aris yersinia

14
BAB I PENDAHULUA N 1.1 Latar Belakang Rataan konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 1,8 gram/kapita/hari, angka tersebut jauh lebih rendah dari angka konsumsi standar Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yaitu sebanyak 7,2 kg/kapita/tahun. Secara nasional permintaan konsumen susu dari tahun ke tahun selalu tidak dapat diimbangi oleh produksi susu. Data menyebutkan bahwa konsumsi susu nasional sebesar 4 sampai dengan 4,5 juta liter/hari tidak bisa diimbangi dengan produksi dalam negeri yang hanya mampu memenuhi sekitar 1,2 juta liter/hari (30%) sedangkan sisanya masih harus diimpor dari luar negeri. (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006). Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Nomor 7 Tahun 1999 tentang keamanan pangan yaitu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologik (mikrobiologik), kimia, kimia toksik, dan benda-benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dikenal sebagai penyebab food borne diseases di banyak negara di dunia terutama yang beriklim tropis. Berbagai makanan telah dicurigai sebagai sumber infeksi tetapi sekarang jelas bahwa babi secara langsung atau tidak sebagai sumber utama terjadinya infeksi pada manusia yang berupa enterokolitis (Barton, 2003). Beberapa strain Yersinia enterocolitica telah diisolasi dari susu dan susu pasteurisasi di New South Wales. Kemudian penelitian dilanjutkan untuk membuktikan bahwa keberadaan bakteri tersebut dalam susu yang sudah di pasteurisasi ternyata telah terkontaminasi setelah proses pasteurisasi karena bakteri tersebut bukanlah organisme yang tahan terhadap pasteurisasi (Hughes 1979).

Upload: glory-nakonenine

Post on 18-Sep-2015

18 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

yersinia

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN1.1Latar BelakangRataan konsumsi susu masyarakat Indonesia adalah 1,8 gram/kapita/hari, angka tersebut jauh lebih rendah dari angka konsumsi standar Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yaitu sebanyak 7,2 kg/kapita/tahun. Secara nasional permintaan konsumen susu dari tahun ke tahun selalu tidak dapat diimbangi oleh produksi susu. Data menyebutkan bahwa konsumsi susu nasional sebesar 4 sampai dengan 4,5 juta liter/hari tidak bisa diimbangi dengan produksi dalam negeri yang hanya mampu memenuhi sekitar 1,2 juta liter/hari (30%) sedangkan sisanya masih harus diimpor dari luar negeri. (Direktorat Jenderal Peternakan, 2006).Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan UU Nomor 7 Tahun 1999 tentang keamanan pangan yaitu kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologik (mikrobiologik), kimia, kimia toksik, dan benda-benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia.Dikenal sebagai penyebabfood borne diseases di banyak negara di dunia terutama yang beriklim tropis. Berbagai makanan telah dicurigai sebagai sumber infeksi tetapi sekarang jelas bahwa babi secara langsung atau tidak sebagai sumber utama terjadinya infeksi pada manusia yang berupa enterokolitis (Barton, 2003). Beberapa strainYersinia enterocoliticatelah diisolasi dari susu dan susu pasteurisasi di New South Wales. Kemudian penelitian dilanjutkan untuk membuktikan bahwa keberadaan bakteri tersebut dalam susu yang sudah di pasteurisasi ternyata telah terkontaminasi setelah proses pasteurisasi karena bakteri tersebut bukanlah organisme yang tahan terhadap pasteurisasi (Hughes 1979).Yersinia enterocoliticaadalah spesies bakteri gram negatif, tidak menghasilkan spora, fakultatif anaerobik, yang termasuk ke dalam golongan Enterobacteriacea. Pada suhu 20-25C, bakteri ini dapat bergerak (motil), namun pada suhu 37C tidak terjadi pergerakan. Sebagian galur (strain) dari bakteri ini merupakan patogen penyebab penyakit yang penyebarannya terjadi melalui makanan, seperti daging babi dan susu. Selain melalui makanan, bakteri ini juga menyebar melalui minuman dan dapat ditemukan pada permukaan air dan sistem pembuangan air.Yersinia enterocoliticadapat beradaptasi dengan suhu dingin dan bahkan tetap bermultiplikasi (memperbanyak diri) pada suhu 4C. InfeksiYersinia enterocoliticapada sistem gastrointestinal dapat menyebabkan enterokolitis, limfadenitis, serta gastroenteritis. Gejala yang timbul akibat infeksiYersinia enterocoliticaadalah diare yang diikuti demam, muntah, dan sakit perut (abdominal).Yersinia enterocoliticaditemukan pada beberapa studi pada sampel susu mentah. 