klarifikasi terkait kesamaan karya ilmiah dengan …

226
Jakarta, 05 Februari 2020 Kepada Yth. Tim Penilai Usulan Guru Besar atas nama Dr. Dwiza Riana, S.Si.,MM.,M.Kom Di Tempat KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN DISERTASI Klarifikasi Disertasi dengan judul PEROLEHAN CITRA SEL TUNGGAL PAP SMEAR UNTUK DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PROSES PEMISAHAN SEL TUMPANG TINDIH DAN ELIMINASI SEL RADANG” terkait kesamaan dengan artikel ilmiah yang telah dipublikasikan dengan judul PERBANDINGAN SEGMENTASI LUAS NUKLEUS SEL NORMAL DAN ABNORMAL PAP SMEAR MENGGUNAKAN OPERASI KANAL WARNA DENGAN DETEKSI TEPI CANNY DAN REKONSTRUKSI MORFOLOGI. Berdasarkan hasil analisa dan perbandingan yang dilakukan terhadap komponen permasalahan penelitian, tujuan penelitian, data set yang digunakan, algoritma, metode penelitian, hasil penelitian dan kontribusi paper dan disertasi diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Permasalahan penelitian dalam kedua penelitian ini sangat berbeda. Penelitian pada paper fokus kepada perbandingan segmentasi dari luas nukleus sel normal dan abnormal, sedangkan permasalahan pada disertasi mengatasi keberadaan sel tumpang tindih untuk memperoleh citra sel tunggal dan khusus pada proses pengolahan citra sehingga kemiripan dari permasalahan penelitian sebesar 0%. 2. Terdapat perbedaan tujuan yang sangat signifikan dari kedua penelitian ini. Tujuan penelitian pada paper adalahuntuk menemukan metode pengukuran yang cocok dengan pengukuran luas inti secara manual. Sedangkan tujuan penelitian disertasi mendapatkan citra sel tunggal, menyelesaikan masalah pada sel radang dan mengidentifikasi sel nukleus pada citra Pap-smear tumpang tindih. Sehingga kemiripan tujuan penelitian antara keduanya sebesar 0%. 3. Dataset yang digunakan dalam kedua penelitian sangat berbeda dan memiliki permasalahan atau peluang penelitian yang tidak sama. Sehingga dengan dataset yang tidak sama maka kedua penelitian tidak memiliki kemiripan atau kemiripannya sebesar 0%. 4. Terdapat perbedaan algoritma yang digunakan dalam kedua penelitian sehingga kemiripannya 0%. 5. Dari kedua gambar metode penelitian terlihat bahwa tahapan penelitian yang dilakukan dalam kedua penelitian ini sangat berbeda dan tentu saja sesuai dengan tujuan penelitian masing-masing. Kesamaan kedua penelitian ini adalah bertujuan untuk mendapatkan solusi bagi deteksi dini secara otomatis citra Pap-smear untuk menanggulangi permasalahan cervical cancer. Sehingga kemiripan pada metode penelitian sebesar 0%. 6. Hasil penelitian dari keduanya jelas memiliki perbedaan sehingga kemiripannya 0%. 7. Masing-masing penelitian memiliki kontribusi yang berbeda sehingga dapat dinyatakan memiliki kemiripan 0%. Untuk rincian dari analisa kemiripan pada masing-masing paper dapat dilihat pada tabel yang disertakan dalam surat klarifikasi ini. Demikian klarifikasi ini saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu Tim Penilai, mohon maaf jika terdapat hal-hal yang kurang berkenan dan atas perhatian Bapak dan Ibu diucapkan terimakasih. Hormat saya, Dr. Dwiza Riana, S.SI.,MM.,M.Kom

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jakarta, 05 Februari 2020

Kepada Yth.

Tim Penilai Usulan Guru Besar atas nama Dr. Dwiza Riana, S.Si.,MM.,M.Kom

Di Tempat

KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN DISERTASI

Klarifikasi Disertasi dengan judul “PEROLEHAN CITRA SEL TUNGGAL PAP SMEAR UNTUK

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PROSES PEMISAHAN SEL TUMPANG TINDIH

DAN ELIMINASI SEL RADANG” terkait kesamaan dengan artikel ilmiah yang telah dipublikasikan dengan

judul “PERBANDINGAN SEGMENTASI LUAS NUKLEUS SEL NORMAL DAN ABNORMAL PAP

SMEAR MENGGUNAKAN OPERASI KANAL WARNA DENGAN DETEKSI TEPI CANNY DAN

REKONSTRUKSI MORFOLOGI”.

Berdasarkan hasil analisa dan perbandingan yang dilakukan terhadap komponen permasalahan penelitian, tujuan

penelitian, data set yang digunakan, algoritma, metode penelitian, hasil penelitian dan kontribusi paper dan

disertasi diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Permasalahan penelitian dalam kedua penelitian ini sangat berbeda. Penelitian pada paper fokus kepada

perbandingan segmentasi dari luas nukleus sel normal dan abnormal, sedangkan permasalahan pada

disertasi mengatasi keberadaan sel tumpang tindih untuk memperoleh citra sel tunggal dan khusus pada

proses pengolahan citra sehingga kemiripan dari permasalahan penelitian sebesar 0%.

2. Terdapat perbedaan tujuan yang sangat signifikan dari kedua penelitian ini. Tujuan penelitian pada

paper adalahuntuk menemukan metode pengukuran yang cocok dengan pengukuran luas inti secara

manual. Sedangkan tujuan penelitian disertasi mendapatkan citra sel tunggal, menyelesaikan masalah

pada sel radang dan mengidentifikasi sel nukleus pada citra Pap-smear tumpang tindih. Sehingga

kemiripan tujuan penelitian antara keduanya sebesar 0%.

3. Dataset yang digunakan dalam kedua penelitian sangat berbeda dan memiliki permasalahan atau

peluang penelitian yang tidak sama. Sehingga dengan dataset yang tidak sama maka kedua penelitian

tidak memiliki kemiripan atau kemiripannya sebesar 0%.

4. Terdapat perbedaan algoritma yang digunakan dalam kedua penelitian sehingga kemiripannya 0%.

5. Dari kedua gambar metode penelitian terlihat bahwa tahapan penelitian yang dilakukan dalam kedua

penelitian ini sangat berbeda dan tentu saja sesuai dengan tujuan penelitian masing-masing. Kesamaan

kedua penelitian ini adalah bertujuan untuk mendapatkan solusi bagi deteksi dini secara otomatis citra

Pap-smear untuk menanggulangi permasalahan cervical cancer. Sehingga kemiripan pada metode

penelitian sebesar 0%.

6. Hasil penelitian dari keduanya jelas memiliki perbedaan sehingga kemiripannya 0%.

7. Masing-masing penelitian memiliki kontribusi yang berbeda sehingga dapat dinyatakan memiliki

kemiripan 0%.

Untuk rincian dari analisa kemiripan pada masing-masing paper dapat dilihat pada tabel yang disertakan dalam

surat klarifikasi ini.

Demikian klarifikasi ini saya sampaikan kepada Bapak dan Ibu Tim Penilai, mohon maaf jika terdapat

hal-hal yang kurang berkenan dan atas perhatian Bapak dan Ibu diucapkan terimakasih.

Hormat saya,

Dr. Dwiza Riana, S.SI.,MM.,M.Kom

User
New Stamp
Page 2: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Perbandingan dan Klarifikasi Kemiripan Paper No. 15 dengan Disertasi an Dwiza Riana

No Komponen

yang

dibandingkan

Paper: Perbandingan Segmentasi Luas

Nukleus Sel Normal dan Abnormal Pap

Smear Menggunakan Operasi Kanal

Warna dengan Deteksi Tepi Canny dan

Rekonstruksi Morfologi, Jurnal TICOM,

2013

Disertasi, 28 Agustus 2015, berjudul Perolehan Citra Sel

Tunggal mikroskopik Pap Smear Melalui proses

pemisahan sel tumpeng tindih dan eliminasi sel radang

(ImageAcquisition of Pap Smear Single Cell for Early

Detection of Cervical Cancer Cells through the process

of separation of overlapping cells and elimination of

inflammatory cells )

Klarifikasi kemiripan

Paper terhadap Disertasi

1 Permasalahan

Penelitian

Skrining Pap smear secara teratur adalah upaya

ilmu dan praktik kedokteran yang paling

berhasil untuk deteksi dini kanker serviks.

Analisis manual sel-sel serviks memakan

waktu, melelahkan dan rawan kesalahan. Dalam

deteksi dini, karakterisasi inti sel berperan

penting untuk mengklasifikasikan derajat

kelainan pada kanker serviks.

Diagnosis kanker serviks pada citra Pap smear terkadang sulit

dilakukan padahal merupakan prosedur yang sangat penting.

Untuk memperoleh informasi diagnostik yang dapat

diandalkan, nukleus dan karakteristik sel harus diidentifikasi

dan dievaluasi dengan benar. Namun, kehadiran sel-sel

radang dan sel tumpang tindih dalam citra mikroskopik Pap

smear mempersulit proses deteksi. Disertasi ini difokuskan

pada pengembangan metode segmentasi citra untuk secara

efisien menangani masalah keberadaan spesifik sel-sel

radang dan sel tumpang tindih pada citra mikroskopik Pap

smear untuk mendapatkan sel tunggal bagi deteksi dini

kanker serviks. Citra mikroskopik Pap smear memiliki

kompleksitas dan karakteristik tertentu, tantangan bagi setiap

metode segmentasi untuk mengatasi kompleksitas dan

masalah citra Pap Smear, yaitu tingginya tingkat tumpang

tindih sel, kurangnya homogenitas dalam intensitas citra dan

keberadaan sel-sel radang. Permasalahan dalam penelitian ini

adalah mengatasi keberadaan sel tumpang tindih dan sel

radang pada citra mikroskopik Pap smear. Membangun

teknik segmentasi pada citra sel tumpang tindih adalah

rintangan utama untuk analisis sel servik.

Permasalahan penelitian

dalam kedua penelitian ini

sangat berbeda. Penelitian

pada paper fokus kepada

perbandingan segmentasi

dari luas nukleus sel normal

dan abnormal, sedangkan

permasalahan pada disertasi

mengatasi keberadaan sel

tumpang tindih untuk

memperoleh citra sel

tunggal dan khusus pada

proses pengolahan citra

sehingga kemiripan dari

permasalahan penelitian

sebesar 0%

Page 3: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

2 Tujuan

Penelitian

Tujuan dari pekerjaan ini adalah untuk

menemukan metode pengukuran yang cocok

dengan pengukuran luas inti secara manual.

Dalam pekerjaan ini, kami menggunakan

gambar Pap smear sel tunggal dari bank data

Herlev dalam mode RGB

Tujuannya untuk mencapai identifikasi akurat dari daerah

tertentu yang menjadi perhatian, dan agar mendapatkan

kesimpulan yang dapat diandalkan tentang konten dari citra

Pap smear. Pengolahan citra Pap smear terkait dengan

beberapa aspek dari bidang ilmiah pengolahan citra biomedis,

seperti deteksi objek, delinasi objek, pemisahan bagian yang

tumpang tindih dan identifikasi normal dan abnormal dari

objek sel dalam citra yang mengandung noise dan artefak.

Terdapat perbedaan tujuan

yang sangat signifikan dari

kedua penelitian ini. Tujuan

penelitian pada paper

adalahuntuk menemukan

metode pengukuran yang

cocok dengan pengukuran

luas inti secara manual.

Sedangkan tujuan penelitian

disertasi mendapatkan citra

sel tunggal, menyelesaikan

masalah pada sel radang dan

mengidentifikasi sel

nukleus pada citra Pap-

smear tumpang tindih.

Sehingga kemiripan tujuan

penelitian antara keduanya

sebesar 0%

3 Data set Dataset Herlev dalam mode RGB. Citra sel

dipilih dari 90 subjek kelas normal dan 160

subjek kelas abnormal yang meliputi: Displasia

Ringan (Ringan), Displasia Sedang, Displasia

Berat, dan Karsinoma In Situ. Inti dari setiap

citra sel dipotong secara manual untuk

dilokalisasi dari sitoplasma

Data privat dari Laboratorium Patology Bandung berupa sel

tumpang tindih sebanyak 418 citra

Dataset yang digunakan

dalam kedua penelitian

sangat berbeda dan

memiliki permasalahan atau

peluang penelitian yang

tidak sama. Sehingga

dengan dataset yang tidak

sama maka kedua penelitian

tidak memiliki kemiripan

atau kemiripannya sebesar

0%

Page 4: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

4 Algoritma Modifikasi kanal warna dilakukan pada setiap

citra inti yang dipotong dengan cara

memisahkan kanal R, G, B, dan grayscale,

kemudian dilakukan operasi penjumlahan

berdasarkan kanal warna (R + G + B, R + G, R

+ B, G + B, dan grayscale). Deteksi tepi Canny

diterapkan pada modifikasi yang menghasilkan

gambar tepi biner. Segmentasi nukleus

dilakukan pada citra tepi dengan melakukan

pengisian daerah berdasarkan rekonstruksi

morfologi. Properti luas dihitung berdasarkan

luas inti tersegmentasi. Area inti dari metode

yang diusulkan diverifikasi ke pengukuran

manual yang ada (kebenaran dasar) dari bank

data Herlev

Dalam penelitian ini, algoritma segmentasi dikembangkan

untuk pemisahan sel tumpang tindih dan segmentasi sel

radang pada citra Pap smear. Tahapan pre-processing berupa

konversi warna, peningkatan citra, pengenalan objek dan

pembersihan latar belakang dengan rule klasifikasi tekstur

untuk menghasilkan cropping sel tumpang tindih secara

otomatis. Segmentasi sel tumpang tindih dilakukan untuk

segmentasi sitoplasma tumpang tindih dan daerah tumpang

tindih dengan graylevel thresholding. Proses selanjutnya

dilakukan delinasi sel tumpang tindih dengan empat proses

yaitu pembagian daerah tumpang tindih, pencarian jarak

terdekat dari pinggiran daerah tumpang tindih,

penyambungan pinggiran sitoplasma tumpang tindih dengan

pendekatan geometri dan proses isolasi sel tumpang tindih.

Proses ini menghasilkan perolehan citra sel tunggal. Tahap

selanjutnya dilakukan eliminasi sel radang dan deteksi

nukleus dengan kombinasi graylevel thresholding dan

defenisi aturan jarak. Akhirnya dilakukan analisa morphologi

dan identifikasi sel untuk menentukan kenormalan sel.

Metode pemisahan sel tumpang tindih dievaluasi dengan

menggunakan 21 citra yang mengandung 24 citra sel

tumpang tindih, 61 sel nukleus dan 155 sel radang dengan

lima ukuran daerah tumpang tindih yang berbeda-beda yaitu

>150x200 piksel, > 100 x 200 piksel, >150x150 piksel,

>150x200 piksel, >100x100, dan >200x200 piksel.

Terdapat perbedaan

algoritma yang digunakan

dalam kedua penelitian

sehingga kemiripannya 0%

Page 5: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

5 Metode

penelitian

Flowchart Prosedur Eksperimen

Dari kedua gambar metode

penelitian terlihat bahwa

tahapan penelitian yang

dilakukan dalam kedua

penelitian ini sangat

berbeda dan tentu saja

sesuai dengan tujuan

penelitian masing-masing.

Kesamaan kedua penelitian

ini adalah bertujuan untuk

mendapatkan solusi bagi

deteksi dini secara otomatis

citra Pap-smear untuk

menanggulangi

permasalahan cervical

cancer. Sehingga kemiripan

pada metode penelitian

sebesar 0%.

Page 6: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

6 Hasil Penelitian Dapat disimpulkan bahwa deteksi tepi Canny

dengancanal modification paling signifikan

untuk semua kelas abnormal. Sedangkan untuk

Normal Superficial, Normal Intermediate,

Severe Dysplasia dan Moderate Dysplasia,

deteksi tepi Canny signifikan untuk semua

modifikasi RGB dengan (r 0,314 - 0,817 range,

p-value 0,01), dan untuk Kolom Normal,

Displasia Ringan (Ringan) dan Carsinoma In

Situ, deteksi tepi Canny tidak sensitif untuk tiga

kelas

Dari analisis data uji citra mikroskopik Pap smear

menunjukkan pemisahan sel tumpang tindih dapat

menghasilkan perolehan citra tunggal Pap smear. Metode

eliminasi sel radang dapat secara signifikan menghilangkan

sel-sel radang dan mendeteksi nukleus pada 142 citra sel

tunggal yang berhasil diisolasi, di mana identifikasi berupa

fitur area, perimeter dan roundness nukleus dan sitoplasma

serta klaisikasi sel dapat dilakukan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa metode eliminasi sel radang secara

signifikan menyederhanakan proses deteksi nukleus,

sehingga mengurangi jumlah sel inflamasi yang dapat

mengganggu Aspek-aspek yang dibahas dalam penelitian ini,

memberikan konteks yang terintegrasi untuk analisis secara

efisien bagi deteksi otomatis kanker serviks untuk segmentasi

sel radang dan pemisahan sel tumpang

tindih pada citra sel mikroskopik Pap smear.

Hasil penelitian dari

keduanya jelas memiliki

perbedaan sehingga

kemiripannya 0%.

7 Kontribusi Melakukan modifikasi pada canal warna dan

deteksi tepi menggunakan metoe Canny dan

Rekonstruksi Morfologi

Kontribusi penelitian disertasi berupa metode eliminasi sel

radang yang secara signifikan dapat menyederhanakan proses

deteksi nukleus, sehingga mengurangi jumlah sel radang

yang mengganggu deteksi nukleus. Metode yang

memberikan konteks yang terintegrasi untuk analisis secara

efisien bagi deteksi otomatis kanker serviks untuk segmentasi

sel radang dan pemisahan sel tumpang tindih pada citra sel

mikroskopik Pap smear. Kontribusi metode terdiri dari

tahapan proses pemisahan citra sel tumpang tindih dengan

pendekatan geometrik, perolehan citra tunggal Pap-smear,

kemudahan analisa morpologi dan identifikasi jenis sel,

mengatasi permasalahan keberadaan sel radang dan proses

eliminasi citra sel radang, yang belum pernah dilakukan

dalam penelitian lain.

Masing-masing penelitian

memiliki kontribusi yang

berbeda sehingga dapat

dinyatakan memiliki

kemiripan 0%.

Page 7: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 70

Perbandingan Segmentasi Luas Nukleus Sel Normal

dan Abnormal Pap Smear Menggunakan Operasi

Kanal Warna dengan Deteksi Tepi Canny dan

Rekonstruksi Morfologi Dwiza Riana

1, Dwi H. Widyantoro

2, Tati Latifah R. Mengko

3

Teknik Elektro dan Informatika, Institut Teknologi Bandung

Jl. Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia [email protected]

[email protected]

[email protected]

Abstrak— This paper presents a comparison of cell nucleus

segmentation and area measurement of Pap smear images by

means of modification of color canals with Canny edge detection

and morphological reconstruction methods. Regular Pap smear

screening is the most successful attempt of medical science and

practice for the early detection of cervical cancer. Manual

analysis of the cervical cells is time consuming, laborious and

error prone. In early detection, cell nucleus characterization

plays an important role for classifying the degree of abnormality

in cervical cancer. The aim of this work is to find the matched

measurement method with the manual nucleus area

measurement. In this work, we utilized Pap smear single cell

images from Herlev data bank in RGB mode. The cell images

were selected from 90 normal and 160 abnormal class subjects

that include: Mild (Light) Dysplasia, Moderate Dysplasia, Severe

Dysplasia and Carcinoma In Situ classes. The nucleus of each cell

image was cropped manually to localize from the cytoplasm. The

color canals modification was performed on each cropped

nucleus image by, first, separating each R, G, B, and grayscale

canals, then implementing addition operation based on color

canals (R+G+B, R+G, R+B, G+B, and grayscale). The Canny

edge detection was applied on those modifications resulting in

binary edge images. The nucleus segmentation was implemented

on the edge images by performing region filling based on

morphological reconstruction. The area property was calculated

based on the segmented nucleus area. The nucleus area from the

proposed method was verified to the existing manual

measurement (ground truth) of the Herlev data bank. Based on

thorough observation upon the selected color canals and Canny

edge detection. It can be concluded that Canny edge detection

with canal modification is the most significant for all abnormal

classes. While for Normal Superficial, Normal Intermediate,

Severe Dysplasia and Moderate Dysplasia, Canny edge detection

is significant for all RGB modifications with (r 0.314 – 0.817

range, p-value 0.01), and for Normal Columnar, Mild (Light)

Dysplasia and Carsinoma In Situ, Canny edge detection is not

sensitive for the three classes.

Kata Kunci— Pap smear images, nucleus, color canals, Canny

edge detection, morphological reconstruction.

I. PENDAHULUAN

Di seluruh dunia kanker serviks merupakan salah satu

kanker yang paling umum di kalangan wanita. Kanker ini

penyebab hilangnya nyawa produktif pada wanita baik karena

kematian dini serta kecacatan berkepanjangan. Lebih dari 80%

wanita di negara berkembang meninggal karena kanker

serviks [1]. Alasan utama adalah kurangnya kesadaran akan

penyakit dan akses ke layanan kesehatan. Pemeriksaan rutin

dengan Pap smear dapat membantu mencegah sejak dini

kanker serviks. Pemeriksaan terhadap squamous epithelium

dilakukan ahli patologi anatomi untuk menyatakan hasil Pap

smear seorang pasien wanita memiliki sel normal atau

abnormal. Tahap kunci dalam deteksi otomatis dini kanker

serviks adalah akurasi segmentasi sel nukleus [2]. Selama ini

segmentasi nukleus pada citra sel Pap smear banyak dilakukan

pada citra berskala abu-abu (grayscale) [3]-[10]. Tujuan

penelitian ini untuk membandingkan segmentasi pada citra

RGB dengan citra grayscale dalam menangani segmentasi

nukleus sel normal dan abnormal. Selain itu juga ingin

mengetahui metode deteksi Canny dengan rekonstruksi

morpologi apakah mampu mendeteksi tepi nukleus sel normal

dan abnormal Pap smear. Paper ini terbagi dalam beberapa

bagian. Bagian 2 membahas tentang kanker serviks. Bagian 3

tentang tentang material dan metode yang digunakan dalam

penelitian. Bagian 4 menjelaskan tentang hasil dan

pembahasan. Selanjutnya ditutup dengan kesimpulan dan

rencana penelitian lanjutan.

II. KANKER SERVIKS

Kanker adalah sekelompok penyakit yang memiliki ciri

adanya pertumbuhan dan penyebaran sel-sel abnormal (sel

kanker) yang tidak terkendali [11]. Sel merupakan penyusun

dari semua makhluk hidup. Manusia memiliki trilyunan sel,

yang memungkinkan manusia untuk bernafas, bergerak,

berpikir, dan melakukan semua fungsi yang mencirikan bahwa

Page 8: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 71

manusia hidup. Namun kadang kala beberapa sel mengalami

perubahan fungsi dan perilaku, berhenti berfungsi, bahkan

menjadi perusak dalam tubuh sendiri. Sel-sel ini disebut sel

kanker. Salah satu sifat utama dari sel, baik sel normal

maupun sel kanker, adalah kemampuannya untuk

memperbanyak diri. Sel melakukan proses ini dengan cara

membelah diri [2], [12], [13].

Pemeriksaan patologi masih merupakan baku emas dalam

pemeriksaan kanker, karena merupakan alat diagnostik

terpenting yang harus dilakukan. Pemeriksaan patologi adalah

pemeriksaan sampel kecil sel di bawah mikroskop untuk

menentukan apakah terdapat kanker dengan melihat

abnormalitasnya yaitu membandingkan sel yang diamati

dengan sel yang sehat. Dilihat dari bentukan sel dan

diferensiasi melalui mikroskop [2], [12], [14]. Diferensiasi

menyatakan seberapa banyak kemiripan sel kanker ini dengan

sel jaringan asalnya yang normal, baik dalam hal morfologi

ataupun fungsi [12]. Perkembangan kanker serviks

membutuhkan waktu, sejak serviks yang sehat terinfeksi oleh

virus Human Papilloma Virus (HPV) [15] sehingga terjadi

displasia ringan. Proses lesi kanker berlangsung cukup lama

antara 3 – 17 tahun. Pada perkembangan lesi pra kanker sel

berubah menjadi displasia sedang, displasia keras, karsinoma

insitu hingga terjadi kanker serviks [16]. Pada perjalanan

penyakit kanker serviks ini dapat dihindari dengan melakukan

deteksi dini kanker serviks, sehingga tidak terlanjur

berkembang menjadi kanker serviks.

Sel-sel kanker menunjukkan peningkatan luas areal bila

dibandingkan dengan sel-sel normal. Fitur karakteristik dapat

digunakan sebagai penanda sel-sel leher rahim yang normal

atau abnormal. Gbr (1a) dan (1b) menunjukkan sel normal dan

sel yang abnormal [17] sel normal memiliki luas nukleus lebih

kecil dan luas sitoplasma yang sangat besar sedangkan sel

yang abnormal nukleus telah meningkat sehingga luas

sitoplasma menyusut [18].

Gbr (1a) Sel Normal Gbr (1b) Sel Abnormal

III. MATERIAL DAN METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan 250 citra dari 917 citra sel

tunggal data Herlev [19]. Data citra sel tunggal kanker serviks

tersebut telah diklasifikasi dalam tujuh kelas cyto-technicians

dan dokter berdasarkan pengukuran dan konfirmasi klinikal

[17].

TABEL I DATA HERLEV SEL CITRA PAP SMEAR

No Nama Kelas Jumlah Data Jumlah

Sampel

1 Normal Superficial 74 30

2 Normal Intermediate 70 30

3 Normal Columnar 98 30

4 Mild (Light) Dysplasia 182 40

5 Severe Dysplasia 146 40

6 Moderate Dysplasia 197 40

7 Carcinoma In Situ 150 40

Total Data 917 250

Database citra tunggal ini tersedia dan dapat diunduh untuk

penelitian dan dapat digunakan untuk analisis dan validasi.

Tabel 1 menjelaskan sebaran jumlah citra untuk masing-

masing kelas. Dari tujuh kelas tersebut, 3 kelas pertama

adalah kelas Normal yang terdiri dari Normal Superficial (NS),

Normal Intermediate (NI), dan Normal Columnar (NC).

Sedangkan empat kelas berikutnya kategori kelas abnormal

yaitu Mild (Light) Dysplasia (MLD), Severe Dysplasia (SD),

Moderate Dysplasia (MD), dan Carcinoma In Situ (CIS) [17].

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 90

citra sel dari kelas normal, masing-masing diambil 30 sampel

perkelas. Untuk kelas abnormal, total sampel yang digunakan

sebanyak 160, tiap kelas sebanyak 40 citra.

Pendekatan metode penelitian yang diusulkan untuk

segmentasi luas nukleus citra sel normal dan abnormal Pap

smear menggunakan operasi kanal warna dengan deteksi tepi

Canny dan rekonstruksi morfologi seperti yang ditunjukkan

pada Gbr 2 [20]. Citra yang digunakan dalam metode ini

adalah citra Pap smear konvensional yang merupakan gambar

optik mikroskopis dalam format bmp. Dalam penelitian ini

dipilih citra sel Pap smear tunggal untuk pengukuran luas

nukleus pada sel normal dan abnormal. Metode terdiri dari

proses manual cropping nukleus yang bertujuan mengambil

citra nukleus, operasi pemisahan kanal warna. Proses

selanjutnya dilakukan deteksi tepi, modifikasi kanal warna,

segmentasi dengan region filling dan hitung luas nukelus.

Gbr 2. Skema Metode Penelitian [20]

Page 9: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 72

A. Proses Cropping Nukleus dan Pemisahan Kanal Warna.

Ilustrasi pemisahan nukleus dari sitoplasma pada proses

cropping ditunjukkan pada Gbr 3. Tahap berikut merubah

warna citra ke citra RGB dan grayscale. Citra terbentuk dari 3

layer matrik yaitu Red (R), Green (G), dan Blue (B). Dalam

metode grayscale, citra RGB dikonversi ke nilai grayscale

dengan mengubah komponen penjumlahan masing-masing R,

G, dan B dengan Persamaan (1).

1 gray = 0.2989 * R + 0.5870 * G + 0.1140 * B (1)

Pemisahan nukles dari sitoplasma dilakukan pada sel

normal dan abnormal. Ukuran hasil cropping berbeda-beda,

untuk sel normal nukleus lebih kecil dibandingkan dengan sel

abnormal.

Sitoplasma

Gbr 3. Ilustrasi Proses Cropping Nukleus pada Sel Normal dan Abnormal

B. Deteksi Tepi dengan Detektor Canny

Proses deteksi tepi dilakukan untuk menandai bagian yang

menjadi detail citra. Selain itu untuk memperbaiki detail dari

citra yang belum jelas, yang terjadi karena erorr atau adanya

efek dari proses akuisisi citra. Deteksi tepi juga untuk

meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau

obyek di dalam citra.

Seperti diketahui citra sel Pap smear memiliki banyak derau

dan variasi bentuk. Di beberapa kondisi sulit untuk mengenali

bentuk nukleus dengan mudah. Ini membutuhkan satu deteksi

tepi yang baik. Deteksi tepi Canny termasuk operator gradien

pertama. Deteksi Tepi Canny adalah salah satu detektor yang

memiliki kemampuan anti-derau [21].

Citra (1) Citra (2) Citra (3)

Gbr 4. Hasil Citra biner dengan Detektor Tepi Canny pada

3 citra Normal Superficial [23]

Metode Canny bahkan tidak hanya mampu mengatasi derau

tetapi juga mendeteksi dengan benar tepi obyek [22].

Pemilihan metode Canny juga dikarenakan informasi dari

penelitian sebelumnya [23] sebagai penelitian awal

menggunakan 3 citra Normal Superficial. Pada penelitian

sebelumnya [23] dilakukan deteksi tepi dengan empat metode

deteksi tepi yaitu Roberts, Prewitt, Sobel dan Canny.

Citra (1) Citra (2) Citra (3)

Gbr 5. Hasil Citra Nukleus dengan Detektor Tepi Canny pada

3 citra Normal Superficial [23]

Hasil untuk tiga citra Normal Superficial menunjukkan

bahwa deteksi tepi Canny lebih sensitif mendeteksi tepi

nukleus (Gbr 4 dan 5) [23]. Diantara empat detektor yang

digunakan pada penelitian awal tersebut, detektor tepi Canny

dianggap yang paling powerful. Berikut adalah diagram blok

algoritma Canny (Gbr 6) :

Original Image Differentation

Image Smoothing

Edge Edge Nonmaximum

Image Thresholding Suppression

Gbr. 6. Diagram Blok Canny

Deteksi tepi Canny menggunakan dua threshold pada

gradien: nilai threshold tinggi untuk tepi yang rendah

sensitivitasnya. Sebaliknya nilai threshold tinggi untuk tepi

yang sensitivitasnya rendah.

C. Modifikasi Kanal Warna

Pada deteksi dini citra Pap smear, warna memegang

peranan penting dalam analisa dan evaluasi oleh ahli Patologi.

Penelitian ini mengusulkan pemisahan kanal warna RGB dan

sekaligus memodifikasi kanal warna tersebut. Dalam

penelitian ini deteksi tepi Canny digunakan pada semua

modifikasi kanal warna (R+G+B, R+G, R+B, G+B, dan

Grayscale) dan hasil deteksi dalam citra biner.

Gbr 7. Contoh hasil modifikasi kanal warna pada citra sel Normal [20].

Nukleus

Page 10: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 73

Pada tahap ini dilakukan modifikasi terhadap nilai RGB

untuk 250 citra, yang terdiri dari 90 citra nukleus normal dan

160 citra nukleus abnormal. Penjumlahan hasil deteksi operasi

kanal warna RGB yang ditentukan dalam empat modifikasi

yaitu R+G+B, R+G, R+B, dan G+B. Gbr 7 menyajikan contoh citra hasil penjumlahan kanal

untuk empat modifikasi pada citra nukleus kelas normal.

Secara berurutan citra asli kelas normal diberikan pada Gbr 7, citra nukleus NS(1a), NI(2a), NC(3a). Sedangkan citra (1b, 2b,

3b) adalah hasil citra masing-masing yang telah dilakukan

modifikasi kanal warna R+G+B.

(1a) (2a) (3a) (4a)

(1b) (2b) (3b) (4b)

Gbr 8. Contoh hasil modifikasi kanal warna pada citra sel Abnormal [24]

Hal yang sama dilakukan terhadap 160 citra nukleus kelas

abnormal. Gbr 8 memberikan contoh 4 citra dari masing-

masing kelas abnormal. Citra di bagian atas adalah citra asli

tiap-tiap kelas abnormal MLD(1a), SD(2a), MD(3a), CIS(4a).

Sedangkan 4 citra di bawahnya adalah hasil penumpukan

modifikasi kanal warna R+G+B (1b, 2b, 3b,4b) pada kelas

abnormal.

D. Segmentasi dengan Region Filling

Tahap selanjutnya dilakukan segmentasi terhadap semua

citra. Segmentasi membagi citra ke dalam sejumlah region

atau obyek. Segmentasi dalam penelitian ini didasarkan pada

properti nilai intensitas diskontinuitas. Pendekatan yang

dilakukan adalah memecah atau memilah citra berdasarkan

perubahan dalam tepi citra. Tujuan segmentasi adalah

melakukan proses pengisian lubang nukleus (region filling).

Proses ini berdasarkan operasi morfologi rekontruksi terhadap

citra biner berbasis connectivity [14].

Citra biner hasil deteksi tepi Canny dari setiap operasi

modifikasi kanal warna dilakukan rekonstruksi morfologi [8].

Hasilnya akan disegmentasi sebagai luas nukleus. Pada proses

segmentasi ini digunakan region filling dengan mengisi piksel

background dari tepi citra dengan mengikuti 4-connected

ketetanggaan background.

Segmentasi yang baik harus dapat memisahkan obyek dari

background dan memperjelas wilayah yang diamati [25].

Hasil dari proses segmentasi ini adalah luas atau area yang

tersegmentasi.

Contoh hasil segmentasi dengan region filling dapat dilihat

pada Gbr 9 dan 10, masing-masing contoh untuk kelas normal

dan abnormal. Pada citra tersebut masih terdapat area di luar

nukleus yang masih terdeteksi dengan jelas. Ini

memperlihatkan kinerja deteksi tepi Canny yang over deteksi.

NS NI NC

Gbr 9. Contoh hasil segmentasi pada citra sel normal [20]

MLD SD MD CIS

Gbr 10. Contoh hasil segmentasi pada citra sel abnormal [24]

Gbr 11 dan 12 menunjukkan contoh hasil final dari segmentasi nukleus setelah garis-garis di sekeliling nukleus dihilangkan. Dari citra akhir ini, luas nukleus akan mudah dihitung dengan menghitung nilai piksel dari area yang telah tersegmentasi.

NS NI NC

Gbr 11. Contoh hasil final segmentasi demgan region filling pada citra sel

normal [20]

MLD SD

MD CIS

Gbr 12. Contoh hasil final segmentasi demgan region filling pada citra sel

abnormal [24]

Page 11: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 74

E. Menghitung Luas Nukleus

Perhitungan luas nukleus menggunakan regional

deskriptor. Nilai area adalah jumlah piksel dalam region yang

dihitung dengan parameter size.

Pada hasil akhir proses segmentasi memungkinkan masih

terdapat area di luar nukleus yang masih belum hilang. Hal ini

disebabkan sensitivitas deteksi Canny yang sangat tinggi

mengakibatkan luas nukleus yang dihasilkan mungkin lebih

dari satu. Pada penelitian ini diputuskan untuk memilih luas

nukleus yang memiliki luar terbesar.

Canny_R+G+B

Luas : 1496

Canny_R+G

Luas :1488

Canny_R+B

Luas:1495

Canny_G+B

Luas:1483

Canny_Grayscale

Luas :1281

Gbr 13. Contoh hasil final dan nilai luas nukleus

Gbr 13 adalah contoh hasil final citra dari proses

segmentasi luas nukleus citra sel normal Pap smear menggunakan operasi kanal warna dengan deteksi tepi canny dan rekonstruksi morfologi untuk kelas normal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian telah dilakukan dengan 250 citra sel tunggal

data Herlev. Sebanyak 90 citra nukleus adalah kelas normal

dan 160 citra nukleus kelas abnormal. Seluruh luas yang

dihasilkan merupakan hasil proses segmentasi menggunakan

operasi kanal warna dengan deteksi tepi canny dan

rekonstruksi morfologi.

Nilai luas tersebut dibandingkan dengan nilai luas manual

dari data Herlev. Selanjutnya dianalisis dengan korelasi

Spearman’s rho untuk mengetahui seberapa dekat luas hasil

segmentasi menggunakan operasi kanal warna dengan deteksi

tepi canny dan rekonstruksi morfologi dengan nilai luas

manual, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

TABEL II NILAI KORELASI SPEARMAN’S RHO UNTUK LUAS NUKLEUS SEL NORMAL[20]

Metode All NS NI NC

Canny_

R+G+B 0,305** 0,707** 0,817** 0,264

Canny_

R+G 0,138 0,577** 0,615** 0,212

Canny_

R+B 0,179 0,709** 0,596** 0,505**

Canny_

G+B 0,208* 0,504** 0,724** 0,103

Canny_

Grayscale 0,203 0,793** 0,414* 0,377*

Total images 90 30 30 30

** Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed)

* Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed)

Normal Superficial (NS), Normal Intermediate (NI), dan

Normal Columnar (NC)

Untuk citra sel normal Pap smear, jika dibandingkan

ketiga kelas, dua kelas yaitu Normal Superficial (NS) dan

Normal Intermediate (NI), memiliki nilai korelasi luas

nukleus berada pada nilai signifikan, rata-rata nilai korelasi di

atas 0,4. Menunjukkan semua metode segmentasi dengan

modifikasi Canny_R+G+B, Canny_R+G, Canny_R+G,

Canny_G+B, dan Canny_grayscale menghasilkan nilai luas

nukleus signifikan pada nilai 0.01 p-value dengan 2-tailed.

Pada ketiga kelas normal, nilai korelasi tertinggi diraih

Canny_R+G+B sebesar 0,817 untuk Normal Intermediate (NI)

(sig. 0.01 p-value 2-tailed) (Gbr 14).

Gbr 14. Grafik Nilai Korelasi Citra sel Normal

Dari grafik itu pula dapat dilihat bahwa untuk kelas

Normal Columnar(NC), hanya metode Canny_R+B p=0,505

(sig. 0.01 p-value 2-tailed) dan Canny_grayscale p=0,377

(sig. 0.05 p-value 2-tailed) yang memiliki nilai signifikan.

Sedangkan, untuk metode yang lain pada kelas Normal

Columnar (NC), nilai korelasi tidak signifikan berada pada

kisaran nilai 0,103 -0,264.

Artinya pada kelas Normal Columnar(NC), deteksi tepi

Canny dengan rekonstruksi morfologi tidak cukup sensitif

untuk mendeteksi tepi nukleus.

Tingkatan nilai signifikansi luas nukleus untuk ketiga

kelas dari tersignifikan adalah Normal Superficial (NS),

Normal Intermediate (NI), dan Normal Columnar (NC). Hal

Page 12: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 75

ini diduga dipengaruhi perubahan bentuk nukleus yang mulai

bervariasi (Gbr 15).

Gbr 15. Grafik Perbandingan Nilai Korelasi Citra sel Normal untuk kelima

metode

Korelasi Spearman rho digunakan untuk perbandingan

hasil luas 160 citra dari data Herlev. Hasil perbandingan untuk

luas nukleus dari semua kelas abnormal dan setiap kelas Mild

(Light) Dysplasia (MLD), Severe Dysplasia (SD), Moderate

Dysplasia (MD), dan Carcinoma In Situ (CIS) ditunjukkan

pada Tabel 3. TABEL III

NILAI KORELASI SPEARMAN’S RHO UNTUK LUAS NUKLEUS SEL ABNORMAL [24]

Metode All MLD SD MD CIS

Canny_

R+G+B 0,518** 0,298 0,586** 0,494** 0,251

Canny_

R+G 0,358** 0,009 0,445** 0,314* 0,138

Canny_

R+B 0,489** 0,267 0,558** 0,450** 0,305

Canny_

G+B 0,397** 0,159 0,420** 0,396** 0,122

Canny_

Grayscale 0,365** 0,232 0,283 0,419** 0,226

Total images 160 40 40 40 40 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed)

* Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed)

Class; MLD =Mild (Light) Dysplasia cells; MD= Moderate Dysplasia; SD= Severe

Dysplasia; CIS= Carcinoma In Situ

Gbr 16. Grafik Nilai Korelasi Citra sel Abormal pada Keempat Kelas

Analisis korelasi menunjukkan hubungan yang sangat dekat

antara luas nukleus hasil segmentasi manual dan Canny pada

citra nukleus yang sama untuk kelas abnormal. Untuk semua

kelas abnormal dan Moderate Dysplasia (MD), deteksi tepi

Canny dengan semua metode modifikasi kanal warna

menunjukkan kinerja yang paling dekat dengan perhitungan

manual, dengan jangkauan korelasi Spearman rho antara

0,314 -0518. Semua korelasi signifikan pada 0,01 & 0,05 p-

value (2-tailed). Hasil terbaik dari Canny dengan modifikasi

warna kanal diberikan oleh Canny dengan R+G+B (0, 518

pada 0,01 p-value dengan 2-tailed).

Pada Gbr 16, grafik menunjukkan untuk kelas Severe

Dysplasia (SD) dan Moderate Dysplasia (MD), menunjukkan

kinerja terbaik dibandingkan dengan dua kelas yang lain Mild

(Light) Dysplasia (MLD), dan Carcinoma In Situ (CIS).

Pada kelas Severe Dysplasia (SD) dan Moderate Dysplasia

(MD), nilai korelasi tertinggi pada Canny dengan modifikasi

kanal warna R+B+G (0,586 dan 0,494 pada p-value 0,01

dengan 2-tailed).

Sedangkan untuk kelas Mild (Light) Dysplasia (MLD), dan

Carcinoma In Situ (CIS), memiliki berbagai nilai korelasi

Spearman rho antara 0,009 -0,251, yang tidak signifikan,

diduga detektor tepi Canny tidak sensitif untuk kedua kelas

tersebut.

Page 13: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 76

Gbr 17. Grafik Nilai Korelasi Citra sel Abnormal untuk metode deteksi tepi

dan modifikasi kanal warna

Dari grafik pada Gbr 17, perbandingan antara metode

deteksi Canny dengan berbagai modifikasi kanal warna

memperlihatkan bahwa metode Canny_R+G+B lebih dominan

dibandingkan dengan Canny dengan modifikasi kanal warna

lainnya.

Nilai korelasi terendah dipunyai oleh Canny_R+G pada

kelas Mild Light Dysplasia. Sedangkan nilai korelasi tertinggi

diraih Canny_R+G+B pada kelas Severe Dysplasia.

Metode deteksi tepi dengan rekonstruksi morfologi

Canny_R+G+B, menunjukkan grafik dengan nilai korelasi

terendah pada kelas Carsinoma in Situ (0,251) dan nilai ini

tidak signifikan. Sedangkan nilai tertinggi dan terbaik untuk

Canny_R+G+B diraih pada kelas Severe Dysplasia (0,586) (sig. 0.01 p-value 2-tailed).

Canny R+B sebagai metode deteksi tepi dengan

rekonstruksi morfologi berada di posisi kedua untuk kelas

Abnormal ini. Grafik menunjukkan nilai korelasi terendah

0,267 pada kelas Mild Light Dysplasia dan nilai ini tidak

signifikan. Sedangkan nilai tertinggi dan terbaik untuk

Canny_R+B diraih pada kelas Severe Dysplasia (0,558) (sig.

0.01 p-value 2-tailed).

Analisa pada metode Canny_grayscale, menunjukkan

grafik dengan nilai korelasi tertinggi pada kelas Moderate

Dysplasia 0,419 (sig. 0.01 p-value 2-tailed). Nilai ini

signifikan walaupun masih dibawah metode modifikasi kanal

warna Canny_R+G+B dan Canny R+B di kelas yang sama.

Nilai korelasi terendah pada kelas Carsinoma in Situ 0,226 dan

nilai ini tidak signifikan.

Metode deteksi tepi dengan rekonstruksi morfologi

Canny_G+B dan Canny_R+G, dari grafik menunjukkan dua

nilai yang signifikan pada kelas Severe Dysplasia dan

Moderate Dysplasia. Sedangkan untuk kelas Mild Light

Dysplasia dan Carsinoma in Situ nilai korelasi tidak signifikan.

Gbr 18. Grafik Perbandingan Nilai Korelasi untuk Seluruh Citra sel Normal dan Abnormal

Grafik perbandingan untuk kelas normal (90 Citra) dan

kelas abnormal (160 citra) menunjukkan nilai yang cukup

terbedakan (Gbr 18). Dapat dilihat fenomena bahwa nilai

korelasi untuk kelas abnormal menghasilkan nilai korelasi

yang cukup menjanjikan karena semua nilai signifikan untuk

keseluruhan metode segmentasi luas nukleus abnormal Pap

smear menggunakan operasi kanal warna dengan deteksi tepi

Canny dan rekonstruksi morfologi. Kelas abnormal memiliki

rentang nilai korelasi antara 0,358 – 0,518 (sig. 0.01 p-value

2-tailed).

Page 14: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 77

Untuk kelas normal nilai korelasi hanya signifikan untuk

metode deteksi tepi dengan rekonstruksi morfologi

Canny_R+G+B sebesar 0,305.

Sedangkan untuk nilai korelasi dari metode Canny dengan

modifikasi lainnya masih memiliki nilai korelasi dibawah 0,3

dan tidak signifikan.

Gbr 19. Grafik Nilai Korelasi Citra sel Normal

Perbandingan luas nukleus hasil segmentasi dengan deteksi

tepi dan rekonstruksi morfologi yang dibandingkan untuk

ketujuh kelas secara lebih detil diperlihatkan pada Gbr 19.

Normal Superficial (NS) merupakan kelas yang 30 citranya

tersegmentasi dengan baik dan menghasilkan nilai nukleus

yang banyak mendekati luas nukleus manual. Nilai korelasi

berada pada jangkauan 0,793-0,504 (sig. 0.01 p-value 2-

tailed).

Untuk kelas kedua yaitu Normal Intermediate (NI) hasil

segmentasi luas nukleus dengan deteksi tepi dan rekonstruksi

morfologi memiliki nilai yang mendekati kelas Normal

Superficial. Bahkan di kelas ini mencapai nilai korelasi

tertinggi untuk metode Canny_R+G+B sebesar 0,817 (sig.

0.01 p-value 2-tailed).untuk keseluruhan kelas.

Analisis untuk kelas yang lain seperti Normal Columnar

(NC) dan empat kelas berikutnya kategori kelas abnormal

yaitu Mild (Light) Dysplasia (MLD), Severe Dysplasia (SD),

Moderate Dysplasia (MD), dan Carcinoma In Situ (CIS) dari

Gbr 19 menunjukkan kinerja yang belum optimal karena

hanya sebagian metode segmentasi dengan deteksi tepi dan

rekonstruksi morfologi yang memiliki nilai signifikan.

V. KESIMPULAN

Dalam peneltian ini diusulkan satu rangkaian proses

segmentasi luas nukleus sel normal dan abnormal Pap smear

menggunakan operasi kanal warna dengan deteksi tepi canny

dan rekonstruksi morfologi. Perbandingan telah dilakukan

untuk hasil luas kedua kelas normal dan abnormal.

Secara keseluruhan perbandingan menunjukkan untuk

seluruh kelas abnormal memiliki nilai korelasi Spearman’s

rho di atas 0,3 berindikasi signifikan, artinya secara bersama-

sama 160 citra memiliki nilai luas nukleus yang mendekati

nilai luas nukleus manual jika dibandingkan dengan kelas

normal secara keseluruhan.

Hasil perbandingan nilai korelasi untuk ketujuh kelas

memperlihatkan bahwa untuk kelas Normal Superficial (NS),

Normal Intermediate (NI), Severe Dysplasia (SD), dan

Moderate Dysplasia (MD) menunjukkan nilai korelasi yang

cukup tinggi dan signifikan. Maka dalam hal ini dapat

disimpulkan bahwa segmentasi luas nukleus sel normal dan

abnormal Pap smear menggunakan operasi kanal warna

dengan deteksi tepi canny dan rekonstruksi morfologi dapat

dipertimbangkan pada kelas-kelas tersebut.

Tetapi hal tersebut tidak berlaku sama pada kelas-kelas

Normal Columnar (NC), Mild (Light) Dysplasia (MLD), dan

Carcinoma In Situ (CIS), dimana segmentasi luas nukleus sel

normal dan abnormal Pap smear menggunakan operasi kanal

warna dengan deteksi tepi Canny dan rekonstruksi morfologi

tidak cukup sensitif untuk mendeteksi nukleus, sehingga

diperlukan alternatif metode lain untuk segmentasi dan

mendeteksi tepi nukleus.

Perbandingan operasi kanal warna pada citra sel normal

dan abnormal memperlihatkan untuk kedua kelas normal dan

abnormal, rata-rata modifikasi kanal warna (R+G+B, R+G,

R+B, G+B) yang dilakukan memiliki nilai korelasi yang

signifikan dibanding dengan operasi kanal warna grayscale.

Hal ini cukup menjanjikan dan makin mendukung bahwa

warna memainkan peranan penting dalam identifikasi citra sel

Pap smear. Lebih lanjut jika dibandingkan metode deteksi tepi

Canny dengan rekonstruksi morfologi dan modifikasi kanal

warna R+G+B lebih dominan menghasilkan nilai luas nukleus

yang signifikan dibandingkan dengan modifikasi kanal warna

lainnya. Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mengusulkan

metode segmentasi atau deteksi lain yang lebih tepat untuk

kelas-kelas yang masih belum signifikan. Hal lain adalah

perlu dipertimbangkan untuk melibatkan fitur-fitur penting

lainnya pada nukleus untuk dianalisis dan dibandingkan.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini menggunakan data dari Pap smear

Benchmark Data For Pattern Classification J. Jantzen1, J.

