askep post bedah jantung.docx
DESCRIPTION
sTRANSCRIPT
Askep Post Bedah Jantung
1. Transplantasi Jantung
Penolakan dan Infeksi
Perjalanan Pascaoperasi. Pasien transplantasi jantung harus tetap dijaga dalam keseimbangan antara
risiko penolakan dan risiko infeksi. Mereka harus mcmaluhi aturan kompleks tentang diit, obat-obatan,
aktivitas, pemeriksaan laboratorium. biopsi (untuk mendiagnosa penolakan) dan kunjungan ke klinik.
Pasien sering diberi siklosporin dan kortikosteroid untuk meminirnalkan penolakan. Selain penolakan
dan infeksi, komplikasi dapat mencakup percepatan terjadinya arteriosklerosis arteri koroner; hipertensi
dan hipotensi; gangguan sistern saraf pusat, pernapasan, dan gastrointestinal (UI); gagal ginjal; dan
respons terhadap stres psikososial akibat tran.splantasi organ. Pasien transplantasi jantung dengan
angka bertahan hidup 1 tahun sekitar 80% sampai 90% dan angka bertahan hidup 5 tahun sekitar 60%
sarnpai 70%.
F. PROSES KEPERAWATAN
Pasien yang telah Menjalan Operasi Jantung :
1. Pengkajian
Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut :
a. Status neurologis—tingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks, gerakan
ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
b. Status Jantung—frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery wedge pressure).
tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah invasif, curah jantung atau indeks.
tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru (SVO2) bila ada, drainase
rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.
c. Status respirasi—gerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi, volume tidal,
konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEPfl, kecepatan napas, tekanan
ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah arteri.
d. Status pembuluh darah perifer—denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa. bibir dan
cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif.
e. Fungsi ginjal—haluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas
f. Status cairan dan elektrolit—asupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta parameter curah
jantung, dan indikasi ketidakseimbangan elektrolit berikut:
1) Hipokalemia : intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T yang datar atau
terbalik)
2) Hiperkalemia : konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia eksremitas, disrirmia
(tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval
QT)
3) Hiponatremia : kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma
4) Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani
5) Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole
g. Nyeri—sifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeriangina):
aprehensi, respons terhadap analgetika.
h. Catatan: Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interns akan mengalaini
parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan graft yang diambil. Parestesia tersebut bisa
sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG dengan arieni gasiroepiploika juga akan
mengalami ileus selama beberapa waktu pascaoperatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada
tempat insisi selain nyeri dada.
Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah fungsinya
baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal, monitor Sa02, kateter arteri paru, monitor
SO2, pipa arteri dan vena, slat infus intravena dan selang, monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan
sistem drainase urin.
Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif, perawat harus
mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang menunjukkan status psikologis dan
emosional. Pasien dapat irternperlihatkan iingkah laku yang mencerminkan penolakan dan depresi atau
dapat pula mengalami psikosis pasca kardiotomi. Tanda khas psikosis meliputi (1) ilusi persepsi
sementara, (2) halusinasi dengar dan penglihatan (3) disorientasi dan waham paranoid.
1.1. Pengkajian Komplikasi
Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat dan dokter bekerja
secara kolaboratif untuk mengetahui tanda dan gejala awal komplikasi dan memberikan tindakan untuk
mencegah perkembangannya.
1.1.1. Penurunan Curah Jantung
Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien yang baru saja menjalani pembedahan
jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai penyebab :
a. Gangguan preload—terlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali ke jantung akibat
hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau cairan yang berlebihan.
b. Gangguan afterload—arteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi karena perubahan
suhu tubuh atau hipertensi.
c. Gangguan frekuensi jantung—terlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia
d. Gangguan kontraktilitas—gagal jantung. infark miokardium. Ketidakseiinbangan elektrolit, hipoksia
1.1.2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan jantung. Pengkajian
keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan asupan dan haluaran, berat PAWP, hasil
pengukuran tekanan atrium kiri dan CVP, tingkat hematokrit, distensi vena leher, edema, ukuran hati,
suara napas (misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar elektrolit.
Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat segera diberikan. Yang
penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau rendah.
