chapter 12.kesamaan dalam pendidikan

36
MAKALAH Providing Equal Educational Opportunity (Menyediakan Kesempatan Pendidikan yang Sama) Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pedagogik Dosen: Dr. Ipah Saripah, M.Pd. Nurisa Ainulhaq 1302776 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA 0

Upload: nurisa-ainulhaq

Post on 08-Apr-2016

267 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

MAKALAH

Providing Equal Educational Opportunity(Menyediakan Kesempatan Pendidikan yang Sama)

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Landasan Pedagogik

Dosen: Dr. Ipah Saripah, M.Pd.

Nurisa Ainulhaq

1302776

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2014

0

Page 2: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dapat diperoleh oleh siapa saja, tanpa dibatasi oleh ras, gender,

usia, fisik, dsb. Namun, sejarah menunjukkan bahwa secara global telah terjadi

diskriminasi dalam dunia pendidikan. Biasanya kelompok-kelompok yang sering

memperoleh perlakuan diskriminatif itu adalah kaum wanita dari kaum pria,

kelompok etnik minoritas dari kelompok mayoritas, dan kaum yang cacat dari

kaum non-cacat. Sekolah-sekolah di Amerika Serikat bertujuan menyediakan

kesempatan pendidikan bagi semua siswa melalui tingkat Sekolah Dasar dan

Menengah Atas. Meskipun demikian, kesempatan pendidikan tidak lepas dari

topik tentang kelas sosial, prestasi, ras, dan pendidikan yang efektif terlalu jarang

meluas ke permasalahan ekonomi, penghapusan perbedaan dan minoritas siswa.

Hal tersebut dirangsang oleh gerakan hak-hak sipil, banyak orang telah mengakui

kebutuhan untuk meningkatkan kesempatan pendidikan, bukan hanya bagi siswa

yang kurang beruntung tetapi juga untuk siswa penyandang cacat.

Oleh karena itu, perlu adanya desegregasi (penghapusan perbedaan),

pendidikan kompensasi bagi siswa yang kurang beruntung secara ekonomi,

pendidikan multikultural (termasuk pendidikan bilingual) dan pendidikan bagi

siswa penyandang cacat. Kemudian atas dasar mencerminkan empat gerakan

signifikan yang telah berusaha dalam memperbesar dan menyamakan kesempatan

pendidikan bagi siswa. Kita mungkin setuju bahwa sekolah-sekolah harus

memberikan kesempatan yang sama tapi mempertimbangkan segala aspek ini bagi

pemerintah, dewan sekolah dan kelompok-kelompok hak-hak sipil.

Sebagai seorang guru, dimanapun dia mengajar maka harus membangun

diri secara profesional dan secara moral berkewajiban untuk memberikan bantuan

khusus bagi siswa dengan capaian rendah. Keragaman ras dan etnis meningkat di

tiap populasi siswa, berarti bahwa guru mungkin akan perlu untuk

mengakomodasi siswa dari berbagai kelompok etnis, latar belakang budaya dan

1

Page 3: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

bahasa. Siswa lebih daripada sebelumnya sedang diklasifikasikan sebagai

penyandang cacat, dan semakin siswa ini termasuk dalam kelas reguler. Sebagai

guru, setidaknya sebagian bertanggung jawab untuk menangani kebutuhan khusus

mereka. Berdasarkan pemaparan di atas mengenai masalah perwujudan

desegregasi di Amerika, bagaimana dengan di Indonesia?

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang di atas, Rumusan Masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Perwujudan Desegregasi di Amerika Serikat ?

2. Bagiamana Perwujudan Desegregasi di Indonesia ?

2

Page 4: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Perwujudan Desegregasi (Penghapusan perbedaan) di Amerika

Desegregasi (penghapusan perbedaan) di Amerika berupa: pendidikan

kompensasi bagi siswa yang kurang beruntung secara ekonomi, pendidikan

multikultural (termasuk pendidikan bilingual) dan pendidikan bagi siswa

penyandang cacat.

1. Pendidikan Kompensasi

Pendidikan kompensasi dicetuskan oleh gerakan hak-hak sipil pada tahun

1960, kemudian diperluas dan dilembagakan pada masa presiden Lyndon

Johnson sebagai bentuk perang terhadap kemiskinan. Pendidikan kompensasi

ini berupaya untuk mengatasi masalah anak yang kurang beruntung dalam hal

ekonomi atau berasal dari keluarga berpenghasilan rendah.

Beberapa layanan dari kegiatan pendidikan kompensasi adalah sebagai

berikut:

a. Keterlibatan orang tua dan dukungan.