Norup, G. Dounias, and B. Bjerregaard ,University Hospital

Dept. of Pathology Herlev Ringvej 75, DK-2730 Herlev,

Denmark.

Page 15: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 78

REFERENSI

[1] Kusuma, Fitriyadi. “Tes Pap dan Cara Deteksi Dini Kanker Serviks

Lainnya,” Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Prevention

and Early Detection of Cervical Cancer (PEACE), Jakarta, 2012.

[2] Kale, As and Aksoy, Selim,” Segmentation of Cervical Cell Images”, International Conference on Pattern Recognition, IEEE, 2010.

[3] P. Bamford and B. Lovell, “A water immersion algorithm for

cytological image segmentation,” in Proc. APRS Image Segmentation Workshop, Sydney, Australia, 1996, pp. 75–79.

[4] P. Bamford and B. Lovell, “Unsupervised cell nucleus segmentation

with active contours,” Signal Process, vol. 71, no. 2, pp. 203–213, 1998.

[5] H. S. Wu, J. Barba, and J. Gil, “A parametric fitting algorithm for

segmentation of cell images,” IEEE Trans. Biomed. Eng., vol. 45, no. 3, pp. 400–407, Mar. 1998.

[6] A. Garrido and N. P. de la Blanca, “Applying deformable templates for

cell image segmentation,” Pattern Recognit., vol. 33, no. 5, pp. 821–832, 2000

[7] N. Lassouaoui and L. Hamami, “Genetic algorithms and multifractal

segmentation of cervical cell images,” in Proc. 7th Int. Symp. Signal

Process. Appl., 2003, vol. 2, pp. 1–4.

[8] E. Bak, K. Najarian, and J. P. Brockway, “Efficient segmentation

framework of cell images in noise environments,” in Proc. 26th Int. Conf. IEEE Eng. Med. Biol., Sep., 2004, vol. 1, pp. 1802–1805.

[9] N. A. Mat Isa, “Automated edge detection technique for Pap smear

images usingmoving K-means clustering and modified seed based region growing algorithm,” Int. J. Comput. Internet Manag., vol. 13,

no. 3, pp. 45–59,2005.

[10] C. H. Lin, Y. K. Chan, and C. C. Chen, “Detection and segmentation of cervical cell cytoplast and nucleus,” Int. J. Imaging Syst. Technol., vol.

19, no. 3, pp. 260–270, 2009.

[11] Purwadi, Sigit. “Indonesian Cervical Cancer Challenge”, Divisi Oncologi Dept Obstetrics Gynecology Faculty of Medicine.

Universitas Indonesia, Prevention and Early Detection of Cervical

Cancer (PEACE) 2012 [12] Koswara, Teja, “Pathological diagnosis of cervical cancer”, Seminar

Club Biomedical Engineering, STEI ITB, Bandung, 2012. [13] Giri, Endang P. Pap smear Image Classification Based on Association

Rules for Biomedical Image Retrieval System. Thesis. Faculty of

Computer Science, University of Indonesia, 2008

[14] Univesity of Florida Shands Cancer Center. Pathology tests [Online].

2009 [cited 2009 April 15]; Available from:

URL:http://www.ufscc.ufl.edu/Patient/content.aspx?section=testing&id=31383

[15] A. Prayitno, “Cervical Cancer with Human Papilloma Virus and

Epstein Barr Virus Positive,” Journal of Carcinogenesis, vol. 5(13), May 2006, doi:10.1186/1477-3163-5-13

[16] Winarto, Hariyono, “Kanker Serviks”, Departemen Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, Prevention and Early Detection of Cervical

Cancer (PEACE), Jakarta, 2012.

[17] Martin, Erik. Pap-Smear Classification. Technical University of Denmark – DTU.2003.http://fuzzy.iau.dtu.dk/download/martin2003

[18] BustanurRosidi, NorainiJalil, Nur. M. Pista, Lukman H. Ismail, EkoSupriyantoTati L. Mengko “Classification of Cervical Cells Based

on Labeled Colour Intensity Distribution” International Journal of

Biology and Biomedical Engineering, Issue 4, Volume 5, 2011 [19] J. Jantzen, J. Norup, G. Dounias, and B. Bjerregaard, Pap-smear

Benchmark Data For Pattern Classification, Technical University of

Denmark, Denmark, 2005. [20] Riana, Dwiza, Ekashanti Octorina Dewi, Dyah, Widyantoro, Dwi H

and Tati, LM, “Color Canals Modification with Canny Edge Detection

and Morphological Reconstruction for Cell Nucleus Segmentation and Area Measurement in Normal Pap Smear Images”. The Fourth

International Conference on Mathematics and Natural Sciences

(ICMNS). 2012 [21] J. Canny, “A computational approch to edge detection,” IEEE

Trans.Pattern Anal. Machine Intell., vol. PAMI-8, pp. 679–714, 1986.

[22] J. Canny, “Finding edges and lines in images,” MIT Artif. Intell. Lab.,Cambridge, MA, Tech. Rep. AI-TR-720, 1983.

[23] Riana, Dwiza, Ekashanti Octorina Dewi, Dyah, Widyantoro, Dwi H

and Tati, LM, “Segmentasi Luas Nukeus Sel Normal Superfisial Pap smear Menggunakan Operasi Kanal Warna dan Deteksi Tepi”. Seminar

Nasional Inovasi Teknologi. 2012

[24] Riana. Dwiza, Ekashanti Octorina Dewi. Dyah, Widyantoro. Dwi H and Tati. LM, “Segmentation and Area Measurement in Abnormal Pap

Smear Images Using Color Canals Modification with Canny Edge

Detection”. International Conference on Women’s Health in Science & Engineering (WiSE Health), ITB, Bandung. 2012.

[25] Rafael C. Gonzalez, Richard E. Woods, ”Digital Image Processing”,

Pearson Education, Inc. and Dorling Kindersley Publications, Inc.

Page 16: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 79

Model Deteksi Tepi untuk Penentuan Batas Wilayah

dengan Metode Sobel dan Cartesian Gunawan Pria Utama

1, Nazori AZ

2

Magister Ilmu Komputer Program Pascasarjana Universitas Budi Luhur

Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara 12260, Jakarta Selatan [email protected]

[email protected]

Abstrak— Edge Detection (Deteksi Tepi) mempunyai peran yang

penting untuk mengidentifikasi citra secara visual sepertihalnya

citra photo satelit. Pada penelitian ini akan dibangun prototype

Aplikasi Model Deteksi Tepi untuk penetapan batas wilayah laut

dengan Metode Sobel dan Cartesian. Pada penelitian ini hasilnya

berupa peta yang sudah dapat menunjukan batas wilayah laut

Daerah Otonom Baru (DOB). Penelitian ini juga hasilnya dapat

membantu Pemerintahan DOB memberikan Layanan Informasi

Publik dibidang Batas Wilayah Administrasi serta

meningkatkan Nilai Kinerja pada penilaian Evaluasi.

Kata kunci: Edge Detection, Daerah Otonom Baru (DOB), Sobel,

HPF, Cartesian, Kinerja.

I. PENDAHULUAN

Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) pada dasarnya

dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, dengan

demikian daerah diberikan kewenangan mengurus dan

mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi

urusan Pemerintah Pusat. Evaluasi terhadap Kinerja

Perkembangan Daerah Otonom Baru adalah untuk memonitor,

menganalisa dan megevaluasi aspek pembangunan

Penyelenggaraan pemerintahan di daerah otonom baru, Salah

satu aspek yang terkait adalah Penentuan Batas Wilayah

Administrasi. Sayangnya sebagian besar DOB belum

memiliki batas wilayah administrasi yang jelas karena kondisi

geografis yang sulit.

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas perlu dicari

alternatif memecahan masalah untuk dapat mengatasi kendala

diatas yaitu proses yang sulit dengan waktu yang panjang

serta biaya yang besar untuk melakukan Penetapan Batas

Wilayah peneliti mendapat gagasan untuk mempercepat

proses tersebut dengan pembuatan Model Deteksi Tepi untuk

Penetapan Batas Wilayah metode yang digunakan adalah

Metode Sobel dan Cartesian, Citra Digital dari Peta diproses

menggunakan komputer dan hasilnya dapat diketahui dengan

cepat dan hasilnya berupa Peta yang sudah menunjukan Batas

Wilayah yang dapat dicetak berkali-kali sehingga dari proses

tersebut dapat mempersingkat waktu dan DOB langsung

mendapat hasil, tanpa harus melakukan survey lapangan yang

sulit, lama dan berbiaya serta resiko yang besar.

Komputasi Citra Digital juga memiliki keuntungan, yaitu

apabila Petugas yang bertanggung jawah dengan masalah

batas wilayah hendak melihat kembali batas wilayahnya maka

sang petugas tidak perlu melakukan pembuatan ulang

disebabkan file citra digital peta sudah tersimpan dalam

storage komputer. Selain itu banyak pula kemudahan lain

yang bisa didapat

II. PENELITIAN TERKAIT

Sudah banyak penelitian yang telah dilakukan yang

berkaitan dengan Deteksi Tepi dan Citra Digital diantara

adalah Fahmi pada papernya yang berjudul “Perancangan

Algoritma Pengolahan Citra Mata Menjadi Citra Polar Iris

Sebagai Bentuk Antara Sistem Biometrik”, menjelaskan

tentang Algoritma pengolahan citra yang dirancang dibagi ke

dalam beberapa tahap. Beberapa proses seperti pengambilan

ROI Iris, deteksi tepi Canny, pencarian titik pusat, dan

perhitungan jari-jari iris dikembangkan untuk mengubah citra

menjadi bentuk antara citra polar iris. Secara keseluruhan

algoritma yang dirancang dapat dijalankan dengan baik. Akan

tetapi waktu komputasi yang dibutuhkan masih terlalu lambat

bila ingin diterapkan untuk aplikasi sebenarnya [4-1].

Hidayatno et al pada papernya yang berjudul “Analisis

Deteksi Tepi Pada Citra Berdasarkan Perbaikan Kualitas

Citra”, menjelaskan tentang Hasil deteksi tepi suatu citra

dengan jenis derau tertentu, tapis tertentu, dan deteksi tepi

tertentu memiliki indeks kualitas yang berbeda dibandingkan

dengan hasil deteksi tepi citra yang lain karena pada elemen

matrik antara citra yang satu dengan citra yang lain berbeda

[7-2]. Pujiyono et.al pada papernya yang berjudul

“Perbandingan Kinerja Metode Gradient Berdasarkan

Operator Sobel Dan Prewitt Implementasi Pada Deteksi Sidik

Jari”, menjelaskan tentang Sistem dapat mengenali sidik jari

baik operator Sobel maupun operator Prewitt dengan baik,

operator Prewitt lebih baik menganalisa dari pada operator

Sobel [9-3]. Anifah dalam paper nya yang

berjudul ”Pengenalan Plat Mobil Indonesia menggunakan

Learning Vector Quantization” menjelaskan tentang sistem

secara keseluruhan mulai dari instrumen- tasi yang coba

dikembangkan melalui kamera, metode im- age processing

serta algoritma kecerdasan buatan Learning Vector

Quantization mampu bekerja rata-rata tingkat akurasi

segmentasi plat 98,75 %, segmentasi karakter 95,789 %, dan

tingkat keberhasilan pembacaan karakter menggunakan

Learning VectoQuantization menggunakan optimum learning

rate 0,4/t rata-rata 84,43 %. Teknik pengambilan image dan

kondisi plat nomer sangat mempengaruhi tingkat keakurasian

Page 17: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 80

dalam pembacaan karakter pada plat [2-4]. Harsono pada

papernya yang berjudul ”Teknik Pengolahan Citra Untuk

Mendeteksi Defect Pada Float Glass”, menjelaskan tentang

teknik pengolahan citra dapat digunakan untuk mendeteksi

defect pada float glass, tingkat keakuratan tergantung

intensitas cahaya, hasil tergantung pola dari resolusi kamera

yang digunakan [6-5].

III. TINJAUAN LITERATUR

A. Citra Digital

Istilah “citra” yang digunakan dalam bidang pengolahan

citra dapat diartikan sebagai suatu fungsi kontinu dari

intensitas cahaya dalam bidang dua dimensi. Pemrosesan citra

dengan komputer digital membutuhkan citra digital sebagai

masukannya. Citra digital adalah citra kontinu yang diubah

dalam bentuk diskrit, baik koordinat ruang maupun intensitas

cahayanya. Pengolahan digitalisasi terdiri dari dua proses,

yaitu pencuplikan (sampling) posisi, dan kuantisasi intensitas.

Citra digital dapat dinyatakan dalam matriks dua dimensi f(x,y)

dimana ‘x’ dan ‘y’ merupakan koordinat piksel dalam matriks

dan ‘f’ merupakan derajat intensitas piksel tersebut. Citra

digital berbentuk matriks dengan ukuran M x N akan tersusun

sebagai berikut:

),(...)2,()1,(

............

),2(......)1,2(

),1(...)2,1()1,1(

),(

MNfNfNf

Mff

Mfff

yxf

Gbr 1. Citra Digital

Gbr 2. Koordinat Citra

Name Size Bytes Class Attributes

I 227x452 102604 uint8

Suatu citra f(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan

sebagai berikut:

0 ≤ x ≤ M-1 0 ≤ y ≤ N-1 0 ≤ f(x,y) ≤ G - 1 (2.1)

dimana :

M = banyaknya baris pada array citra

N = banyaknya kolom pada array citra

G = banyaknya skala keabuan (graylevel)

Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale). Besar G

tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0

(nol) menyatakan intensitas hitam dan G menyatakan

intensitas putih. Untuk citra 8 bit, nilai G sama dengan 2 8 =

256 warna (derajat keabuan). Jika kita memperhatikan citra

digital secara seksama, kita dapat melihat titik-titik kecil

berbentuk segiempat yang membentuk citra tersebut. Titik-

titik tersebut merupakan satuan terkecil dari suatu citra digital

disebut sebagai “picture element”, “pixel”, piksel, atau “pel’.

Jumlah piksel per satuan panjang akan menentukan resolusi

citra tersebut. Makin banyak piksel yang mewakili suatu citra,

maka makin tinggi nilai resolusinya dan makin halus

gambarnya. Pada sistem dengan tampilan citra digital yang

dirancang dengan baik (beresolusi tinggi), titik-titik kecil

tersebut tidak teramati oleh kita yang melihat secara normal.

B. Pengolahan Citra Digital

Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM)

merupakan teknik mudulasi untuk komunikasi wireless

broadband dimasa yang akan datang karena kuat melawan

frekuensi selective fading dan interferensi narrowband dan

efisien menghadapi multi-path delay spread. Untuk mencapai

hal tersebut, OFDM membagi aliran data high-rate mejadi

aliran rate yang lebih rendah, yang kemudian dikirimkan

secara bersama pada beberapa sub-carrier.

Pengolahan citra (image processing) merupakan proses

mengolah piksel-piksel dalam citra digital untuk suatu tujuan

Page 18: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 81

tertentu. Beberapa alasan dilakukannya pengolahan citra pada

citra digital antara lain yaitu:

Untuk mendapatkan citra asli dari suatu citra yang

sudah buruk karena pengaruh derau. Proses pengolahan

bertujuan mendapatkan citra yang diperkirakan

mendekati citra sesungguhnya.

Untuk memperoleh citra dengan karakteristik tertentu

dan cocok secara visual yang dibutuhkan untuk tahap

yang lebih lanjut dalam pemrosesan analisis citra.

Dalam proses akuisisi, citra yang akan diolah

ditransformasikan dalam suatu representasi numerik. Pada

proses selanjutnya reprentrasi numerik tersebutlah yang akan

diolah secara digital oleh komputer. Pengolahan citra pada

umumnya dapat dikelompokan dalam dua jenis kegiatan, yaitu:

Memperbaiki kualitas citra sesuai kebutuhan

Mengolah informasi yang terdapat pada citra

Bidang aplikasi yang kedua ini sangat erat kaitannya

dengan computer aided analysis yang umumnya bertujuan

untuk mengolah suatu obyek citra dengan cara mengekstraksi

informasi penting yang terdapat di dalamnya. Dari informasi

tersebut dapat dilakukan proses analisis dan klasifikasi secara

cepat memanfaatkan algoritma perhitungan komputer.

Dari pengolahan citra diharapkan terbentuk suatu sistem

yang dapat memproses citra masukan hingga citra tersebut

dapat dikenali cirinya. Pengenalan ciri inilah yang sering

diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.

Gbr 3. Proses Pengolahan Citra [1-6]

Dalam pengolahan citra digital terdapat lima proses secara

umum, yaitu:

image restoration

image enhancement

image data compaction

image analysis

image reconstruction

Citra digital direpresentasikan dengan matriks sehingga

operasi pada citra digital pada dasarnya memanipulasi

elemen-elemen matriks. Ada beberapa operasi dasar pada

pengolahan citra antara lain: operasi titik, operasi global,

operasi berbasis bingkai (frame), operasi geometri dan operasi

bertetangga [13-7]. Gbr 4 memperlihatkan bagan

pengelompokkan operasi-operasi dasar pada pengolahan citra

digital.

Gbr 4. Operasi-operasi dasar pada Pengolahan Citra Digital [3-8]

Dari bagan di atas, dapat dilihat bahwa deteksi tepi

merupakan operasi pada pengolahan citra digital yang

merupakan salah satu jenis operasi bertetangga atau

persekitaran (neighbourhood operation).

Sebuah citra dikatakan ideal, jika mampu mencerminkan

kondisi sesungguhnya dari suatu obyek. Mempunyai

hubungan satu-satu (one to one), satu titik pada obyek

dipetakan tepat satu piksel di citra digital. Tetapi pada

kenyataannya, hubungan yang ada antara titik dalam obyek

dengan titik pada citra digital adalah hubungan satu ke banyak

(one to many) dan banyak ke satu (many to one). Hal ini

disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:

Sinyal yang dikirim oleh obyek citra mengalami

penyebaran (divergensi), sehingga yang diterima oleh

sensor atau detector tidak lagi berupa suatu titik,

namun berupa luasan

Atau sebaliknya satu titik pada sensor atau detector

dapat menerima banyak sinyal dari beberapa bagian

C. Deteksi Tepi

Edge atau sisi adalah tempat-tempat dimana tingkat

perubahan intensitas paling tinggi [12-9]. Tempat perubahan

intensitas dan sekitarnya dikonversi menjadi bernilai nol atau

satu sehingga mengubah citra menjadi citra biner.

Kriteria untuk menentukan lokasi terjadinya tingkat

perubahan intensitas yang mendadak ada 2 jenis yaitu:

Nilai turunan pertama intensitas adalah lebih besar dari

magnitude batas ambang (threshold) tertentu

Nilai turunan kedua intensitas mempunyai sebuah

“zero crossing”.

Fungsi pendeteksian sisi pada Matlab menyediakan

sejumlah pengestimasi turunan (derivative estimator) yang

mengimplementasikan salah satu dari kriteria tersebut. Dari

beberapa pengestimasi yang ada, maka dapat ditentukan

operasi mana yang sensitif terhadap sisi horizontal atau sisi

vertical, atau kedua-duanya. Fungsi pendeteksian sisi akan

menghasilkan nilai 1 apabila sisi ditemukan dan menghasilkan

nilai 0 apabila sebaliknya.

Page 19: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 82

Secara umum tepi dapat didefinisikan sebagai batas antara

dua region (dua piksel yang saling berdekatan) yang memiliki

perbedaan intensitas yang tajam atau tinggi [5-10]. Tepi dapat

diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda,

tergantung pada perubahan intensitas. Untuk lebih memahami

definisi tepi, Gbr 5 memperlihatkan model tepi dalam ruang

satu dimensi.

Gbr 5 Model Tepi Satu Dimensi [1-6]

Menurut Munir pada [1-6] ada tiga macam tepi yang

terdapat didalam citra digital, yaitu:

Tepi curam. Jenis tepi ini terbentuk karena perubahan

intensitas yang tajam, berkisar 90 0

Tepi landau. Tepi lebar, sudut arah kecil. Terdiri dari

sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan

Tepi yang mengandung noise Untuk mendeteksi tepi

jenis ini, biasanya dilakukan operator image

enhancement terlebih dahulu. Misalnya Operator

Gaussian yang berfungsi untuk menghaluskan citra.

Perbedaan ketiga macam tepi tersebut, diperlihatkan pada

Gbr 6 berikut ini

Gbr 6. Jenis-Jenis Tepi [1-6]

Deteksi tepi (edge detection) merupakan salah satu operasi

dasar dalam pengolahan citra digital. Deteksi tepi merupakan

langkah pertama untuk melingkupi informasi didalam citra.

Tepi mencirikan batas-batas obyek dan karena itu tepi berguna

untuk proses segmentasi dan identifikasi obyek di dalam citra.

Deteksi tepi pada suatu citra memiliki tujuan sebagai berikut

[1-6]:

Menandai bagian yang menjadi detil citra.

Memperbaiki detil citra yang kabur karena error atau

efek proses akuisisi.

Gbr 7. Proses Deteksi Tepi Citra [1-6]

Untuk deteksi tepinya, pada turunan pertama terdapat tiga

operator (Robert, Prewitt, Sobel) tetapi untuk penetapan batas

wilayah ini disimpulkan operator deteksi tepi mana yang

terbaik untuk mendeteksi tepi dari batas wilayah dengan

melakukan pengujian dengan mengambil sampel citra digital

peta.

Operator (Robert) adalah konversi biner dengan

meratakan distribusi warna hitam dan putih.

Robert : matriks berukuran 2×2

Mx = [1 0 ; 0 -1]

My = [0 -1; 1 0] (titik koma berarti ganti baris)

Operator (Prewitt) merupakan konversi biner yang

menghaluskan warna menjadi peta digital menjadi

Smoothing.

Prewitt : matriks berukuran 3×3, elemen diagonal

dengan elemen veritkal/horizontal diberi bobot yang

sama (1 atau -1)

Mx = [-1 0 1; -1 0 1; -1 0 1]

My = [-1 -1 -1; 0 0 0 ; 1 1 1]

Operator (Sobel) merupakan operator deteksi tepi yang

mampu mendeteksi tepi dengan baik. Sehingga

memiliki tingkat akurasi tinggi untuk penetapan batas

wilayah.

Sobel: matriks berukuran 3×3, tapi elemen yang

horizontal/vertikal, diberi bobot lebih besar (2 atau -2)

dibandingkan dengan elemen diagonal (1 atau -1).

Mx = [-1 0 1; -2 0 2; -1 0 1]

My = [-1 -2 -1; 0 0 0; 1 2 1]

Sobel ini memberikan hasil yang lebih baik, karena

perbedaan pembobotan itu seperti diuraikan di atas. Elemen

horizontal/vertikal dari suatu piksel itu “lebih dekat” daripada

elemen diagonalnya, karena itu dia diberikan bobot lebih

besar daripada elemen diagonal.

”Lebih dekat”, maksudnya adalah pada bentuk persegi

pajang maka panjang jarak diagonal pasti lebih panjang

daripada panjang jarak sisi-sisinya.

Secara lebih kompleks, bila tetangga horizontal dari piksel

yang membedakan hanya nilai x-nya, sedangkan y-nya sama.

Page 20: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 83

Begitu juga dengan tetangga vertikal dari piksel, nilai y-nya

saja yang berbeda, akan tapi x-nya sama. Sedangkan tetangga

diagonal nilai x ataupun y nya beda. tetangga yang dimaksud

disini adalah pixel yang berjarak 1 piksel dari piksel yang

dimaksud.

Gbr 8. Proses yang digunakan

D. Sobel

Metode Sobel merupakan pengembangan metode Robert

dengan menggunakan filter Highpass filtering (HPF) yang

diberi satu angka nol penyangga. Metode ini mengambil

prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal

sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari

metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise

sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi.

Operator Sobel menggunakan kernel operator gradient 3x3:

Perhatikanlah bahwa operator Sobel menempatkan

penekanan atau pembobotan pada piksel-piksel yang lebih

dekat dengan titik pusat jendela. Dengan demikian pengaruh

piksel-piksel tetangga akan berbeda sesuai dengan letaknya

terhadap titik dimana gradien dihitung. Gradien adalah hasil

pengukuran perubahan dalam sebuah fungsi intensitas, dan

sebuah citra dapat dipandang sebagai kumpulan beberapa

fungsi intensitas kontinyu dari citra. Dari susunan nilai-nilai

pembobotan pada jendela juga terlihat bahwa perhitungan

terhadap gradien juga merupakan gabungan dari posisi

horisontal dan vertikal.

Operator Sobel melakukan deteksi tepi dengan

memperhatikan tepi vertical dan horizontal. Gradient

Magnitude dari operator Sobel adalah sebagai berikut :

Berdasarkan prinsip-prinsip filter pada citra, tepi suatu gambar

dapat diperoleh menggunakan High Pass Filter (HPF), dengan

karakteristik:

∑∑ H(x, y) = 0 (2.1)

Highpass filtering

High-pass filtering merupakan kebalikan dari low-pass

filtering, yaitu metode yang membuat sebuah sinyal atau citra

menjadi kurang halus. Metode yang digunakan adalah

melakukan pelemahan dalam domain frekuensi yang memiliki

frekuensi rendah. highpass filtering biasa digunakan untuk

Unsharp Masking, Deconvolution, Edge Detection,

mengurangi blur, atau menambah noise.

Ideal Highpass Filter (IHPF)

Ideal Highpass Filter melewatkan semua frekuensi tinggi

dan melakukan cutoff semua frekuensi rendah. IHPF 2-D

dituliskan dalam bentuk :

dimana D0 adalah konstanta positif jarak origin dan D(u,v)

adalah jarak antara titik (u,v) dalam domain frekuensi dan

pusat persegi panjang frekuensi, maka:

Butterworth Highpass Filter

Fungsi Butterworth highpass filter (BHPF) dari order n, dan

dengan cutoff frekuensi pada jarak D0 dari origin,

didefinisikan sebagai:

D(u,v) adalah jarak antara titik (u,v) dalam domain

frekuensi dan pusat persegi panjang frekuensi, dimana :

Gaussian Highpass Filter

Fungsi Gaussian highpass filter (BHPF) dari order n, dan

dengan cutoff frekuensi pada jarak D0 dari origin,

didefinisikan sebagai:

D0 merupakan jarak dari origin dan D(u,v) adalah jarak

antara titik (u,v) dalam domain frekuensi dan pusat persegi

panjang frekuensi, dimana :

E. Cartesian

Titik dalam Grafika Komputer bisa didefinisikan sebagai

suatu posisi tertentu dalam suatu sistem koordinat. Sistem

koordinat yang dipakai bisa Polar Coordinates atau Cartesian

Coordinates. Biasanya dalam pemrograman grafis, yang

paling umum digunakan adalah Cartesian Coordinates. Dalam

Cartesian Coordinates, titik didefinisikan sebagai kombinasi

Page 21: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 84

dua bilangan yang menentukan posisi tersebut dalam

koordinat x dan y (2D)

Contoh Penerapan

Jika kita ingin menempatkan titik­titik A(-5,2), B(-2,5),

C(2,5), D(2,5), E(5,-2), F(2,-5), G(-2,-5) dan H(-5,-2)

Kita bisa menggambarkan sebagai berikut:

Gbr 9. Titik Dalam Cartesian Coordinates

Ada 2 definisi koordinat dalam komputer terutama dalam

Sistem Operasi Windows, yaitu Screen Coordinate, dan

Cartesian Coordinate, keduanya sering membingungkan.

Untuk lebih jelasnya seperti Gbr 10 berikut:

Gbr 10. Cartesian Coordinates dan Screen Coordinates

IV. PROPOSED FRAMEWORK

A. System Overview

Pada dasarnya yang dilakukan adalah penerapan sebuah

sistem teknologi yang dapat mejadi solusi atas persoalan yang

dihadapi oleh semua daerah otonom baru yang berasal dari

pemekaran daerah dengan letak geografis yang sulit dengan

segala keterbatasan sarana dan prasarana termasuk

infrastruktur Layanan Informasi Publik dibidang Batas

Wilayah Administrasi untuk meningkatkan kinerja dan

memberikan Layanan yang lebih baik.

Dengan segala keterbatasannya DOB dapat memilih

sebuah solusi yang simple tetapi handal untuk hal tersebut

diatas. Sistem yang digunakan dapat berupa sebuah Model

Deteksi Tepi Untuk Penetapan batas Wilayah Dengan Metode

Sobel dan Cartesian.

B. Model Deteksi Tepi

Untuk memudahkan pengolahan data dan pengujian data

maka dirancang dan dibuat sebuah prototype. Prototype dibuat

dengan membuat rancangan interface dan membuat Graphical

User Interface (GUI) yang ada pada fasilitas MATLAB.

GUI Matlab dipilih karena beberapa kelebihannya yang

sangat cocok untuk melakukan penelitian ini, diantaranya:

• GUI banyak digunakan dan cocok untuk aplikasi-

aplikasi berorientasi sains,

• GUI Matlab mempunyai fungsi built-in yang siap

digunakan dan pemakai tidak perlu repot membuatnya

sendiri

• Ukuran file, baik FIG-file maupun M-file, yang

dihasilkan relatif kecil.

• Kemampuan grafisnya cukup handal dan tidak kalah

dibandingkan dengan bahasa pemrograman lainnya.

GUI dibuat dengan menuliskan perintah ‘guide’ pada

prompt MATLAB. Pada GUI ini dibangun beberapa obyek

grafik seperti tombol (button), kotak teks, slider, menu dan

lain-lain.

Dengan menggunakan Aplikasi GUI umumnya lebih

mudah dioperasikan karena orang yang menjalankannya tidak

perlu mengetahui perintah yang ada dan bagaimana kerjanya.

GUI yang dibuat terdiri dari GUI untuk memperlihatkan

proses pembuatan Model Deteksi Tepi dan GUI yang

digunakan untuk melakukan Analisis Perbandingan

Gbr 11. Desain GUI untuk Model Deteksi Tepi

Gbr 12. Desain GUI untuk Analisis Perbandingan

Page 22: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 85

Pada kedua desain prototype ini tempatkan beberapa

komponen pallete yang sesuai dengan kebutuhan untuk

menciptakan model. Untuk setiap komponen pallete yang

berbentuk PushButton ditempatkan Algoritma yang sesuai

dengan proses yang akan dijalankan dilengkapi dengan Hiden

Komponen Pallete untuk keperluan khusus yang perlu ada tapi

tidak di tampilkan.

Semua Proses a fungsi standar yang tersedia di MATLAB,

yang dijalankan dari komponen pallete PushButton.

V. HASIL

Citra Model Deteksi Tepi dan hasil akhir berupa citra asli

yang memiliki batas ditampilkan sseperti napak pada Gbr 13

di bawah ini dilakukan dengan menekan tombol Edge

Detection.

Gbr 13. GUI dengan Tampilan Deteksi tepi dan Hasil Akhir

Untuk pilihan Analisis Perbandingan, akan dimunculkan

GUI sebagai mana berikut ini, dan setelah memilih ini maka

dapat dilakukan proses proses perbandingan beberapa metode

dibandingkan dengan Motode Sobel & Cartesian.

Citra hasil analisis perbandingan berupa beberapa jenis

citra ditampilkan seperti tapak pada Gbr 14 dilakukan dengan

menekan tombol sesuai dengan pilihan analisis, Sobel &

Cartesian, Canny & Cartesian, Sobel dan Canny

Gbr 14. GUI Analisis Perbandingan

Citra hasil analisis perbandingan berupa beberapa jenis

citra ditampilkan seperti tapak pada Gbr 15 dilakukan dengan

menekan tombol sesuai dengan pilihan analisis, Sobel &

Cartesian, Canny & Cartesian, Robert & Cartesian dan Prewit

& Cartesian

Gbr 15. GUI Analisis Perbandingan

Berikut ini adalah table hasil pengujian dari beberapa

metode, baik yang berupa beberapa metode ataupun tersendiri

TABEL I

PERBANDINGAN MAGNITUDE & WAKTU PEMROSESAN YANG DIUJI

Hasil Tampilan untuk Metode Sobel & Cartesian seperti

terlihat pada Gbr 16, memenuhi kriteria, tepi terlihat jelas.

Gbr 16. Hasil Metode Sobel & Cartesian

Hasil Tampilan untuk Metode Canny & Cartesian seperti

terlihat pada Gbr 17, kurang memenuhi kriteria, karena tepi

yang tampak terlihat banyaknya noise pada tepinya

Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan

1 5598440 36,5315 9101190 38,1563 5848650 37,1094 5458120 38,0313 18445100 23,2969 13552700 22,3125

2 5598440 36,4846 9101190 37,5000 5848650 36,7344 5458120 37,6563 18445100 22,5781 13552700 22,0313

3 5598440 36,2971 9101190 37,2813 5848650 36,4375 5458120 37,3594 18445100 22,6250 13552700 22,0000

4 5598440 36,6721 9101190 37,3281 5848650 36,8359 5458120 37,7578 18445100 22,6406 13552700 22,0313

5 5598440 36,3440 9101190 37,3750 5848650 36,4844 5458120 37,4063 18445100 22,6250 13552700 22,1094

6 5598440 36,3128 9101190 37,2813 5848650 36,4063 5458120 37,3282 18445100 22,7344 13552700 22,0625

7 5598440 36,7659 9101190 37,1719 5848650 36,9141 5458120 37,8360 18445100 22,6250 13552700 22,0156

8 5598440 36,5315 9101190 37,5781 5848650 36,4766 5458120 37,3985 18445100 22,6250 13552700 22,1406

9 5598440 36,2503 9101190 37,1250 5848650 35,9689 5458120 36,8908 18445100 22,5938 13552700 23,4063

10 5598440 36,3909 9101190 37,2031 5848650 36,1485 5458120 37,0704 18445100 22,5625 13552700 22,0469

No. Uji

Meode Sobel &

Cartesian

Meode Canny &

Cartesian

Meode Robert &

Cartesian

Meode Prewitt &

Cartesian Sobel Canny

Page 23: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 86

Gbr 17. Hasil Metode Canny & Cartesian

Hasil proses pengolahan citra dengan Metode Robert &

Cartesian seperti terlihat pada Gbr 18, memenuhi kriteria, tepi

terlihat jelas.

Gbr 18. Hasil Metode Robert & Cartesian

Hasil proses pengolahan citra dengan Metode Prewitt &

Cartesian seperti terlihat pada Gbr 19, memenuhi kriteria, tepi

terlihat jelas.

Gbr 19. Hasil Metode Prewitt & Cartesian

Hasil proses pengolahan citra dengan Metode Sobel seperti

terlihat pada Gbr 20, kurang memenuhi kriteria, karena tepi

yang tampak terlihat banyaknya noise baik pada obyek

maupun pada tepinya.

Gbr 20. Hasil Metode Sobel

Hasil proses pengolahan citra dengan Metode Canny seperti

terlihat pada Gbr 21, kurang memenuhi kriteria, karena tepi

yang tampak terlihat banyaknya noise baik pada obyek

maupun pada tepinya.

Gbr 21. Hasil Metode Canny

Dari hasil pengamatan citra hasil, maka yang memenuhi

kriteria dapat menghasilkan citra batas wilayah adalah Metode

Sobel & Cartesian, Metode Robert & Cartesian dan Prewitt &

Cartesian, sedangkan metode yang lain tidak dipilih untuk

perhitungan lebih lanjut.

TABEL III.

PERBANDINGAN MAGNITUDE & WAKTU PEMROSESAN YANG TERPILIH

Page 24: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 87

TABEL IIIII. REKAP HASIL

VI. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan yang dilakukan pada kerangka

kerja yang diusulkan, maka dibuat beberapa kesimpulan

sebagai berikut.

Pembuatan Model Deteksi Tepi (Edge Detection) untuk

Penetapan Batas Wilayah dengan Menggunakan Metode

Sobel dan Cartesian untuk DOB Kabupaten Saburaijua dapat

dilakukan sebagai keluaran dari Prototype Aplikasi yang

dirancang dan dibuat dengan hasil sesuai dengan yang

dimaksud.

Model Deteksi Tepi dengan Metode Sobel dan Cartesian ini

juga sudah dapat diperbandingkan dengan Model Deteksi Tepi

dengan metode yang lain.

Kinerja Metode Sobel dan Cartesian sangat baik dari sisi

kecepatan pemrosesan dan cukup untuk menghasilkan

magnitude yang cukup baik sehinggan Model Deteksi Tepi

dapat terlihat dengan jelas,

Model Deteksi Tepi dengan Metoede Sobel dan Cartesian

Memiliki Kinerja terbaik dari sisi kecepatan rata-rata

pemrosesan citra digital, diikuti Metode Robert & Cartesian

dan Metode Prewitt & Cartesian, sedangkan beberapa metode

lain tidak dianalisi lebih lanjut, karena kriteria tidak sesuai

dengan yang dimaksud.

Dari besaran magnitude Metode Robert & Cartesian lebih

besar dari Metode Sobel dan Cartesian, tetapi ini tidak terlalu

mempengaruhi, karena dengan Metode Sobel & Cartesian pun

Model Deteksi Tepi dapat dibuat dengan jelas.

Dari serangkaian penelitian yang dilakukan keakuratan

Metode Sobel dan Cartesian sebesar 87%.

REFERENSI

[1] Fahmi, S.T, M.Sc., Perancangan Algoritma Pengolahan Citra Mata

Menjadi Citra Polar Iris Sebagai Bentuk Antara Sistem Biometrik,

2007. [2] Achmad Hidayatno R., Rizal Isnanto, Bahrun Niam, Analisis Deteksi

Tepi Pada Citra Berdasarkan Perbaikan Kualitas Citra, 2011.

[3] Wahyu Pujiyono, Murinto, Irfan Adam, Perbandingan Kinerja Metode Gradient Berdasarkan Operator Sobel Dan Prewitt Implementasi

Pada Deteksi Sidik Jari, 2009.

[4] Lilik Anifah, Pengenalan Plat Mobil Indonesia menggunakan Learning Vector Quantization, 2011.

[5] Budi Harsono, Teknik Pengolahan Citra Untuk Mendeteksi Defect

Pada Float Glass, 2008. [6] Agushinta, Dewi dan Alina Diyanti, Perbandingan Kinerja Metode

Deteksi Tepi pada Citra Wajah, Jurusan Ilmu Komputer / Teknologi

Informasi, Universitas Gunadarma, http://dc427.4shared.com/doc/ DOnWVH6n/preview.html (Diakses 30 Juli 2012).

[7] Wikipedia, Edge Detection,

http://en.wikipedia.org/wiki/Edge_detection (Diakses tanggal 30 Juni 2012).

[8] Melly Br. Bangun, Analisis Kinerja Metode Canny Dalam Mendeteksi

Tepi Karies Gigi, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/ 30156/4/Chapter%20II.pdf (Diakses 19 Juni 2012).

[9] Marvin Ch. Wijaya, Agus Priyono, Pengolahan Citra Digital

Menggunakan Matlab, Edisi Pertama, INFORMATIKA, Bandung, 2007 .

[10] Febriani, Lussiana, Analisis Penelusuran Tepi Citra Menggunakan

Detektor tepi Sobel dan Canny. Proceeding Seminar Ilmiah Nasional

Komputer dan Sistem Intelijen, 2008.

[11] Eko Prasetyo, Pengolahan Citra Digital dan Aplikasinya menggunakan

MATLAB, - Ed. I. -,ANDI,Yogyakarta, 2011. [12] Portal Saburaijua, http://www.saburaijua.go.id (Diakses tanggal 4 Juni

2012).

[13] Setyawan Widyarto, Dr. Digital Image Processing, Bahan Kuliah Digital Image Processing 2012.

[14] Wikipedia, Sobel Operator, http://en.wikipedia.org/wiki/

Sobel_operator (Diakses tanggal 30 Juni 2012). [15] Wiley, Practical Image and Video Processing Using MATLAB, 2011.

[16] Zulkaryanto, Rangkuman Kuliah Deteksi Tepi, IPB,

http://zulkaryanto.files.wordpress.com/2010/01/edge-detection.pdf (Diakses tanggal 4 Juni 2012).

Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan Magnitude Kecepatan

1 5598440 36,5315 5848650 37,1094 5458120 38,0313

2 5598440 36,4846 5848650 36,7344 5458120 37,6563

3 5598440 36,2971 5848650 36,4375 5458120 37,3594

4 5598440 36,6721 5848650 36,8359 5458120 37,7578

5 5598440 36,3440 5848650 36,4844 5458120 37,4063

6 5598440 36,3128 5848650 36,4063 5458120 37,3282

7 5598440 36,7659 5848650 36,9141 5458120 37,8360

8 5598440 36,5315 5848650 36,4766 5458120 37,3985

9 5598440 36,2503 5848650 35,9689 5458120 36,8908

10 5598440 36,3909 5848650 36,1485 5458120 37,0704

5598440 36,4581 5848650 36,5516 5458120 37,4735

No. Uji

Meode Sobel & Cartesian Meode Robert & Cartesian Meode Prewitt & Cartesian

Proses Tercepat 35,96885

Proses Terlama 38,0313

Magnitude Terbesar 5848650

Magnitude Terkecil 5458120

Meode Sobel & Cartesian

Magnitude 5598440

Kecepatan 36,45807

Prosentasi Kecepatan 91,698

Prosentasi Magnitude 87,424

Meode Robert & Cartesian

Magnitude 5848650

Kecepatan 36,551585

Prosentasi Kecepatan 90,11

Prosentasi Magnitude 100,00

Meode Prewitt & Cartesian

Magnitude 5458120

Kecepatan 37,473485

Prosentasi Kecepatan 74,47

Prosentasi Magnitude 65,00

Page 25: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 88

Penerapan Data Warehouse pada PT XYZ

dengan Menggunakan Metode Kriptografi

Muhammad Rifqi1, Rusdah

2, Moedjiono

3

Magister Ilmu Komputer Program Pascasarjana Universitas Budi Luhur

Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara 12260, Jakarta Selatan

[email protected]

[email protected]

[email protected]

Abstract— The role of technology in order to help improving the

work performance of a company in the era of globalization

encourages firms to compete with each other to acquire existing

technology to support companies in making better and

appropriate decisions. Most companies are faced with a crisis of

information. It’s not because of insufficient data, but because the

available data are not easy to use for strategic decision making.

Data warehouse in a company can be categorized as a strategic

supporting aspect. By establishing data warehouse, we can obtain

reports to support management decision-making processes. The

research aims to formulate data warehouse model and design of

application based on the requirement analysis. The study

involved PT. XYZ as an object. The methodology used is the

methods of analysis and design. In analysis method, we

conducted literature review, surveys and interviews, identified

the information needs of executives (management) in decision-

making, defined the requirements of the data warehouse to be

built based on Nine-Steps Methodology and used cryptographic

methods in the ETL process for security data. While in the

design method we performed data warehouse application design,

which includes a display interface supporting features of the

user. As a result, we proposed a model and application of data

warehouse using encripted data.

Keywordsi: Analysis, Design, Encryption, Data Warehouse,

Model, Application

I. PENDAHULUAN

Menurut W.H. Inmon dan Richard D.H., data warehouse

adalah koleksi data yang mempunyai sifat berorientasi subyek,

terintegrasi, time-variant, dan bersifat tetap dari koleksi data

dalam mendukung proses pengambilan keputusan manajemen

[1]. Dalam membuat keputusan, para eksekutif membutuhkan

informasi yang disajikan dengan jelas, mudah dimengerti, dan

sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu dibutuhkan database yang

berisi data yang telah diolah dan dianalisis (read only) sesuai

dengan kebutuhan pengambilan keputusan [2].

Paulraj Ponniah menerangkan bahwa krisis informasi pada

suatu perusahaan bukan karena kurangnya data yang memadai,

tetapi karena data yang tersedia tidak mudah digunakan untuk

pengambilan keputusan strategis. TI (information technology)

tidak lagi diperlukan untuk membuat setiap laporan dalam

memberikan informasi kepada pengguna akhir. Tetapi IT kini

dibebankan dengan pembangunan sistem pengiriman

informasi dan mempersilakan user (pengguna akhir) untuk

mengambil informasi dalam cara-cara inovatif untuk analisis

dan pengambilan keputusan strategis [3].

II. TINJAUAN PUSTAKA

Data warehouse adalah sebuah basis data komprehensif

yang mendukung semua analisis keputusan yang diperlukan

oleh suatu organisasi dengan menyediakan ringkasan dan

rincian informasi. Sedangkan menurut Inmon [4], suatu data

warehouse merupakan kumpulan data yang bersifat subject

oriented, integrated, time variant, dan nonvolatile dalam

mendukung proses pengambilan keputusan [1]. Subject

oriented berarti bahwa data warehouse diidentifikasikan atau

disusun berdasarkan pada subjek utama dalam lingkungan

perusahaan, bukan berorientasi pada proses atau fungsi

aplikasi seperti yang terjadi pada lingkungan operasional.

Karakteristik kedua dan terpenting dari data warehouse

adalah integrasi. Data diambil dari sumber-sumber yang

terpisah, dimasukkan ke dalam data warehouse. Data yang

diambil tersebut akan diubah, diformat, disusun kembali,

diringkas, dan seterusnya. Sehingga dapat mendukung,

pengoperasian sistem data warehouse dalam menghasilkan

laporan yang terintegrasi, sedangkan data yang masuk ke

dalam data warehouse dengan berbagai cara dan mempunyai

ketidak konsistenan dengan aplikasi tidak akan dimasukkan ke

dalam sistem. Contoh konsistensi data antara lain adalah

penamaan, struktur kunci, ukuran atribut, dan karakteristik

data secara fisik.

Hasil dari integrasi data, dalam data warehouse hanya

mempunyai satu bentuk format sesuai dengan yang telah

ditentukan. Nonvolatile dapat diartikan bahwa data tersebut

tidak mengalami perubahan, walaupun data dalam operasional

mengalami perubahan. Dengan begitu, maka data yang lama

tetap tersimpan dalam data warehouse.

Karakteristik terakhir, yaitu Time Variant ini

mengimplikasikan bahwa tiap data dalam data warehouse itu

selalu akurat dalam periode tertentu. Batas waktu pada data

warehouse jauh lebih lama dibandingkan database sistem

Page 26: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 89

operasional karena perbedaan batas waktu tersebut, maka data

warehouse lebih banyak menampung data historis daripada

database operasional.

Arsitektur Data Warehouse

Menurut Connolly, komponen-komponen utama dalam

sebuah data warehouse antara lain [5]:

Gbr 1. Arsitektur Data warehouse [2-5]

Pada Gbr 1 menunjukan arsitektur Data Warehouse

menurut Connoly [5] sebagai berikut :

1. Operational Data

Data untuk data warehouse berasal dari:

Mainframe data operasional yang terdapat pada

generasi pertama, yaitu hierarki dan basis data

jaringan.

Data departemen yang berada pada sistem file,

seperti SQL dan relasional DBMS.

Data yang berada pada workstation dan server.

2. Operational Data Store

Operational Data Store (ODS) merupakan tempat

penyimpanan data operasional terkini dan terintegrasi,

yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan analisis.

ODS menyimpan data yang telah diekstrak dan telah

dibersihkan dari sumber data. Dengan demikian, proses

pengintegrasian dan restrukturisasi data untuk data

warehouse menjadi lebih sederhana.

3. ETL Manager

ETL manager melakukan semua operasi yang

berhubungan dengan fungsi ETL (Extract, Transform,

Loading) data ke dalam data warehouse. Data dapat

diekstrak dari sumber-sumber data atau pada umumnya

diambil dari Operational Data Store [6]. Data yang

diturunkan dari beberapa sumber database yang berbeda

sebagai contoh pada kasus di PT XYZ seperti Oracle

(SAP), SQL, MS Access, Excel macro dan lain

sebagainya dikemas menjadi text file yang nantinya akan

di upload ke dalam database warehouse sangatlah riskan

di gunakan/dimanfaatkan oleh pihak ketiga, untuk itulah

perlu untuk memastikan keamanan datanya [7]. Salah

satu metode yang penulis gunakan adalah dengan

menggunakan metode kriptogafi.

Kriptografi merupakan elemen penting dari setiap

strategi untuk mengatasi kebutuhan transmisi pesan

keamanan. Kriptografi adalah studi tentang metode

mengirim pesan dalam bentuk terselubung sehingga

hanya penerima yang dimaksudkan dapat menghapus

menyamar dan membaca pesan tersebut. Ini adalah seni

praktis mengubah pesan atau data ke dalam bentuk yang

berbeda, sehingga tidak ada seorang pun dapat

membacanya tanpa akses ke 'key'. Pesan dapat dikonversi

menggunakan 'kode' (dalam hal ini masing-masing

karakter atau kelompok karakter diganti oleh salah satu

alternatif), atau 'nol' atau 'cipher' (dalam hal ini pesan

secara keseluruhan diubah, bukan dari karakter individu).

Kriptoanalisis adalah ilmu 'breaking' atau 'cracking'

skema enkripsi, yaitu menemukan kunci dekripsi [8].

Oleh sebab itulah penulis menganggap penting data yang

ditransfer dalam bentuk text file sebelumnya telah

dilakukan enkripsi guna melindungi data dari serangan

pihak ketiga.

4. Warehouse Manager

Warehouse manager melakukan semua operasi yang

berhubungan dengan manajemen data dalam data

warehouse, seperti: analisis data untuk memastikan

konsistensi, transformasi dan penyatuan sumber data dari

media penyimpanan sementara ke tabel data warehouse,

membentuk indeks dan view pada tabel, generate proses

denormalisasi, generate aggregasi, dan melakukan back

up dan archiving data

5. Query Manager

Query manager melakukan semua operasi yang

berhubungan dengan pengaturan query yang dimasukkan

oleh user. Operasi yang dilakukan komponen ini berupa

pengarahan query pada tabel-tabel yang tepat dan

penjadwalan eksekusi query.