11 dari 100 sampel susu mentah di Wisconsin positif terhadapYersinia enterocoliticatetapi hanya 1 sampel susu pasturisasi yang positif. Dari 219 sampel susu sapi yang di uji di Brazil, 32.4% mengandungYersinia enterocolitica. Dari 280 sampel susu pasturisasi, 13,7% positifYersinia spp.41.5% diantaranya merupakanYersinia enterocolitica.Yersinia enterocoliticamerupakan yang paling umum di susu mentah, sedangkanYersinia frederiksenii56.1% lebih sering pada susu pasturisasi (Jay, 2005)1.2TujuanTujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan mengenal secara baik mengenai penyebaran, gejala, dan predileksiYersinia enterocoliticakarenaYersinia enterocoliticamerupakan salah satu penyakit zoonosis berbahaya yang dapat menyebar dan terkandung melalui susu (Food Borne Disease).BAB IITINJAUAN PUSTAKAKlasifikasiKingdom : BacteriaPhylum : ProteobacteriaClass : Gamma ProteobacteriaOrder : EnterobacterialesFamily : EnterobacteriaceaeGenus : YersiniaSpecies :Yersinia enterocoliticaKarakteristikYersinia enterocolitica, sebagai bakteri psikrotrofik, memiliki kemampuan bereplikasi pada suhu antara 0 dan 44 C. Waktu replikasi ganda pada suhu pertumbuhan optimum (sekitar 28 sampai 30 C) adalah sekitar 34 menit. WalaupunYersinia enterocoliticadapat tumbuh pada suhu 0 C, bakteri ini tumbuh sangat lambat sekali pada suhu dibawah 5 C. Strain pYV positif tumbuh lebih lambat daripada pYV-negatif pada suhu 30-35 C dan 1-10C.Yersinia enterocoliticatahan suhu pembekuan dan dapat tahan pada pangan beku pada waktu tertentu bahkan pada pembekuan berulang setelahthawing, tetapi peka terhadap panas dan rusak oleh pasturisasi 71.8C selama 18 detik.Yersinia enterocoliticamati pada suhu 600C setelah 1-3 menit. Bakteri ini cukup tahan terhadap pembekuan, dengan jumlah bakteri hanya berkurang sedikit setelah 90 hari pada suhu -180 C.Yersinia enterocoliticadapat tumbuh pada -20 C sampai 450 C, dengan temperatur optimum antara 220 C hingga 290 C. Untuk reaksi biokimiawi, 290 C merupakan suhu optimum. Batas atas suhu untuk pertumbuhan beberapa strain adalah 400 C dan tidak semua strain dapat tumbuh pada suhu di bawah 4-50 C. Bakteri ini pernah diamati tumbuh pada suhu 0-20 C di susu setelah 20 hari, dan 0-10 C pada daging babi dan ayam. Tiga strain ditemukan dapat tumbuh pada daging sapi mentah selama 10 hari pada suhu 0-10 C. Pada susu dengan susu 40 C bakteri ini tumbuh da mencapai 107 sel/mL selama 7 hari dan berkompetisi baik dengan flora normal.Yersinia enterocoliticadapat tumbuh pada kisaran pH sekitar 4 sampai 10 dengan pH optimum sekitar 7,6.Yersinia enterocoliticadapat bertahan lebih baik pada suasana alkalis dari pada bakteri gram negatif lainnya. Mengingat hanya sedikit makanan yang memiliki pH alkalis, teleransi pH alkalis ini relatif tidak penting. Namun demikian toleransi bakteri ini pada suhu asam sangat signifikan. Kemampuan bertahan pada keasaman tinggi pada makanan dan saluran cerna menunjukkan bahwaYersinia enterocoliticarelatif tahan asam. Walaupun mekanisme tahan asam ini belum diketahui, tetapi diduga akibat aktivitas urease yang mengkatabolis urea untuk melepas amonia, yang merubah pH sitoplasma menjadi naik. ToleransiYersinia enterocoliticaterhadap asam tergantung larutan asam yang digunakan, suhu lingkungan, komposisi media, dan fase pertumbuhan bakteri. Asam asetat terlihat lebih efektif sebagai inhibitor dari pada asam laktat dan asam sitrat.Yersinia enterocoliticaadalah bakteri anaerob fakultatif yang dapat tumbuh pada kondisi anaerob. Bakteri ini juga dapat tumbuh dengan baik pada atmosfer termodifikasi pada suhu 8 C dengan kadar CO2tinggi, panjanglag phaseakan meningkat dan tumbuh lebih