Program sudah bergerak dari membantu para orang tua belajar untuk

mengajarkan anak mereka untuk meningkatkan fungsi keluarga dan

kelayakan kerja orang tuanya.

b. Pendidikan anak usia dini

Program Head start dan Follow through telah menjadi program

terbesar dari pendidikan kompensasi. Head start umumnya berupaya

untuk membantu anak-anak berumur 4-5 tahun yang kurang beruntung

dalam mencapai kesiapan memasuki kelas satu. Follow through

dikonsentrasikan pada peningkatan prestasi di tingkat dasar.

c. Pengajaran membaca, bahasa, dan matematika

d. Pendidikan Bilingual

e. Bimbingan, konseling, dan layanan sosial

f. Pencegahan drop out

3

Page 5: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

Layanan keterampilan kerja dan pendidikan karir ditujukan untuk

menjaga siswa dari putus sekolah.

g. Pelatihan individu

Banyak program pelatihan kepada guru dan calon guru untuk

membantu guru dalam meningkatkan pengajarannya.

h. Program setelah sekolah

Mengadakan layanan perbaikan akademik atau pengayaan umum, atau

keduanya.

i. Laboratorium komputer dan jaringan

Dana kompensasi telah banyak membantu dalam pengadaan

laboratorium komputer dan jaringan di sekolah-sekolah.

2. Pendidikan Multikultural

Pendidikan multikultural sekarang sudah mengalami perkembangan baik

teoritis maupun praktek sejak konsep paling awal muncul tahun 1960-an yang

pertama kali dikemukakan oleh Banks. Pada saat itu, konsep pendidikan

multikultural lebih pada supremasi kulit putih di AS dan diskriminasi yang

dialami kulit hitam (Murrell P., 1999). Pendidikan multikultural berkembang di

dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya

antarbangsa.

Pendidikan multikultural mengacu pada berbagai cara di mana sekolah

dapat memperhitungkan produksi dari perbedaan budaya antara siswa dan

meningkatkan kesempatan bagi siswa dengan latar belakang budaya yang

berbeda dengan pandangan AS. Aspek-aspek tertentu yang menjadi fokus

pendidikan multikultural yaitu dalam meningkatkan pengajaran bagi siswa

yang tidak belajar bahasa inggris standar atau yang memiliki perbedaan budaya

lain yang menempatkan mereka pada posisi yang kurang menguntungkan

dalam ruang kelas. Sebagai guru, kita harus peduli terhadap diterapkannya

pendidikan multikultural yang dapat bermanfaat bagi semua siswa.

Terdapat empat jenis dan fase perkembangan pendidikan multikultural di

Amerika (Banks, 2004: 4), yaitu:

4

Page 6: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

a. Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberi hak berbeda antara kulit

putih dan kulit berwarna terutama terhadap kualitas pendidikan.

b. Pendidikan menurut konsep salad bowl, di mana masing-masing kelompok

etnis berdiri sendiri, mereka hidup bersama-sama sepanjang yang satu

tidak mengganggu kelompok yang lain.

c. Konsep melting pot, di dalam konsep ini masing-masing kelompok etnis

dengan budayanya sendiri menyadari adanya perbedaan antara sesamanya.

Namun dengan menyadari adanya perbedaan-perbedaan tersebut, mereka

dapat membina hidup bersama. Meskipun masing-masing kelompok

tersebut mempertahankan bahasa serta unsur-unsur budayanya tetapi

apabila perlu unsur-unsur budaya yang berbeda-beda tersebut ditinggalkan

demi untuk menciptakan persatuan kehidupan sosial yang berorientasi

sebagai warga negara AS. Kepentingan negara di atas kepentingan

kelompok, ras, dan budaya.

d. Pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik baru serta

pandangan baru mengenai praktis pendidikan yang memberikan

kesempatan serta penghargaan yang sama terhadap semua anak tanpa

membedakan asal usul serta agamanya. Studi tentang pengaruh budaya

dalam kehidupan manusia menjadi sangat signifikan. Studi kultural

membahas secara luas dan kritis mengenai arti budaya dalam kehidupan

manusia.

Pendidikan di AS pada mulanya hanya dibatasi pada migran berkulit putih,

sejak didirikan sekolah dasar pertama tahun 1633 oleh imigran Belanda dan

berdirinya Universitas Harvard di Cambridge, Boston tahun 1636. Baru tahun

1934 dikeluarkan Undang Undang Indian Reservation Reorganization Act di

daerah reservasi suku Indian. Tujuan pendidikannya adalah proses

Amerikanisasi. Suatu kelompok etnis atau etnisitas adalah populasi manusia

yang anggotanya saling mengidentifikasi satu dengan yang lain, biasanya

berdasarkan keturunan (Smith, 1987). Pengakuan sebagai kelompok etnis oleh

orang lain seringkali merupakan faktor yang berkontribusi untuk

5

Page 7: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

mengembangkan ikatan identifikasi ini. Kelompok etnis seringkali disatukan

oleh ciri budaya, perilaku, bahasa, ritual, atau agama.

Pendidikan Multikultural berkembang di dalam masyarakat multikultural

Amerika yang bersifat antarbudaya etnis yang besar yaitu budaya antarbangsa.

Ada upaya untuk mengubah Pendidikan Multikultural dari yang bersifat

asimilasi (berupa penambahan materi multikultural) menuju ke arah yang

lebih radikal berupa Aksi Sosial. Berkaitan dengan nilai-nilai kebudayaan

yang perlu diwariskan dan dikembangkan melalui sistem pendidikan pada

suatu masyarakat, maka Amerika Serikat memakai sistem demokrasi dalam

pendidikan yang dipelopori oleh John Dewey. Intinya adalah toleransi tidak

hanya diperuntukkan untuk kepentingan bersama akan tetapi juga menghargai

kepercayaan dan berinteraksi dengan anggota masyarakat.