6. Detailed Data

Komponen ini menyimpan semua data detil dalam skema

basis data. Pada umumnya beberapa data tidak disimpan

secara online, tetapi dapat dilakukan secara aggregasi.

Secara periodik data detil ditambahkan ke data

warehouse untuk mendukung aggregasi data.

7. Lightly and Highly Summarized Data

Komponen ini menyimpan semua data yang sudah

diringkas (diaggregasi), yang digenerate oleh warehouse

manager. Data perlu diringkas dengan tujuan untuk

mempercepat performa query. Ringkasan data terus

diperbaharui seiring dengan adanya data yang baru yang

masuk ke dalam data warehouse.

8. Archive / Backup Data

Komponen ini menyimpan data detil dan ringkasan data

dengan tujuan untuk menyimpan dan backup data.

Walaupun ringkasan data diperoleh dari data detil,

ringkasan perlu dibackup juga apabila data tersebut

disimpan melampaui periode tertentu dalam penyimpanan

data detil.

Page 27: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 90

9. Metadata

Komponen ini menyimpan semua definisi metadata

(informasi mengenai data) yang digunakan dalam proses

data warehouse. Metadata digunakan untuk berbagai

tujuan, diantaranya: proses extracting dan loading,

metadata digunakan untuk memetakan sumber data dalam

warehouse; dalam proses manajemen warehouse,

metadata digunakan untuk mengotomatisasi pembentukan

tabel ringkasan; sebagai bagian dari proses manajemen

query, metadata digunakan untuk mengarahkan sebuah

query pada sumber data yang tepat.

10. End-User Access Tools

Tujuan utama dari data warehouse adalah mendukung

dalam proses pembuatan keputusan yang strategis dalam

berbisnis. Para pengguna berinteraksi dengan data

warehouse menggunakan end-user access tools.

Berdasarkan kegunaannya, terdapat empat kategori end-

user access tools, yaitu: Reporting and Query tools,

Application Development Tools, Online Analytical

Processing (OLAP) Tools, dan Data Mining Tools.

III. METODE PENELITIAN

Metodologi yang digunakan dalam mendukung pelaksanaan

penelitian ini, terdiri dari dua jenis metode, diantaranya:

a. Metode Analisis

Proses analisis dilakukan melalui beberapa tahapan,

diantaranya :

1. Studi pustaka, yakni mempelajari literatur-literatur

yang membahas mengenai metodologi pembentukan

data warehouse.

2. Melakukan survey terhadap sistem berjalan yang

dilaksanakan dengan melakukan wawancara terhadap

pihak-pihak yang mendukung operasional perusahaan

dan pihak eksekutif yang akan menggunakan sistem

data warehouse yang dibentuk.

3. Menganalisis informasi yang dibutuhkan para eksekutif

dalam pengambilan keputusan, yang nantinya akan

digunakan sebagai acuan dalam melakukan

perancangan sistem data warehouse.

4. Mengidentifikasikan prasyarat kebutuhan sistem yang

akan dibangun agar sesuai dengan requirement yang

ada.

b. Metode Perancangan Data Warehouse

Pada tahapan perancangan dilakukan perancangan model

dan aplikasi berdasarkan hasil analisis terhadap permasalahan

yang dihadapi. Metode perancangan data warehouse yang

digunakan terdiri dari sembilan tahap yang dikenal dengan

pendekatan Nine-Steps Methodology yang diperkenalkan oleh

Ralph Kimbal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam proses pengambilan keputusan untuk periode waktu

jangka pendek maupun jangka panjang, para eksekutif

membutuhkan berbagai macam kolaborasi data yang

tersimpan dalam database operasional perusahaan. PT XYZ

yang terletak di Karawang, Jawa Barat sebagai sebuah

perusahaan modal asing yang memproduksi semiconductor

dengan tidak kurang dari 100 macam jenis produk yang

dihasilkan mengandalkan data warehouse dalam

mengintegrasikan berbagai data yang tersebar pada banyak

tabel dalam database operasional perusahaan. Dengan tidak

kurang dari 10 sistem yang sudah berjalan saat ini seperti:

HRMS dengan menggunakan VB.Net, GPRISM dengan PHP

+ Oracle, SAP dan beberapa system support lainnya seperti

MS Access serta beberapa program open source lainnya

sangat di butuhkan oleh pihak manajemen dalam pengambilan

keputusan dari semua system yang sudah ada dalam satu

kesatuan informasi dalam data warehouse.

Gbr 2. Campuran Berbagai Teknologi

Gbr 2 di atas menunjukkan meskipun banyak teknologi

yang digunakan, mereka semua bekerja sama dalam sebuah

data warehouse. Hasil akhirnya adalah penciptaan lingkungan

komputasi baru untuk tujuan penyediaan informasi strategis

suatu perusahaan [3].

Dalam pembentukan sistem data warehouse pada PT. XYZ,

melibatkan dua komponen utama dari sistem yang saling

berhubungan, yang terdiri dari:

Data source merupakan sumber asal dari database

perusahaan yang digunakan dalam pembentukan data

warehouse. Dalam perancangan data warehouse ini yang

menjadi data source adalah data dari database

transaksional perusahaan, namun dibatasi hanya yang

berkaitan dengan produks dan reward karyawan, pada PT

XYZ.

Data transformation merupakan proses pengubahan data

yang awalnya berasal dari database operasional diubah

menjadi bentuk yang sesuai dalam sistem data warehouse.

Proses ini dikenal dengan proses ETL (Extract,

Transform, Loading). Extract adalah proses pengambilan

data operasional dan memilih data yang akan digunakan

di dalam data warehouse. Transformasi (transformation)

dilakukan agar data memiliki sifat yang konsisten dan

Page 28: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 91

terjamin integritasnya sehingga dapat menghasilkan

informasi yang tepat dan akurat. Loading merupakan

proses penyimpanan data yang telah ditransformasikan ke

dalam data warehouse.

Tahapan transformasi data dari database operasional ke

dalam data warehouse adalah sebagai berikut.

Membaca dan memilih data dari database operasional

yang berkaitan dengan proses yang mendukung performa

manajemen seperti masalah down time machine, data

karyawan dan lain-lain.

Melakukan penyeragaman data tertentu untuk membuat

data menjadi konsisten dan terintegrasi, dan melakukan

penghitungan pada data sesuai dengan output yang akan

dihasilkan oleh data warehouse.

Melakukan proses transformasi data sehingga data

tersebut siap untuk dimasukan ke dalam data warehouse.

Proses ini dilakukan dengan

Data warehouse merupakan suatu media yang digunakan

untuk menyimpan data historis dari perusahaan

berdasarkan periode atau jangka waktu tertentu yang telah

melalui tahap penyaringan dan diintegrasikan untuk

digunakan sebagai sumber analisis pada proses

pengambilan keputusan yang dilakukan oleh pihak

pimpinan perusahaan.

User merupakan pengguna akhir yang akan mengakses

atau menggunakan aplikasi data warehouse yang telah

dirancang. Sistem data warehouse ini akan

mempermudah dan mempercepat end user dalam

memperoleh data yang dibutuhkan dalam bentuk laporan

guna mendukung keperluan analisis pada sisi eksekutif.

Tahapan Perancangan Data Warehouse

Berikut tahapan-tahapan yang dilalui dalam proses

pembentukan sistem data warehouse pada perusahaan PT

XYZ:

1. Memilih Proses

Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka

diputuskan orientasi pembentukan sistem data warehouse

dilakukan hanya pada proses pembelian material, kontrol

material, kontrol kinerja mesin produksi, juga proses lain

yang mendukung kinerja perusahaan seperti absensi

karyawan dan pemberian penghargaan.

2. Memilih Grain

Grain merupakan data dari calon fakta yang akan

dianalisis. Dengan melakukan pemilihan grain, maka

dapat diputuskan hal-hal apa saja yang akan

direpresentasikan pada record tabel fakta. Grain-grain

yang terdapat dalam perancangan sistem data warehouse

perusahaan ini meliputi:

Kontrol Down Time Machine

Perlunya usaha untuk mengontrol kemampuan

kinerja dari sebuah mesin pada area produksi, data

yang dianalisis adalah berapa lama dan berapa sering

mesin tersebut mengalami down time, sebab-sebab

mesin tersebut terjadi down time, kejadian tersebut

akan dikontrol karena mempengaruhi penurunan

kualitas maupun kapasitas suatu produk/barang.

Kontrol material

Dalam proses kontrol material ini sangat diperlukan

untuk mengetahui berapa stock material yang ada,

yang sedang digunakan dan berapa atau kapan harus

mengajukan permintaan material yang baru, seberapa

penting material tersebut harus disiapkan juga status

permintaan material tersebut sudah sampai dimana,

maksudnya adalah approval permintaan dari pihak

terkait dalam hal ini manajemen.

Kontrol Karyawan

Kontrol karyawan meliputi kehadiran karyawan juga

pemberian reward kepada karyawan yang berprestasi

dan masa kerja dalam tenggang waktu yang telah

disepakati.

3. Identifikasi dan penyesuaian dimensi

Pada tahap ini dilakukan penyesuaian dimensi dengan

grain yang ada.

Grain Business

Unit Case Status Type Time Area Desc

Down

Time V V V V V V V

Employee V V V V V V V

Material V V V V V V V

4. Pemilihan fakta

Dalam tahap ini dilakukan pemilihan fakta-fakta yang

sesuai dengan kebutuhan. Setiap fakta yang terbentuk,

terdiri dari atribut dimensi dan data measure. Fakta-fakta

yang telah diidentifikasikan selanjutnya akan diformulasi

dalam bentuk laporan, diagram, ataupun grafik yang

dapat merepresentasikan data-data dalam bentuk yang

mudah dipahami bagi pengguna.

Saya membatasi pengembangan data warehouse ini sesuai

dengan kebutuhan yang ada pada perusahaan karena

belum terkontrol secara system dan dengan program ini

dapat menurunkan biaya tidak kurang dari 50 juta/kasus,

beberapa kontrol yang dapat di terapkan pada saat ini

berupa : kontrol down time machine pada area produksi

yang dampaknya pada kinerja perusahaan pada tepat atau

tidaknya jadwal pengiriman dan kualitas produk yang di

hasilkan, absensi, KPI juga pemberian reward (Gold coin)

kepada karyawan yang telah bekerja dalam tenggang

waktu yang telah di tentukan dengan system ini berhasil

menurunkan biaya (reduce cost) tidak kurang dari

(minimal) 50 juta / kasus.

Fakta yang terbentuk dari perancangan data warehouse

ini adalah:

Kontrol Down time machine, meliputi JENIS_DT,

WAKTU, BU, AREA, KETERANGAN

Kontrol Material, meliputi WAKTU,

DEPARTEMENT, INDIRECT_NAME, ITEM,

PROCESS_ON, REMARK, NOTES.

Page 29: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 92

Kontrol Karyawan, meliputi NIM, TGL, START,

END, DESCRIPTION.

5. Menyimpan prekalkulasi pada tabel fakta

Prekalkulasi yang dilakukan pada perancangan data

warehouse ini meliputi:

FAKTA ATRIBUT PREKALKULASI

Down Time Jumlah_Transaksi Tanggal_Transaksi

Ktr Material Jumlah_Transaksi Tanggal_Input

Employee Jumlah_Absensi Tanggal_Absensi

6. Melengkapi tabel dimensi

Pada tahapan ini dilakukan penambahan deskripsi teks

pada dimensi. Deskripsi tersebut harus mudah dipahami

oleh user. Berikut deskripsi teks dari tabel dimensi

(contoh):

DIMENSI ATRIBUT DESKRIPSI

Status Status Laporan dapat di lihat dari status

karyawan (kontrak atau permanen, direct

atau indirect, dsb)

Waktu Kode_Waktu Keterangan

Menentukan waktu/kapan seorang karyawan jatuh tempo kontraknya atau

kapan seorang karyawan berhak

mendapatkan reward berupa gold coin pada rentang waktu yang sudah di

tentukan

KPI Kode_KPI Keterangan

Biasanya di gunakan untuk paramenter penilaian karyawan dalam pencapaian

selama satu tahun (Fiskal Year)

7. Pemilihan durasi basis data

Periode waktu dari data yang digunakan dalam data

warehouse ini adalah :

Nama

Database

OLAP

Nama

Database

OLTP

Periode

Waktu

OLTP

Transformasi

data ke Data

Warehouse

Durasi

Data

Warehouse

OLAP_ATR DB_ATR 2012 2012-2014 2 Tahun

8. Melacak perubahan dari dimensi secara perlahan

Mengamati perubahan dari dimensi pada masing-masing

tabel dimensi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu

mengganti secara langsung pada table dimensi,

pembentukan record baru pada setiap perubahan yang

terjadi, dan perubahan data yang membentuk kolom baru

yang berbeda. Dalam perancangan ini digunakan cara

yang kedua, yaitu jika terdapat perubahan atribut pada

tabel, maka akan menyebabkan pembentukan suatu

record baru. Contohnya, seperti terdapat perubahan

alamat pelanggan, maka akan mengakibatkan

penambahan record baru pada tabel dimensi dengan tetap

menyimpan record yang lama. Hal ini dilakukan untuk

menjaga data yang lama agar tetap tersimpan, sehingga

dapat diketahui perubahannya yang terjadi dari awal

sampai akhir.

9. Memutuskan prioritas dan mode dari query

Dalam tahap ini dibahas mengenai proses ETL (extract,

transform, and loading), backup yang dilakukan secara

berkala, dan analisis kapasitas media penyimpanan data.

A. Proses ETL (Extract, Transform, and Loading)

Penangggung

Jawab

Intensitas

Aktivitas

Keterangan

Divisi

Information

Technology (IT)

1 Bulan Sekali,

tergantung

permintaan (kebutuhan)

Proses ETL ke dalam tabel

dimensi dan fakta ini akan

dilakukan oleh divisi IT, setiap bulan atau berdasarkan kebutuhan

Contoh proses ETL untuk keamanan data dengan

menggunakan metode kriptografi dengan menggunakan

algoritma Caesar Chiper yang sebelumnya penulis

mengembangkan algoritma tersebut dengan menambahkan

pergerakan jam, menit, detik, mili detik dan micro detik

sebagai kunci utama dalam enkripsi data tersebut yang mana

kunci tersebut akan kirimkan melalui email kepada receiver

atau orang yang diberikan hak untuk dapat membaca atau

berwenang dalam data tersebut dari sender/pengirim melaui

grafik yang berfungsi sebagai informasi dari password

tersebut. Untuk lebih jelasnya seperti pada Gbr 3, 4, 5 berikut:

Gbr 3. Contoh data yang sudah di enkripsi

Gbr 4. Contoh data yang sudah di enkripsi

Page 30: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 93

Gbr 5. Pengiriman kode password melalui email dengan grafik.

B. Proses backup

Penangggung

Jawab

Intensitas

Aktivitas

Keterangan

Divisi Information

Technology

(IT)

1 Bulan Sekali.

Proses backup terhadap data-data yang terdapat dalam data warehouse dan

database operasional dilakukan oleh

divisi IT, di luar jam kantor

C. Analisis kapasitas media penyimpanan

Dalam proses pengolahan data, kapasitas media

penyimpanan menjadi salah satu faktor yang perlu dijadikan

bahan pertimbangan. Transaksi yang terjadi setiap hari pada

data transaksional/operasional perusahaan (OLTP) akan

menyebabkan pertumbuhan data pada database operasional

perusahaan, yang nantinya juga akan berpengaruh terhadap

pertumbuhan data pada data warehouse. Oleh karena itu,

perlu dilakukan analisis pertumbuhan data untuk membantu

dalam memperkirakan besarnya media penyimpanan data

yang dibutuhkan untuk beberapa periode tahun ke depan. Hal

ini dilakukan dengan melakukan perhitungan terhadap jumlah

record yang dihasilkan permasing-masing tabel yang ada

selama periode tertentu, kemudian diakumulasi dengan

penggunaan ukuran space berdasarkan jenis tipe data yang

digunakan pada masing-masing atribut yang terdapat pada

tabel yang terbentuk dalam database. Sehingga dapat menjadi

bahan pertimbangan dalam proses pengimplentasian sistem

yang dilakukan nantinya.

Rancangan Skema Bintang

Pada perancangan sistem data warehouse perusahaan ini

menggunakan skema bintang, dimana tabel fakta ditempatkan

di tengah, dikelilingi oleh tabel-tabel dimensi. Penggunaan

skema bintang ini dipilih karena bentuk skema ini mudah

dipahami dan digunakan, sehingga memudahkan dalam

melakukan proses pembentukan query. Gbr 6 menunjukkan

skema bintang yang dihasilkan pada penelitian ini.

Gbr 6. Skema Bintang Pengiriman

Rencana Implementasi

Untuk implementasi sistem data warehouse ini diperlukan

spesifikasi perangkat keras dan lunak yang sesuai, sehingga

dapat mendukung operasional secara maksimal. Berikut

minimal spesifikasi yang dibutuhkan:

Komputer server: Processor: Intel® Itanium® Processor 9000

Sequence, Harddisk: 1 TB, Memory: 8GB, Monitor: LCD 20”;

Komputer client: Processor: Intel® Core 2 Duo 3,2 Ghz,

Harddisk: 500 GB, Memory: 4GB, Monitor: LCD 20”; Sistem

operasi: Windows Server 2003 Service Pack 3; DBMS: SQL

Server 2008.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis, dan

perancangan sistem yang dilakukan pada PT XYZ, maka

dapat disimpulkan bahwa:

Melalui aplikasi data warehouse yang dibentuk, pihak

ekskutif dapat melakukan kegiatan analisis terhadap

laporan yang dihasilkan berdasarkan berbagai dimensi

yang ada.

Selain berfungsi sebagai alat penunjang pelaporan,

aplikasi data warehouse yang dihasilkan juga dapat

digunakan sebagai alat untuk menganalisis tren atau

kecenderungan yang saat ini berlangsung. Hal ini

dilakukan dengan mengimplementasikan penggunaan

dashboard.

Sistem yang dikembangkan dapat menyajikan laporan

dalam bentuk yang sangat interaktif, yaitu dengan

menyediakan tampilan grafik maupun tabel sesuai dengan

kebutuhan pihak eksekutif sehingga mempermudah dalam

pemahaman terhadap informasi yang dihasilkan.

Data warehouse merupakan suatu cara/metode dari suatu

database yang berorientasi kepada subjek, non-volatile,

time-variance dan terintegrasi yang digunakan untuk

mempermudah para pengambil keputusan dalam

menyelesaikan masalah.

Keberadaan data warehouse sangat penting sebagai tools

dari DSS, karena data warehouse memang digunakan

untuk itu. Dengan adanya data warehouse, diharapkan

suatu perusahaan dapat lebih unggul dari kompetitornya

dan lebih jeli lagi dalam melihat peluang pasar.

Employeement

PK UserID

DeptID

SectID

Jan

Feb

Mar

Apr

May

Jun

Jul

Aug

Sep

Oct

Nov

Dec

Organization_Stru

PK OrgId

Name

Organization_StruCol1

Organization_StruCol2

Section_Stru

PK SecId

Name

Section_StruCol1

Employee

PK UserID

UserName

Employeement

UserID

OrgId

SecId

JoinDate

Page 31: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 94

Dengan menggunakan metode kriptografi pada proses

ETL lebih menjaga keamana data dari serangan pihak ke

tiga, karena harus mengetahui algoritma untuk membuka

pesan rahasia dari data tersebut. Penulis mengembangan

metode Caesar Chiper dengan menambahkan pergerakan

jam, menit, detik, mili detik dan micro detik untuk

menyulitkan pihak ketiga untuk mencuri data tersebut dan

password tersebut dikirimkan melalui grafik yang

nantinya berfungsi sebagai decode/deskripsi isi dari data

yang akan digunakan.

Adapun saran berkenaan dengan hasil penelitian yang

dilakukan adalah :

Perlu dilakukan maintenance secara rutin agar sistem

data warehouse dapat terintegrasi dan termonitor dengan

baik.

Dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan

sistem data mining agar proses analisis perusahaan dapat

dilakukan secara lebih mendalam dan terpola berdasarkan

pendekatan yang ada dalam konsep data mining.

Penulis masih mengembangkan beberapa algoritma

tersebut untuk dipakai dalam pengiriman email rahasia

dan sistem data untuk rumah sakit pada kasus histori

penyakit pasien dengan menambahkan metode

steganografi.

REFERENSI

[1] Inmon, W.H. (2002). Building the Data Warehouse,edisi-3. Wiley

Computer Publishing.

[2] Poe, Vidette 1998. Building Data Warehouse for Decision Support, edisi-2. Prentice Hall.

[3] Ponniah, Paulraj, (2010), Data Warehousing Fundamentals For IT Professionals, 2nd Ed, John Wiley & Sons, Inc.

[4] Inmon, W. H, (2005), Building the Data Warehouse, 3rd Ed, John

Wiley & Sons, Inc., Canada. [5] Connolly, Thomas dan Begg, Carolyn, 2010, Database Systems : A

Practical Approach to Design, Implementation, and Management,

5th Ed, Pearson Addison Wesley, Boston. [6] Kimball, R., & Caserta, J. (2004). The data warehouse ETL toolkit:

practical techniques for extracting, cleaning, conforming, and

delivering data. Wiley. [7] M. Conway, (2003). “Code Wars: Steganography, Signals

Intelligence, and Terrorism”, Knowledge Technology & Policy,

Volume 16, Number 2, pp. 45-62, Springer. [8] Neha Sharma, J.S. Bhatia and Dr. Neena Gupta, “An Encrypto-Stego

Technique Based secure data Transmission System”, PEC,

Chandigarh.

Page 32: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 95

Implementasi Protokol S/MIME pada Layanan

E-Mail Sebagai Upaya Peningkatan Keamanan

dalam Transaksi Informasi Secara Online:

Studi Kasus PT. XYZ

Aeni Jamilia1, Moedjiono

2, Hadi Syahrial

3

Magister Ilmu Komputer Program Pascasarjana Universitas Budi Luhur

Jl. Ciledug Raya Petukangan Utara 12260, Jakarta Selatan 1 [email protected]

2 [email protected]

3 [email protected]

Abstrak-- Berkomunikasi menggunakan e-mail memiliki banyak

kelebihan namun disisi lain rentan terhadap kegiatan digital

attacker, seperti penyadapan. PT. XYZ merupakan organisasi yang

bergerak dibidang bisnis yang menangani infrastruktur TI di

kalangan instansi pemerintah maupun swasta, yang mana

kesehariannya informasi rahasia ditransaksikan menggunakan e-

mail online. S/MIME merupakan salah satu alternatif

pengamanan yang dapat diimplementasikan pada e-mail. Hasil

akhir dari penelitan ini berupa rancangan implementasi protokol

S/MIME pada layanan e-mail bagi PT. XYZ yang menerapkan

teknik kriptografi berupa tanda tangan digital dan/atau enkripsi

yang terbukti dapat memenuhi aspek keamanan informasi. Dengan

mengimplementasikan S/MIME, aspek information security seperti

confidentiality, integrity, authentication dan non-repudiation yang

diharapkan oleh PT. XYZ dapat terpenuhi.

Kata kunci: e-mail, digital attacker, security, S/MIME, information

security.

I. PENDAHULUAN

Pengguna internet di seluruh dunia sampai dengan akhir

tahun 2011 seperti yang tercatat dalam survei Internet World

Stats pada internetworldstats.com mencapai 2.267.233.742

pengguna, dengan statistik tertinggi pengguna dari Asia

mencapai 44,8% [1]. Salah satu fasilitas internet yang paling

banyak digunakan di dunia khususnya di Indonesia adalah e-

mail online, karena dengan adanya e-mail para pengguna

dapat saling bertukar informasi. Bahkan tercatat dari hasil

riset Ipsos bahwa 9 dari 10 (91%) pengguna internet di

Indonesia menggunakan e-mail online untuk kirim/terima

(transaksi) informasi [2].

Meskipun menjadi sarana transaksi informasi yang handal

dan banyak digunakan, mekanisme pengiriman e-mail

umumnya dilakukan melalui internet yang merupakan jalur

publik sehingga memungkinkan terjadinya serangan oleh

digital attacker seperti penyadapan dan modifikasi informasi.

Selain terkendala pada aspek kerahasiaan informasi, penerima

e-mail tidak dapat memastikan keaslian sumber pesan, untuk

mengetahui bahwa e-mail tersebut memang berasal dari orang

yang diajak berkomunikasi. Karena e-mail tidak memiliki

layanan untuk memverifikasi pengirim e-mail, maka pengirim

pada suatu waktu dapat menyangkal bahwa dirinya tidak

pernah mengirim e-mail tersebut. Kendala tersebut dapat

diatasi dengan teknik kriptografi berbasis sertifikat digital

kunci publik (public key) atau yang dikenal sebagai protokol

S/MIME karena terdapat dua proses yang dilakukan yaitu

proses enkripsi sebagai solusi dari ancaman kerahasiaan

informasi dan proses digital signature sebagai solusi untuk

melakukan verifikasi terhadap pengirim e-mail.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan rancangan

implementasi S/MIME pada layanan e-mail online PT. XYZ,

membuktikan aspek keamanan yang dapat terpenuhi dalam

transaksi informasi menggunakan e-mail yang menerapkan

S/MIME, serta membandingkan keamanan transaksi informasi

menggunakan e-mail online antara sebelum dan sesudah

menerapkan S/MIME.

II. LANDASAN PEMIKIRAN

A. E-mail

E-mail menggunakan suatu aplikasi berbentuk program

komputer sebagai medianya. E-mail selalu memanfaatkan

standar TCP/IP yaitu menggunakan IMF (Internet

Message Format) untuk menentukan header yang

digunakan untuk mengenkapsulasi teks e-mail, termasuk

pengiriman e-mail dengan SMTP (Simple Mail Transport

Protocol) dan pembacaannya menggunakan protokol POP

(Post Office Protocol)/IMAP (Internet Mail Access

Protocol) karena untuk mendapatkan pesan, maka akun

e-mail sebelumnya harus terdaftarkan dulu di mail server

yang akan dikontak [3].

B. Aspek Keamanan Jaringan Komputer

Keamanan jaringan komputer melingkupi empat aspek

utama yaitu privacy/confidentiality, integrity,

authentication dan availability serta dua aspek lain yang

Page 33: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 96

erat kaitannya dengan keamanan komputer yang berbasis

jaringan yaitu access control dan non-repudiation [3].

1) Privacy/Confidentiality

Aspek privacy merupakan usaha untuk menjaga

informasi dari orang yang tidak berhak mengakses

suatu sistem, dan lebih ke arah data-data yang sifatnya

privat sedangkan confidentiality berhubungan dengan

data yang diberikan ke pihak lain untuk keperluan

tertentu.

2) Integrity

Integrity lebih menekankan bahwa informasi tidak

boleh diubah tanpa seijin pemilik informasi, adanya

virus, trojan, atau pemakai lain yang mengubah

informasi tanpa ijin.

3) Authentication

Aspek ini berhubungan dengan metode untuk

menyatakan bahwa informasi benar-benar asli, orang

yang mengakses atau memberikan informasi adalah

orang yang dimaksud atau server yang kita hubungi

adalah server yang asli.

4) Availability

Availability berhubungan dengan ketersediaan

informasi ketika dibutuhkan, sistem informasi yang

diserang atau dijebol dapat menghambat atau

meniadakan akses ke informasi.

5) Access Control

Access control berhubungan dengan cara pengaturan

akses kepada informasi dan biasanya berhubungan

dengan klasifikasi data.

6) Non-repudiation

Aspek ini menjaga agar seseorang tidak dapat

menyangkal telah melakukan transaksi.

C. E-mail Security

Mengetahui banyaknya kerawanan dalam komunikasi

menggunakan layanan e-mail, maka salah satu teknik yang

dapat dilakukan adalah dengan menggunakan teknik

enkripsi berbasis kriptografi yang meliputi Privacy

Enhaced Mail (PEM), SPF/SenderID, Domain Key

Identified Mail (DKIM), Pretty Good Privacy (PGP),

GNU Privacy Guard (GPG) dan Secure Multipurpose

Internet Mail Extention (S/MIME). Namun demikian,

S/MIME merupakan protokol yang paling baik karena

dianggap menambahkan layanan keamanan secara

kriptogafis pada e-mail tanpa membutuhkan perubahan

dalam mengirim dan menerima atau proses transmisi e-

mail pada MTA karena fungsinya telah ditambahkan pada

client software yang terinstal pada proses pengiriman dan

penerimaan pada client. Bentuk dasar layanan keamanan

S/MIME menyediakan otentikasi pengirim, non-

repudiation untuk pengirim, integritas pesan dan

keamanan pesan menggunakan enkripsi dan tanda tangan

digital [4].

D. Kriptografi

Dalam kriptografi terdapat dua konsep utama yakni

enkripsi/dekripsi dan tanda tangan digital.

1) Enkripsi/Dekripsi

Enkripsi adalah proses mengolah informasi/data

(plaintext) menjadi bentuk yang hampir tidak dikenali

(ciphertext) dengan menggunakan algoritma tertentu.

Dekripsi adalah kebalikan dari enkripsi yaitu

mengubah kembali ciphertext menjadi plaintext.

2) Tanda Tangan Digital

Tanda tangan digital adalah suatu nilai kriptografis

yang bergantung pada isi berkas digital dan kunci

pemilik berkas digital. Tanda tangan ini dapat dipasang

di dalam berkas digital atau disimpan untuk

membuktikan keabsahan tanda tangan digital tersebut.

Jika tanda tangan digital otentik, berarti berkas digital

masih asli dan pemiliknya adalah orang yang sah dan

tidak jika sebaliknya [5].

E. Sertifikat Digital

Kunci publik beserta keterangan yang menyertainya yang

sudah ditandatangani disebut dengan istilah sertifikat

digital. Lembaga yang menandatangani sertifikat digital

disebut dengan istilah Certification Authority (CA) [6].

Keterangan yang ada dalam standar sertifikat digital X.509

versi 3 dan di RFC 2459 meliputi:

1) Versi sertifikat

2) Nomor seri sertifikat

3) Algoritma yang dipergunakan

4) Nama pemilik sertifikat digital

5) Lembaga yang menerbitkan sertifikat digital.

6) Masa validitas

7) Extension lainnya

8) Tanda tangan CA

F. MIME

MIME (Multipurpose Internet Mail Extension) adalah

standar format e-mail, yang merupakan perluasan untuk

kerangka RFC 5321 yang dimaksudkan untuk mengatasi

beberapa masalah dan keterbatasan penggunaan SMTP

atau protokol transfer mail lain dan RFC 5322 untuk mail

elektronik [7].

G. S/MIME

S/MIME (Secure/Multipurpose Internet Mail Extension)

adalah peningkatan keamanan standar format e-mail

internet MIME, yang didasarkan pada teknologi dari

keamanan data RSA. S/MIME didefinisikan dalam

sejumlah dokumen, yang paling penting adalah RFC 3369,

3370, 3850 dan 3851. Semua tipe aplikasi baru

menggunakan Public Key Crypto System (PKCS) mengacu

pada spesifikasi kriptografi kunci publik yang dikeluarkan

oleh RSA Laboratories [7].

S/MIME menggunakan kunci publik untuk

menandatangani dan mengenkripsi e-mail. Setiap

participant memiliki dua kunci yaitu private key yang

dijaga kerahasiaannya dan public key yang tersedia untuk

setiap anggota close group [8].

Page 34: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 97

Pesan yang dikirimkan pada S/MIME akan mengalami

proses penandatanganan dan enkripsi sebagai satu

kesatuan proses tak terpisahkan, kemudian setelah sampai

ke penerima dilakukan proses verifikasi tanda tangan

digital dan dekripsi pesan untuk kemudian pesan akan

dapat dibaca oleh penerima.

1) Proses penandatanganan dan verifikasi pesan

Langkah penandatangan dan verifikasi pesan S/MIME:

1. Pengirim menulis pesan sebagai cleartext.

2. Message digest dihitung menggunakan algoritma

SHA 1 atau MD5.

3. Message digest dienkripsi (ditanda tangani)

menggunakan private key penanda tangan

(pengirim) dengan algoritma DSS atau RSA.

4. Ketika sampai di alamat tujuan, penerima pesan

melakukan verifikasi dengan mencocokkan hasil

perhitungan hash pesan asli (message digest)

yang dilakukan sendiri dibandingkan dengan

message digest hasil dekripsi dari pesan yang

diterima dari pengirim pesan menggunakan public

key pengirim.

Gbr 1. Proses penandatanganan pesan S/MIME [8]

2) Proses enkripsi dan dekripsi pesan

Enkripsi/dekripsi pada S/MIME sedikit berbeda dalam

hal berikut:

1. Pesan tidak dienkripsi menggunakan public key B

akan tetapi menggunakan symmetric session key yang

dibuat secara random. Enkripsi/dekripsinya lebih

cepat dibandingkan menggunakan algoritma asimetrik.

2. Session key akan dienkripsi menggunakan public key

B sehingga hanya B yang dapat mengetahui session

key dan dapat mendekripsi isi pesan.

Langkah untuk melakukan enkripsi pesan S/MIME:

1. Pengirim menulis pesan sebagai cleartext.

2. Random session key dibuat.

3. Pesan dienkripsi menggunakan random session

key dengan algoritma TripleDES atau RC2.

4. Session key dienkripsi menggunakan public key

penerima (dengan algoritma DH atau RSA).

5. Ketika sampai di tujuan, penerima pesan akan

mendekripsi encrypted session key menggunakan

private key-nya yang kemudian digunakan untuk

membaca (dekripsi) pesan.

Gbr 2. Proses enkripsi/dekripsi pesan S/MIME [8]

III. TIJAUAN OBYEK PENELITIAN

Lokus penelitian ini adalah PT. XYZ, organisasi yang

bergerak di bidang Teknologi Informasi dan berfokus pada

infrastruktur TI berbagai instansi pemerintahan maupun

swasta. Komunikasi yang dilakukan oleh personil PT. XYZ

melalui jaringan internet berbasiskan e-mail.

Berikut deskripsi infrastruktur mail server pada PT.XYZ:

Internet

DMZ

Mail serverMail

gateway

LAN

Gbr 3. Arsitektur e-mail PT. XYZ

Berikut adalah gambar topologi infrastruktur e-mail PT.

XYZ:

Gbr 4. Topologi infrastruktur e-mail PT. XYZ saat ini

PT. XYZ memiliki mail server dan mail gateway mandiri.

Setiap user, baik itu user di dalam maupun di luar kantor

(mobile network) PT. XYZ yang akan mentransaksikan

data/informasi menggunakan e-mail perusahaan pasti akan

melalui mail server XYZ, sedangkan mail gateway XYZ

Router

Firewall

Mail Server

@XYZ.co.id

Mail Gateway

@XYZ.co.id

Switch

DMZ

INTERNET

Senior Staf

Junior Staf

Direktur TI

Kadep TI

Senman TI

Man TI Asman TI

AP Lt.3

AP Lt.2

Switch

LAN

LAN PT. XYZ

Mobile Network

Page 35: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 98

difungsikan bila user PT. XYZ ingin mengirimkan e-mail ke

domain lain di luar domain perusahaan.

Pada penelitian ini, hardware yang digunakan dalam

mendukung kegiatan penelitian adalah laptop/dekstop dan

flashdisk, sedangkan software yang akan digunakan adalah

Mozilla Thunderbird dan XCA.509.

1) Mozilla Thunderbird

Mozilla Thunderbird adalah perangkat lunak klien surat

elektronik yang dikembangkan oleh Mozilla Foundation.

Pada 7 Desember 2004, versi 1.0 diluncurkan dan diunduh

lebih dari 500.000 kali dalam 3 hari pertama. Sampai 2007,

Thunderbird telah di-download lebih dari 50 juta kali.

Dalam penelitian ini, aplikasi Mozilla Thunderbird

digunakan sebagai e-mail client.

2) XCA.509

Software ini merupakan tools untuk membangun

infrastruktur kunci publik S/MIME yang berbentuk file

sertifikat digital. Aplikasi ini diinstall pada komputer

administrator CA.

IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Infrastruktur E-mail PT. XYZ Saat Ini

Berdasarkan pengamatan peneliti, PT. XYZ memiliki

infrastruktur e-mail yang relatif memadai terlihat dari

kelengkapan-kelengkapan jaringan yang digunakan, termasuk

bandwidth internet yang dimiliki. Perangkat-perangkat

jaringan yang dimiliki adalah router, switch, firewall, access

point (AP), mail gateway dan mail server. Perangkat-

perangkat tersebut digunakan oleh PT. XYZ untuk koneksi

internet dan diantaranya menjalankan layanan e-mail

perusahaan. Untuk lebih jelasnya, berikut adalah gambar

topologi infrastruktur e-mail PT. XYZ:

Gbr 5. Topologi infrastruktur e-mail PT. XYZ

PT. XYZ memiliki mail server dan mail gateway

mandiri. Setiap user, baik itu user di dalam maupun di luar

kantor (mobile network) PT. XYZ yang akan mentransaksikan

data/informasi menggunakan e-mail perusahaan pasti akan

melalui mail server XYZ, sedangkan mail gateway XYZ

difungsikan bila user PT. XYZ ingin mengirimkan e-mail ke

domain lain di luar domain perusahaan. Contohnya jika

terdapat user [email protected] akan mentransaksikan

data/informasi via e-mail kepada [email protected] maka hanya

akan melalui mail server XYZ saja, dan jika user

[email protected] ingin bertransaksi dengan

[email protected] maka selain melalui mail server

XYZ juga akan melalui mail gateway XYZ.

B. Proses Transaksi Data/Informasi

Proses transaksi (kirim/terima) data/informasi yang

dilakukan oleh user PT. XYZ saat ini adalah menggunakan

layanan e-mail. User melakukan kirim/terima e-mail melalui

aplikasi e-mail client, aplikasi tersebut yaitu Mozilla

Thunderbird.

Alur diagram di bawah ini untuk memperjelas mekanisme

kirim/terima e-mail antar user PT. XYZ:

Gbr 6. Alur diagram kirim/terima e-mail antar user PT. XYZ

C. Alasan Pemilihan S/MIME

S/MIME merupakan salah satu solusi alternatif yang

sesuai untuk diimplementasikan pada layanan e-mail bagi PT.

XYZ dengan alasan sebagai berikut:

1) PT. XYZ telah memiliki infrastruktur jaringan internet.

2) Tidak diperlukan biaya tambahan untuk

mengimplementasikan S/MIME karena aplikasi yang

dibutuhkan bersifat open source dan multiplatform OS.

3) Investasi S/MIME lebih ringan daripada pengadaan

jaringan pribadi (WAN) maupun VPN.

4) Keamanan yang dijamin relatif tinggi karena proses

transaksi data/informasi dilindungi menggunakan teknik

kriptografi.

5) Jumlah entitas/user yang memerlukan S/MIME tidak

dibatasi.

6) Memudahkan user untuk melakukan kirim terima e-mail

secara aman di manapun ia berada.

D. Analisa Kebutuhan Implementasi S/MIME

Dengan melihat pada aspek keamanan yang diharapkan

terhadap layanan e-mail PT. XYZ, maka kriteria rancangan

Router

Firewall

Mail Server

@XYZ.co.id

Mail Gateway

@XYZ.co.id

Switch

DMZ

INTERNET

Senior Staf

Junior Staf

Direktur TI

Kadep TI

Senman TI

Man TI Asman TI

AP Lt.3

AP Lt.2

Switch

LAN

LAN PT. XYZ

Mobile Network

Pengirim

Jalankan Aplikasi

Mozilla Thunderbird

Klik Fitur Tulis Pesan

Isi Alamat Tujuan/

Penerima, Subject,

Teks Pesan, Lampirkan

Attachment File (jika

diperlukan)

Kirim E-mail

Mail Server

SMTP Pengirim

Mengecek Alamat

Tujuan/Penerima

Menampung &

Menyimpan Data/

Informasi E-mail yang

dikirimkan

Meneruskan E-mail

yang dikirimkan ke

POP3 Penerima

Penerima

Jalankan Aplikasi

Mozilla Thunderbird

Notifikasi Inbox E-mail

Membuka E-mail yang

Masuk, Membaca pesan,

Download Attachment

(jika ada)

Selesai

Mulai

Page 36: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 99

implementasi S/MIME yang dibutuhkan meliputi hal-hal

sebagai berikut:

1) Mail server tetap berada di kantor PT. XYZ, tidak berada

di pihak ketiga.

2) Infrastruktur e-mail yang aman harus bermediakan

jaringan internet, dikarenakan PT. XYZ tidak akan

menyewa WAN.

3) Rancangan pengamanan e-mail mencakup level direktur

TI sampai dengan staf junior.

4) Teknologi pengamanan e-mail yang digunakan tidak

memerlukan biaya yang tinggi dan bersifat multiplatform

OS.

E. Rancangan Implementasi S/MIME

Sesuai dengan analisis kebutuhan yang telah dilakukan

maka peneliti akan membuat rancangan implementasi

S/MIME yang sesuai dengan kebutuhan PT. XYZ

sebagaimana berikut ini:

1) Mail server yang digunakan untuk transaksi data/informasi

akan tetap terpusat dan diletakkan di kantor PT. XYZ,

bahkan tidak perlu merubah konfigurasi mail server seperti

yang ada saat ini.

2) Pengamanan e-mail menggunakan protokol S/MIME akan

bermediakan jaringan internet dan mail client yang saat ini

digunakan (Mozilla Thunderbird).

3) Protokol S/MIME akan diterapkan kepada user mulai dari

direktur TI sampai dengan staf junior.

4) Protokol S/MIME adalah teknologi pengamanan yang

bersifat open source dan bersifat multiplatform OS

sehingga tidak memerlukan biaya tambahan.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengusulkan

topologi infrastruktur e-mail yang mengimplementasikan

protokol S/MIME sebagai berikut:

Gbr 7. Usulan topologi S/MIME

Dari Gbr 7. dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. User PT. XYZ baik yang berada di dalam maupun di luar

kantor (mobile network) terhubung melalui jaringan

internet.

2. Masing-masing Thunderbird milik user telah dipasangkan

protokol S/MIME yang bentuk konkritnya berupa file

sertifikat digital.

3. E-mail dikirimkan secara point to point melalui mail

server XYZ, dimana setiap e-mail yang ditransaksikan

akan dienkripsi dan ditandatangani terlebih dahulu

sehingga e-mail yang ditransmisikan akan lebih terjamin

keamanannya.

4. E-mail yang telah menerapkan protokol S/MIME jika

tersimpan di mail server XYZ akan tersimpan dalam

keadaan terenkripsi sehingga administrator mail server

XYZ tidak dapat membaca isi e-mail yang sedang/telah

ditransaksikan.

5. Perangkat firewall, antivirus, antispam yang telah

terintegrasi di mail server XYZ, serta protokol S/MIME

akan saling melengkapi untuk mengamankan infrastruktur

e-mail PT. XYZ. Firewall bertugas untuk menghalau

serangan dari luar (contoh: DDoS) ke dalam jaringan PT.

XYZ, antivirus bertugas menghalau program jahat (contoh:

virus, spyware, trojan, malware, botnet) yang

masuk/keluar jaringan PT. XYZ, antispam bertugas

menghalau e-mail sampah yang bisa masuk ke mail server

PT. XYZ, sedangkan protokol S/MIME bertugas

mengamankan data/informasi e-mail dari kegiatan

penyadapan.

F. Pembangunan Implementasi Protokol S/MIME

Oleh administrator mail server XYZ, peneliti diberikan

tujuh buah account e-mail yang dapat digunakan untuk

melakukan simulasi transaksi e-mail.

TABEL I

DAFTAR ACCOUNT E-MAIL SIMULASI

User Account E-mail

Direktur TI [email protected]

Kepala Departemen TI [email protected]

Manajer Senior TI [email protected]

Manajer TI [email protected]

Asisten Manajer TI [email protected]

Staf Senior TI [email protected]

Staf Junior TI [email protected]

Selain account e-mail, hal lain yang peneliti butuhkan

adalah melakukan proses set-up protokol S/MIME yang

konkritnya berupa file sertifikat digital. Proses set-up tersebut

meliputi pembangkitan sertifikat digital, pendistribusian, dan

konfigurasi sertifikat digital di user mail client (Mozilla

Thunderbird).

1) Pembangkitan Sertifikat Digital

Pada proses ini peneliti harus membangkitkan root CA

terlebih dahulu, kemudian membangkitkan user CA yang

ditandatangani oleh root CA, Terakhir peneliti

membangkitkan S/MIME yang ditandatangani oleh user

CA untuk seluruh entitas/user yang ada di departemen TI

(Direktur TI, Kadep TI, Senman TI, Man TI, Asman TI,

Senstaff dan salah seorang Junstaff). Alat bantu yang

digunakan oleh peneliti dalam proses pembangkitan SD

adalah aplikasi XCA version 0.9.1.

Router

Firewall

Mail Server

@XYZ.co.id

Mail Gateway

@XYZ.co.id

Switch

DMZ

INTERNET

Senior Staf

Junior Staf

Direktur TI

Kadep TI

Senman TI

Man TI Asman TI

AP Lt.3

AP Lt.2

Switch

LAN

LAN PT. XYZ

Mobile Network

Administrator CA

Page 37: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 100

2) Distribusi Sertifikat Digital

Pada proses ini peneliti mengkonversikan CA dan

S/MIME yang telah dibangkitkan menjadi file sertifikat

digital. Root CA dan user CA dikonversikan menjadi

rootCA.crt & userCA.crt. Sedangkan S/MIME untuk

entitas/user dikonversikan menjadi file sertifikat digital

kunci publik (*.p7b) dan file sertifikat digital kunci privat

(*.p12), contohnya entitas Direktur TI memiliki file

sertifikat digital “direktur.ti.p7b” dan “direktur.ti.p12”.

Saat konversi entitas S/MIME ke file sertifikat digital

kunci privat peneliti diminta memasukkan password untuk

sertifikat digital tersebut, hal ini bertujuan untuk mencegah

pihak yang tidak sah mengkopi sertifikat digital kunci

privat. Seluruh file sertifikat digital yang telah terbentuk

kemudian oleh peneliti di distribusikan ke masing-masing

Mozilla Thunderbird milik entitas/user.

3) Konfigurasi Sertifikat Digital di User Mail Client

Pada proses ini peneliti melakukan import sertifikat digital

ke Mozilla Thunderbird masing-masing entitas/user. Tiap

account e-mail milik entitas/user yang ada di Mozilla

Thunderbird harus meng-import sebuah sertifikat digital

kunci privat (*.p12) miliknya dan harus meng-import

sertifikat digital kunci publik (*.p7b) milik rekan-rekan

yang akan diajak transaksi e-mail secara aman

menggunakan protokol S/MIME, serta meng-import

sertifikat digital otorisasi rootCA.crt dan userCA.crt.

G. Simulasi dan Pengujian Keamanan

Simulasi dilakukan dengan cara mentransaksikan

(kirim/terima) pesan e-mail antar pengguna layanan,

sedangkan pengujian keamanan dilakukan dengan cara

melakukan penyadapan terhadap isi e-mail (body dan

attachment) yang ditransaksikan selama simulasi. Alat bantu

yang digunakan untuk pengujian keamanan e-mail adalah

aplikasi LAN Detective Professional dan Wireshark.

Berikut adalah kondisi yang akan disimulasikan dan diuji

keamanannya oleh peneliti:

1) Sebelum menggunakan S/MIME

Peneliti melakukan simulasi transaksi (kirim/terima) e-

mail yang belum menerapkan S/MIME. Kemudian peneliti

menyadap body dan attachment e-mail yang

ditransaksikan untuk membuktikan bahwa e-mail yang

belum menggunakan S/MIME adalah tidak aman, dengan

kata lain isi pesan dapat dibaca dan dipahami.

2) Setelah menggunakan S/MIME

Peneliti melakukan simulasi transaksi (kirim/terima) e-

mail yang belum menerapkan S/MIME dengan

mengaktifkan fitur digital signature dan enkripsi.

Kemudian peneliti menyadap body dan attachment e-mail

yang ditransaksikan untuk membuktikan aspek keamanan

e-mail yang dapat terpenuhi.

H. Perbandingan Pengujian Keamanan Transaksi E-mail

1) Simulasi dan Pengujian Keamanan Transaksi E-mail

Non Protokol S/MIME

Pada bagian ini peneliti berfokus kepada simulasi

transaksi e-mail antar account e-mail milik entitas/user

tanpa menggunakan protokol S/MIME, dimana e-mail

tersebut dilengkapi dengan attachment file yang

berformat dokumen (*.doc), gambar (*.jpg) dan video

(*.3gp). Di saat yang bersamaan peneliti menguji

keamanan terhadap simulasi transaksi e-mail yang

sedang dilakukan dengan cara menyadap traffic data

selama transaksi berlangsung dengan tujuan

membuktikan aman atau tidaknya transaksi e-mail

tanpa menggunakan protokol S/MIME.

TABEL II

HASIL PENGUJIAN KEAMANAN TRANSAKSI E-MAIL NON S/MIME ANTAR

ACCOUNT E-MAIL

Page 38: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 101

Gbr 8. Penyadapan transaksi e-mail antara Direktur TI dengan Kadep TI Sukses

Pengujian keamanan dari proses transaksi e-mail tersebut

dengan cara melakukan penyadapan traffic data sukses

dilakukan. Hasil dari pengujian keamanan transaksi e-mail

antar account e-mail milik entitas/user PT. XYZ tanpa

menggunakan protokol S/MIME menunjukkan bahwa

simulasi transaksi e-mail berhasil dan semua konten serta

attachment e-mail dapat dibaca/dipahami.

1) Simulasi dan Pengujian Transaksi E-mail Menggunakan

Protokol S/MIME

Pada bagian ini peneliti berfokus kepada simulasi transaksi

e-mail antar account e-mail milik entitas/user

menggunakan protokol S/MIME, dimana e-mail tersebut

tersebut dilengkapi dengan attachment file yang berformat

dokumen (*.doc), gambar (*.jpg) dan video (*.3gp).

