asidosis

17
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama, karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius terhadap beberapa organ. Dalam keadaan normal pH di tubuh relative dipertahankan pada angka 7.4. Kita mengetahui bahwa pH ini dipengaruhi oleh jumlah ion H + , sedangkan ion H + mempengaruhi semua aktivitas enzim, permeabilitas sel, dan struktur sel. Oleh karena itu pengaturan H + ini sangatlah penting sekali. Dalam keadaan normal, kadar ion H + di CES yaitu 0,00004mEq/L. Jumlah ini menyebabkan pH normal sekitar 7.4. untuk mempertahankan pH darah arteri ini tetap relative 7.4 maka tubuh memiliki 3 mekanisme pertahanan, yaitu system buffer (HCO 3 - , PO 4 2- ,dan protein/ bekerja dalam hitungan detik- menit ), respirasi (bekerrja dalam hitungan menit-jam), dan ginjal ( bekerja dalam hitungan jam-beberapa hari). Dalam tubuh kita menggunakan tiga mekanisme keseimbangan asam dan basa yaitu kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni, tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-

Upload: dray-sudana

Post on 27-Jan-2016

5 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

asidosis respratorik

TRANSCRIPT

Page 1: asidosis

BAB I

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Suatu asam kuat memiliki pH yang sangat rendah (hampir 1,0); sedangkan

suatu basa kuat memiliki pH yang sangat tinggi (diatas 14,0). Darah memiliki ph

antara 7,35-7,45. Keseimbangan asam-basa darah dikendalikan secara seksama,

karena perubahan pH yang sangat kecil pun dapat memberikan efek yang serius

terhadap beberapa organ.

Dalam keadaan normal pH di tubuh relative dipertahankan pada angka 7.4.

Kita mengetahui bahwa pH ini dipengaruhi oleh jumlah ion H+, sedangkan ion H+

mempengaruhi semua aktivitas enzim, permeabilitas sel, dan struktur sel. Oleh karena

itu pengaturan H+ ini sangatlah penting sekali. Dalam keadaan normal, kadar ion H+ di

CES yaitu 0,00004mEq/L. Jumlah ini menyebabkan pH normal sekitar 7.4. untuk

mempertahankan pH darah arteri ini tetap relative 7.4 maka tubuh memiliki 3

mekanisme pertahanan, yaitu system buffer (HCO3-, PO4

2- ,dan protein/ bekerja dalam

hitungan detik- menit ), respirasi (bekerrja dalam hitungan menit-jam), dan ginjal

( bekerja dalam hitungan jam-beberapa hari).

            Dalam tubuh kita menggunakan tiga mekanisme keseimbangan asam dan basa

yaitu kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amoni,

tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap

perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah dan pembuangan

karbondioksida. Adanya kelainan pada satu atau lebih mekanisme pengendalian ph

tersebut, bisa menyebabkan salah satu dari 2 kelainan utama dalam keseimbangan

asam basa, yaitu asidosis atau alkalosis.

B. Tujuan

1. Untuk mengentahui pengertian dari asidosis respiratosik

2. Untuk mengetahui jenis-jenis asidosis respiratorik

3. Untuk mengetahui definisi asidosis respiratorik

4. Untuk mengetahui penyebab, gejala, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan

asidosis respiratorik

Page 2: asidosis

BAB II

Tinjauan Teori

A. Pengertian

Asidosis Respiratorik (Kelebihan Asam Karbonat). Asidosis Respiratorik

adalah gangguan klinis dimana PH kurang dari 7,35 dan tekanan parsial

karbondioksida arteri (PaCO2) lebih besar dari 42 mmHg. Kondisi ini terjadi akibat

tidak adekuatnya ekskresi CO2 dengan tidak adekuatnya ventilasi sehingga

mengakibatkan kenaikan kadar CO2 plasma.