Di Amerika Serikat merupakan strategi yang dianggap paling penting

dalam reformasi pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah

Amerika dari perspektif yang lebih beragam meruapakan suatu agenda

pendidikan yang diperjuangkan intelektual, aktivis dan praktisi pendidikan.

Affirmative action dalam seleksi siswa sampai rekrutmen pengajar di Amerika

adalah salah satu strategi untuk membuat perbaikan ketimpangan struktural

terhadap kelompok minoritas.

3. Pendidikan bagi Penyandang Cacat

Persyaratan bahwa anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan layanan

khusus diantaranya:

a. Anak-anak tidak dapat diberi label sebagai penyandang cacat atau

ditempatkan dalam pendidikan khusus atas dasar kriteria tunggal

seperti nilai IQ, pengujian dan penilaian layanan yang pertama harus

bersikap adil dan komprehensif.

b. Jika anak diidentifikasi sebagai penyandang cacat, para pejabat sekolah

harus melakukan penilaian fungsional dan mengembangkan strategi

intervensi yang cocok.

6

Page 8: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

c. Orang tua dan wali harus memiliki akses terhadap informasi mengenai

diagnosis dan mungkin protes keputusan para pejabat sekolah.

d. Setiap siswa yang memenuhi syarat untuk mendapat layanan khusus

harus diajarkan sesuai dengan program pendidikan individual yang

meliputi jangka panjang dan jangka pendek.

e. Pelayanan pendidikan paling tidak harus disediakan dalam lingkungan

terbatas, yang berarti bahwa anak-anak penyandang cacat harus dalam

kelas reguler sejauh mungkin.

Layanan pendidikan bagi penyandang cacat di Amerika Serikat berupa

pendidikan inklusif dimana penyandang cacat dimasukkan ke dalam kelas

regular.

B. Perwujudan Desegregasi di Indonesia

1. Hal-hal yang dipandang sebagai bentuk diskriminasi dalam

pendidikan

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1, Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan, spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.

Pendidikan biasanya berawal pada seorang bayi itu dilahirkan dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir

seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan

membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia akan bisa (mengajar)

bayi mereka sebelum kelahiran. Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran

yang amat mendalam sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka

walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

Pendidikan merupakan hak azasi manusia bahkan pemerintah telah

mengaturnya dalam Pasal 31 dan 32 UUD 1945 menyatakan bahwa setiap warga

negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama dalam masalah pendidikan dan

kebudayaan. Kedua pasal ini menunjukan bahwa begitu konsen dan peduli

7

Page 9: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

terhadap pendidikan dan kebudayaan warga negara Indonesia. Setiap warga

negara mendapat porsi yang sama dalam kedua masalah ini. Tidak hanya itu saja

Konstitusi kita (UUD 1945) menjamin hak setiap warga negara untuk

memperoleh pendidikan, sebagai upaya membangun bangsa. Amanat ini, jelas

disebutkan dalam Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945.

Di dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional Bab III tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan, pasal 4

menyatakan: “Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan

serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai

keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.” Kesetaraan dalam

memperoleh pendidikan juga diabadikan dalam Pasal 26 Deklarasi Universal

HAM dan Pasal 14 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya. Hak atas pendidikan ini ditegaskan kembali tahun 1960 UNESCO

Konvensi melawan Diskriminasi dalam Pendidikan. Namun, di Indonesia,

terdapat beberapa hal yang dipandang sebagai suatu bentuk diskriminasi dalam

pendidikan, diantaranya:

a. Keberadaan sekolah Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)

Adanya sekolah dengan program RSBI diamanatkan dalam Pasal 50 ayat

(3) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU

Sisdiknas). Sekolah dengan label RSBI dan SBI memang bertujuan untuk

memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, di samping memfasilitasi

anak-anak yang memang potensial secara akademik untuk lebih maju dan

setara dengan anak-anak di luar negeri. Namun kenyataan yang terjadi di

lapangan, RSBI dan SBI dinilai telah menciptakan kasta dalam dunia

pendidikan Indonesia. Jalur masuk yang dibedakan (biasanya lebih awal dari

penerimaan siswa reguler), fasilitas yang lebih memadai, alokasi pengajar

unggulan, serta bahasa Inggris yang dijadikan sebagai bahasa pengantar

membuat RSBI dan SBI terlihat sangat eksklusif. Selain itu, biaya pendidikan

di RSBI dan SBI juga umumnya berkali lipat lebih mahal jika dibandingkan

dengan sekolah reguler. Akibatnya, hanya anak-anak dari golongan

menengah ke atas yang dapat menikmati keunggulan-keunggulan tersebut.