TABEL 3. HASIL PENGUJIAN KEAMANAN TRANSAKSI E-MAIL MENGGUNAKAN S/MIME

ANTAR AKUN E-MAIL

Di saat yang bersamaan peneliti menguji keamanan terhadap

simulasi transaksi e-mail yang sedang dilakukan dengan cara

menyadap traffic data selama transaksi berlangsung dengan

tujuan membuktikan aman atau tidaknya transaksi e-mail

menggunakan protokol S/MIME.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa proses transaksi e-mail

menggunakan protokol S/MIME sukses dilakukan. Sedangkan

pengujian keamanan dengan cara melakukan penyadapan

traffic data gagal dilakukan, indikasinya adalah penyadap

tidak dapat membaca konten e-mail yang ditransaksikan.

Page 39: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 102

Gbr 9. Penyadapan transaksi e-mail antara Direktur TI dengan Kadep TI Gagal

I. Analisis Keterkaitan Aspek-Aspek Keamanan Informasi

pada S/MIME

Berdasarkan hasil pengujian keamanan terhadap simulasi

transaksi e-mail yang sebelumnya telah dilakukan oleh

peneliti, dimana jika dibandingkan hasil pengujian keamanan

tersebut maka sangat jelas terlihat bahwa transaksi e-mail

yang mengimplementasikan protokol S/MIME keamanannya

akan lebih terjamin. Hal ini terjadi karena selama

berlangsungnya proses transaksi e-mail seluruh konten e-mail

beserta attachment file akan dienkripsi dan ditandatangani

oleh sertifikat digital, sehingga seorang attacker yang

melakukan kegiatan penyadapan hanya akan mendapatkan

rangkaian karakter acak yang tidak dapat dimengerti atau

dipahami maknanya.

Setelah simulasi dilakukan, maka dapat terlihat bagaimana

bentuk format dan karakter yang muncul apabila peneliti

mencoba untuk melakukan penyadapan menggunakan LAN

Detective Professional dan membacanya menggunakan

Wireshark. Berikut adalah salah satu format pesan yang

didapatkan dari hasil simulasi penyadapan:

Pesan pertama kali ditandatangani dan kemudian

dienkripsi. Oleh karena itu, pesan terenkripsi dan

tertandatangani terlihat persis seperti contoh pada Gbr 10.,

hanya penerima yang dapat mengetahui bahwa pesan tersebut

telah ditandatangani secara digital. Karena terenkripsi, pesan

tidak dapat dibaca oleh setiap orang yang tidak sah. Pesan teks

terenkripsi (yang sebenarnya merupakan pesan yang

ditandatangani terlebih dahulu dan kemudian dienkripsi)

sebenarnya masih dapat diganti dengan pesan teks terenkripsi

lainnya, namun tanda tangan digital (yang termasuk dalam

bagian dari pesan terenkripsi yang isinya tidak dapat

dimengerti oleh pengguna yang tidak sah) akan hilang selama

proses tersebut.

Gbr 10. Format hasil penyadapan pesan S/MIME

From - Sat Jul 21 13:33:13 2012

X-Account-Key: account1

X-UIDL: 267.Hmm,5Z6o55VGh4wuIXj,yubOQl0=

X-Mozilla-Status: 0001

X-Mozilla-Status2: 00000000

X-Mozilla-Keys:

Return-Path: [email protected]

Received: from sim.ictlab.org (LHLO sim.ictlab.org) (192.168.10.15) by

sim.ictlab.org with LMTP; Sat, 21 Jul 2012 13:23:24 +0000 (UTC)

Received: from localhost (localhost [127.0.0.1])

by sim.ictlab.org (Postfix) with ESMTP id 6C98F112546

for <[email protected]>; Sat, 21 Jul 2012 13:23:24 +0000 (UTC)

X-Virus-Scanned: amavisd-new at sim.ictlab.org

X-Spam-Flag: NO

X-Spam-Score: 1.343

X-Spam-Level: *

X-Spam-Status: No, score=1.343 tagged_above=-10 required=6.6

tests=[ALL_TRUSTED=-1, BAYES_50=0.8,

DATE_IN_PAST_06_12=1.543]

autolearn=no

Received: from sim.ictlab.org ([127.0.0.1])

by localhost (sim.ictlab.org [127.0.0.1]) (amavisd-new, port 10024)

with ESMTP id xq-k-mAxceh4 for <[email protected]>;

Sat, 21 Jul 2012 13:23:23 +0000 (UTC)

Received: from [10.0.2.156] (unknown [192.168.10.20])

by sim.ictlab.org (Postfix) with ESMTP id CE61411253C

for <[email protected]>; Sat, 21 Jul 2012 13:23:13 +0000 (UTC)

Message-ID: <[email protected]>

Date: Sat, 21 Jul 2012 13:32:59 +0700

From: "[email protected]" <[email protected]>

User-Agent: Mozilla/5.0 (Windows NT 5.1; rv:12.0) Gecko/20120428

Thunderbird/12.0.1

MIME-Version: 1.0

To: [email protected]

Subject: coba kirim email mode secure (using s/mime) dari direktur.ti ke kadep.ti

Content-Type: application/pkcs7-mime; name="smime.p7m"

Content-Transfer-Encoding: base64

Content-Disposition: attachment; filename="smime.p7m"

Content-Description: Pesan Terenkripsi S/MIME

MIAGCSqGSIb3DQEHA6CAMIACAQAxggV+MIICuwIBADCBojCBnDELMAkG

A1UEBhMCSUQxDDAKBgNVBAgTA0pLVDEUMBIGA1UEBxMLREtJIEpha2Fy

dGExFzAVBgNVBAoTDnNpbS5pY3RsYWIub3JnMRcwFQYDVQQLEw5zaW0ua

WN0bGFiLm9yZzEPMA0GA1UEAxMGdXNlckNBMSYwJAYJKoZIhvcNAQkBF

hdhZG1pbi50aUBzaW0uaWN0bGFiLm9yZwIBAzANBgkqhkiG9w0BAQEFAASC

AgBSDAQlBnMmHcvZlPiWGLsXfwphW1G3F91kHRCB9PJwJEyQLIX8gXDWb8

zHwTl1LERX57vd0i5H5c43dqreBFAdcVUphY75hE+Ya+VqMcSUr3X3VAFumwe

U+4G6a6LvAQMFy+axU5B/BgVylbCO1wLH9eayiP5ZYC0vbLF9LQ/vK3cwOc02

vodlHRG0/UPV+jPIrWsZ+OdEZTlsb92MmG/tEqSDwMnIRYV0Tl+IqcU4DLHTg

VCexX/6UAlQea/C6CBz4MpLsS71ljUfL+fCKCxzz296XkWOwe25L723B1bjSgsq

XXYn8xblLC91sDP58FY8nA+Dqh0wSE+f5DQ4QVaOIaUAyjflri+tD5hxuS2u8C8

VPGkB6JNyJKNRIf7TDCIY9FOulcuOLG7Kl [......]

Page 40: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 103

Implementasi protokol S/MIME dapat memenuhi aspek-

aspek keamanan informasi:

1) Privacy/confidentiality

Adalah usaha untuk menjaga data/informasi dari orang

yang tidak berhak (attacker). Pada kenyataannya

data/informasi yang ditransaksikan oleh entitas/user PT.

XYZ melalui layanan e-mail berklasifikasi rahasia,

sehingga hanya entitas/user PT. XYZ saja selaku pihak

pengirim dan penerima yang berhak mengetahui isi dari e-

mail yang ditransaksikan.

Kaitan aspek privacy/confidentiality dengan protokol

S/MIME sebagai teknologi pengamanan data/informasi

pada layanan e-mail adalah adanya ancaman penyadapan

terhadap data/informasi yang terkandung di dalam e-mail

itu sendiri. Ketika e-mail ditransmisikan dari pengirim ke

penerima melalui jaringan komputer/internet, maka di saat

pentransmisian tersebut attacker melakukan penyadapan.

Cara untuk mencegah ancaman tersebut yaitu dengan

menggunakan teknik penyandian atau istilah lainnya

adalah enkripsi dimana teknik enkripsi ini dimiliki oleh

protokol S/MIME, karena dengan menggunakan enkripsi

maka penyadap hanya akan mendapatkan karakter-

karakter acak yang tidak dapat diterjemahkan atau

dipahami maknanya, yang dapat menerjemahkan hanya

pengirim dan penerima saja. Hal ini telah dibuktikan saat

pengujian keamanan transaksi e-mail yang menggunakan

protokol S/MIME. Jadi telah jelaslah bahwa protokol

S/MIME memenuhi aspek privacy/confidentiality.

2) Integrity

Aspek ini menekankan bahwa data/informasi tidak

boleh diubah tanpa seijin pemilik data/informasi.

Sebagaimana telah disampaikan di atas bahwa salah satu

ancaman terhadap data/informasi yang ditransmisikan

antara pengirim dan penerima di PT. XYZ adalah

terjadinya penyadapan e-mail. Proses pengiriman e-mail

disadap, selanjutnya e-mail tersebut dimodifikasi isinya

oleh attacker, kemudian baru dikirimkan ke tujuan.

Dengan kata lain, integritas dari data/informasi tersebut

sudah tidak terjaga. Penggunaan teknik enkripsi dapat

mengatasi masalah ini, karena dengan teknik enkripsi

data/informasi yang ditransaksikan dalam keadaan tersandi

dan membentuk karakter-karakter yang acak. Meskipun

karakter tersebut bersifat acak namun karakter yang satu

dengan karakter lainnya saling berkaitan sehingga bila satu

atau beberapa karakter diubah akan mempengaruhi

karakter lainnya. Akibatnya data/informasi yang tersandi

tersebut tidak dapat dikembalikan ke bentuk

original/semulanya. Oleh karena itu dengan menggunakan

teknik enkripsi maka akan mudah diketahui jika

data/informasi berubah saat ditransmisikan. Seperti

dikatakan sebelumnya bahwa protokol S/MIME memiliki

teknik enkripsi, oleh karenanya jelas bahwa protokol

S/MIME memenuhi aspek intergrity.

3) Authentication

Adalah metode untuk menyatakan bahwa

data/informasi yang diakses adalah asli, dan orang yang

mengakses atau mengirimkan data/informasi adalah yang

dimaksud. Metode yang digunakan untuk memastikan

bahwa data/informasi adalah asli yaitu dilakukan dengan

“tanda tangan” si pembuat. Dalam dunia digital “tanda

tangan” dikenal dengan istilah teknik “digital signature”,

yaitu menandatangani data/informasi dengan sertifikat

digital, dimana sertifikat digital tersebut hanya diketahui

oleh pihak-pihak yang berkepentingan saja. Teknik digital

signature juga dimiliki oleh protokol S/MIME. Dalam

penerapanannya, entitas/user yang mengirimkan e-mail

akan menandatangani e-mail tersebut dengan sertifikat

digital miliknya kemudian mengenkripsinya menggunakan

sertifikat digital milik penerima dan mengirimkan e-mail

tersebut, setelah sampai di penerima maka e-mail tersebut

akan didekripsi menggunakan sertifikat digital milik

penerima kemudian mengotentikasi tanda tangan pengirim

dengan sertifikat digital milik pengirim. Dari rangkaian

proses tersebut maka dapat dinyatakan bahwa protokol

S/MIME memenuhi aspek authentication.

4) Non-repudiation

Adalah menjaga seseorang tidak dapat menyangkal

telah melakukan sebuah transaksi. Sebagai contoh,

seseorang mengirimkan e-mail untuk memesan barang

tidak dapat menyangkal bahwa dia telah mengirimkan e-

mail tersebut. Teknik enkripsi dapat digunakan untuk

menjamin aspek non-repudiation, karena formulasi dari

teknik enkripsi merupakan kesepakatan pengamanan

data/informasi antara pengirim yang sah dan penerima

yang sah, artinya bila pengirim mengirimkan

data/informasi terenkripsi maka yang bisa menerjemahkan

hanyalah si penerima, dan jika dilihat dari sisi penerima

yang menerima data/informasi, si penerima yakin bahwa

yang mengirimkan data/informasi tersebut adalah si

pengirim yang sah, ini dikarenakan si penerima mampu

menerjemahkannya. Oleh karenanya si pengirim tidak bisa

mengelak ketika si penerima mengkonfirmasi. Seperti

dikatakan di atas bahwa protokol S/MIME memiliki teknik

enkripsi, artinya dengan kata lain protokol S/MIME

memenuhi aspek non-repudiaton.

J. Manajemen Protokol S/MIME

Meskipun secara umum dengan mengimplementasikan

protokol S/MIME akan memberikan keamanan pada transaksi

e-mail, bocornya data/informasi e-mail yang ditransaksikan

harus tetap diantisipasi. Umumnya kebocoran tersebut dapat

diakibatkan oleh kelalaian administrator CA dan entitas/user.

Contoh kelalaian administrator CA adalah lupa

membangkitkan kembali sertifikat digital baru ketika yang

lama masa validitas telah habis, sehingga otomatis proses

transaksi e-mail yang dilakukan tidak terenkripsi dan

tertandatangani. Sedangkan contoh kelalaian entitas/user

adalah ketika akan mengirimkan e-mail fitur enkripsi dan fitur

tanda tangan sertifikat digital lupa diaktifkan, sehingga proses

transaksi e-mail yang dilakukan juga tidak terenkripsi dan

tertandatangani. Oleh karenanya untuk mencegah

Page 41: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 104

permasalahan tersebut perlu dibuat Standar Operasional dan

Prosedur (SOP) mengenai tata cara pengaturan dan

pembangkitan sertifikat digital bagi administrator CA dan

SOP mengenai tata cara pengiriman e-mail yang aman bagi

entitas/user.

Agar manajemen protokol S/MIME lebih optimal ada

baiknya seluruh proses pembangkitan dan penyimpanan

sertifikat digital dilakukan pada sebuah Laptop/PC tersendiri,

dan juga memperhatikan masa validitas sertifikat digital.

Semakin singkat masa validitas waktu maka akan

mengganggu kenyamanan entitas/user, namun bila terlalu

lama akan menyebabkan peluang terjadinya kelalaian

administrator CA menjadi semakin besar. Memang tidak ada

ukuran yang baku untuk memformulasikan masa validitas

waktu dari sertifikat digital, hal ini tergantung dari kebijakan

organisasi atau instansi yang menerapkan protokol S/MIME

itu sendiri.

K. Rencana Implementasi S/MIME

Adapun rencana yang akan peneliti susun adalah sebagai

berikut:

1) Mengidentifikasi perangkat server, perangkat jaringan

termasuk koneksi internet, serta aplikasi mail server yang

terinstal. Namun demikian, dikarenakan saat penelitian

seluruh perangkat tersebut sudah teridentifikasi maka bisa

dilanjutkan ke rencana berikutnya.

2) Melakukan simulasi pada domain sebenarnya. Ada

perbedaan antara rencana simulasi dengan simulasi yang

dilakukan pada saat penelitian, yang membedakan adalah

domain yang digunakan untuk simulasi. Saat penelitian

domain yang digunakan adalah murni domain untuk

percobaan, bukanlah domain PT. XYZ yang sebenarnya.

3) Merekomendasikan kepada PT. XYZ untuk melakukan

penilaian risk management (manajemen resiko). Hal ini

bertujuan agar mengetahui sisi-sisi mana saja di PT. XYZ

yang memliki tingkat kerawanan bocornya informasi

berklasifikasi biasa atau rahasia.

4) Merekomendasikan kepada PT. XYZ untuk membuat

kebijakan tata kelola keamanan informasi. Hal ini

bertujuan agar seluruh entitas/user yang berada di PT.

XYZ baik itu direktur sampai dengan staf agar memiliki

kesadaran untuk menjaga aset data/informasi yang berada

di PT. XYZ.

5) Merekomendasikan kepada PT. XYZ untuk membuat

kebijakan standar kualifikasi Administrator CA, hal ini

bertujuan agar personil yang ditunjuk sebagai pihak yang

dipercaya untuk mengelola seluruh sertifikat digital yang

ada di PT. XYZ memiliki integritas dan profesional dalam

melaksanakan tugasnya. Bocornya sertifikat digital akan

sama saja dengan membocorkan isi dari e-mail rahasia.

6) Melakukan sosialisasi ke seluruh karyawan PT. XYZ

tentang pengamanan e-mail sebagai sarana bertransaksi

data/informasi menggunakan protokol S/MIME. Hal ini

bertujuan untuk memberikan wawawasan kepada

karyawan yang nantinya sebagai entitas/user mengenai apa

itu protokol S/MIME, mengapa menggunakan S/MIME

dan bagaimana cara kerja S/MIME untuk mengamankan

transaksi data/informasi melalui e-mail.

7) Melakukan training manajemen CA. Hal ini hanya

dilakukan kepada personil yang ditunjuk sebagai

Administrator CA. Training yang dilakukan meliputi

bagaimana cara membangun sertifikat digital, bagaimana

mendistribusikan sertifikat digital yang telah dibangun,

serta bagaimana mengkonfigurasikan sertifikat digital

tersebut di mail client milik entitas/user.

8) Melakukan training pengamanan e-mail menggunakan

protokol S/MIME. Hal ini dilakukan kepada personil yang

akan ditetapkan untuk melakukan transaksi data/informasi

yang berklasifikasi rahasia (asumsinya tidak semua

karyawan akan melakukan transaksi data/informasi

rahasia). Training yang dilakukan meliputi bagaimana cara

men-setting sertifikat digital yang telah dikonfigurasi oleh

Administrator CA, dan bagaimana cara mengirimkan

data/informasi rahasia melalui e-mail dengan

mengaktifkan fitur enkripsi dan tanda tangan digital.

9) Asistensi Administrator CA dalam membangun sertifikat

digital yang nantinya sertifikat digital tersebut akan

digunakan untuk operasional pengamanan e-mail.

10) Operasional pengamanan e-mail dengan cara

mengimplementasikan protokol S/MIME telah siap

dilaksanakan.

L. Implikasi Penelitian

Berdasarkan pada penelitian yang telah dilaksanakan,

maka beberapa implikasi yang akan terjadi apabila rancangan

implementasi S/MIME pada layanan e-mail ini diterapkan

pada PT. XYZ adalah sebagai berikut:

1) Segi sistem

Implementasi S/MIME tidak mengubah infrastruktur LAN

milik perusahaan. Perangkat tambahan yang dibutuhkan

adalah sebuah laptop/dekstop sebagai sarana untuk

manajemen sertifikat digital, serta sebuah flashdisk sebagai

sarana pertukaran kunci dan sertifikat digital.

Implementasi protokol S/MIME tidak membutuhkan biaya

yang relatif besar karena software yang digunaka bersifat

opensource. Selain itu, software bersifat multiplatform

sehingga dapat berjalan pada berbagai jenis operating

system.

2) Segi manajerial

PT. XYZ hanya membutuhkan biaya untuk pengadaan

laptop/dekstop khusus bagi administrator CA serta biaya

pelatihan dan asistensinya. Untuk memenuhi sumber daya

manusia, dibutuhkan seorang yang ditunjuk sebagai

adminsitrator CA. Selain itu, diperlukan penyusunan

kebijakan yang berkaitan dengan penilaian manajemen

resiko, tata kelola keamanan informasi, dan standar

kualifikasi administrator CA.

3) Aspek penelitian lanjutan

Penelitian yang dilakukan ini masih memiliki kekurangan

dan memerlukan penelitian lanjutan guna

Page 42: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 105

menyempurnakannya. Beberapa hal yang perlu penelitian

lanjutan yaitu perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut

dalam implementasi protokol S/MIME ini terutama dari

segi efisiensi dan efektifitas, karena konsep efisiensi dan

efektifitas pada rancangan implementasi protokol S/MIME

yang dibuat oleh peneliti belum diperhatikan secara

mendalam. Efisiensi dan efektivitas yang dimaksud

meliputi tingkat kesadaran pengamanan informasi yang

dimiliki oleh karyawan serta tingkat kesulitan manajemen

kunci untuk melakukan manajemen kunci apabila jumlah

user semakin bertambah.

V. KESIMPULAN

Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat diambil

kesimpulan bahwa teknologi protokol S/MIME merupakan

solusi alternatif yang sesuai bagi PT. XYZ untuk

mengamankan layanan e-mail dalam mentransaksikan

data/informasi antar entitas/user.

Saat ini PT. XYZ telah memiliki infrastruktur e-mail

mandiri yang nantinya dapat mengimplementasikan teknologi

pengamanan e-mail menggunakan protokol S/MIME.

Dari hasil simulasi yang dilakukan oleh peneliti,

didapatkan bahwa transaksi e-mail yang menerapkan protokol

S/MIME dapat sukses dilakukan. Hal ini terlihat dari

berhasilnya kegiatan kirim dan terima data/informasi via e-

mail dengan mengaktifkan fitur enkripsi dan tanda tangan

digital. Aspek-aspek keamanan informasi yang meliputi

confidentiality, integrity, authentication dan non-repudiaton

dapat terpenuhi oleh teknologi protokol S/MIME. Hal ini

didapatkan dari hasil pengujian keamanan yang telah

dilakukan oleh peneliti. Sedangkan dari hasil perbandingan

pengujian keamanan, didapatkan bahwa keamanan transaksi

e-mail yang menggunakan protokol S/MIME keamanannya

lebih terjamin. Hal ini dikarenakan seluruh konten e-mail

yang ditransaksikan akan dienkripsi dan ditandatangani saat

melewati jaringan internet. Hasil penyadapan tidak

memberikan informasi apapun kepada attacker karena terbaca

sebagai karakter acak yang tidak dapat diterjemahkan.

REFERENSI

[1] Internet World Stats. 2011. Internet Usage Statistics.

http://www.internetworldstats.com/stats.htm. 25 Mei

2012.

[2] Ipsos. 2012. Most Global Internet Users Turn to the Web

for Emails (85%) and Social Networking Sites (62%).

http://www.ipsos-na.com/. 25 Mei 2012.

[3] Cutra, Angga O., Aplikasi Pengamanan Pesan pada

Mail Client dengan Menggunakan Algoritma CAST-128,

Bandung: UNIKOM, 2007.

[4] C. Moris and S. Smith, Towards Usefully Secure E-mail,

New York: IEEE Technology and Society Magazine, pp.

25-34., 2007.

[5] D. Wibowo, Okky, dkk. 2011. Digital Signature.

http://duniaibistel.wordpress.com/. 1 Juli 2012.

[6] Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Naskah

Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Tanda

Tangan Elektronik dan Transaksi Elektronik, Jakarta:

Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, 2001.

[7] Hasad, Andi, Peningkatan Layanan Keamanan S/MIME,

Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2011.

[8] Moser, Heinrich, S/MIME, December 2001–January

2002.

Page 43: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 106

Speech Tracking untuk Konferensi Video

menggunakan Jaringan Sensor Nirkabel Ronal Chandra

#1, Setyawan Widyarto*

2

# Magister Ilmu Komputer, Program Pascasarjana, Universitas Budi Luhur,

Jalan Ciledug Raya, Jakarta, Indonesia [email protected],

*Faculty of Computer Science and Information Technology, Universiti Selangor

Jln. Timur Tambahan, Kuala Selangor 45600, Selangor, Malaysia [email protected]

Abstrak— Video conference dewasa ini sudah bukan lagi hal yang

sulit dilakukan. Beberapa universitas di dalam dan luar negeri

sudah menjadikan video conference sebagai bagian rutin dari

aktivitas pendidikan. Namun masalah sering kali ditemukan saat

kegiatan video conference dilakukan, seperti gambar tidak fokus

mengarah ke penanya atau pemberi jawaban saat terjadi tanya

jawab interaktif. Speech tracking adalah salah satu solusi untuk

mengatasi beberapa masalah video conference seperti

menampilkan zooming pada setiap pembicara saat presentasi,

tanya jawab dan aktifitas lainnya. Model yang dipilih dalam

melakukan speech tracking ini adalah dengan cara mendeteksi

suara dari pemateri, penanya serta mendeteksi active

microphone yang digunakan dengan pendekatan wireless sensor

network untuk mendeteksi user location

Kata kunci— speech tracking, video conference, wireless sensor

network, speech position

I. PENDAHULUAN

Kemajuan infrastruktur teknologi dewasa ini sudah

membuat banyak sekali kemudahan di berbagai bidang.

Dahulu melakukan komunikasi dari satu kota ke kota lain,

serta satu Negara ke Negara ke lain rasanya sangat sulit untuk

di lakukan setiap saat, namun hal itu sangat mudah di lakukan

pada dewasa ini di karenakan kemajuan teknologi yang

semakin hari semakin membaik. Manusia sudah saling

terhubung satu dengan yang lainnya dengan mudah, jarak

yang jauh juga bukan lagi hambatan untuk melakukan

komunikasi. Banyak sekali kegiatan yang dibatasi jarak dan

waktu bisa dilakukan sat ini seperti Video Conference.

Komunikasi jarak jauh secara live menggunakan video adalah

aktivitas interaksi yang dibedakan oleh jarak maupun waktu.

Namun walaupun sudah sangat mungkin di lakukan secara

langsung beberapa masalah masih sering terjadi seperti kurang

fokusnya pergerakan kamera mengarah pada si pembicara dan

si penanya sehingga sering kali dalam kegiatan Video

Conference kurang mendapatkan hasil maksimal. Dengan

metoda speech tracking based on wireless sensor network di

harapkan mampu untuk membuat aktivitas Video Conference

bisa lebih interaktif. Metoda ini memungkinkan kedua belah

pihak untuk bisa trus menyaksikan si pemberi materi maupun

si penanya dalam berdiskusi.

II. SPEECH TRACKING

Speech Tracking adalah metoda untuk mendeteksi

seseorang yang melakukan aktivitas bicara kemudian

bagaimana aktivitas bicara dari seseorang itu bisa di lihat oleh

orang lain tanpa di batasi oleh jarak dengan bantuan camera.

Metoda Speech Tracking ini semakin popular di gunakan

dalam berbagai aktivitas video conference. Metoda ini trus di

teliti dan di kembangkan untuk mendapatkan hasil terbaik.

Beberapa pendekatan dari metoda ini seperti mengarahkan

kamera hanya kepada orang yang berbicara sampai

mengarahkan kamera pada pembicara terlama sudah dan

masih trus di teliti. Pada papers ini metoda yang di

kembangkan adalah bagaimana mengarahkan kamera kepada

pembicara dengan bantuan wireless sensor network. Tentunya

untuk bisa berhasil dari penelitian ini maka pada aktivitas

video conference yang di lakukan di perlukan beberapa

wireless microphone. Kamera video akan dipadukan dengan

wireless microphone untuk bisa berkomunikasi satu dengan

yang lainnya. Saat terjadi aktivitas video conference maka

camera akan mengarah pada orang yang memegang wireless

micropone. Namun demikian beberapa masalah dalam

penelitian ini terjadi seperti jika pada saat aktivitas tersebut

ada dua wireless microphone yang aktif atau pada saat

aktivitas tersebut orang yang menggunakan wireless

microphone berbicara terlampau cepat sehingga kamera belum

sempat untuk mengarah pada pembicara.

III. WIRELESS SENSOR NETWORK

Dengan wireless sensor network (WSN) kita bisa

melakukan penginderaan atau melakukan aktifitas deteksi

dengan cara melakukan pelacakan terhadap sinyal wireless

yang di pancarkan. Pada tulisan ini kita focus untuk

melakukan pelacakan sinyal wireless yang di pancarkan dalam

ruangan untuk bisa melakukan komunikasi dengan video

camera yang sudah di sediakan. Wireless merupakan media

komunikasi tanpa kabel yang memungkinkan untuk

memancarkan dan menerima sinyal dari satu perangkat ke

perangkat lainnya. Beberapa masalah yang mungkin di

timbulkan dalam melakukan pelacakan atau deteksi dari

wireless yang aktif adalah terjadinya aktif wireless secara

Page 44: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 107

bersamaan. Sebuah kasus bisa diberikan dalam tulisan ini

adalah, saat terjadi video conference maka video akan

bergerak atau mengarahkan kamera hanya kepada aktif

wireless microphone, namun demikian dimungkinkan ada 2-4

active wireless microphone saat terjadi video conference,

maka dibutuhkan pendekatan khusus untuk bisa memecahkan

masalah tersebut. Beberapa masalah teknikal dalam wireless

sensor pun perlu di ketahui untuk bisa melakukan pemecahan

masalah yang di hadapi di lapangan. Wireless sensor network

di pengaruhi oleh kekuatan sinyal dan noise sehingga kita

perlu melakukan analisa kekuatan sinyal di dalam ruangan

tersebut, kebisingan dari ruangan tersebut untuk bisa

memberikan sinyal ke video camera mengarah ke sudut

tertentu. Dalam video conference berbasis wireless sensor

network kita perlu membuat rule atau aturan aturan selama

proses video conference terjadi untuk bisa menjamin hasil

terbaik.

IV. SPEECH TRACKING BASED ON WIRELESS SENSOR

NETWORK

Pada metoda ini digunakan 2 buah video camera dengan 4

wireless microphone. Fungsi dari camera pertama adalah

melakukan perekaman secara menyeluruh. Untuk itu video

camera pertama perlu di letakkan di tempat yang bisa

melakukan perekaman seluruh ruangan. Camera kedua

berfungsi untuk melakukan zooming terhadap pembicara

ataupun penanya dalam suatu dialog. Pada keadaan normal

maka camera pertama akan trus melakukan perekaman dan

memberikan data gambar secara terus menerus dan kamera ke

dua akan melakukan zooming kepada pemateri secara trus

menerus. Hal ini bisa terjadi karena pada tahap ini pemateri

menggunakan aktif wireless microphone yang memberikan

sinyal kepada video camera sehingga kamera mengarah

otomatis kepada obyek yang sedang berada paling dekat

dengan sinyal wireless dan sedang melakukan aktivitas

berbicara.

Pada saat terjadi diskusi atau tanya jawab maka akan

terdapat 4 aktif wireless microphone dan diperlukan

pendekatan khusus untuk bisa memastikan kamera melakukan

zooming pada obyek yang tepat. Pada tahap ini di tentukan 3

peraturan utama agar kamera mengarah pada obyek yang tepat.

Kamera kedua akan melakukan zooming pada obyek yang

berbicara dan paling dekat dengan aktif wireless microphone

serta berbicara paling lama di antara lainnya. Diluar dari

peraturan yang sudah dibuat maka video camera akan

menggunakan kamera pertama untuk men-zooming ruangan

secara keseluruhan. Perhatikan Gbr 1 di bawah ini tentang

ilustrasi deteksi wireless user location.

Gbr 1. User Detection for wireless sensor network

Pada Gbr 1 di atas ada dua (2) orang user yang berdekatan

dengan tiga (3) akses point atau aktif wireless microphone.

Dengan pendekatan sinyal strength dan noise yang dihasilkan

oleh perangkat wireless maka dengan melakukan kalkulasi

perhitungan seperti Tabel I di bawah ini.

TABLE IV

PERHITUNGAN TABEL SINYAL STRENG DAN NOISE PADA WIRELESS.

Tabel I di atas menjelaskan bahwa terdapat beberapa akses

point yang memancarkan sinyal strength dan noise tertentu.

Dengan rumus perhitungan di atas dapat di simpulkan posisi

wireless aktif microphone yang paling dekat dengan user

sehingga memungkinkan video camera nomor 2 untuk bisa

melakukan zooming secara langsung.

V. KESIMPULAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

Pada tulisan ini di uraikan tiga (3) pendekatan utama dalam

melakukan deteksi dan arah kamera pada aktivitas video

conference. Dengan menggunakan dua (2) buah video camera

dengan pengaturan satu buah video kamera melakukan

zooming ruangan secara keseluruhan dan satu buah video

camera melakukan zooming pada obyek tertentu yang

melakukan aktivitas berbicara, paling dekat dengan wireless

microphone dan paling lama berbicara, di harapkan mampu

memberikan hasil lebih baik saat di lakukannya video

conference. Namun demikian beberapa masalah dalam

penelitian terjadi seperti bagaimana membedakan sinyal

wireless yang datang dari aktif wireless microphone dengan

Page 45: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 108

sinyal wireless yang datang dari perangkat lainnya seperti

handphone. Disamping itu dalam penelitian lanjutan di

perlukan untuk membuat peraturan tentang waktu minimal

lama berbicara sehingga jika waktu minimal tidak terpenuhi

maka proses zooming tidak bisa di lakukan.

REFERENCES

[1] I. Akyildiz, W. Sun, Y. Sankarasubramaniam, and E. Cayirci. A

Survey on Sensor Networks. IEEE Communications Magazine, Vol. 40, No. 8, pp.102-114, August 2002.

[2] J. Aslam, Z. Bulter, V. Crespi, G. Cybenko, and D. Rus. Tracking a

moving object with a binary sensor network. In ACM InternationalConference on Embedded Networked Sensor

Systems( SenSys), 2003.

[3] J. Broch, D.A. Maltz, D.B. Johnson, Y.C. Hu, and J. Jetcheva. A performance comparison of multi-hop wireless ad hoc network routing

protocols. In Proc. ACM Intern. Conf. on Mobile Computing and

Networking (Mobicom’98), Dallas, TX, October 1998. [4] M. Cardei, and J. Wu. Handbook of Sensor Networks,

chapterCoverage in Wireless Sensor networks. CRC Press, 2004. [5] A.

Cerpa et al. Habitat monitoring: Application driver for wireless communications technology. In 2001 ACM SIGCOMM Workshop on

Dat Communications in Latin America and Caribbean, Costa Rica,

April 2001. [5] A. Cerpa and D. Estrin. ASCENT: Adaptive self-configuring sensor

networks topologies. In Proc. of INFOCOM 2002, March 2002.

[6] E.M. Royer and C.E. Perkins. Multicast operation of the adhoc on-

demand distance vector routing protocol. In Proc.ACM Intern. Conf.

on Mobile Computing and Networking (Mobicom’99), Seattle, WA, August 1999.

[7] S. Shakkottai, R. Srikant, and N. B. Shroff. Unreliable sensor grids:

Coverage, connectivity and diameter. In Proc. of IEEEINFOCOM, pp. 1073-1083, San Francisco, CA, 2003.

[8] S. Slijepcevic and M. Potkonjak. Power efficient organization of

wireless sensor networks. In IEEE International Conference on Communication, 2001.

[9] P. Varshney. Distributed Detection and Data Fusion. Spinger- Verlag,

New York, NY, 1996. [10] Q.X.Wang, W.P. Chen, R. Zheng, K. Lee, and L. Sha. Acoustic target

tracking using tiny wireless sensor devices. In InternationalWorkshop on Information Processing in Sensor Networks(IPSN), 2003.

[11] X. Wang, G. Xing, Y. Zhang, C. Lu, R. Pless, and C. Gill.Integrated

coverage and connectivity configuration in wireless sensor networks. In ACM Sensys’03, Nov. 2003.

[12] J. Warrior. Smart Sensor Networks of the Future. Sensors Magazine,

March 1997. [13] H. Yang and B. Sikdar. A protocol for tracking mobile targets using

sensor networks. In IEEE International Workshop on Sensor Networks

Protocols and Applications, 2003. [14] F. Ye, G. Zhong, S. Lu, and L. Zhang. Energy efficient robust sensing

coverage in large sensor networks. Technical report, UCLA, 2002.

[15] [F. Ye, G. Zhong, S. Lu, and L. Zhang. Peas: A robust energyconserving protocol for long-lived sensor networks. In The 23nd

International Conference on Distributed Computing Systems (ICDCS),

2003.

Page 46: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 109

Kerangka Keamanan Transaksi Elektronik

Perbankan Berbasis Analisa Pola Belanja Nasabah

Harya Widiputra1, Lely Priska Tampubolon

2, Pratiwi

3

Fakultas Teknologi Informasi

Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia Perbanas

Jalan Perbanas, Karet Kuningan, Setiabudi, Jakarta, Indonesia, 12940 [email protected]

[email protected]

[email protected]

Abstrak— Direalisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada

tahun 2015 akan membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi

negara-negara ASEAN khususnya Indonesia. Hal ini tentunya

akan berdampak langsung pada peningkatan jumlah dan nilai

transaksi perbankan di Indonesia, khususnya transaksi

elektronik, yang juga diikuti dengan peningkatan jumlah

ancaman tindak kejahatan elektronik. Oleh sebab itu,

kebutuhan akan tersedianya layanan elektronik perbankan yang

aman dan terpercaya pun menjadi mutlak. Kajian ini

mengusulkan sebuah kerangka keamanan transaksi elektronik

perbankan yang dititikberatkan pada penerapan teknologi

analisa pola belanja seorang individu dalam membangun sistem

deteksi dini tindak kejahatan elektronik.

Kata kunci— keamanan transaksi elektronik, analisa pola

belanja indvidu, sistem deteksi dini tindak kejahatan elektronik

I. PENDAHULUAN

Tahapan realisasi ASEAN Economic Community (AEC)

atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) semakin

mendekati akhirnya di tahun 2015. Terwujudnya MEA

sebagai bentuk nyata kerjasama di bidang ekonomi antara

negara-negara ASEAN pada khususnya dan dengan negara-

negara lain di dunia pada umumnya tentunya membawa

peluang-peluang baru yang juga disertai dengan tantangan-

tantangannya. Beberapa peluang yang muncul dengan

terwujudnya MEA 2015 yang berhubungan erat (langsung

ataupun tidak) dengan sektor Perbankan nasional adalah: 1)

integrasi ekonomi, 2) pasar potensial dunia, dan 3) negara

tujuan investor.

Dengan adanya integrasi ekonomi antara negara-negara

ASEAN maka membuka peluang untuk pertumbuhan

ekonomi yang lebih baik dan bahkan pesat, khususnya untuk

Indonesia. Selain itu, sehubungan dengan jumlah penduduk

Indonesia yang terbesar di kawasan ASEAN (40 persen dari

jumlah penduduk ASEAN), MEA 2015 juga membuka

kesempatan bagi terbentuknya Indonesia sebagai pasar

potensial. Dengan fakta bahwa Indonesia memiliki jumlah

penduduk terbesar dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN lainnya, maka diharapkan juga Indonesia dapat

menarik investor ke dalam negeri dan memperoleh peluang

ekonomi yang lebih baik dibanding negara lainnya.

Namun selain peluang yang ada, bersama MEA 2015 juga

datang tantangan-tantangan. Tantangan utama yang timbul

dilihat dari perspektif Perbankan hubungannya dengan

Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah meningkatnya

jumlah transaksi keuangan dalam bentuk elektronik yang akan

datang/keluar tidak hanya dari/ke dalam negeri namun juga

dari/ke luar negeri.

Di masa mendatang, tidak bisa dipungkiri bahwa transaksi

elektronik akan semakin populer dan mungkin menjadi

pilihan transaksi utama para nasabah. Fasilitas transaksi

elektronik, misal kartu debit, kartu kredit, internet banking

atau mobile banking, juga memberi kemudahan bagi

masyarakat untuk tidak harus membawa uang dalam jumlah

banyak apabila ingin berbelanja. Lebih jauh lagi transaksi

elektronik memfasilitasi masyarakat untuk dapat membeli

produk darimanapun (lintas negara) tanpa mengenal batasan

geografis dan waktu.

Kajian ini membahas kondisi transaksi elektronik

perbankan di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir

dan praktek kecurangannya. Sebuah kerangka sistem

penunjang keamanan transaksi elektronik dan tindakan

strategis dalam rangka meningkatkan kesiapan menyambut

era MEA 2015 kemudian diusulkan untuk dapat diterapkan

oleh bank-bank di Indonesia pada khususnya.

II. KONDISI TRANSAKSI ELEKTRONIK PERBANKAN DI

INDONESIA

Perkembangan layanan perbankan yang berbasis Teknologi

Informasi dan Komunikasi di Indonesia telah meningkatkan

efektifitas dan efisiensi transakasi keuangan masyarakat.

Produk-produk layanan transaksi elektronik (e-banking)

seperti ATM, kartu kredit, kartu debit, internet banking,

SMS/mobile banking, phone banking dan lainnya,

memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk dapat

melakukan transaksi perbankan tanpa batas. Kenyataan ini

pun yang mendukung adanya peningkatan frekuensi dan nilai

transaksi keuangan secara signifikan dalam kurun waktu

setidaknya 5 tahun terakhir di Indonesia.

Page 47: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 110

Gbr 1. Grafik jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia dalam kurun waktu 2008 sampai dengan 2012. Terlihat adanya tren peningkatan jumlah kartu kredit dari tahun ke tahun yang juga mengindikasikan peningkatan kebutuhan masyarakat akan transaksi elektronik perbankan [5].

Namun seperti halnya pedang bermata dua, kemajuan

teknologi di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi

tidak hanya memberikan peningkatan/perbaikan kualitas

layanan perbankan bagi masyarakat namun juga membuka

kesempatan dilakukannya kejahatan-kejahatan elektronik

(cybercrime) seperti halnya pencurian identitas, carding,

hacking, phising dan lainnya. Disampaikan oleh Pratiwi dan

Santoso bahwa cybercrime yang terjadi pada industri

perbankan di Indonesia cenderung meningkat di Indonesia

dari tahun ke tahun bila diamati dalam kurun waktu 2006-

2008 [1].

Seiring dengan semakin berkembangnya dan bertambahnya

tingkat kepahaman masyarakat akan keberadaan dan

kesempatan yang ditawarkan oleh internet, semakin marak

pula pertumbuhan situs-situs yang menawarkan layanan

belanja on-line. Jenis transaksi elektronik yang umumnya

digunakan untuk layanan belanja on-line adalah Card not

Present (CNP). Dengan metode CNP, untuk melakukan

pembayaran konsumen tidak perlu memperlihatkan fisik kartu

kredit namun hanya perlu memberikan data seperti nama,

nomor kartu, tanggal habis berlaku dan kode security yang

biasanya tercantum di bagian belakang kartu. CNP

memberikan kemudahan bagi konsumen untuk membeli

produk melalui internet. Namun CNP juga merupakan target

utama dari praktek kecurangan kartu kredit.

Bank Indonesia mencatat bahwa kejahatan perbankan

dengan modus CNP adalah yang paling banyak dilaporkan

dalam kurun waktu Januari sampai dengan Mei 2012.

Disampaikan oleh Deputi Gubernur Bank Indonesia, Ronald

Waas dalam Seminar Nasional Asosiasi Sistem Pembayaran

(ASPI) bertajuk "Pencegahan dan Penanganan Kejahatan

Perbankan Elektronik", Kamis, 5 Juli 2012, ada 1.009 laporan

kasus tindak kecurangan (fraud) dengan nilai kerugian

mencapai Rp 2,37 miliar yang didominasi oleh dua kasus

yaitu kasus CNP dan kasus pencurian identitas. Kasus CNP

yang dialami 18 penerbit kartu paling banyak diadukan

dengan total aduan mencapai 458 laporan dengan nilai

kerugian mencapai Rp 545 juta [2].

Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Kartu Kredit

Indonesia (AKKI), Steve Marta juga menyampaikan bahwa

modus CNP semakin mendominasi praktek kecurangan

perbankan di Indonesia sedangkan modus counterfait

(pencurian atau pemalsuan kartu) sudah semakin ditinggalkan

[3].

Adanya ancaman tindak kejahatan elektronik sebagaimana

diuraikan di atas tentunya harus menjadi perhatian sektor

perbankan nasional. Terlebih lagi dikarenakan adanya

pertumbuhan transaksi elektronik perbankan yang signifikan

dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (sebagaimana dapat

dilihat pada Gbr 2).

Disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departeman

Akunting dan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Boedi

Armanto, bahwa dalam kurun waktu 2009-2011 rata-rata

pertumbuhan instrumen transaksi melalui internet mencapai

121,53 persen pertahunnya, dimana perkembangan

transaksinya rata-rata pertahun mencapai 37,53 persen. Selain

itu juga dipaparkan bahwa transaksi perbankan melalui

telepon genggam menunjukkan perkembangan yang cukup

signifikan yakni mencapai 40 persen [4].

Gbr 1 dan 2 memberikan grafik pertumbuhan jumlah alat

pembayaran berupa kartu yang beredar serta jumlah dan nilai

transaksi elektronik yang menggunakan kartu kredit dalam

kurun waktu 2007/2008-2011/2012. Dapat diamati dari tren

pergerakan kedua grafik tersebut bahwa jumlah instrumen

serta jumlah dan nilai transaksi kartu kredit di Indonesia

memiliki kecenderungan untuk semakin meningkat di masa

mendatang.

11.548.318 12.259.295

13.574.673

14.785.382

15.755.663

8.000.000

10.000.000

12.000.000

14.000.000

16.000.000

18.000.000

Des 2008 Des 2009 Des 2010 Des 2011 Okt 2012

Jumlah Kartu Kredit di Indonesia Tahun 2008-2012

Jumlah Kartu Kredit

Page 48: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 111

Gbr 2. Grafik jumlah transaksi elektronik menggunakan kartu kredit dan nilainya (dalam jutaan rupiah) dalam kurun waktu 2007 sampai dengan 2011. Dari

garis tren yang didapat menggunakan regresi linear terlihat adanya kecenderungan peningkatan jumlah dan nilai transaksi dari tahun ke tahun. Data untuk tahun 2012 tidak dapat ditampilkan karena belum dipublikasikan oleh Bank Indonesia [6].

Berdasarkan paparan sebelumnya, dimana fakta-fakta yang

disampaikan adalah dalam skala nasional maka dapat

diperkirakan bahwa angka-angka pertumbuhan transaksi

elektronik perbankan akan semakin besar pada saat

terealisasinya pasar tunggal ASEAN di tahun 2015. Dimana

tentunya ancaman yang ditimbulkan oleh praktek kejahatan

elektronik juga akan semakin meningkat.

Dalam presentasinya pada Seminar Nasional ASPI 2012,

Direktur Eksekutif Departeman Akunting dan Sistem

Pembayaran Bank Indonesia, Boedi Armanto, juga

menyampaikan bahwa Bank Indonesia memberikan perhatian

khusus dalam merespon adanya ancaman resiko kejahatan

transaksi elektronik perbankan. Dimana fokus Bank Indonesia

adalah pada sisi keamanan. Termasuk didalamnya keamanan

dari potensi kejahatan perbankan (elektronik maupun tidak),

efisiensi serta perlindungan konsumen [4].

III. KERANGKA KEAMANAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERBANKAN

Secara garis besar keamanan transaksi eletronik ditunjang

oleh adanya dua komponen besar, yaitu komponen non-teknis:

kebijakan, perilaku (harus dilakukan edukasi terhadap

masyarakat), standar pengelolaan dan komponen teknis:

infrastruktur Teknologi Informasi dan Komunikasi serta

penerapan teknologi guna mendukung usaha pencegahan,

deteksi dan penanggulangan tindak kejahatan elektronik.

Adapun kerangka keamanan transaksi elektronik yang

dibangun dari komponen-komponen tersebut dapat dilihat

pada Gbr 3.

Tiga dari lima komponen yang dijabarkan sebelumnya

dapat disebut sebagai pilar-pilar utama yang berdiri di atas

infrastuktur Teknologi Informasi dan Komunikasi yang

mendukung kegiatan transaksi elektronik perbankan. Ketiga

komponen tersebut adalah: 1) sistem pengelolaan keamanan

informasi guna menjakin dilaksanakannya tata kelola

perusahaan yang baik, 2) edukasi terhadap masyarakat

perbankan guna meningkatkan pemahaman terhadap perlunya

keamanan informasi, dan 3) penggunan teknologi untuk

pencegahan, deteksi dan penanggulan fraud. Komponen yang

terakhir, yaitu kebijakan keamanan informasi menjadi payung

yang memungkinkan seluruh komponen lainnya untuk dapat

dijalankan. Tanpa adanya definisi kebijakan keamanan

informasi maka keamanan transaksi elektronik perbankan

tidak akan dapat terwujud meskipun telah didukung dengan

infrastruktur yang handal dan teknologi terkini.

Berkaitan langsung dengan ketiga pilar yang telah

didefinisikan/digambarkan pada kerangka keamanan transaksi

elektronik perbankan berbasis Teknologi Informasi dan

Komunikasi, ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh bank-

bank di Indonesia guna meningkatkan keamanan informasi

dalam transaksi elektronik perbankan, yaitu:

1) Implementasi sistem pengelolaan keamanan informasi

dengan mengacu pada standar internasional, misal: seri

ISO 27000, guna mendukung terwujudnya good corporate

governance atau tata kelola perusahaan yang baik.

2) Edukasi Teknologi Informasi dan Komunikasi masyarakat

perbankan, khususnya karyawan bank sebagai penyedia

jasa dan nasabah selaku pengguna jasa akan pentingnya

keamanan bertransaksi elektronik.

3) Membangun sistem deteksi dini tindak kejahatan

elektronik perbankan yang bersifat otomatis (tanpa

pemantauan manusia) dengan menggunakan teknologi

yang bersifat state-of-the art.

129.292.524

166.736.635

182.624.722

199.036.427 209.352.197

72.604.207

107.269.521

136.691.864

163.208.491

182.602.331

50.000.000

100.000.000

150.000.000

200.000.000

250.000.000

2007 2008 2009 2010 2011

Jumlah dan Nilai Transaksi Elektronik dengan Kartu Kredit Tahun 2007-2011

Jumlah Transaksi

Nilai Transaksi dalam Juta Rupiah

Page 49: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 112

Gbr 3. Kerangka Keamanan Transaksi Elektronik Perbankan yang dibangun oleh tiga pilar utama, yaitu: tersedia dan diterapkannya sistem pengelolaan

keamanan informasi, usaha edukasi terhadap masyarakat perbankan, dan penggunaan teknologi untuk deteksi dan penangan fraud.

Kajian ini selanjutnya akan membahas lebih jauh sistem

pencegahan dan deteksi dini praktek kejahatan elektronik

perbankan berbasis analisa pengenalan pola belanja (pattern

recognition) di atas dan skema sistemnya.

