“analisis pengaruh horizon...
TRANSCRIPT
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian terdahulu tentang motivasi dan kecerdasan emosional
terhadap kinerja karyawan telah banyak dilakukan diantaranya :
Tabel 2
Hasil Penelitian Terdahulu
No Nama dan Judul
Penelitian
Hasil Relevansi Penelitian
1 Trihandini (2005),
“Analisis Pengaruh
Kecerdasan Emosi dan
Kecerdasan Spiritual
terhadap Kinerja
Karyawan di Hotel
Horizon Semarang”
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa 1) Ada pengaruh yang
signifikan antara kecerdasan
emosi terhadap Kinerja
Karyawan di Hotel Horizon
Semarang. 2) Ada pengaruh
yang siginifikan antara
Kecerdasan Spiritual terhadap
Kinerja Karyawan di Hotel
Horizon Semarang. 3) Ada
pengaruh yang signifikan antara
kecerdasan emosi dan
Kecerdasan Spiritual secara
simultan terhadap Kinerja
Karyawan di Hotel Horizon
Semarang.
Penelitian ini memiliki
kesamaan dalam variabel
keserdasaan emosional
menggunakan uji validitas
dan realiabilitas serta analisis
yang digunakan adalah
regressi linier berganda.
Penelitian yang dilakukan
oleh Trihandini ini pada
perusahaan jasa, sementra
penelitian yang akan di
lakukan oleh peneliti saat ini
pada perusahaan produksi
2 Edwardin (2006),
“Analisis Pengaruh
Kompetensi
Komunikasi,
Kecerdasan Emosional
dan Budaya Organisasi
Terhadap Kinerja
Karyawan PT Pos
Indonesia se-kota
Hasil analisis dapat diketahui 1)
Ada pengaruh yang signifikan
antara kompetensi komuniasi
terhadap Kinerja Karyawan di
PT Pos Indonesia se-kota
Semarang. 2) Ada pengaruh
yang siginifikan antara
kecerdasan emosional terhadap
Kinerja Karyawan PT Pos
Dalam mengkur kinerja
pegawai variabel yang
digunakan yaitu pada
variabel Kompetensi
Komunikasi, variabel
Kecerdasan Emosional dan
variabel Budaya Organisasi.
Sementara dalam penelitian
ini peneliti hanya hanya
9
Semarang” Indonesia se-kota Semarang. 3)
Ada pengaruh yang signifikan
antara budaya organisasi
terhadap Kinerja Karyawan PT
Pos Indonesia se-kota
Semarang. 4) Ada pengaruh
yang signifikan antara
kompetensi komunikasi,
kecerdasan emosional, budaya
organisasi secara simultan
terhadap Kinerja Karyawan PT
Pos Indonesia se-kota
Semarang.
menggunakan dua variabel
dalam mengukur kinerja
kariawan.
3 Edi (2005). “Pengaruh
Kompetensi, Motivasi
Kerja Dan Kecerdasan
Emosional Guru
Terhadap Kinerja
Guru Di SMP Negeri
Se-Rayon Barat
Kabupaten Sragen”
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian dapat disimpulkan
bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara kompetensi,
motivasi kerja dan kecerdasan
emosional guru terhadap
kinerja guru di SMP Negeri se-
rayon Barat Kabupaten Sragen.
Sumbangan efektif kompetensi
guru sebesar 12,100% ;
sumbangan efektif motivasi
kerja guru sebesar 29,000%,
sumbangan efektif kecerdasan
emosional guru sebesar
13,600% ; dan sumbangan
efektif secara simultan sebesar
47,700%;
Memiliki kesamaan dalam
mencari pengaruh dengan
metode deskriptif
korelasional. Populasi
penelitian ini adalah semua
guru di SMP Negeri se-rayon
barat kabupaten Sragen
sebanyak 400 orang. Namun
dalam penelitian ini peneliti
jumlah populasinya sebesar
138 kariawan.
B. Landasan Teori
1. Motivasi Kerja
a. Pengertian Motivasi
Motivasi adalah pemberian daya gerak yang menciptakan kegairahan
kerja seseorang, agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi
10
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan (Hasibuan, 2009:219).
Perilaku kerja seseorang itu pada hakekatnya ditentukan oleh keinginannya untuk
mencapai beberapa tujuan. Keinginan itu istilah lainnya ialah motivasi. Dengan
demikian motivasi merupakan pendorong agar seseorang itu melakukan suatu
kegiatan untuk mencapai tujuannya (Hariandja, 2002: 321).
Siagian (2002: 102), menyatakan bahwa motivasi merupakan daya
dorong bagi seseorang untuk memberikan kontribusi yang sebesar mungkin demi
keberhasilan organisasi mencapai tujuannya. Dengan pengertian, bahwa
tercapainya tujuan organisasi berarti tercapai pula tujuan pribadi para anggota
organisasi yang bersangkutan. Seperti yang telah diuraikan oleh beberapa ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa apabila dalam diri karyawan memiliki motivasi
yang tinggi untuk berprestasi, maka tujuan perusahaan dapat tercapai. Dari
definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi sebagai pendorong gairah kerja
secara efektif dan terintegrasi demi tercapainya tujuan pribadi dan perusahaan
dengan kerjasama yang memuaskan.
Menurut Hariandja (2002:322), teori motivasi dikelompokan menjadi dua
kategori umum antara lain :
a) Motivasi sebagai dorongan internal (Internal Theory/Content Theory).
Teori motivasi yang termasuk kategori ini antara lain :
1) Teori Hirarki Kebutuhan (Need Hierarchy) dari A. Maslow.
Menurut teori ini kebutuhan dan kepuasan seseorang identik dengan
kebutuhan biologis dan psikologis, yaitu berupa material maupun
non material. Dasar teori ini adalah bahwa manusia merupakan
11
makhluk yang keinginannya tak terbatas atau tanpa henti, alat
motivasinya adalah kepuasan yang belum terpenuhi serta
kebutuhannya berjenjang. Jenjang tersebut dari rendah sampai yang
paling tinggi adalah kebutuhan fisiologis, rasa aman, sosialisasi,
penghargaan dan aktualisasi diri.