8

Page 10: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

RSBI dan SBI yang telah diterapkan selama bertahun-tahun dalam dunia

pendidikan Indonesia kini resmi dihapuskan. Penghapusan yang dilakukan

oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada 8 Januari 2013 itu menuai dukungan

dari berbagai elemen masyarakat. Mereka melihat bahwa hasil lulusan RSBI

tidak beda dengan sekolah tersebut ketika masih menyandang sekolah standar

nasional (SSN). Dasar lainya adalah besarnya biaya penyelenggaraan

pendidikan RSBI. Pasalnya, eksistensi RSBI dan SBI di Indonesia

belakangan ini dinilai sebagai perwujudan diskriminasi dalam dunia

pendidikan.

b. Pelaksanaan Ujian Nasional (UN)

Pelaksanaan UN (Ujian Nasional) telah membuat guru-guru matapelajaran

non-UN merasa terdiskriminasi. Peristiwa ujian nasional, akan menimbulkan

kesan bahwa, ada guru-guru mata pelajaran tertentu yang merasa diabaikan

dan ada guru-guru mata pelajaran tertentu yang merasa sangat dibutuhkan.

Akhirnya jika hal ini tidak ditangani dengan bijaksana oleh para guru maka

hanya akan menjadi pertikaian yang terjadi antar guru. Selain membuat

beberapa guru matapelajaran cemburu terhadap beberapa guru matapelajaran

lain. UN juga telah melakukan hak-hak asasi siswa di daerah pedalaman.

Dengan fasilitas yang berbeda dengan yang dinikmati siswa-siswa yang

berada di perkotaan, siswa-siswa dituntut untuk mengerjakan soal yang sama

dengan yang dikerjakan siswa-siswa di daerah perkotaan yang memiliki

fasilitas yang lebih lengkap daripada siswa-siswa yang berada di pedalaman.

Selain itu, siswa di daerah terpencil juga dituntut untuk memenuhi nilai

minimal standar kelulusan. Pemerintah dan Dinas Pendidikan seolah tidak

mau tahu dengan terbatasnya fasilitas yang dimiliki oleh sekolah-sekolah di

daerah terpencil.

Selain itu, UN juga dipandang sebagai bentuk praktik diskriminasi

pendidikan. UN hanya berorientasi pada aspek kognitif saja, sementara aspek

afektif dan psikomotorik selalu diabaikan. Pelaksanaan evaluasi pembelajaran

hanya untuk menguji kecerdasan kognitif belaka, sehingga siswa hanya

9

Page 11: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

berusaha mengasah kemampuan kognitifnya saja dan mengabaikan

kecerdasan lainnya.

c. Diskriminasi pembangunan pendidikan antara pedesaan dan perkotaan.

Rendahnya fasilitas pendidikan di pedesaan sudah menjadi fakta yang tak

terbantahkan lagi. Anak-anak yang sekolah di pedesaan harus ikhlas dengan

gedung dan fasilitas yang jauh dari harapan dan tak memenuhi standar

nasional pendidikan.

d. Diskriminasi antara pendidikan agama dan umum.

Pendidikan agama baik madrasah maupun pesantren merupakan bagian

integral dari pendidikan nasional yang memiliki tujuan yang sama untuk

mencerdaskan kehidupan bangsa. Tetapi sayangnya madrasah dan pondok

pesantren terkesan dianaktirikan. Bahkan di beberapa daerah di kabupaten

tidak memiliki madrasah tempat anak negeri ini mendalami ajaran agamanya

sebagai wadah untuk membina akhlak dan budi pekerti mulia.

e. Isu kesetaraan gender

Isu gender masih menjadi masalah dalam pemenuhan persamaan

kedudukan untuk  mendapatkan pendidikan. Doktrin yang mengatakan bahwa

laki-laki lebih mempunyai hak pengenyam pendidikan daripada perempuan di

masyarakat menyebabkan angka putus sekolah di kalangan perempuan

semakin tinggi, bahkan undang-undang pernikahan membolehkan anak

perempuan menikah di usia 16 tahun.

f. Persamaan kedudukan untuk mendapatkan pendidikan banyak terhalang oleh

ekonomi.

Dari data lapangan diperoleh informasi bahwa rata-rata tingkat putus

sekolah dan tinggal kelas di tingkat dasar cukup tinggi, terutama di daerah

pedesaan yang pada umumnya berasal dari keluarga yang pendapatanya

rendah. Di samping itu, mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan atau

10

Page 12: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

berada di daerah terpencil selalu kesulitan mengakses pendidikan, sehingga

kualitas pendidikannya sangat rendah. Dengan posisi seperti itu, bagaimana

mereka yang miskin dan hidup terpencil mau bersaing meningkatkan taraf

ekonominya. Ada perbedaan mencolok antara anak miskin dan yang kaya

dalam mendapatkan akses pendidikan. Kesenjangan juga terjadi antara

mereka yang hidup di kota dengan daerah terpencil. Sebab, mereka yang

miskin bersekolah dengan fasilitas apa adanya. Sedangkan yang mampu

selalu diunggulkan di sekolah favorit. Sehingga menimbulkan persoalan

dimana terdapat pada pemanfaatan subsidi pendidikan antara anak-anak kota

dan desa ada kecenderungan kuat, bahwa anak asal perkotaan memperoleh

manfaat yang lebih besar dari subsidi pendidikan.

