askep intra bedah jantung

Upload: adhy-zhentaurus

Post on 17-Jul-2015

376 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Askep Intra Bedah Jantung ASKEP INTRA BEDAH JANTUNG

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Kardiovaskular

Dosen pengampu : Edi Susanto, S.Kep.,Ns

Disusun oleh : Kelompok 1 1. Angga Okta Z 2. Artanti Zulaikhah 3. Evi Nopitasari 4. Fredy Istiyantoro 5. Monik Meilina 6. M. Eko Nugroho 7. Rega Afianti 8. Wijanarko Budi P 9. Sulistyaningrum

STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN 2011/2012

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan berkah dan rahmatNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan judul Askep Intra Bedah Jantung. Adapun maksud dari penyusunan tugas makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Sistem Kardiovaskuler dan sebagai syarat untuk menempuh ujian akhir semester dan akan di presentasikan dalam bentuk seminar. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mengalami berbagai hal baik suka maupun duka. Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak akan selesai dengan lancar dan tepat waktu tanpa adanya bantuan, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak. Sebagai rasa syukur atas terselesainya makalah ini, maka dengan setulusnya kami sampaikan terima kasih pada yang terhormat Bapak Edi Susanto, S.Kep.,Ns selaku koordinator dan guru pembimbing. Serta pihak-pihak yang turut membantu yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu. Tidak ada manusia yang sempurna, dalam makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun akan kami terima. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat menambah khasanah keilmuan dalam bidang pendidikan dan dapat diterapkan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang serupa khususnya dalam keperawatan.

Kudus, Januari 2011

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah Bedah jantung dilakukan untuk menangani berbagai masalah jantung. Prosedur yang sering mencakup angioplasti koroner perkutan, revaskularisasi arteri koroner dan perbaikan penggantian katup jantung yang rusak Di masa kini, pasien dengan penyakit jantung dan komplikasi yang menyertainya dapat dibantu untuk mencapai kualitas hidup yang lebih besar dan yang diperkirakan sepuluh tahun sham. Dengan prosedur diagnostik yang canggih yang memungkinkan diagnostik dimulai lebih awal dan lebih akurat, menyebabkan penanganan dapat dilakukan jauh sebelum terjadi kelemahan yang berarti. Penanganan dengan teknologi dan farmakoterapi yang baru terus dikembangkan dengan cepat dan dengan keamanan yang semakin meningkat. Mungkin tak ada intervensi terapi yang begitu berarti seperti pembedahan jantung yang dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dengan penyakit jantung. Pembedahan jantung pertama yang berhasil, penutupan luka tusuk ventrikel kanan, telah dilakukan di tahun 1895 oleh ahli bedah halls de Vechi. Di Amerika Serikat pembedahan serupa yang sukses, jugs penutupan luka tusuk, dilakukan di tahun 1902. Diikuti oleh pembedahan katup di tahun 1923 dan 1925, penutupan duktus paten di tahun 1937 dan 1938, dan reseksi koarktasi aorta pada tahun 1944. Era baru tandur pintasan arteri koroner bermula di tahun 1954. Perkembangan yang paling revolusioner dalam perkembangan pembedahan jantung adalah teknik pintasan jantung-paru. Pertama kali digunakan dengan berhasil pada manusia di tahun 1951. Di masa kini lebih dari 250.000 prosedur yang dilakukan dengan menggunakan pintasan jantung paru. Terbanyak (lebih dari 200.000) dilakukan di Amerika Utara. Kebanyakan prosedur adalah graft pintasan arteri koroner (CABG = coronary artery bypass graft) dan perbaikan atau penggantian katup. Kemajuan dalam diagnostik, penatalaksanaan medis, teknik bedah dan anestesia, dan pintasan jantung paru, dan juga perawatan yang diberikan di unit perawatan kritis serta program rehabilitasi telah banyak membantu pembedahan menjadi pilihan penanganan yang aman untuk pasien dengan penyakit jantung.

TUJUAN Tujuan Instuksional Umum Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien intra bedah jantung. Tujuan Instuksional Khusus

Mengetahui pengertian dari bedah jantung Tujuan operasi jantung Perawatan perioperatif di kamar operasi Pengkajian pasien saat di kamar operasi Prinsip prinsip operasi dan perawatan pasca bedah Diagnosis penderita penyakit jantung Toleransi dan perkiraan resiko operasi Posisi pasien di meja operasi Peran perawat pada fase intra operatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Intra Bedah Jantung

Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung.

B. Operasi Jantung Dibagi Atas :

Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal). Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal. C. Tujuan Operasi Jantung Operasi jantung dikerjakan dengan tujuan baermacam-macam antara lain : Koreksi total dari kelainan anatomi yang ada, misalnya penutupan ASD, Pateh VSD, Koreksi Tetralogi Fallot, Koreksi Transposition Of Great Arteri (TGA). Umumnya tindakan ini dikerjakan terutama pada anak-anak (pediatrik) yang mempunyai kelainan bawaan. Operasi paliatif, yaitu melakukan operasi sementara untuk tujuan mempersiapkan operasi yang definitif/total koreksi karena operasi total belum dapat dikerjakan saat itu, misalnya shunt aortopulmonal pada TOF, Pulmonal atresia. Repair yaitu operasi yang dikerjakan pada katub jantung yang mengalami insufisiensi. Replacement katup yaitu operasi penggantian katup yang mengalami kerusakan. Bypass koroner yaitu operasi yang dikerjakan untuk mengatasi stenosis/sumbatan arteri koroner. Pemasangan inplant seperti kawat pace maker permanen pada anak-anak dengan blok total atrioventrikel. Transplantasi jantung yaitu mengganti jantung seseorang yang tidak mungkin diperbaiki lagi dengan jantung donor dari penderita yang meninggal karena sebab lain.