2) Teori X dan Y. Teori ini di dasarkan pada asumsi teori X dan teori
Y.
Teori X mengasumsikan bahwa karyawan rata-rata malas bekerja,
karyawan tidak berambisi untuk mencapai prestasi yang optimal dan
selalu menghindarkan tanggung jawab, karyawan lebih suka
dibimbing, diperintah dan diawasi, karyawan lebih mementingkan
dirinya sendiri.
Teori Y, mengasumsikan bahwa karyawan rata-rata rajin bekerja.
Pekerjaan tidak perlu dihindari dan dipaksakan, bahkan banyak
karyawan tidak betah karena tidak ada yang dikerjakan, karyawan
dapat memikul tanggung jawab, berambisi untuk maju dalam
mencapai prestasi dan karyawan berusaha untuk mencapai sasaran
organisasi.
3) Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation) dari Mc.Clelland.
Teori ini menyatakan bahwa seseorang pekerja memiliki energi
potensial yang dapat dimanfaatkan tergantung pada dorongan
motivasi, situasi, dan peluang yang ada. Kebutuhan pekerja yang
dapat memotivasi gairah kerja adalah kebutuhan akan prestasi (need
12
for achievement), kebutuhan untuk berkuasa (need for power) yaitu
kebutuhan untuk lebih kuat, lebih berpengaruh terhadap orang lain,
dan kebutuhan afiliasi (need for affiliation), yaitu kebutuhan untuk
disukai, mengembangkan, atau memelihara persahabatan dengan
orang lain (Hasibuan, 2009:231).
4) Teori ERG (Existence, Relatedness, and Growth) dari Alderfer.
Teori ini mengemukakan bahwa ada tiga kelompok kebutuhan yang
utama, yaitu: kebutuhan akan keberadaan (existence) berhubungan
dengan kebutuhan untuk mempertahankan keberadaan seseorang
dalam hidupnya, kebutuhan akan afiliasi (relatedness) berhubungan
dengan kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain, kebutuhan
akan kemajuan (growth), berhubungan dengan kebutuhan
pengembangan diri (Hasibuan, 2009:232).
5) Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg.
Menurut teori ini dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi
oleh dua faktor utama yang merupakan kebutuhan yaitu faktor
pemeliharaan. Merupakan factor-faktor yang berhubungan dengan
hakekat pekerja yang ingin memperoleh ketentraman badaniah.
Faktor motivasi. Merupakan faktor-faktor motivasi yang
menyangkut kebutuhan psikologis yang berhubungan dengan
penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan
dengan pekerjaan (Hasibuan, 2009:228).
13
b) Motivasi sebagai dorongan eksternal atau teori proses.
1) Teori Keadilan.
Teori ini menyatakan bahwa keadilan merupakan daya penggerak
yang memotivasi semangat kerja seseorang, jadi atasan harus
bertindak adil terhadap semua bawahannya serta obyektif. Jika
prinsip ini diterapkan dengan baik maka semangat kerja para
karyawan cenderung akan meningkat (Hasibuan, 2009:238).
2) Teori Harapan.
Teori ini dikemukan oleh Victor H. Vroom yang menyatakan bahwa
kekuatan yang memotivasi seseorang untuk bekerja tergantung dari
hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dari hasil
pekerjaannya. (Hasibuan, 2009:235).
b. Factor-Faktor Motivasi
David Mc.Clelland (Hasibuan, 2009:231) mengelompokan tiga
kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja, yaitu:
1) Kebutuhan Akan Prestasi (Need for Achievement) mengacu pada
dorongan yang kuat pada seseorang untuk mencapai suatu keberhasilan.
Ciri-ciri seseorang yang memiliki Need for Achievement adalah berusaha
melakukan sesuatu dengan kreatif dan inovatif dan ber tanggung jawab.
2) Kebutuhan akan Afiliasi (Need for Affiliation) didasari oleh kebutuhan
untuk menjalankan dan memiliki hubungan yang baik dengan orang lain.
Karakteristik individu yang memiliki Need for Affiliation antara lain:
selalu berusaha untuk menghindari konflik, lebih suka bersama dengan
14
orang lain dibandingkan sendiri, dan mencari persetujuan atau
kesepakatan dari orang lain.
3) Need for Power didasari oleh keinginan untuk mengatur, mengendalikan,
mempengaruhi, dan memimpin orang lain. Ciri-ciri individu yang
memiliki Need for Power yaitu menyukai pekerjaan dimana mereka
menjadi atasan atau pimpinan, aktif dalam menentukan tujuan kegiatan
dari organisasi yang mereka pimpin, dan sangat peka terhadap struktur
pengaruh antar pribadi dari kelompok atau organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, yang akan dijadikan dasar dalam
penyusunan instrumen pada penelitian ini adalah teori motivasi menurut
Mc.Clelland, yang terdiri dari kebutuhan akan prestasi (need for achievement),
kebutuhan afiliasi (need affiliation), dan kebutuhan untuk berkuasa (need for
power).
2. Kecerdasan Emosional
a. Pengertian Kecerdasan Emosional
Goleman (2000:512) mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
kemampuan mengenali perasaan sendiri dan orang lain, kemampuan memotivasi
diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan
dalam hubungan dengan orang lain. Pengertian lain menurut Cooper dan Sawaf
dalam Agustian (2009:289) menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan merasakan, memahami, dan secara efektif menerapkan daya dan
kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi dan pengaruh yang
15
manusiawi. Berdasarkan rumusan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
kecerdasan emosional adalah mengelola perasaan untuk menyeimbangkan
perasaan, pikiran serta tindakan yang berfungsi sebagai tali pengendali sehingga
terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerja sama
dengan orang lain secara lancar menuju tujuan bersama.
b. Teori Kecerdasan Emosional
Istilah mengenai kecerdasan emosional pertama kali dikemukakan oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University
of New Hampshire tahun 1990 untuk menerangkan kualitas-kualitas emosional
yang tampaknya penting bagi keberhasilan. Salovey dan Mayer mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan memantau dan mengendalikan
perasaan sendiri dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan
itu untuk memandu pikiran dan tindakan (Goleman, 2000:513). Daniel Goleman
memperkenalkan teori EQ ini dalam bukunya “Emotional Intelligence, Why It
Can More Than IQ?” yang terbit di tahun 1995 sehingga istilah ini mulai dikenal
luas oleh masyasyakat.