2. Upaya yang dilakukan dalam penghapusan diskriminasi

Untuk menghapuskan perlakuan diskriminatif tersebut, maka harus ada

kesamaan dalam memperoleh kesempatan pendidikan. Kesamaan kesempatan

pendidikan adalah sikap nondiskriminatif bahwa setiap warga masyarakat, tanpa

memandang ras, warna kulit, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial atau bentuk-

bentuk stratifikasi sosial lainnya, berhak untuk diberi kesempatan yang sama

dalam memasuki suatu program pendidikan.

Pengamat pendidikan Anita Lie, siswa sepertinya terkotak-kotak sesuai

dengan latar belakang sosial-ekonomi, yang dalam hal tertentu juga agama dan

etnis. Kondisi ini makin diperparah dengan otonomi daerah yang pada gilirannya

memunculkan variasi dan disparitas layanan pendidikan. Jika kesenjangan-

kesenjangan di atas tidak dapat diatasi  akan sulit untuk semua pihak untuk

mendapatkan persamaan kedudukan untuk mendapatkan pendidikan yang

menekankan pentingnya menghapus segala bentuk diskriminasi dan ekslusifitas di

lingkup pendidikan kita.

Khusus pendidikan formal atau pendidikan persekolahan yang berjenjang

dan tiap-tiap jenjang memiliki fungsinya masing-masing maupun kebijaksanaan

memperoleh kesempatan pendidikan pada tiap jenjang itu diatur dengan

11

Page 13: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

memperhitungkan faktor-faktor kuantitatif dan kualitatif serta relevansi yang

selalu ditentukan proyeksinya secara terus menerus dengan seksama.

Pada jenjang pendidikan dasar, kebijaksanaan penyediaan memperoleh

kesempatan pendidikan didasarkan atas pertimbangan faktor kuantitatif, karena

kepada seluruh warga Negara perlu diberikan bekal dasar yang sama. Pada

jenjang pendidikan menengah dan terutama pada jenjang pendidikan yang tinggi,

kebijakan pemertaan didasarkan atas pertimbangan  kualitatif dan relevansi, yaitu

minat dan kemampuan anak, keperluan, tenaga kerja, dan keperluan

pengembangan masyarakat, kebudayaan, ilmu, dan tekonologi. Agar tercapai 

keseimbangan antara faktor minat dengan kesempatan memperoleh pendidikan,

perlu diadakan penerangan yang seluas-luasnya mengenai bidang-bidang

pekerjaan dan keahlian dan persyaratannya yang dibutuhkan dalam pembangunan

utamanya bagi bidang-bidang yang baru dan langka.

a. Mencanangkan Program Wajib Belajar

Salah satu usaha pemerintah dalam upaya persamaan untuk pendidikan

adalah dengan mencanangkan wajib belajar sembilan tahun yang dimulai

dilaksanakan sejak tahun 1994/1995. Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib

belajar UU No. 20 Tahun 2003 Bab III pasal 6 menyatakan: “Setiap warga negara

yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan

dasar.” Tujuan utamanya adalah untuk mengurangi kesenjangan sosial yang

terjadi di masyarakat yang menuju ke arah modernisasi dan industrialisasi,

pendidikan dipandang sebagai salah satu faktor utama yang menentukan

pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan produktivitas kerja tenaga kerja

terdidik. Oleh karena itu, perlu diupayakan peningkatan perluasan dan keadilan

untuk memperoleh kesempatan pendidikan yang bermutu bagi setiap warga

negara.

Pendidikan dianggap sebagai fungsi publik penting, dan negara sebagai

penyedia utama pendidikan melalui alokasi sumber daya anggaran dan mengatur

penyediaan pendidikan. Negara kita telah mengimplementasikan melalui program

wajib belajar hingga SMP. Mulai tahun 2011, pemerintah bahkan menggratiskan

sekolah sampai SMA. Setiap orang berhak mengembangkan pemenuhan

12

Page 14: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat

ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas

hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

b. Memberikan Kemudahan dalam Akses Pendidikan

Upaya peningkatan mutu perluasan pendidikan membutuhkan sekurang-

kurangnya 3 faktor :

1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan dalam arti kualitas tenaga

kependidikan, biaya dan sarana belajar.

2) Mutu proses belajar mengajar yang dapat mendorong siswa belajar efektif.

3) Mutu keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap, keterampilan, dan nilai–

nilai.