Perawatan Perioperatif Dikamar Operasi Setelah pesien diputuskan opersi, maka persiapan harus dilakukan, yaitu persiapan fisik maupun persiapan mental. Untuk persiapan fisik, hal-hal yang harus diperhatikan ialah persiapan kulit,gastrointestinal,persiapan untuk anastesi, kenyamanan dan istirahat pasien, serta obat-obatan yang digunakan. Sedangkan persiapan mental,sangat tergantung pada dukungan dari keluarga. Tugas perawat bedah disini adalah dapat memberikan informasi yang jelas pada pasien. Meliputi anatomi dasar dan kondisi penyakit pasien.prosedur operasi sebatas kopetensi yang diberikan, pemeriksaan diagnostic penuniang, peraturan-peraturan dari tim bedah, keadaan di ruang operasi, jenis syarat operasi dan ruang tunggu bagi keluarga pasien. Hal ini dilakukan pada saat perawat bedah melakukan kuniungan sebelum pasien dioperasi.

PENGKAJIAN PASIEN PADA SAAT DIKAMAR OPERASI

Observasi tingkat kesadaran pasien Observasi emosi pasien Observasi aktivitas Cek obat yang digunakan Observasi pernafasan pasien Riwayat penyakit, keluarga, kebiasaan hidup Cek obat yang digunakan Observasi tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu Observasi kulit: warna, turgor, suhu, keutuhan Pemeriksaan diagnose : EKG: untuk mengetahui disaritmia Chest x-ray Hasil laboratarium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, urium, kreatinan, BUN, HbsAg Kateterisasi Echo Tindakan perawatan saat menerima pasien di ruang persiapan Melakukan serah terima dengan perawat ruangan Memperkenalkan diri dan anggota tim kepada pasien Mengecek identitas pasien dengan memanggil namanya Memberikan surport kepada pasien Informasikan kepada pasien tentang tindakan yang akan dilakukan seperti ganti baju, pemasangan infuse, kanulasi arteri dan pemasangan lead EKG Mendampingi pasien saat memberikan premedikasi Menciptakan situasi yang tenang Yakinkan pasien tidak menggunakan gigi palsu, perhiasan, kontak lensa dan alat bantu dengar Membawa pasien keruang operasi Perawatan intra operasi

Airway (jalan nafas) Persiapkan alat untuk mempertahankan Airway antara lain: guedel, laringoskop, ETT berbagai ukuran, system hisab lendir Breathing (pernafasan) persiapan alat untuk terapi O2 antara lain: kanula, sungup, bagging dan ventilator Circulation (sirkulasi) Pemasangan EKG, sering digunakan lead II untuk memantau dinding miokard bagian inferior dan V5 untuk antero lateral Kanulasi arteri dipasang untuk memantau tekanan arteri dan analisa gas darah Pemasangan CVP untuk pemberian darah autologus dan infuse kontinu serta obat-obatan yang perlu diberikan Temperature: sering digunakan nasofaringeal ataurektal untuk mengevaluasi status pasien dari cooling dan rewarning, tingkat proteksi miokard, adekutnya perfusi perifer dan hipertermi maligna Pada beberapa sentra sering dipasang elektro encephalogram untuk memantau kejadian akut seperti eskemia/injuri otak Pemberian obat-obatan: untuk anstesi dengan tujuan tidak sadar, amnesia, analgesia, relaksasi otak dan menurunkan respons stress, sedang obat lain seperti inotropik, kronotropik, antiaritmia, diuretic, anti hipertensi, anti kuagulan dan kuagulan juga perlu Defibrillator Alat ini disiapkan untuk mengantisipasi aritmia yang mengancam jiwa Deathermi Dalam melakukan pemasangan ground pad harus disesuaikan dengan ukuran untuk mencegahpanas yang terlalu tinggi pada tempat pemasangan Posisi pasien dimeja operasi Mengatur pasien tergantung dari prosedur operasi yang akan dilakukan. Hal yang perlu diperhatikan: posisi harus fisiologis, system muskulosketal harus terlindung, lokasi operasi mudah terjangkau, mudah dikaji oleh anastesi,beri perlindungan pada bagian yang tertekan (kepala, sacrum, scapula, siku, dan tumit) Persiapan lain: TEE (Trans Esophogeal Echocardiography) Untuk melihat pergerakan jantung, fungsi katup, fungsi miokard, aliran pirau intrardiak, udara diruang jantung,serta efektif tidaknya venting. Kemudian perlu diantisipasi untuk persiapan pemasangan IABP (Intra Aortic Ballon Pump). Menjaga tindakan asepsis

Kondisi asepsis dicapai dengan: cuci tangan, melakukan proparasi kulit dan drapping. Menggunakan gaun dan sarung tangan yang steril. Prinsip prinsip Operatif 1. Prinsip kesehatan dan baju operasi Kesehatan yang baik sangat penting untuk setiap orang dalam ruang operasi. Sehingga keadaan pilek, sakit tenggorok, infeksi kulit, merupakan sumber organisme patogenik yang harus dilaporkan; Hanya baju ruang operasi yang bersih dan dibenarkan oleh institusi yang diperbolehkan, tidak dapat dipakai di luar ruang operasi; Masker dipakai sepanjang waktu di ruang operasi yang meminimalkan kontaminasi melalui udara, menutup seluruh hidung dan mulut, tetapi tidak mengganggu pernafasan, bicara atau penglihatan, menyatu dan nyaman; Tutup kepala secara menyeluruh menutup rambut (kepala dan garis leher termasuk cambang) sehingga helai rambut, jepitan rambut, penjepit, ketombe dan debu tidak jatuh ke dalam daerah steril; Sepatu sebaiknya nyaman dan menyangga. Bakiak, sepatu tenis, sandal dan bot tidak diperbolehkan sebab tidak aman dan sulit dibersihkan. Sepatu dibungkus dengan penutup sepatu sekali pakai atau kanvas; Bahaya kesehatan dikontrol dengan pemantauan internal dari ruang operasi meliputi analisis sampel dari sapuan terhadap agens infeksius dan toksik. Selain itu, kebijakan dan prosedur keselamatan untuk laser dan radiasi di ruang operasi telah ditegakkan.