IV. SISTEM DETEKSI KEJAHATAN ELEKTRONIK PERBANKAN

BERBASIS ANALISA POLA BELANJA NASABAH

Selain mengambil langkah strategis penerapan standar

pengelolaan sistem dan keamanan informasi sebagaimana

telah diuraikan sebelumnya, langkah strategis lain yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan keamanan layanan elektronik

perbankan adalah dengan melakukan implemenatasi teknik-

teknik komputasi.

Pendekatan komputasi yang dapat digunakan untuk

membangun sistem cerdas deteksi dini praktek kejahatan

elektronik adalah dengan mempelajari pola belanja seorang

individu dan kemudian berusaha mendeteksi adanya anomaly

atau penyimpangan pola. Teknik ini didasarkan pada

penelitian-penelitian dibidang pattern recognition dan

anomaly detection.

Seiring dengan perkembangan teknologi maka semakin

mudah pula para pelaku kejahatan melakukan manipulasi

terhadap data transaksi elektronik misal: pencurian identitas,

pemalsuan identitas, dan lainnya. Namun demikian, berbeda

dengan data-data pribadi yang dapat dicuri ataupun

dimanipulasi, pola perilaku belanja seorang individu tidak

dapat dicuri ataupun dimanipulasi. Kenyataan inilah yang

mendorong perkembangan teknik deteksi dini praktek

kejahatan elektronik perbankan di area Teknologi Informasi

dan Komunikasi untuk lebih fokus pada kemampuan

mempelajari perilaku belanja seorang individu [7].

Beberapa tantangan atau dapat disebut kebutuhan yang

harus dipenuhi dalam membangun sistem cerdas deteksi dini

percobaan atau kejadian praktek kejahatan elektronik

perbankan adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan pengolahan data yang cepat dan dapat

menangai data yang datang terus menerus (on-line data)

2) Kemampuan beradaptasi terhadap adanya perubahan pola

transaksi seorang nasabah.

Kebijakan

Keamanan Informasi

Sis

tem

Pe

ng

elo

laa

n

Ke

am

an

an

In

form

asi

Ed

uka

si M

asya

raka

t

Pe

rba

nka

n

Sta

te-o

f-th

e a

rt

Te

ch

no

log

y

Keamanan Transaksi Elektronik Perbankan

Infrastruktur Transaksi Elektronik berbasis TIK

Page 50: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 113

Gbr 4. Skema sistem deteksi dini tindak kejahatan elektronik perbankan berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi menggunakan teknik pengenalan pola

perilaku belanja seseorang.

3) Memiliki tingkat akurasi yang baik dan rata-rata kejadian

false positive yang rendah. Yang dimaksud dengan false

positive adalah kejadian dimana sebuah transaksi tidak

dideteksi sebagai kejahatan elektronik (bersifat false)

namun pada kenyataannya transaksi tersebut adalah

sebuah kejahatan elektronik (pada kenyataannya positif

adalah sebuah tindak kejahatan)

Gbr 4 menampilkan skema dari sistem deteksi dini tindak

kejahatan elektronik yang dapat digunakan untuk mengatasi

kejahatan kartu kredit dan transaksi on-line yang mengadopsi

skema BLAH-FDS. Algoritma BLAH-FDS [7] merupakan

hasil dari penggabungan dua algoritma lain berbasis teknik

analisa urutan kejadian yaitu: BLAST dan SSAHA [8].

Algoritma berbasis teknik analisa urutan kejadian ini

dikatakan sebagai teknik yang paling efisien untuk mengenali

pola belanja seorang individu. Disampaikan juga oleh Raj dan

Portia bahwa BLAST dan SSAHA adalah algoritma yang

handal untuk menangani kasus kecurangan kartu kredit [7].

Langkah-langkah pemrosesan transaksi pada sistem yang

digambarkan oleh skema pada Gbr 4 dapat dijabarkan sebagai

berikut:

Langkah 1: pada saat sebuah transaksi elektronik

terjadi, maka transaksi tersebut diubah bentuknya

menjadi sebuah transaksi baru yang berisikan informasi

mengenai waktu dan nilai transaksi.

Langkah 2: informasi dalam bentuk satuan transaksi

yang berisikan data mengenai waktu dan nilai transaksi

kemudian dibandingkan dengan data transaksi yang

telah dilakukan sebelumnya. Data ini tersimpan di

dalam Basis Data Profil Nasabah

Langkah 3: apabila ada kesesuaian antara pola

transaksi baru dengan transaksi-transaksi yang ada

dalam Basis Data Profil Nasabah, maka disimpulkan

bahwa transaksi tersebut bukanlah sebuah fraud.

Namun, apabila ada ketidakcocokan antara pola

transaksi baru dengan transaksi-transaksi yang ada

dalam Basis Data Profil Nasabah maka akan di-

generate data berupa urutan penyimpangan dari

transaksi terkait. Informasi ini kemudian dikirimkan

kepada modul Analisa Deviasi Perilaku.

Langkah 4: modul Analisa Deviasi Perilaku kemudian

membandingkan informasi yang diterima dengan pola-

pola transaksi yang diketahui sebelumnya sebagai

transaksi fraud yang tersimpan dalam Basis Data

Tindak Kejahatan Elektronik. Apabila ditemukan

tingkat kemiripan yang tinggi, maka modul Analisa

Deviasi Perilaku akan mengeluarkan Nilai Deviasi yang

Transaksi elektronik

(sekuensial dengan

informasi waktu dan

nilai transaksi) Analisa

Profil

Sistem

Pengambilan

Keputusan

Analisa

Deviasi

Perilaku

Deviasi urutan

kejadian pada

transaksi

Nilai Profil

Nilai Deviasi

Anomali

Normal

Deteksi Tindak

Kejahatan

Basis Data

Tindak Kejahatan

Elektronik

Basis Data

Profil Nasabah

Page 51: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 114

besar dan kemudian dikirimkan ke modul Sistem

Pengambilan Keputusan.

Langkah 5: modul AP melakukan analisa profil

transaksi dengan membandingkan pola transaksi yang

dilakukan dengan pola-pola transaksi belanja nasabah

sebelumnya (Nilai Profil). Modul ADP melakukan

penghitungan Nilai Deviasi yang merepresentasikan

seberapa besar kemiripan transaksi yang dianalisa

terhadap transaksi-transaksi yang diketahui sebagai

fraud. Modul Sistem Pengambilan Keputusan kemudian

akan melakukan kalkulasi berdasarkan Nilai Profil dan

Nilai Deviasi. Keputusan bahwa sebuah transaksi

adalah fraud akan diambil apabila nilai akhir, yaitu:

Nilai Profil – Nilai Deviasi, lebih kecil dari 0 (bernilai

negatif).

Sistem ini dapat secara efektif mendeteksi adanya fraud

pada transaksi kartu kredit. Keunggulan yang ditawarkan

adalah kecepatan proses analisa transaksi yang terbantu oleh

algoritma SSAHA [9]. Namun demikian, skema sistem

deteksi dini tindak kejahatan elektronik ini tidak memiliki

kemampuan untuk mendeteksi tindak kejahatan pemalsuan

kartu kredit. Hal ini disebabkan oleh arsitektur sistem yang

memang ditujukan untuk melakukan deteksi terhadap

kejahatan kartu kredit dengan metode CNP (card not present)

dan bukan untuk pemlasuan kartu kredit secara fisik.

V. PENUTUP

Direalisasikan Masyarakat Ekonomi ASEAN pada tahun

2015 akan membuka peluang bagi pertumbuhan ekonomi

negara-negara ASEAN khususnya Indonesia. Selain itu,

dengan kenyataan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah

yang terbesar dibanding negara ASEAN lainnya maka

Indonesia memiliki peluang ekonomi yang lebih baik dalam

hal luasnya pasar dan kesempatan menarik investor dibanding

negara lainnya. Hal ini tentunya akan berdampak langsung

pada peningkatan jumlah dan nilai transaksi perbankan di

Indonesia, khususnya transaksi elektronik.

Namun demikian, seiring dengan berkembangnya teknologi

di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (yang

menawarkan kemudahan bertransaksi perbankan secara

elektronik), semakin meningkat dan beragam juga bentuk

ancaman tindak kejahatan elektronik yang berbasis teknologi

informasi, misal: kejahatan elektronik kartu kredit, pencurian

identitas melalui Internet, hacking, dan lainnya.

Oleh sebab itu, agar dapat memanfaatkan peluang yang

timbul dari terealisasinya Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015

guna meningkatkan aktifitas perbankan nasional, bank-bank

di Indonesia sepatutnya mulai berbenah dan mempersiapkan

diri untuk dapat menyediakan layanan elektronik perbankan

yang aman dan terpercaya.

Beberapa langkah strategi yang dapat diambil oleh bank-

bank di Indonesia guna meningkatkan keamanan layanan

transaksi elektronik adalah:

1) implementasi sistem pengelolaan keamanan informasi

yang mengacu pada standar internasional,

2) melakukan proses edukasi Teknologi Informasi dan

Komunikasi baik secara internal (kepada karyawan bank)

maupun eksternal (kepada nasabah dan masyarakat

umum) kaitannya dengan keamanan transaksi elektronik,

dan

3) membangun sistem deteksi dini percobaan atau tindak

kejahatan elektronik perbankan berbasis analisa pola

belanja seorang individu.

REFERENSI

[1] A. Santoso dan D. Pratiwi. (2010, 5 Agustus). Tanggung Jawab Penyelenggara Sistem Elektronik Perbankan dalam Kegiatan Transaksi

Elektronik Pasca UU No. 11 Tahun 2008. [Online]. Diambil dari:

http://www.djpp.depkumham.go.id/hukum-teknologi/665-tanggung-

jawab-penyelenggara-sistem-elektronik-perbankan-dalam-kegiatan-

transaksi-elektronik-pasca-uu-no-11-tahun-2008.html

[2] M. Thertina. (2012, 5 Juli). BI Terima 1.009 Laporan Kejahatan Perbankan. Tempo Bisnis. [Online]. Diambil dari:

http://www.tempo.co/read/news/2012/07/05/087414971/BI-Terima-

1009-Laporan-Kejahatan-Perbankan [3] I. R. Putra. (2012, 5 Juli). Kejahatan perbankan makin canggih.

Merdeka. [Online]. Diambil dari: http://m.merdeka.com/uang/kejahatan-perbankan-makin-canggih.html

[4] S. Aditia. (2012, 5 Juli). Kejahatan transaksi eletronik perbankan

mengintai. SindoNews.com. [Online]. Diambil dari: http://m.sindonews.com/read/2012/07/05/33/657225/kejahatan-

transaksi-elektronik-perbankan-mengintai

[5] Bank Indonesia. (2012). Statistik Sistem Pembayaran, Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Jumlah APMK.

[Online]. Diambil dari:

http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Sistem+Pembayaran/APMK/JmlAPMK.htm

[6] Bank Indonesia. (2012). Statistik Sistem Pembayaran, Alat

Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK), Transaksi. [Online]. Diambil dari:

http://www.bi.go.id/web/id/Statistik/Statistik+Sistem+Pembayaran/AP

MK/Transaksi.htm [7] B. E. Raj and A. Portia, “Analysis on Credit Card Fraud Detection

Methods,” Proceedings of the International Conference on Computer,

Communication and Electrical Technology – ICCCET2011, pp. 152-156, March, 2011.

[8] A. Kundu, S. Panigrahi, S. Sural ans A.K. Majumdar, “BLAST-

SSAHA Hybridization for Credit Card Fraud Detection,” IEEE Transactions On Dependable And Secure Computing, vol. 6, Issue no.

4, pp.309-315, October-December 2009.

[9] R. Brause, T. Langsdorf, M. Hepp, “Neural Data Mining for Credit Card Fraud Detection,” dalam International Conference on Tools with

Artificial Intelligence, 1999, pp.103-106.

Page 52: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 115

Kendali Jarak Jauh Melalui Wireless Application

Protocol (WAP) untuk Mengendalikan Alat

Penerangan dalam Ruangan Ronal Chandra

#1, Hanny Hikmayanti Handayani

*2, Nazori Agani

#3

#Magister Ilmu Komputer Program Pascasarjana, Universitas Budi Luhur

Jln. Raya Ciledug, Jakarta 12260 - Indonesia [email protected]

[email protected]

*Teknik Informatika Fakultas Ilmu Komputer Universitas Singaperbangsa Karawang

Jl. HS. Ronggowaluyo, Teluk Jambe, Karawang [email protected]

Abstrak – Penggunaan media internet untuk melakukan sebuah

kendali yang dioperasikan dari jarak jauh dengan peralatan

yang dikendalikan akan mempermudah dan membantu untuk

mengendalikan suatu alat. Saat ini penggunaan listrik di

Indonesia sudah sangat melebihi kapasitas daya tersedia.

Penyebab utamanya antara lain penggunaan listrik yang tidak

terkontrol di dalam konsumsi listrik rumah tangga. Hal ini

terjadi karena kontrol terhadap penggunaan peralatan listrik

belum tersedia. Dengan teknologi Mobile Phone yang

berkembang sekarang ini dapat dilakukan sistem kendali jarak

jauh melalui Wireless Application Protocol (WAP) untuk

mengendalikan alat penerangan dalam ruangan. Sistem ini

menggunakan sinyal GPRS/UMTS untuk mengirimkan data

perintah dari pengguna handphone. Pengguna dapat mengetahui

keadaan alat penerangan yang ingin dipantau dan mengaktifkan

atau menonaktifkan alat penerangan dari handphone yang

digunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan

microcontroller. Diharapkan dengan diterapkannya aplikasi ini

kegiatan untuk menghemat konsumsi listrik yang tidak terpakai

bisa lebih mudah dilakukan.

Kata kunci— Mobile Phone, WAP, PHP

I. PENDAHULUAN

Saat ini berbagai fasilitas internet telah banyak digunakan

oleh masyarakat dan telah menjadi bagian dari kehidupan

masyarakat modern. Cara untuk bisa mengakses internet

secara cepat pun juga mulai dicari oleh manusia agar tidak

tergantung dengan perangkat Personal Computer (PC).

Konsep mengakses internet secara cepat dan praktis ini

kemudian melahirkan suatu aplikasi, yaitu WAP (Wireless

Application Protocol).

Wireless Application Protocol atau WAP telah menjadi

standard Internasional untuk menampilkan internet bergerak

pada perangkat seluler [1] [2]. Dengan adanya WAP,

pengguna internet dapat menggunakan telepon selular untuk

mengakses internet dan memperoleh fasilitas dari masing-

masing telepon selular tanpa harus bergantung pada lokasi.

Berdasarkan hal tersebut maka dibuat aplikasi yang

menggunakan fasilitas WAP [3].

Saat ini konsumsi listrik di Indonesia sudah sangat

melebihi kapasitas daya yang tersedia. Hal ini terjadi karena

kontrol terhadap penggunaan peralatan listrik belum tersedia

sehingga perlu ditemukan suatu cara untuk menghemat

penggunaan listrik di dalam rumah. Berikut ini adalah statistik

penggunaan alat listrik di rumah dan rata-rata penggunaan

listrik dari 450 VA ke 1300 VA [4].

Gbr 1. Statistik Pengguna Listrik

Dengan teknologi Mobile Phone yang berkembang saat ini

dapat dilakukan sistem kendali jarak jauh melalui Wireless

Application Protocol (WAP) berupa perangkat telepon selular

yang bisa digunakan untuk mengendalikan penerangan dalam

suatu ruangan dimana posisi telepon selular dan alat

penerangan itu berada dalam lokasi yang berbeda atau jarak

yang berjauhan dimana data kendali dari satu perangkat

(server) ke perangkat lain (Client) yang keduanya terhubung

dalam jaringan internet. Data kendali tersebut akan

diterjemahkan untuk melakukan pengendalian input atau

output pada komputer. Data kontrol dari perangkat server ini

akan digunakan untuk mengontrol kondisi alat penerangan

dan sensor yang dipasang dan akan digunakan sebagai data

dari komputer server untuk dikirim ke perangkat telepon

Page 53: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 116

seluler sehingga pengguna melalui telepon seluler mengetahui

kondisi alat penerangan lewat data sensor tersebut.

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah

memudahkan untuk memonitor dan mengendalikan alat

penerangan melalui jaringan internet dengan menggunakan

telepon seluler sehingga pengendalian sistem dapat dilakukan

dari lain tempat dengan jarak yang jauh.

II. WIRELESS APPLICATION PROTOCOL

Wireless Application Protocol (WAP) merupakan protokol

bagi perangkat-perangkat nirkabel yang menyediakan layanan

komunikasi data bagi pengguna, baik dalam bentuk yang

berhubungan dengan telekomunikasi maupun aplikasi-aplikasi

berorientasi internet [5].

Sistem WAP dibangun oleh beberapa elemen tertentu

dalam suatu arsitektur yang khas seperti yang ditunjukkan

pada Gbr 2 berikut .

WAP ClientBTS

GSM/GPRS

WAP Gateway

Internet

WAP Server

Gbr 2. Arsitektur WAP

Elemen pertama adalah WAP Client. Dalam sistem WAP,

mobile device merupakan ujung dari rangkaian jaringan yang

sekaligus berperan sebagai pelanggan sistem dan disebut

WAP Client. Telepon Seluler ini tersambung ke WAP

Gateway melalui gelombang radio frekwensi tinggi

900/1800/1900 MHz GSM (Global System for Mobile

Communication). Fungsi dari WAP Gateway adalah

meneruskan permintaan informasi dari mobile device menuju

server (lewat HTTP Request) dan dari server menuju ke

telepon seluler (lewat HTTP Response). Elemen selanjutnya

adalah Server. Server merupakan tempat yang berisikan data-

data yang diakses oleh user/client. Di server inilah scrip

‘HTML’ ditempatkan.

Kelebihan dari WAP adalah: WAP menggunakan jaringan

tanpa kabel (radio) dan user interface-nya menggunakan

mobile device sebagai terminal data di sisi pengguna sehingga

mobilitasnya tinggi (dapat digunakan dalam keadaan bergerak)

[6].

Sedangkan kelemahan dari WAP antara lain karena

menggunakan mobile device maka kapasitas memorinya kecil

dan ukuran layar display-nya pun kecil [6].

Dalam penelitian ini aplikasi yang akan dibangun adalah

aplikasi berbasis web versi mobile . Aplikasi ini terdapat pada

server.

Program browser pada handphone/client mengirimkan

permintaan (request) kepada server web yang kemudian akan

dikirimkan oleh server dalam bentuk file HTML. File HTML

berisi instruksi-instruksi yang diperlukan untuk membentuk

tampilan pada layar mobile device. Perintah-perintah HTML

ini kemudian diterjemahkan oleh browser web sehingga isi

informasinya dapat ditampilkan secara visual kepada

pengguna di layar handphone.

Program ini berfungsi menjembatani lalu lintas monitoring

dan perintah dari microcontroller sebagai sumber ke modul

telepon seluler sebagai tujuan.

Tools yang dibutuhkan untuk mengembangkan program

WAP server adalah :

Apache web server

PHP

PHP merupakan bahasa interpreter yang memiliki

kesederhanaan dalam perintah. PHP dapat digunakan

bersamaan dengan HTML sehingga pembangunan situs web

site dapat dilakukan dengan cepat dan mudah [6].

Berikut ini adalah alur web dinamis dengan menggunakan

PHP:

1. Client mengakses web

2. Bila dalam web tersebut terdapat code yang mengakses

data di database, maka server akan meneruskan code

tersebut ke script interpreter untuk diterjemahkan ke

database.

3. Setelah itu akan melakukan query dalam database dan

script interpreter menghasilkan code HTML yang

diteruskan ke server.

4. Lalu server mengirimkan hasilnya ke web browser.

Server web bekerja secara langsung terhadap file yang

bersangkutan dan tidak memanggil script yang terpisah dari

file tersebut. Seluruh kode dieksekusi di server, oleh karena

itu PHP sering disebut server-side script.

Salah satu kemampuan PHP adalah dapat menuliskan data

dari client ke server dan data inilah yang kemudian dibaca

oleh microcontroller dan hasil pembacaannya tersebut

dituliskan ke port paralel [7].

Konsep client browsing ke server hingga dapat mengakses

port paralel memerlukan beberapa komponen yaitu handphone

sebagai web browser, web server, file teks yang isinya dapat

diubah-ubah sesuai dengan penulisan yang dilakukan dari

client, dokumen HTML yang dihasilkan oleh pengendalian

program dan ditampilkan bersama dengan hasil pembacaan

pengendali program dari piranti I/O. Hubungan antar

komponen dapat dilihat pada Gbr 3.

Client/ Web

BrowserWeb Server

Dokumen

HTMLFile Teks

MicrocontrollerPort Paralel

Komputer

Piranti I/O

Gbr 3. Hubungan antar komponen sistem akses port paralel

Page 54: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 117

Client/Browser web meminta kepada server web dan

ditanggapi dengan mengirimkan dokumen HTML yang ada

scrip PHP nya sehingga dimungkinkan untuk mengirim suatu

data dari client. Data dikirim dari client ke file teks.

Sebelumnya permission file teks tersebut diubah dulu agar

bisa ditulis dan dibaca [8].

Microcontroller dirancang mempunyai dua tugas utama

yang selalu bekerja terus-menerus yaitu membaca isi file teks

kemudian menuliskan hasil pembacaannya ke peranti I/O ke

dokumen HTML tersebut [9]. Untuk mengetahui isi dari

dokumen HTML tersebut dilakukan permintaan dari client ke

web server, kemudian web server memberikan tanggapan

dengan mengambil dokumen HTML tersebut dan dikirim ke

client.

III. DESAIN SISTEM

Desain sistem Kendali jarak jauh melalui WAP untuk

mengendalikan alat penerangan dalam ruangan menerapkan

arsitektur client server standar dimana arsitektur Sistem terdiri

dari komponen-komponen utama sebagai berikut.

a. Handphone / Client dengan fasilitas yang mendukung

WAP.

b. Modem berfungsi sebagai penghubung komputer server

dengan internet sehinggga data-data pada komputer server

dapat diakses melalui perangkat wireless yang mendukung

WAP.

c. PC Server dimana terdapat Software WAP Server

berfungsi sebagai aplikasi yang menyediakan content di

web server dan memanipulasi data di Database.

Pembuatan aplikasi WAP diawali dengan membuat sebuah

file HTML. Apabila file HTML telah selesai dibuat maka

disimpan pada home directory dari web server yang pada

penelitian ini adalah Apache web server.

d. Microcontroller sebagai pengontrol sistem kendali jarak

jauh di lokasi. Microcontroller berfungsi menerima

perintah dari telepon seluler melalui PC server dan

mengirim perintah ke alat penerangan.

Lampu MicrocontrollerServer Modem Telepon

Selular

Internet

Gbr 4. Arsitektur Sistem Kendali Jarak Jauh melalui WAP untuk mengendalikan alat penerangan dalam ruangan.

Sistem didesain sebagai bentuk pengontrolan lampu

melalui internet dengan menggunakan telepon seluler. Sistem

ini dilengkapi dengan sensor cahaya dimana berfungsi sebagai

deteksi apabila ada kesalahan teknis misalnya lampu tidak

dapat hidup karena putus.

Pada bagian jaringan komputer, digunakan model interaksi

client/server yang berbasis WAP. Sistem pengontrolan lampu

dapat dilihat pada Gbr 4.

Client/Web Server web File bacaport.HTML

MicrocontrollerFile data.txt

Port Paralel

HTTP requestMembaca file

bacaport.HTML

Membuat file

coba.HTML

Proses baca & tulis ke port paralel

Membaca data

file dat.txt

HTTP response

Menulis ke

file data.txt

Gbr 5. Sistem kontrol lampu melalui jaringan internet

Jaringan disetting dengan web server yang selalu listening

pada port 80. Port 80 merupakan port yang digunakan untuk

hubungan client/server dengan teknologi web [10]. Seting

jaringan ini dilakukan dengan mengaktifkan web server

apache yang berada di server. Kemudian dari client akan

melakukan permintaan sambungan ke server untuk pertama

kalinya dan server memberi tanggapan dengan mengirimkan

file indext.html. Jika file ini bisa terkirim ke client maka

berarti hubungan antara client dan server telah terbentuk [11]

[12]. Selanjutnya client meminta file tulisport.php ke server

dan direspon oleh server dengan mengirimkan tampilan form

pengisian data.

Data diisikan ke form tersebut dari client kemudian

dikirimkan ke server. Data tersebut masuk ke dalam file

data.txt di server. Microcontroller dirancang untuk mengambil

data dari data.txt kemudian menuliskannya ke perangkat luar

berupa driver untuk menghidupkan lampu. Karena

microcontroler dapat tereksekusi terus menerus, maka proses

baca data dari data.txt dan proses menuliskan data dari data.txt

ke perangkat luar dilakukan secara terus menerus [13].

Sensor cahaya digunakan untuk mendeteksi cahaya dari

lampu. Hasil pembacaan melalui sensor cahaya dituliskan ke

file bacaport.html. Proses inipun dilakukan secara terus-

menerus dan isi dari file bacaport.html selalui diperbaharui.

Apabila hasil pembacaan sensor tidak sama dengan data yang

ada pada file data.txt maka yang dituliskan ke file

bacaport.html adalah file alarm [14].

Sistem Pengendalian ini terdiri dari beberapa bagian yang

dirancang menjadi satu. Bagian-bagian tersebut yaitu Client,

server, port paralel komputer, peralatan keluaran dan masukan

yang terdiri dari dua rangkaian yaitu rangkaian driver lampu

dan rangkaian sensor cahaya [15].

Sistem ini didesain menggunakan port paralel 378H untuk

proses baca dan 37AH untuk proses tulis. Pada port paralel

yang beralamat 378H digunakan pin ke-2 untuk menerima

masukan dari rangkaian sensor cahaya. Sedangkan port paralel

dengan alamat 37A menggunakan pin ke-1 untuk proses

menulis ke piranti [13].

Page 55: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 118

IV. DESAIN INTERFACE

Gbr 6. Desain tampilan menu utama untuk Sistem Kontrol Lampu.

V. PENGUJIAN SISTEM PENGENDALIAN LAMPU MELALUI

JARINGAN INTERNET

Pengujian sistem pengendalian lampu melalui jaringan Internet ini disusun berdasarkan hasil pengujian tiap-tiap bagian yang telah dilaksanakan. Ada beberapa langkah dalam pengujian sistem ini yaitu: 1. Client melakukan permintaan hubungan pertamakali ke

server dengan cara mengetikkan pada browser web

(Internet Explorer) alamat server yang dituju yaitu

http://localhost/index.html. Jika server web mengirim

dokumen apache ke browser web, maka client dan server

telah terhubung dalam satu jaringan.

2. Client melakukan request ke file tulisport.php yang akan

ditanggapi server dengan mengirim hasil eksekusi dari

script file tulisport.php berbentuk dokumen isian data

3. Client mengisi angka 1 pada dokumen isian data tersebut,

kemudian klik kirim. Angka satu tersebut akan masuk dan

disimpan di file data.txt. Untuk mengetahuinya bisa dilihat

kondisi lampu yang dikendalikan.

4. Melihat kondisi hidup atau mati dari lampu.

Jika lampu hidup, maka program pengendali yang menjadi

antarmuka antara file data.txt dan port paralel berjalan

sesuai dengan rancangan yaitu mengambil isi dari file

data.txt dan menuliskannya ke port paralel.

Dua hal yang dilakukan oleh client yaitu mengendalikan lampu dan memonitor aktivitasnya. Adapun hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan 4.2.

TABEL V.

CLIENT MELAKUKAN PENGENDALIAN LAMPU

Angka yang ditulis pada form isian data Kondisi lampu

1 Hidup

0 Mati

TABEL VII.

CLIENT MELAKUKAN MONITORING LAMPU

Angka yang ditulis

pada form isian data

Kondisi

Lampu

Tampilan file baca port.html

setelah di-request oleh client

1 Hidup Dokumen hasil pembacaan

0 Mati Dokumen hasil pembacaan

0 Hidup Dokumen alarm

1 Mati Dokumen alarm

Pada Tabel I terlihat, saat angka ‘1’ diisikan pada form isian

data maka lampu akan hidup dan saat angka ‘0’ diisikan pada

form isian data maka lampu akan mati. Sedangkan pada Tabel

II terlihat saat kondisi lampu sama dengan penulisan angka

pada form isian data maka dokumen hasil pembacaan yang

akan ditampilkan oleh file bacaport.html dan saat kondisi

lampu tidak sama dengan penulisan angka pada form isian data

maka dokumen alarm yang akan ditampilkan

VI. KESIMPULAN

1. Sistem Kendali Jarak Jauh melalui Wireless

Application Protocol untuk mengendalikan alat

penerangan dalam ruangan merupakan Sistem

pengendalian peralatan listrik yang terintegrasi dengan

perangkat bergerak/Handphone yang dapat diakses

dimanapun dan kapanpun selama berada dalam

jangkauan jaringan operator. Sistem ini ditujukan

untuk memberikan rasa aman dan kepraktisan dalam

pengendalian peralatan listrik di dalam ruangan yang

tidak dapat dimonitor secara langsung karena faktor

lokasi dan waktu.

2. WAP tidak dapat menampung bentuk-bentuk informasi

seperti yang bisa dilakukan oleh website. Hal ini

karena keterbatasan sebuah handphone yang tidak

secanggih PC.

3. WAP merupakan aplikasi wireless yang mampu

melayani transfer data antar pengguna dengan server.

Dan dengan mengaplikasikannya dengan

microcontroller melalui WAP memudahkan kita

memantau dan mengoperasikan alat penerangan yang

berada di suatu tempat walaupun kita berada jauh dari

tempat aplikasi tersebut karena dapat diakses melalui

ponsel dimanapun dan kapanpun [16].

4. Dengan WAP tidak diperlukannya instalasi aplikasi

pada perangkat handphone dan tidak diperlukannya

driver mobile untuk koneksi.

5. Dengan menggunakan aplikasi ini di harapkan minimal

bisa terjadi penghematan penggunaan daya energy

listrik sebesar 10 persen. Pada daya 450 Volt Amphere,

jika penggunaan daya minimum adalah 23 KWh

perbulan dan maksimal 233 KWh maka dengan

pendekatan teknologi kendali jarak jauh ini di

harapkan bisa di lakukan penghematan sebesar 10%

dari daya maksimal menjadi 209.7 KWh per bulan.

Begitu pun juga pada rata-rata pengguna voltase 900.

Diharapkan bisa dilakukan penghematan sebesar 10%

dari total pemakaian sebulan menjadi 232.2 KWh.

Page 56: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Januari 2013

ISSN 2302 - 3252 119

Pada voltase 1300, penghematan yang diharapkan

menjadi 493 KWh per bulan [4]. Di bawah ini adalah

grafik dari asumsi penghematan yang bisa dilakukan

dengan menggunakan teknologi kendali jarak jauh

untuk mematikan peralatan elektronik di rumah.

Gbr 7. Grafik asumsi penghematan listrik

VII. SARAN

1. Sistem yang di kembangkan adalah prototipe dan sangat

mungkin untuk di kembangkan lebih jauh sehingga

mendapatkan hasil maksimal sesuai dengan kebutuhan.

2. Sistem yang di kembangkan belum memperhatikan faktor

keamanan dan stabilitas koneksi ke server. Diperlukan

penelitian lebih lanjut untuk bisa menjadikan sistem sesuai

kebutuhan konsumen.

REFERENSI

[1] L.L. Liang, L.F. Huang, X.Y. Jiang, V. Yao, “Design and implementation of wireless smart-home sensor network based on

ZigBee protocol,” International Conference on Communications,

Circuits and Systems, 2008, pp. 434-438. [2] WAP Forum. Wireless Application Protocol Wireless Markup

Language Specification.

[3] Mallick, Martyn, Mobile and Wireless Design Essentials, Wiley Publishing, Canada, 2003.

[4] Tongam Sihol Nababan, Permintaan Energy Listrik Rumah Tangga,

Studi Kasus Pengguna Kelompok Rumah Tangga, 2008. [5] Agung, Gregorius, WAP Programming dengan WML, PT. Elex Media

Komputindo, Jakarta, 2001

[6] Sanjaya, Ridwan & Purbo, Onno W, WAP dengan PHP, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001.

[7] Kadir, Abdul. Dasar Pemrograman WEB dinamis menggunakan PHP,

Andi Offset, Yogyakarta, 2002. [8] Apache HTTP Server Documentation Project, Apache HTTP Server

Version 1.3, http://httpd.apache.org/docs/w

[9] Aji, R. Kresno, Tip Dasar Pengoperasian & Trik Setting Jaringan, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2001

[10] Heywood, Drew, Networking with Microsoft TCP/IP, 1st, Simon &

Schuster Pte Ltd, Asia,1996. [11] Alkar, A. Z., & Buhur, U. (2005). An Internet Based Wireless Home

Automation System for Multifunctional Devices.IEEE Consumer

Electronics, 51(4), 1169-1174. Retrieved from http://www.thaieei.com/embedded/pdf/Automation/20022.pdf

[12] Delgado, A. R., Picking, R., & Grout, V. (2006) Remote-controlled

home automation systems with different network technologies.

Proceedings of the 6th International Network Conference (INC 2006),

University of Plymouth, 11-14 July 2006, pp. 357-366. Retrieved from

http://www.newi.ac.uk/groutv/papers/p5.pdf [13] Maulana, M Arif. Bagus, Sistem Pengendali Piranti Melalui Jaringan

Internet dengan Menggunakan Bahasa Scripting PHP dan Bahasa

Pemrograman ANSI C, Universitas Diponegoro,Semarang, 1998, [14] Syukur, Mark Ade, Aplikasi Web dengan PHP, Karya Ilmiah

Universitas Gunadarma, Jakarta,1999.

[15] Bakken S. S ,Schimdt E, PHP Manual, http://www.php.net/manual/en/,2012

[10] L.N. Zhang, X.C. Hong, “The Successful Application of ZigBee

technology in the smart home,” Science & Technology Information, vol. 16, 2008, pp. 19-20. (in Chinese)

Page 57: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

PEROLEHAN CITRA SEL TUNGGAL PAP SMEAR UNTUK

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PROSES

PEMISAHAN SEL TUMPANG TINDIH DAN

ELIMINASI SEL RADANG

DISERTASI

Karya tulis sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Doktor dari

Institut Teknologi Bandung

Oleh

DWIZA RIANA

NIM : 33211015

(Program Studi Teknik Elektro dan Informatika)

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015

Page 58: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

ABSTRAK

PEROLEHAN CITRA SEL TUNGGAL PAP SMEAR UNTUK

DETEKSI DINI KANKER SERVIKS MELALUI PROSES

PEMISAHAN SEL TUMPANG TINDIH

DAN ELIMINASI SEL RADANG

Oleh

Dwiza Riana

NIM : 33211015

Diagnosis kanker serviks pada citra Pap smear terkadang sulit dilakukan

padahal merupakan prosedur yang sangat penting. Untuk memperoleh informasi

diagnostik yang dapat diandalkan, nukleus dan karakteristik sel harus diidentifikasi

dan dievaluasi dengan benar. Namun, kehadiran sel-sel radang dan sel tumpang

tindih dalam citra mikroskopik Pap smear mempersulit proses deteksi. Disertasi ini

difokuskan pada pengembangan metode segmentasi citra untuk secara efisien

menangani masalah keberadaan spesifik sel-sel radang dan sel tumpang tindih pada

citra mikroskopik Pap smear untuk mendapatkan sel tunggal bagi deteksi dini

kanker serviks. Citra mikroskopik Pap smear memiliki kompleksitas dan

karakteristik tertentu, tantangan bagi setiap metode segmentasi untuk mengatasi

kompleksitas dan masalah citra Pap Smear, yaitu tingginya tingkat tumpang tindih

sel, kurangnya homogenitas dalam intensitas citra dan keberadaan sel-sel radang.

Tujuannya untuk mencapai identifikasi akurat dari daerah tertentu yang menjadi

perhatian, dan agar mendapatkan kesimpulan yang dapat diandalkan tentang konten

dari citra Pap smear. Pengolahan citra Pap smear terkait dengan beberapa aspek

dari bidang ilmiah pengolahan citra biomedis, seperti deteksi objek, delinasi objek,

pemisahan bagian yang tumpang tindih dan identifikasi normal dan abnormal dari

objek sel dalam citra yang mengandung noise dan artefak. Permasalahan dalam

penelitian ini adalah mengatasi keberadaan sel tumpang tindih dan sel radang pada

citra mikroskopik Pap smear. Membangun teknik segmentasi pada citra sel

tumpang tindih adalah rintangan utama untuk analisis sel servik. Dalam penelitian

ini, algoritma segmentasi dikembangkan untuk pemisahan sel tumpang tindih dan

segmentasi sel radang pada citra Pap smear. Tahapan pre-processing berupa

konversi warna, peningkatan citra, pengenalan objek dan pembersihan latar

belakang dengan rule klasifikasi tekstur untuk menghasilkan cropping sel tumpang

tindih secara otomatis. Segmentasi sel tumpang tindih dilakukan untuk segmentasi

sitoplasma tumpang tindih dan daerah tumpang tindih dengan graylevel

thresholding. Proses selanjutnya dilakukan delinasi sel tumpang tindih dengan

empat proses yaitu pembagian daerah tumpang tindih, pencarian jarak terdekat dari

pinggiran daerah tumpang tindih, penyambungan pinggiran sitoplasma tumpang

tindih dengan pendekatan geometri dan proses isolasi sel tumpang tindih. Proses ini

menghasilkan perolehan citra sel tunggal. Tahap selanjutnya dilakukan eliminasi

Page 59: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

ii

sel radang dan deteksi nukleus dengan kombinasi graylevel thresholding dan

defenisi aturan jarak. Akhirnya dilakukan analisa morphologi dan identifikasi sel

untuk menentukan kenormalan sel. Metode pemisahan sel tumpang tindih

dievaluasi dengan menggunakan 21 citra yang mengandung 24 citra sel tumpang

tindih, 61 sel nukleus dan 155 sel radang dengan lima ukuran daerah tumpang tindih

yang berbeda-beda yaitu >150x200 piksel, > 100 x 200 piksel, >150x150 piksel,

>150x200 piksel, >100x100, dan >200x200 piksel. Dari analisis data uji citra

mikroskopik Pap smear menunjukkan pemisahan sel tumpang tindih dapat

menghasilkan perolehan citra tunggal Pap smear. Metode eliminasi sel radang

dapat secara signifikan menghilangkan sel-sel radang dan mendeteksi nukleus pada

142 citra sel tunggal yang berhasil diisolasi, di mana identifikasi berupa fitur area,

perimeter dan roundness nukleus dan sitoplasma serta klaisikasi sel dapat

dilakukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode eliminasi sel radang secara

signifikan menyederhanakan proses deteksi nukleus, sehingga mengurangi jumlah

sel inflamasi yang dapat mengganggu Aspek-aspek yang dibahas dalam penelitian

ini, memberikan konteks yang terintegrasi untuk analisis secara efisien bagi deteksi

otomatis kanker serviks untuk segmentasi sel radang dan pemisahan sel tumpang

tindih pada citra sel mikroskopik Pap smear.

Kata kunci: citra Pap smear images, nukleus, sel radang, sel tumpang tindih,

segmentasi, threshold, area, perimeter, roundness, cervical cancer. Total kata:

496

Page 60: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

iii

ABSTRACT

IMAGE ACQUISITION OF PAP SMEAR SINGLE CELL FOR

EARLY DETECTION OF CERVICAL CANCER CELLS

THROUGH THE PROCESS OF SEPARATION OF

OVERLAPPING CELLS AND ELIMINATION OF

INFLAMMATORY CELLS By

Dwiza Riana

NIM : 33211015

The diagnosis of cervical cancer in Pap smear images is a difficult though

extremely important procedure. In order to obtain reliable diagnostic information,

the nuclei and their characteristics must be correctly identified and evaluated.

However, the presence of inflammatory and overlapping cells in these images

complicates the detection process. This dissertation is focused on the development

of image segmentation methods for efficiently handle specific problems presence

of inflammatory cells and cell overlapping on the Pap smear microscopic images to

obtain single cells for early detection of cervical cancer. Microscopic Pap smear

image present great complexity and particular characteristics, the challenge for any

methodology is to overcome the complexity and problems on Pap smear images,

namely, the high degree of cell overlapping, the lack of homogeneity in image

intensity and the existence of inflammatory cells. The goal is to achieve an accurate

identification of the region of interest, and as a result to obtain reliable conclusions

about the content of the Pap smear images. The processing of Pap smear images is

related with several aspects of the scientific field of biomedical image processing,

reviews such as object detection, object delineation, separation of partially occluded

or overlapping objects and identification of normal and abnormal objects in images

containing noise and artifacts.

The problem in this research is to overcome the existence of overlapping

cells and inflammatory cells in the microscopic image of the Pap smear. Develoving

segmentation techniques for overlapping cell has become a major hurdle for

automated analysis of cervical cells. In this research, the segmentation algorithms

developed for the separation of overlapping cells and inflammatory cells in the

image segmentation Pap smear. The pre-processing such as color conversion, image

enhancement, object recognition and cleaning background with rule of texture

classification to generate a cropping overlapping cell automatically. The

segmentation of overlapping cell segment such as segmentation of cytoplasm

overlapping, and segmentation of areas overlapping with graylevel thresholding.

The delineation of overlapping cell with four processes, namely the division of areas

overlapping, the search for the closest distance from the edges area overlapping,

outskirts of cytoplasmic splicing overlap with the approach of geometry and

isolation of cells overlapping. This process resulted in the acquisition of the image

of a single cell. The next stage is detection of

Page 61: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

iv

inflammatory cells and nucleus performed by definition of distance rule. Finally,

morphological analysis and identification of the cell automatically to determine the

normality of the cell. Overlapping cell separation methods were evaluated using 21

images containing 24 images of overlapping cells , 61 cells and 155 cell nucleus

inflammation in five overlapping areas with different size are > 150x200 pixels,>

100 x 200 pixels,> 150x150 pixels,> 150x200 pixels,> 100x100, and> 200x200

pixels. Analysis of the test data Pap smear microscopy image shows the separation

of overlapping cells can produce a single image acquisition Pap smear. The method

of elimination of inflammatory cells can significantly eliminate inflammatory cells

and detect nuclei in all the image of 142 single cells of data set, where the

identification of such features area, perimeter and roundness of the nucleus and the

cytoplasm and cell classification can be done. The results show that this method

significantly simplifies the process of detection nucleus, thereby reducing the

number of inflammatory cells that can interfere. The aspects discussed in this study,

provide an integrated context for analysis efficiently for automated detection of

cervical cancer for segmentation of inflammatory cells and separation of

overlapping cell on Pap smear microscopic cell images.

Keyword: Pap smear images, nucleus, inflammatory cells, overlapping cells,

segmentation, threshold, area, perimeter, roundness, cervical cancer.

Page 62: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

v

Page 63: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

vi

Dipersembahkan kepada Ibunda Hj Salbiyah Saropi, Ayahanda H. Zakaria

Husein Safe’i. Suami terkasih H. Moch. Hendro Gunawan, Anak-anakku Alya

Shafira Hewiz dan Rayhan Konan Ferdion

Page 64: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

vii

PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI

Disertasi Doktor yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan

Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak

cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut

Teknologi Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi

pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus

disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.

Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh disertasi haruslah seizin

Direktur Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.

Page 65: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

viii

KATA PENGANTAR

Penulis bersyukur ke hadirat Allah SWT. Hanya berkat dan rakhmat Allah SWT

penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini, yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Institut Teknologi Bandung.

Penulis sangat berterima kasih pada Prof. Dr. Ir. Tati Latifah R. Mengko, sebagai

ketua Tim Pembimbing atau promotor, atas segala saran, bimbingan dan nasehatnya

selama penelitian berlangsung dan selama penulisan disertasi ini.

Penulis juga berterima kasih atas saran, kritik dan nasehat dari anggota Tim

Pembimbing atau co promotor Dr. Ir. Dwi H. Widyantoro.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pimpinan, dosen dan staf di

lingkungan STEI ITB dan Sekolah Pasca Sarjana yang telah memberikan arahan

dan bantuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Doktor.

Penulis juga berterima kasih kepada Laboratorium Patologi Klinik Veteran

Bandung, tempat penulis mendapatkan data citra Pap smear. Kepada dr Oemie

Kalsoem, Sp. PA selaku Kepala Laboratorium Khusus Patologi Veteran Bandung

dan dokter ahli patologi atas bantuan verifikasi ilmiah serta telah berkolaborasi

dengan penulis dalam proses penelitian.

Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi atas bantuan Beasiswa program doktor

BPPDN angkatan 2011, Beasiswa Sandwich Program/ Program Peningkatan

Publikasi Internasional Mahasiswa S3 di Ioannina of University (2013) dan hibah

Penelitian Disertasi Doktor dari Ditlitabmas tahun 2014, yang diterima selama

pendidikan program doktor.

Page 66: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

ix

Terima kasih kepada Prof. Christophoros Nikou, Marina E. Plissiti, PhD, dan

Vrigkas Michalis atas diskusi, masukan dan bantuan kepada penulis dalam

penulisan jurnal dan bantuan selama melakukan penelitian di Ioannina, Greece.

Ketua Yayasan Bina Sarana Informatika (BSI) dan Ketua Yayasan Indonesia Nusa

Mandiri beserta segenap pengurus yayasan yang telah memberikan kesempatan dan

bantuan baik moril maupun materiil bagi penulis untuk melanjutkan studi di

Program Doktor STEI ITB. Direktur BSI dan seluruh jajarannya. Rektor dan staf

karyawan di Universitas BSI Bandung atas kerjasama selama ini sehingga ritme

kerja dan kuliah dapat berdampingan secara dinamis.

Suamiku tercinta H. Moch. Hendro Gunawan, ST, MT, atas pengertian, perhatian,

dukungan moril dan doa’nya, semoga ALLAH membalas kebaikan mas dengan

pahala yang berlipat ganda. Putri dan putra kami tercinta Alya Shafira Hewiz dan

Rayhan Konan Ferdion atas kesabaran dan keikhlasan waktu untuk menemani di

setiap kondisi.

Papak dan Mamak, serta Mami dan Opa terima kasih atas segala doa, cinta, kasih

sayang, dan dukungan yang tiada batasnya, semoga ALLAH melimpahkan berkah

sebagai balasannya, Cak, Kak Toton, adik-adik (Triza-Kia, Andi-Tini, Fauzan- Irin)

serta seluruh keluarga besar Soedijono, Saropi dan Monasir yang senantiasa

mengiringi dengan doa, harapan dan semangat.

Teman-teman di Program Doktor STEI ITB, khususnya angkatan 2011, 2010 dan

2013 terima kasih atas semangat, kerjasama dan bantuan yang diberikan selama

menjalani perkuliahan. Pak Tohir atas waktu diskusi dan debat dalam memahami

Matlab.