Pelopor lain tentang kecerdasan emosional adalah Bar-On seorang psikolog
(1992), mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi,
emosi dan sosial yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
mengatasi tututan dan tekanan lingkungan. (Goleman, 2000:180). Gardner dalam
bukunya yang berjudul Frame Of Mind (Goleman, 2000:50-53) mengatakan bahwa
bukan hanya satu jenis kecerdasan yang monolitik yang penting untuk meraih sukses
dalam kehidupan, melainkan ada spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas
16
utama yaitu linguistik, logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal dan intrapersonal.
Kecerdasan ini dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi oleh Daniel Goleman
disebut sebagai kecerdasan emosional.
Menurut Gardner, kecerdasan pribadi terdiri dari kecerdasan antar pribadi
yaitu kemampuan untuk memahami orang lain, apa yang memotivasi mereka,
bagaimana mereka bekerja, bagaimana bekerja bahu membahu dengan
kecerdasan. Sedangkan kecerdasan intra pribadi adalah kemampuan yang
korelatif, tetapi terarah ke dalam diri. Kemampuan tersebut adalah kemampuan
membentuk suatu model diri sendiri yang teliti dan mengacu pada diri serta
kemampuan untuk menggunakan modal tadi sebagai alat untuk menempuh
kehidupan secara efektif (Goleman, 2002:52).
Dalam rumusan lain, Gardner menyatakan bahwa inti kecerdasan antar
pribadi itu mencakup kemampuan untuk membedakan dan menanggapi dengan
tepat suasana hati, temperamen, motivasi dan hasrat orang lain. Dalam kecerdasan
antar pribadi yang merupakan kunci menuju pengetahuan diri, ia mencantumkan
akses menuju perasaan-perasaan diri seseorang dan kemampuan untuk
membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun
tingkah laku (Goleman, 2002:53).
Berdasarkan kecerdasan yang dinyatakan oleh Gardner tersebut, Salovey
(Goleman, 200:57) memilih kecerdasan interpersonal dan kecerdasan
intrapersonal untuk dijadikan sebagai dasar untuk mengungkap kecerdasan
emosional pada diri individu. Menurutnya kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi
diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk membina
17
hubungan (kerjasama) dengan orang lain. Menurut Goleman (2002:512),
kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence);
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of emotion
and its expression) melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,
motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.
c. Factor-Faktor Kecerdasan Emosional
Menurut Gerungan (2000:71) menyatakan bahwa kecerdasan emosional
yang dapat dimiliki seseorang antara lain komitmen, loyalitas dan kepekaan.
Sedangkan Segal (2001:5) menyatakan bahwa indikator dari kecerdasan
emosional meliputi 1) kecerdasan pribadi yang meliputi kesadaran diri,
pengaturan diri, dan memotivasi diri, 2) kecerdasan sosial yang meliputi empati
dan ketrampilan sosial. Goleman (2002:42-43) mengelompokan kecerdasan
emosional menjadi dua bagian yaitu kecakapan pribadi dan kecakapan sosial.
Secara lebih rinci, kerangka kerja kecakapan emosi adalah sebagai berikut:
1) Kecakapan pribadi yaitu kecakapan yang menentukan bagaimana kita
mengelola diri sendiri.
2) Kesadaran diri yaitu mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan
menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri.
Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolak ukur yang realistis
atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
18
3) Pengaturan diri yaitu menguasai emosi diri sedemikian sehingga
berdampak positif, kepada pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan
mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
4) Motivasi yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun seseorang menuju sasaran. Motivasi
membantu seseorang mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif
dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
5) Kecakapan Sosial yaitu kecakapan yang menentukan bagaimana kita
menangani suatu hubungan, yang mencakup:
6) Empati adalah merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami
persepektif orang lain, menumbuhkan hubungan saling percaya dan
menyelaraskan diri dengan berbagai macam orang.
7) Keterampilan sosial adalah dapat menangani emosi dengan baik ketika
berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan
jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-
keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, dan
menyelesaikan perselisihan dan untuk bekerja sama dan bekerja dalam
tim.
Berdasarkan uraian di atas, indikator kecerdasan emosional yang
digunakan dalam penelitian ini adalah konsep kecerdasan emosional menurut
Goleman (2000:42) yang meliputi kecakapan pribadi yang terdiri dari pengenalan
19
diri, mengelola diri sendiri, motivasi diri, dan kecakapan sosial yang terdiri dari
empati, hubungan yang efektif.
3. Teori Kinerja
a. Pengertian Kinerja
Kinerja menurut Rivai (2005:14) adalah hasil atau tingkat keberhasilan
seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan
tugas dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, seperti standar hasil kerja,
target atau sasaran atau kriteria yang telah ditentukan lebih dahulu dan telah
disepakati bersama.
Sedarmayanti (2008:260) berpendapat kinerja adalah hasil kerja yang dapat
dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan
wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan
organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral
maupun etika.
Mangkunegara (2009:9) menyatakan hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Kesimpulan yang dapat
diambil dari pendapat diatas adalah bahwa kinerja merupakan tingkat keberhasilan
yang diraih oleh karyawan dengan merujuk kepada tugas dan tanggung jawab
dalam rangka upaya mencapai tujuan perusahaan.