lambat.Yersinia enterocoliticatumbuh dengan baik pada daging bila dikemas secara vakum atau atmosfer termodifikasi yang disimpan pada suhu 5 C, bahkan pada kondisi flora normal yang banyak. Beberapa studi menunjukkan bahwaYersinia enterocoliticadapat tumbuh dengan baik pada daging babi yang telah didekontaminasi maupun maupun yang belum diberi perlakuan bila dikemas secara vakum dan disimpan pada suhu 10 C. Akan tetapi pertumbuhan serotype O:3 pada daging cincang mentah ditemukan terhambat oleh mikroflora normal pada daging.Yersinia enterocoliticadapat tahan terhadap garam (NaCl) pada konsentrasi hingga 5%. Hambatan yang disebabkan oleh NaCl sangat tergantung pada suhu. InaktivasiYersinia enterocoliticaoleh klorin (0.6 sampai 20 ppm) telah diinvestigasi pada air suling dan kaldutrypticase soy(TSB, 0.015%) pada suhu yang berbeda (4, 20, dan 40 C). Pada air suling inaktivasi oleh klorin terhadapYersinia enterocoliticalebih baik dengan meningkatnya suhu dari 4 hingga 20 C.Yersinia enterocoliticatolerir terhadap natrium nitrat dan nitrit hingga 20 mg/ml sampai 48 jam secara in vitro. Akan tetapi konsentrasi nitrat 80 mg/kg telah dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan Yersinia enterocolitica pada sosis fermentasi.Penambahan NaCl ke media pertumbuhan meningkatkan suhu pertumbuhan minimum. Pada media kalduBrain Heart Infusion(BHI) yang mengandung 7% NaCl, pertumbuhan tidak terjadi pada suhu 300C atau 2500C setelah 25 hari. Pada pH 7.2, suatu strain tumbuh pada suhu 300C dan tumbuh sedikit pada pH 9.0 pada suhu yang sama serta tidak terjadi pertumbuhan pada suhu 4.6 dan 9.6. Walaupun NaCl 7% menjadi penghambat pada suhu 300C, pertumbuhan terjadi pada suhu pada NaCl 5%. Tanpa garam, pertumbuhan dapat terjadi pada suhu 30C dengan kisaran pH 4.6-9.0. Strain klinis lebih sedikit terpengaruh oleh parameter tersebut dibanding isolat lingkungan. Berkaitan dengan pH pertumbuhan minimum, nilai berikut ini ditemukan pada enam strainYersinia enterocoliticadengan pH yang di-adjustdengan HCl dan diinkubasi selama 21 hari: 4.42-4.80 pada suhu 400C, 4.36-4.83 pada suhu 700C, 4.26-4.50 pada suhu 1000C, dan 4.18-4.36 pada suhu 2000C. Bila asam organik digunakan untuk meng-adjustpH urutan efektivitasnya adalah asam asetat > asam laktat > asam sitrat. Sedangkan urutan efektivitas asam organik di kaldutryptic soyadalah asam propionat > laktat > asetat > sitrat > posporat. Media pertumbuhan kimiawi dapat dibuat dari campuran empat asam amino (L-metionin, L-asam glutamate, glisin, dan L-histidin), garam anorganik, buffer dan natrium glukonat sebagai sumber karbon.Serotype yang paling umum menyebabkan infeksi pada manusia adalah 0:3, 0:5, 27, 0:8 dan 0:9. Strain yang paling patogen di Amerika Serikat adalah 0:8 (biovar 2 dan 3), sedangkan di Kanada, Afrika, Eropa, dan Jepang serovar 0:3 (biovar 4) merupakan yang paling umum.Yersinia enterocoliticamenghasilkan enterotoksin yang tahan panas yang dapat bertahan pada pemanasan 10000C selama 20 menit. Bakteri ini tidak rusak oleh enzim protease dan lipase.IdentifikasiSejumlah uji biokimiawi minimal diperlukan untuk membedakanYersinia enterocoiticadengan bakteri lain yang tumbuh dan membentuk morfologi koloni serupa pada agar CIN, yaitu dua uji :Kligler irondanChristensens urea tests.Yersinia enterocoliticadapat diidentifikasi dengan uji biokimiawi seperti fermentasi sukrosa, rhamnosa, dan melibiosa. Rapid test komersial dapat juga digunakan sebagai alternatif selain uji konvensional.The Analytical Profile Index(API 20E)Systemdigunakan secara luas untuk mengindentifikasi isolat Yersinia, dan cukup akurat untuk mengidentifikasiYersinia enterocolitica.Siklus HidupBakteri ini tumbuh baik secara motil di suhu 25C, dan nonmotil di suhu 37C.Yersinia enterocoliticabanyak ditemukan di saluran usus berbagai hewan dimana hewan tersebut dapat menyebabkan penyakit dan ditularkan kepada manusia. Babi adalah reservoir utama yang patogenik. Strain lain banyak ditemukan pada anjing, rodent, kelinci, kuda, domba, dan kucing. Di musim dingin, babi berperan sebagai