2.

Prinsip Asepsis Perioperatif

Pencegahan komplikasi pasien, termasuk melindungi pasien dari operasi; Ruang operasi terletak di bagian rumah sakit yang bebas dari bahay seperti partikel, debu, polutan lain yang mengkontaminasi, radiasi, dan kebisingan; Bahaya listrik, alat konduktifitas, pintu keluar darurat yang bebas hambatan, dan gudang peralatan dan gas-gas anesthesia diperiksa secara periodik. Diagnosis Penderita Penyakit Jantung Untuk menetapkan suatu penyakit jantung sampai kepada suatu diagnosis maka diperlukan tindakan investigasi yang cukup. Mulai dari anamnesa, pemeriksaan fisik/jasmani, laboratorium, maka untuk jantung diperlukan pemeriksaan tambahan sebagai berikut : Elektrokardiografi (EKG) yaitu penyadapan hantaran listrik dari jantung memakai alat elektrokardiografi.

Foto polos thorak PA dan kadang-kadang perlu foto oesophagogram untuk melihat pembesaran atrium kiri (foto lateral). Fonokardiografi Ekhocardiografi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai gelombang pendek dan pantulan dari bermacam-macam lapisan di tangkap kembali. Pemeriksaan ini terdiri dari M. mode dan 2 Dimentional, sehingga terlihat gambaran rongga jantung dan pergerakan katup jantung. Selain itu sekarang ada lagi Dopler Echocardiografi dengan warna, dimana dari gambaran warna yang terlihat bisa dilihat shunt, kebocoran katup atau kolateral. Nuklir kardiologi yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai isotop intra vena kemudian dengan scanner ditangkap pengumpulan isotop pada jantung. Dapat dibagi : Perfusi myocardial dengan memakai Talium 201. Melihat daerah infark dengan memakai Technetium pyrophospate 99. Blood pool scanning.

Kateterisasi jantung yaitu pemeriksaan jantung dengan memakai kateter yang dimasukan ke pembuluh darah dan didorong ke rongga jantung. Kateterisasi jantung kanan melalui vena femoralis, kateterisasi jantung kiri melalui arteri femoralis. Pemeriksaan kateterisasi bertujuan : Pemeriksaan tekanan dan saturasi oksigen rongga jantung, sehingga diketahui adanya peningkatan saturasi pada rongga jantung kanan akibat suatu shunt dan adanya hypoxamia pada jantung bagian kiri. Angiografi untuk melihat rongga jantung atau pembuluh darah tertentu misalnya LV grafi, aortografi, angiografi koroner dll. Pemeriksaan curah jantung pada keadaan tertentu. Pemeriksaan enzym khusus, yaitu pemeriksaan enzym creati kinase dan fraksi CKMB untuk penentuan adanya infark pada keadaan unstable angin pectoris. F. Toleransi dan perkiraan resiko operasi Toleransi terhadap operasi diperkirakan berdasarkan keadaan umum penderita yang biasanya ditentukan dengan klasifikasi fungsional dari New York Heart Association. Klas I : Keluhan dirasakan bila bekerja sangat berat misalnya berlari.

Klas II : Keluhan dirasakan bila aktifitas cukup berat misalnya berjalan cepat.

Klas III : Keluhan dirasakan bila aktifitas lebih berat dari pekerjaan sehari-hari.

Klas IV : Keluhan sudah dirasakan pada aktifitas primer seperti untuk makan dan lain-lain sehingga penderita harus tetap berbaring ditempat tidur.

Waktu terbaik (Timing) untuk melakukan operasi hal ini ditentukan berdasarkan resiko yang paling kecil. Misalnya umur yang tepat untuk melakukan total koreksi Tetralogi Fallot adalah pada umur 3 4 tahun. Hal ini yaitu berdasarkan klasifikasi fungsional di mana operasi katub aorta karena suatu insufisiensi pada klas IV adalah lebih tinggi dibandingkan pada klas III. Hal ini adalah saat operasi dilakukan. Operasi pintas koroner misalnya bila dilakukan secara darurat resikonya 2 X lebih tinggi bila dilakukan elektif. Posisi pasien di meja operasi Posisi pasien di meja operasi bergantung pada prosedur operasi yang akan dilakukan, juga pada kondisi fisik pasien. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah : 1. 2. Pasien harus dalam posisi senyaman mungkin, apakah ia tertidur atau sadar Area operatif harus terpajan secara adekuat

3. Pasokan vaskuler tidak boleh terbendung akibat posisi yang salah atau tekanan yang tidak tepat pada bagian 4. Pernapasan pasien harus bebas dari gangguan tekanan lengan pada dada atau kontriksi pada leher dan dada yang disebabkan oleh gaun 5. Saraf harus dilindungi dari tekanan yang tidak perlu

6. Tindak kewaspadaan untuk keselamatan pasien harus diobservasi, terutama pada pasien yang kurus, lansia atau obesitas 7. Pasien membutuhkan restrain tidak keras sebelum induksi, untuk berjaga-jaga bila pasien melawan.