Asidosis respiratorik adalah suatu kedaan medis dimana penurunan respirasi

(hypoventilation) menyebabkan peningkatan darah karbondioksida dan penurunan pH

(suatu kondisi yang umumnya di sebut asidosis). Gangguan asam basa ini di cirikan

dengan penurunan ventilasi alveolar dan di manifestasikan dengan hiperkapnia

(tekanan karbondioksida parsial [PaCO2] lebih dari 45 mm Hg).Keasaman darah yang

berlebihan karena penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari

fungsi paru-paru yang buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman

pernafasan mengendalikan jumlah karbondioksida dalam darah. Tingginya kadar

karbondioksida dalam darah merangsang otak yang mengatur pernafasan sehingga

pernafasan menjadi lebih cepat dan dalam.

B. Klasifikasi

1. Asidosis Respiratori Akut.

Terjadi jika komponen ginjal belum berjalan dan HCO3- masih dalam keadaan

normal. Seperti pada edema pulmonal akut, aspirasi benda asing, atelektasis,

pneumutorak, syndrome tidur apnea, pemberian oksigen pada pasien hiperkapnea

kronis (kelebihan CO2 dalam darah), ARSP.

Dalam asidosis pernafasan akut, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas

rentang referensi (lebih dari 6,3 kPa atau 47 mm Hg) dengan acidemia

atas(pH<7,35).Asidosis pernafasan akut tejadi ketika kegagalan ventilasi tiba-tiba

kegagalan ini dapat disebabkan oleh depresi dari pusat pernafasan oleh penyakit

otak atau obat, kemampuan untuk ventilasi memadai karena penyakit

neuromuskuler (misalnya: gravis gravis, amyotrophic lateral sclerosis, sindrom

Page 3: asidosis

guillain barre, distrofi otot), atau obstruksi jalan nafas terkait dengan asma atau

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

2. Asidosis Respiratorik Kronis.

Jika kompensasi ginjal telah berjalan dan HCO3- telah meningkat. Terjadi pada

penyakit pulmunari seperti emfisema kronis dan bronchitis, apnea tidur obstruktif.

Dalam asidosis pernafasan kronis, PaCO2 yang di tinggikan di atas batas kisaran

referensi, dengan pH darah normal (7,35-7,45) atau normal pH dekat sekunder

untuk kompensasi ginjal dan serum bikarbonat (HCO3ֿ >30 mm Hg).Asidosis

respiratorik kronik di sebabkan karena penyakit paru jangka panjang terutama

penyakit paru-paru yang menyebabkan kelainan dalam pertukaran gas alveolar

biasanya tidak menyebabkan hypoventilation tetapi cenderung menyebabkan

stimulasi ventilasi dan hypocapnia sekunder untuk hypoksia. Hypercapnia terjadi

hanya terjadi jika penyakit berat atau kelelahan otot pernafasan terjadi.

C. Etiologi

1. Hambatan Pada Pusat Pernafasan Di Medula Oblongata.

a. Obat-obatan : kelebihan dosis opiate, sedative, anestetik (akut).

b. Terapi oksigen pada hiperkapnea kronik.

c. Henti jantung (akut).

d. Apnea saat tidur.

2. Gangguan Otot-Otot Pernafasan Dan Dinding Dada.

a. Penyakit neuromuscular : Miastenia gravis, poliomyelitis, sclerosis lateral

amiotropik.

b. Deformitas rongga dada : Kifoskoliosis.

c. Obesitas yang berlebihan.

d. Cedera dinding dada seperti patah tulag-tulang iga.

3. Gangguan Pertukaran Gas.

a. PPOM (emfisema dan bronchitis).

b. Tahap akhir penyakit paru intrinsic yang difus.

c. Pneumonia atau asma yang berat.

Page 4: asidosis

d. Edema paru akut.

e. Pneumotorak.

4. Obstruksi Saluran Nafas Atas Yang Akut.

a. Aspirasi benda asing atau muntah.

b. Laringospasme atau edema laring, bronkopasme berat.

5. Hipofentilasi Dihubungkan Dengan Penurunan Fungsi Pusat Pernafasan

Seperti Trauma Kepala, Sedasi Berlebihan, Anesthesia Umum, Alkalosis

Metabolic.

