askep marasmus

70
i KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PENYAKIT TULI PADA BAYI DAN ANAK MAKALAH Oleh KELOMPOK 13

Upload: fikrinurlatifatulqolbi

Post on 09-Nov-2015

316 views

Category:

Documents


14 download

TRANSCRIPT

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADAPENYAKIT TULI PADA BAYI DAN ANAK

MAKALAH

Oleh KELOMPOK 13

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNVERSITAS JEMBER2015

KONSEP DASAR DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADAPENYAKIT TULI PADA BAYI DAN ANAK

MAKALAH

diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Klinik IV Bdengan dosen: Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep.,M.Kes

Oleh

Fikri Nur Latifatul Qolbi132310101011Novaria Diah Ayu132310101022Ike Andriani132310101057KELOMPOK 13

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNVERSITAS JEMBER2015

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karuni-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep Dasar Dan Asuhan Keperawatan Marasmus Pada Bayi Dan Anak. Makalah ini disusun berdasarkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Klinik III B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember.Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:1. Ns. Lantin Sulistyorini, S.Kep.,M.Kes selaku fasilitator matakuliah Keperawatan Klinik III B Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember;2. Ayah dan Ibu tercinta yang telah mencurahkan perhatian dan dukungannya baik secara materil maupun non materil;3. Rekan-rekan satu kelompok yang sudah bekerjasama dan berusaha semaksimal mungkin sehingga makalah ini dapat terealisasi dengan baik;4. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu.Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jember, April 2014Penulis

DAFTAR ISI

HalamanHALAMAN JUDUL iiPRAKATA iiiDAFTAR ISI ivBab 1. Pendahuluan 11.1 Latar Belakang 11.2 Tujuan 21.3 Implikasi Keperawatan 2Bab 2. Tinjauan Teori 32.1 Pengertian Marasmus 42.2 Epidemiologi 42.3 Etiologi 52.4 Tanda dan Gejala 52.5 Patofisiologi 62.6 Komplikasi 82.7 Pengobatan dan Prognosis 92.8 Pencegahan 12Bab 3. Pathways 13Bab 4. Asuhan Keperawatan 144.1 Pengkajian 144.2 Diagnosa 164.3 Intervensi 194.4 Implementasi 194.4 Evaluasi 19Bab 5. Penutup 275.1 Kesimpulan 275.2 Saran 27i

iv

DAFTAR PUSTAKA 28Bab 1.PENDAHULUAN1.1 Latar BelakangMarasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212)Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. Pemberian terapi cairan dan elektrolit. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat.Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital.Penanganan KKP berat Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi.1.2 Tujuan 1.2.1 Mengetahui pengertian dari marasmus;1.2.2 Mengetahui epidemiologi dari marasmus;1.2.3 Mengetahui etiologi dari marasmus;1.2.4 Mengetahui manifestasi klinis dari marasmus pada anak;1.2.5 Mengetahui patofisiologi dari marasmus;1.2.6 Mengetahui komplikasi dan prognosis dari marasmus pada anak;1.2.7 Mengetahui pengobatan dari pada marasmus pada anak anak;1.2.8 Mengetahui pencegahan dari marasmus pada anak;1.2.9 Mengetahui asuhan keperawatan dari masalah marasmus pada anak.

1.3 Implikasi KeperawatanSistem mampu membuat rencana keperawatan berdasakan teori keperawatan.. Sebagai perawat kita harus mampu untuk memberikan asuhan keperawatan secara optimal pada pasien. Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien meliputi: pengkajian, diagnosa, perencanaan, intervensi dan evaluasi. Jika asuhan keperawatan dilakukan dengan baik dan tepat maka kita akan dapat membantu kesembuhan pasien. Ketika kita menemui pasien yang mengalami tanda dan gejala yang mengindikasikan adanya gangguan pada sistem pencernaannya, kita dapat melakukan pengkajian kemudian menganalisanya. Setelah menganalisa kita dapat mengambil masalah keperawatan apa saja yang terjadi pada pasien. Kemudian kita dapat memunculkan diagnosa keperawatan.Setelah diagnosa ini kita rumuskan, perawat dapat membuat rencana asuhan keperawatan yang mempunyai tujuan dan kriteria hasil. Diharapkan dengan adanya pelaksanaan dari rencana asuhan keperawatan tersebut, masalah pasien dapat teratasi sebagian maupun teratasi sepenuhnya. Setelah pelaksanaan asuhan keperawatan diaplikasikan, perawat lalu membuat evaluasi yang berguna untuk mengetahui efektivitas tindakan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Dari evaluasi, kita dapat mengkaji lagi data-data kesehatan pasien yang dapat meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketika perawat melakukan asuhan keperawatan secara holistic maka masalah kesehatan yang dialami pasien dapat tertangani dengan baik. Lalu pasien dapat kembali pada kondisinya yang optimal.