Berdasarkan hal tersebut, dalam memfasilitasi kesetaraan dalam

pendidikan diperlukan akses yang mudah bagi setiap orang dalam mendapatkan

pendidikan. Akses pendidikan adalah kemudahan yang diberikan kepada setiap

warga masyarakat untuk menggunakan kesempatannya untuk memasuki suatu

program pendidikan. Akses tersebut dapat berupa sikap sosial yang

nondiskriminatif, kebijakan politik dalam bentuk peraturan perundang-undangan

yang mendukung dan mencegah diskriminasi, tersedianya lingkungan fisik

pendidikan yang aksesibel, tersedianya alat bantu belajar/mengajar yang sesuai,

dan biaya pendidikan yang terjangkau, yang memungkinkan setiap warga

masyarakat menggunakan kesempatannya untuk mengikuti proses

belajar/mengajar di program pendidikan yang dipilihnya. Dalam dunia pendidikan

ada tiga akses yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan kesetaraan tersebut

yakni kesetaraan akses terhadap fasilitas pendidikan, dalam peranan termasuk

pengambilan kebijakan, dan kesetaraan dalam menerima manfaat. Dalam rangka

meningkatkan mutu pendidikan, maka diperlukan faktor–faktor sebagai berikut :

1) Kecukupan sumber-sumber pendidikan untuk menunjang proses

pendidikan dalam arti kecukupan dalam jumlah dan mutu guru, buku teks

bagi murid dan sarana yang memadai untuk itu diperlukan peningkatan

anggaran pendidikan.

13

Page 15: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

2) Kualitas manajemen sekolah harus ditingkatkan.

3) Alokasi anggaran lebih diprioritaskan untuk berbagai penyuluhan yang

berlangsung menyentuh kebutuhan PBM.

4) Adanya kompetensi lulusan dengan kompetensi kebutuhan tenaga kerja

maka perlu dikembangkan budaya mencari kerja menjadi budaya pencipta

kerja.

5) Peran serta masyarakat perlu ditingkatkan dalam penyelenggaraan

pendidikan antara lain dengan mengembangkan mekanisme kerja sama

saling menguntungkan bagi peserta didik, lembaga pendidikan,

masyarakat dan dunia usaha.

6) Untuk menjembatani kesenjangan dalam kesempatan memperoleh

pendidikan yang bermutu dengan melakukan restrukturisasi penerimaan

dan pengeluaran pendidikan menjadi salah satu prioritas utama yang harus

dilakukan.

7) Pendidikan dasar merupakan tahapan yang kritis dan awal yang baik

dalam upaya pembentukan watak dan kualitas SDM maka diadakan wajib

belajar 9 tahun.

c. Pendidikan Multikultural

Di Indonesia, pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu

pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang

heterogen, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru dilakukan.

Pendidikan multikultural yang dikembangkan di Indonesia sejalan pengembangan

demokrasi yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan

otonomi daerah. Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak berhati-hati justru akan

menjerumuskan kita ke dalam perpecahan nasional.

Penambahan informasi tentang keragaman budaya merupakan model

pendidikan multikultural yang mencakup revisi atau materi pembelajaran,

termasuk revisi buku-buku teks. Namun, pendidikan multikultural tidak sekedar

merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem

pembelajaran itu sendiri.

14

Page 16: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

Untuk mewujudkan model-model tersebut, pendidikan multikultural di

Indonesia perlu memakai kombinasi model yang ada, agar seperti yang diajukan

Gorski, pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal jenis transformasi,

yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah dan proses belajar mengajar,

dan (3) transformasi masyarakat.

Ada beberapa pendekatan dalam proses pendidikan multikultural, yaitu: 

Pertama, tidak lagi terbatas pada menyamakan pandangan pendidikan

(education) dengan persekolahan (schooling) atau pendidikan multikultural

dengan program-program sekolah formal. Pandangan yang lebih luas mengenai

pendidikan sebagai transmisi kebudayaan membebaskan pendidik dari asumsi

bahwa tanggung jawab primer mengembangkan kompetensi kebudayaan di

kalangan anak didik semata-mata berada di tangan mereka dan justru semakin

banyak pihak yang bertanggung jawab karena program-program sekolah

seharusnya terkait dengan pembelajaran informal di luar sekolah. 

Kedua, menghindari pandangan yang menyamakan kebudayaan-

kebudayaan dengan kelompok etnik adalah sama. Artinya, tidak perlu lagi

mengasosiasikan kebudayaan semata-mata dengan kelompok-kelompok etnik

sebagaimana yang terjadi selama ini. Secara tradisional, para pendidik

mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang

relatif self sufficient, ketimbang dengan sejumlah orang yang secara terus menerus

dan berulang-ulang terlibat satu sama lain dalam satu atau lebih kegiatan. Dalam

konteks pendidikan multikultural, pendekatan ini diharapkan dapat mengilhami

para penyusun program-program pendidikan multikultural untuk melenyapkan

kecenderungan memandang anak didik secara stereotip menurut identitas etnik

mereka dan akan meningkatkan eksplorasi pemahaman yang lebih besar mengenai

kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari berbagai kelompok etnik.

Ketiga, karena pengembangan kompetensi dalam suatu “kebudayaan

baru” biasanya membutuhkan interaksi inisiatif dengan orang-orang yang sudah

memiliki kompetensi, bahkan dapat dilihat lebih jelas bahwa upaya-upaya untuk

mendukung sekolah-sekolah yang terpisah secara etnik adalah antitesis terhadap

tujuan pendidikan multikultural. Mempertahankan dan memperluas solidaritas

15

Page 17: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

kelompok adalah menghambat sosialisasi ke dalam kebudayaan baru. Pendidikan

bagi pluralisme budaya dan pendidikan multikultural tidak dapat disamakan

secara logis. 