carrier tanpa gejala karena pada faring babi penuh dengan koloni yersinia. Penyebaran secara epidemiknya dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi.Yersinia enteroliticadapat diisolasi dari spesimen darah dengan menggunakan kultur media darah standart. Diagnosa serologis dapat dilakukan dengan tes aglutinasi dan Elisa.Penyakit Yang DitimbulkanYersinia enterocoliticadiketahui terjadi kelainan pada usus halus dan menyebabkan penyakit saluran pencernaan yang berat seperti penyakit enterika akut disertai dengan febris (demam) disertai kehilangan banyak cairan, enterokolitis/ileitis terminalis, limfadenitis akut pada mesentrium yang gejalanya mirip apendicitis. Penyakit-penyakit tersebut biasanya banyak menyerang anak kecil. Selain itu dapat juga menyebabkan septikemia abses (bertahannya bakteri patogen dalam darah) pada berbagai alat tubuh pada kondisi ini biasanya terjadi pada penderita yang daya tahan tubuhnya menurun.PenyebaranPenyebaran penyakit yang disebabkan olehYersinia enterocoliticaini di dalam tubuh manusia memiliki masa inkubasi berlangsung sekitar 3-7 hari, pada umumnya 10 hari. Infeksi sekunder jarang terjadi. Begitu muncul gejala klinis maka di dalam tinja penderita segera ditemukan mikroorganisme biasanya berlangsung selama 2-3 minggu. Penderita yang tidak diobati akan mengeluarkan bakteri melalui feses selama 2-3 bulan. Carrier tanpa gejala yang berkelanjutan terjadi.PenularanMelalui rute orofekol karena mengkonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh manusia atau binatang terinfeksi bakteri ini. Namun jenis yang patogenik biasanya ditemukan pada daging babi mentah dan produk makanan yang terbuat dari daging babi. Jeroan babi paling sering sumber infeksi.Yersinia enterocoliticadapat berkembang biak dalam suhu rendah di dalam lemari es dan dalam kondisi mikroaerofilik. Resiko terinfeksi olehYersinia enterocoliticameningkat apabila daging yang setengah matang yang tidak dikelola dengan baik disimpan di dalam kantong plastik. Gejala awal adalah demam, rasa sakit pada bagian bagian abdominal serta diare. Diare mungkin disebabkan oleh enterotoksin atau invasi pada mukosa. Pada saat yang sama sakit pada bagian abdominal semakin parah dan berpusat pada gejala apendisitis. 1-2 minggu pada beberapa pasien berkembang arthralgia, artritis, dan erythema nodosum yang mengindikasikan adanya reaksi kekebalan terhadap infeksi. Penderita akan mengalami demam, diare, dan menderita nyeri perut yang hebat disertai banyak kehilangan cairan dan darah.BAB IIIPEMBAHASAN3.1 BakteriYersinia enteroliticaSebagai Agen Penyakit Zoonosis danFood Borne DiseaseYersenia enterocoliticamerupakan bakteri gram negatif yang bersifat patogen dan menyebabkan penyakit yersiniosis. Penyakit yang ditimbulkan bakteri ini bersifat zoonosis dan menyebar melaluifood borne disease. Gejala pada manusia yang terinfeksi yersiniosis antara lain dengan adanya gejala seperti gastroenteritis dengan diare dan muntah. Namun gejala dari penyakit ini hampir sama dengan gejala apendisitis dan limfadenitis mesenterika. Waktu perjananan bakteri ini untuk menginfeksi saluran gastrointestinal yaitu selama 24 sampai 48 jam setelah mengkonsumsi makanan yang terinfeksi. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini sering berperan sebagai jalur untuk bakteri ini masuk dalam tubuh dan menginfeksi saluran gastrointestinal. Diagnosis dari adanya penyakit yersiniosis pada manusia dapat dilakukan dengan mengisolasi bakteriYersinia enterocoliticadari kotoran manusia, sampel darah, dan muntahan. Konfirmasi dilakukan dengan isolasi bakteri serta identifikasi biokimia dan serologis baik dari manusia dan dari makanan yang diduga terkontaminasiYersinia enterocoliticayang dikonsumsi. Kesulitan mengisolasiYersinia enterocoliticadari feses dapat menggunakan cara lain, yaitu dengan uji serologis. Serum dari pasien yang terinfeksi dalam fase akut dan pasien yang baru sembuh dianalisis terhadap serotipe dariYersinia spp.StrainYersinia enterocoliticadapat ditemukan pada daging sapi, babi, dan kambing. Susu