Bab 2. TINJAUAN TEORI

2.1 DefinisiMarasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).Marasmusadalah MEP berat yang disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi bersama atau tanpa disertai defsiensi protein. Bila kekurangan sumber kalori dan protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut ke dalam status marasmik kwashiorkor.( Mochtar, 2001). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun. Status gizi balita secara sederhana dapat diketahui dengan membandingkan antara berat badan menurut umur maupun menurut panjang badannya dengan rujukan (standar) yang telah ditetapkan. Apabila berat badan menurut umur sesuai dengan standar, anak disebut gizi baik. Kalau sedikit di bawah standar disebut gizi kurang. Apabila jauh di bawah standar dikatakan gizi buruk Gizi buruk yang disertai dengan tanda-tanda klinis disebutmarasmus atau kwashiorkor (Dorland, 2000).Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi Kurang Energi Protein(KEP).Kurang Energi Protein terjadi saat kebutuhan tubuh akan energi, protein, dan lemak tidak tercukupi oleh makanan. Marasmus terjadi saat adanya kekurangan energi yang parah. Marasmus dapat disebabkan oleh asupan makanan yang sangat kurang, penyakit infeksi, prematuritas, maupun penyakit pada masa neonatus. Asupan makanan yang berkurang dapat disebabkan oleh ketiadaan pangan ataupun kemiskinan yang menyebabkan ketidakmampuan membeli makanan. Selain itu, penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan energi, nafsu makan berkurang, dan gangguan penyerapan zat gizi dapat pula menyebabkan kekurangan energi protein.2.2 EpidemiologiKurang Energi Protein paling sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi. Penderita KEP banyak ditemukan balita penderita KEP berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki (60,20% : 39,80%). Sedangkan Agustina Lubis dkk. (1997) menemukan prevalensi laki-laki : perempuan adalah 1 : 4.; menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki-laki dianggap lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki-laki akan mendapatkan perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik. Dari segi golongan umur, balita penderita KEP lebih banyak ditemukan pada usia 12 s/d 23 bulan, yaitu sebesar 50,00%. Balita pada usia ini, baru memasuki suatu tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya. Di antaranya tahapan untuk mulai beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan semi adat. Sebagian balita mengalami masa ini tanpa kesulitan, namun sebagian lagi menderita kesulitan makan yang berat.

2.3 EtiologiPenyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital.(Nelson,1999).Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat.(Dr. Solihin, 1990:116).Namun, secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut:a. Masukan makanan yang kurangMarasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer.

b. InfeksiInfeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital.c. Kelainan struktur bawaanMisalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas.d. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatesPada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurange. Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori proteinPerilaku diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).f. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).

2.4 Tanda dan GejalaMenurut FKUI (1985 : 361), Ngastiyah (2005 : 259) dan Markum (1991 : 166) tanda dan gejala dari marasmus adalah :1. Anak cengeng, rewel, dan tidak bergairah.2. Diare.3. Mata besar dan dalam.4. Wajah seperti orang tua.5. Pertumbuhan dan perkembangan terganggu.6. Terjadi atrofi otot.7. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, kulit keriput dan turgor kulit menurun8. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas.9. Nadi lambat dan metabolisme basal menurun.10. Vena superfisialis tampak lebih jelas.11. Tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol.12. Anoreksia.13. Sering bangun malam.