Kinerja karyawan setiap periodik perlu dilakukan penilaian. Hal ini
karena penilaian kinerja karyawan tersebut nantinya dapat digunakan sebagai
analisis untuk kebutuhan dilaksanakannya pelatihan (Ivancevich, 2001:389).
Penilaian kinerja adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan
20
pekerjaan mereka ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian
mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis dan Jackson, 2002:81).
Penilaian kinerja mempunyai dua kegunaan utama. Penilaian pertama adalah
mengukur kinerja untuk tujuan memberikan penghargaan seperti misalnya untuk
promosi. Kegunaan yang lain adalah untuk pengembangan potensi individu
(Mathis dan Jackson, 2002:82).
Adapun tujuan penilaian kinerja menurut (Dharma, 2001:150) adalah:
1) Pertanggungjawaban, Apabila standard dan sasaran digunakan sebagai
alat pengukur pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilan
keputusan kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan khusus, dan
sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan karyawan yang bersangkutan.
2) Pengembangan, Jika standard dan sasaran digunakan sebagai alat untuk
keperluan pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan yang
diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan
itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.
Setiap karyawan dalam melaksanakan kewajiban atau tugas merasa
bahwa hasil kerja mereka tidak terlepas dari penilaian atasan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kinerja
seorang karyawan. Menurut (Rivai, 2005 : 55 ) manfaat penilaian kinerja adalah :
1) Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain : Meningkatkan motivasi,
Meningkatkan kepuasaan kerja, Adanya kejelasan standar hasil yang
diharapkan, Adanya kesempatan berkomunikasi ke atas, dan Peningkatan
pengertian tentang nilai pribadi.
21
2) Manfaat bagi penilai: Meningkatkan kepuasan kerja, Untuk mengukur
dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan,
Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan,
Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan, Bisa
mengidentifikasikan kesempatan untuk rotasi karyawan.
3) Manfaat bagi perusahaan: Memperbaiki seluruh simpul unit-unit yang
ada dalam perusahaan, Meningkatkan kualitas komunikasi,
Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan, Meningkatkan
pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk masing-
masing karyawan.
Unsur-unsur yang digunakan dalam penilaian kinerja karyawan Menurut
(Hasibun, 2002: 59) adalah sebagai berikut:
1) Prestasi, Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat
di hasilkan karyawan.
2) Kedisiplinan, Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan
yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan
kepadanya.
3) Kreatifitas, Penilaian kemampuan karyawan dalam mengembangkan
kreativitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja
lebih berdaya guna dan berhasil.
4) Kerja sama, Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama
dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun
diluar sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.
22
5) Kecakapan, Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-
macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam
situasi manajemen.
6) Tanggung jawab, Penilaian kesediaan karyawan dalam memper tanggung
jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan
prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
Menurut (Robbins, 2006:687) dalam penilaian kinerja terdapat beberapa
pilihan dalam penentuan mengenai yang sebaiknya melakukan penilaian tersebut
antara lain :
1) Atasan langsung, semua hasil evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan
menengah pada umumnya dilakukan oleh atasan langsumg karyawan
tersebut.
2) Rekan sekerja, evaluasi ini merupakan salah satu sumber paling handal
dari penilaian. Alasan rekan sekerja yang tindakan dimana interaksi
sehari-hari memberi pandangan menyeluruh terhadap kinerja dalam
pekerjaannya.
3) Pengevaluasi diri sendiri, mengevaluasi kinerja mereka sendiri apakah
sudah konsisten dengan nilai-nilai, dengan sukarela dan pemberian
kuasa.
4) Bawahan langsung, evaluasi bawahan langsung dapat memberikan
informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer,
karena lazimnya penilaian yang mempunyai kontak yang sering dinilai.
5) Pendekatan menyeluruh, pendekatan ini memberikan umpan balik kinerja
dari lingkungan penuh kontas sehari-hari yang mungkin dimiliki
23
karyawan, yang disekitar personal, ruang surat sampai kepelanggan
atasan rekan sekerja.
Sasaran kinerja yang menetapkan adalah individual secara spesifik,
dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin dan inti yang akan menjadi tanggung
jawab karyawan. Menurut (Ruky, 2001:149), sasaran kinerja dapat ditetapkan
sebagai berikut, pimpinan unit yang bersangkutan dengan kesempatan
bawahannya yaitu para pimpinan sub-unit, menyatakan bahwa sasaran yang harus
mereka capai dalam kurun waktu tahun ini misalnya adalah sasaran bersama dan
menjadi sasaran-sasaran kecil bagi tiap bagian dari unit tersebut.
b. Kriteria Kinerja Yang Baik
Kinerja yang baik sebaiknya memiliki karakteristik sebagai berikut
(Kusnadi, 2002: 267) :
1) Rasional
Kinerja yang baik seharusnya diterima oleh akal sehat. Tidak ada kinerja
yang baik yang tidak rasional.
2) Konsisten
Kinerja yang baik seharusnya sejalan dengan nilai-nilai yang ada di
dalam organisasi dan departemen dan tujuan organisasi.
3) Tepat
Kinerja yang baik harus dapat dinyatakan secara tepat dan jelas serta
tidak menimbulkan dua penafsiran.
24
4) Efisien
Kinerja yang baik sedapat mungkin melalui pengorbanan dana yang
minim dengan hasil yang memuaskan.
5) Tertantang
Kinerja yang baik, sebaiknya memberikan tantangan yang tinggi bagi
pelakunya dan diupayakan menjadi motivator yang efektif.
6) Terarah
Kinerja yang baik seharusnya terarah kepada suatu tujuan tertentu, dapat
melalui garis komando atau lepas.
7) Disiplin
Kinerja yang baik seharusnya dikerjakan melalui disiplin yang tinggi.
8) Sistematis
9) Kinerja sebaiknya dilakukan secara sistematis dan tidak acak.
10) Dapat Dicapai
11) Kinerja yang baik sebaiknya diarahkan dapat mencapai target atau tujuan
yang telah ditetapkan.