Keempat, pendidikan multikultural meningkatkan kompetensi dalam

beberapa kebudayaan. Kebudayaan mana yang akan diadopsi ditentukan oleh

situasi. 

Kelima, kemungkinan bahwa pendidikan bahwa pendidikan (baik dalam

maupun luar sekolah) meningkatkan kesadaran tentang kompetensi dalam

beberapa kebudayaan. Kesadaran seperti ini kemudian akan menjauhkan kita dari

konsep dwi budaya atau dikhotomi antara pribumi dan non-pribumi. Dikotomi

semacam ini bersifat membatasi individu untuk sepenuhnya mengekspresikan

diversitas kebudayaan. Pendekatan ini meningkatkan kesadaran akan

multikulturalisme sebagai pengalaman normal manusia. Kesadaran ini

mengandung makna bahwa pendidikan multikultural berpotensi untuk

menghindari dikotomi dan mengembangkan apresiasi yang lebih baik melalui

kompetensi kebudayaan yang ada pada diri anak didik. 

d. Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Kesetaraan pendidikan tersebut juga berfokus pada anak berkebutuhan

khusus (Meyer, Jill ddk, 2005). Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang

dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami

kelainan/penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional), sehingga

memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Direktorat Pendidikan Luar Biasa

dalam Mangunsong, 2010). Penyimpangan yang dimaksud dalam definisi tersebut

yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, lamban belajar, berbakat,

tunalaras, gangguan komunikasi, ADHD, dan autisme (Mangunsong, 2009).

Anak Berkebutuhan Khusus pada awalnya dikenal sebagai Anak Luar

Biasa (ALB) sehingga pendidikannya juga dikenal sebagai Pendidikan Luar

Biasa (PLB), dimana UU No. 2 tahun 1989  pasal 8 ayat 1 menegaskan bahwa

“Warga negara yang memiliki kelainan fisik dan/atau mental berhak memperoleh

16

Page 18: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

pendidikan luar biasa.” Pada masa itu lembaga pendidikannya juga dikenal

sebagai Sekolah Luar Biasa (SLB).

Perkembangan selanjutnya dalam bidang pendidikan  pasal 5 ayat 2 UU

No. 20 Tahun 2003 mengganti istilah Pendidikan Luar Biasa menjadi Pendidikan

Khusus  dengan menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik,

emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan

khusus.” Selain itu ayat 4  juga menjamin  bahwa “Warga negara yang memiliki

potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.”

Jadi kelainan ditinjau dari kekurangan dan kelebihannya.

Selanjutnya lembaga pendidikan  bagi ABK  dapat kita pahami atas dasar

UU No. 20 tahun 2003  Pasal 15 yakni  Jenis pendidikan mencakup pendidikan

umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.  Sedangkan

pasal 32  ayat 1  UU No. 20 Th  2003  menegaskan bahwa. “Pendidikan khusus

merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam

mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,

dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.”

Oleh karena itu, sebagai lembaga pendidikan jalur pendidikan formal

jenjang PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, maka lembaga

pendidikan dalam koridor pendidikan khusus untuk semua jenjang harus

berpedoman pada UU No. 20 Tahun 2003.  Dari segi lembaga dan jenjang 

Pendidikan Khusus  meliputi Jenjang PAUD adalah  TKLB, Jenjang Pendidikan

Dasar adalah SDLB dan SMPLB, sedang untuk jenjang Pendidikan Menengah 

adalah SMALB.

Selanjutnya secara teknis operasional pendidikan khusus diatur  dengan 

Permendiknas No. 01 tahun 2008 tentang Standar Operasional Pendidikan Khusus

yang secara sederhana dapat dipahami sbb :

1) Pengelompokan siswa adalah bagian A untuk siswa Tunanetra, bagian B

untuk siswa Tunarungu, bagian C untuk siswa Tuangrahiata ringan, Bagian

C1 untuk siswa Tunagrahita sedang,  Bagian D untuk siswa Tunadaksa,

bagian D1  untuk siswa Tunadaksa sedang  dan bagian E untuk  anak

Tunalaras.

17

Page 19: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

2) Pengelolaan kelas diatur untuk jenjang TKLB dan SDLB maksimum 5 anak

per kelas, dan untuk SMPLB dan SMALB  8 anak perkelas.

3) Kurikulum yang diterapkan adalah KTSP  dalam bentuk kurikulum jenjang

TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB masing-masing untuk bagian A, B, C,

C1, D, D1  dan E

4) Pembelajaran bersifat individual.

5) Pembagian tugas untuk jenjang TKLB dan SDLB  adalah guru kelas, sedang

untuk SMPLB dan SMALB  sebagai guru matapelajaran.

6) Persyaratan untuk menjadi guru pada  TKLB dan SDLB diharuskan 

berijazah S1 (sarjana) Pendidikan Khusus (PK)  atau Pendidikan Luar Biasa

(PLB), sedang untuk guru SMPLB dan SMALB dapat S1 PK / PLB  atau S1

mata pelajaran yang diajarkan di SMPLB dan SMALB.