Perawatan Pasca-bedah

Perawatan pasca bedah dimulai sejak penderita masuk ke ICU. Untuk mengetahui problem pasca bedah dianjurkan untuk mengetahui problem penderita pra bedah sehingga dapat diantisipasi dengan baik. Misalnya problem pernapasan, diabetes dan lain-lain. Perawatan pasca bedah dibagi atas : Perawatan di ICU. Monitoring Hermodinamik. Setelah penderita pindah di ICU maka timbang terima antara perawat yang mengantar ke ICU dan petugas/perawat ICU yang bertanggung jawab terhadap penderita tersebut : Dianjurkan setiap penderita satu perawat yang bertanggung jawab menanganinya selama 24 jam. Pemantauan yang dikerjakan harus secara sistematis dan mudah : CVP, RAP, LAP. Denyut jantung. Wedge presure dan PAP. Tekanan darah. Curah jantung. Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi jantung dosisnya, rutenya dan lain-lain. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pach jantung dll. EKG Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan. Sistem pernapasan Biasanya penderita dari kamar operasi masih belum sadar dan malahan diberikan sedasi sebelum ditransper ke ICU. Sampai di ICU segera respirator dipasang dan dilihat : Tube dan ukuran yang diapakai, melalui mulut / hidung. Tidak volume dan minut volume, RR, Fi O 2, PEEP. Dilihat aspirat yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya normal, kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda edema paru ; bila perlu dibuat kultur. Sistem neurologis

Kesadaran dilihat dari/waktu penderita mulai bangun atau masih diberikan obat-obatan sedatif pelumpuh otot. Bila penderita mulai bangun maka disuruh menggerakkan ke 4 ektremitasnya. Sistem ginjal Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi akibat hemolisis dan lain-lain. Pemerikasaan ureum / kreatinin bila fasilitas memungkinkan harus dikerjakan. Gula darah Bila penderita adalah dabet maka kadar gula darah harus dikerjakan tiap 6 jam dan bila tinggi mungkin memerlukan infus insulin. Laboratorium Setelah sampai di ICU perlu diperiksa : HB, HT, trombosit. ACT. Analisa gas darah. LFT / Albumin. Ureum, kreatinin, gula darah. Enzim CK dan CKMB untuk penderita bintas koroner. Drain Drain yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi di kerjakan tiap jam. Atau tiap jam. Perdarahan yang terjadi lebih dari 200 cc untuk penderita dewasa tiap jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan mungkin memerlukan retorakotomi untuk menghentikan perdarahan. Foto thoraks Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk melihat ke CVP, Kateter Swan Ganz. Perawatan pasca bedah di ICU harus disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap respirator segera dimulai dan begitu juga ekstratubasi beberapa jam setelah pasca bedah. Fisioterapi. Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drinase). Perawatan setelah di ICU / di Ruangan.

Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi semua organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari ke dua pasca bedah. Umumnya pemeriksaan hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium LFT, Enzim CK dan CKMB. Hari ke 3 lihat keadaan dan diperiksa antara lain : Elektrolit thrombosis. Ureum Gula darah. Thoraks foto EKG 12 lead. Hari ke 4 : lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi. Hari ke 5 : Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak. Hari ke 6 - 10 : pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosis. Obat - obatan ini biasanya diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti diabet, dan vitamin harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator, juga diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke 7 atau sampai klien pulang. Perawatan luka, dapat tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, lekositosis, maka luka harus dibuka jahitannya sehuingga nanah yang ada bisa bebas keluar. Kadang-kadang perlu di kompres dengan antiseptik supaya nanah cepat kering. Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang gemuk, diabet kadang-kadang jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah luka terbuka. Fisioterapi, setelah klien exstubasi maka fisioterapi harus segera dikerjakan untuk mencegah retensi sputum yang akan menyebabkan problem pernapasan. Mobilisasi di ruangan mulai dengan duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar mandi, dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau oleh perawat.

Peran Perawat pada Fase Intra Operatif Pemeliharaan Keselamatan Atur posisi pasien 1). Kesejajaran fungsional 2). Pemajanan area pembedahan 3). Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi

Memasang alat grounding ke pasien Memberikan dukungan fisik Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat. 2. Pematauan Fisiologis

Memperhitungkan efek dari hilangnya atau masuknya cairan secara berlebihan pada pasien Membedakan data kardiopumonal yang normal dengan yang abnormal Melaporkan perubahan-perubahan pada nadi, pernafasan, suhu tubuh dan tekanan darah pasien. 3. Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan jika pasien sadar)

Memberikan dukungan emosional pada pasien Berdiri dekat dan menyentuh pasien selama prosedur dan induksi Terus mengkaji status emosional pasien Mengkomunikasikan status emosional pasien ke anggota tim perawatan kesehatan lain yang sesuai. 4. Penatalaksanaan Keperawatan

Memberikan keselamatan untuk pasien Mempertahankan lingkungan aseptik dan terkontrol Secara efektif mengelola sumber daya manusia. BAB III PEMBAHASAN

PENGKAJIAN Pasien yang telah menjalani Operasi Jantung : Parameter yang dikaji adalah sebagai berikut : Status neurologistingkat responsivitas, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, refleks, gerakan ekstremitas, dan kekuatan genggaman tangan. Status Jantungfrekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah arteri, tekanan vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji arteri paru (PAWP = pulmonary artery wedge pressure). tekanan atrium kiri (LAP), bentuk gelombang dan pipa tekanan darah invasif, curah jantung atau indeks. tahanan pembuluh darah sistemik dan paru, saturasi oksigen arteri paru (SVO2) bila ada, drainase rongga dada, dan status serta fungsi pacemaker.