dengan pengolahan dan penyimpanan yang tidak tepat dapat mengandung bakteri ini. Selain itu bakteri ini juga dapat bertahan hidup lama pada tanah dan air. Sanitasi kandang yang buruk, sterilitas makanan dengan bahan pangan asal hewan yang tidak terjaga, kondisi pemasakan bahan pangan asal hewan yang tidak tepat dan penyimpanan bahan makanan asal hewan yang kerap dikesampingkan dapat mendukung perkembangan bakteri ini.3.2 Penerapan Peraturan terhadap BerkembangnyaYersinia enterocoliticapada Susu Pasteurisasi Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwaYersinia enterocoliticamerupakan penyakit zoonosis danfood borne disease. Lalu, bagaimana penerapan dalam menanganiYersinia enterocoliticasesuai dengan Peraturan Pemerintahan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat?Dalam PP No.22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Poin A, dijelaskan bahwa pengujian adalah kegiatan pemeriksaan kesehatan bahan makanan asal hewan dan pangan asal hewan untuk mengetahui bahwa bahan-bahan tersebut layak sehat dan aman bagi manusia. Penjelasan tersebut semakin diperkuat dalam Bab III Pengujian Pasal 16 Ayat 2 yaitu dalam rangka pengawasan terhadap susu, pengujiannya dapat dilakukan setiap waktu. Maksud dari kedua pernyataan tersebut di dalam menangani penyakit zoonosis danfoodborne diseaseakibatYersinia enterocoliticaadalah, setiap penerimaan susu segar baik dari tempat penampungan sampai ke industri pengolahan susu (IPS) harus dilakukan suatu uji untuk mendeteksi adanya cemaran bakteri khususnya bakteriYersinia enterocolitica.BakteriYersinia enterocoliticamerupakan bakteri enteropatogenik yang artinya dalam jumlah kecil sudah cukup untuk dapat menimbulkan gejala sakit khususnya infeksi gastrointestinal dapat dideteksi dengan menggunakan uji kuantitatif dan uji kualitatif. dalam uji kuantitatif, terkadang oleh mikroba-mikroba lainnya yang terdapat di dalam makanan. Dengan alasan uji kuantitatif dianggap tidak efisien dilakukan terhadap bakteri enteropatogenik, dan cukup hanya dilakukan uji kualitatif. Dalam uji kualitatif diperlukan beberapa tahap untuk dapat memperbanyak jumlah bakteri-bakteri patogen tersebut sehingga memudahkan untuk mendeteksi dan mengisolasinya. Tahap-tahap tersebut terdiri dari :a. Tahap perbanyakan (enrichment), yaitu memperbanyak jumlah bakteri yang akan diuji, sedangkan bakteri lainnya dihambat pertumbuhannya. Jika diperlukan tahap ini dapat dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahappre enrichmentdanenrichment.b. Tahap seleksi, yaitu menumbuhkan pada medium selektif sehingga koloni bakteri yang akan diuji mudah diisolasi.c. Tahap isolasi, yaitu memisahkan bakteri yang akan diuji dengan mikroba lainnya.d. Identifikasi primer, yaitu membedakan bakteri yang akan diuji dari bakteri-bakteri lainnya yang sifat-sifatnya sangat berbeda ( Nugraheni,Ratna,2010)Yersinia enterocoliticamerupakan bakteri yang toleran terhadap kondisi alkaline dibandingkan bakteri gram negatif lainnya. Oleh karena itu perlu dilakukan alkaline treatment untuk mengurangibackgroundbakteri saat tahapenrichmentsebelum dilakukanpaltingpada media agar (Schiemann,1987). Untuk identifikasi bakteriYersinia enterocoliticamedia yang dapat digunakan saat tahap seleksi adalah BOS (Bile-Oxalate-Sorbose), sedangkan untuk isolasi media adalah CIN (Cefsulodin-Irgasan-Novobiocin) Agar, VYE (VirulentYersinia enterocolitica)Agar, MacKonkey Agar, dan SSDC ( Salmonella-Shigela Deoxycholate Calcium Chloride) Agar (Corry,dkk,1999). Namun media isolasi yang paling cocok dengan karakteristikYersinia enterocoliticadan sering digunakan adalah CIN Agar. Media ini kemudian diinkubasi pada suhu 30 2C selama 18-24 jam.Yersinia enterocoliticaakan tampak berwarna merah muda dengan ukuran 0,5-1,0 mm dengan tepinya berwarna transparan. Colony Forming Unit (CFU)Yersinia enterocoliticasebagai 10-300 (Acumedia, 2011). Uji lain untuk mendeteksi bakteriYersinia enterocoliticasecara cepat adalah dengan menggunakan PCR. Dalam PP No.22 Tahun 1983 Tentang Kesehatan Masyarakat Bab 1 Ketentuan Umum