Selain diadakannya pendidikan khusus, pemerintah juga mulai

menerapkan pendidikan inklusi bagi ABK. Pendidikan inklusi adalah

termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya. Ada beberapa pengertian

mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah pendidikan inklusi

merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem

pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi

setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang

ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan

lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan

anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal)

untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Selama ini anak- anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel)

disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis

difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak

disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi

anak-anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama

ini tidak disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak

difabel dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di

masyarakat kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari

18

Page 20: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

dinamika sosial di masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan

kehidupan kelompok difabel. Sementara kelompok difabel sendiri merasa

keberadaannya bukan menjadi bagian yang integral dari kehidupan

masyarakat di sekitarnya.

Seiring dengan berkembangnya tuntutan kelompok difabel dalam

menyuarakan hak-haknya, maka kemudian muncul konsep pendidikan

inklusi. Salah satu kesepakatan Internasional yang mendorong terwujudnya

sistem pendidikan inklusi adalah Convention on the Rights of Person with

Disabilities and Optional Protocol yang disahkan pada Maret 2007. Pada

pasal 24 dalam Konvensi ini disebutkan bahwa setiap negara berkewajiban

untuk menyelenggarakan sistem pendidikan inklusi di setiap tingkatan

pendidikan. Adapun salah satu tujuannya adalah untuk mendorong

terwujudnya partisipasi penuh difabel dalam kehidupan masyarakat. Namun

dalam prakteknya sistem pendidikan inklusi di Indonesia masih menyisakan

persoalan tarik ulur antara pihak pemerintah dan praktisi pendidikan, dalam

hal ini para guru.

Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan

perbaikan dalam berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah

inklusi merupakan sekolah yang ideal baik bagi anak dengan dan tanpa

berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat mendukung terhadap

anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi

spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek social dan emosional.

Sedangkan bagi anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang

kepada mereka untuk belajar berempati, bersikap membantu dan memiliki

kepedulian. Di samping itu bukti lain yang ada mereka yang tanpa

berkebutuhan khusus memiliki prestasi yag baik tanpa merasa terganggu

sedikitpun.

Penyelengaraan sistem pendidikan inklusi merupakan salah satu syarat

yang harus terpenuhi untuk membangun tatanan masyarakat inklusi (inclusive

society). Sebuah tatanan masyarakat yang saling menghormati dan

menjunjung tinggi nilai–nilai keberagaman sebagai bagian dari realitas

19

Page 21: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

kehidupan. Pemerintah melalui PP No.19 tahun 2005 tentang Standar

Nasional Pendidikan, pasal 41(1) telah mendorong terwujudnya sistem

pendidikan inklusi dengan menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan yang

melaksanakan pendidikan inklusi harus memiliki tenaga kependidikan yang

mempunyai kompetensi menyelenggarakan pembelajaran bagi peserta didik

dengan kebutuhan khusus.

20

Page 22: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perwujudan desegregasi di Amerika dengan adanya program

pendidikan kompensasi bagi anak dengan ekonomi rendah, pendidikan

multikultural untuk siswa dengan berbagai latar belakang budaya/etnis, dan

pendidikan inklusif bagi penyandang cacat.

Perwujudan desegregasi di Indonesia hampir sama dengan di Amerika,

terdapat penerapan pendidikan multikultural dan pendidikan inklusif.

21

Page 23: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Ornstein, Allan. C., Levine Daniel. U., Gutek, Gerald. L., (2008), Foundations of Education, 11th Edition, Canada, Wadsworth.

http://abraham4544.wordpress.com/umum/problematika-pendidikan-di-indonesia/

http://pulpleblossom.blogspot.com/2011/04/persamaan-kedudukan-untuk-mendapatkan.html

http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/12/rsbi-bentuk-diskriminasi-pendidikan-456747.html

http://kampus.okezone.com/read/2013/01/14/367/745880/diskriminasi-dalam-dunia-pendidikan-indonesia

http://issnaini.blogspot.com/2012/10/makalah-diskriminasi-pendidikan.html

http://teacher-is-mydestiny.blogspot.com/2012/01/diskriminasi-dalam-dunia-pendidikan.html

http://pendidikanmultikulturalindonesia.blogspot.com/

http://syarifhidate.blogspot.com/2013/07/pendidikan-multikultural.html

http://sekolah-mandiri.sch.id/node/18

22

Page 24: Chapter 12.Kesamaan Dalam Pendidikan

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................i

A. PENDAHULUAN ......................................................................................1

1. Latar Belakang Masalah......................................................................... 1

2. Rumusan Masalah................................................................................... 2

B. PEMBAHASAN...........................................................................................3

1. Perwujudan Desegregasi di Amerika......................................................3

a. Pendidikan Kompensasi....................................................................3

b. Pendidikan Multikultural...................................................................4

c. Pendidikan bagi Penyandang Cacat..................................................6

2. Perwujudan Pemerataan Pendidikan di Indonesia...................................7

a. Hal-hal yang dipandang sebagai bentuk diskriminasi dalam

pendidikan.........................................................................................7

b. Upaya yang dilakukan dalam penghapusan diskriminasi.................11

C. PENUTUP .................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................22

23i