Status respirasigerakan dada, suana napas, penentuan ventilator (fnekuensi, volume tidal, konsentrasi oksigen, mode [mis, SIMV], tekanan positif akhir ekspirasi [PEEPfl, kecepatan napas, tekanan ventilator, saturasi oksigen anteri (SaO2), CO2 akhir tidal, pipa drainase rongga dada, gas darah arteri. Status pembuluh darah periferdenyut nadi perifer, warna kulit, dasar kuku, mukosa. bibir dan cuping telinga, suhu kulit, edema, kondisi balutan dan pipa invasif. Fungsi ginjalhaluaran urin, berat jenis urin, dan osmolaritas. Status cairan dan elektrolitasupan; haluaran dan semua pipa drainase. serta parameter curah jantung, dan indikasi ketidakseimbangan elektrolit berikut: Hipokalemia : intoksikasi digitalis, disritmia (gelombang U, AV blok, gelombang T yang datar atau terbalik). Hiperkalemia : konfusi mental, tidak tenang, mual, kelemahan, parestesia eksremitas, disrirmia (tinggi, gelombang T puncak, meningkatnya amplitudo, pelebaran kompleks QRS; perpanjangan interval QT). Hiponatremia : kelemahan, kelelahan, kebingungan, kejang, koma. Hipokalsemia parestesia, spasme tangan dan kaki, kram otot, tetani. Hiperkalsemia intoksikasi digitalis, asistole. Nyerisifat, jenis, lokasi, durasi, (nyeri karena irisan harus dibedakan dengan nyeriangina): aprehensi, respons terhadap analgetika. Beberapa pasien yang telah menjalani CABG dengan arteri mamaria interns akan mengalaini parestesis nervus ulnanis pada sisi yang sama dengan graft yang diambil. Parestesia tersebut bisa sementara atau permanen. Pasien yang menjalani CABG dengan arieni gasiroepiploika juga akan mengalami ileus selama beberapa waktu pascaoperatif dan akan mengalami nyeri abdomen pada tempat insisi selain nyeri dada. Pengkajian juga mencakup observasi segala peralatan dan pipa untuk menentukan apakah fungsinya baik: pipa endotrakheal, ventilator, monitor CO2 akhir tidal, monitor Sa02, kateter arteri paru, monitor SO2, pipa arteri dan vena, slat infus intravena dan selang, monitor jantung, pacemaker, pipa dada, dan sistem drainase urin. Begitu pasien sadar dan mengalami kemajuan selama periode pascaoperatif, perawat harus mengembangkan pengkajian dengan memasukkan parameter yang menunjukkan status psikologis dan emosional. Pasien dapat irternperlihatkan iingkah laku yang mencerminkan penolakan dan depresi atau dapat pula mengalami psikosis pasca kardiotomi. Tanda khas psikosis meliputi : ilusi persepsi sementara halusinasi dengar dan penglihatan disorientasi dan waham paranoid

1.1. Pengkajian Komplikasi Pasien terus-menerus dikaji mengenai adanya indikasi ancaman komplikasi. Perawat dan dokter bekerja secara kolaboratif untuk mengetahui tanda dan gejala awal komplikasi dan memberikan tindakan untuk mencegah perkembangannya. 1.1.1. Penurunan Curah Jantung Penurunan curah jantung selalu merupakan ancaman bagi pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung. Hal ini dapat terjadi karena berbagai penyebab : a. Gangguan preloadterlalu sedikit atau terlalu banyak volume darah yang kembali ke jantung akibat hipovolemia. perdarahan yang berlanjut. tamponade jantung, atau cairan yang berlebihan. b. Gangguan afterloadarteri dan kapiler yang terlalu konstriksi atau terlalu dilatasi karena perubahan suhu tubuh atau hipertensi. c. Gangguan frekuensi jantungterlalu cepat, terlalu lambat. atau disritmia d. Gangguan kontraktilitasgagal jantung. infark miokardium. Ketidakseiinbangan elektrolit, hipoksia. 1.1.2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi setelah pembedahan jantung. Pengkajian keperawatan untuk komplikasi ini meliputi pemantauan asupan dan haluaran, berat PAWP, hasil pengukuran tekanan atrium kiri dan CVP, tingkat hematokrit, distensi vena leher, edema, ukuran hati, suara napas (misalnya krekels halus, wheezing) dan kadar elektrolit. Perubahan elektrolit serum harus dilaporkan segera sehingga penanganan dapat segera diberikan. Yang penting kadar kalium, natrium dan kalsium tinggi atau rendah. 1.1.3. Gangguan pertukaran gas Gangguan pertukaran gas adalah komplikasi lain yang mungkin terjadi pasca bedah jantung. Semua jaringan tubuh memerlukan suplai oksigen dan nutrisi yang adekuat untuk bertahan hidup. Untuk mencapai hal tersebut pada pasca pembedahan, maka perlu dipasang pipa endotrakeal dengan bantuan ventilator selama 4 sampai 48 jam atau lebih. Bantuan ventilasi dilanjutkan sampai nilai gas darah pasien normal dan pasien menunjukkan kemampuan bernapas sendiri. Pasien yang stabil setelah pembedahan dapat diekstubasi segera setelah 4 jam pasca pembedahan, sehingga mengurangi kecemasannya sehubungan dengan keterbatasan kemampuan berkomunikasi. Pasien dikaji terus menerus untuk adanya indikasi gangguan pertukaran gas; gelisah, cemas, sianosis pada selaput lendir dan jaringan perifer, takikardia dan berusaha melepas ventilator. Suara napas dikaji sesering mungkin untuk mendeteksi adanya cairan dalam paru dan untuk memantau pengembangan paru Gas darah arteri selalu dipantau. 1.1.4. Gangguan Peredaran Darah Otak

