut Slavin (dalam

Arends, 2008: 33).

Nama

Siswa

Tanggal : Tanggal :

Tes : Tes :

Skor

awalSkor Tes

Poin

Peningkatan

Skor

awalSkor Tes

Poin

Peningkatan

Adi 70 73 20

Budi 55 50 10

Cika 60 100 30

Dina 80 65 5

Eni 65 65 20

Rata-rata poin

kelompok17

Rata-rata poin

kelompok

Kriteria reward kelompok:

Rata-rata kelompok Penghargaan

< 19 Tim Bagus

20 – 24 Tim Hebat

25 – 30 Tim Super

24

Salah satu tujuan pembelajaran kooperatif ialah pengembangan

keterampilan sosial, khususnya keterampilan yang memfasilitasi kerja sama

atau kolaborasi. Dalam menilai keterampilan sosial siswa dibutuhkan suatu

rubrik khusus. Berikut adalah contoh rubrik penilaian sikap sosial (afektif):

A. Bekerja kearah pencapaian tujuan kelompok

4: Secara aktif membantu mengidentifikasi tujuan kelompok dan bekerja

keras mencapainya

3: Mengkomunikasikan komitmen terhadap tujuan kelompok dan

melaksanakan secara efektif peran yang telah ditetapkan

2: Mengkomunikasikan komitmen terhadap tujuan kelompok, tetapi tidak

melaksanakan peran yang telah ditetapkan

1: Tidak bekerja kearah terhadap tujuan kelompok, dan tidak

melaksanakan peran yang telah ditetapkan

B. Mendemonstrasikan keterampilan interpersonal yang efektif

4: Secara aktif membantu mendorong interaksi kelompok yang efektif dan

pengekspresian ide atau opininya dengan cara yang sensitif terhadap

perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.

3: Berpartisipasi dalam interaksi kelompok tanpa dorongan,

mengekspresikan ide atau opininya dengan cara yang sensitif terhadap

perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.

2: Berpartisipasi dalam interaksi kelompok bila diberi dorongan, atau

mengekspresikan ide atau opininya tanpa mempertimbangkan terhadap

perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.

1: Tidak berpartisipasi dalam interaksi kelompok bahkan setelah diberi

dorongan, mengekspresikan ide atau opininya dengan cara yang tidak

sensitif terhadap perasaan dan dasar pengetahuan orang lain.

C. Berkontribusi terhadap pemeliharaan kelompok

25

4: Secara aktif membantu kelompok mengidentifikasi berbagai perubahan

atau modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok dan bekerja

kearah melaksanakan perubahan itu.

3: Membantu kelompok mengidentifikasi berbagai perubahan atau

modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok dan bekerja kearah

melaksanakan perubahan itu.

2: Bila diberi dorongan, membantu kelompok mengidentifikasi berbagai

perubahan atau modifikasi yang dibutuhkan dalam proses kelompok

atau hanya terlibat secara minimal dalam melaksanakan perubahan itu

1: Tidak berusaha mengidentifikasi berbagai perubahan atau modifikasi

yang dibutuhkan dalam proses kelompok meskipun diberi dorongan

atau, menolak untuk kearah pelaksanakan perubahan itu.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan agar peserta didik memiliki

pandangan yang positif terhadap penilaian secara kelompok adalah:

1. Upayakan agar peserta didik mengalami keberhasilan dan kegembiraan

2. Tanamkan unsur dasar akuntabilitas individu dan saling ketergantungan

positif ke adalam pergaulan perkelompok.

3. Lakukan pemantauan dengan interaksi agar anggota kelompok pada saat

mereka bekerjasama dalam kelompok.

4. Upayakan agar kriteria assmen konsiisten dan dipahami dengan jelas oleh

seluruh peserta didik (Arends, 2008: 31-34).

2.8 Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki manfaat atau kelebihan yang sangat

besar dalam memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih

mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan pembelajaran. Hal ini

dikarenakan dalam kegiatan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk

aktif dalam belajar melalui kegiatan kerjasama dalam kelompok. Penggunaan

pembelajaran kooperatif dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, memiliki

berbagai kelebihan atau manfaat. Kelebihan berorientasi pada optimalnya

kegiatan pembelajaran sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai secara

26

efektif melalui dukungan guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut adalah

kelebihan pembelajaran kooperatif:

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas,

2. Rasa harga diri menjadi lebih tinggi,

3. Angka putus sekolah menjuadi rendah,

4. Memperbaiki kehadiran,

5. Sikap apatis berkurang,

6. Pemahaman yang lebih mendalam,

7. Motivasi lebih besar,

8. Hasil belajar lebih tinggi, dan

9. Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi.