D. Patofisiologi

NORMAL 15.000 – 20.000 mmol CO2 Ekspansi per HAri

MetabolismeKeluar mml paru-paru

Sebagian besar dibawaKe paru-paru dalam bentuk

HCO8 darah

Peningkatan Ion H+ darahPeningkatan ventilasi alveolarSeimbang PaCO2 – PH

Obstruksi keracunan obat Hipoventilasi peningkatan PaCO2

Peningkatan HCO3 darah

ASIDOSIS RESPIRATORIK

Hipoksemia

Kompensasi ginjal PH menurun penurunan PaO2

Page 5: asidosis

E. Manifestasi Klinis

Tanda-Tanda Klinis Berubah-Ubah Pada Asidosis Respiratorik Akut Dan Kronis

Yaitu:

1. Hiperkapnea mendadak (kenaikan PaCO2) dapat menyebabkan peningkatan

frekuensi nadi dan pernafasan, peningkatan tekanan darah, kusust piker, dan

perasaan penat pada kepala.

2. Peningkatan akut pada PaCO2 hingga mencapai 60 mmHg atau lebih

mengakibatkan : somnolen, kekacauan mental, stupor, dan akhirnya koma,

juga menyebabkan sindrom metabolic otak, yang dapat timbul asteriksis

(flapping tremor) dan mioklonus (kedutan otot).

3. Retensi O2 menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak, maka kongesti

pembuluh darah otak yang terkena menyebabkan peningkatan tekanan intra

cranial dan dapat bermanifestasi sebagai papilladema (pembengkakan dikus

optikus yang terlihat pada pemeriksaan dengan optalmoskop).

4. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat konsentrasi hydrogen memperburuk

mekanisme kompensatori dan berpindah kedalam sel, sehingga menyebabkan

kalsium keluar dari sel.

F. Pemeriksaan Penujang

a. Laboratorium

b. Gas darah arteri

1. pH arteri : menurun, kurang dari 7,35-7,45

2. HCO3 : Normal 24-28 mEq/L

3. asam laktat : meningkat

4. bikarbonat :  normal atau meningkat, lebih besar dari 26 mEq/L

5. PO2 : normal atau menurun

6. O2  : Tidak Lebih 3L/menit

7. PaCO2 : meningkat, > 45 mmHg

c. EKG : Ditsrimia Jantung

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Keperawatan

Pengobatan Diarahkan Untuk Memperbaiki Ventilasi Efektif Secepatnya Dengan :

Page 6: asidosis

1. Pengubahan posisi dengan kepala tempat tidur keatas atau posisi pasien dalam

posisi semi fowler (memfasilitasi ekspansi dinding dada).

2. Latih untuk nafas dalam dengan ekspirasi memanjang (meningkatkan

ekshalosi CO2).

3. Membantu dalam ekspektorasi mucus diikuti dengan penghisapan jika

diperlukan (memperbaiki fentilasi perfusi).

4. Hidrasi yang adekuat (2-3e/hari) diindikasikan untuk menjaga membrane

mukosa tetap lembab dan karenanya memfasilitasi pembuangan sekresi.

5. Kadar O2 yang tinggi (750%) aman diberikan pada pasien selama 1-2 hari

bilamana tidak ada riwayat hiperkapnea kronik.

6. Ventilasi mekanik, mungkin diperlukan jika terjadi krisis untuk memperbaiki

ventilasi pulmonary.

7. Pemantauan gas darah arteri secara ketat selama perawatan untuk mendeteksi

tanda-tanda kenaikan PaCO2 dan kemunduran ventilasi alveolar.

Penatalaksanaan Medis

1. Pemberian preparat farmakologi yang digunakan sesuai indikasi. Contohnya :

bronkodilator membantu menurunkan spasme bronchial, dan antibiotic yang

digunakan untuk infeksi pernafasan.

2. Tindakan hygiene pulmonary dilakukan, ketika diperlukan, untuk

membersihkan saluran pernafasan dari mucus dan drainase purulen.

Page 7: asidosis

BAB II

ASKEP

A. Pengkajian

1. Teliti Riwayat Klinis Dari Perjalanan Penyakit Yang Dapat Mengakibatkan

Asidosis Respiratorik.