Fungsi otak sangat tergantung pada suplai oksigen darah yang berkesinambungan. Otak tidak memiliki kapasitas untuk menyimpan oksigen dan sangat bergantung pada perfusi berkesinambungan yang adekuat dan jantung. Jadi sangat penting mengobservasi pasien mengenai adanya gejala hipoksia: gelisah, sakit kepala, konfusi. dispnu, hipotensi. dan sianosis. Gas darah arteri, SaO, SO dan CO akhir tidal harus dikaji bila ada penurunan oksigen dan peningkatan karbondioksida. Pengkajian status neurologis pasien meliputi tingkat kesadaran. respons terhadap perintah verbal dan stimulus nyeri, ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya. gerakan ekstremitas. kekuatan menggenggarn tangan. adanya denyut nadi poplitea dan kaki, begitu juga suhu dan warna ekstremitas. Setiap tanda yang menunjukkan adanya perubahan status harus dicatat dan setiap temuan yang abnormal harus dilaporkan ke ahli bedah segera karena bisa merupakan tanda awal komplikasi pada periode pascaoperatif. Hipoperfusi dan mikroemboli dapat rnenyebahkan kerusakan sistem saraf pusat setelah pembedahan jantung.

Diagnosa Keperawatan Berdasarkan pada data pengkajian dan jenis prosedur bedah yang dilakukan, diagnosis utama keperawatan mencakup yang berikut : Menurunnya curah jantung berhubungan dengan kehilangan darah dan fungsi jantung yang terganggu. Risiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan trauma akibat pembedahan dada ekstensif. Risiko kekurangan volume cairan dan keseirnbangan elektrolit berhubungan dengan berkurangan volume darah yang beredar. Risiko gangguan persepsi-penginderaan berhubungan dengan penginderaan yang berlebihan (suasana ruangan asuhan kritis, pengalaman pembedahan). Nyeri berhubungan dengan trauma operasi dan iritasi akibat selang dada. Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan stasis vena, embolisasi. penyakit aterosklerosis yang mendasarinya. efek vasopresor, atau rnasalah pembekuan darah. Risiko perubahan perfusi ginjal berhubungan dengan penurunan curah jantung, hemolisis, atau terapi obat vasopresor. Risiko hipertermia berhubungan dengan infeksi atau sindrorn pasca perikardiotomi. Kurang pengetahuan mengenai aktivitas perawatan diri. 2.1. Masalah Kolaboratif / Komplikasi Potensial Berdasarkan pada data pengkajian, komplikasi potensial yang dapat terjadi mencakup : Komplikasi jantung: gagal jantung kongestif, infark miokardium, henti jantung, disritmia.

Komplikasi paru: edema paru, emboli paru. efusi pleura, pneumo atau hematotoraks, gagal napas. sindrom distres napas dewasa. Perdarahan Komplikasi neurologis: cedera serebrovaskuler, emboli udara Nyeri Gagal ginjal, akut atau kronis Ketidakseimbangan elektrolit Gagal hati Koagulopati Infeksi, sepsis

Perencanaan dan Implementasi Tujuan utama meliputi restorasi curali jantung, pertukaran gas yang adekuat, pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit. berkurangnya gejala penginderaan yang berlebihan. penghilangan nyeri, usaha untuk beristirahat, pemeliharaan perfusi jaringan yang memadai, pemeliharaan perfusi ginjal yang memadai, pemeliharaan suhu tubuh normal, mempelajari aktivitas perawatan diri. dan tidak adanya komplikasi.

Intervensi Keperawatan Menjaga Curah Jantung Penatalaksanaan keperawatan mencakup observasi terus-menerus status jantung pasien dan segera memberitahu ahli bedah setiap perubahan yang menunjukkan penurunan curah jantung. Perawat dan ahli bedah kemudian bekerja sarna secara kolaboratif untuk memperbaiki masalah yang terjadi. Disritmia, yang dapat terjadi ketika perfusi jantung berkurang, juga merupakan indikator penting mengenai fungsi jantung. Disritmia yang paling sening terjadi selama peniode pascaoperasi adalah bradikardi, takikardi dan denyutan ektopik. Observasi terus-menerus pantauan jantung untuk adanya berbagai disritmia merupakan bagian penting dalam penatalaksanaan dan perawatan pasien. Setiap petunjuk adanya penurunan curah jantung harus segera dilaporkan ke dokter. Data dan hasil pengkajian uji tersebut kemudian akan digunakan dokter untuk menentukan penyebab masalahnya. Begitu diagnosa telah ditegakkan, dokter bersama perawat bekerja secara kolaboratif untuk menjaga curah jantung dan mencegah komplikasi lebih lanjut. Bila perlu, dokter dapat membenikan komponen darah, cairan, digitalis, diuretik, vasodilator, atau vasopresor. Bila perlu dilakukan pembedahan lagi, maka pasien dan keluanganya harus diberitahu mengenai prosedur tersebut.