12) Disepakati
13) Kinerja yang baik seharusnya disepakati oleh semua pihak yang terkait,
baik dari pimpinan puncak sampai kepada pelaksana terendah.
14) Terkait dengan waktu
15) Kinerja yang baik seharusnya dikaitkan dengan waktu yang telah diatur.
16) Berorientasi kepada kerjasama kelompok
25
17) Kinerja yang baik seharusnya diarahkan kepada kerjasama kelompok.
Kinerja kelompok umumnya lebih efektif dan efisien dibandingkan
kinerja individu
Flippo (2002:231), mengungkapkan kriteria penilaian kinerja pegawai yang
meliputi :
1) Kualitas kerja meliputi ketepatan, ketrampilan, ketelitian dan kerapian.
2) Kuantitas kerja yaitu kecepatan menyelesaiakn tugas reguler ekstra dan
mendadak.
3) Ketangguhan yang baik, inisiatif, ketepatan waktu dan kehadiran.
4) Sikap yang meliputi kerjasama dengan teman.
Dari beberapa pendapat tersebut di atas, penulis akan mengambil dari pendapat
Rivai dan Flippo, pedoman penilaian kinerja karyawan adalah kerajinan, kualitas kerja,
kuantitas kerja, keakuratan, loyalitas, dan inisiaitif.
c. Pengukuran Kinerja
Suatu kinerja yang tidak terukur dan tidak diukur akan cenderung
menyimpang ke luar dari tujuan yang diharapkan dan akibatnya kinerja menjadi
tidak efektif dan efisien. Pengukuran kinerja mutlak diperlukan guna memastikan
dan menyesuaikan dengan tujuan dan target yang diharapkan. Untuk dapat
membuat suatu pengukuran maka manajer atau pimpinan organisasi harus
membuat standar. Standar kinerja yang baik seharusnya mencerminkan berbagai
posisi sesuai kebutuhan dalam organisasi sehingga dengan adanya standar
pengukuran maka akan lebih mudah melakukan korelasi penyimpangan (Kusnadi,
2002: 270).
26
Banyak cara yang dilakukan dalam mengukur kinerja karyawan, sebab
kinerja karyawan yang umum untuk kebanyakan suatu pekerjaan. Kinerja dapat
diukur melalui kuantitas dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil,
kehadiran, kemampuan bekerjasama (Mathis dan Jackson, 2006:378).
Adapun ukuran-ukuran yang dipakai dalam penilaian kinerja seseorang
adalah:
1) Kualitas pekerjaan
Kualitas yang dapat dilihat dari hasil kerja, ketepatan, keterampilan,
ketelitian, pemahaman dan penguasaan tugas, kedisiplinan, sikap
terhadap tugas, kemampuan dalam bekerja sendiri, tanggung jawab,
kecakapan menggunakan peralatan kerja, dan kemampuan memperbaiki
peralatan kerja.
2) Kuantitas pekerjaan
Kemampuan menyelesaikan pekerjaan yang ditugaskan termasuk
menyelesaiakn pekerjaan melebihi yang ditugaskan.
3) Ketepatan waktu kerja
Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas, ketepatan waktu dalam
kehadiran, ketepatan waktu dalam istirahat.
4) Kerjasama dengan rekan kerja
Kemampuan bekerjasama didalam kelompok, kemampuan bekerjasama
di luar kelompok, kemampuan menjalin komunikasi dengan atasan, dan
kemampuan memberi bimbingan dan penjelasan kepada karyawan lain.
27
d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Gibson (2003:39), menyatakan ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhikinerja, yaitu :
1) Variabel individual, terdiri dari : kemampuan dan keterampilan, mental
dan fisik, latar belakang (keluarga, tingkat sosial), penggajian dan
demografis (umur, asalusul, jenis kelamin).
2) Variabel organisasional, terdiri dari : sumber daya, kepemimpinan,
imbalan, strukturdesain pekerjaan.
3) Variabel psikologis, terdiri dari : persepsi, sikap ,kepribadian, belajar,
motivasi
Mathis dan Jackson (2006:113) menyatakan tiga faktor utama yang
mempengaruhi kinerja individu adalah kemampuan individu melakuakan
pekerjaan tersebut, tingkat usaha yang dicurahkan dan dukungan
organisasi.Hubungan ketiga faktor ini diakui secara luas dalam literature
manajemen sebagai :
Kinerja (performance / p) = Kemampuan (Ability / A) x Usaha (Effort / E) x
Dukungan (Support / S)
Mathis dan Jackson (2006: 113) menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi kinerja individual adalah :
1) Kemampuan individual untuk melakukan pekerjaan tersebut Robbins
(2003:50), menyatakan kemampuan individu adalah suatu kapasitas.
Mathis dan Jackson (2006 :114), menyatakan instrumen yang
mempengaruhi kemampuan ada 3, yakni :
28
a) Bakat
Bakat adalah kemampuan yang ada pada seseorang yang dibawanya
sejaklahir, yang diterima sebagai warisan dari orang tua. Bakat-bakat
yang dimilikikaryawan tersebut, apabila diberi kesempatan untuk
dikembangkan, maka akanmencapai kinerja yang lebih tinggi.
Sebaiknya seorang karyawan dalam memilihbidang pekerjaan,
sebaiknya melihat aspek bakat yang ada dalam dirinya.Untuk
itusebaiknya karyawan tersebut mengikuti psikotes untuk
mengetahui bakatnya sendirisebelum memilih sebuah
pekerjaanuntuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
b) Minat
Mathis dan Jackson (2006:114) menyatakan minat adalah suatu
disposisi yang terorganisirmelalui pengalaman yang mendorong
seseorang untuk memperoleh objek khusus,aktivitas, pemahaman
dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Minat
yang tinggi pada suatu pekerjaan akan memberi dampak yang baik
padakinerja karyawan.Untuk itu, seorang karyawan harus menaruh
minat yang tinggi pada suatu pekerjaan. Apabila seorang karyawan
menaruh minat yang tinggi pada pekerjaan tertentu, maka pekerjaan
tersebut akan terselesaikan dengan baik
c) Faktor kepribadian
Robbins (2003, 94) menyatakan kepribadian merupakan jumlah total
dari caradimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
29
orang lain. Setiap orangpasti memiliki kepribadian yang berbeda.
