aspek etika penelitian

9
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan banyaknya jumlah penelitian yang dilakukan maka terjadilah berbagai penyimpangan terhadap kode etik, sehingga terasa keharusan adanya badan yang mengawasi penelitian yang memakai manusia sebagai subyek penelitiannya. Forum internasional yang pertama diadakan untuk tujuan ini mengeluarkan Nuremberg Code, sebagai reaksi terhadap berbagai eksperimen kejam yang dilakukan olehh para dokter Nazi terhadap tahanan Perang Dunia II. Salah satu aspek penting dalam kode tersebut adalah keharusan adanya informed consent (persetujuan setelah penjelasan) dari manusia yang digunakan dalam percobaan. Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya yang ke 18 telah mengeluarkan peraturan-peraturan yang dituangkan ke dalam Deklarasi Helsinki I. Rangkaian aturan tersebut merupakan panduan untuk dokter yang melakukan penelitian klinis, baik yang bersifat terapeutik maupun non-terapeutik. Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia sebagai subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu dasar falsafah bangsa Indonesia, Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang

Upload: alfi-bashori

Post on 08-Apr-2016

337 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: Aspek etika penelitian

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan banyaknya jumlah penelitian yang dilakukan maka terjadilah berbagai

penyimpangan terhadap kode etik, sehingga terasa keharusan adanya badan yang

mengawasi penelitian yang memakai manusia sebagai subyek penelitiannya.

Forum internasional yang pertama diadakan untuk tujuan ini mengeluarkan

Nuremberg Code, sebagai reaksi terhadap berbagai eksperimen kejam yang

dilakukan olehh para dokter Nazi terhadap tahanan Perang Dunia II. Salah satu

aspek penting dalam kode tersebut adalah keharusan adanya informed consent

(persetujuan setelah penjelasan) dari manusia yang digunakan dalam percobaan.

Pada tahun 1964, World Medical Association dalam sidangnya yang ke 18 telah

mengeluarkan peraturan-peraturan yang dituangkan ke dalam Deklarasi Helsinki

I. Rangkaian aturan tersebut merupakan panduan untuk dokter yang melakukan

penelitian klinis, baik yang bersifat terapeutik maupun non-terapeutik.

Di Indonesia standar etik penelitian kesehatan yang melibatkan manusia

sebagai subyek didasarkan pada azas perikemanusiaan yang merupakan salah satu

dasar falsafah bangsa Indonesia, Pancasila. Hal tersebut kemudian diatur dalam

UU Kesehatan no 23/ 1992 dan lebih lanjut diatur dalam PP no 39/ 1995 tentang

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Dalam Bab IV diuraikan tentang

perlindungan dan hak-hak manusia sebagai subyek penelitian dan sanksi bila

penyelenggaraan penelitian melanggar ketentuan dalam PP tersebut.

Page 2: Aspek etika penelitian

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Hukum

2.1.1 Nuremberg Code

Nuremberg Code berasal dari keputusan Pengadilan para Dokter (the

Doctor’s Trial) di kota Nuremberg tahun 1947. The Doctor’s Trial adalah

bagian dari Nuremberg Military Tribunal yang mengadili kejahatan

perang yang dilakukan rezim Nazi Jerman. Para dokter yang diadili

disalahkan melaksanakan penelitian kesehatan tanpa tujuan ilmiah yang

rasional. Penelitian dilakukan secara paksa pada tawanan kamp

konsentrasi oleh personel yang tidak memenuhi persyaratan. Nuremberg

Code meletakkan dasar perdana untuk pengembangan etik penelitian

kesehatan.

Terdapat 10 poin dalam Nuremberg Code. Isi dari Nuremberg Code

seperti ini :

1. Persetujuan sukarela dari subyek manusia merupakan hal yang

mutlak dilakukan.

2. Percobaan yang dilakukan harus senantiasa memberikan hasil

yang bermanfaat untuk kebaikan masyarakat.

3. Percobaan harus didesain dan berdasarkan hasil percobaan pada

hewan dan pengetahuan tentang perjalanan alamiah dari penyakit.

4. Percobaan harus dilakukan dengan baik dan teratur untuk menghindari

terjadinya cedera dan penderitaan baik fisik maupun mental yang tidak

perlu.