Promosi Pertukaran Gas yang Memadai Untuk meyakinkan adanya pertukaran gas yang memadai, perawat harus mengkaji dan menjaga patensi selang endotrakheal. selang harus dihisap bila ada wheezing atau krekel (ronkhi). Pengisapan dapat dilakukan melalui kateter yang sudah ada; perawat dan ahli terapi napas harus menaikkan fraksi oksigen inspirasi ventilator (Fi02) selama tiga tarikan napas atau lebih, sebelurn mulai menghisap. Bisa juga, oksigen 100% diherikan kepada pasien dengan resusitator manual (Ambu) sebelum dan sesudah penghisapan untuk mencegah hipoksia yang dapat terjadi akibat prosedur penghisapan. Pengukuran gas darah arteri harus dibandingkan dengan data awal dan setiap ada perubahan harus dilaporkan kepada dokter segera. Menjaga Keseimbangan Cairan dan Elektrolit Untuk promosi keseimbangan cairan dan elektrolit, peravat harus mengkaji dengan cermat setiap pemasukan dan pengeluaran. Pergunakan lembar khusus untuk mencatat keseimbangan cairan positif atau negatif. Semua masukan cairan harus dicatat, termasuk cairan intravena, larutan pembilas yang digunakan untuk membilas kateter arteri dan vena dan pipa nasogastrik, dan cairan peroral. Begitu pula, semua keluaran juga harus dicatat, meliputi urin, drainase nasogastrik, dan drainase dada. Parameter hemodinamika (tekanan darah, tekanan baji pulmonal dan atrium kiri, dan CVP) harus sesuai dengan asupan, haluaran dan berat badan untuk menentukan kecukupan hidrasi dan curah jantung. Elektrolit serum harus dipantau dan pasien harus diobservasi mengenai adanya tanda ketidakseimbangan kalium, natrium dan kalsium (hipokalemia, hiperkalemia, hiponatremia dan hipokalsemia). Menurunkan Gejala Penginderaan yang Berlebihan Penginderaan yang berlebihan mempakan efek yang biasa terjadi, yang berhubungan dengan pengalaman pembedahan dan faktor lingkungan di unit perawatan kritis. Psikosis pasca kardiotomi dapat terjadi setelah pembedahari jantung. Istilah mi mengacu pada sekelompok tingkah laku abnormal yang terjadi dalam intensitas dan durasi yang beragam pada kebanyakan pasien. Pada tahun-tahun awal pembedahn jantung, fenomena ini lebih sering terjadi dibanding sekarang. Pada saat itu disebabkan karena kurangnya perfusi otak selama pembedahan, mikroemboli, dan lamanya pasien berada dalam mesin pintasan jantung paru. Kemajuan dalam teknik pembedahan telah menurunkan secara bermakna faktor-faktor tadi. Sekarang, apabila terjadi, mungkin disebabkan oleh kecemasan, kurang tidur, masukan indrawi yang berlebihan, dan disorientasi terhadap malam dan siang saat pasien kehilangan perjalanan waktu. Ada temuan penting yang menunjukkan bahwa pasien yang tak mampu mengekspresikan kecemasannya sebelum pembedahan akan lebih rentan mengalami psikosis pada periode pasca operasi.

Pengurangan Nyeri Nyeri dalam kemungkinan tidak dapat dirasakan tepat di atas daerah cedera tetapi ke tempat yang lebih luas dan merata. Pasien yang baru saja menjalani pembedahan jantung akan mengalami nyeri akibat terpotongnya syaraf interkostal sepanjang irisan dan iritasi pleura oleh kateter dada. (Begitu

pula, pasien dengan CABG arteria mamaria interna dapat mengalami parestesia saraf ulna pada sisi yang sama dengan sisi grafnya.) Observasi dan mendengarkan adanya Tanda nyeri yang diucapkan ataupun tidak diucapkan oleh pasien perlu diperhatikan. Perawat harus mencatat secara akurat sifat, jenis, lokasi, dan durasi nyeri. (Nyeri irisan harus dibedakan dengan nyeri angina.) Pasien harus dianjurkan minum obat sesuai resep untuk mengurangi nyeri. Kemudian pasien harus dapat berpartisipasi dalam benlatih menarik napas dalam dan batuk. dan secara progresif meningkatkan perawatan diri. Nyeri menyebabkan ketegangan. yang akan menstimulasi sistem saraf pusat untuk mengeluarkan adrenalin, yang mengakibatkan konstriksi arteri. Hal ini akan mengakibatkan peningkatan afrerload dan penurunan curah jantung. Morfin sulfat dapat mcngurangi nyeri dan kecemasan serta merangsang tidur, yang pada gilirannya menurunkan kecepatan metabolik dan keburuhan oksigen. Setelah pemberian opioid (narkotika), setiap tanda-tanda adanya penurunan aprehensi dan nyeri harus dicatat dalam status pasien. Pasien juga harus dipantau akan adanya tanda efek depresi pernapasan akibat analgetika. Bila terjadi depresi pernapasan. harus diberikan antagonis opioid (mis., naloxone [Narcan]) untuk melawan efek tersebut. Meningkatkan Istirahat Upaya dasar untuk memberikan rasa nyaman pada pasien bersama dengan pembehan analgetika akan memperkuat efek analgesia dan meningkatkan istirahat. Pasien harus dibantu merubah posisi setiap 1 sampai 2 jam dan diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat menghindari ketegangan pada daerah luka operasi dan selang dada. Penekanan pada daerah irisan selama batuk dan nenarik napas clalam dapat mengurangi nyeri. Aktivita keperawatan dijadwalkan sebanyak mungkin uniuk mengurangi gangguan saat istirahat. Bila kondisi sudah mulai stabil dan prosedur terapi serta pemantauan sudah mulai berkurang, maka pasien dapat beristirahat lebih lama lagi. Menjaga Perfusi Jaringan yang Adekuat Denyut nadi perifer (pedis, poplitea. tibialis, femoralis, radialis, brakhialis) dipalpasi secara rutin untuk mengkaji adanya obstruksi arteri. Bila tidak teraba denyutan pada satu ekstremitas, penyebabnya mungkin akibat kateterisasi sebelurnnya pada ekstremitas tersebut. Bila ada denyut yang baru saja menghilang harus segera dilaporkan kepada dokter. Setelah pembedahan harus diupayakan mencegah stasis vena yang dapat mengakibatkan pembentukan trombus dan selanjutnya emboli : memakai stoking elastik atau halutan elastik menghindari menyilang kaki menghindari pengunaan peninggi lutut pada tempat tidur mengambil semua bantal pada rongga popliteal. memberikan latihan pasif diikuti dengan latihan aktif untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah hilangnya tonus otot.