Page 67: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

x

DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................................. i

ABSTRACT .......................................................................................................... iii

PEDOMAN PENGGUNAAN DISERTASI ...................................................... vii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI .......................................................... xiv

DAFTAR TABEL............................................................................................. xviii

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI ................................................................ xx

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................... xxi

Bab I Pendahuluan .......................................................................................... 1

I.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1

I.2 Rumusan dan Batasan Masalah ........................................................... 3

I.3 Tujuan .................................................................................................. 4

I.4 Ruang Lingkup .................................................................................... 4

I.5 Hipotesis .............................................................................................. 5

I.6 Peta Jalan Penelitian dan Kontribusi ................................................... 5

I.6.1 Peta Jalan Penelitian ...................................................................... 8

I.6.2 Kontribusi Penelitian ................................................................... 13

I.7 Sistematika Penulisan ........................................................................ 13

Bab II Tinjauan Pustaka .............................................................................. 15

II.1 Penelitian Kanker Serviks dan Citra Sel Mikroskopik Pap

smear 15

II.2 Citra Tunggal dan Tumpang tindih Pap smear .................................. 16

II.3 Segmentasi pada Citra Pap smear ..................................................... 18

II.3.1 Pengaturan Thresholding ............................................................. 18

II.3.2 Deteksi Tepi (Edge Detection) .................................................... 19

II.3.3 Morphologi Matematika (Mathematical Morphology) ............... 21

II.3.4 Klasifikasi piksel (Pixel Classification) ...................................... 22

II.3.5 Pencocokan Bentuk (Template Matching) .................................. 24

II.3.6 Model Perubahan bentuk (Demorfable Models) ......................... 25

II.3.7 Segmentasi pada Citra Sel Tumpang tindih ................................ 26

Page 68: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xi

II.3.8 Klasifikasi Citra Sel Pap smear ................................................... 32

Bab III Akuisisi dan Komponen Citra Mikroskopik Pap smear .................... 35

III.1 Sampel Pap smear dan Permasalahannya ................................................. 35

III.2 Proses Akuisisi Sampel Mikroskopik Pap smear pada Laboratorium

Khusus Patologi Veteran Bandung ................................................................... 37

III.3 Jenis dan Komponen Citra Mikroskopik Pap smear ................................ 43

III.4 Segmentasi Area Nukleus dan Perbandingan dengan Area Sitoplasma .. 47

Bab IV Eliminasi Sel Radang dan Deteksi Nukleus pada Citra Sel Tunggal

Pap smear 54

IV.1 Material dan Metode .......................................................................... 56

IV.1.1 Pre-processing ............................................................................. 58

IV.1.2 Segmentasi Citra dan Sub Citra ................................................... 60

IV.1.3 Ekstraksi Sel Radang dan Deteksi Nukleus ................................. 63

IV.1.4 Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel ..................................... 65

IV.2 Hasil Eksperimen ............................................................................... 68

IV.2.1 Studi Group ................................................................................. 68

IV.2.2 Evaluasi Numerik ........................................................................ 68

IV.2.3 Hasil Analisa Fitur Morphologi ................................................... 73

IV.3 Diskusi ............................................................................................... 76

IV.3.1 Evaluasi dari metode yang diusulkan .......................................... 76

IV.3.2 Perbandingan Metode Usulan dengan Metode Lain ................... 78

Bab V Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel Radang Pap

Smear 81

V.1 Delinasi Sel Tumpang Tindih. ........................................................... 83

V.2 Material dan Metode .......................................................................... 89

V.2.1 Pre-processing ............................................................................. 95

V.2.2 Cropping sel tumpang tindih otomatis ...................................... 105

V.2.3 Segmentasi Sel Tumpang Tindih ............................................... 105

V.2.4 Hasil Delinasi Sel Tumpang Tindih .......................................... 106

V.2.5 Deteksi nukleus dan sel radang pada sel tunggal ...................... 108

V.2.6 Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel ................................... 109

V.3 Hasil Eksperimen dan Evaluasi ....................................................... 110

Page 69: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xii

V.3.1 Evaluasi Numerik ...................................................................... 110

V.3.2 Studi Group ............................................................................... 115

V.3.3 Hasil Analisa Fitur Tekstur dan Morphologi ............................. 118

V.4 Diskusi ............................................................................................. 124

Bab VI Kesimpulan dan Pengembangan Riset ......................................... 130

VI.1 Kesimpulan ...................................................................................... 131

VI.2 Pengembangan Riset ........................................................................ 132

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 133

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... 141

Page 70: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Makalah pada International Journal of E-Health and

Medical Communications (IJEHMC)

2. Makalah pada American Institute of Physics (AIP)

Publishing ............................................................................ 144

Page 71: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xiv

DAFTAR GAMBAR DAN ILUSTRASI

Gambar I.1 Peta Penelitian Citra Pap smear Tahun 1981 – 2008 ....................... 6

Gambar I.2 Peta Penelitian Citra Pap smear Tahun 2009 – 2015 ………… 7

Gambar I.3 Citra (a) dan (b) adalah contoh citra yang digunakan dalam

penelitian ini yang memiliki sel tunggal, nukeus dan sitoplasma

yang tumpang tindih dan sel radang. Citra tunggal

penelitian sebelumnya citra (c) dan (d) oleh Plissiti dan

Nikou (2013) tanpa sel radang ············································8

Gambar II.1 Proses Pengambilan Sampel Pap smear (Riana, 2010) ··············· 15

Gambar II.2 Penelitian Kanker Serviks ················································· 16

Gambar II.3 Sel tunggal (a) dan tumpang tindih (b) dengan sel radang ............... 17

Gambar III.1 Contoh Sampel Pap smear konvensional ······························· 35

Gambar III.1 Sistem Berjalan Pemeriksaan Slide Pap smear di Laboratorium

Patologi Klinik Veteran Bandung ······································· 39

Gambar III.2 Proses Akuisisi Citra ....................................................................... 40

Gambar III.4 Database Citra tunggal dan tumpang tindih dengan sel radang

Pap smear (1a) Slide CV-140949 dan (1b) CV-142200 ................... 42

Gambar III.5 Contoh Citra Pap smear Konvensional Sel bertumpuk dan

Dipenuhi Sel radangRadang ·············································· 43

Gambar III.6 Contoh lactobacilli sebagai latar belakang pada citra Pap smear 47

Gambar III.7 Citra asli sel nukleus hasil cropping kelas normal dan abnormal

(1a-7a) dan hasil penggabungan citra R+G+B masing-masing

kelas (1b -7b)....................................................................................48

Gambar III.8 Contoh hasil akhir luas nukleus salah satu citra yang diterapkan

pada 4 metode deteksi tepi ............................................................. 48

Gambar III. 9 Grafik Rekomendasi Kanal Warna untuk Setiap

Kelas ................................................................................................ 52

Gambar IV.1 Contoh Citra Asli ························································· 56

Gambar IV.2 Skema segmentasi dan eliminasi sel radang pada sel tunggal ....... 57

Gambar IV.3 Citra asli dan hasil pre-processing ................................................. 59

Gambar IV.4 Citra invert binary dan hasil cropping otomatis sel ················· 61

Page 72: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xv

Gambar IV.5 Ilustrasi centroid dan bounding box ································· 61

Gambar IV.6 Hasil tahapan preprocessing pada sub citra.························ 62

Gambar IV.7 Kandidat Nukleus dalam Sel ········································· 63

Gambar IV.8 Ekstraksi sel radang sebuah citra setelah aplikasi metode

yang diusulkan ·························································· 64

Gambar IV.9 Proses Eliminasi sel radang··········································· 66

Gambar IV.10 Hasil eliminasi sel radang, (a) Sel radang yang telah

diekstraksi jenis sel telah diidentifikasi dan (b) Menunjukkan

nilai fitur dari nukleus terdeteksi.····································· 66

Gambar IV.11 Hasil dari metode yang diusulkan untuk ekstraksi sel radang

dan deteksi sitoplasma dan nukleus ································· 69

Gambar IV.12 Grafik yang menunjukkan perbandingan area nukleus

(kurva bawah) dan sitoplasma (kurva atas)untuk 86 citra········· 73

Gambar IV.13 Grafik perbandingan nilai perimeter 86 citra, sitoplasma

(‘+’) dan nukleus (garis kontinu) ···································· 73

Gambar IV.14 Grafik Garis Perbandingan Roundness antara Sitoplasma

dan Nukleus······························································ 74

Gambar IV.15 Citra hasil reduksi sel radang pada sel tumpang tindih. Citra

asli (a) (c) dan citra hasil dimana sitoplasma dideteksi sebagai

satu sel (b) (d) ··························································· 75

Gambar IV.16 Data latih untuk klasifikasi Bayesian ····························· 77

Gambar V.1 Ilustrasi Pemisahan Sel Tumpang Tindih. ·························· 82

Gambar V. 2 Posisi Titik Kriteria 1 ················································· 85

Gambar V. 3 Posisi Titik Kriteria 2 ················································· 85

Gambar V. 4 Posisi Titik Kriteria 3 ················································· 85

Gambar V. 5 Posisi Titik Kriteria 4 ·················································· 86

Gambar V. 6 Posisi Titik Kriteria 5 ················································· 86

Gambar V. 7 Posisi Titik Kriteria 6 ················································· 86

Gambar V. 8 Posisi Titik Kriteria 7 ·················································· 86

Gambar V. 9 Posisi Titik Kriteria 8 ················································· 87

Gambar V.10 Contoh Citra masukan ukuran 1280 x720 dengan dua sel

tumpang tindih (1) dan ukuran 1600x1200 dengan lima sel

Page 73: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xvi

tumpang tindih (2) ............................................................................ 89

Gambar V.11 Skema pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang 92

Gambar V.12 Citra hasil proses konversi warna dan peningkatan citra ··········· 95

Gambar V.13 Objek-objek yang dikenali dalam citra sel tumpang tindih ········· 96

Gambar V.14 Arah-arah yang ada pada GLRL ········································ 98

Gambar V.15 Proses cropping manual sel nukleus dan sel radang .................... 100

Gambar V.16 Hasil CCI untuk Decision Tree learning algorithm (J48) 135º ... 101

Gambar V.17 Rule Klasifikasi Fitur GLRLM untuk Sel Nukleus dan

Sel Radang ..................................................................................... 102

Gambar V.18 Citra sel tumpang tindih hasil dari pembersihan latar belakang 103

Gambar V.19 Hasil pre processing citra cropping sel tumpang tindih (a-c)

dan daerah tumpang tindih (d-e) ······································· 103

Gambar V.20 Hasil segmentasi citra sel tumpang tindih ··························· 104

Gambar V.21 Contoh hasil segmentasi citra daerah tumpang tindih ············· 105

Gambar V.22 Citra hasil pembagian daerah tumpang tindih menjadi

dua bagian ································································ 105

Gambar V. 23 Hasil Penyambungan Pinggiran Sitoplasma ······················· 106

Gambar V. 24 Hasil proses delinasisel dan hasil akhir citra-citra tunggal ······· 106

Gambar V. 25 Ilustrasi deteksi sel nukleus dan radang pada citra ················ 107

Gambar V. 26 Hasil akhir deteksi sel nukleus dan radang ························· 108

Gambar V. 27 Proses Citra sel tumpang tindih, sel tunggal dan sel radang ····· 109

Gambar V. 28 Contoh Hasil Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi

Sel Radang ································································ 110

Gambar V. 29 Proses Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel

Radang ····································································· 114

Gambar V.30 Ilustrasi proses isolasi citra sel tumpang tindih pada beberapa

Citra dengan ukuran daerah tumpang tindih (a) > 100 x 200,

(b) >150x200, (c) >150x150, (d) >150x200 .................................. 115

Gambar V.31 Hasil akhir fitur morphologi dan identifikasi jenis sel ············ 116

Gambar V.32 Grafik Nilai Mean Sel Nukleus dan Sel Radang .............., ......... 118

Gambar V.33 Grafik perbandingan nilai area, roundness dan perimeter

nukleus citra sel tunggal terdeteksi .............................................. 121

Page 74: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xvii

Gambar V. 34 Grafik perbandingan nilai area nukleus dan area

sitoplasma ······························································ 121

Gambar V.35 Sel Nukleus dan Sel Radang yang terdeteksi ............................. 123

Gambar V.36 Citra dengan lima sel tumpang tindih ......................................... 124

Gambar V.37 Hasil pre-processing sel tumpang tindih dan daerah

tumpang tindih ............................................................................. 124

Gambar V.38 Ilustrasi Proses Delinasi pada Citra Empat Sel

Tumpang Tindih ........................................................................... 125

Gambar V.39 Grafik Nilai Daerah Tumpang Tindih dan Total

Waktu Proses .............................................................................. 126

Page 75: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel II.1 Kelebihan dan Keterbatasan dari Metode Penentuan Sel Citra

Pap smear ····························································································· 28

Tabel II.2 Rangkuman Teknik Segmentasi ············································· 31

Tabel III.1 Karakteristik 7 Kelas Sel Tunggal Pap smear (Riana dkk. 2010) ····· 44

Tabel III.2 Data Herlev (Jantzen,J.dkk. 2005) ········································· 47

Tabel III.3 Jumlah citra pada masing-masing kelas yang luas nukleusnya

mendekati luas manual ······················································· 49

Tabel III.4 Perbandingan korelasi Spearman’s rho (r) untuk 280 luas citra

sel nukleus ······································································ 49

Tabel III.5 Perbandingan korelasi Spearman’s rho untuk modifikasi kanal

warna pada kelas normal ····················································· 51

Tabel III.6 Perbandingan korelasi Spearman’s rho untuk modifikasi kanal

warna pada kelas abnormal ·················································· 51

Tabel III.7 Rangkuman hasil nilai korelasi Spearman rho untuk kelas normal

dan abnormal ··································································· 52

Tabel III.8 Rasio Area Nukleus dan Sitoplasma pada Tujuh Kelas

(diolah dari data Herlev (jantzen, 2005)) ··································· 53

Tabel IV.1 Contoh fitur sitoplasma dan nukleus sel tunggal ························ 65

Tabel IV.2 Algoritma_Segmentasi _Sel_Radang_pada_Citra_Sel_Tunggal_

Pap_ smear ···································································· 67

Tabel IV.3 Eksekusi Citra ································································ 69

Tabel IV.4 Perhitungan Sensitivity dan Specificity 79 Citra ························ 71

Tabel IV.5 Perbandingan nilai mean dan standar deviasi fitur sitoplasma

dan nukleus ····································································· 74

Tabel IV.6 Nilai Parameter-Parameter ·················································· 77

Tabel IV.7 Perbandingan Citra Hasil dari Ketiga Metode ··························· 78

Tabel V.1 Algoritma_Pembagian_Daerah_Tumpang_Tindih ······················· 83

Tabel V.2 Algoritma_Pencarian_Jarak_Terdekat ····································· 84

Tabel V.3 Ketentuan Penyambungan Daerah Tumpang tindih Sel

Horizontal ······································································· 84

Tabel V.4 Algoritma_Penyambungan_Pinggiran_Sitoplasma ······················ 87

Page 76: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xix

Tabel V.5 Algoritma_Isolasi_Sel_Tumpang_Tindih ································· 88

Tabel V.6 Data Citra yang Digunakan dalam Penelitian ····························· 90

Tabel V.7 Algoritma_ Pemisahan_Sel_Tumpang_Tindih_ dan eliminasi_sel

radang ··········································································· 93

Tabel V.8 Algoritma_Mencari_Nilai_GLRLM ····································· 101

Tabel V.9 Perhitungan Nilai Sensitivity dan Specificity ····································· 111

Tabel V.10 Eksekusi Seluruh dalam Menit ·········································· 112

Tabel V.11 Nilai Parameter Deteksi Otomatis dan Pemisahan

Sel Tumpang Tindih ························································ 113

Tabel V.12 Nilai Tekstur arah 135º untuk Sel Nukleus ···························· 118

Tabel V.13 Nilai Tekstur arah 135º untuk Sel Radang ....................................... 118

Tabel V.14 Hasil Fitur Morpologi Citra Sel Tunggal Terdeteksi ················ 119

Tabel V.15 Contoh Hasil Identifikasi Sel Tunggal Terdeteksi .......................... 122

Tabel V.16 Perbandingan Metode Usulan dengan State of The Art * ................ 127

Page 77: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xx

DAFTAR ISTILAH DAN DEFINISI

No Nama Defenisi Konseptual Keterangan

1 Sel Tunggal

Satu sel yang terdiri dari

sitoplasma dan nukelus. Sel relatif

kecil, bentuk bulat, dengan inti

besar, letaknya di tengah,

sitoplasma sedikit, padat, agak

gelap, dan berwarna basofil

(Lestadi, 2009).

2 Sel

Tumpang

Tindih

Dua atau lebih sel tunggal yang

bertumpuk atau tumpang tindih.

3 Sitoplasma

Sitoplasma adalah bagian sel yang

terbungkus membran sel. Pada sel

eukariota, sitoplasma adalah

bagian non-nukleus dari

protoplasma. Pada sitoplasma

terdapat sitoskeleton, berbagai

organel dan vesikuli, serta sitosol

yang berupa cairan tempat organel melayang-layang di dalamnya

4 Sel Nukleus

Nukleus (jamak: nuklei) dalam arti

umum adalah inti atau bagian

tengah yang dikelilingi bagian-

bagian lain dalam kelompok atau

kumpulan. Dalam biologi seluler,

nukleus memiliki arti khusus yaitu

inti sel, bagian dari sel yang

mengandung kromosom (materi genetik atau DNA).

5 Sel Radang

Sel radang atau inflamasi

berbentuk bulat kecil dan

berwarna hitam dalam konteks

penelitian ini adalah sel radang

mengganggu lapang pandang

pembacaan preparat. Jika terlalu

banyak sel radang dapat

menyulitkan diagnosa ahli patologi

karena sel-sel tertutup radang dan

lapang pandang menjadi kotor. Hal

ini menyulitkan penilaian pada sel.

Page 78: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xxi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN Nama Pemakaian

pertama kali pada halaman

HVP

ACS

WHO

dkk

HD

C525

CH20

CH21

JPEG

GLCM

GLRLM

CV

CIN

NS

NI

NC

MLD

SD

MD

CIS

R

G

B

min

Max

ROI

RAM

Human Papilloma Virus

American Cancer Society

World Health Organization

dan kawan-kawan

Merk Kamera Logitech

Merek web cam

No Seri Mikroskop

No Seri Mikroskop

Joint Photographic Experts Group

Gray Level Co-occurrence Matrixr

Grey-Level Run-Length Matrix

Awalan nomor registrasi slide

Cervical Intraepithelial Neoplasia

Normal Superficial

Normal Intermediate

Normal Columnar

Mild (Light) Dysplasia

Severe Dysplasia

Moderate Dysplasia

Carcinoma In Situ

Red (merah)

Green (Hijau)

Blue (Biru)

minimum

Maximum

Regions of Interest

Random Access Memory

1

1

1

1

4

4

4

4

4

12

34

42

43

44

44

44

44

44

44

44

47

47

47

53

53

59

68

Page 79: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xxii

GB

TP

TN

FN

FP

SRE

LRE

GLN

RP

RLN

LGRE

HGRE

SRLGE

SRHGE

LRLGE

LRHGE

CCI

J 48

LAMBANG

f(x,y)

g(x,y)

fsmooth(x,y)

fsharp (x,y)

k

π

(m,n)

Si(mi,ni)

Cnj(mj,nj)

D

(Xi , Yj)

(Pi, Qi)

Gigabyte

True Positif

True Negatif

False Negatif

False Positif

Short Runs Emphasis

Long Runs Emphasis

Gray Level Nonuniformity

Run Percentage

Run Length Non-uniformity

Low Gray Level Run Emphasis

High Gray Level Run Emphasis

Short Run Low Gray-Level Emphasis

Short Run High Gray-Level Emphasis

Long Run Low Gray-Level Emphasis

Long Run High Gray-Level Emphasis

Correctly Classified Instances

Nama Algoritma

Fungsi f( x,y)

Fungsi f( x,y)

Fungsi pada rumus unsharp

Fungsi unsharp

Konstanta pada rumus unsharp

Phi

Baris dan kolom

Centroid Sitoplasma

Centroid Calon nukleus

Jarak Terdekat

Titik Boundary

Koordinat tepi tumpang tindih

68

70

70

70

70

98

98

98

98

99

99

99

100

100

100

100

101

101

59

59

59

59

59

65

67

67

67

67

89

83

Page 80: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

xxiii

K

m

Y

X

p(i, j |θ)

Nr

Konstanta

Gradien

Sebuah fungsi garis

Variabel

Intensitas i dengan banyaknya elemen j,

dalam arah θ

Jumlah different run length

83

83

88

88

89

90

Page 81: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

1

Bab I Pendahuluan

Pendahuluan ini dirinci dalam subbab, yaitu latar belakang, masalah penelitian,

tujuan, lingkup permasalahan, dan hipotesis yang digunakan, peta jalan penelitian

dan kontribusi yang dihasilkan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan disertasi.

I.1 Latar Belakang

Kanker serviks disebabkan oleh Human Papilloma Virus atau yang lebih dikenal

dengan virus HPV. Pada tahun 2013, American Cancer Society (ACS)

memperkirakan bahwa 12.360 wanita didiagnosa kanker serviks, dan 4030 atau

hampir sepertiganya wanita akan meninggal karena penyakit kanker serviks (Siegel

dkk. (2014)). Di negara maju kejadian kanker serviks dan tingkat kematian telah

mengalami penurunan sejak diperkenalkannya test Pap oleh Papanicolaou (1942)

di pertengahan abad ke 20, dan secara kontinu mengalami penurunan sampai hari

ini (Howlander dkk. (2013)). Pada kurun waktu 2001-2010, kejadian kanker serviks

meningkat dengan rata-rata peningkatan pertahun 2.0% pada wanita dengan usia

lebih muda dari 50 tahun, dan 3.1% pada wanita usia 50 tahun dan lebih tua. Pada

periode yang sama, menurut Howlander dkk (2013) tingkat kematian rata-rata

menurun 1,3% pada wanita lebih muda dari 50 tahun dan 1.9% pada wanita usia 50

tahun ke atas. Pada tahun 2012 ACS bekerjasama dengan 25 organisasi bekerjasama

mengeluarkan panduan skrining kanker serviks untuk pencegahan dan deteksi dini

kanker serviks (Saslow dkk. 2012). Panduan skrining dibuat lebih spesifik yang

berdasarkan usia wanita, riwayat skrining, faktor resiko dan pemilihan skrining test

(Smith dkk. 2014). Sehingga memang memungkinkan terjadi penurunan angka

kematian akibat kanker serviks, selain itu di negara maju kesadaran pemeriksaan

dini sudah tinggi.

Di negara berkembang, kanker serviks adalah kanker kedua yang paling umum di

kalangan wanita, di mana lebih dari 85% dari 530 000 kasus baru kanker serviks

yang terjadi di seluruh dunia (Jemal dkk, 2011). Insiden kanker serviks menurut

World Health Organization (WHO) tiap tahun di seluruh dunia menunjukkan

bahwa rata-rata jumlah kasus baru sekitar 490.000 dan 240.000 diantaranya

Page 82: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

2

meninggal (Prayitno, 2006). Estimasi kasus kanker serviks, seluruh dunia setiap

satu menit, satu kasus baru dan setiap dua menit, satu kematian (Kusuma (2012)).

Tingkat kanker serviks di Indonesia tinggi, laporan tentang kejadian kanker serviks

dan efektivitas skrining sangat terbatas. Rumah sakit pemerintah melaporkan

kanker serviks sampai 28% di antara semua kasus kanker perempuan, mewakili

75% dari semua kanker ginekologi yang sebagian besar didiagnosis pada stadium

lanjut menurut Tjindarbumi dkk. (2002) dan Aziz (2009). Insiden kanker serviks di

Indonesia setiap hari 41 kasus kanker serviks baru dan setiap hari terdapat 20

kematian akibat kanker serviks menurut Kusuma (2012).

Tes Papanicolaou juga disebut Pap smear atau tes Pap, adalah metode tes kesehatan

yang dapat membantu mencegah kanker serviks. Tujuan utama dari Pap smear

adalah untuk mendeteksi kelainan sel yang mungkin terjadi atau sebelum kanker

berkembang. Interpretasi yang benar dari pemeriksaan mikroskopis sel dan jaringan

sangat penting untuk keputusan diagnosis akhir penyakit.

Namun proses skrining Pap smear memiliki kelemahan, terutama di banyak negara

berkembang di mana jumlah ahli patologi yang bisa memeriksa slide tidak

memadai. Di Indonesia, dengan populasi wanita usia produktif yang tersebar di 32

propinsi dengan kendala sarana dan sumber daya manusia terbatas, diperkirakan 80

% cakupan pemeriksaan akan diselesaikan dalam lima tahun dengan 7.992.486 tes

Pap smear pertahun (Kusuma (2012)). Interpretasi visual dari citra Pap smear

adalah memakan waktu dan dalam banyak kasus rawan terjadi kesalahan prosedur

(Plissiti dkk. (2011a)). Ini merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa Pap

smear konvensional menunjukkan kondisi sel yang dipenuhi sel radang dan

tumpang tindih. Selain itu, terdapat variasi dalam pencahayaan dan konsentrasi

pewarna dari sel-sel karena prosedur pewarnaan. Juga, terdapat faktor

mikrobiologis lain yang mempengaruhi, seperti pengeringan udara, darah yang

berlebihan, lendir, bakteri, atau peradangan, yang membuat penentuan dari sel-sel

yang mencurigakan menjadi tugas yang sulit menurut Plissiti dkk. (2011a). Selain

itu masih sedikitnya ahli patologi yang terampil dan berpengalaman serta prosedur

yang sangat rentan terhadap kesalahan manusia, yang menyebabkan ketidaktepatan

dan inkonsistensi dari diagnosis (Kusuma (2012), Suryatenggara

Page 83: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

3

dkk. (2009), Purwadi (2012)). Pada deteksi dini citra sel Pap smear dilakukan

pengamatan pada citra sel tunggal. Sehingga pada kondisi sel yang tumpang tindih

diperlukan teknik pemisahan sel tumpang tindih untuk mendapatkan citra sel

tunggal. Selain itu keberadaan sel radang juga perlu dieliminasi sehingga citra sel

tunggal cukup bersih dan terdiri dari nukleus, sitoplasma dan latar belakang. Selama

ini efisiensi analisis terhadap citra Pap smear menjadi perhatian banyak peneliti.

Metode deteksi dan segmentasi banyak diusulkan oleh beberapa peneliti yang

bertujuan membuat proses dan klasifikasi citra Pap smear menjadi akurat

diantaranya Isa, M. A. (2005), Chang dkk. (2009), Plissiti dkk. (2011a), Muhimmah

dkk. (2012), Moshavegh dkk. (2012), dan Tareef dkk (2015).

Dalam disertasi ini perolehan citra sel tunggal Pap Smear dilakukan melalui metode

pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang yang bertujuan menjadikan

proses deteksi dini kanker serviks menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Hal ini

dapat membantu petugas laboratorium, ahli patologi dan dokter dalam mendeteksi

dini sel kanker serviks melalui pemeriksaan mikroskopik pada citra sel Pap smear.

I.2 Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang maka rumusan dan batasan masalah penelitian ini

adalah sebagai berikut:

Rumusan Masalah:

1. Bagaimana memisahkan sel tumpang tindih menjadi sel tunggal sehingga

dapat membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker serviks?

2. Bagaimana mengatasi keberadaan sel radang pada citra sel tunggal

mikroskopis Pap smear sehingga proses identifikasi sel mudah dilakukan

dan membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker serviks?

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. Menggunakan citra dari hasil akuisisi citra sel tunggal dan sel tumpang

tindih yang memiliki sel radang dari Laboratorium Khusus Patologi Veteran

Bandung. Selain itu digunakan juga data Herlev (Jantzen, dkk, 2005). Kedua

kelompok data mikroskopik tes Pap smear tersebut sudah diverifikasi

secara manual oleh ahli patologi.

Page 84: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

4

2. Akuisisi citra pada slide Pap smear mengikuti prosedur manual

mikroskopik cahaya seperti yang digunakan ahli patologi dengan

pencahayaan bervariasi sesuai fungsi yang ada pada mikroskop.

3. Citra analog yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi teknik

pewarnaan Pap smear dan standarisasi preparat yang telah baku dan

digunakan secara luas.

4. Program pendukung yang dibangun menggunakan personal komputer atau

laptop dengan spesifikasi yang umum digunakan di Indonesia.

I.3 Tujuan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Memperoleh citra sel tunggal Pap smear untuk deteksi dini kanker servik

melalui pemisahan sel tumpang tindih pada citra sel mikroskopis Pap smear

sehingga dapat membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker serviks.

2. Mengeliminasi sel radang untuk menangani keberadaan sel radang sehingga

proses identifikasi nukleus pada citra sel mikroskopis Pap smear menjadi

mudah dilakukan dan membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker

serviks.

I.4 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian terdiri dari pemisahan citra sel tumpang tindih dan

eliminasi sel radang untuk memperoleh citra sel tunggal Pap smear untuk deteksi

dini kanker serviks. Citra sel diakuisisi dari slide Pap smear yang diperoleh dari

Laboratorium Khusus Patologi Veteran Bandung. Akuisisi citra dilakukan

menggunakan logitech camera (Logitech HD webcam C525) yang terpasang pada

mikroskop Olympus CH20 dan Olympus CX21. Pembesaran digunakan 40x dan

citra disimpan dalam format JPEG. Citra masukan yang digunakan memiliki

karakteristik yang sesuai dengan tujuan penelitian dan mewakili permasalahan yang

dihadapi oleh ahli patologi pada deteksi dini Pap smear. Berjenis squamous

Page 85: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

5

sel, yang terdiri dari citra berkelompok, baik sel tunggal maupun sel tumpang

tindih.

I.5 Hipotesis

Hipotesa_1 : Metode pemisahan sel tumpang tindih dapat menghasilkan citra sel

tunggal mikroskopis Pap smear sehingga dapat membantu ahli

patologi untuk mendeteksi dini kanker serviks.

Hipotesa-2 : Metode eliminasi sel radang pada citra tunggal Pap smear dapat

mengatasi persoalan keberadaan sel radang dan memudahkan

deteksi sel sehingga dapat membantu ahli patologi untuk

mendeteksi dini kanker serviks.

I.6 Peta Jalan Penelitian dan Kontribusi

Selama ini banyak metode muncul dalam literatur, yang ditujukan pada deteksi

nukleus dan sitoplasma dalam citra Pap smear. Dalam konteks ini, teknik

pengolahan citra dan ekstraksi ciri serta metode klasifikasi telah dikembangkan oleh

beberapa peneliti, untuk memperoleh kesimpulan yang berguna untuk karakterisasi

citra Pap smear. Alur penelitian yang akan disampaikan mengenai jenis sel yang

telah digunakan selama ini dalam penelitian citra Pap smear. Pada bagian ini juga

akan diberikan gambaran tentang fitur-fitur yang terkait dengan karakterisasi citra

Pap smear serta beberapa teknik segmentasi dan deteksi citra sel Pap smear dalam

rangka menjelaskan peta penelitian (the state of art) dalam bidang penelitian ini.

Gambar I.1 menunjukkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sejak tahun

1981 hingga 2008 yang terkait dengan citra sel Pap smear. Dapat dilihat bahwa

sebagian besar penelitian fokus pada citra sel tunggal tanpa sel radang, dan beberapa

peneliti telah melakukan upaya penelitian pada citra sel tumpang tindih.

Gambar I.2 merupakan pengelompokan penelitian pada tahun berikutnya 2009 –

2015, dari bagian ini terlihat bahwa penelitian tentang citra sel tumpang tindih mulai

banyak dilakukan.

Page 86: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

6

Tahun

2008 Menggunakan edge

enhancement baru untuk

perbaikan tepi nukleus dan

deteksi kontur sitoplasma.

Memperkenalkan metode

baru pengukuran error. (Yang-Mao dkk)

2005 Berdasarkan teknik Region

growing untuk menentukan

titik lokasi dengan nilai

threshold ditentukan secara otomatis (Isa dkk)

2004 Memperkenalkan sebuah

fungsi kriteria baru

berdasarkan struktur statistik

dari objek yang digunakan (Bak dkk)

2003 Memperkenalkan langkah

optimasi yang didasarkan

pada algoritma genetik

untuk meningkatkan kualitas

segmentasi (Lassouaoui dan

Hamami )

2002 Menggabungkan informasi

warna pada watershed

segmentasi.

Tingkat akurasi segmentasi

tinggi (Lezoray dan Cardot)

2000 Memperkenalkan formulasi baru tranformasi Hough.

Menggunakan deformable

model untuk perbaikan batas sel (Garrido.dkk)

1998

Memastikan batas tertutup

nukleus dan sitoplasma

Tingkat akurasi segmentasi

tinggi. (Bamford, dkk)

Menggabungkan

pengetahuan tentang

bentuk sel.

Menginvestigasi kasus

sel - sel payudara

(Wu. dkk)

1996 Segmentasi sederhana untuk

menentukan batas sel

Nukleus (Bamford, dkk)

1981 Identifikasi sel nukleus

berdasarkan kontur

nukleus dan profile densitas (Bengston,dkk)

Jenis

Sel

Sel Tunggal Sel tumpang tindih Sel Tunggal +Sel Radang

Sel tumpang

tindih+ Sel Radang

Gambar I.1 Peta Penelitian Citra Pap smear Tahun 1981 – 2008.

Bagian yang diarsir pada Gambar I.2 merupakan posisi riset atau penelitian ini,

yaitu pada kelompok sel tunggal dengan sel radang dan sel tumpang tindih dengan

sel radang. Posisi penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya

yang tidak memperhitungkan sel radang. Pada tahun 2014 terdapat satu penelitian

Page 87: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

7

yang juga meneliti tentang sel radang tetapi jenis citra yang digunakan berbeda

dengan penelitian ini.

Tahun

Deteksi sitoplasma

dan nukleus dengan

fungsi multi level set

(Lu dkk.).

2015 Eliinasi Sel

Radang pada citra

Pap smear

Pemisahan sel

tumpang tindih

dan eliminasi sel

radang pada citra

tumpang tindih Pap smear.

2014 Deteksi sitoplasma

dan nukleus dengan

pengelompokan dan

klasifikasi piksel

serta segmentasi

wilayah tumpang tindih (Tareef dkk)

2013 Deteksi Sitoplasma dengan

Canny dan Otsu, fitur area,

perimeter dan roundness

(Riana.dkk)

Deteksi otomatis

nukleus cervical

ephitelial Pap

smear

kemungkinan

tumpang tindih

dan sel radang (Muhimmah,dkk)

Analisa tekstur nukleus

dengan klasifikasi decision

tree (Riana.dkk)

Deteksi area/luas nukleus

dengan 4 operator dan

modifikasi kanal warna (Riana.dkk)

Deteksi nukleus dan

sitoplasma

(Ushizima,dkk)

2012 Segmentasi nukleus pada

sel epithelial menggunakan

operasi morphologi dan

transformasi watershed (Muhimmah,dkk)

Deteksi nukleus pada citra

liquid Pap smear (Malviya,dkk)

Deteksi dan segmentasi

pada sel free-lying nukleus (Moshavegh,dkk)

2011 Menggunakan

matematika

morphologi untuk

deteksi otomatis

lokasi nukleus. (Plissiti dkk)

2010 Segmentasi

kelompok nukleus (Jung dan Kim)

Menggunakan citra

binary untuk

menghitung nukleus (Jung dkk )

2009 Memastikan batas tertutup pada sel (Lin dkk)

Jenis

sel

Sel Tunggal Sel tumpang tindih Sel Tunggal

dengan Sel Radang

Sel Tumpang

tindih dengan Sel Radang

Gambar I.2. Peta Penelitian Citra Pap smear Tahun 2009 – 2015

Page 88: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

8

Selanjutnya akan dijelaskan mengenai peta jalan penelitian yang terkait dengan

Gambar I.1 dan Gambar I.2 tentang tiga bagian yaitu penelitian-penelitian yang

terkait dengan jenis sel yang digunakan dalam penelitian citra Pap smear, metode

segmentasi dan deteksi citra, serta klasifikasi citra sel Pap smear.

I.6.1 Peta Jalan Penelitian

a. Jenis Sel yang terdapat dalam Penelitian Citra Pap smear

Gambar I.3 adalah contoh citra penelitian yang digunakan dalam disertasi ini citra

(a) dan (b) yaitu citra sel tunggal dan sel tumpang tindih dengan sel radang. Salah

satu contoh citra Pap smear yang digunakan pada penelitian-penelitian sebelumnya

yaitu citra (c) dan (d) citra tunggal tanpa radang. Citra (b) dan (d) merupakan citra

hasil segmentasi manual oleh ahli Patologi.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar I.3 Citra (a) dan (b) adalah contoh citra yang digunakan dalam penelitian

ini yang memiliki sel tunggal, nukeus dan sitoplasma yang tumpang tindih dan sel

radang. Citra tunggal penelitian sebelumnya citra (c) dan (d) oleh Plissiti dan

Nikou (2013) tanpa sel radang.

Page 89: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

9

Banyak publikasi berkaitan dengan citra Pap smear, umumnya peneliti

menggunakan citra sel tunggal, seperti Bamford dkk. (1996), (1998), Garrido dkk.

(2000), Lezoray dan Cardot (2002), Bak dkk. (2004), Isa dkk. (2005), Lassouaoui

dan Hamami (2003), Yang-Mao dkk. (2008), Lin dkk. (2009), Moshavegh dkk.

(2012), Malviya dkk. (2012), dan Muhimmah dkk. (2012), mengidentifikasi citra

Pap smear yang hanya berisi satu sel atau sel tunggal atau sel terisolasi. Tetapi

untuk semua penelitian terdahulu tentang sel tunggal masalah sel-sel radang belum

dipertimbangkan dalam banyak metode.

Beberapa penelitian fokus pada sel tumpang tindih seperti Bengston dkk. (1981),

mengenali sel nukleus tumpang tindih. Wu dkk. (1998), menyelidiki kasus tumpang

tindih tetapi pada sel-sel payudara. Jung dkk. (2010), menggunakan citra biner

untuk menghitung nukleus yang tumpang tindih. Plissiti dkk. (2012a) fokus pada

deteksi nukleus dalam citra sel konvensional Pap smear yang mengandung sel-sel

tunggal dan kelompok sel. Ushizima dkk. (2013) mendeteksi sel tumpang tindih

pada citra Pap smear juga tanpa sel radang. Seperti halnya sel tunggal untuk semua

penelitian terdahulu tentang sel tumpang tindih, masalah sel-sel radang belum

dipertimbangkan juga dalam banyak metode.

Tahun 2013, ada penelitian yang menangani sel nukleus yang tumpang tindih dan

memiliki sel radang tapi pada jenis sel ephitelial Pap smear oleh Muhimmah dkk.

(2013). Tetapi penelitian tersebut belum mencakup tentang deteksi sitoplasma

hanya deteksi nukleus. Menurut Plissiti dan Nikou (2013) deteksi sitoplasma pada

sel tumpang tindih masih permasalahan yang sulit.

Hingga Tahun 2015 terdapat penelitian tentang sel nukleus dan sitoplasma tumpang

tindih. Tareef dkk. (2015) melakukan penelitian tentang deteksi nukleus dan

sitoplasma tumpang tindih dengan pengelompokan piksel dan klasifikasi piksel. Lu

dkk. (2015) mendeteksi nukleus dan sitoplasma tumpang tindih dengan fungsi multi

level set. Tetapi kedua peneliti tersebut tidak membahas keberadaan sel radang

dalam penelitian mereka. Sedangkan penelitian disertasi ini memiliki fokus pada

sel tunggal dan sel tumpang tindih yang memiliki sel radang serta tidak fokus hanya

terhadap deteksi nukleus saja tetapi juga mendeteksi sitoplasma tumpang tindih.

Page 90: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

10

b. Metode Segmentasi dan Deteksi Otomatis Citra Sel Pap smear.

Selama ini penelitian tentang citra sel tunggal dan tumpang tindih lebih banyak

terfokus pada isolasi nukleus. Prasyarat untuk setiap pengolahan lebih lanjut dari

citra Pap smear dan pengambilan kesimpulan untuk karakterisasi citra Pap smear

menurut Plissiti dan Nikou (2012b) adalah penentuan akurat dari daerah nukleus.

Namun, lokasi nukleus yang tepat dan penggambaran nukleus yang akurat dalam

citra tidak jelas didefinisikan dalam banyak kasus, terutama karena sel sitoplasma

yang tumpang tindih, tidak konsisten pewarnaan dan adanya banyak latar belakang.

Sehingga tidak bisa dihindari bahwa penentuan batas-batas sitoplasma juga menjadi

bagian yang penting. Menurut Plissiti dan Nikou (2013), ada dua masalah yang

terbuka untuk setiap metode yang diusulkan untuk analisa otomatis citra Pap smear,

yaitu penentuan secara akurat posisi nukleus dan penggambaran yang tepat dari

nukleus. Kedua masalah tersebut memang paling banyak dicoba diselesaikan oleh

peneliti-peneliti sebelumnya. Sedangkan untuk kondisi citra sitoplasma tumpang

tindih masih belum banyak diteliti. Padahal kondisi sitoplasma yang tumpang tindih

banyak menjadi masalah pada pembacaan slide oleh ahli patologi.

Kondisi sel Pap smear yang tidak selamanya tunggal, tentu menimbulkan

permasalahan lain. Pada sel yang tumpang tindih bahkan yang memiliki sel radang

tidak saja pada dua masalah tersebut yang menjadi problem. Selain nukleus,

penentuan secara akurat posisi sitoplasma dan penggambaran yang tepat

sitoplasma, serta pembersihan sel radang menjadi penting dilakukan terutama pada

sel tumpang tindih. Sehingga ada beberapa masalah terbuka yang perlu diselesaikan

dalam penelitian citra Pap smear, yaitu deteksi yang tepat dari lokasi nukleus,

penentuan akurat dari batas nukleus, deteksi yang tepat dari lokasi sitoplasma,

penentuan akurat dari batas sitoplasma dan ekstraksi sel radang. Pada penelitian

disertasi ini semua masalah tersebut dicoba diselesaikan, mengingat data citra

penelitian ini memiliki semua permasalahan di atas.

Selama ini ada enam metode deteksi dan segmentasi dalam pengolahan citra Pap

smear (Plissiti dan Nikou, 2013). Metode-metode ini berhasil memisahkan latar

belakang citra dan untuk mengenali lokasi dan batas-batas sel. Empat metode

Page 91: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

11

pertama, yaitu pengaturan thresholding oleh Cahn dkk. (1977), Borst dkk. (1979),

Bengtsson dkk. (1979), MacAulay dan Palcic (1988), Poulsen dan Pedron (1995),

Wu dkk. (1998a), Kim dkk. (2007), Li dkk. (2007), dan Chang dkk. (2009), deteksi

tepi (edge detection) oleh Tsai dkk. (2008), Yang dkk. (2008), Malm dan Brun

(2009), dan Lin dkk. (2009), matematika morphologi (mathematical morphology)

oleh peneliti-peneliti seperti Jackway (1995) dan (1996), Bamford dan Lovell

(1996), Kim dkk. (2006), Nallaperumal dan Krishnaveni (2008), Kale dan Aksoy,

(2010), dan Plissiti dkk. (2010), (2011a), (2011b), dan metode klasifikasi piksel

(pixel classification) oleh Lassouaoui dan Hamami (2003), Lezoray dan Cardot

(2002), Bak dkk. (2004), Sobrevilla dkk. (2008), Vaschetto dkk. (2009), Mustafa

dkk. (2009), Tareef dkk (2014), dan Lu dkk(2015). Dua metode berikutnya adalah

pencocokan bentuk (template matching) oleh Wu dkk. (1998b), Garrido dan de la

Blanca (2000), dan Plissiti dkk. (2012a). Metode terakhir model Perubahan bentuk

(deformable models) oleh Bamford dan Lovell (1998), Plissiti dkk. (2010), dan

Harandi dkk. (2010).

Menurut Plissiti dkk. (2011a), metode-metode tersebut belum dapat menangani sel

yang tumpang tindih secara sempurna. Penelitian pertama tentang segmentasi sel

tumpang tindih nukleus yang berhasil dilakukan oleh Bengtsson dkk. (1981).

Penelitian yang mengusulkan algoritma yang berdasarkan informasi kontur dan

kepadatan nukleus. Perlu dicatat bahwa kontur inti pada penelitian ini diekstrak

melalui prosedur thresholding. Berdasarkan pengetahuan tersebut maka dalam

penelitian ini untuk mengekstraksi sel radang dan deteksi nukleus serta sitoplasma

digunakan pula metode segmentasi thresholding.

Penelitian terkini menunjukkan segmentasi sel tumpang tindih cukup berhasil

dengan menggabungkan beberapa metode tersebut, seperti Tareef dkk. (2014)

mendeteksi cellular clump dan pengelompokan super piksel dengan klasifikasi

piksel dan pengaturan thresholding dalam proses segmentasi sitoplasma tumpang

tindih. Lu dkk. (2015) melakukan optimasi dengan fungsi multi level set untuk

deteksi otomatis dan segmentasi citra sel tumpang tindih. Walaupun belum

menghasilkan pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel tunggal. Kedua penelitian

ini tidak mempertimbangkan keberadaan sel radang.

Page 92: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

12

Penelitian disertasi ini mendeteksi secara otomatis segmentasi sel radang dan

pemisahan citra sel sitoplasma yang tumpang tindih. Beberapa metode dan

pengetahuan digabungkan untuk mengekstraksi sel radang dan memisahkan sel

tumpang tindih sehingga menghasilkan sel tunggal yang teridentifikasi fitur

nukleus, sitoplasma dan jenis sel.

c. Klasifikasi Citra Sel Pap smear.

Selama ini belum banyak penelitian tentang klasifikasi yang khusus untuk

membedakan citra sel nukleus dan sel radang. Banyak penelitian tentang klasifikasi

citra Pap smear bertujuan hanya untuk mengklasifikasi nukleus agar dapat

terbedakan ke dalam kelas-kelas normal dan abnormal. Penggunaan fitur kuantitatif

dan kualitatif data Jantzen (2005) dengan multiple classifier oleh Riana (2009),

penggunaan hierarchical decision approach berdasarkan importance performance

analysisis oleh Riana (2010) dan (2012a) untuk melakukan klasifikasi citra sel Pap

smear dari data Harlev (Martin, 2003) ke dalam dua dan tujuh kelas sel.

Analisa fitur berupa luas nukleus untuk penggunaan klasifikasi lebih lanjut

dilakukan oleh Riana dkk. (2012b), (2012d), (2014a) untuk citra sel normal, citra

sel abnormal (Riana dkk. (2012c)), perbandingan citra sel normal dan sel abnormal

(Riana dkk. (2013a)). Analisa fitur luas sitoplasma diteliti oleh Hasanuddin dkk.

(2012).

Analisa tekstur untuk data Herlev oleh Pratama dkk. (2013) dan Riana dkk. (2013b)

menghasilkan rule klasifikasi sel nukleus saja tetapi belum digunakan untuk

mendapatkan daerah tertentu pada sel. Penggunaan fitur-fitur yang dihasilkan dari

analisa morphologi untuk membedakan objek-objek yang ada dalam suatu citra

dilakukan oleh Soille dkk. (1999). Plissiti dkk. (2011b) menggunakan fitur

morphologi kedalaman intensitas untuk menentukan lokasi nukleus. Suryatenggara

dkk. (2009) menggunakan tiga parameter, yaitu rasio N/C, koefisien wavelet, dan

intensitas warna. Penggunaan Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM) oleh

Pratama dkk. (2013), dan Riana dkk. (2013b) hanya dilakukan pada citra sel nukleus

saja. Klasifikasi yang khusus untuk membedakan

Page 93: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

13

sel nukleus dan sel radang dengan fitur GLCM untuk ekstraksi sel radang dan

nukleus oleh Riana dkk. (2014b). Sedangkan pada penelitian disertasi ini akan

menggunakan rule klasifikasi fitur GLRM sel nukleus dan sel radang untuk

menentukan daerah region minima dari citra sel sitoplasma tumpang tindih guna

mendukung proses pemisahan sel sitoplasma tumpang tindih menjadi sel tunggal.

Pada akhirnya dilakukan identifikasi kelas sel dengan menggunakan perbandingan

area nukleus dan sitoplasma.

I.6.2 Kontribusi Penelitian

Kontribusi yang diberikan dari penelitian ini adalah proses preprocessing untuk

mendapatkan citra sel tunggal Pap smear melalui proses pemisahan sel tumpang

tindih dan eliminasi sel radang untuk deteksi dini kanker serviks. Tujuannya adalah

untuk mencapai identifikasi akurat pada daerah yang menjadi titik perhatian dalam

kasus citra Pap smear yaitu nukleus serta untuk mendapatkan konten dari citra Pap

smear. Secara rinci kontribusi yang diberikan dari penelitian ini adalah:

K-1 Proses pemisahan dua citra sel tumpang tindih menjadi citra sel tunggal Pap

smear sehingga dapat membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker

serviks.

K-1 Proses eliminasi sel radang untuk menangani keberadaan sel radang sehingga

proses identifikasi nukleus pada citra sel mikroskopis Pap smear mudah

dilakukan sehingga membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker

serviks.

I.7 Sistematika Penulisan

Dalam laporan disertasi ini digunakan sistematika sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab awal terdiri dari latar belakang, rumusan dan batasan masalah, tujuan, ruang

lingkup, hipotesis, peta jalan penelitian dan kontribusi serta sistematika penulisan.

Page 94: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

14

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini berisi uraian tentang state of art disusun mulai dari penelitian kanker

serviks, jenis citra Pap smear, metode segmentasi pada citra Pap smear, segmentasi

pada citra sel tumpang tindih dan klasifikasi pada citra Pap smear.

Bab III Akuisisi dan Komponen Citra Sel Pap smear

Bab ini berisi sampel Pap smear dan permasalahannya, akuisisi sampel

mikroskopik Pap smear dan data penelitian, komponen citra sel Pap smear,

segmentasi area nukleus, dan perbandingan area nukleus dan sitoplasma.

Bab IV Eliminasi Sel Radang dan Deteksi Nukleus pada Citra Sel Tunggal

Pap smear

Bab ini berisi segmentasi dan eliminasi sel radang, material dan metode yang

digunakan, hasil-hasil eksperimen dan diskusi berupa evaluasi dari metode usulan.

Bab V Pemisahan Citra Sel Tumpang tindih dan Eliminasi Sel Radang

Bab ini berisi tentang proses pemisahan citra sel tumpang tindih dan eliminasi sel

radang untuk mendapatkan citra sel tunggal, material dan metode, hasil ekperimen

yang diperoleh dan evaluasi serta diskusi.

Bab VI Kesimpulan dan Saran.

Bagian terakhir berisi kesimpulan hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-

saran untuk pengembangan lebih lanjut.

Page 95: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

15

Bab II Tinjauan Pustaka

Dalam bagian ini akan dibahas tentang penelitian kanker serviks dan citra sel

mikroskopik Pap smear, citra sel tunggal dan tumpang tindih Pap smear, fitur- fitur

penting, teknik analisa citra, deteksi tepi dan thresholding, dan teknik pengujian

data.

II.1 Penelitian Kanker Serviks dan Citra Sel Mikroskopik Pap smear

Penelitian tentang Pap smear diawali pada tahun 1930 oleh Georgeus Papanicolau

dengan menemukan mekanisme diagnosa pra-kanker rahim. Suatu mekanisme

untuk mendiagnosis sel pra kanker mulut rahim yang dikenal dengan Pap smear.

Hal ini dilakukan sebagai usaha pengukuran penyakit kanker mulut rahim, sejak

penyakit kanker mulut rahim menjadi ancaman yang serius bagi wanita. Secara

teknik Pap smear dilakukan dengan mengambil lendir dengan menggunakan

spatula dan diletakkan di preparat. Seorang ahli patologi akan memeriksa preparat

tersebut dengan mikroskop. Gambar di bawah ini menunjukkan proses pengambilan

sampel Pap smear.

Gambar I.7. Proses Pengambilan Sampel Pap smear (Riana, 2010)

Metode Papanicolau, diawali dengan peletakan spesimen sampel sel leher rahim

pada preparat. Selanjutnya menggunakan suatu cairan khusus sampel sel tersebut

diberi warna dengan tujuan untuk mempermudah diagnosis yang dilakukan di

bawah miskroskop (Gambar II.1).

Page 96: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

16

Penelitian tentang kanker serviks dibagi menjadi dua kelompok besar, seperti

diilustrasikan pada Gambar II.2. Kelompok pertama merupakan ranah penelitian

yang dilakukan oleh dokter (Physician). Pada kelompok pertama ini dilakukan

preparation data yang melibatkan para ahli patologi (obgyn dan oncology) yang

akan melakukan tes Pap smear. Tahap ini data preparation akan diolah baik dengan

colouring atau teknik pewarnaan yang lazim digunakan dan akan memiliki

knowledge dan decision dari para ahli. Proses imaging analog akan menghasilkan

citra analog. Kelompok kedua adalah ranah penelitian yang berfokus pada teknik

(engineering), yaitu digitalisasi citra dan proses pengolahan serta analisis citra.