5. Percobaan tidak boleh dilakukan jika diyakini terdapat alasan bahwa

kematian atau cedera akan terjadi.

6. Tingkat risiko yang akan diambil tidak boleh melebihi batas yang

ditentukan sekalipun didasarkan pada masalah kepentingan

kemanusiaan yang harus dipecahkan melalui percobaan.

7. Persiapan yang tepat harus dibuat dan disediakan fasilitas yang

memadai untuk melindungi subjek eksperimental terhadap

kemungkinan cedera kecil sekalipun, cacat, ataupun kematian.

Page 3: Aspek etika penelitian

8. Percobaan harus dilakukan hanya oleh orang yang berkualifikasi

dalam bidangnya.

9. Selama percobaan subjek manusia harus bebas menentukan akhir

percobaan terhadap dirinya.

10. Selama percobaan ilmuwan yang bertanggung jawab harus siap untuk

mengakhiri percobaan pada tahap apapun, jika dengan

kepercayaannya, keimanan yang diyakininya, keterampilan yang

dimilikinya dan dengan pertimbangan yang matang, bahwa kelanjutan

dari percobaan kemungkinan akan mengakibatkan cedera, cacat

kematian pada subyek eksperimental.

2.1.2 Deklarasi Helsinki

Dalam Deklarasi Helsinki tercantum prinsip- prinsip dasar riset, etik

riset kedokteran yang dikombinasi dengan pengobatan (riset klinik) dan

riset biomedik non klinik yang berbunyi sebagai berikut:

1. Riset biomedik pada subjek manusia harus memenuhi prinsip-prinsip

ilmiah dan berdasarkan eksperimen laboratorium hewan percobaan

dan pengetahuan yang adekuat dan literatur ilmiah.

2. Disain dan pelaksanaan eksperimen pada manusia harus dituangkan

dalam suatu protokol untuk kemudian diajukan kepada suatu komisi

independen yang ditugaskan untuk mempertimbangkan, memberi

komentar dan bimbingan.

3. Riset biomedik pada manusia hanya boleh dikerjakan oleh orang-

orang dengan kualifikasi keilmuan yang cukup dan diawasi oleh

tenaga medik yang kompeten. Tanggung jawab atas manusia yang

diteliti terletak pada tenaga medik yang kompeten dan bukan pada

manusia yang diteliti walaupun subjek telah memberikan persetujuan.

4. Riset biomedik pada manusia tidak boleh dikerjakan kecuali bila

kepentingan tujuan penelitian tersebut sepadan dengan resiko yang

akan dihadapi subjek.

5. Setiap peneliti pada subjek harus diketahui oleh peneliti secara

seksama mengenai resiko yang mungkin timbul dan manfaat potensial

baik bagi subjek maupun bagi orang lain. Kepentingan subjek harus

Page 4: Aspek etika penelitian

lebih diutamakan daripada kepentingan ilmu pengetahuan maupun

masyarakat.

6. Dalam penelitian, hak seseorang untuk melindungi integritas dirinya

harus selalu dihormati. Peneliti harus berusaha menekan sekecil

mungkin dampak penelitian terhadap integritas mental, fisik dan

kepribadian subjek.

7. Seorang dokter tidak diperbolehkan ikut dalam proyek riset dengan

subjek manusia jika ia tidak dapat memperkirakan bahaya apa yang

mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan penelitian bila

bahaya apa yang mungkin timbul. Dokter juga harus menghentikan

penelitian bila bahaya yang dijumpai ternyata melampaui manfaat

yang diharapkan.

8. Dalam mempublikasikan hasil penemuannya, maka harus dilaporkan

hasil yang akurat. Eksperimen yang dilakukan tanpa mengindahkan

prinsip-prinsip yang digariskan dalam deklarasi helsinki tidak boleh

diterima untuk publikasi.

9. Dalam riset manusia, maka kebanyakan subjek harus diberitahu

tentang tujuan, metode, manfaat serta kerugian yang bisa dialami.

10. Dalam meminta persetujuan setelah penjelasan ini, dokter harus

berhati-hati bilamana ada kemungkinan pasien merasa tergantung

kepada dokter atau keadaan dimana subjek memberi persetujuan

dibawah paksaan.