Gejala embolisasi, yang berbeda menurut tempatnya, bisa ditandai dengan: (1) nyeri abdomen atau punggung tengah (2) nyeri, hilangnya denyutan, pucat, rasa baal, atau dingin pada ekstremitas (3) nyeri dada atau distres pernapasan pada emboli paru dan infark miokardium: dan (4) kelemahan satu sisi dan perubahan pupil, seperti yang terjadi pada cedera pembuluh darah otak. Semua gejala yang timbul harus segera dilaporkan. Menjaga Kecukupan Perfusi Ginjal Perfusi ginjal yang tidak mencukupi dapat tenjadi sebagai akibat pembedahan janrung terbuka. Salah satu penyebab yang mungkin adalah rendahnva curah jantung. Selain itu trauma terhadap sel darah selama pintasan jantung paru menyebabkan hernolisis sel darah merah. Kejadian ini mengakibatkan terbentuknya senyawa racun karena glomerulus tersumbat oleh debris sel darah merah yang rusak tadi. Penggunaan bahan vasopresor untuk meningkatkan tekanan darah juga dapat menyebabkan penurunan alinan darah ke ginjal. Penatalaksanaan keperawatan meliputi pengukuran haluaran urin yang akurat. Haluaran urin kurang dari 20 ml jam menunjukkan adanya hipovolemia. Berat jenis juga harus diukur untuk mengetahui kemampuan ginjal mengkonsentrasilcan urin dalam tubulus renalis. Diuretik kerja cepat atau obat inotropika (digitalis, isopnoterenol) dapat diberikan untuk meningkatkan cunah jantung dan aliran darah ginjal. Perawat harus memperhatikan nitrogen urea darah (BUN) dan kadar kreatinin serum serta kadar elektrolit serum. Bila ditemukan ketidaknormalan segera laporkan kepada dokter karena mungkin diperlukan pembatasan cairan dan pembatasan pemakaian ohat-obat yang biasanya diekskresi melalui ginjal. Menjaga Suhu Tubuh Tetap Normal Pasien biasanya hipotermik saat dimasukkan ke unit perawatan intensif dan prosedur pembedahan jantung. Pasien harus dihangatkan secara bertahap sampai ke suhu normal, yang sebagian dapat diperoleh dari proses metabolisme basal pasien itu sendiri dan ditambah bantuan udara ventilator yang dihangatkan, selimut hangat, atau lampu pemanas. Selain pasien masih hipotermik, proses pembekuan menjadi kurang efisien. jantung rentan terhadap disritmia, dan oksigen tidak segera siap dipindahkan dan hemoglobin ke jaringan. Karena anestesi menekan metabolisme basal. suplai oksigen yang ada biasanya sudah mencukupi kebutuhan sel. Setelah pembedahan jantung, pasien berisiko mengalami kenaikan suhu tubuh akibat infeksi atan sindrorn pascaperikardiotomi. Peningkatan kecepatan metabolisme yang terjadi akan meningkatkan kebutuhan oksigen jaringan sehingga meningkatkan beban kerja jantung. Upaya harus dilakukan untuk mencegah terjadinya urutan kejadian tersebut atau menghentikannya begitu diketahui.

Evaluasi Hasil yang Diharapkan : Tercapainya curah jantung yang adekuat

Terpeliharanya pertukaran gas yang adekuat Terpeliharanva keseimbangan cairan dan elektrolit Hilangnya gejala penginderaan yang berlebihan, kembali terorientasi terhadap orang, tempat dan waktu Hilangnya nyeri Terpeliharanya perfusi jaringan yang adekuat Tercapainya istirahat yang adekuat Terpeliharanya perfusi ginjal yang adekuat Terpeliharanya suhu tubuh normal

BAB IV PENUTUP Simpulan Bedah jantung adalah Usaha atau operasi yang dikerjakan untuk melakukan koreksi kelainan anatomi atau fungsi jantung. Operasi Jantung Dibagi Atas : Operasi jantung terbuka, yaitu operasi yang dijalankan dengan membuka rongga jantung dengan memakai bantuan mesin jantung paru (mesin extra corporal). Operasi jantung tertutup, yaitu setiap operasi yang dijalankan tanpa membuka rongga jantung misalnya ligasi PDA, Shunting aortopulmonal. Peran perawat pada fase intra operatif ini meliputi yaitu, : Pemeliharaan keselamatan Pematauan fisiologis Dukungan psikologis Penatalaksanaan keperawatan Saran Jagalah keseimbangan curah jantung agar tetap normal,jangan banyak strees Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit Mengurangi nyeri pada pasien Meningkatkan istirahat yang cukup Mencegah suhu tubuh agar tetap normal Jaga pola makan dan gaya hidup

DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta.

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta. Effendy, Christantie dan Ag. Sri Oktri Hastuti. 2005. Kiat Sukses menghadapi Operasi. Sahabat Setia : Yogyakarta. Effendy, Christantie. 2002. Handout Kuliah Keperawatan Medikal Bedah : Preoperatif Nursing, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta. Marilynn E. Doenges. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian pasien, ed.3. EGC, Jakarta. Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta. Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta. Sjamsulhidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC : Jakarta. Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta. Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University Press : Surabaya. Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.