Oleh karena itu, orang tersebut harusbekerja sesuai dengan
kepribadiannya
2) Tingkat usaha yang dicurahkan
Mathis dan Jackson (2006:114) menyatakan usaha (effort)
adalah usaha yang dikeluarkankaryawan dalam melaksanakan tugasnya.
Usaha yang baik dipengaruhi oleh motivasibagusdan semangat kerja
yang tinggi. Seorang karyawan harus mempunyai usahayang
tinggiterhadap pekerjaannya sehingga menciptakan suatu kinerja yang
tinggi.Usaha yangdicurahkan oleh seorang karyawan dipengaruhi oleh
motivasi, etikakerja, kehadiran danrancangan tugas.
Mathis dan Jackson (2006:115), menyatakan bahwa faktor yang
mempengaruhi usaha seorang karyawan adalah :
a) Motivasi
Robbins (2003:208), menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk
mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi,
yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi
beberapa kebutuhan individual
Mathis and Jackson (2006:114) menyatakan bahwa motivasi adalah
keinginan dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut
bertindak. Orang biasanya bertindak karena satu alasan yaitu untuk
mencapai tujuan
30
b) Etika Kerja
Mathis dan Jackson (2006:117) menyatakan bahwa etika
berhubungan dengan apa yang“seharusnya” dilakukan. Bagi
profesional sumber daya manusia (SDM), inimerupakan cara dimana
manajer seharusnya bertindak sehubungan denganpersoalan sumber
daya manusia (SDM) yang ada. Etika kerja sangat perludiperhatikan
oleh karyawan karena berpengaruh besar pada usaha yang dilakukan.
c) Tingkat Kehadiran
Mathis dan Jackson (2006:122) menyatakan tidak masuk kerja
mungkin tampak sepertiperkara kecil bagi seorang karyawan. Tetapi
apabila seorang manajer membutuhkan12 orang dalam satu unit
untuk menyelesaikan pekerjaan, dan empat orang seringtidak hadir,
pekerjaan unit tersebut mungkin tidak akan selesai, atau
pekerjatambahan harus dipekerjakan.Karyawan boleh tidak hadir
kerja untuk beberapa alasan. Secara jelas,beberapa ketidakhadiran
tidak dapat dihindarkan. Karena sakit, kematian dalamkeluarga, dan
alasan-alasan pribadi lainnya atas ketidakhadiran yang tidak dapat
dihindaridan dapat dimengerti, banyak karyawan mempunyai
kebijakan cuti sakit yangmemperkenankan mereka untuk tidak hadir
dalam jumlah hari tertentu tetapi tetapmendapatkan gaji setiap
tahunnya untuk jenis ketidakhadiran tanpa kesengajaan.Akan tetapi,
banyak ketidakhadiran yang merupakan ketidakhadiran yang
dapatdihindari, atau ketidakhadiran dengan kesengajaan
31
3) Dukungan Operasional
Mathis dan Jackson (2006:114) menyatakan dukungan organisasi
merupakan apa saja yangdiberikan dan ditetapkan perusahaan untuk
menunjang proses kerja. Beberapa dukungan organisasi yang
mempengaruhi kinerja karyawan, antara lain :
a) Pelatihan
Pelatihan (training) adalah sebuah proses dimana orang mendapatkan
kapabilitasuntuk membantu pencapaian tujuan-tujuan organisasional.
Dalam pengertian terbatas, pelatihan memberikan karyawan
pengetahuan dan keterampilan yang spesifik dan dapat diidentifikasi
untuk digunakan dalam pekerjaan mereka saat ini.
b) Stándar kinerja
Standar kinerja mendefinisikan tingkat yang diharapkan dari kinerja,
danmerupakan “pembanding kinerja (benchmarks)”, atau “tujuan”,
atau “target”. Standar kinerja yang realistis, dapat diukur, dipahami
dengan jelas, akanbermanfaat baik bagi organisasi maupun
karyawannya.
c) Peralatan dan teknologi
Peralatan merupakan perkakas atau perlengkapan yang disediakan
oleh perusahaanuntuk menunjang proses kerja. Untuk mendapatkan
kinerja yang baik darikaryawannya, maka sebuah perusahaan harus
mempunyai peralatan dan teknologiyang mendukung karyawan
tersebut karena karyawan tersebut telah bekerja keras.
32
Timpe (1992:33) menyatakan terdapat dua faktor yang mempengaruhi
kinerja karyawan, yaitu:
a) Faktor internal, yaitu faktor yang berhubungan dengan sifat-sifat
seseorang, meliputi sikap, sifat-sifat kepribadian, sifat fisik, keinginan
atau motivasi, umur, jenis kelamin, pendidikan, pengalaman kerja, latar
belakang budaya dan variabel-variabel personal lainnya.
b) Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan yang berasal dari lingkungan, meliputi kebijakan organisasi,
kepemimpinan, tindakan-tindakan rekan kerja jenis latihan dan
pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.
Gibson (1999:39) menyatakan ada tiga perangkat variabel yang
mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1) Variabel
individual, terdiri dari: a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik b. Latar
belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian, c. Demografis: umur, asal usul,
jenis kelamin. 2) Variabel organisasional, terdiri dari: a. Sumberdaya, b.
Kepemimpinan, c. Imbalan, d. Struktur, e. Desain pekerjaan. 3) Variabel
psikologis, terdiri dari : a. Persepsi, b. Sikap, c. Kepribadian, d. Belajar dan e.
Motivasi.
