asidosis
DESCRIPTION
asidosis respratorikTRANSCRIPT
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan
suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph
antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama,
karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius
terhadap beberapa organ.
Dalam keadaan normal pH di tubuh relative dipertahankan pada angka 7.4.
Kita mengetahui bahwa pH ini dipengaruhi oleh jumlah ion H+, sedangkan ion H+
mempengaruhi semua aktivitas enzim, permeabilitas sel, dan struktur sel. Oleh karena
itu pengaturan H+ ini sangatlah penting sekali. Dalam keadaan normal, kadar ion H+ di
CES yaitu 0,00004mEq/L. Jumlah ini menyebabkan pH normal sekitar 7.4. untuk
mempertahankan pH darah arteri ini tetap relative 7.4 maka tubuh memiliki 3
mekanisme pertahanan, yaitu system buffer (HCO3-, PO4
2- ,dan protein/ bekerja dalam
hitungan detik- menit ), respirasi (bekerrja dalam hitungan menit-jam), dan ginjal
( bekerja dalam hitungan jam-beberapa hari).
Dalam tubuh kita menggunakan tiga mekanisme keseimbangan asam dan basa
yaitu kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni,
tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap
perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah dan pembuangan
karbondioksida. Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph
tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan
asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.
B. Tujuan
1. Untuk mengentahui pengertian dari asidosis respiratosik
2. Untuk mengetahui jenis-jenis asidosis respiratorik
3. Untuk mengetahui definisi asidosis respiratorik
4. Untuk mengetahui penyebab, gejala, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan
asidosis respiratorik
BAB II
Tinjauan Teori
A. Pengertian
Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). Asidosis Respiratorik
adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial
karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi akibat
tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga
mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma.
Asidosis respiratorik adalah suatu kedaan medis dimana penurunan respirasi
(hypoventilation) menyebabkan peningkatan darah karbondioksida dan penurunan pH
(suatu kondisi yang umumnya di sebut asidosis). Gangguan asam basa ini di cirikan
dengan penurunan ventilasi alveolar dan di manifestasikan dengan hiperkapnia
(tekanan karbondioksida parsial [PaCO2] lebih dari 45 mm Hg).Keasaman darah yang
berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari
fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman
pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Tingginya kadar
karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan sehingga
pernafasan menjadi lebih cepat dan dalam.
B. Klasifikasi
1. Asidosis Respiratori Akut.
Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3- masih dalam keadaan
normal. Seperti pada edema pulmonal akut, aspirasi benda asing, atelektasis,
pneumutorak, syndrome tidur apnea, pemberian oksigen pada pasien hiperkapnea
kronis (kelebihan CO2 dalam darah), ARSP.
Dalam asidosis pernafasan akut, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas
rentang referensi (lebih dari 6,3 kPa atau 47 mm Hg) dengan acidemia
atas(pH<7,35).Asidosis pernafasan akut tejadi ketika kegagalan ventilasi tiba-tiba
kegagalan ini dapat disebabkan oleh depresi dari pusat pernafasan oleh penyakit
otak atau obat, kemampuan untuk ventilasi memadai karena penyakit
neuromuskuler (misalnya: gravis gravis, amyotrophic lateral sclerosis, sindrom
guillain barre, distrofi otot), atau obstruksi jalan nafas terkait dengan asma atau
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
2. Asidosis Respiratorik Kronis.
Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah meningkat. Terjadi pada
penyakit pulmunari seperti emfisema kronis dan bronchitis, apnea tidur obstruktif.
Dalam asidosis pernafasan kronis, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas kisaran
referensi, dengan pH darah normal (7,35-7,45) atau normal pH dekat sekunder
untuk kompensasi ginjal dan serum bikarbonat (HCO3ֿ >30 mm Hg).Asidosis
respiratorik kronik di sebabkan karena penyakit paru jangka panjang terutama
penyakit paru-paru yang menyebabkan kelainan dalam pertukaran gas alveolar
biasanya tidak menyebabkan hypoventilation tetapi cenderung menyebabkan
stimulasi ventilasi dan hypocapnia sekunder untuk hypoksia. Hypercapnia terjadi
hanya terjadi jika penyakit berat atau kelelahan otot pernafasan terjadi.
C. Etiologi
1. Hambatan Pada Pusat Pernafasan Di Medula Oblongata.
a. Obat-obatan : kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut).
b. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.
c. Henti jantung (akut).
d. Apnea saat tidur.
2. Gangguan Otot-Otot Pernafasan Dan Dinding Dada.
a. Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis, sclerosis lateral
amiotropik.
b. Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis.
c. Obesitas yang berlebihan.
d. Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga.