Gambar II.2 Penelitian Kanker Serviks

II.2 Citra Tunggal dan Tumpang tindih Pap smear

Hasil dari tes Pap smear akan didapatkan citra analog berupa citra mikroskopik sel

serviks. Umumnya slide Pap smear berisi sel tunggal dan kelompok sel. Di Negara

berkembang seperti Indonesia tes Pap smear masih dilakukan dengan

menggunakan metode konvensional. Contoh hasil dari pengambilan konvensional

seperti Gambar II.3.

Page 97: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

17

Sitoplasma

Nukleus

Latar belakang

Sel radang

(a)

(b)

Gambar II.3 Sel tunggal (a) ,Sel tunggal dan tumpang tindih (b) dengan sel radang

Citra Pap smear (Gambar II.3), (a) terdiri atas 3 bagian wilayah, yaitu nukleus,

sitoplasma yang mengelilingi nukleus, serta latar belakang yang bukan merupakan

area sel. Sedangkan (b) menunjukkan kelompok sel tunggal dan tumpang tindih

dengan kondisi adanya sel radang.

Pada penelitian sebelumnya, permasalahan sel radang dan deteksi nukleus pada sel

yang tumpang tindih tidak dipertimbangkan dalam banyak metode. Banyak

penelitian terdahulu yang mengidentifikasi batas-batas nukleus dan sitoplasma

dalam citra serviks yang berisi sel tunggal atau sel yang terisolasi oleh Bamford

dkk. (1996) dan (1998), Garrido dkk. (2000), Lezoray dan Cardo (2002), Bak dkk.

(2004), Isa dkk. (2005), Lassouaoui dan Hamami (2003), Yang-Mao dkk. (2008),

Lin dkk. (2009), Moshavegh dkk. (2012), Malviya dkk. (2012), dan Muhimmah

dkk (2012). Sementara sel radang dan sel tumpang tindih ini banyak ditemukan ahli

patologi dalam proses skrining. Keberadaan sel radang yang terkadang berlebihan

dan ketidakmampuan mengidentifikasi nukleus pada sel yang tumpang tindih akan

mengakibatkan hasil negatif atau positif palsu cukup tinggi (Kusuma 2012), dan ini

masih merupakan kelemahan tes Pap smear (Kusuma 2012, dan Purwadi, 2012).

Sehingga segmentasi sel radang dan pemisahan sel tumpang tindih menjadi hal yang

penting.

Page 98: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

18

II.3 Segmentasi pada Citra Pap smear

Segmentasi adalah membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen

berdasarkan kriteria keserupaan yang tertentu antara tingkat keabuan suatu piksel

dengan tetangganya. Penelitian tentang citra Pap smear selalu berhubungan dengan

penentuan akurat dari daerah sel nukleus. Tetapi penentuan lokasi ini dalam

beberapa kasus menjadi tidak mudah terutama karena adanya sel tumpang tindih,

pewarnaan yang tidak konsisten, dan adanya banyak latar belakang. Bahkan di

Indonesia yang masih menggunakan metode konvensional keberadaan sel radang

menambah kesulitan dalam mengidentifikasi sel serviks. Dari kondisi tersebut

terdapat dua masalah penting yang perlu diselesaikan dalam penelitian tentang citra

Pap smear untuk setiap metode analisis otomatis yang diusulkan, yaitu deteksi yang

tepat dari lokasi nukleus dan penentuan akurat batas nukleus. Beberapa metode

yang pernah diusulkan oleh beberapa peneliti sebelumnya dalam area penelitian ini

dalam Plissiti, dan Nikou (2013), dijelaskan pada bagian ini.

II.3.1 Pengaturan Thresholding

Pengaturan thresholding digunakan untuk mengukur jumlah derajat keabuan yang

ada pada citra. Dengan thresholding maka derajat keabuan bisa diubah sesuai

dengan keinginan. Upaya pertama untuk mendeteksi dan segmentasi sel dalam citra

serviks mikroskopis berbasis pada teknik pengaturan thresholding yaitu

mengeksploitasi karakter-karakter histogram intensitas piksel-piksel yang ada oleh

Cahn dkk. (1977), Borst dkk. (1979), dan Bengtsson dkk. (1979). Secara umum,

ruang lingkup metode ini adalah secara otomatis mendeteksi nilai threshold untuk

tujuan memisahkan sel dari latar belakang dan nukleus sel dari sitoplasmanya.

Peneliti lain melakukan perbandingan dari beberapa metode pemilihan threshold

yaitu MacAulay dan Palcic, B. (1988).

Poulsen dan Pedron (1995) mengajukan sebuah metode untuk mendeteksi daerah

yang diinginkan (Region of Interest) dengan cara mereduksi resolusi citra Pap

smear. Wu dkk. (1998) melakukan penelitian tentang masalah segmentasi

ditransformasikan ke dalam proses optimisasi, dimana penentuan dari nilai

Page 99: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

19

threshold optimal berdasarkan dari sebuah citra parametrik, yaitu pendekatan dari

citra inisial. Sebuah teknik pengaturan threshold juga diajukan Kim dkk. (2007),

untuk proses binerisasi citra dan penentuan lokasi inti sel, pada ekstraksi fitur dan

klasifikasi dari nukleus pada kelas normal atau abnormal dengan menggunakan

sebuah jaringan saraf tiruan Fuzzy Radial Basis Function. Sebuah metode multi

skala lokal untuk pengaturan penyesuaian threshold yang berdasar pada kestabilan

bentuk diajukan pada Li dan Najarian (2007) untuk mengekstraksi daerah inti sel

dari latar belakangnya, dimana nilai threshold didapatkan dari data perkiraan bentuk

dari objek hasil segmentasi citra. Chang dkk. (2009) melakukan deteksi nukleus

dengan cara menentukan threshold citra yang didapatkan setelah mengaplikasikan

‘mean filter’ dan mengatur skala dari tingkat keabuan piksel yang ada. Sebuah

algoritma ‘line-scan’ juga diajukan untuk mendeteksi inti sel yang abnormal.

Akhirnya Plissiti dkk. (2011a) menggunakan global threshold untuk menghasilkan

citra binner pada penelitian tentang deteksi otomatis sel nukleus. Nilai threshold

diperoleh untuk setiap kanal warna untuk menentukan kedalaman objek dalam citra

sehingga dapat dibedakan lokasi nukleus.

Penggunaan threshold sampai saat ini masih unggul digunakan pada tahap awal

proses untuk mengurangi tingkat kerumitan dari sebuah citra dengan cara cepat dan

sederhana. Kondisi citra sel servik biasanya memiliki tingkat kerumitan yang tinggi,

kondisi sel tumpang tindih, tidak konsisten pewarnaan dan adanya banyak latar

belakang, Plissiti dan Nikou (2013). Mengingat keberadaan sel radang pada citra

sel dalam penelitian ini maka penggunaan nilai beberapa threshold diperlukan

untuk memudahkan isolasi calon nukleus, sitoplasma, daerah tumpang tindih dari

latar belakang.

II.3.2 Deteksi Tepi (Edge Detection)

Penggunaan detektor tepi dalam menganalisis citra telah lazim digunakan. Banyak

metode segmentasi yang diusulkan untuk segmentasi nukleus dan sitoplasma

berdasarkan deteksi tepi. Beberapa metode yang telah dikembangkan untuk

mengsegmentasi nukleus dan sitoplasma berdasarkan deteksi tepi, tidak

membutuhkan pengetahuan awal tentang objek yang ingin dicari pada citra. Tsai

Page 100: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

20

dkk (2008) mengembangkan sebuah pendeteksi sitoplasma dan kontur nukleus,

yang melakukan segmentasi pada struktur bagian-bagian dari sel servik pada citra

yang belum disegmentasi. Algortima ini mengurangi gangguan dan meningkatkan

kualitas kontur objek.

Sebuah metode semi otomatis yang mirip juga diajukan oleh Yang-Mao dkk.

(2008), dimana peningkatan kualitas tepi nukleus dan pendeteksi kontur sitoplasma

diterapkan sebelum segmentasi citra servik. Pada tahap pre processing, digunakan

teknik untuk menghilangkan gangguan dan meningkatkan perbedaan anatara warna

terang dan gelap pada citra servik untuk mendapatkan threshold optimal yang dapat

digunakan untuk segmentasi citra.

Malm dan Brun (2009) menggunakan sebuah algoritma segmentasi nukleus yang

menggunakan anisotropic dilation untuk isolasi kurva. Lebih spesifik digunakan

deteksi tepi Canny yang dilanjutkan dengan serangkaian hasil proses morphologi

pada proses deteksi perbaikan dan penentuan tepi terdekat untuk proses segmentasi

dari struktur nukleus. Metode lain yang menggunakan deteksi tepi untuk citra

serviks yang diusulkan Lin (2009). Pertama digunakan sebuah metode kesamaan

kedalaman warna yang digunakan untuk meningkatkan perbedaan terang dan gelap

diantara nukleus dan sitoplasma, Setelah itu digunakan filter Gaussian untuk

menghilangkan gangguan. Kemudian operator Sobel dan ‘non- maximum

supression’ digunakan untuk mengekstraksi gradien citra, dimana citra dibuat biner

dengan mengatur batas atas dan batas bawah tepi. Hasilnya diperoleh dua kurva

terpanjang yang terdekat dari semua tepi yang terdeteksi dan dipilih untuk

membentuk tepi nukleus dan sitoplasma.

Penggunaan beberapa deteksi tepi yaitu Sobel, Prewitt, Roberts dan Canny pada

segmentasi luas nukleus pada sel tunggal sudah dilakukan. Deteksi luas nukleus sel

normal superfisial Pap smear menggunakan operasi kanal warna oleh Riana dkk.

(2012b), menunjukkan perbandingan untuk empat metode deteksi yaitu Roberts,

Prewitt, Sobel dan Canny. Selain pada kelas normal, dilakukan juga proses

egmentasi luas nukleus pada sel abnormal Pap smear oleh Riana dkk. (2012c).

Deteksi tepi Canny terbukti lebih powerful untuk deteksi tepi sel nukleus

Page 101: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

21

Normal Superfisial, Normal Intermediate, Severe Dysplasia dan Moderate

Dysplasia dengan hasil deteksi tepi yang lebih sensitif. Tetapi pada kelas lain

terutama kelas abnormal belum signifikan. Pada penelitian tersebut digunakan sel

nukleus dari data Herlev (Martin, (2003)) yang tidak mengandung sel radang.

Penelitian awal juga telah dilakukan untuk segmentasi sitoplasma dengan deteksi

tepi Canny oleh Hasanuddin dkk. (2012) terhadap data citra sel tunggal tanpa

radang, hanya saja untuk sitoplasma yang tumpang tindih belum dapat terdeteksi

dengan baik.

Penelitian lanjutan menggunakan deteksi tepi Canny dengan modifikasi kanal

warna dan rekonstruksi morphologi untuk segmentasi sel nukleus dan pengukuran

luas pada sel normal Pap smear dilakukan oleh Riana dkk. (2012d) dan (2014a),

menunjukkan hasil bahwa deteksi tepi Canny tidak konsisten untuk mendeteksi luas

nukleus pada kelas normal Pap smear jika dibandingkan dengan luas nukleus pada

ground truth data Herlev. Begitu pula pada penelitian tentang perbandingan

segmentasi luas ukleus sel normal dan abnormal Pap Smear dengan deteksi tepi

Canny dan rekonstruksi morfologi (Riana dkk. (2013a), masalah akurasi

pendeteksian tepi nukleus belum terselesaikan. Sehingga pada penelitian ini tidak

mempertimbangkan lebih lanjut penggunaan detektor tepi seperti Roberts, Prewitt,

Sobel dan Canny lebih lanjut.

II.3.3 Morphologi Matematika (Mathematical Morphology)

Metode mathematical morphology juga digunakan untuk tujuan menganalisa citra

serviks. Tahun 1996, Bamford dan Lovell menggunakan algoritma water

immersion untuk mendeteksi lokasi sel tertutup atau tunggal pada citra

mikroskopik. Perlu dicatat bahwa pada metode ini tidak dimaksudkan untuk

mendeteksi nukleus pada citra yang kondisi selnya berkelompok. Metode

morphologi juga diusulkan oleh Jackway (1995) dan (1996) untuk menganalisa

citra yang berisi nukleus tunggal pada sel Squamous Ephiteal dan mendeteksi sel

normal dan abnormal, namun pada metode ini permasalahan dari akurasi

pendeteksian tepi nukleus belum terselesaikan. Beberapa peneliti lain juga

menggunakan metode ini seperti sepert Kim dkk. (2006) menggunakan metode

Page 102: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

22

fuzzy grayscale morphological operations untuk mengektraksi nukleus.

Transformasi watershed sudah digunakan juga oleh Kale dan Aksoy (2010) untuk

mendapatkan daerah sel. Sebuah metode transformasi watershed menggunakan

multi skala morphologi gradien dan kanal warna diajukan pada Nallaperumal dan

Krishnaveni (2008). Selanjutnya Plissiti dkk. (2011a) menggunakan rekonstruksi

morphologi untuk mendeteksi lokasi regional minima yang mengindikasikan

keberadaan calon nukleus pada citra sel serviks yang kondisi sel bisa tunggal

ataupun berkelompok. Tetapi kondisi sel tidak mengandung sel radang.

Penggunaan matematika morphologi berupa proses dilasi dan erosi telah dilakukan

pada penelitian awal ini untuk citra sel tumpang tindih dan ternyata menghasilkan

penyimpangan batas-batas tepi sel yang signifikan dari batas tepi sel yang

sebenarnya.

II.3.4 Klasifikasi piksel (Pixel Classification)

Cara lain mendeteksi bagian struktur sel adalah menggunakan skema klasifikasi

piksel. Lassouaoui dan Hamami (2003) menggunakan metode klasifikasi piksel

berdasarkan algoritma multifractal untuk mengklasifikasi piksel-piksel yang ada

pada latar belakang, sitoplasma atau nukleus. Kemudian, langkah optimisasi

dilakukan, dengan pembelajaran yang dilakukan dengan algoritma genetik, dan

kemudian piksel diklasifikasi ulang.

Metoda pixel classification digunakan oleh Lezoray dan Cardot (2002) untuk

menandai nukleus. Tujuannya untuk menghindari segmentasi yang berlebihan yang

mungkin terjadi jika menggunakan metode watershed. Untuk tujuan ini, digunakan

K-means dan Bayesian Classifier untuk mendeteksi nukleus dan kelas piksel yang

lain. Untuk algoritma berikutnya, sekumpulan data pembelajaran dari citra yang

mengandung data asli digunakan untuk mengestimasi parameter masing-masing

distribusi Gaussian pada penggunaan Bayesian Classifier. Hasil penelitian

menunjukan tingkat akurasi segmentasi yang tinggi dalam mendeteksi nukleus pada

sel tunggal pada pre processing dengan menggunakan kedua klasifikasi, sehingga

metode Lezoray dan Cardot (2002) akan digunakan sebagai metode pembanding

dalam penelitian ini.

Page 103: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

23

Pendekatan lain dengan menggunakan sebuah fungsi kriteria berdasarkan statistik

dari struktur objek pada citra diajukan oleh Bak dkk. (2004), yang merefleksikan

karakteristik baik lokal maupun global dari citra. Sebuah spasial lokal didefinisikan

dan dikombinasikan dengan spasial lokal lain dari awal probabilitasnya,

menghasilkan kemungkinan spasial lokal akhir yang berfungsi sebagai fungsi

kriteria. Sebagai inisial, piksel-piksel dikluster dengan menggunakan algoritma K-

means, dan kemudian hasil segmentasi didapatkan dengan prosedur pengulangan,

dimana setiap piksel diperlakukan sebagai daerah yang paling mungkin sebagai

daerah nukleus, sitoplasma, atau latar belakang dengan menggunakan definisi awal

dari fungsi kriterianya.

Sobrevilla dkk. (2008) mendeteksi daerah yang diinginkan pada citra Pap smear

menggunakan teknik berbasis fuzzy dan klasifikasi piksel. Lalu dilanjutkan dengan

mendeteksi nukleus berdasar aturan-aturan fuzzy. Vaschetto dkk. (2008)

menggunakan sebuah algoritma berdasarkan kombinasi informasi tiga warna,

pengetahuan pakar, dan sistem fuzzy, yang bertujuan untuk meningkatkan

keakuratan metode yang diajukan oleh Sobrevilla dkk. (2008) untuk mendeteksi

dan melakukan segmentasi nukleus pada citra Pap smear.

Sebuah algoritma modifikasi Seed Bases Region Growing untuk otomasi

segmentasi sel servik diajukan oleh Mustafa dkk. (2009). Pada langkah pertama

digunakan algoritma klustering K-means untuk mengklasifikasi piksel-piksel dari

citra menjadi tiga kategori yaitu sitoplasma, nukleus, dan latar belakang. Kemudian

dari hasil ekstraksi klasifikasi dan menggunakan perhitungan momen, lokasi dari

piksel awal ditentukan dan kemudian algoritma modifikasi Seed Bases Region

Growing diterapkan. Metode ini melakukan segmentasi sel berkali-kali pada citra,

dengan menandai piksel sitoplasma, nukleus, dan latar belakang.

Plissiti (2012a) menggunakan klasifikasi piksel untuk mendeteksi centroid nukleus.

Pada tahap awal menerapkan aturan empiris yang bergantung pada jarak antar

centroid nukleus untuk mengurangi kejadian false positive. Kemudian langkah

kedua teknik klasifikasi fuzzy C-Means dan Support Vector Machines digunakan

untuk menentukan centroid nukleus yang sebenarnya.

Page 104: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

24

Tareef, dkk (2014) menggunakan klasifikasi piksel untuk mendeteksi sel yang

tumpang tindih pada tahap awal segmentasi sel tumpang tindih. Selanjutya Lu, dkk

(2015) menggunakan klasifikasi piksel untuk mendapatkan sel yang tumpang tindih

pada tahap awal segmentasi yang disebutnya sebagai peta super piksel.

II.3.5 Pencocokan Bentuk (Template Matching)

Sel nukleus umumnya berbentuk elips. Berdasarkan bentuk nukleus ini beberapa

metode yang berdasarkan pencocokan bentuk nukleus diusulkan untuk menentukan

tepi nukleus pada citra Pap smear. Sebuah algoritma berdasarkan pencocokan

parameter untuk segmentasi citra sel dengan aplikasinya pada sebuah citra servik

pertama kali diajukan oleh Wu dkk. (1998), yang menerapkan bentuk dan informasi

daerah citra. Pada penelitian tersebut, sebuah bentuk model elips sebagai bentuk

nukleus diperkenalkan, dan parameter-parameternya dicocokkan agar sama dengan

bentuk nukleus dengan meminimalisir sebuah fungsi cost. Setelah itu dilakukan

proses optimasi untuk menemukan nilai yang optimal. Dengan cara

mengkombinasikan informasi bentuk, banyaknya parameter akan tereduksi secara

signifikan dan metode akan menghasilkan deteksi tepi nukleus.

Lebih lanjut, Garrido dan de la Blanca (2000) mengembangkan sebuah metodologi

berdasarkan pada pendekatan model perubahan bentuk yang terdiri dari tiga tahap:

1) Inisial estimasi dari lokasi sel pada citra. 2) Perhitungan pendekatan bentuk elips

dari tepi nukleus. 3) Perbaikan dari tepi nukleus menggunakan model perubahan

bentuk lokal. Lebih jelasnya, deteksi dari lokasi nukleus didapatkan dari perumusan

ulang dari transformasi Hough secara umum. Kemudian bentuk inisial dari nukleus

diestimasi dengan penentuan bentuk elips. Solusi akhir adalah dengan

menggunakan model perubahan bentuk yang akan mengerucut pada tepi nukleus

yang benar. Penggunaan metode pencocokan bentuk juga dilakukan oleh Plissiti

dkk. (2012a) dalam penelitiannya tentang ekstraksi sel nukleus dengan

mengkombinasikan bentuk, tekstur dan fitur intensitas.

Page 105: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

25

II.3.6 Model Perubahan bentuk (Demorfable Models)

Secara umum, penerapan dari model perubahan bentuk untuk mendefinisikan tepi

nukleus dibatasi oleh pendekatan model inisial, dimana sangat penting inisial model

ini sama dengan tepi dari citra aslinya. Untuk alasan ini, metode yang diajukan

berdasarkan perubahan bentuk ini juga harus bisa menyelesaikan masalah deteksi

posisi nukleus yang benar pada citra yang mengandung sel yang banyak, atau

aplikasinya dan tidak terbatas pada citra yang hanya mengandung satu sel saja.

Bamford dan Lovell (1998) menggunakan model active countour untuk

menentukan tepi dari nukleus, dimana diinisialisasikan melalui pembentukan dari

sebuah search space, lokasi yang paling mungkin untuk nukleus didefinisikan,

dilanjutkan dengan sebuah algoritma Viterbi search-based dua active countour,

untuk menemukan tepi nukleus.

Harandi (2010) mengusulkan sebuah metode untuk melokalisasi sel pada resolusi

rendah dikombinasikan dengan deteksi tepi dari nukleus dan sitoplasma pada

resolusi tinggi. Metode kontur aktif geometri tanpa inisialisasi ulang atau

Geometric Active Contour Without Re-initialization digunakan untuk melokalisasi

sel servik pada sebuah citra dengan resolusi rendah, dimana kemudian

diklasifikasikan dengan sel free-lying, sel terhubung dan objek yang tidak relevan.

Setelah proses deteksi dari posisi pada masing-masing sel, citra asli dibagi dalam

beberapa subcitra yang mengandung sel yang telah terdeteksi, dan pada masing-

masing subcitra sebuah proses binary mask dilakukan, agar objek yang tidak

diinginkan dapat dihilangkan. Dalam rangka untuk memisahkan sel-sel yang

berbeda dalam tiap kluster, sel pertama kali dimodelkan sebagai lingkaran, yang

berlaku sebagai inisial kontur dari model ini. Harus diingat metode ini diaplikasikan

pada citra dengan resolusi tinggi, dan mengidentifikasi sitoplasma. Prosedur yang

sama dilakukan untuk menentukan tepi nukleus, yang mana diinisialisasikan juga

sebagai sebuah lingkaran. Plissiti, ME (2012a) menggunakan metode perubahan

bentuk berupa Gradient Vector Flow untuk meningkatkan keakuratan penentuan

tepi nukleus dalam proses ekstraksi sel nukleus.

Page 106: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

26

II.3.7 Segmentasi pada Citra Sel Tumpang tindih

Terdapat beberapa teknik analisa untuk mengidentifikasi batas-batas citra sel

tunggal dan sel tumpang tindih yang telah digunakan selama ini. Segementasi pada

citra sel tumpang tindih memiliki dua fokus utama yaitu pada isolasi batas – batas

nukleus tumpang tindih dan sitoplasma tumpang tindih. Beberapa peneliti telah

berhasil mengisolasi nukleus yang tumpang tindih.

Bamford dkk. (1996), fokus pada mengidentifikasi batas-batas nukleus

menggunakan dua citra dengan ukuran 128x128 dengan kondisi sel tunggal dan

tidak tumpang tindih. Penelitian sebelumnya tentang segmentasi citra sel Pap smear

menunjukkan metode segmentasi sederhana sudah digunakan Bamford dkk. (1996)

dan (1998) untuk penentuan batas-batas sel dan memastikan batas- batas yang

tertutup pada sitoplasma dan nukleus yang terisolasi. Tingkat akurasi segmentasi

tinggi dengan jumlah tes citra yang banyak. Walau masih kurang dalam identifikasi

batas nukleus dan sitoplasma.

Wu dkk. (1998), menggabungkan pengetahuan tentang bentuk sel untuk investigasi

kasus sel-sel payudara yang tumpang tindih. Garrido dkk. (2000), memperkenalkan

formulasi baru untuk tranformasi Hough. Selain itu menggunakan deformable

model dalam segmentasi untuk memperbaiki batas sel. Segmentasi yang

menggabungkan informasi warna dengan watershed menghasilkan tingkat akurasi

segmentasi yang baik oleh Lezoray dan Cardot (2002).

Lassouaoui dan Hamami (2003), memperkenalkan langkah optimasi yang

didasarkan pada algoritma genetik untuk meningkatkan kualitas segmentasi. Pada

penelitiannya Bak dkk. (2004), memperkenalkan sebuah fungsi kriteria baru

berdasarkan struktur statistik dari objek yang digunakan.

Isa dkk. (2005), melakukan segmentasi berdasarkan teknik region growing untuk

menentukan titik lokasi dengan nilai threshold ditentukan secara otomatis. Yang-

Mao dkk. (2008), menggunakan metode edge enhancement baru untuk perbaikan

tepi nukleus dan deteksi kontur sitoplasma dan memperkenalkan metode baru

Page 107: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

27

pengukuran error. Lin dkk. (2009) melakukan segmentasi untuk memastikan batas-

batas tertutup pada sel serviks.

Dari semua peneliti tersebut sebagian besar belum berhasil menangani segmentasi

untuk sel yang tumpang tindih. Penelitian Plissiti, M.E dkk. (2011a), sudah

menangani sel tumpang tindih. Dalam penelitian tersebut telah dideteksi intensitas

lembah-lembah nukleus dan dapat mendeteksi lokasi nukleus. Tetapi semua

peneliti-peneliti tersebut belum mempertimbangkan keberadaan sel radang, hal ini

dikarenakan kondisi citra sel yang digunakan memang tidak memiliki sel radang.

Segmentasi sel pada citra mikroskopik adalah landasan dari analisis kuantitatif.

Seperti diketahui karakteristik ganas atau abnormal sel-sel kanker terkandung dalam

nukleus, sehingga bagaimana mengisolasi nukleus ini menjadi tugas yang penting

dalam segmentasi. Isolasi nukleus menjadi semakin sulit pada kondisi sel

sitoplasma tumpang tindih.

Penelitian yang fokus pada segmentasi sitoplasma tumpang tindih tanpa

mempertimbangkan keberadaan sel radang telah dilakukan oleh Tareef, dkk (2014)

dan Lu, dkk (2015). Kedua peneliti tersebut melakukan segmentasi pada sitoplasma

tumpang tindih, sehingga dapat ditentukan batas-batas sitoplasma secara akurat.

Tareef, dkk (2014) melakukan segmentasi berdasarkan peningkatan tepi, gradien

thresholding, operasi morphologi, dan region properties untuk mendeteksi

pasangan nukleus dan sitoplasma. Lu, dkk (2015) telah berhasil melakukan

segmentasi untuk sel tunggal dan sel tumpang tindih dalam beberapa kondisi ukuran

tumpang tindih yang areanya tidak besar, dengan mengoptimasi fungsi multi level

pada segmentasi sel tumpang tindih. Perlu dicatat bahwa kedua peneliti belum

melakukan pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel-sel tunggal. Seperti diketahui

pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel-sel tunggal diperlukan untuk identifikasi

lebih akurat terhadap pengamatan perbandingan area nukleus dan area sitoplasma

terkait dengan penilaian abnormalitas sel.

Tabel II.1 merangkum semua kelebihan metode yang digunakan dan beberapa

keterbatasan dari penelitian yang telah dilakukan.

Page 108: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

28

Tabel II.1 Kelebihan dan Keterbatasan dari Metode Penentuan Sel Citra Pap

smear Metode Tahun Kelebihan Keterbatasan

Bamford dkk. 1996 Metode segmentasi sederhana untuk menentukan batas sel tunggal.

Memastikan batas tertutup.

Tidak menangani sel tumpang tindih.

Kurangnya identifikasi batas

nukleus.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Bamford dkk. 1998 Memastikan batas yang tertutup pada

nukleus dan sitoplasma pada sel

tunggal.

Tingkat akurasi segmentasi tinggi.

Jumlah tes citra banyak

Tidak menangani sel yang

tumpang tindih.

Menggunakan dua gambar

sel.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Wu dkk. 1998 Menggabungkan pengetahuan

tentang bentuk sel.

Menginvestigasi kasus sel - sel

payudara yang tumpang tindih.

Banyak parameter yang

diatur.

Garrido dkk. 2000 Memperkenalkan formulasi baru

tranformasi Hough.

Menggunakan deformable model

untuk perbaikan batas sel

Metode dipengaruhi oleh

kelebihan titik atau tumpang

tindih objek dalam citra

yang kompleks.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Lezoray dan

Cardot

2002 Menggunakan klasifikasi K-Means

dan Bayessian untuk mengklasfikasi

nukleus, sitoplasma dan latar

belakang. Tingkat akurasi segmentasi tinggi.

Dibutuhkan training set

untuk mencapai hasil

terbaik.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Lassouaoui

dan Hamami 2003 Memperkenalkan langkah optimasi

yang didasarkan pada algoritma

genetik untuk meningkatkan kualitas segmentasi pada sel tunggal

Tidak menangani sel yang

tumpang tindih.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Bak dkk 2004 Memperkenalkan sebuah fungsi kriteria baru berdasarkan struktur

statistik dari objek yang digunakan.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Isa dkk. 2005 Berdasarkan teknik region growing

untuk menentukan titik lokasi dengan

nilai threshold ditentukan secara otomatis pada sel tunggal

Tidak menangani sel yang

tumpang tindih.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Yang-Mao

dkk.

2008 Menggunakan edge enhancement

baru untuk perbaikan tepi nukleus

dan deteksi kontur sitoplasma.

Memperkenalkan metode baru

pengukuran error.

Kondisi sel tanpa sel

radang.

Lin dkk. 2009 Memastikan batas tertutup pada sel

tunggal

Tidak menangani sel yang

tumpang tindih. Kondisi sel tanpa sel radang

Plissiti dkk. 2011a Menangani nukleus pada sel

tumpang tindih.

Menggunakan mathematical

morpology.

Metode baru mendeteksi otomatis

lokasi nukleus.

Hanya mendeteksi nukleus.

Gagal mendeteksi abnormal

sel

Kondisi sel tanpa sel radang

Page 109: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

29

Tabel II.1 Kelebihan dan Keterbatasan dari Metode Penentuan Sel Citra Pap

smear (….lanjutan)

Metode Tahun Kelebihan Keterbatasan

Moshavegh

dkk.

2012 Deteksi dan segmentasi pada sel free-lying nukleus yang tunggal

Citra tunggal Tidak menangani sel

tumpang tindih dan sel tanpa radang

Plissiti dkk. 2011a Menangani nukleus pada sel

tumpang tindih.

Menggunakan mathematical

morpology.

Metode baru mendeteksi otomatis

lokasi nukleus.

Hanya mendeteksi nukleus.

Gagal mendeteksi abnormal

sel

Kondisi sel tanpa sel radang

Moshavegh

dkk. 2012 Deteksi dan segmentasi pada sel

free-lying nukleus yang tunggal Citra tunggal

Tidak menangani sel

tumpang tindih dan sel

tanpa radang

Malviya dkk. 2012 Deteksi nukleus pada citra liquid Pap smear pada sel tunggal

Tidak berhasil menangani

sel yang tumpang tindih.

Sel Pap smear tanpa sel

radang

Muhimmah dkk.

2012 Segmentasi nukleus pada sel

epithelial menggunakan operasi

morphologi dan transformasi

watershed pada sel tunggal

Tidak menangani sel tumpang tindih.

Hanya mendeteksi nukleus.

Citra berskala abu - abu.

Hasil deteksi nukleus masih

ada perbedaan dengan expert.

Ushizima dkk. 2013 Deteksi nukleus dan sitoplasma

pada sel tumpang tindih.

Belum berhasil memisahkan

sel tumpang tindih. Sel Pap

smear tanpa sel radang

Muhimmah

dkk.

2013 Menangani deteksi otomatis

cervical ephitelial dalam Pap smear

yang kemungkinan berisi sel

nukleus yang tumpang tindih dan sel radang.

Tidak mendeteksi

sitoplasma.

Masih terdapat nukleus

yang belum terdeteksi.

Menangani sel radang

Tareef dkk 2014 Deteksi otomatis dan segmentasi

pada sitoplasma tumpang tindih,

menggunakan klasifikasi piksel dan

gabungan beberapa metode untuk

peningkatan tepi, gradien

thresholding, operasi morphologi,

dan region properties untuk mendeteksi nukleus dan sitoplasma.

Tidak memperhitungkan

keberadaan sel radang dan

belum memisahkan sel

tumpang tindih menjadi sel

tunggal

Lu dkk 2015

Deteksi otomatis dan segmentasi

untuk sel tunggal dan sel tumpang

tindih dalam beberapa kondisi

ukuran tumpang tindih tertentu.

Tidak memperhitungkan

keberadaan sel radang dan

belum memisahkan sel

tumpang tindih menjadi sel tunggal

Metode segmentasi nukleus berdasarkan Water Immersion Algorithm oleh Bamford

dkk. (1996). Penelitian-penelitian sebelumnya banyak menggunakan model

tradisional active countour atau snake secara luas sebagai teknik dasar

Page 110: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

30

boundary oleh Bamford dkk. (1998), Williams dan Shab (1992), Hu dkk. (1987).

Dalam Bamford dkk. (1996) digunakan segmentasi berdasarkan metode dual active

contour.

Penelitian tentang metode deteksi dengan memanfaatkan kesamaan bentuk nukleus

berdasarkan pada Hough Transform juga telah diperkenalkan Mouroutis dkk.

(1998), dan Garrido dkk. (2000). Kemudian, metode Generalized Hough Transform

oleh Ballard dkk. (1981) dan Davies dkk. (1989) digunakan untuk mendeteksi

bentuk elips, berdasarkan pada analisa properti dari elips. Sebuah kombinasi dari

Hough transform dan deformable model digunakan oleh Lee dan Street (2000)

untuk menemukan satu set bentuk nukleus. Suatu bentuk perubahan Hough yaitu

Compact Hough Transform, menggunakan maximum likehood disajikan dalam

Mouroutis dkk. (2000). Fuzzy Logic Engine telah diterapkan dalam Begelman dkk.

(2004) untuk membedakan nukleus dari latar belakang yang berwarna sama.

Penelitian lain melakukan segmentasi sel dengan menggunakan model statistik

Bhanu dkk. (1995), yang berasal dari distribusi fitur dan logika fuzzy dilatih sesuai

dengan distribusi dari fitur. Philip dkk. (1996), mengusulkan bentuk fuzzy dari

Hough Transform yang ditambahkan pada properti dari lingkaran dan transformasi

elips.

Genetic Algorithm telah digunakan secara luas dalam segmentasi sel oleh

Lassouaoui, dan Hamami (2003), Bhanu dkk. (1995), dan Goldberg dkk. (1989).

Kombinasi algoritma multifractal oleh Lassouaoui dan Hamami (2003), didasarkan

pada perhitungan singularity exponent pada tiap titik, dan Genetic Algorithm juga

telah diusulkan. Algoritma multifractal digunakan untuk menentukan interval

singularity exponent untuk tiap kelas seperti nukleus, sitoplasma dan

latarbelakangnya. Hal ini memungkinkan untuk meningkatkan presisi di antar kelas

sel dan untuk mengurangi kebingungan antar berbagai kelas.

Metode konvensional Seed Base Region Growing oleh Romberg dkk. (2000) telah

digunakan untuk mendeteksi tepi daerah-daerah tertentu pada citra digital. tetapi

algoritma Seed Base Region Growing tidak bisa mengatasi sel yang tidak terpisah,

sehingga menyebabkan proses deteksi tepi tidak lengkap.

Page 111: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

31

Sebagian besar teknik segmentasi pada penelitian sebelumnya, diterapkan pada

citra mikroskopik dimana sel diperbesar dalam kotak sel dan tidak ada tumpang

tindih. Beberapa metode yang diusulkan untuk segmentasi sel tunggal pada citra

mikroskopis Bamford dkk. (1996). Namun, sel yang diperoleh dari tes Pap smear

lebih sulit untuk disegmentasi karena keragaman struktur sel yang terkandung

dalam citra, intensitas variasi latar belakang, dan tumpang tindih kelompok sel.

Tingkat kesulitan tertinggi pada sel yang tumpang tindih adalah mengidentifikasi

batas-batas yang tumpang tindih.

Tabel II.2 Rangkuman Teknik Segmentasi

Teknik

Segmentasi

Kelebihan Keterbatasan

Water Immersion Algoritm

Memastikan tertutupnya deteksi batas-batas

Tidak menangani sel yang tumpang tindih

Improved Active Contour Model

Lebih menguntungkan dari model tradisional Active Contour

Sederhana dalam komputasi

Hough Transform Mendeteksi bentuk nukleus yang sama dan yang diinginkan

Bentuk dari objek harus bulat atau hampir bulat

Generalized

Hough Transform

Lebih menguntungkan dari model

tradisional Hough Transform. Dapat mendeteksi bentuk ellips.

Tidak menangani sel yang tumpang

tindih

Compact Hought Transform

Tidak membutuhkan informasi analitis tentang kurva

Tidak menangani sel yang tumpang tindih

Fuzzy Logic

Engine

Dapat menangani ketidakpastian data

(warna, bentuk bundar, dan dimensi

objek) dengan baik

Rule Fuzzy Logic sudah tetap dan

tidak dapat mengadopsi perubahan

kondisi

Genetic

Algorithm

Pencarian yang efektif untuk parameter segmentasi pada wilayah

yang luas

Sangat lambat

Seed Base Region

Growing

Algorithm

Mendeteksi tepi dari wilayah tertentu

pada citra yang diinginkan.

Mampu menangani noise.

Algoritma memakan waktu. Hasil Deteksi tepi sangat subjektif

karena pengguna harus

mendefenisikan parameter.

Tidak dapat menangani sel yang

bentuknya terhubung.

Moving k-means Clustering

Dapat menemukan nilai threshold secara otomatis

Tidak dapat memisahkan sel yang tumpang tindih

Modified Seed

Based Region

Growing

Algorithm

Lokasi titik awal dan nilai threshold dapat ditentukan secara otomatis

Tidak dapat memisahkan sel yang

tumpang tindih

Segmentasi otomatis pada nukleus citra sel Pap smear dilakukan Plissiti dkk.

(2010). Model deformable telah digunakan untuk menentukan batas-batas nukleus

Page 112: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

32

dalam Pap smear konvensional pada citra sel serviks. Estimasi awal dari kontur

deformable diperoleh secara otomatis dan tidak diperlukan adanya interaksi

pengguna. Sebuah teknik deteksi tepi otomatis untuk citra Pap smear menggunakan

Moving k-means Clustering oleh Holmquist dkk. (1978) dan dimodifikasi dengan

Modified Seed based Region Growing diusulkan dalam Isa dkk. (2005). Modified

Seed based Region Growing ini lebih menguntungkan dari konvensional Seed Base

Region Growing dalam mendeteksi tepi daerah-daerah tertentu yang menjadi

perhatian. Dalam penelitian tersebut, algoritma Moving k- means Clustering

digunakan untuk mencari nilai threshold dan nilai-nilai ini kemudian digunakan

dalam Modified Seed based Region Growing untuk mendeteksi daerah tepi secara

otomatis. Rangkuman teknik pada segmentasi citra mikroskopik sel diberikan pada

Tabel II.2.

Hampir seluruh metode-metode dalam Tabel II.2 tidak menangani sel tumpang

tindih. Tareef dkk. (2015) melakukan penelitian tentang deteksi nukleus dan

sitoplasma tumpang tindih dengan pengelompokan piksel dengan klasifikasi piksel

dan thresholding. Lu dkk. (2015) mendeteksi nukleus dan sitoplasma tumpang

tindih dengan optimalisasi fungsi multi level set. Walau demikian kedua peneliti

tersebut tidak membahas keberadaan sel radang dalam penelitian mereka. Tetapi

penelitian mereka telah dapat melakukan segmentasi citra sel sitoplasma tumpang

tindih. Perbedaan kedua penelitian terakhir dengan penelitian disertasi ini bahwa

penelitian ini memiliki fokus pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel tunggal

sekaligus mengatasi keberadaan sel radang dan pada akhirnya dilakukan

identifikasi terhadap jenis sel yang sedang diamati.

II.3.8 Klasifikasi Citra Sel Pap smear

Penelitian tentang klasifikasi citra Pap smear dilakukan sebagai upaya untuk

mengidentifikasi nukleus. Sehingga penelitian tentang klasifikasi citra Pap smear

selalu berdasarkan pada perhitungan fitur yang diekstraksi dari daerah nukleus dan

sitoplasma. Tujuannya untuk mengklasifikasi nukleus. Klasifikasi yang bertujuan

untuk membedakan citra sel nukleus dan sel radang belum banyak dilakukan.

Muhimmah dkk (2013) melakukan ekstraksi fitur dan tahap seleksi

Page 113: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

33

fitur untuk pemisahan sel radang dari nukleus. Fitur diekstraksi berdasarkan bentuk,

tekstur, dan intensitas.

Jantzen (2005) melakukan ektraksi 20 fitur terhadap sel nukleus dan sitoplasma

untuk 917 citra sel tunggal yang terdiri dari 7 kelas. Tiga kelas dikategorikan kelas

normal dan 4 kelas berikutnya adalah kelas abnormal. Nilai 20 fitur citra sel tunggal

tersebut telah banyak digunakan terutama untuk penelitian tentang klasifikasi citra

Pap smear. Penggunaan fitur kuantitatif dan kualitatif dengan multiple classifier

oleh Riana (2009), penggunaan hierarchical decision approach berdasarkan

importance performance analysisis oleh Riana (2010) dan (2012a) untuk

menganalisa klasifikasi citra sel data Harlev ke dalam dua dan tujuh kelas sel.

Penelitian tentang proses ekstraksi fitur melalui serangkaian metode usulan pada

citra sel tunggal data Herlev (Martin, 2003) dilakukan dengan melibatkan fitur luas,

sebagai upaya mengenali sel serviks. Penelitian terhadap luas nukleus dengan

menggunakan modifikasi kanal warna dengan empat operator deteksi tepi untuk

citra sel normal Pap smear oleh Riana dkk. (2012b), citra sel abnormal Riana dkk.

(2012c), penggunaan operator Canny pada sel normal Riana dkk. (2012d) dan

(2014a), serta perbandingan dengan sel abnormal oleh Riana dkk. (2013a). Untuk

mengetahui jenis konversi warna yang tepat untuk penanganan citra Pap smear

pada masing-masing kelas. Penelitian fokus pada perhitungan luas (area), keliling

(perimeter) dan kebundaraan (roundness). Selain terhadap luas nukleus juga telah

dilakukan deteksi luas citra sel sitoplasma oleh Hasanuddin dkk. (2012).

Penelitian terkait nilai tekstur dari nukleus telah pula dilakukan untuk menambah

informasi 20 fitur yang sudah ada pada data Herlev oleh Pratama dkk. (2013) dan

Riana dkk. (2013b). Analisa tekstur dapat digunakan untuk mendapatkan fitur-fitur

penting dari suatu objek dalam citra. Hasil dari analisa fitur dapat digunakan untuk

membedakan objek-objek yang ada dalam suatu citra, seperti fitur-fitur yang

dihasilkan dari analisa morphologi (Soille dkk. 1999). Penelitian sebelumnya

banyak yang menggunakan fitur morphologi dan analisa tekstur seperti contrast,

correlation, energy, homogeneity, entropy dan lain-lain. Plissiti

Page 114: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

34

dkk. (2011b), telah menggunakan fitur morphologi dalam penelitian tentang citra

serviks berupa fitur kedalaman intensitas untuk menentukan lokasi nukleus.

Penelitian lain yang melibatkan fitur morphologi dengan menggunakan tiga

parameter, yaitu rasio N/C, koefisien wavelet, dan intensitas warna (Suryatenggara

dkk. 2009). Metode analisis tekstur yang telah digunakan dalam menganalisa citra

sel servik khususnya untuk sel tunggal adalah Gray Level Co- occurrence Matrix

(GLCM). Ada 5 parameter yang diekstrak, yaitu contrast, correlation, energy,

homogeneity dan entropy (Pratama dkk. (2013), dan Riana dkk. (2013b). Klasifikasi

yang khusus untuk membedakan sel nukleus dan sel radang telah dicoba dengan

menggunakan analisa tekstur telah dilakukan terutama untuk penggunaan GLCM

untuk ekstraksi sel radang dan nukleus oleh Riana dkk. (2014b). Pada penelitian ini

analisa tekstur Gray Level Run Leng Matriks (GLRLM) akan dimanfaatkan untuk

menentukan daerah region minima untuk mendapatkan daerah calon nukleus.

Sampai saat ini sudah terlihat usaha dari para peneliti untuk mengusulkan teknik

segmentasi yang efektif untuk citra Pap smear. Walaupun teknik-teknik yang sudah

ada memiliki performa yang tinggi, tetapi proses otomasi belum tersedia.

Diharapkan ke depannya pengembangan metode otomasi untuk interprestasi Pap

smear akan ditemukan. Pada bagian-bagian berikutnya dalam disertasi ini akan

ditunjukkan kontribusi dari penelitian ini terhadap proses otomatisasi yang

bertujuan untuk segmentasi sel radang dan pemisahan sel tumpang tindih.

Page 115: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

35

Bab III Akuisisi dan Komponen Citra Mikroskopik Pap smear

Bab ini berisi tentang penjelasan mengenai akuisisi citra mikroskopik Pap smear

yang terdiri dari sampel Pap smear dan permasalahannya, proses akuisisi citra

mikroskopik Pap smear, komponen citra Pap smear serta pengenalan area nukleus

dan sitoplasma pada citra mikroskopik Pap smear.

III.1 Sampel Pap smear dan Permasalahannya

Pencegahan kanker serviks merupakan tindakan preventif sekunder, yaitu deteksi lesi

prakanker melalui tes Pap smear dan rangkaian tindak lanjut, misalnya pemeriksaan

kolposkopi dan biopsi. Pengalaman di negara maju menunjukkan bahwa konsep

tersebut baru efektif jika cakupan populasi yang diperiksa tes Pap smear mencapai

sebagian besar populasi yang beresiko. Namun, implementasi hal tersebut

membutuhkan tidak hanya biaya, tetapi juga sumber daya manusia dan logistik

peralatan yang besar.

Tes Pap atau yang lebih dikenal dengan Pap smear adalah salah satu deteksi dini

terhadap kanker serviks yang sering dilakukan. Pap smear banyak ditawarkan oleh

klinik laboratorium yang dilakukan oleh dokter dan tenaga medis. Pelaksanaannya

mudah dan murah. Pada prinsipnya, Pap smear adalah mengambil sel epitel yang ada

di leher Rahim yang kemudian dilihat kenormalannya.

Cara melakukan Pap smear konvensional adalah sebagai berikut (Samadi, 2011) :

1. Usapkan spatula eyre pada ektoserviks (bibir mulut Rahim) terlebih dahulu.

Lalu, pulas di kaca benda.

2. Usapkan cytobrush dan endoserviks. Lalu, pulas di kaca benda.

3. Rendam kaca benda dalam alkohol 96% minimal 30 menit untuk

mendapatkan sampel Pap smear konvensional.

Gambar III.1 Contoh Sampel Pap smear konvensional.

Page 116: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

36

Selain cara konvensional terdapat cara pemeriksaan sitology serviks berbasis cairan

atau Liquid- Based Cytology (LBC). Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan Pap

smear. Hasil pengambilan sel-sel mulut Rahim “dilarutkan” lebih dahulu pada suatu

cairan, kemudian di-sentrifugasi atau diambil endapannya, baru kemudian dibuat

hapusan dan dibaca di bawah mikroskopik. Dengan teknik ini, keakuratan hasil

pemeriksaan lebih tinggi walaupun biayanya lebih mahal (Samadi, 2011). Perbedaan

hasil konvensional dan hasil LBC, pada LBC keberadaan sel radang tidak

mengganggu lapang pandang pemeriksaan. Metode LBC mengurangi latar belakang

yang mengganggu. Di negara maju LCB telah luas digunakan, sedangkan di

Indonesia penggunaan LBC tidak begitu popular karena biaya pemeriksaan yang

lebih mahal.

Dilakukan pemeriksaan sel-sel serviks pada sampel untuk mengetahui karakterisasi

slide (normal atau abnormal) oleh ahli sitologi. Teknik Papanicolaou menyediakan

prosedur pewarnaan sel serviks sehingga mudah diperiksa di bawah mikroskop

optik. Namun, prosedur manual ini tetap memungkinkan terjadi keliru identifikasi

slide dianggap sel normal, padahal tidak normal (False Negative). Hal ini terutama

karena minimya pengalaman, stres atau kelelahan pengamat. Pada kondisi temuan

abnormal (baik valid atau karena kesalahan teknis) biasanya menghasilkan

kecemasan yang cukup besar. Untuk menghindari hal ini banyak upaya telah

dilakukan agar skrinning dan analisis slide Pap smear dibantu komputer.

Diharapkan sistem tersebut dapat memberikan kesimpulan yang dapat diandalkan

tentang isi slide Pap smear dalam cara yang cepat dan konsisten, walaupun itu

bukan hal yang mudah.

Plissiti dkk. (2011a) menyatakan bahwa kondisi sampel konvensional Pap smear

yang dilihat di bawah mikroskop sering terdapat variasi dalam pencahayaan dan

konsentrasi pewarna dari sel-sel karena prosedur pewarnaan. Juga, terdapat faktor

mikrobiologis lain yang mempengaruhi, seperti pengeringan udara, darah yang

berlebihan, lendir, bakteri, atau peradangan, yang membuat penentuan dari sel-sel

yang mencurigakan menjadi tugas yang sulit.