11. Untuk penderita yang tidak kompeten secara hukum, maka

persetujuan setelah penjelasan harus diminta dari pelindungnya yang

sah menurut hukum setempat.

12. Dalam protokol riset, selalu harus dicantumkan pernyataan tentang

norma-norma etik yang dilaksanakan telah sesuai dengan deklarasi

helsinki.  

Baik dalam Nuremberg Code maupun dalam Deklarasi Helsinki I, para

peneliti hanya diimbau untuk memperhatikan serta mematuhi peraturan-

peraturan. Jadi kebijaksanaan diserahkan pada peneliti sendiri, tidak ada

keharusan adanya pihak lain yang mengawasi. Peneliti harus membuat

keputusan sendiri apakah penelitiaannya menyimpang dari norma etika

yang telah digariskan atau tidak. Karena tidak ada pengawasan dari pihak

Page 5: Aspek etika penelitian

lain, maka pengertian para peneliti tentang perbedaan suatu tindakan

sebagai pengobatan atau penelitian kadang menjadi tidak jelas, sehingga

masih terjadi berbagai penyimpangan norma-norma etika.

Untuk menghindari hal tersebut di atas maka pada tahun 1975 dalam

World Health Assembly ke 20 di Tokyo telah dibuat Deklarasi Helsinki II

sebagai hasil revisi dari Deklarasi Helsinki I. Perubahan yang penting

adalah adanya peraturan yang mengharuskan semua protokol penelitian

yang menyangkut manusia, harus ditinjau dahulu oleh suatu Komisi

khusus untuk dipertimbangkan, diberi komentar dan mendapatkan

pengarahan (consideration, comments and guidance).

Juga harus dicantumkan pada protokol bahwa telah dilakukan

pertimbangan etika dan hasil penelitian tidak boleh dipublikasi jikalau

tidak ada ethical clearence. Dengan demikian maka mulailah dibentuk

Panitian-panitia etika kedokteran di semua lembaga yang

menyelenggarakan penelitian.

2.2 Ethical Clearance

Pada dasarnya seluruh penelitian/riset yang menggunakan manusia sebagai

subyek penelitian harus mendapatkan Ethical Clearance, baik penelitian yang

melakukan pengambilan spesimen, ataupun yang tidak melakukan pengambilan

spesimen. Penelitian/riset yang dimaksud adalah penelitian biomedik yang

mencakup riset pada farmasetik, alat kesehatan, radiasi dan pemotretan, prosedur

bedah, rekam medis, sampel biologik, serta penelitian epidemiologik, sosial dan

psikososial.

Usulan ethical clearance diserahkan kepada sekretariat Komisi Etik Penelitian

Kedokteran. Kelengkapan berkas terdiri dari :

1. Surat usulan dari institusi

2. Protokol penelitian

3. Daftar tim peneliti

4. CV peneliti utama

5. Surat persetujuan pelaksanaan penelitian dari scientific board (PPI)

6. Informed Consent (formulir persetujuan keikutsertaan dalam penel

7. Ethical Clearance dari institusi lain (bila ada)

8. Kuesioner / pedoman wawancara (bila ada)

Page 6: Aspek etika penelitian

Catatan : Seluruh berkas dibuat rangkap 3.

2.3 Komisi Etik Penelitian Kedokteran

Berkaitan dengan revisi deklarasi Helsinki yang telah dilakukan pada tahun

1975 dalam World Health Assembly ke 20 di Tokyo, maka diberbagai negara di

buat suatu komite untuk mengelola penelitian dalam segi etika. Susunan komisi

etik penelitian kedokteran di tiap institusi dan negara juga tidak seragam. Susunan

anggota bersifat multidisiplin yaitu adanya anggota dari berbagai bidang ilmu

kelompok medis/ klinis maupun dari kelompok non-medis antara lain dari bidang

hukum, sosial-budaya yang terkait, dari kelompok yang peduli terhadap

kepentingan masyarakat dan dari kelompok awam (layperson). Komposisi

keanggotaan mempertimbangkan juga keseimbangan usia dan gender; adanya

perbedaan latar belakang, sosial-budaya dan agama yang dapat mempengaruhi

sudut pandang.