Tiffin dan Mc. Cormick dalam (Srimulyo, 1999:40) menyatakan bahwa
ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu: (1) Variabel individual,
meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman,
umur, jenis kelamin, pendidikan serta faktor individual lainnya. (2) Variabel
situasional: a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari; metode kerja, kondisi dan
33
desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran,
temperatur, dan fentilasi), b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-
peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah
dan lingkungan sosial.
C. Hubungan Antar Variabel
1. Hubungan Motivasi dengan Kinerja
Motivasi seseorang berawal dari kebutuhan, keinginan dan dorongan
untuk bertindak demi tercapainya kebutuhan atau tujuan. Hal ini menandakan
seberapa kuat dorongan, usaha, intensitas, dan kesediaanya untuk berkorban demi
tercapainya tujuan. Dalam hal ini semakin kuat dorongan atau motivasi dan
semangat akan semakin tinggi kinerjanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mathis
dan Jackson (2006:114) yang menyatakan bahwa motivasi adalah keinginan
dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut bertindak. Motivasi
merupakansebuah dorongan yang diatur oleh tujuan dan jarang muncul dalam
kekosongan.
Motivasi terbentuk dari sikap seorang pegawai dalam menghadapi situasi
kerja. Motivasi merupakan kondisi menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk
mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja) agar dapat mencapai prestasi kerja yang
secara maksimal ( Mangkunegara 2005:67). Pengaruh motivasi dengan prestasi
kerja adalah pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,
menyalurkan dan mendukung perilaku manusia supaya mau bekerja giat dan
antusias mencapai hasil yang optimal ( Hasibuan, 2002:141). Menurut suprihatin
34
nugroho (2002:279) motivasi dalam kaitanya dengan kinerja adalah seseorang
tergantung pada motivasi orang tersebut terhadap pekerjaan yang dilakukan.
Semakin tinggi motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan, semakin baik pula
kinerja karyawan tersebut tidak mengalami peningkatan atau semakin turun.
Seorang pemimpin hendaknya didalam memberikan motivasi yang sesuai
dan harus dapat melihat perilaku yang ditunjukkan oleh karyawan dan memilih
cara apa yang biasa digunakan agar dapat termotivasi dalam bekerja. Pemberian
motivasi yang sesuai dan tepat dengan kebutuhan karyawan harus dipertahankan
agar semangat kerja yang optimal yang nantinya menghasilkan prestasi kerja yang
sesuai dengan kehendak perusahaan. Motivasi yang diberikan dapat berbentuk
motivasi positif atau negatif tergantung kebijaksanaan dari perusahaan untuk
memilih mana yang paling tepat, selain itu terdapat teori hierarki kebutuhan
maslow untuk dapat memotivasi karyawan yaitu mulai dari kebutuhan dasar yaitu
kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan sosial, kebutuhan
penghargaan dan kebutuhan aktualisasi.
2. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja
Salah satu faktor yag dianggap penting bagi peningkatan kinerja yaitu
kecerdasan emosional (EQ) yang merupakan sisi lain dari kecerdasan yang
dimiliki manusia yang dianggap berperan penting dalam menentukan tingkat
kesuksesan hidup. Sebelum itu kecerdasan intelektual (IQ) dianggap sebagai salah
satu faktor yang dapat menghantarkan individu pada keberhasilan , tetapi dalam
kenyataan tidak semua persoalan dapat dipecahkan dengan pendekatan rasional
sebagai produk berfikir. Ketrampilan lain yang perlu manusia miliki adalah
35
pengetahuan tentang temperamen, belajar mengatur suasana hati, mengenali
perasaan orang lain, mengontrol emosi yang tidak produktif dan sebagainya. Oleh
karena itu diperlukan kecerdasan lain yang terutama menekankan pada bagaimana
mengelola emosi dengan baik dan dapat digunakan secara selaras dengan nalar.
Goleman (2002:36) dalam bukunya Working With Emotional
Intelligence, bahwa saat ini keberhasilan kerja seseorang tidak ditunjang oleh
kemampuan intelektual semata, namun juga didukung oleh kemampuan
penyesuaian emosional dalam berhubungan dengan seseorang dan memanfaatkan
potensi bakat secara penuh. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa Intelektual
Quotient (IQ) menentukan keberhasilan seseorang. Masyarakat beranggapan
bahwa semakin tinggi IQ seseorang semakin berhasil orang tersebut dalam
pekerjaannya. Namun kenyataannya tidak demikian, IQ hanya memberikan
kontribusi 20% dalam menentukan keberhasilaan hidup seseorang dan 80%
lainnya ditentukan oleh faktor lain. Faktor inilah yang disebut kecerdasan
emosional (EQ).
Goleman (2001:56), menyatakan bahwa kecerdasan emosional yang ada
pada seseorang adalah mencakup pengendalian diri, semangat, ketekunan, serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Hal ini sesuai dengan pendapat
Goleman (2001:60), bila seseorang dapat memotivasi diri sendiri memungkinkan
kinerja yang tinggi dalam segala bidang. Di sisi lain bahwa individu yang
mempunyai keterampilan kecerdasan emosi yang lebih produktif dan efektif
dalam hal apapun akan menghasilkan kinerja yang lebih baik.
36
Kecerdasan emosional sangat menentukan potensi seseorang untuk
mempelajari keterampilan-keterampilan praktis yang didasarkan pada lima unsur
yaitu: 1) kesadaran diri, 2) motivasi, 3) pengaturan diri, 4) empati, dan 5)
kecakapan dalam membina hubungan komunikasi dengan orang lain. Kecakapan
emosional adalah kecakapan hasil belajar yang didasarkan pada kecerdasan
emosional dan karena itu menghasilkan kinerja menonjol dalam pekerjaan. Inti
kecakapan di atas adalah memiliki dua kemampuan yaitu : 1) empati, yang
melibatkan kemampuan membaca perasaan orang lain; 2) ketrampilan sosial, yang
berarti mampu mengelola perasaan orang lain dengan baik.