Pasal 1 Poin C, dijelaskan bahwa susu adalah cairan yang diperoleh dari kambing ternak perah yang sehat dengan cara pemerahan yang benar,terus menerus, dan tidak dikurangi rasa sesuatu dan/atau ditambahkan ke dalamnya sesuatu bahan lain. Penjelasan tersebut semakin diperkuat dalam Bab II Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner Pasal 5 Ayat 1 yaitu setiap perusahaan susu harus memenuhi persyaratan tentang kesehatan sapi perah, perkandangan, kesehatan lingkungan, kamar susu, tempat penampungan susu, dan alat-alat serta keadaan air yang dipergunakan dalam kaitannya dengan produksi susu, dan Pasal 3 yaitu tenaga kerja yang menangani produksi susu, harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :1. berbadan sehat2. berpakaian bersih3. diperiksa kesehatannya secara berkala oleh Dinas Kesehatan Setempat4. tidak berbuat hal-hal yang dapat mencemarkan susu5. syarat-syarat lain ditetapkan oleh Menteri.Pemerahan dan penangan susu harus :1. dilakukan secara higienis2. mengikuti cara-cara pemerahan yang baik3. memenuhi syarat-syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.Berdasarkan peraturan diatas, dapat diartikan bahwa perlu adanya perhatian pada mata rantai produksi susu mulai dari industri hilir (di peternakan), industri hulu (industri pengolahan) hingga ke konsumen. Proses produksi susu di tingkat peternakan memerlukan penerapangood farming practicesseperti yang telah diterapkan di negara-negara maju. Pakan sapi harus diatur agar bermutu baik dan mengandung zat-zat gizi yang memadai, bebas dari antibiotika dan bahan-bahan toksik lainnya. Sapi perah sebagai produsen susu harus dijaga kesehatannya agar susu yang diproduksi tidak terinfeksi oleh bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit terutama yang bersifatfoodbornpathogen. Lingkungan peternakan, sanitasi alat pemerah dan sanitasi pekerja harus dijaga terhadap cemaran bakteri patogen dan cara pemerahan harus dilakukan dengan benar untuk mencegah adanya cemaran mikroorganisme khususnya bakteri patogen. Sehingga sapi perah akan menghasilkan susu segar dengan komposisi gizi yang baik dan sehat (Chotiah,2008) Selanjutnya pada tahapan pasca panen memerlukan penerapangood handlingpractices. Penanganan susu segar yang barudiperah harus diberi perlakuan dingin termasukselama transportasi susu menuju tempat penampungan, selama dalam penampungan dan menuju industri pengolahan susu (IPS). Teknologi dalam pengolahan telah memungkinkan susu untuk disimpan lebih lama dan dapat mengurangi tingkat cemaran bakteri. Berbagai teknologi pengolahan susu antara lain susu pasteurisasi, pembuatan susu kental, pembuatan susu bubuk dan susu UHT, sangat diperlukan penerapangood manufacturepractices. Pengolahan di pabrik untuk mengkonversi susu segar menjadi susu olahan harus dilakukan dengan sanitasi yang maksimum dengan menggunakan alat-alat yang steril dan meminimumkan kontak dengan tangan dan seluruh proses dilakukan secaraaseptik. Pengemasan susu harus dilakukan secara higienis dengan menggunakan kemasan aseptik, kedap udara sehingga bakteri pun tak dapat masuk ke dalamnya Penerapan HACCP juga harus mulai digalakkan untuk mengatur pengawasan keamanan pangan. Pemerintah Indonesia telah memiliki Standard Nasional Indonesia (SNI) untuk menjamin mutu termasuk keamanan susu antara lain: tangki susu SNI 02-0209-1987 kamar susu SNI 02-0210-1987 cooling unitSNI 02-0280-1997dan telah mengatur batas maksimum cemaran mikroba dalam susu SNI 01-314-1998 dan SNI 01- 6366-2000 yang harus dipatuhi oleh semua pihak yang terlibat. (Chotiah,2008) KarenaYersinia enterocoliticabisa tumbuh pada suhu rendah, bakteri ini bisa tumbuh pada susu yang diawetkan yaitu susu pasteurisasi. Oleh karena itu, diperlukan aturan tentang pengawetan susu, transportasi perusahaan susu dan pengujian pada susu yang sudah mengalami proses. Pada PP ini, tentang pengawetan susu harus mematuhi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan sesuai peraturan Menteri yang ditetapkan, serta akan diawasi oleh Pemerintah Tingkat II. Perlu juga dilakukan