2. Teliti Tanda Dan Gejala Klinis Yang Mengarah Pada Asidosis Respiratorik

Antara Lain :

a. Aktivitas/Istirahat. Gejala : Kelelahan. Tanda : Kelemahan umum, ataksia,

kehilangan koordinasi (kronis)

b. Sirkulasi.

Tanda :

1) Hipotensi.

2) Nadi kuat, warna kemerah mudaan, kulit hangat berkenaan dengan

hipoventolasi menunjukan vasodilatasi (asidosis berat).

3) Takikardia, disritmia.

4) Diaforesis, pucat, dan sianosis (tahap lanjut dari hipoksia).

c. Ketidakseimbangan Asam Basa.

1) Peningkatan PaCO2.

2) PO2 normal atau menurun.

3) Peningkatan kalsium serum.

4) Penurunan natrium klorida.

d. Makanan/Cairan.

Gejala : Mual/muntah.

e. Neurosensori.

Gejala :

1) Perasaan penuh pada kepala (akut, bekenaan dengan vasodilatasi).

2) Sakit kepala dangkal, pusing, gangguan pengelihatan.

Tanda :

1) Kacau mental, ketakutan, agitasi, gelisah, sombolen, kome (akut).

2) Tremor, penurunan reflek.

Page 8: asidosis

f. Pernafasan.

Gejala :

1) Dispnea dengan pengerahan tenaga.

Tanda :

a) Peningkatan upaya pernafasan dengan parnafasan cuping hidung/menguap.

b) Penurunan frekuensi pernafasan.

c) Krekels, mengi, stridor.

3. Periksa Hasil Pemeriksaan Laboratorium Untuk Elektrolit Dan Data Lainnya

Yang Mengarah Kepada Proses Penyakit Yang Berkaitan Dengan Asidosis

Respiratorik.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan asupan

oksigen, hipoventilasi, narcosis CO2.

2. Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal,

peningkatan pH sel-sel miokardium.

3. Gangguan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan peningkatan akut

PaCO2, hipoksemia pada pembuluh darah otak.

C. Implementasi 1. Diagnosa : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, penurunan

asupan oksigen, hipoventilasi, narcosis CO2

Tujuan : dalam waktu 1/24 jam setelah diberikan, gangguan pertukaran gas tidak

terjadi

Intervensi :

a. Kaji klien yang dicurigai mengalami asidosis respiratorik secara cepat dan

tepat

b. Istirahatkan klien dengan posisi fowler

c. Cari factor penyebab yang memperberat asidosis respiratorik.

d. Manajemen lingkungan : lingkungan tenang dan batasi pengunjung

e. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran, catat sianosis serta perubahan warna

kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.

f. Pantau kadar hemoglobin

g. Beri O2 4 liter/menit

Page 9: asidosis

h. Kolaborasi pemilihan pemberian cairan

i. Kolaborasi untuk memantau gas darah secara ketat

j. Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik.

Rasional :a. Tujuan penanganan asidosis respiratorik akut adalah memulihkan ventilasi

efektif secepatnya dengan memberikan terapi O2 dan mengatasi sebab yang

mendasarinya

b. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan

mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan

menurunkan tekanan darah.

c. Apabila klien hiperkapsnea kronis mengalami peningkatan PaCO2 secara akut,

harus dicari factor-faktor penyebab seperti pneumonia atau emboli paru yang

dapat memperberat kelainan yang mendasarinya serta dapat mempercepat

terjadinya krisis.

d. Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan

pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan

berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di ruangan.

e. Akumulasi secret dan berkurangnya jaringan paru yang sehat dapat

menggangu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.

f. Kebanyakan volume O2 ditraspor ke jaringan dalam ikatan hemoglobin. Bila

anemia terjadi, kandungan O2dalam darah menurun sebagai akibat ventilasi

mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran berkala hemoglobin perlu

untuk kalkulasi kandungan O2 yang akan menentukan kebutuhan untuk

tranfusi sel darah merah.

g. Pemenuhan O2 pada klien yang mengalami hipoksemia

h. Tujuan utama terapi cairan adalah untuk mempertahankan parameter fisiologis

normal.

i. Pemeriksaan secara berkelanjutan dan ketat akan melihat dengan cepat

perkembangan setelah mendapat intervensi.

j. Pemberian ventilasi mekanik jika terjadi krisis. Perhatian yang besar harus

ditunjukkan dalam pemberian O2 pada klien-klien hiperkapnea kronis.