1.1.3. Gangguan pertukaran gas
Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca bedah jantung. Semua
jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat untuk bertahan hidup. Untuk
mencapai hal tersebut pada pasca pembedahan, maka perlu dipasang pipa endotrakeal dengan bantuan
ventilator selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi dilanjutkan sampai nilai gas darah pasien
normal dan pasien menunjukkan kemampuan bernapas sendiri. Pasien yang stabil setelah pembedahan
dapat diekstubasi segera setelah 4 jam pasca pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya
sehubungan dengan keterbatasan kemampuan berkomunikasi.
Pasien dikaji terus menerus untuk adanya indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas, sianosis
pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia dan berusaha melepas ventilator. Suara napas dikaji
sesering mungkin untuk mendeteksi adanya cairan dalam paru dan untuk memantau pengembangan
paru Gas darah arteri selalu dipantau.
1.1.4. Gangguan Peredaran Darah Otak
Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan. Otak tidak memiliki
kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung pada perfusi berkesinambungan yang
adekuat dan jantung. Jadi sangat penting mengobservasi pasien mengenai adanya gejala hipoksia:
gelisah, sakit kepala, konfusi. dispnu, hipotensi. dan sianosis. Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir tidal
harus dikaji bila ada penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida. Pengkajian status neurologis
pasien meliputi tingkat kesadaran. respons terhadap perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil
dan reaksi terhadap cahaya. gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut nadi
poplitea dan kaki, begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang menunjukkan adanya
perubahan status harus dicatat dan setiap temuan yang abnormal harus dilaporkan ke ahli bedah segera
karena bisa merupakan tanda awal komplikasi pada periode pascaoperatif. Hipoperfusi dan mikroemboli
dapat rnenyebahkan kerusakan sistem saraf pusat setelah pembedahan jantung.
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan, diagnosis utama
keperawatan mencakup yang berikut :
a. Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang
terganggu.
b. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensif
c. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan dengan berkurangan
volume darah yang beredar
d. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang berlebihan
(suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan)
e. Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada
f. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi. penyakit
aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah pembekuan darah.
g. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung, hemolisis, atau terapi
obat vasopresor
h. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca perikardiotomi
i. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri
2.1. Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial
Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup
a. Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti jantung, disritmia.
b. Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau hematotoraks, gagal napas.
sindrom distres napas dewasa
c. Perdarahan
d. Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara
e. Nyeri
f. Gagal ginjal, akut atau kronis
g. Ketidakseimbangan elektrolit
h. Gagal hati
i. Koagulopati
j. Infeksi, sepsis
3. Perencanaan dan Implementasi
Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat, pemeliharaan
keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan yang berlebihan. penghilangan
nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang memadai, pemeliharaan perfusi
ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal, mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak
adanya komplikasi.
4. Intervensi Keperawatan
a. Menjaga Curah Jantung
Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung pasien dan segera
memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan penurunan curah jantung. Perawat dan
ahli bedah kemudian bekerja sarna secara kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi.
Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan indikator penting
mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi selama peniode pascaoperasi adalah
bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik. Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya
berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan perawatan pasien.
Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data dan hasil
pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk menentukan penyebab masalahnya.
Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga
curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat membenikan komponen
darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi,
maka pasien dan keluanganya harus diberitahu mengenai prosedur tersebut.
b. Promosi Pertukaran Gas yang Memadai
Untuk meyakinkan adanya pertukaran gas yang memadai, perawat harus mengkaji dan menjaga patensi
selang endotrakheal. selang harus dihisap bila ada wheezing atau krekel (ronkhi). Pengisapan dapat
dilakukan melalui kateter yang sudah ada; perawat dan ahli terapi napas harus menaikkan fraksi oksigen
inspirasi ventilator (Fi02) selama tiga tarikan napas atau lebih, sebelurn mulai menghisap. Bisa juga,
oksigen 100% diherikan kepada pasien dengan resusitator manual (Ambu) sebelum dan sesudah
penghisapan untuk mencegah hipoksia yang dapat terjadi akibat prosedur penghisapan. Pengukuran gas
darah arteri harus dibandingkan dengan data awal dan setiap ada perubahan harus dilaporkan kepada
dokter segera.
c. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Untuk promosi keseimbangan cairan dan elektrolit, peravat harus mengkaji dengan cermat setiap
pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat keseimbangan cairan positif
atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat, termasuk cairan intravena, larutan pembilas yang
digunakan untuk membilas kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu pula,
semua keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase nasogastrik, dan drainase dada.
Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri, dan CVP) harus sesuai
dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan kecukupan hidrasi dan curah jantung.
Elektrolit serum harus dipantau dan pasien harus diobservasi mengenai adanya tanda
ketidakseimbangan kalium, natrium dan kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia dan
hipokalsemia).
d. Menurunkan Gejala Penginderaan yang Berlebihan
Penginderaan yang berlebihan mempakan efek yang biasa terjadi, yang berhubungan dengan
pengalaman pembedahan dan faktor lingkungan di unit perawatan kritis. Psikosis pasca kardiotomi
dapat terjadi setelah pembedahari jantung. Istilah mi mengacu pada sekelompok tingkah laku abnormal
yang terjadi dalam intensitas dan durasi yang beragam pada kebanyakan pasien. Pada tahun-tahun awal
pembedahn jantung, fenomena ini lebih sering terjadi dibanding sekarang. Pada saat itu disebabkan
karena kurangnya perfusi otak selama pembedahan, mikroemboli, dan lamanya pasien berada dalam
mesin pintasan jantung paru. Kemajuan dalam teknik pembedahan telah menurunkan secara bermakna
faktor-faktor tadi. Sekarang, apabila terjadi, mungkin disebabkan oleh kecemasan, kurang tidur,
masukan indrawi yang berlebihan, dan disorientasi terhadap malam dan siang saat pasien kehilangan
perjalanan waktu. Ada temuan penting yang menunjukkan bahwa pasien yang tak mampu
mengekspresikan kecemasannya sebelum pembedahan akan lebih rentan mengalami psikosis pada
periode pasca operasi.
e. Pengurangan Nyeri
Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi ke tempat yang lebih
luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung akan mengalami nyeri akibat
terpotongnya syaraf interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu pula,
pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama
dengan sisi grafnya.)
Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan oleh pasien
perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri
irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat sesuai resep untuk
mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam dan
batuk. dan secara progresif meningkatkan perawatan diri.
Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk mengeluarkan
adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan afrerload dan
penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri dan kecemasan serta merangsang tidur,
yang pada gilirannya menurunkan kecepatan metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian
opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status
pasien. Pasien juga harus dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika. Bila
terjadi depresi pernapasan. harus diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan
efek tersebut.
f. Meningkatkan Istirahat
Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan pembehan analgetika akan
memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat. Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1
sampai 2 jam dan diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada daerah
luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama batuk dan nenarik napas clalam
dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi
gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah
mulai berkurang, maka pasien dapat beristirahat lebih lama lagi.
g. Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat
Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis) dipalpasi secara rutin untuk
mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba denyutan pada satu ekstremitas, penyebabnya
mungkin akibat kateterisasi sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada denyut yang baru saja
menghilang harus segera dilaporkan kepada dokter.
Setelah pembedahan harus diupayakan mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan pembentukan
trombus dan selanjutnya emboli: (1) memakai stoking elastik atau halutan elastik, (2 menghindari
menyilang kaki. (3) menghindari pengunaan peninggi lutut pada tempat tidur, (4) mengambil semua
bantal pada rongga popliteal. dan (5) memberikan latihan pasif diikuti dengan latihan aktif umuk
meningkaikan sirkulasi dan mencegah hilangnya tonus otot.
Gejala embolisasi, yang berbeda menurut tempatnya, bisa ditandai dengan (1) nyeri abdomen atau
punggung tengah (2) nyeri, hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada ekstremitas (3) nyeri
dada atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium: dan (4) kelemahan satu sisi dan
perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh darah otak. Semua gejala yang timbul
harus segera dilaporkan.
h. Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal
Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan janrung terbuka. Salah
satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah jantung. Selain itu trauma terhadap sel darah
selama pintasan jantung paru menyebabkan hernolisis sel darah merah. Kejadian ini mengakibatkan
terbentuknya senyawa racun karena glomerulus tersumbat oleh debris sel darah merah yang rusak tadi.
Penggunaan bahan vasopresor untuk meningkatkan tekanan darah juga dapat menyebabkan penurunan
alinan darah ke ginjal.
Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat. Haluaran urin kurang
dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis juga harus diukur untuk mengetahui
kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin dalam tubulus renalis. Diuretik kerja cepat atau obat
inotropika (digitalis, isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan cunah jantung dan aliran darah
ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin serum serta kadar
elektrolit serum. Bila ditemukan ketidaknormalan segera laporkan kepada dokter karena mungkin
diperlukan pembatasan cairan dan pembatasan pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui
ginjal.
i. Menjaga Suhu Tubuh Tetap Normal
Pasien biasanya hipotermik saat dimasukkan ke unit perawatan intensif dan prosedur pembedahan
jantung. Pasien harus dihangatkan secara bertahap sampai ke suhu normal, yang sebagian dapat
diperoleh dari proses metabolisme basal pasien itu sendiri dan ditambah bantuan udara ventilator yang
dihangatkan, selimut hangat, atau lampu pemanas. Selain pasien masih hipotermik, proses pembekuan
menjadi kurang efisien. jantung rentan terhadap disritmia, dan oksigen tidak segera siap dipindahkan
dan hemoglobin ke jaringan. Karena anestesi menekan metabolisme basal. suplai oksigen yang ada
biasanya sudah mencukupi kebutuhan sel.
Setelah pembedahan jantung, pasien berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh akibat infeksi atan
sindrorn pascaperikardiotomi. Peningkatan kecepatan metabolisme yang terjadi akan meningkatkan
kebutuhan oksigen jaringan sehingga meningkatkan beban kerja jantung. Upaya harus dilakukan untuk
mencegah terjadinya urutan kejadian tersebut atau menghentikannya begitu diketahui.
5. Evaluasi
Hasil yang Diharapkan
a. Tercapainya curah jantung yang adekuat
b. Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat
c. Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elekirolit
d. Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap orang, tempat dan
waktu
e. Hilangnya nyeri
f. Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat
g. Tercapainya istirahat yang adekuat
h. Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat
i. Terpeliharanya suhu tubuh normal
E. Perawatan Pasca Bedah
Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk mengetahui problem pasca bedah
dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik.
Perawatan pasca bedah dibagi atas :
1) Perawatan di ICU.
a. Monitoring Hermodinamik.
Setelah penderita pindah di ICU maka timbang terima antara perawat yang mengantar ke ICU dan
petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut : Dianjurkan setiap
penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam. Pemantauan yang
dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
· CVP, RAP, LAP,
· Denyut jantung.
· “Wedge presure” dan PAP.
· Tekanan darah.
· Curah jantung.
· Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan lain-lain.
· Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pach jantung dll.
b. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan
irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali
dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar
jantung yang membahayakan.
c. Gula darah
Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi mungkin
memerlukan infus insulin.
d. Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
· HB, HT, trombosit.
· ACT.
· Analisa gas darah.
· LFT / Albumin.
· Ureum, kreatinin, gula darah.
· Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
e. Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah
drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi dikerjakan tiap ½
jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam
dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan muingkin memerlukan retorakotomi untuk
menghentikan perdarahan.
f. Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP, Kateter Swan
Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti
komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera
dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
g. Fisioterapi
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi
fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drinase).
2) Perawatan setelah di ICU/di Ruangan. Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap
fungsi semua organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah.
Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT,
Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
· Elektrolit thrombosis.
· Ureum
· Gula darah.
· Thoraks foto
· EKG 12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari ke 6 - 10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Obat – obatan
Biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan mengganggu pernapasan
klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai,
expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke
7 atau sampai klien pulang.
Perawatan luka
Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda
panas, lekositosis, maka luka harus dibuka jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar.
Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan
baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang
gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka.
Fisioterapi
Setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah retensi sputum yang
akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur,
turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari
ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.
F. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Post Bedah Jantung
1) Pengkajian
Setelah operasi selesai, pasien segera dipindahkan ke ruangIntensive Care Unit. Segera setelah pasien
tiba di ICU, perawat harus segera melakukan pengkajian meliputi semua sistem organ untuk
menentukan status pascaoperasi dibandingkan dengan preoperasi dan mengetahui perubahan yang
mungkin terjadi selama pembedahan.
a). Status Kardiovaskular; Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena
sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP), bentuk gelombang pada tekanan darah
invasive, curah jantung dancardiac index, drainase rongga dada, fungsi pacemaker.
b). Status Respirasi; Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui secara dini
tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi. Perawat mengkaji status respirasi pasien
selama operasi, ukuran endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama intubasi, lama penggunaan alat
mesin jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan dada, suara nafas, setting ventilator (frekuensi, volume
tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan ventilator, saturasi oksigen, analisa
gas darah.
c). Status Neurologi; Tingkat responsifitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan
ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan.
d). Status Pembuluh darah perifer; Denyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa, bibir, cuping
telinga, suhu kulit, edema.
e). Fungsi Ginjal; Haluaran urine, berat jenis urine, dan osmolalitas
f). Status Cairan dan elektrolit; Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung, dan
indikasi ketidakseimbangan elektrolit.
g). Nyeri; Sifat, jenis, lokasi, respon terhadap analgesic
h). Status Gastrointestinal; Auskultasi bisisng usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
i). Status Alat yang Dipakai; Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya
meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri paru, infuse intravena,
pacemaker, sistem drainase dan urine.
Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan yang baik, perawat harus
mengembangkan pengkajian terhadap status psikologis dan emosional pasien, kebutuhan keluarga, dan
risiko akan komplikasi.
2) Diagnosa Keperawatan
- Nyeri akut b.d Trauma saraf intraoperasi
- Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan kontraktilitas miokard sekunder terhadap faktor
sementara (Bedah dinding ventrikuler)
- Pola nafas tidak efektif b.d ketidakadekuatan ventikulasi
- Perubahan krisis peran b.d krisis situasi (peran tergantung)/proses penyembuhan
3) Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Dx 1
Nyeri akut b.d Trauma saraf intraoperasi
Tujuan : Nyeri hilang/berkurang.
Kriteria hasil:
· Menyatakan nyeri hilang.
· Menunjukkan postur tubuh rileks.
· Kemampuan istirahat/tidur cukup.
· Membedakan ketidaknyamanan bedah dari angina/nyeri jantung pra operasi.
1.] Intervensi : Dorong pasien untuk melaporkan lokasi, dan intensitas nyeri rentang skala sampai 10.
Tanyakan pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri pada operasi dengan nyeri dada.
Rasional : Nyeri dirasakan, dimanifestasikan dan ditoleransi secara individual. Penting untuk pasien
membedakan nyeri insisi dari tipe lain nyeri dada, contoh angina
2.] Intervensi : Observasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur
Rasional : Pertunjuk non verbal ini dapat mengidentifikasikan adanya atau derajat nyeri yang dialami.
3.] Intervensi : Pantau tanda – tanda vital
Rasional : Kecepatan jantung biasanya meningkat karena nyeri, meskipun respon brakikadi dapat terjadi
pada penyakit jantung berat. Tekanan darah mungkin meningkat karena ketidaknyamanan insisi tapi
dapat menurun atau tidak stabil bila terjadi nyeri dada berat kerusakan dan atau miokardia.
4.] Intervensi : Berikan tindakan nyaman (contoh ; pijatan punggung, perubah posisi ), bantu aktivitas
perawatan diri dan dorong aktivitas senggang sesuai indikasi.
Rasional : Dapat meninggkatkan relaksasi dan perhatian tak langsung dan menurunkan frekuensi atau
kebutuhan dosis analgesic
5.] Intervensi : Kolaborasi berikan obat sesuai indikasi contoh proksifene dan asetaminofen (darvoset-
N), asetaminofen dan oksikodon (Tylox)
Rasional : Biasanya diberikan untuk control nyeri adekuat dan menurunkan tegangan otot, yang
memperbaiki kenyamanan pasien dan meningkatkan penyembuhan.
Dx 2
Penurunan Curah Jantung b.d Penurunan kontraktilitas miokard sekunder terhadap faktor sementara
(Bedah dinding ventrikuler).
Tujuan: Mengembalikan curah jantung untuk menjaga/mencapai gaya hidup yang diinginkan
Kriteria Evaluasi:
· Parameter hemodinamik dalam batas normal
· Drainase dada melalui selang pada 4-6 jam pertama kurang dari 300 ml/jam
· Tanda-tanda vital stabil
· Nyeri terbatas pada luka operasi
· EKG negative terhadap perubahan iskemik
1]. Intervensi : Pantau/catat kecenderungan frekuensi jantung dan td, khususnya mencatat hipotesis
waspada terhadap batas sistolik/diastolic khusus pada pasien.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi akibat kekurangan cairan, disritmia, gagal jantung/syok.