pengujian terhadap susu yang diawetkan ini, yang diatur pada BAB III tentang Pengujian. Jadi pemeriksaan bakteriYersinia enterocoliticapada susu pasteurisasi ini dilakukan setiap waktu sesuai petunjuk teknis yang dibuat oleh Menteri atau pejabat yang yang ditunjuk Menteri. Dan semua pengujian ini dilakukan oleh Pemerintah Tingkat II di lab milik Pemerintah, di mana materi pengujian akan dibahas oleh Menteri. Dan apabila produk susu pasteurisasi ini ada di Indonesia karena impor ataupun susu pasteurisasi, hal ini dibahas pada UU nomor 16 tahun 1992 tentang karantina ikan, hewan dan tumbuhan. Intinya adalah semua produk asal hewan akan diatur pada Undang-Undang ini. Karantina hewan, ikan, dan tumbuhan adalah tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit hewan, hama, dan penyakit ikan, atau organisme pengganggu tumbuhan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia. Bakteri merupakan hama dan penyakit produk hewan asal karantina, termasuk jugaYersinia enterocolitica. Oleh karena itu sesuai UU tentang karantina hewan akan diatur seluruh hal yang berkaitan dengan produk asalh hewan yang diimpor maupun komoditi ekspor seperti susu pasteurisasi. Hal yang dibahas antara lain adalah tentang pemeriksaan media pembawa hama atau penyakit, pengujian lanjut serta sarana pemeriksaan dari produk asal hewan. Jadi, di Indonesia,Yersinia enterocoliticaataupun bakteri yang lain akan dicegah penularan atau perkembangbiakan oleh manusia melalui peraturan pemerintah dan tindakan manusia terhadap pembawa penyakitnya. Sekarang adalah tugas pemerintah untuk menyebarluaskan aturan dan melaksanakan peraturan ini, sehingga masyarakat menikmati nikmat gizi dan sehatnyanya dalam konsumsi serta produksi susu pasteurisasi yang bebas bakteriYersinia enterocolitica.3.3 Penanganan Susu Pasteurisasi yang telah Tercemar oleh BakteriYersinia enteroliticaSusu (mentah, pasturisasi tak sempurna, atau rekontaminasi) adalah wahana yang umum.Outbreakyang pertama kali didokumentasi di USA tahun 1976 di negara bagian New York, disebabkan oleh serovar 0:8, dengan wahana susu coklat yang disiapkan dengan menambahkan sirup coklat pada susu yang telah dipasturisasi.Outbreakserotype 0:3 pada 15 anak juga terjadi di Georgia pada tahun 19881989; wahananya adalahchitterlingsmentah.Symptomssindrom gastroenteritis berkembang beberapa hari setelah memakan makanan yang terkontaminasi, dicirikan dengan nyeri perut dan diare. Anak-anak kelihatannya lebih peka dari pada orang dewasa, dan organisme terdapat dikotoran hingga 40 hari setelah sakit. Beberapa dampak sistemik dapat terjadi sebagai konsekuensi sindroma gastroenteritisYersinia enterocoliticamerupakan bakteri heat-sensitive yang dapat dirusak dengan suhu pasturisasi susu. Menghindariseafoodmentah dan mencegah kontaminasi silang dengan bahan mentah dapat menghilangkan atau menurunkan secara drastis kejadianfoodborne gastroenteritisyang disebabkan olehYersinia enterocolitica.Yersinosis dapat dicegah atau diminimalkan dengan tidak meminum air yang belum diolah sempurna dan dengan mencegah minum susu mentah atau yang belum diolah. Sejumlah pendekatan untuk mengendalikan yersiniosis telah disarankan yang umumnya sama dengan pengendalian infeksi zoonotik. Di antaranya pemeliharaan ternak bebas patogen (hal ini mungkin tidak dapat dicapai pada praktiknya) dan pengangkutan serta pemotongan yang higienis. Penelitian di Denmark terhadap kontaminasi daging babi olehYersinia enterocoliticadiidentifikasi eviserasi dan pengirisan selama pemeriksaan post mortem sebagai titik kendali kritis. Selanjutnya pengeluaran lidah dan tonsil secara terpisah mengurangi kontaminasi terhadap organ dalam (Adams MR and Moss MO, 2008).Efek tiga biakanstarterterhadap daya tahanYersinia enterocoliticapada yogurt telah diteliti, di manastarterpenghasil asam cepat menyebabkan penurunan log-5.0 dalam 72 jam, danstarterpenghasil asam lambat menyebabkan penurunan log-5.6 dalam 96 jam. Dampak hambatan oleh probiotik terhadapfoodborne pathogenstelah diperlihatkan terhadap sejumlah patogen, di mana