3. Gangguan Pertukaran Gas.
a. PPOM (emfisema dan bronchitis).
b. Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus.
c. Pneumonia atau asma yang berat.
d. Edema paru akut.
e. Pneumotorak.
4. Obstruksi Saluran Nafas Atas Yang Akut.
a. Aspirasi benda asing atau muntah.
b. Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat.
5. Hipofentilasi Dihubungkan Dengan Penurunan Fungsi Pusat Pernafasan
Seperti Trauma Kepala, Sedasi Berlebihan, Anesthesia Umum, Alkalosis
Metabolic.
D. Patofisiologi
NORMAL 15.000 – 20.000 mmol CO2 Ekspansi per HAri
MetabolismeKeluar mml paru-paru
Sebagian besar dibawaKe paru-paru dalam bentuk
HCO8 darah
Peningkatan Ion H+ darahPeningkatan ventilasi alveolarSeimbang PaCO2 – PH
Obstruksi keracunan obat Hipoventilasi peningkatan PaCO2
Peningkatan HCO3 darah
ASIDOSIS RESPIRATORIK
Hipoksemia
Kompensasi ginjal PH menurun penurunan PaO2
E. Manifestasi Klinis
Tanda-Tanda Klinis Berubah-Ubah Pada Asidosis Respiratorik Akut Dan Kronis
Yaitu:
1. Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan
perasaan penat pada kepala.
2. Peningkatan akut pada PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih
mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma,
juga menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis
(flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot).
3. Retensi O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti
pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intra
cranial dan dapat bermanifestasi sebagai papilladema (pembengkakan dikus
optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan optalmoskop).
4. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk
mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan
kalsium keluar dari sel.
F. Pemeriksaan Penujang
a. Laboratorium
b. Gas darah arteri
1. pH arteri : menurun, kurang dari 7,35-7,45
2. HCO3 : Normal 24-28 mEq/L
3. asam laktat : meningkat
4. bikarbonat : normal atau meningkat, lebih besar dari 26 mEq/L
5. PO2 : normal atau menurun
6. O2 : Tidak Lebih 3L/menit
7. PaCO2 : meningkat, > 45 mmHg
c. EKG : Ditsrimia Jantung
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Keperawatan
Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya Dengan :
1. Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien dalam
posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada).
2. Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan
ekshalosi CO2).
3. Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika
diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi).
4. Hidrasi yang adekuat (2-3e/hari) diindikasikan untuk menjaga membrane
mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi.
5. Kadar O2 yang tinggi (750%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari
bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik.
6. Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki
ventilasi pulmonary.
7. Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk mendeteksi
tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.
Penatalaksanaan Medis
1. Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya :
bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang
digunakan untuk infeksi pernafasan.
2. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk
membersihkan saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen.
BAB II
ASKEP
A. Pengkajian
1. Teliti Riwayat Klinis Dari Perjalanan Penyakit Yang Dapat Mengakibatkan
Asidosis Respiratorik.
2. Teliti Tanda Dan Gejala Klinis Yang Mengarah Pada Asidosis Respiratorik
Antara Lain :
a. Aktivitas/Istirahat. Gejala : Kelelahan. Tanda : Kelemahan umum, ataksia,
kehilangan koordinasi (kronis)
b. Sirkulasi.
Tanda :
1) Hipotensi.
2) Nadi kuat, warna kemerah mudaan, kulit hangat berkenaan dengan
hipoventolasi menunjukan vasodilatasi (asidosis berat).
3) Takikardia, disritmia.
4) Diaforesis, pucat, dan sianosis (tahap lanjut dari hipoksia).
c. Ketidakseimbangan Asam Basa.
1) Peningkatan PaCO2.
2) PO2 normal atau menurun.
3) Peningkatan kalsium serum.
4) Penurunan natrium klorida.
d. Makanan/Cairan.
Gejala : Mual/muntah.
e. Neurosensori.
Gejala :
1) Perasaan penuh pada kepala (akut, bekenaan dengan vasodilatasi).
2) Sakit kepala dangkal, pusing, gangguan pengelihatan.
Tanda :
1) Kacau mental, ketakutan, agitasi, gelisah, sombolen, kome (akut).
2) Tremor, penurunan reflek.
f. Pernafasan.
Gejala :
1) Dispnea dengan pengerahan tenaga.
Tanda :
a) Peningkatan upaya pernafasan dengan parnafasan cuping hidung/menguap.
b) Penurunan frekuensi pernafasan.
c) Krekels, mengi, stridor.
3. Periksa Hasil Pemeriksaan Laboratorium Untuk Elektrolit Dan Data Lainnya
Yang Mengarah Kepada Proses Penyakit Yang Berkaitan Dengan Asidosis
Respiratorik.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan asupan
oksigen, hipoventilasi, narcosis CO2.
2. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal,
peningkatan pH sel-sel miokardium.
3. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan akut
PaCO2, hipoksemia pada pembuluh darah otak.
C. Implementasi 1. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan
asupan oksigen, hipoventilasi, narcosis CO2
Tujuan : dalam waktu 1/24 jam setelah diberikan, gangguan pertukaran gas tidak
terjadi
Intervensi :
a. Kaji klien yang dicurigai mengalami asidosis respiratorik secara cepat dan
tepat
b. Istirahatkan klien dengan posisi fowler
c. Cari factor penyebab yang memperberat asidosis respiratorik.
d. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung
e. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis serta perubahan warna
kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
f. Pantau kadar hemoglobin
g. Beri O2 4 liter/menit
h. Kolaborasi pemilihan pemberian cairan
i. Kolaborasi untuk memantau gas darah secara ketat
j. Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik.
Rasional :a. Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah memulihkan ventilasi
efektif secepatnya dengan memberikan terapi O2 dan mengatasi sebab yang
mendasarinya
b. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan
mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah.
c. Apabila klien hiperkapsnea kronis mengalami peningkatan PaCO2 secara akut,
harus dicari factor-faktor penyebab seperti pneumonia atau emboli paru yang
dapat memperberat kelainan yang mendasarinya serta dapat mempercepat
terjadinya krisis.
d. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan
pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.
e. Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat
menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
f. Kebanyakan volume O2 ditraspor ke jaringan dalam ikatan hemoglobin. Bila
anemia terjadi, kandungan O2dalam darah menurun sebagai akibat ventilasi
mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran berkala hemoglobin perlu
untuk kalkulasi kandungan O2 yang akan menentukan kebutuhan untuk
tranfusi sel darah merah.
g. Pemenuhan O2 pada klien yang mengalami hipoksemia
h. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan parameter fisiologis
normal.
i. Pemeriksaan secara berkelanjutan dan ketat akan melihat dengan cepat
perkembangan setelah mendapat intervensi.
j. Pemberian ventilasi mekanik jika terjadi krisis. Perhatian yang besar harus
ditunjukkan dalam pemberian O2 pada klien-klien hiperkapnea kronis.
2. Diagnosa : Pola napas tidak efektif yang berhubunagn dengan gangguan konduksi
elektrikal, peningkatan pH sel-sel miokardium.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas
Intervensi :
a. Auskultasi bunyi napas (krakles)
b. Kaji adanya edema.
c. Istirahatkan klien dengan posisi fowler
d. Ukur intake dan output.
e. Timbang berat badan
f. Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/24 jam dalam toleransi
kardiovaskular.
g. Pantau data laboratorium elektrolit kalium.
Rasional :
a. Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
b. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
c. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan
mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan
menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga meransang dieresis
karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi
kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun
yang akan memperpanjang waktu diastole pemulihan, sehingga memperbaiki
efisiensi kontraksi jantung.
d. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi
air/air, dan penurunan pengeluaran urine.
e. Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan
cairan.
f. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung
g. Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
3. Diagnosa : Penurunan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan
peningkatan akut PaCO2, hipoksemia pada pembuluh darah otak.
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 perfusi jaringan otot dapat tercapai secara optimal.
Intervensi :
a. Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.
b. Pantau tanda-tanda neurologis dengan GCS.
c. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada
hipertensi sistolik.
d. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk
mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.
e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.
g. Berikan cairan per infuse dengan perhatian ketat dan Monitor natrium serum.
Rasional :
a. Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan risiko
terjadinya herniasi otak.
b. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
c. Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan
kerusakan vascular serebral yang dapat di manifestasikan dengan peningkatan
sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolic. Sedangkan peningkatan
suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.
d. Aktvitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdomen.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat
melindungi diri dari efek valsava.
e. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intracranial dan potensial
terjadi perdarahan ulang.
f. Ransangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.
Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap
perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.
g. Meminimalkan fruktuasi pada beban vascular dan tekanan intracranial, retriksi
cairan dapat menurunkan edema serebral. Monitor kadar natrium serum dan
dengan mengobservasi perubahan-perubahan dalam tanda-tanda neurologis.
Daftar Pustaka
Brunner, Dan Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.
Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Jakarta .
EGC.
Corwin, Elizabeth, J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.
Dongoes, Marilyn, E, Dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3B. Jakarta. EGC.
Long, Barbarac. 2007. Perawatan Medical Bedah . Bandung. Yayasan IAPK Pajajaran
Bandung.
Muirhead, Norman. 2006. Keseimbangan Cairan Dan Elekttrolit. Jakarta.
Binarupa Aksara. Price, Sylvia, A, Dkk. 2001. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta. EGC.