2]. Intervensi : Catat suhu kulit/warna dan kualitas/kesamaan nadi perifer.
Rasional : Kulit hangat/merah muda, dan nadi kuat adalah indicator umum curah jantung adekuat.
3]. Intervensi : Pantau program aktifitas. Catat respon pasien, tanda vital sebulum/selama/setelah
aktivitas, terjadinya disritmia.
Rasional : Merangsang sirkulasi/tonur kardiovaskuler dan meningkatkan rasa sehat. Kemajuan
aktifitas tergantung toleransi jantung.
4] intervensi : Berikan O2 tambahan sesuai indikasid.
Rasional : Meningkatkan oksigenasi maksimal, yang menurunkan kerja jantung, alat dalam memperbaiki
iskemia jantung dan disritmia jantung.
Dx 3
Pola nafas tidak efektif b.d ketidakadekuatan ventikulasi
Tujuan : Inefektif pola nafas tidak terjadi.
Kriteri hasil : Pasien menunjukan pola nafas adekuat.
1]. Intervensi : Observasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau ketidak simetrisan
gerakan dada.
Rasional : Udara atau cairan pada area pleural mencegah ekspansi lengkap (biasanya satu sisi) dan
memerlukan pengkajian lanjut status ventilasi.
2]. Intervensi : Liat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sianosis.
Rasional : Sianosis bibir, kuku, atau daun telinga atau keabu-abuan umum menunjukkan kondisi hipoksia
sehubungan dengan gagal jantung atau komplikasi paru.
3]. Intervensi : Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan contoh adanya
dipsnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran nasal.
Rasional : Respon pasien bervariasi kecepatan dan upaya mungkin meningkat karena nyeri, takut,
demam, penurunan volume sirkulasi (kehilangan darah atau cairan), akumulasi secret, hipoksia, atau
distensi gaster.
4]. Intervensi : Tekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam atau batuk.
Rasional : Menurunkan tegangan pada insisi, menuingkatkan ekspansi paru, dan meningkatkan
upaya upaya batuk efektif.
5]. Kolaborasi : Berikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker, sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru untuk kebutuhan sirkulasi, khususnya pada
adanya penurunan atau gangguan ventilasi.
Dx 4
Perubahan krisis peran b.d krisis situasi (peran tergantung)/proses
Penyembuhan
1]. Intervensi : Kaji peran pasien dalam hubungan keluarga idetifikasi masalah tentang disfungsi peran
atau gangguan, contoh : penyembuhan, transisi sehat sakit.
Rasional : Membantu mengetahui tanggung jawab pasien bagaimana efek penyakit terhadap peran
ini. Peran tergantung pasien menimbulkan cemas dan masalah tentang bagaimana pasien akan mampu
menangani tanggung jawab peran biasanya.
2]. Intervensi : Kaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat ancaman terhadap diri atau hidup.
Rasional : Informasi memberikan dasar untuk identifikasi atau perencanaan perawatan individual.
3]. Intervensi : Bantu pasien atau orang terdekat mengembangkan strategi untuk menerima
perubahan, contoh : pembagian tanggung jawab untuk anggota keluarga lain atau teman atau tetangga:
menerima bantuan sementara (perawatan rumah atau petugas kebun) ; selidiki adanya bantuan
finansial.
Rasional : Perencanaan untuk perubahan yang dapat terjadi atau meningkatkan rasa control dan
mnyeselsaikan tanpa kehilangan harga diri.
4]. Intervensi : Pertahankan prilaku positif terhadap pasien, berikan kesempatan untuk pasien
melakukan latihan control sebanyak mungkin.
Rasional : Membantu pasien menerima perubahan yang terjadi dan mulai menyadari control
terhadap diri sendiri.
4) Implementasi
Dx 1;
1) Mendorong pasien untuk melaporkan lokasi, dan intensitas nyeri rentang skala sampai 10. Tanyakan
pasien bagaimana membandingkan dengan nyeri pada operasi dengan nyeri dada.