Kecerdasan emosional bekerja secara sinergi dengan keterampilan
kognitif, orang yang berprestasi tinggi memiliki keduanya. Tanpa adanya
kecerdasan emosional, maka orang tidak akan mampu menggunakan keterampilan
kognitifnya sesuai dengan potensi yang dimiliki secara maksimal, hal ini seperti
diungkapkan oleh Shapiro (1997) bahwa kecerdasan emosional akan
mempengaruhi perilaku tiap individu dalam mengatasi permasalahan yang muncul
pada diri sendiri termasuk dalam permasalahan kerja. Kecerdasan emosional lebih
memungkinkan seorang karyawan mencapai tujuannya. Kesadaran diri,
penguasaan diri, empati dan kemampuan sosial yang baik merupakan kemampuan
yang sangat mendukung karyawan/pegawai di dalam pekerjaannya yang penuh
tantangan serta persaingan di antara rekan kerja. Dapat dikatakan bahwa
kecerdasan emosional sangat dibutuhkan oleh setiap karyawan/pegawai untuk
meningkatkan kinerjanya.
37
Dengan Kecerdasan Emosional yang baik, dapat mendorong Karyawan
untuk berprestasi, komitmen terhadap kelompok serta memiliki inisiatif dan
optimisme yang tinggi. Selain itu Karyawan yang memiliki Kecerdasan
Emosional yang baik, mempunyai semangat juang yang tinggi untuk meraih
tujuan dan memenuhi standar, mampu menggunakan nilai-nilai kelompok dalam
pengambilan keputusan serta tidak takut gagal dan memandang kegagalan sebagai
situasi yang dapat dikendalikan ketimbang sebagai kekurangan diri.
3. Hubungan Motivasi, Kecerdasan Emosional dengan Kinerja
Faktor yang mempengaruhi kinerja dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
(a) faktor intrinsik berupa pendidikan, pengalaman, kesehatan, usia, kepribadian
yang matang, motivasi dan keterampilan emosi dan (b) faktor ekstrinsik yang
mencakup lingkungan kerja berwujud fisik dan non fisik, kepemimpinan,
motivasi, komunikasi antar rekan kerja baik atasan maupun bawahan, kompensasi,
kontrol berupa penilaian dan evaluasi, fasilitas pelatihan, beban kerja dan
prosedur kerja, sistem imbalan, hukuman serta kebijakan organisasi.
(Mangkuprawira & Hubies 2007:124).
Dalam dunia kerja kinerja karyawan atau prestasi kerja (performance)
merupakan hasil yang dicapai karyawan dalam melaksanakan tugas-tugas yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu
di dalam proses melkaukan pkerjaan. Kinerja karyawab akan baik jika karyawan
telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang
tinggi pada tugas pekerjaan, memiliki moivasi kerja yang tinggi, kedisiplinan
dalam melaksanakan tugas, kreativitas dalam melaksanakan tugas , kerjasama
38
dengan semua rekan kerja, , memiliki kecerdasan emosi yang stabil, jujur dan
obyektif dalam melaskanakan tugas , serta tanggung jawab dengan tugasnya.
Timpe (2001: 9) mengemukakan bahwa “keberhasilan kinerja karyawan
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Terdapat beberapa faktor
eksternal yang menentukan tingkat kinerja seperti: “supervisi, kepemimpinan,
lingkungan kerja, perilaku, manajemen, desain jabatan, umpan balik dan
administrasi pengupahan”, sedangkan faktor faktor internal antara lain: ”motivasi
kerja, latar belakangan pendidikan, kecerdasan emosi, minat kerja, dan lain-lain”.
Kinerja karyawan adalah kulminasi dari proses perolehan atau
kompetensi yang dicapai karena didukung oleh motivasi kerja dan kecerdasan
emosi. Faktor-faktor tersebut diduga tidak bekerja sendiri-sendiri, tetapi lebih
merupakan proses panjang yang berdimensi waktu yang interaktif, saling
melengkapi dan memperkuat. Faktor penting yang menyebabkan karyawan
bekerja adalah adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Faktor-faktor tersebut
adalah motivasi kerja yang merupakan pendorong untuk mencapai prestasi kerja,
kecerdasan emosi lebih bersifat hubungan antar pribadi, baik dengan pimpinan,
rekan kerja.
D. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah dibahas bahwa pegawai yang
memiliki kecerdasan emosional yang tinggi akan dapat menyelesaikan setiap
tantangan yang dihadapinya dalam menyelesaikan tugas pekerjaannya. Guna
menjelaskan keterkaitan variabel tersebut, berdasarkan pada kajian pustaka dan
39
penelitian sebelumnya maka skema kerangka berfikir digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 1
Kerangka Pikir
Keterangan:
Pengaruh secara Parsial
: Pengaruh secara simultan
E. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir yang telah digambarkan, maka hipotesis
yang diajukan pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Penelitian Edi (2005) menemukan bahwa terdapat pengaruh yang
signifikan kompetensi, motivasi kerja, dan kecerdasan emosional guru
secara bersama-sama terhadap kinerja guru di SMP Negeri se-Rayon
Kecerdasan Emosional
(X2)
1. Kecakapan pribadi
2. Kecakapan Sosial
Motivasi (X1)
1. Kebutuhan Akan
Prestasi
2. Kebutuhan akan Afiliasi
3. Kebutuhan untuk
berkuasa
Kinerja Kariawan
(Y)
1. Kualitas kerja.
2. Kuantitas kerja.
3. Ketangguhan yang
baik, inisiatif.
4. Sikap.
H1
H2
H3
40
Barat Kabupaten Sragen. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Motivasi kerja dan kecerdasan emosional berpengaruh signifikan
terhadap kinerja karyawan pada PT. Cool Clean Malang.
2. Penelitian Edi (2005) menemukan bahwa motivasi mempunyai pengaruh
yang lebih besar terhadap terhadap kinerja guru di SMP Negeri se-Rayon
Barat Kabupaten Sragen. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah
dilakukan diatas, maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut :
H2 : Motivasi paling berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada
PT. Cool Clean Malang