2.5 PatofisiologiKurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).Pada keadaan ini yang terlihat jelas ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawa kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh itu sendiri. Hal ini menyebabkan cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya membantu memenuhi kebutuhan energi, tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu, pada marasmus berat terkadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk albumin yang cukup .Proses metabolik anak pada dasarnya sama, akan tetapi relative lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat badannya untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Tubuh yang hidup seperti halnya dengan mesin memerlukan bahan bakar dan bahan untuk pengganti maupun perbaikan. Anak yang sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan untuk pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung cukup kalori. Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah tertentu. Pada keadaan awal, umumnya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin yang meninggi. Jika kebutuhan akan kalori telah dipenuhi, tetapi makanan yang diberikan tidak mengandung semua nutrient yang esensial untuk manusia, maka secara lambat kesehatan orang tersebut akan terganggu. Gejala yang timbul tergantung kepada kekurangan jenis nutrient dalam dietnya. Defisiensi protein akan mengakibatkan timbulnya gejala defisiensi protein atau lebih dikenal dengan nama Kwashiorkor. Defisiensi vitamin A yang berlangsung lama menimbulkan penyakit defisiensi vitamin A atau Xeropthalmia. Defisiensi vitamin D mengakibatkan penyakit yang disebut Rikets dan sebagainya.

2.6 KomplikasiKompikasi yang dapat dialami oleh penderita gizi buruk sangatlah bervariasi. Sistem organ yang terganggu akibat kurang gizi adalah pencernaan, ginjal, jantung dan gangguan hormonal. Kematian juga dapat terjadi jika derajat penyakitnya semakin berat dan disertai komplikasi penyakit infeksi. Berikut komplikasi yang mungkin terjadi,1. Infeksi tuberculosisi2. Parasitosis, disentri3. Malnutrisi kronik4. Gagguan tumbuh kembang.5. Hipoglikemia6. Hipotermia7. Dehidrasi8. Gangguan fungsi vital9. Gangguan keseimbangan elektrolit

2.7 Pengobatan dan Prognosis2.7.1 PengobatanDalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. a. Tahap Penyesuaian Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein (TETP). Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5% glukosa +2% tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut. 1. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkal/kg berat badan sehari. 2. Jumlah cairan 200 ml/kg berat badan sehari. 3. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan keenceran 1/3, 2/3, dan 3/3, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5% glukosa, dan 4. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3 jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan lewat pipa (per-sonde) (RSCM, 2003). b. Tahap Penyembuhan Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai 150-200 kkal/kg berat badan sehari dan 2-5 gram protein/kg berat badan sehari. c. Tahap Lanjutan Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya. Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : 1. Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia. 2. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia. 3. Mg, berupa MgSO4 50%, diberikan secara intra muskuler bila terdapat hipomagnesimia. 4. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau 100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SI/kg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI. 5. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi (Fe) dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat. 2.7.2 PrognosisMalnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi, sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis ini tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan, walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irrever- sibel dari sel-sel tubuh akibat under nutrition.

2.8 PencegahanTindakan pencegahan terhadap penyakit marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena itu, ada beberapa faktor yang menjadi yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk melakukan pencegahan dapat melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut. a. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun yang merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi.b. Pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 3 tahun ke atas.c. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan.d. Pemberian imunisasi.e. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap.f. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang kepada ibu-ibu yang memiliki balita. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan)g. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan.h. Faktor ekonomi,dalam world food conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya. Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka kita perlu melakukan beberapa langkah adalah sebagai berikut.a. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien.b. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan.c. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki.

Bab 3. PATHWAYS

Rendahnya Sosial Kurangnya Protein Malabsorbsi, infeksi Ekonomi dan kalori anoreksia

Intake kurang dari Keb Tubuh

Defisiensi protein dan kaloriDefisiensi Pengetahuan

Marasmus

Kurang vit. A, C& ELipolisis protein asam amino esensial & 3 detik, (Capernito,2000).b. Pemeriksaan fisik abdomen antara lain:1. Inspeksia) klien tampak kurus, ada edema pada muka dan kaki;b) warna rambut kemerahan, kering dan mudah patah/dicabut;c) mata terlihat cekung dan pucat;d) terlihat pergerakan usus;e) ada pembesaran/edema pada tungkai.2. Auskultasia) bunyi peristaltik usus meningkat;b) bunyi paru-paru wheezing dan ronchi.3. Perkusia) terdengar adanya shifting dullnees;b) terdengar bunyi hipertimpani.4. Palpasihati: terjadi pembesaran hati.c. Pemeriksaaan fisik untuk pertumbuhan anak. 1. Mengukur tinggi badan dan berat badan anak2. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan tinggi badan (dalam meter)3. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.4. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur lingkar lengan atas (LLA) untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak).d. Pemeriksaan Laboratorium1. Biokimia: Hb anemia karena kurangnya konsumsi makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan berbagai vitamin, kadar albumin yang rendah karena kurangnya konsumsi protein, kadar globumin normal atau sedikit tinggi, kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non esensial.2. Biopsi: ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakual lemak yang besar. 3. Autopsi: menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi virus usus, detrofi sistem limfold dan atrofi kelenjar timus.Fokus pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri (berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan adalah:1. Penurunan ukuran antropometri.2. Perubahan rambut(defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut).3. Gambaran wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra.4. Tanda-tanda gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal).5. Perut tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi diare.6. Edema tungkai.7. Kulit kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanyacrazy pavement dermatosis terutama pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas jari kaki, paha dan lipat paha)4.2 Analisa DataNo. DataEtiologiProblem