10. Saling ketergantungan yang positif.

11. Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

12. Terjadi hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta

didik dengan pendidik. (Ibrahim, 2000: 18-19)

Sadker (Miftahul, 2011: 66) menjabarkan beberapa manfaat

pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan

afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat

besar lain seperti berikut ini:

a. Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan

memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;

b. Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki

sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk

belajar;

27

c. Dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-

temannya, dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan

yang positif (interdependensi positif) untuk proses belajar mereka nanti;

d. Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap

teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang

berbeda.

Keunggulan pembelajaran kooperatif yang lain diantaranya:

1) Melalui strategi pembelajaran kooperatif siswa tidak terlalu

menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan

kemampuan berpikir sendiri, menemukan informasi dari berbagai

sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

2) Strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan

mengungkapkan ide atau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan

membandingkannya dengan ide-ide orang lain.

3) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek

pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta

menerima segala perbedaan.

4) Strategi pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap

siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

5) Strategi pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup

ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan

sosial, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain,

mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif

terhadap sekolah.

6) Melalui strategi pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan

kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamnnya sendiri ,

menerima umpan balik. Siswa dapat praktik memecahkan masalah tanpa

takut membuat kesalahan, karena keputusan yang dibuat adalah tanggung

jawab kelompoknya.

7) Interaksi selama kooperatif berlangsung dapat meningkatkan motivasi

dan memberikan rangsangan untuk berpikir. Hal ini berguna untuk

28

proses pendidikan jangka panjang.

Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga

mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok tidak 

menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Berikut adalah beberapa

kelemahan pembelajaran kooperatif:

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu

memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu;

b. Membutuhkan waktu, antara siswa yang satu dengan yang lainnya tidak

sama, untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan mareka akan merasa

terhambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan,

sehingga keadaan ini dapat menghambat kerja sama dalam kelompok.

c. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai;

d. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic

permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak

sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

e. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

f. Penilaian yang diberikan didasarkan padsa hasil kerja kelompok. Namun

perlu menyadari bahwa hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi

setiap individu siswa

Slavin (Miftahul, 2011: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau apa

yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dalam

pembelajaran kooperatif sebagai berikut.

a. Free Rider

Jika tidak dirancang dengan baik, pembelajaran kooperatif justru

berdampak pada munculnya free rider atau “pengendara bebas”. Yang

dimaksud free rider disini adalah beberapa siswa yang tidak bertanggung

jawab secara personal pada tugas kelompoknya mereka hanya “mengekor”

saja apa yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang lain.

29

Free rider ini sering kali muncul ketika kelompok-kelompok kooperatif

ditugaskan untuk menangani atu lembar kerja, satu proyek, atau satu

laporan tertentu. Untuk tugas-tugas seperti ini, sering kali ada satu atau

beberapa anggota yang mengerjakan hampir semua pekerjaan

kelompoknya, sementara sebagian anggota yang lain justru “bebas

berkendara”, berkeliaran kemana-mana.

b. Diffusion of responsibility

Yang dimaksud dengan diffusion of responsibility (penyebaran tanggung

jawab) ini adalah suatu kondisi di mana beberapa anggota yang dianggap

tidak mampu cenderung diabaikan oleh anggota-anggota lain yang “lebih

mampu”. Misalnya, jika siswa ditugaskan untuk mengerjakan tugas IPA,

beberapa anggota yang dipersepsikan tidak mampu menghafal atau

memahami materi tersebut dengan baik sering kali tidak dihiraukan oleh

teman-temannya yang lain. Siswa yang memiliki skill IPA yang baik pun

terkadang malas mengajarkan keterampilannya pada teman-temannya yang

kurang mahir di bidang IPA. Hal ini hanya membuang-buang waktu dan

energi saja.

c. Learning a Part of Task Specialization

Beberapa model pembelajaran tertentu, seperti Jigsaw, Group

Investigation, dan metode-metode lain yang terkait, setiap kelompok

ditugaskan untuk mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang

berbeda antarsatu sama lain. Pembagian semacam ini sering kali membuat

siswa hanya fokus pada bagian materi lain yanng dikerjakan oleh

kelompok lain hampir tidak dihiraukan sama sekali, padahal semua materi

tersebut saling berkaitan satu sama lain.

Slavin (Miftahul,2011: 69) mengemukakan bahwa ketiga kendala ini bisa

diatasi jika guru mampu melakukan beberapa faktor sebagai berikut 1)

mengenakan sedikit banyak karakteristik dan level kemampuan siswanya, 2)

selalu menyediakan waktu khusus untuk mengetahui kemajuan setiap

siswanya dengan mengevaluasi mereka secara individual setelah bekerja

30

kelompok, dan yang paling penting 3) mengintegrasikan metode yang satu

dengan metode yang lain.