penurunan pH merupakan faktor penghambat, faktor seperti bacteriosin dan toksisitas asam organik juga terlibat.Berikut ini adalah strategi dan rekomendasi tentang surveilan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan pangan termasuk susu ;1. Menyusun Program Nasional mengenai FBD (Food Borne Disease)surveillance2. Membentuk Pusat Kewaspadaan dan Penanggulangan Keamanan Pangan Nasional3. Menetapkan mekanisme dan SOP (Standar Operasional Prosedur) investigasi baku4. Memperkuat koordinasi antar lembaga JIP (Jejaring Intelejen Pangan)5. Mengembangkan kapasitas SDM (Sumber Daya Manusia) surveilan, penyuluh, dan pengawas pangan6. Mengembangkan kapasitas dan fasilitas laboratorium dan jejaring laboratorium rujukan untuk penyakit akibat pangan di Indonesia7. Melaksanakan promosi dan penyuluhan keamanan pangan lebih intensif8. BAB IV9. PENUTUP10. 11. 4.1 Kesimpulan12. Berdasarkan peraturan diatas, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya kerjasama antara pemerintah dengan instansi yang berkepentingan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pengendalian penyakit zoonosis demi kesehatan masyarakat. Sesuai dengan aturan tersebut, pengujian maupun penerapangood farming practicessudah merupakan bagian dari pengawasan dan pengendalian penyakit zoonosis dariYersinia enterocoliticapada susu yang sudah dilakukan oleh pihak-pihak atau instansi-instansi yang menangani bahan pangan asal sapi perah tersebut. Selain itu, untukpersonal hygienepencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pasteurisasi pada susu sebelum susu tersebut dikonsumsi. Pasteurisasi dengan suhu 72 selama 15 menit dapat membunuh bakteriYersinia enterocolitica.13. 14. 4.2 Saran15. Di dalam pencegahan dan penanganan pada kasus pencemaran susu pasteurisasi olehYersinia enterocoliticasebagai agen infeksi penyebab penyakit zoonosis danfood borne diseasedibutuhkan pola hidup masing-masing individu yang higienis (personal hygiene) dan penanganan, pemerahan, dan pengolahan susu yang sesuai dengan aturan yang telah ditentukan guna dapat menjamin keamanan dan kelayakan susu sebagai bahan pangan asal hewan yang bergizi dan menyehatkan.16. Daftar Pustaka17. 18. Barton, M.D. 2003.Yersinia enterocolitica. In: Foodborne Microorganisms of Public Health Significance.6th Edition. Australia : Australian Institute of Food Science and Technology Incorporated.19. Chotiah, Siti. 2008.Beberapa Bakteri Patogen Yang Mungkin Dapat Ditemukan Pada Susu Sapi Dan Pencegahannya.Bogor : Balai Besar Penelitian Veteriner.20. Corry. 1999.Handbook ofCulture Media for Food Microbiology, 2nd Edition Volume 34. Progress in Industrial Microbiology.21. Erdogrul, E. 2004.Listeria monocytogenes, Yersinia enterocolitica, and Salmonella enteritidis in Quail Eggs. Turk J Vet Anim Sci, 597-60122. Ferwana NI. 2007.Occurrence of Yersinia enterocolitica and Aeromonas hydrophila in Clinical, Food and Environmental Samples in Gaza Strip, Thesis. Egypt : The Islamic University Gaza Press23. Hughes, D. 1980.Isolation of Yersinia enterocolitica from milk and a dairy farm in Australia.J. Appl. Bacteriol. 46: 125-130.24. Jawetz, Melnick. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Edisi 1, 412-415. Jakarta : Salemba Medika.25. Jay, James Monroe. 2005.Review of Modern Food Microbiology, 7th edition. New York : Springer.26. Lovett J et al. 1982.Thermal Inactivation of Yersinia enterocolitica in Milk, Applied And Environmental Microbiology, 517-51927. Moss, Adams. 2008.Food Microbiology, 3rd Edition. RSC Publishing.28. Nugraheni,Ratna. 2010. Analisis Mikrobiologis Abon Ikan Tuna Dan Kecap. Surakarta : Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.29. Ray, B. 2005.Fundamental Food Microbiology,3rd Edition. CRC Press.30. Roberts, D. 2003.Practical Food Microbiology,3rd Edition. Blacwell Publishing.31. Schiemann,D.A. 1987.Yersinia enterocoiticain Milk and Dairy Products. USA : Department of Microbiology Montana State University.32. Tortura, Funke. 2002.Microbiology an Introduction. 7th Edition, 699, USA : Pearson Education Inc.