2. Diagnosa : Pola napas tidak efektif yang berhubunagn dengan gangguan konduksi

elektrikal, peningkatan pH sel-sel miokardium.

Page 10: asidosis

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi napas (krakles)

b. Kaji adanya edema.

c. Istirahatkan klien dengan posisi fowler

d. Ukur intake dan output.

e. Timbang berat badan

f. Pertahankan pemasukan total cairan 2.000 ml/24 jam dalam toleransi

kardiovaskular.

g. Pantau data laboratorium elektrolit kalium.

Rasional :

a. Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.

b. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.

c. Posisi fowler akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istirahat akan

mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung, dan

menurunkan tekanan darah. Lamanya berbaring juga meransang dieresis

karena berbaring akan memperbaiki perfusi ginjal. Istirahat juga mengurangi

kerja otot pernapasan dan penggunaan oksigen. Frekuensi jantung menurun

yang akan memperpanjang waktu diastole pemulihan, sehingga memperbaiki

efisiensi kontraksi jantung.

d. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal, retensi

air/air, dan penurunan pengeluaran urine.

e. Perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan keseimbangan

cairan.

f. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa, tetapi memerlukan

pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung

g. Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.

3. Diagnosa : Penurunan perfusi jaringan serebral yang berhubungan dengan

peningkatan akut PaCO2, hipoksemia pada pembuluh darah otak.

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 perfusi jaringan otot dapat tercapai secara optimal.

Intervensi :

a. Baringkan klien (bed rest) total dengan posisi tidur terlentang tanpa bantal.

b. Pantau tanda-tanda neurologis dengan GCS.

Page 11: asidosis

c. Monitor tanda-tanda vital seperti TD, nadi, suhu, respirasi, dan hati-hati pada

hipertensi sistolik.

d. Bantu pasien untuk membatasi muntah, batuk. Anjurkan pasien untuk

mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.

e. Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.

f. Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung.

g. Berikan cairan per infuse dengan perhatian ketat dan Monitor natrium serum.

Rasional :

a. Perubahan pada tekanan intrakranial akan dapat menyebabkan risiko

terjadinya herniasi otak.

b. Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.

c. Pada keadaan normal, autoregulasi mempertahankan keadaan tekanan darah

sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan autoreguler akan menyebabkan

kerusakan vascular serebral yang dapat di manifestasikan dengan peningkatan

sistolik dan diikuti oleh penurunan tekanan diastolic. Sedangkan peningkatan

suhu dapat menggambarkan perjalanan infeksi.

d. Aktvitas ini dapat meningkatkan tekanan intracranial dan intraabdomen.

Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau mengubah posisi dapat

melindungi diri dari efek valsava.

e. Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intracranial dan potensial

terjadi perdarahan ulang.

f. Ransangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan kenaikan TIK.

Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan terhadap

perdarahan dalam kasus stroke hemoragik/perdarahan lainnya.

g. Meminimalkan fruktuasi pada beban vascular dan tekanan intracranial, retriksi

cairan dapat menurunkan edema serebral. Monitor kadar natrium serum dan

dengan mengobservasi perubahan-perubahan dalam tanda-tanda neurologis.

Page 12: asidosis

Daftar Pustaka

Brunner, Dan Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta. EGC.

Capernito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis. Jakarta .

EGC.

Corwin, Elizabeth, J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta. EGC.

Dongoes, Marilyn, E, Dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3B. Jakarta. EGC.

Long, Barbarac. 2007. Perawatan Medical Bedah . Bandung. Yayasan IAPK Pajajaran

Bandung.

Muirhead, Norman. 2006. Keseimbangan Cairan Dan Elekttrolit. Jakarta.

Binarupa Aksara. Price, Sylvia, A, Dkk. 2001. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta. EGC.