Menurut Thabrany (1993:96) (dalam Suyono) dari kelemahan di atas

disarankan agar kelompok beranggotakan 3, 5 atau 7 orang, jangan lebih dari

7 dan sebaiknya tidak genap karena dapat terjadi beberapa blok yang saling

mengobrol, dan jangan ada yang pelit artinya harus terbuka pada kawan.

Kelebihan dan kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran

kooperatif sebagai strategi mengajar guru, maka hal tersebut dapat menjadi

pertimbangan bagi guru dalam penggunaannya. Namun, faktor

profesionalisme guru menggunakan model tersebut dan kesadaran murid

mengikuti pembelajaran melalui strategi kelompok sangat menentukan

berhasil tidaknya suatu pembelajaran. Sasaran pembelajaran adalah

meningkatkan kemampuan belajar siswa sehingga penggunaan model ini

akan memungkinkan siswa lebih aktif, kreatif dan mandiri dalam belajar

sesuai tuntutan materi pelajaran atau kurikulum.

31

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. cooperative learning merupakan pembelajaran dengan sistem

mengelompokan dan bekerja sama dalam mengerjakan tugas yang

diberikan oleh guru, kemudian siswa diberi kesempatan untuk berinteraksi

dengan temannya, sementara guru bertindak sebagai fasilitator dan

motivasi.

2. Teori yang menjadi pendukung model pembelajaran kooperatif ini adalah

Teori Psikologi Kognitif-Konstruktivistik oleh Piaget dan Vygotsky serta

Teori Psikologi Sosial oleh Dewey, Thelan, Allport, dan Lewin.

3. Macam-macam pembelajaran kooperatif yang bisa diterapkan adalah : tipe

STAD (Student Teams-Achievement Division), Jigsaw, investigasi

kelompok, NHT (Number Head Together) dan TPS (Think Pair Share)

4. Pembelajaran kooperatif memiliki pendekatan penilaian yang berbeda

dengan model pembelajaran lain. Pemberian reward merupakan hal yang

penting bagi pembelajaran kooperatif baik bagi hasil akhirnya maupun

prosesnya. Hal tersebut dapat mengatasi suatu contoh kasus misalnya

terkadang beberapa siswa yang ambisius mungkin mengambil porsi

tanggungjawab yang lebih besar dalam menyelesaikan proyek kelompok,

kemudian menunjukkan sikap tidak senang kepada mereka yang hanya

memberikan kontribusi kecil, tetapi menerima nilai yang sama.

5. Tugas pasca-pengajaran penting lain yang unik untuk pembelajaran

kooperatif adalah penekanan yang diberikan pada pemberian pengakuan

pada usaha dan prestasi siswa. Slavin menciptakan newsletter kelas

32

mingguan untuk digunakan pada model Jigsaw dan STAD. Guru

melaporkan hasil belajar tim dan individual dalam newsletter tersebut.

6. Keunggulan pembelajaran kooperatif yang lain diantaranya:

siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat

menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menemukan

informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswa yang lain.

membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan, memberdayakan setiap

siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar dan meningkatkan

prestasi akademik

7. Model pembelajaran kooperatif di samping memiliki kelebihan juga

mengandung beberapa kelemahan apabila para anggota kelompok tidak 

menyadari makna kerjasama dalam kelompok. Berikut adalah beberapa

kelemahan pembelajaran kooperatif: Membutuhkan waktu, antara siswa

yang satu dengan yang lainnya tidak sama, untuk siswa yang dianggap

memiliki kelebihan mareka akan merasa terhambat oleh siswa yang

dianggap kurang memiliki kemampuan, sehingga keadaan ini dapat

menghambat kerja sama dalam kelompok. Selama kegiatan diskusi

kelompok berlangsung, ada kecenderungan topic permasalahan yang

sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu

yang telah ditentukan. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh

seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif

3.2 Saran

1. Guru dapat memilih model pembelajaran yang sesuai untuk suatu materi

pelajaran diantaranya dapat menggunakan model pembelajaran kooperatif,

hal ini penting karena pemillihan model pembelajaran yang tepat akan

membuat siswa tertarik dan termotivasi.

2. Ketika guru membuat siswa untuk bekerja sendiri artinya guru mengajak

siswa untuk mendapatkan pengalamannya sendiri yang secara alami siswa

akan lebih memahami suatu materi.

33

34