1.DS : Keluarga klien mengeluhkan badan klien lemahDO: berat badan turun, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, edema, rambut kering, kusam, jarang, putih dan mudah dicabut, kulit kering dan bersisik, hepar membesar, hb rendah, mata pucat dan cekung.intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

2.DS: respon verbal dari klien dan keluarga.DO: klien BAB lebih dari 3kali dalam seharidiare, mual, muntahDefisit volume cairan

3.DS: keluarga klien menyatakan klien tidak bergairah dan lesu.DO: klien kulit bersisisk, keringgangguan nutrisi/status metabolikGangguan integritas kulit

4.DS:respon verbal klien yang terlihat tidak ceria.DO: klien lemah, lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak sesuai dengan tinggi badan, mata pucatkerusakan pertahanan tubuhResiko tinggi infeksi

5.DS: pernyataan keluarga tentang ketidakmampuan keluarga merawat klien DO:klien mengalami anoreksia dan mual.kurang informasiDefisiensi pengetahuan

6. DS: keluarga klien mengeluhkan tidak adanya nafsu makan pada klien.DO: BB turun dan jauh dari IMB, terlihat perut yang buncit dan klien mengalami anoreksia serta mual.melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan

7. DS: keluarga klien mengatakan anaknya takut atau bertemu dengan orang asingDO: Wajah pasien tampak seperti orang tua (berkerut)

perubahan wajah yang menyerupai orang tuaGangguan citra diri

8.DS : keluarga pasien mengatakan anaknya merasa sakit jika terlalu banyak gerakDO : pasien hanya mampu berbaring di tempat tidurKurang adekuatnya transport oksigen ke seluruh sel.Intoleransi aktifitas

9. DS : keluarga pasien mengatakan kaki pasien bengkakDO : terdapat pitting edema pada kaki pasienPenurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasmayang kemudian menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal.Kelebihan volume cairan

4.3Diagnosa1. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang).2. Defisit volume cairan berhubungan dengan diare.3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang nya informasi.6. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnyakemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.7. Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan wajah.8. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.9. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).

4.3 Intervensi KeperawatanNo.Diagnosa KeperawatanTujuan dan Kriteria HasilRencana TindakanRasional

1.Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang) (Wong, 2004), yang ditandai dengan:DS : Klien mengeluh badan lemah, anoreksia, lesu, mudah lelahDO: berat badan turun, berat badan tidak sesuai dengan tinggi badan, edema, rambut kering, kusam, jarang, putih dan mudah dicabut, kulit kering dan bersisik, hepar membesar, hb rendah, mata pucat dan cekung.Pasien mendapat nutrisi yang adekuat.Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien akan dapat meningkatkan masukan oral. Nafsu makan meningkat badan tidak lemah, ceria dan segar BB normal, hb normal edema hilang rambut distribusi rata, hitam nampak berminyak hepar tidak membesar

1. Dapatkan riwayat diet2. Dorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan3. Gunakan alat makan yang dikenalnya4. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka5. Sajikan makansedikit tapi sering6. Sajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah7. berikan makanan TKTP, dilakukan secara bertahap8. observasi intake dan output9. observasi TTV10. kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain untuk pemberian vitamin dan gizi untuk makanannya.11. penyuluhan kesehatan1. Riwayat diet untuk data klien2. Sebagai support untuk anak ketika makan3. Untuk menambah semangat makan si anak4. Mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, memberi semangat untuk anak5. Menggunakan alat makan yang dikenal oleh anak akan menambah semangat untuk makanm6. Memenuhi kebutuhan nutrisi anak.7. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan protein dan kalori anak8. Memastikan haluaran output sesuai dengan intake anak9. Memenuhi kebutuhan anak untuk kebutuhan tubuhnya10. Menambah pengetahuan anak dan keluarga