2) Mengobservasi cemas, mudah terangsang, menangis, gelisah, gangguan tidur
3) Memantau tanda – tanda vital
4) Memberikan tindakan nyaman (contoh ; pijatan punggung, perubah posisi ), bantu aktivitas
perawatan diri dan dorong aktivitas senggang sesuai indikasi.
5) Mengkolaborasi berikan obat sesuai indikasi contoh proksifene dan asetaminofen (darvoset-N),
asetaminofen dan oksikodon (Tylox)
Dx 2
1) Pantau/catat kecenderungan frekuensi jantung dan td, khususnya mencatat hipotesis waspada
terhadap batas sistolik/diastolic khusus pada pasien.
2) Mencatat suhu kulit/warna dan kualitas/kesamaan nadi perifer.
3) Memantau program aktifitas. Catat respon pasien, tanda vital sebulum/selama/setelah aktivitas,
terjadinya disritmia.
4) Memberikan O2 tambahan sesuai indikasid.
Dx 3
1) Mengobservasi penyimpangan dada. Selidiki penurunan ekspansi atau ketidak simetrisan gerakan
dada.
2) Melihat kulit dan membrane mukosa untuk adanya sianosis.
3) Mengevaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman. Catat upaya pernafasan contoh adanya
dipsnea, penggunaan otot bantu nafas, pelebaran nasal.
4) Menekankan menahan dada dengan bantal selama nafas dalam atau batuk.
5) Kolaborasi : Memberikan tambahan oksigen dengan kanul atau masker, sesuai indikasi.
Dx 4
1) Mengkaji peran pasien dalam hubungan keluarga idetifikasi masalah tentang disfungsi peran atau
gangguan, contoh : penyembuhan, transisi sehat sakit.
2) Mengkaji tingkat cemas, persepsi pasien tentang derajat ancaman terhadap diri atau hidup.
3) Membantu pasien atau orang terdekat mengembangkan strategi untuk menerima perubahan,
contoh : pembagian tanggung jawab untuk anggota keluarga lain atau teman atau tetangga: menerima
bantuan sementara (perawatan rumah atau petugas kebun) ; selidiki adanya bantuan finansial.
4) Mempertahankan prilaku positif terhadap pasien, berikan kesempatan untuk pasien melakukan
latihan control sebanyak mungkin.
Diagnosis Penderita Penyakit Jantung
Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan tindakan
investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani, laboratorium, maka untuk
jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut :
1. Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai alat
elektrokardiografi.
2. Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat pembesaran
atrium kiri (foto lateral).
3. Fonokardiografi
4. Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan pantulan
dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Sehingga terlihat gambaran rongga jantung
dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan
warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau
kolateral.
5. Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena kemudian
dengan “scanner” ditangkap pengumpulan isotop pada jantung.
6. Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang dimasukan ke
pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung kanan melalui vena
femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis.
Pemeriksaan kateterisasi bertujuan :
· Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga diketahui adanya
peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu shunt dan adanya hypoxamia pada
jantung bagian kiri.
·
Perawatan Perioperatif Dikamar Operasi
Setelah pesien diputuskan operasi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu persiapan fisik maupun
persiapan mental.
Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan kulit,gastrointestinal,persiapan
untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien, serta obat-obatan yang digunakan. Sedangkan
persiapan mental,sangat tergantung pada dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah
dapat memberikan informasi yang jelas pada pasien.Meliputi anatomi dasar dan kondisi penyakit
pasien. Prosedur operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan diagnostic penunjang,
peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu
bagi keluarga pasien. Hal ini dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kunjungan
sebelum pasien dioperasi.
Ø PengkajianPasien Pada Saat Di Kamar Operasi
Observasi tingkat kesadaran pasien
Observasi emosi pasien
Observasi aktivitas
Cek obat yang digunakan
Observasi pernafasan pasien
Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup
Cek obat yang digunakan
Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu
Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan
Ø Pemeriksaan Diagnose
· EKG: untuk mengetahui disaritmia
· Chest x-ray
· Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinin, BUN, Hb.