2.Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, mual, muntah.DS: respon verbal dari klien dan keluarga.DO: klien BAB sehari > 3kaliTidak terjadi dehidrasiSetelah dilakukan tindakan keerawatan, diharakan klien akan daat: Mukosa bibir lembab tidak terjadi peningkatan suhu turgor kulit baik1. Monitor tanda-tanda vital dan tanda-tanda dehidrasi2. Monitor jumlah dan tipe masukan cairan3. Ukur kaluaran urine dengan akurat4. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan5. Tawarkan makanan ringan6. Atur kemungkinan transfusi7. Pelihara IV line8. Monitor respon klien dengan penambahan cairan

1. Untuk mengetahui TTV dan tanda dehidrasi anak2. Untuk mengetahui cairan pada anak3. Untuk mengetahui keseimbangan antara input dan output4. Meningkatkan nutrisi klien5. Mempercepat pemulihan volume cairan yang berkurang6. Mencegah infeksi 7. Mengidentifikasi apakah terdapat reaksi alergi atau reaksi yang tidak diinginkan.

3Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.DS: keluarga klien menyatakan klien tidak bergairah dan lesu.DO: klien kulit bersisisk, kering.Tujuan : Tidak terjadi gangguan integritas kulit

Kriteria hasil :a. kulit tidak keringb. kulit tidak bersisikc. elastisitas normal1. Monitor kemerahan, pucat,ekskoriasi2. Dorong mandi 2xsehari dan gunakan lotion setelah mandi3. Massage kulit Kriteria hasilususnya diatas penonjolan tulang4. Ubah posisi baring pasien setiap 2 jam.1. Mencegah terjadinya kerusakan pada kulit2. Mandi dapat menjaga kebersihan kulit3. Massage dapat mencegah terjadinya kerusakan kulit4. Baring yang sering akan mengakibatkan penekanan pada kulit

4Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh, ditandai dengan: badan lemah, lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak sesuai dengan tinggi badan, mata pucatDS:respon verbal klien yang terlihat tidak ceria.DO: klien lemah, lesu, pusing, Hb rendah, BB tidak sesuai dengan tinggi badan, mata pucatTujuan :Pasien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi

Kriteria hasil:a. suhu tubuh normal (36,60 C-37,70 C)b. lekosit dalam batas normalc. badan tidak lemah dan ceriad. pusing berkurange. Hb normal kembalif. BB normal kembalig. mata tidak pucat1. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan2. Pastikan semua alat yang kontak dengan pasien bersih/steril3. Instruksikan tenaga kesehatan dan keluarga dalam prosedur kontrol infeksi4. berikan makanan TKTP5. monitoring TTV6. Beri antibiotik sesuai program1. Tangan yang bersih akan terhindar dari kuman2. Alat yang bersih/steril tidak akan mengakibatkan infeksi3. Mempertahankan keseimbangan kebutuhan protein dan kalori anak4. Memastikan TTV anak tetap dalam batas normal5. Antibiotik sebagai pengobatan

5.Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai dengan ketidakmampuan keluarga merawat klien dan anoreksiaDO:klien mengalami anoreksia dan mual.DS: ketidakmampuan keluarga merawat klienTujuan : pengetahuan pasien dan keluarga bertambahKriteria hasil: Menyatakan kesadaran dan perubahan pola hidup mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala.1. Tentukan tingkat pengetahuan orangtua pasien2. Mengkaji kebutuhan diet dan jawab pertanyaan sesuai indikasi3. Dorong konsumsi makanan tinggi serat dan masukan cairan adekuat4. Berikan informasi tertulis untuk orangtua pasien6. Pengetahuan orang tua pasien mempengaruhi perawatan pasien7. Jawaban sesuai indikasi agar tidak membingungkan orangtua pasien8. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien9. Menambah wawasan orangtua klien dalam perawatan pasien.

6.Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.DS: tidak adanya nafsu makan klien.DO: BB turun dan jauh dari IMB, terlihatperut yang buncit dan klien mengalami anoreksia serta mual.

Tujuan : Anak mampu tumbuh dan berkembang sesuai dengan usianya.

Kriteria hasil : Terjadi peningkatan dalam perilaku personal, sosial, bahasa, kognitif atau aktifitas motorik sesuai dengan usianya.1. Ajarkan pada orangtua tentang tugas perkembangan yang sesuai dengan kelompok usia.2. Kaji tingkat perkembangan anak dengan Denver II3. Berikan kesempatan bagi anak yang sakit memenuhi tugas perkembangan4. Berikan mainan sesuai usia anak.1. Tiap anak mempunyai tugas perkembangan sesuai dengan usianya2. Memastikan perkembangan anak tetap dalam batas normal3. Memberikan kesempatan anak untuk tetap beraktivitas4. Mainan yang sesuai dengan usia akan membuat anak tertarik dan kooperatif

7.Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan wajah

Tujuan : Anak mampu mengubah body image menjadi positif.

Kriteria hasil :a. mempertahankan interaksi sosialb. mampu mengidentifikasi kekuatan personalc. body image positif1. Kaji secara verbal dan nonverbal Respon pasien terhadap tubuhnya2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan dan prognosis penyakit4. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil1. Mengkaji seberapa besar gangguan yang muncul2. Dapat dijadikan sumber motivasi3. Meyakinkan pasien tentang perawatan maupun medis yang dilakukan dapat mempercepat proses penyembuhan dandapat memberi pasien harapan positif4. Mempermudah kontak sosial dan membangkitan PD pasien

8.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi. Tujuan : Anak mampu beraktifitas sesuai dengan kemampuannya.Kriteria hasil : Menunjukkan kembali kemampuan melakukan aktifitas.

1. Berikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia2. Bantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

1. Agar tidak terjadi dikubitus pada anak2. Untuk memaksimalkan gerak pasien3. Agar anak merasa nyaman jika dengan keluarga dan keluarga mampu mandiri

9.Kebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).

Tujuan : Kelebihan volume cairan tidak terjadi.Kriteria hasil :a. Menyebutkan faktor-faktor penyebab dan metode-metode pencegahan edemab. Memperlihatkan penurunan edema perifer dan sacral.1. Pantau kulit terhadap tanda luka tekan2. Ubah posisi sedikitnya 2 jam3. Kaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.1. Luka tekan sulit kembali semula jika terdapat edema2. Agar tidak terjadi dikubitus/perlukaan3. Agar cairan tidak menumpuk4. Terjadi edema jika intake dan output tidak seimbang

4.4 Implementasi KeperawatanNoDiagnosa KeperawatanImplementasi KeperawatanTanda tangan

1Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)1. Mendapatkan riwayat diet2. Mendorong orangtua atau anggota keluarga lain untuk menyuapi anak atau ada disaat makan3. Meminta anak makan dimeja dalam kelompok dan buat waktu makan menjadi menyenangkan4. Mengunakan alat makan yang dikenalnya5. Perawat harus ada saat makan untuk memberikan bantuan, mencegah gangguan dan memuji anak untuk makan mereka6. Menyajikan makan sedikit tapi sering7. Menyajikan porsi kecil makanan dan berikan setiap porsi secara terpisah

2Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, mual, muntah1. Mendapatkan riwayat tanda-tanda vital2. Menghitung input dan output klien3. Mengukur haluaran keakuratan urin klien

3Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.1. Menggunakan lotion setiap setelah mandi pada kulit klien.2. Mendorong orangtua dalam memandikan klien 2x sehari.3. Mendapatkan massage kulit secara rutin tiap 2 hari sekali.

4Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh1. Melakukan cuci tangan sebelum dan setelah tindakan2. Menginstruksikan tim kesehatan dan keluarga untuk protap kontrol nfeksi3. Menyajikan makanan tinggi karbohidrat dan protein 4. Mendapatkan riwayat tanda-tanda vital

5Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi1. Meningkatkan program pendidikan kesehatan kepada keluarga klien2. Mendapatkan riwayat diet sesuai indikasi3. Mendorong keluarga untuk menyajikan makanan tinggi serat dan intake cairan yang adekuat

6Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.1. Meningkatkan pendidikan kesehatan yang sesuai tumbuh kembang klien2. Mendapatkan riwayat pemeriksaan DDST3. Mendorong keluarga untuk membantu klien memenuhi tugas perkembangan4. Modifikasi tempat tidur klien dengan adanya mainan yang sesuai seusia klien

7Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan wajah

1. Menjelaskan tentang pengobatan, perawatan dan prognosis penyakit2. Mendorong klien mengungkapkan perasaanya3. Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam kelompok kecil

8.Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.1. Memberikan permainan dan aktifitas sesuai dengan usia2. Membantu semua kebutuhan anak dengan melibatkan keluarga pasien

9.Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).1 Memantau kulit terhadap tanda luka tekan2 Mengubah posisi sedikitnya 2 jam3 Mengkaji masukan diet dan kebiasaan yang dapat menunjang retensi cairan.