· Kateterisasi
· Ekhocardiografi
Ø Tindakan Perawatan Saat Menerima Pasien di Ruang Persiapan
Melakukan serah terima dengan perawat ruangan
Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien
Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya
Memberikan surport kepada pasien
Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti baju,
pemasangan infuse, kanulasi arteri dan pemasangan lead EKG
Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi
Menciptakan situasi yang tenang
Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa dan alat bantu dengar
Membawa pasien keruang operasi
Ø Perawatan Intra Operasi
1. Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway antara lain: guedel,
laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir
2. Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula, sungkup, bagging dan
ventilator
3. Circulation (sirkulasi):
a. Pemasangan EKG, sering digunakan lead II untuk memantau dinding miokard bagian inferior dan
V5 untuk antero lateral
b. Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan analisa gas darah
c. Pemasangan CVP untuk pemberian darah autologus dan infuse kontinu serta obat-
obatan yang perlu diberikan
d. Temperature: sering digunakan nasofaringeal atau rektal untuk mengevaluasi status pasien dari
cooling dan rewarning, tingkat proteksi miokard, adekuatnya perfusi perifer dan hipertermi maligna
e. Pada beberapa sentra sering dipasang elektro encephalogram untuk memantau kejadian akut
seperti iskemia atau injuri otak
f. Pemberian obat-obatan: untuk anastesi dengan tujuan tidak sadar, amnesia, analgesia, relaksasi
otak dan menurunkan respons stress, sedang obat lain seperti inotropik, kronotropik, antiaritmia,
diuretic, anti hipertensi, anti kuagulan dan kuagulan juga perlu
4. Defibrillator : Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang mengancam jiwa
5. Deathermi : Melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan ukuran untuk
mencegah panas yang terlalu tinggi pada tempat pemasangan
6. Posisi pasien dimeja operasi
Mengatur pasien tergantung dari prosedur operasi yang akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan:
posisi harus fisiologis, system muskuloskeletal harus terlindung, lokasi operasi mudah terjangkau,
mudah dikaji oleh anastesi,beri perlindungan pada bagian yang tertekan (kepala, sacrum, scapula, siku,
dan tumit)
8. Menjaga tindakan asepsis
Kondisi asepsis dicapai dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit dan drapping. Menggunakan
gaun dan sarung tangan yang steril.
2.7Perawatan Pasca-bedah
Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU.Untuk mengetahui problem pasca bedah
dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan
baik.Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain.
v Perawatan Pasca Bedah Dibagi Atas
1. Perawatan di ICU.
a. Monitoring Hemodinamik.
Setelah penderita pindah di ICU maka serah terima antara perawat yang mengantar ke ICU dan
petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut : Dianjurkan setiap
penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam.
Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah :
· CVP, RAP, LAP.
· Denyut jantung.
· Wedge presure dan PAP.
· Tekanan darah.
· Curah jantung.
· Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan lain-lain.
· Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacuh jantung dll.
b. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan
irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali
dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar
jantung yang membahayakan.
c. Sistem pernapasan
Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan bahkan diberikan sedasi sebelum
ditransfer ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat :
· Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung.
· Tidalvolume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP.
· Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental atau
berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat kultur.
d. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan sedatif
pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4 ektremitasnya.
e. Fungsi ginjal
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-lain.
Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan.
f. Gula darah
Bila penderita adalah diabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi mungkin
memerlukan infus insulin.
g. Laboratorium
Setelah sampai di ICU perlu diperiksa :
· HB,HT,trombosit.
· ACT.
· Analisa gas darah.
· LFT / Albumin.
· Ureum, kreatinin, gula darah.
· Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner.
h. Drain
Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah
drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi di kerjakan tiap ½
jam. Atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam
dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan mungkin memerlukan retorakotomi untuk
menghentikan perdarahan.
i. Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP, Kateter Swan
Ganz.Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi
yang dijumpai.Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan
begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah.
j. Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator.Bila sudah ekstubasi
fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drinase).
2. Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus dilanjutkan.
Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah.Umumnya pemeriksaan hematologi rutin
dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB.
Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain :
· Elektrolit thrombosis.
· Ureum
· Gula darah.
· Thoraks foto
· EKG 12 lead.
Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi.
Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak.
Hari ke 6 - 10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis.
Obat – obatan ini biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus
sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak
sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang.
Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan
bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus dibuka jahitannya
sehingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya
nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau
sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama
untuk mencegah luka terbuka.
Fisioterapi, setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah
retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai dengan
duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi,
dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.