4.5 EvaluasiNoDiagnosaEvaluasiNama dan Paraf

1Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan tidak adekuat (nafsu makan berkurang)S: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya nafsu makan O: BB pasien naikA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

2Defisit volume cairan berhubungan dengan diare, mual, muntahS: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya sudah tidak diare lagi.O: mukosa bibir lembab dan turgor kulit membaikA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

3Gangguan integritas kulit berhubungan dengan gangguan nutrisi/status metabolik.S: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya sudah tidak bersisik lagi kulitnya.O: kulit sudah elastic dan tidak bersisikA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

4Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuhS: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya sudah tidak pucat lagi matanya.O: suhu normal dan Hb normalA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

5Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasiS: orang tua pasien mengatakan sus, saya suda tau penyebabnya.O: Nampak perubahan persepsi dari segi kognitifA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

6Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan melemahnya kemampuan fisik dan ketergantungan sekunder akibat masukan kalori atau nutrisi yang tidak adekuat.S: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya sudah mau bermain.O: aktivitas motorik sudah dilakukan sesuai tumbuh kembangA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

7Gangguan citra diri berhubungan dengan perubahan wajah yang menyerupai orang tua ditandai dengan anak menjadi pemalu dan tidak percaya diri dan memalingkan wajah

S: orang tua pasien mengatakan sus, anak saya sudah ngomong dengan orang lain.O: pasien dapat berinteraksi dengan orang sekitarA: tujuan telah tercapaiP: hentikan tindakan keperawatan

8Intoleransi aktifitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen sekunder akibat malnutrisi.S : orang tua pasien mengatakan bahwa anaknya mulai mau bermain dengan mainannyaO : pasien mulai mau dan mampu bermain A : tujuan telah tercapaiP : hentikan tindakan keperawatan

9Kelebihan volume cairan berhubungan dengan rendahnya masukan protein (malnutrisi).S : ibu pasien mengatakan bahwa kaki anaknya sedikit membaik tidak bengkak (kempes)O : edema berkurang, luka tekan semakin berkurangA : masalah teratasi sebagianP : lanjutkan tindakan keperawatan

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan Marasmus adalah salah satu bentuk gizi buruk yang sering ditemui pada Balita. Penyebabnya multifaktorial antara lain asupan makanan yang kurang, faktor penyakit dan faktor lingkungan serta ketidaktahuan untuk memilih makanan yang bergizi dan keadaan ekonomi yang rendah. Diagnosis berdasarkan gambaran klinis yaitu untuk menentukan penyebab dari perlunya anamnesis makanan dan penyakit lain. Pencegahan terhadap marasmus ditujukan kepada penyebab dan memerlukan pelayanan kesehatan, serta penyuluhan yang baik. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein. Penatalaksanaan di rumah sakit yang dibagi atas: tahap awal, tahap penyesuaian dan rehabilitasi.

5.2 Saran Sebagai seorang perawat diharapakan kita mampu memahami konsep penyakit dan asuhan keperawatan marasmus sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada pasien.

DAFTAR PUSTAKABerhman, Kliegman dan Arvin. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Vol 1. Jakarta: EGC.Carpenito, L. J. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta : EGCChris Brooker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC.Wong, L. D & Whaleys, 2004. Pedoman Klinis Asuhan Keperawatan Anak. Jakarta: EGC. Mansjoer,Arif. 2000.Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2.Jakarta: Media Aescullapius.Markum, A, H. 1991.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jilid 1.Jakarta : FKUI.McCloskey, Joanne C. 1996.Nursing Interventions Classification (NIC).MosbyNANDA .2005.Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006: Definisi & Klasifikasi,Alih Bahasa: Budi Santoso. Prima MedikaNgastiyah, 2005.Perawatan Anak Sakit, Edisi.Jakarta : EGCAdiningsih. 2010. Waspadai Gizi Balita Anda Tip Mengatasi anak sulit makan Sulit makan sayur dan minum susu. Jakarta: Gramedia.