Penelitian ini menggunakan sampel sel yang berasal dari metode pengambilan

konvensional. Berdasarkan hasil wawancara dengan ahli patologi sampel yang

Page 117: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

37

diperoleh dari metode konvensional memiliki permasalahan yang sering dihadapi

oleh ahli patologi saat identifikasi sampel dan perlu untuk ditangani. Beberapa

permasalahan sampel atau slide hasil pengambilan konvensional Pap smear, yaitu:

1. Adanya sel radang yang cukup menganggu proses identifikasi sel nukleus.

2. Adanya sel yang tumpang tindih yang menyulitkan identifikasi sitoplasma

dan nukleus.

3. Sel terlihat menumpuk dan batas sitoplasma sulit teridentifikasi.

4. Adanya latar belakang yang mengandung sel darah.

5. Kesulitan membedakan sel yang abnormal dan sel menopause yang terjadi

akibat meningkatnya tingkat hormon.

6. Kesulitan mengenali sel yang terkena virus HPV. Sel HPV tampak terang di

bagian sitoplasma.

Dalam penelitian ini mencoba menyelesaikan dua permasalahan, yaitu tentang

keberadaan sel radang yang cukup menganggu proses identifikasi sel nukleus, dan

sel tumpang tindih. Penyelesaian permasalahan ini akan dibahas pada bab-bab

selanjutnya. Sedangkan permasalahan lainnya memerlukan penelitian lanjutan yang

dapat dikembangkan oleh peneliti lain agar dapat memberikan solusi pada

permasalahan identifikasi sampel Pap smear konvensional.

Sebagai upaya penyelesaian permasalahan pada sampel Pap smear konvensional

maka dilakukan digitalisasi sampel Pap smear konvensional melalui proses akuisisi

citra sampel mikroskopik Pap smear.

III.2 Proses Akuisisi Sampel Mikroskopik Pap smear pada Laboratorium

Khusus Patologi Veteran Bandung.

Penelitian tentang citra sel tunggal dan tumpang tindih dengan sel radang diperoleh

dari akuisisi sampel atau slide Papsmear pada Laboratorium Khusus Patologi Veteran

Bandung dengan menggunakan mikroskop dan kamera.

Prosedur berjalan sistem pemeriksaan sampel atau slide di Laboratorium Khusus

Patologi Veteran Bandung, terdiri dari lima proses sebagai berikut:

Page 118: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

38

1. Proses Registrasi dan Penomoran Slide.

Laboratorium atau institusi pengirim baik perorangan atau lembaga mengirimkan

slide hasil pengambilan sampel serviks dengan metode Pap smear ke

Laboratorium Patologi Veteran Bandung dengan mengisi formulir penerimaan.

Selanjutnya slide di registrasi oleh petugas dan diberi penomoran. Nomor

registrasi slide dicatat dalam Buku Nomor Registrasi Sitologi.

2. Proses Fiksasi Ulang.

Slide yang telah diregistrasi dan formulir diteruskan ke proses fiksasi ulang

dengan alkohol 95% atau 96% agar konsisi slide tetap terjaga.

3. Proses Staining (Pewarnaan)

Slide yang sudah difiksasi dilakukan proses pewarnaan dengan menggunakan

modifikasi Papnicolau. Semua proses terdata dalam formulir. Hasil dari proses

ini berupa slide yang sudah siap untuk dibaca atau dianalisa oleh ahli patologi.

4. Proses Analisa Slide

Ahli Patologi melakukan pembacaan slide dan mengidentifikasi sel dalam slide.

Hasil analisa ahli patologi akan dimuat dalam formulir jawaban. Setelah itu slide

akan diarsipkan dalam arsip slide.

5. Proses Pembuatan Laporan dan Pengiriman Laporan.

Formulir jawaban dari ahli patologi akan disusun dalam laporan berupa formulir

jawaban dalam format Bethesda dan akan dikirim ke laboratorium atau institusi

pengirim.

Prosedur sistem berjalan pemeriksaan slide Pap smear di Laboratorium Khusus

Patologi Veteran Bandung digambarkan dengan diagram alir data seperti pada

Gambar III.2.

Page 119: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

39

Gambar III.2 Sistem Berjalan Pemeriksaan Slide Pap smear di Laboratorium

Khusus Patologi Veteran Bandung

Slide yang sudah diarsipkan menjadi objek penelitian untuk dilakukan akuisisi citra.

Pada proses ini digunakan dua jenis mikroskop optik yaitu Olympus CH21 dan

Olympus CX20. Pembesaran lensa menggunakan perbesaran 40x dan gambar yang

diperoleh disimpan dalam format JPEG. Semua proses akuisisi citra diperoleh

melalui kamera Logitech (Logitech HD web cam C525) yang terhubung dengan

mikroskop. Proses akuisisi citra dapat dilihat pada Gambar III.3 .

Page 120: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

40

Gambar III.3 Proses Akuisisi Citra

Piranti yang digunakan dalam akuisisi citra berupa mikroskop dan camera dengan

spesifikasi sebagai berikut:

1. Mikroskop

a. Tipe : Binokular untuk mengamati bagian dalam sel.

b. Merk : Olympus CH21 dan Olympus CH20

c. Lensa : Okuler dengan perbesaran 10x, dan lensa objektif

dengan perbesaran 4x, 10x, 40x, dan 100x

d. Pencahayaan : 6 volt 20 watt lampu halogen.

e. Numerical Aperture (NA): 4x NA: 0.1, 10x NA: 0.25, 40x NA:0.65, 100x

NA: 1.25.

2. Kamera

Kamera Logitech HD web cam C525 dengan resolusi 2 MP ditempatkan pada

posisi lensa okuler mikroskop pada saat akuisisi citra.

Page 121: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

41

Proses akuisisi yang benar untuk mendapatkan citra mikroskopik yang baik

dilakukan dengan mengikuti standar pengoperasian mikroskop secara umum.

Adapun urutan langkah sebagai berikut:

Tahap persiapan :

1. Keluarkan mikroskop dari tempatnya, lensa okuler dan lensa objektif.

2. Pasanglah lensa okuler mulai dari perbesaran lemah, kemudian pasang

semua lensa objektif masing-masing pada tempatnya.

3. Siapkan kamera yang akan digunakan untuk pengambilan citra.

4. Siapkan preparat yang akan diamati.

5. Carilah tempat yang baik agar mikroskop dapat mendapatkan cahaya yang

baik.

Tahap inti :

1. Letakkan mikroskop di atas meja, untuk memindahkan mikroskop gunakan

cara yang benar yaitu tangan kiri memagang lengan mikroskop dan tangan

kanan menopang kaki mikroskop.

2. Putar revolver sehingga lensa objektif dengan perbesaran lemah berada pada

posisinya suatu poros dengan lensa okuler yang ditandai bunyi klik pada

revolver.

3. Mengatur cermin dan diafragma untuk melihat kekuatan cahaya masuk,

hingga dari lensa okuler tampak terang berbentuk bulat.

4. Tempatkan preparat pada meja benda tepat pada lubang preparat dan jepit

dengan penjepit benda.

5. Aturlah fokus untuk memperjelas gambar objek/benda dengan cara

memutar pemutar kasar, sambil dilihat dari lensa okuler. Untuk

mempertajam putarlah pemutar halus.

6. Apabila bayangan objek sudah ditemukan, maka untuk memperbesar

gantilah lensa objektif dengan ukuran dari 10 X, 40 X atau 100 X, dengan

cara memutar revolver hingga bunyi klik.

Page 122: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

42

7. Setelah diperoleh objek sel yang tepat pada pembesaran 40x maka lensa

okuler diganti dengan kamera Logitech HD web cam C525 dengan resolusi

2 MP yang sudah terhubung dengan komputer atau laptop.

8. Lakukan pengambilan citra dan disimpan dalam folder khusus pada laptop.

9. Apabila selesai digunakan, bersihkan mikroskop dan kamera serta simpan

pada tempat yang tidak lembab.

Gambar III.4 dan III.5 adalah contoh hasil akuisisi citra yang dilakukan dalam

penelitian ini.

(1a) CV-140949 Sel Tunggal

(1b) CV-142200 – Kelompok Sel

Gambar III.4. Database Citra tunggal dan tumpang tindih dengan sel radang Pap

smear (1a) Slide CV-140949 dan (1b) CV-142200

Page 123: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

43

Gambar III.5 Contoh Citra Pap smear Konvensional Sel bertumpuk dan Dipenuhi

Sel radang

Proses akuisisi citra menghasilkan citra sel mikroskopik Pap smear yang berupa

citra sel tunggal mikroskopik Pap smear dengan sel radang dan citra sel tumpang

tindih mikroskopik Pap smear dengan sel radang.

Selanjutnya citra hasil akuisisi akan dilakukan proses pengenalan nukleus. Seperti

diketahui nukleus menjadi bagian penting untuk diamati dalam proses identifikasi.

Sel-sel normal dan abnormal diidentifikasi dengan mengevaluasi perubahan

kepadatan dan morfologi bagian struktural dari sel, yaitu nukleus dan sitoplasma.

Nukleus adalah bagian struktural dari sel yang menghadirkan perubahan signifikan

ketika sel dipengaruhi oleh penyakit. Perubahan ini diidentifikasi melalui

interpretasi visual dari slide oleh seorang ahli.

III.3 Jenis dan Komponen Citra Mikroskopik Pap smear

1. Jenis Sel pada Citra Mikroskopik Pap smear

Sel pada Citra Mikroskopik Pap smear dapat dikelompokkan berdasarkan

Bethesda sistem (Cibas, E.S., dan Ducatman, B.S., 2009) yaitu:

a. Sel Epitel Squamous, jenis sel ini terdiri dari :

1. Normal, terdiri dari superficial, intermediate, parabasal dan basal.

2. Atipik

Page 124: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

44

3. CIN (Cervical Intraepithelial Neoplasia ).

b. Sel Epitel Glandular atau kelenjar, terdiri dari:

1. Endoserviks, terdiri dari normal, atipik dan ganas.

2. Endometrium

Selain itu, Martin (2003) dan Jantzen, dkk (2005) mengelompokkan citra Pap smear

menjadi 7 kelas yaitu tiga kelas pertama adalah Normal Superficial (NS), Normal

Intermediate (NI), Normal Columnar (NC). Sedangkan empat kelas berikutnya

adalah kelas abnormal yaitu Mild (Light) Dysplasia (MLD), Severe Dysplasia (SD),

Moderate Dysplasia (MD), dan Carcinoma In Situ (CIS). Pada penelitian ini

digunakan jenis kelas dan karateristik umum sel nukleus pada citra Pap smear

seperti pada Tabel III.1.

Tabel III.1 Karakteristik 7 Kelas Sel Tunggal Pap smear (Riana dkk. 2010)

No Nama Kelas Karakteristik Sampel Citra

1 Normal

Superficial

Sel berbentuk oval. Nukleus berukuran sangat kecil. Perbandingan luas wilayah nukleus

dengan luas wilayah sitoplasma sangat

kecil.

2 Normal

Intermediate

Sel berbentuk bulat.

Nukleus berukuran besar. Perbandingan luas wilayah nukleus

dengan luas wilayah sitoplasma kecil.

3 Normal

Columnar

Sel berbentuk seperti kolom.

Nukleus berukuran besar. Perbandingan luas wilayah nukleus

dengan luas wilayah sitoplasma sedang.

4 Mild (Ligh)t

Dysplasia

Nukleus berukuran besar dan berwarna

terang.

Perbandingan luas wilayah nukleus dan

sitoplasma sedang.

Page 125: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

45

Tabel III.1 Karakteristik 7 Kelas Sel Tunggal Pap smear (Riana dkk. 2010)

...(lanjutan)

No Nama Kelas Karakteristik Sampel Citra

5 Moderate

Dysplasia

Nukleus berukuran besar dan berwarna

gelap.

Sitoplasma berwarna gelap. Perbandingan luas wilayah nukleus

dengan luas wilayah sitoplasma besar.

6 Severe

Dysplasia

Nukleus berukuran besar, berwarna gelap,

dan bentuknya tidak teratur.

Sitoplasma berwarna gelap. Perbandingan luas wilayah nukleus dengan

luas wilayah sitoplasma sangat besar.

7 Carcinoma

In Situ

Nukleus berukuran besar, berwarna gelap,

dan bentuknya tidak teratur.

Perbandingan luas wilayah nukleus

dengan luas wilayah sitoplasma sangat

besar.

2. Sitoplasma pada Citra Sel Pap smear

Sitoplasma adalah bagian sel yang terbungkus membran sel. Pada sel eukariota,

sitoplasma adalah bagian non-nukleus dari protoplasma. Pada sitoplasma terdapat

sitoskeleton, berbagai organel dan vesikuli, serta sitosol yang berupa cairan tempat

organel melayang-layang di dalamnya. Gambar I.3 dan II.3 adalah contoh

sitoplasma pada citra sel Pap smear. Pada pembacaan slide Pap smear diperhatikan

sitoplasma apakah mengalami eosinofilik, apakah ada tonjolan atau bentuk yang

abnornal, warna terang pada sitoplasma (prinuclea rhalo) dan lain- lain. Rasio

perbandingan area sitoplasma dan nukleus menjadi informasi yang penting dalam

penentuan abnormalitas sel.

3. Nukleus pada Citra Sel Pap smear

Nukleus (jamak: nuklei) dalam arti umum adalah inti atau bagian tengah yang

dikelilingi bagian-bagian lain dalam kelompok atau kumpulan (Gambar I.3 dan

Page 126: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

46

II.3). Dalam biologi seluler, nukleus memiliki arti khusus yaitu inti sel, bagian dari

sel yang mengandung kromosom (materi genetik atau DNA). Dalam kasus citra

Pap smear, objek yang menarik adalah nukleus, karena merupakan bagian

struktural dari sel-sel yang menyajikan perubahan signifikan ketika sel dipengaruhi

oleh penyakit. Namun, deteksi akurat dan segmentasi nukleus dalam citra Pap

smear adalah tugas yang sulit karena beberapa alasan, diantaranya keberadaan sel

radang yang mirip dengan nukleus. Pada reduksi sel radang, deteksi sitoplasma

menjadi hal yang penting, untuk mendapatkan nukleus yang sebenarnya.

Segmentasi yang benar dari nukleus sangat penting karena mengarah ke

perhitungan fitur yang menonjol, yang dapat berkontribusi dalam identifikasi

kelainan pada bentuk atau struktur inti, untuk mengenali kategori sel normal atau

abnormal.

4. Sel Radang pada Citra Sel Pap smear

Sel radang disebut juga inflamasi. Dalam pemeriksaan slide Pap smear, sel radang

mengganggu lapang pandang pembacaan jika terlalu banyak. Sehingga bisa

menyulitkan diagnosa ahli patologi karena sel tertutup dengan sel radang dan lapang

pandang menjadi kotor. Sel radang terdiri dari beberapa jenis, diantaranya:

1. Sel polimorfonuklear (PMN), yaitu netrofil (jumlahnya paling banyak dalam

darah), eosinofil (bila terjadi alergi) dan basophil.

2. Sel monomorfonuklear (MMN), yaitu Limposit: sel-T, dan sel-B, Histiosit,

Sel datia inti ganda, dan Sel epitel

Tetapi apapun jenis sel radang bukan menjadi fokus dalam pemeriksaan Pap smear.

Sel radang dikaji lebih dalam pada teori kedokteran dan di luar konteks dari Pap

test. Tetapi keberadaannya yang cukup banyak dalam pengambilan konvensional

Pap smear menjadi masalah yang perlu ditangani.

5. Komponen Lain dalam Citra Sel Pap smear

Komponen lain dalam citra sel Pap smear konvensional adalah keberadaan bakteri

lactobacilli dan artifak (Gambar III.6). Lactobacilli bermanfaat karena menjaga

keseimbangan PH. Tetapi dalam kondisi preparat yang memiliki latar

Page 127: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

47

belakang lactobacilli dan artifak yang cukup banyak, juga dapat mengganggu

lapang pandang.

Gambar III.6 Contoh lactobacilli sebagai latar belakang pada citra Pap smear

III.4 Segmentasi Area Nukleus dan Perbandingan dengan Area Sitoplasma

1. Segmentasi Area Nukleus.

Penelitian lebih lanjut tentang karakteristik nukleus dilakukan untuk mengetahui

kanal warna apa yang sesuai untuk masing-masing kelas dalam proses segmentasi,

sebagai rujukan bagi penelitian tentang deteksi nukleus lebih lanjut. Sebanyak 280

sampel citra nukleus untuk kelas normal dan abnormal dari data Herlev

(Jantzen,J.dkk. 2005) digunakan untuk penelitian ini. Distribusi sampel diambil

sebanyak 40 untuk setiap kelas yaitu Normal Superficial (NS), Normal Intermediate

(NI), Normal Columnar (NC), Mild (Light) Dysplasia (MLD), Severe Dysplasia

(SD), Moderate Dysplasia (MD), dan Carcinoma In Situ (CIS).

Tabel III.2 Data Herlev (Jantzen,J.dkk. 2005)

Nama Kelas Jumlah

data

Jumlah

Sampel

Normal Superficial 74 40

Normal Intermediate 70 40

Normal Columnar 98 40

Mild (Light) Dysplasia 182 40

Severe Dysplasia 146 40

Moderate Dysplasia 197 40

Carcinoma In Situ 150 40

Total Data 917 280

Proses segmentasi luas nukleus untuk sel normal dan abnormal menggunakan

operasi kanal warna (R+G+B, R+G, R+B, G+B dan grayscale) dan deteksi tepi

yang terdiri dari Roberts, Prewitt, Sobel dan Canny. Penggunaan detektor tepi

tersebut untuk mendiagnosis berbagai citra dan sudah lazim digunakan.

Page 128: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

48

Gambar III.7. Citra asli sel nukleus hasil cropping kelas normal dan abnormal

(1a-7a) dan hasil penggabungan citra R+G+B masing-masing kelas (1b -7b).

Penelitian ini mengusulkan teknik untuk memisahkan kanal RGB dan memodifikasi

kanal warna serta melakukan segmentasi terhadap nukleus dengan menggunakan

modifikasi kanal RGB (R+G+B, R+G, R+B, G+B). Salah satu contoh hasil

modifikasi kanal warna menggunakan R+G+B pada kelas normal dan abnormal

diberikan pada Gambar III.7.

Roberts_R+G+B

Roberts_R+G

Roberts_R+B

Roberts_G+B

Roberts_Grayscale

Prewitt_R+G+B

Prewitt_R+G

Prewitt_R+B

Prewitt_G+B

Prewitt_Grayscale

Sobel_R+G+B

Sobel_R+G

Sobel_R+B

Sobel_G+B

Sobel_Grayscale

Canny_R+G+B

Canny_R+G

Canny_R+B

Canny_G+B

Canny_Grayscale

Gambar III.8 Contoh hasil akhir luas nukleus salah satu citra yang diterapkan pada

4 metode deteksi tepi.

(1a) (2a) (3a) (4a) 5(a) 6(a) 7(a)

(1b) (2b) (3b) (4b) 5(b) 6(b) 7(b)

Page 129: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

49

Dalam penelitian ini dibandingkan empat metode deteksi tepi Roberts, Prewitt,

Sobel dan Canny digunakan untuk mendeteksi tepi citra nukleus. Contoh hasil

deteksi tepi dan luas nukleus dari keempat metode deteksi tersebut diberikan pada

Gambar III.8. Hasil perhitungan luas nukleus dari 280 citra selanjutnya diseleksi

secara manual untuk dikelompokkan nilai luas yang memiliki selisih luas nukleus

paling minimum terhadap luas manual.

Tabel III.3 Jumlah citra pada masing-masing kelas yang luas nukleusnya

mendekati luas manual

Diperoleh hasil pada Tabel III.3, yang menunjukkan bahwa deteksi tepi Canny

memiliki nilai luas nukleus yang paling banyak mendekati nilai luas manual untuk

kelas 3,4,5,6 dan 7.

Tabel III.4 Perbandingan korelasi Spearman’s rho (r)

untuk 280 luas citra sel nukleus

Metode Deteksi

Tepi dan

Modifikasi Kanal

Warna

p

Metode Deteksi

Tepi dan

Modifikasi Kanal

Warna

p

Metode Deteksi

Tepi dan

Modifikasi Kanal

Warna

p

Rs_R+G+B 0,295** Rs_R+B 0,264** Rs_Gs 0,083

Pt_R+G+B 0,433** Pt_R+B 0,376** Pt_Gs 0,060

Sl_R+G+B 0,436** Sl_R+B 0,363** Sl_Gs 0,019

Cy_R+G+B 0,454** Cy_R+B 0,355** Cy_Gs 0,106

Rs_R+G 0,355** Rs_G+B 0,210**

Pt_R+G 0,349** Pt_G+B 0,393**

Sl_R+G 0,390** Sl_G+B 0,386**

Cy_R+G 0,180** Cy_G+B 0,295**

Ket : Rs = Roberts; Pt=Prewitt; Sl= Sobel; Cy= Canny; R=Red; G=Green; B=Blue;

Gs=Grayscale

P = Nilai Spearman’s rho ** Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed)

Page 130: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

50

Pada penelitian ini juga digunakan korelasi Spearman rho untuk membandingkan

ke 280 luas citra nukleus dari data Herlev. Hasil dari perbandingan luas segmentasi

dari keempat metode dan luas manual pada Tabel III.4.

Pada Tabel III.4 untuk semua modifikasi kanal warna (R+G+B, R+G, R+B dan

G+B) menghasilkan nilai p yang signifikan pada level 0,01. Kecuali untuk

grayscale diperoleh nilai p (0,019-0,106) yang tidak signifikan untuk keempat

deteksi tepi. Dari keseluruhan nilai korelasi terlihat deteksi tepi Canny dengan

modifikasi color warna R+G+B (Cy_R+G+B ) menunjukkan nilai korelasi p =

0,454 (sig.0,01 (2 tailed)) mengindikasikan nilai luas nukleus 280 citra dengan

modifikasi kanal warna R+G+B dengan deteksi tepi Canny memiliki nilai luas yang

sangat dekat dengan luas manual.

Berdasarkan hasil ini maka dilakukan analisis lanjutan dengan menggunakan

metode deteksi tepi Canny dengan modifikasi color warna untuk kelas normal dan

abnormal. Tujuannya untuk melihat sejauh mana metode deteksi tepi Canny dengan

modifikasi kanal warna dapat menghasilkan pengukuran luas nukleus yang

mendekati hasil manual, pada tiap-tiap kelas normal dan abnormal.

a. Hasil Segmentasi Area Nukleus Sel Normal Menggunakan Operasi Kanal

Warna dengan Deteksi Tepi Canny

Pengamatan dilakukan untuk 90 citra nukleus yang terdistribusi masing-masing 30

citra untuk setiap kelas normal. Nilai korelasi pada Tabel III.5 menunjukkan

hubungan yang sangat erat antara luas nukleus dari hasil segmentasi manual dan

Canny pada citra nukleus yang sama. Deteksi tepi Canny dengan R+G+B dan G+B

menunjukkan kinerja paling dekat dengan perhitungan manual (0,305 untuk

R+G+B dan 0,208 untuk G+B pada 0,05 p-value dengan 2-tailed).

Kinerja yang superior dari Canny dengan modifikasi kanal warna terlihat pada kelas

Normal Superficial. Di kelas tersebut Canny dengan modifikasi kanal warna

menunjukkan deteksi nukleus yang baik di semua modifikasi, memiliki jangkauan

korelasi Spearman rho 0,504 – 0,793. Dimana nilai tertinggi berada pada hasil kanal

warna grayscale. Semua korelasi tersebut signifikan pada 0,01 p-value (2-

Page 131: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

51

tailed). Ini berarti bahwa hasil perhitungan luas nukleus untuk kelas Normal

Superficial memiliki korelasi kuat untuk segmentasi manual.

Di kelas Normal Intermediate, kinerja terbaik diperoleh pada Canny dengan semua

modifikasi kanal warna. Semua deteksi tepi Canny dengan modifikasi kanal warna

menunjukkan korelasi yang lebih tinggi dalam tes nonparametrik. Dalam hal ini,

deteksi tepi Canny dengan R+G+B mencapai 0,817. Sedangkan untuk kelas Normal

Columnar, nilai tertinggi dicapai pada 0,505 untuk Canny dengan R+B. Temuan ini

menunjukkan bahwa detektor tepi Canny tidak sensitif untuk kelas ini.

Tabel III.5. Perbandingan korelasi Spearman’s rho untuk

modifikasi kanal warna pada kelas normal

Metode All Normal

Class

Normal

Superficial

Normal

Intermediate

Normal

Columnar Canny_R+G+B 0,305** 0,707** 0,817** 0,264

Canny_R+G 0,138 0,577** 0,615** 0,212

Canny_R+B 0,179 0,709** 0,596** 0,505** Canny_G+B 0,208* 0,504** 0,724** 0,103

Canny_Grayscale 0,203 0,793** 0,414* 0,377*

Total Citra 90 30 30 30 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed)

b. Hasil Segmentasi Area Nukleus Sel Abnormal Menggunakan Operasi

Kanal Warna dengan Deteksi Tepi Canny

Untuk kelas abnormal, pengamatan dilakukan terhadap 160 citra yang terdistribusi

ke dalam 40 citra sel nukleus, hasil analisis korelasi diberikan pada Tabel III.6.

Tabel III.6. Perbandingan korelasi Spearman’s rho untuk

modifikasi kanal warna pada kelas abnormal

Metode All Abnormal

Class

Mil Light

Dysplasia

Severe

Dysplasia

Moderate

Dysplasia

Carsinoma

In Situ Canny_R+G+B 0,518** 0,298 0,586** 0,494** 0,251

Canny_R+G 0,358** 0,009 0,445** 0,314* 0,138

Canny_R+B 0,489** 0,267 0,558** 0,450** 0,305

Canny_G+B 0,397** 0,159 0,420** 0,396** 0,122

Canny_Grayscale 0,365** 0,232 0,283 0,419** 0,226

Total Citra 160 40 40 40 40 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2 tailed) * Correlation is significant at the 0.05 level (2 tailed)

All=Abnormal Class; MLD =Mild (Light) Dysplasia cells; MD= Moderate Dysplasia; SD= Severe Dysplasia; CIS= Carcinoma In Situ

Page 132: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

52

Korelasi Spearman rho digunakan untuk perbandingan hasil luas 160 citra dari data

Herlev. Hasil perbandingan untuk luas nukleus dari semua kelas abnormal dan

setiap kelas Mild (Light) Dysplasia (MLD) dan Severe Dysplasia (SD) nilai

tertinggi pada modifikasi kanal warna R+G+B. Sedangkan pada kelas Moderate

Dysplasia (MD) dan Carcinoma In Situ (CIS), nilai tertinggi pada modifikasi kanal

warna R+B seperti terlihat pada Tabel III.6.

Dari nilai korelasi Spearman rho untuk segmentasi luas nukleus pada kelompok sel

normal dan abnormal di atas maka dapat dirangkum kesimpulan pada Tabel

III.7. Grafik rekomendasi untuk untuk modifikasi kanal warna untuk setiap kelas

diberikan pada Gambar III.9.

Tabel III.7 Rangkuman hasil kanal warna untuk kelas normal dan abnormal

Kelas Nilai Spearman rho Kanal Warna

Normal Superficial 0,793 Grayscale

Normal Intermediate 0,817 R+G+B

Normal Columnar 0,505 R+B

Mild (Light) Dysplasia 0,298 R+G+B

Severe Dysplasia 0,581 R+G+B

Moderate Dysplasia 0,450 R+B

Carcinoma In Situ 0,305 R+B

Gambar III.9 Grafik Rekomendasi Kanal Warna untuk Setiap Kelas.

Page 133: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

53

Rekomendasi dari penelitian tentang karakteristik nukleus ini menunjukkan bahwa

pada tujuh kelas dari citra Pap smear memungkinkan untuk memiliki perlakukan

yang berbeda pada saat pengenalan nukleus pada masing-masing kelas. Untuk kelas

Normal Superficial dapat dipertimbangkan penggunaan kanal warna grayscale.

Sedangkan penggunaan modifikasi kanal warna R+G+B dapat dipertimbangkan

untuk segmentasi pada kelas-kelas Normal Intermediate, Mild (Light) Dysplasia,

dan Severe Dysplasia. Untuk kelas Normal Columnar, Moderate Dysplasia, dan

Carcinoma In Situ dapat digunakan modifikasi kanal warna R+B. Modifikasi kanal

warna RGB dibutuhkan untuk kelas-kelas lain kecuali kelas Normal Superficial.

Usulan penggunaan masing-masing kanal warna pada setiap kelas sejalan dengan

karakteristik nukleus pada Tabel III.1 dimana keabnormalan nukleus seiring dengan

perubahan bentuk nukleus dan perubahan warna.

2. Perbandingan Area Nukleus dan Sitoplasma.

Nilai rasio perbandingan antara area nukleus dan sitoplasma menjadi penilaian

utama untuk tingkat abnormalitas sel. Pada bagian ini digunakan data area nukleus

dan area sitoplasma dari data Herlev (Jantzen, 2005). Tujuannya untuk mengetahui

besarnya nilai rasio nukleus dan sitoplasma pada masing-masing kelas. Dari 917

citra data Herlev diperoleh data rasio area nukleus dan sitoplasma untuk ketujuh

kelas pada Tabel III.8. Tabel data rasio nukleus dan sitoplasma ini akan digunakan

dalam identifikasi kelas sel pada proses-proses penelitian di bab- bab selanjutnya.

Tabel III.8 Rasio Area Nukleus dan Sitoplasma pada Tujuh Kelas

(diolah dari data Herlev (jantzen, 2005))

Nilai Kelas

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kelas 5 Kelas 6 Kelas 7

Max 0.032665 0.095717 0.667894 0.621777 0.758475 0.843202 0.885497

Min 0.00399 0.012663 0.153379 0.099454 0.143762 0.179315 0.230741

Average 0.011796 0.031257 0.34599 0.267897 0.378829 0.485541 0.602169

Standar

Deviasi 0.006146 0.014082 0.103219 0.102974 0.119767 0.142986 0.132108

Page 134: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

54

Bab IV Eliminasi Sel Radang dan Deteksi Nukleus pada Citra

Sel Tunggal Pap smear

Dalam bab ini akan dibahas tentang eliminasi sel radang pada citra sel tunggal Pap

smear. Metode ini dibangun dengan menggabungkan pengetahuan tentang deteksi

sitoplasma dan nukleus. Algoritma segmentasi dikembangkan untuk mengekstrak

sel-sel radang dan memungkinkan deteksi nukleus menjadi akurat. Algoritma yang

diusulkan didasarkan pada kombinasi graylevel thresholding dan definisi aturan

jarak, yang memerlukan identifikasi sel-sel radang. Proses eliminasi sel radang ini

selanjutnya akan digunakan pada proses pemisahan sel tumpang tindih.

Meskipun ada banyak metode yang diusulkan dalam literatur untuk analisis citra

Pap smear, masalah identifikasi sel radang belum banyak ditangani. Penelitian

tentang penentuan batas nukleus dan sitoplasma dalam citra serviks yang hanya

berisi satu sel atau sel terisolasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti, (Bamford,

dan Lovell (1996), Bamford dan Lovell (1998), Lassouaoui dan Hamami (2003),

Bak dkk. (2004), Yang-Mao dkk. (2008), Lin dkk. (2009), Yung-Fu dkk. (2014).

Metode yang diusulkan dalam Plissiti dkk. (2011a), dan Plissiti dkk. (2011b) yaitu

mendeteksi lokasi nukleus dan penetapan batas masing-masing nukleus, dalam citra

sel Pap smear konvensional yang mengandung sel-sel yang terisolasi dan kluster

atau kelompok sel.

Selain itu, banyak metode tidak menggunakan informasi warna dari citra serviks.

Dalam Garrido dan de la Blanca (2000) telah mengusulkan metode menggunakan

citra grayscale untuk mendapat tepi benda tumpang tindih dalam citra yang

kompleks. Selain itu, metode lain seperti algoritma genetika oleh Lassouaoui dan

Hamami (2003), klasifikasi piksel oleh Bak dkk. (2004), region growing oleh Isa

(2005), deformable models oleh Plissiti dkk. (2010), deteksi kontur oleh Tsai dkk.

(2008), Malm dan Brun (2009) juga diusulkan untuk segmentasi citra serviks

menggunakan citra grayscale. Harus dicatat bahwa tak satu pun dari penelitian

tersebut di atas berhubungan dengan keberadaan sel-sel radang dalam citra Pap

smear.

Page 135: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

55

Segmentasi citra sel dengan menggunakan thresholding telah diusulkan oleh

beberapa peneliti, seperti Poulsen dan Pedron (1995), Wu dkk. 1998, Riana dkk.

(2014a). Melalui teknik ini, citra biner yang diekstraksi dengan thresholding dari

citra awal menjadi sangat jelas dan sederhana untuk dianalisis dan secara signifikan

mengurangi sejumlah data. Secara umum, tujuan dari metode ini adalah secara

otomatis mengidentifikasi nilai thresholding untuk memisahkan sel dari latar

belakang dan nukleus dari sitoplasma. Perbandingan beberapa metode seleksi

thresholding dilakukan oleh Sezgin dan Sanlur (2004). Sebuah teknik thresholding

juga diusulkan dengan metode multiscale local adaptive threshold berdasarkan

stabilitas bentuk pada ekstraksi nukleus dari latar belakang oleh Li, dan Najarian

(2007).

Dalam penelitian ini mengusulkan sebuah metodologi untuk analisis citra sel Pap

smear yang mempunyai dua tujuan spesifik, yaitu:

1. Ekstraksi sel radang dalam citra yang mengandung sel-sel tunggal

2. Deteksi lokasi nukleus dan sitoplasma

Dengan demikian, kontribusi utama penelitian ini ada dua. Pertama, bagian- bagian

dari citra yang tidak termasuk temuan atau bagian yang membantu proses analisa,

seperti latar belakang, akan dibuang. Kedua, ekstraksi sel radang menyebabkan

isolasi nukleus yang sebenarnya dari masing-masing sel, memberikan informasi

tambahan dan saling melengkapi. Dengan cara ini, ahli cytologist atau patologi

dapat memperoleh keputusan diagnostik yang dapat diandalkan tentang slide Pap

smear.

Metode penelitian ini didasarkan pada teknik threshold dan menghasilkan

segmentasi citra yang efektif. Metode ini menggabungkan pengetahuan apriori

tentang posisi nukleus, yang diestimasi bergantung pada pusat massa atau centroid

sitoplasma. Secara umum, nukleus yang terletak di tengah sitoplasma. Berdasarkan

fakta ini, penelitian ini mengusulkan sebuah metode yang dapat membedakan lokasi

nukleus dalam citra Pap smear. Metode ini memanfaatkan nukleus dan karakteristik

sitoplasma melalui analisis citra morfologi. Metode ini telah dievaluasi dengan

menggunakan data tes sebanyak 222 citra Pap smear konvensional, yang

mengandung total 418 sel terisolasi dan terdapat sel-sel

Page 136: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

56

radang di sekitarnya. Bab ini disusun sebagai berikut bagian pertama menjelaskan

secara rinci material dan metodologi yang diusulkan. Pada bagian kedua disajikan

hasil eksperimen, evaluasi numerik dan analisa fitur dan pada bagian ketiga terdapat

evaluasi dari metode dan perbandingan dengan metode lainnya.

IV.1 Material dan Metode

Dalam penelitian ini digunakan beberapa citra Pap smear yang mengandung sel-

sel tunggal atau tumpang tindih yang dikelilingi oleh sel-sel radang. Citra-citra ini

diperoleh melalui slide mikroskopis menggunakan kamera digital yang diadopsi

pada mikroskop. Citra simpan dalam format JPEG. Penelitian ini menghasilkan

sebuah database citra yang didasarkan pada hasil pengamatan laboratorium yang

diberikan oleh ahli patologi di Laboratorium Patologi di Indonesia. Total basis data

terdiri dari 222 citra.

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar IV.1 Contoh Citra Asli

Gambar IV.1 (a-f) menggambarkan beberapa contoh citra dalam penelitian ini.

Karakteristik sel di semua citra adalah sel normal dengan sel-sel radang, kecuali

(1e) yang ditandai sebagai sel yang tidak normal (kriteria atipic).

Page 137: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

57

Citra Sel Pap smear

Gambar IV.2. Skema segmentasi dan eliminasi sel radang pada sel tunggal

Skema dari metode yang diusulkan diilustrasikan pada Gambar IV.2. Tahap

pertama adalah tahap pre-processing yang meliputi konversi warna dan

peningkatan citra untuk diproses lebih lanjut. Langkah selanjutnya adalah

Segmentasi Citra

Citra Hasil, Ekstraksi Fitur

dan Identifikasi Jenis Sel

Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel

(Area, Perimeter, Roundness)

Ekstraksi sel radang dan deteksi nukleus

Segmentasi Sub Citra

1. Segmentasi dengan lokal

threshold

2. Cropping otomatis

kandidat nucleus

3. Perhitungan fitur kandidat

nukleus

Pre-processing

Konversi Warna

Peningkatan Citra

1. Segmentasi dengan global threshold.

2. Cropping otomatis sel

3. Perhitungan Fitur Sitoplasma

Pre-processing citra

Konversi Warna

Peningkatan Citra

Page 138: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

58

pengolahan ditingkatkan citra, yang bertujuan untuk segmentasi satu sel dari latar

belakang dan untuk mengekstrak nukleusnya dari sel-sel radang. Selanjutnya,

proses ekstraksi fitur diterapkan, di mana beberapa fitur penting yang dihitung,

seperti area, perimeter dan kebulatan (roundness) dari nukleus dan sitoplasma.

Fitur-fitur ini diambil untuk analisa lebih lanjut. Setiap tahap dari skema metode ini

dibahsa secara rinci dalam paragraf berikutnya.

IV.1.1 Pre-processing

Tahap pre-processing mempersiapkan citra untuk diproses lebih lanjut. Citra Pap

smear adalah citra optik berwarna yang berkualitas buruk karena variasi proses

stanning digunakan untuk mewarnai sel dan pencahayaan merata di seluruh bidang

pandang. Informasi warna tidak signifikan dibandingkan dengan intensitas citra.

Oleh karena itu dalam tahap pre-processing, langkah pertama adalah mengkonversi

citra RGB ke citra grayscale. Nilai grayscale diperoleh dengan persamaan dari

komponen R, G, dan komponen B seperti yang diberikan dalam (4.1).

1 gray = 0.2989 * R + 0.5870 * G + 0.1140 *B (4.1)

Diperlukan batas yang jelas antara nukleus dan sitoplasma untuk mengekstrak

nukleus dari sel. Namun, kontras citra Pap smear sangat kurang dan perbedaan

homogenitas dalam intensitas citra membuat proses lebih lanjut menjadi sulit.

Dengan demikian, perlu untuk dilakukan peningkatan kontras citra untuk

mendapatkan tepi dan batas-batas yang jelas dari nukleus. Ini merupakan prasyarat

untuk mendapatkan segmentasi dan ekstraksi fitur yang akurat dari citra.

Penyesuaian citra (image adjustment) dan penyaringan (filtering) digunakan untuk

meningkatkan kontras citra, sehingga batas-batas sel yang jelas dapat dibedakan

dari latar belakang citra. Kualitas citra yang telah ditingkatkan lebih cocok untuk

prosedur segmentasi. Prosedur ini membuat nilai-nilai intensitas dalam citra

grayscale yang kontrasnya rendah dipetakan ke nilai-nilai baru dalam citra,

disesuaikan hingga 1%, sehingga, kontras citra meningkat. Masking unsharp

Page 139: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

59

digunakan untuk meningkatkan ketajaman citra, yang menghasilkan citra tepi

g(x,y) dari sebuah citra input f(x, y) yang diberikan oleh:

g(x,y) = f(x,y) – fsmooth(x,y) (4.2)

Dimana fsmooth(x,y) adalah menghaluskan f(x,y). Kombinasi semua variabel dalam

persamaan, di mana k adalah nilai-nilai konstan bervariasi antara 0,2 dan 0,7,

menghasilkan persamaan penajaman citra sebagai berikut,

fsharp (x,y) = f(x,y) +k * g (x,y) (4.3)

Seperti dapat dilihat pada Gambar IV.3 (d), setelah langkah preprocessing citra

lebih jelas daripada citra awal, karena tepi dan komponen frekuensi tinggi lainnya

telah ditingkatkan. Citra yang diperoleh dari langkah preprocessing kemudian

digunakan sebagai input pada langkah berikutnya untuk ekstraksi sel radang.

Citra asli (4a) Citra Grayscale (4b)

Citra Adjust (4c) Citra Sharpened (4d)

Gambar IV.3 Citra asli dan hasil pre-processing

Page 140: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

60

IV.1.2 Segmentasi Citra dan Sub Citra

Pada langkah ini, citra diproses agar dapat secara efektif mendeteksi ROI (regions

of interest) dalam kasus ini adalah sel dari latar belakang. Latar belakang dalam

citra ini diharapkan dapat menunjukkan karakteristik homogen, sedangkan noise

yang tinggi akan dihapus pada langkah preprocessing. Selain itu, latar belakang

memperlihatkan perbedaan yang signifikan dari daerah sel, karena umumnya

intensitas sel lebih rendah dari intensitas latar belakang. Untuk alasan ini, image

thresholding menyediakan cara yang mudah dan efektif untuk menentukan daerah

ROI dalam citra tertentu.

Hasil dari proses thresholding sangat tergantung pada pilihan nilai ambang batas.

Dalam percobaan ini, ditentukan nilai ambang batas atau thresholding 0,65 untuk

semua citra dalam database. Nilai ini telah secara empiris diperoleh dengan trial

dan error untuk 222 citra input.

Setelah penerapan proses thresholding dalam citra, diambil citra biner yang berisi

daerah ROI, yang digambarkan sebagai daerah putih yang dibangun oleh 4-

connected components. Daerah ini diharapkan menjadi citra sel-sel yang terisolasi

atau kelompok sel. Selanjutnya dapat dihitung beberapa fitur tambahan dari obyek

yang dihitung, seperti area dan pusat massa, yang kemudian akan digunakan untuk

definisi sel nukleus, seperti yang dijelaskan dalam bagian berikutnya.

Untuk mengambil informasi yang berguna dari karakteristik citra sel, maka secara

mandiri setiap sel terdeteksi diproses dengan pemotongan (cropping) otomatis citra.

Untuk itu digunakan persegi panjang terkecil (bounding box) yang mengandung

daerah yang diamati.

Dalam penelitian ini digunakan biner invert yaitu membalikkan citra biner ketika

sel-sel ditampilkan sehingga nilai-nilai 0 akan ditampilkan sebagai putih dan 1

nilai-nilai yang ditampilkan sebagai hitam (Gambar IV.4).

Penggunaan invert binary untuk proses cropping sel, labelling dan region

properties. Pada daerah yang berwarna putih diberikan label dan diambil properti

Page 141: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

61

citranya berupa luas dan centroid. Proses ini menggunakan 4-connected objects

untuk menemukan koneksi dalam 4 arah.

Untuk mengekstrak fitur area dari citra biner dihitung dari jumlah piksel putih pada

daerah sel. Centroid ditentukan dari pusat massa. Elemen pertama dari centroid

adalah koordinat horizontal (atau koordinat x) dari pusat massa, dan elemen kedua

adalah koordinat vertikal (atau koordinat y).

Gambar IV.4 Citra invert binary dan hasil cropping otomatis sel.

Cropping citra sel otomatis menggunakan region of interest untuk mendapatkan

area spesifik di setiap sel dan akan ditentukan pusat massa dari sel. Proses ini

menggunakan persegi panjang terkecil yang mengandung daerah sel atau yang

disebut bounding box. Gambar IV.5, menggambarkan massa dan bounding box.

Wilayah ini terdiri dari piksel putih, kotak hijau adalah bounding box, dan titik

merah adalah centroid.

Page 142: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

62

Gambar IV.5 Ilustrasi centroid dan bounding box

Proses cropping otomatis dilakukan berulang sebanyak daerah yang dianggap

sebagai sebuah sel dalam citra. Proses cropping otomatis diulang sesuai dengan

jumlah sel dalam citra menghasilkan satu set sub citra.

Untuk setiap sub citra diekstrak, mengikuti langkah preprocessing, mirip dengan

prosedur sebelumnya (penyesuaian citra grayscale dan filtering) untuk peningkatan

karakteristik citra. Selain itu, prosedur thresholding kemudian dilakukan di setiap

sub citra, untuk mengekstraksi kandidat nukleus dalam sel.

(a) Citra Grayscale

(b) Citra Adjusted

(c) Citra Sharpened

(d) Binary images

Page 143: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

63

Gambar IV.6 Hasil tahapan preprocessing pada sub citra.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa daerah nukleus lebih gelap dari daerah

sitoplasma di setiap sub citra. Nilai threshold diatur sebesar 0,25 untuk semua sub

citra yang dihasilkan cropping otomatis dari 222 citra asli dalam data set. Nilai ini

diperoleh secara empiris.

Pada Gambar IV.6 dapat dilihat beberapa langkah dari prosedur thresholding dalam

tiga sub citra. Pada Gambar. IV.6 (d) citra biner dihasilkan dengan kemungkinan

berisi lebih dari satu calon nukleus. Namun, diharapkan di setiap sub citra dideteksi

hanya satu sel (Gambar IV. 7), proses lebih lanjut diperlukan untuk menentukan

nukleus yang benar di setiap sub citra dan untuk mengekstrak sel-sel radang.

Gambar IV.7 Kandidat Nukleus dalam Sel

IV.1.3 Ekstraksi Sel Radang dan Deteksi Nukleus

Ektraksi sel inflamasi atau radang dan deteksi nukelus didasarkan pada pengetahuan

apriori tentang fitur geometris nukleus. Dalam penelitian ini, dianggap bahwa

bentuk nukleus mengikuti pola elips dan posisi nukleus dalam sel diasumsikan

dekat dengan pusat massa sitoplasma. Dengan demikian, digunakan aturan jarak,

membandingkan jarak euclidean dari posisi pusat massa sitoplasma ke semua pusat

massa calon nukleus.

Page 144: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

64

Definisi jarak terpendek antara inti dan pusat massa sitoplasma menunjukkan

adanya nukleus sebenarnya. Semua kandidat lain yang memiliki jarak yang lebih

besar ke pusat massa sitoplasma dibuang, dan dinyatakan sebagai sel-sel radang.

Sel-sel radang ini akan diambil dan dihilangkan dengan mengubah warna menjadi

warna yang sama dengan warna sitoplasma. Nukleus sel yang terdeteksi tersisa

dengan warna aslinya. Gambar IV.8 (b) menunjukkan hasil dari prosedur ini

dibandingkan dengan citra asli. Dalam citra ini, dapat dilihat bahwa sel-sel radang

dalam citra dapat dihilangkan.

(a) Citra asli

(b) Citra Hasil

Page 145: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

65

Gambar IV.8 Ekstraksi sel radang sebuah citra setelah aplikasi metode yang

diusulkan.

IV.1.4 Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel

Langkah analisa morphologi untuk sitoplasma dan nukleus adalah melakukan

analisis morphologi bentuk daerah sel yang berhasil dideteksi pada citra untuk

mengekstrak kesimpulan yang berguna. Ekstraksi fitur morphologi dilakukan,

dengan menghitung area, perimeter dan kebulatan (roundness) wilayah sitoplasma

dan nukleus. Daerah nukleus dihitung dari himpunan piksel putih untuk setiap

nukleus yang terdeteksi dalam bounding box. Demikian pula, daerah sitoplasma

dihitung dengan menghitung piksel putih di bounding box dari sitoplasma.

Perimeter adalah jumlah piksel yang terdiri dari batas objek. Sedangkan untuk

perhitungan kebulatan (roundness) digunakan rumus berikut

Kebulatan = 4π Αrea / Perimeter2 (4.4)

Contoh ekstraksi ciri morphologi pada citra dapat dilihat pada Tabel IV.1. Analisis

fitur sel morphologi tersebut adalah salah satu proses yang paling penting, dalam

rangka untuk memperoleh kesimpulan diagnostik yang handal dan mendeteksi

secara dini kanker serviks. Untuk sel yang terdeteksi sempurna dapat dihitung nilai

area, perimeter dan roundness Tabel IV.1 berisi fitur yang diperoleh dari proses

ini.

Tabel IV.1. Contoh fitur sitoplasma dan nukleus sel tunggal

Properti Sitoplasma Nukleus Sitoplasma Nukleus

Area 65447 1534 108865 3271

Perimeter 2441.454 183.4386 2188.542 236.4508

Roundness 2740.324 0.134742 4123.69 0.277703

Page 146: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

66

Hasil akhir dari eliminasi sel radang berupa citra tunggal yang terdeteksi fitur

nukleus dan teridentifikasi jenis sel. Identifikasi jenis sel mengacu pada Tabel

III.8 tentang rasio area nukleus dan sitoplasma pada tujuh kelas data Herlev.

Gambar IV.9 menunjukan proses eliminasi sel radang dari salah satu citra. Hasil

akhir diperlihatkan pada Gambar IV.10 berupa salah satu sel yang telah diekstraksi

sel radang dan berhasil diidentifikasi kelas sel sebagai kelas satu yaitu Normal

Superficial.

Gambar IV.9 Proses Eliminasi sel radang

(a) (b)

Page 147: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

67

Gambar IV.10 Hasil eliminasi sel radang, (a) Sel radang yang telah diekstraksi

jenis sel telah diidentifikasi dan (b) Menunjukkan nilai fitur dari nukleus

terdeteksi.

Penjelasan mengenai lima tahap dalam metode usulan telah diuraikan di atas.

Selanjutnya untuk setiap tahap dari skema metode yang diusulkan dapat ditulis

dengan algoritma seperti pada Tabel IV.2.

Tabel IV.2. Algoritma_Segmentasi _Sel_Radang_pada_Citra_Sel_Tunggal_Pap_

smear

Pseudo-code

Input : Citra Pap smear dengan sel radang

Output: Citra nukleus dan sitoplasma terdeteksi

Stage 1 : Preprocessing

1. Konversi citra dari RGB ke grayscale.

2. Tingkatkan citra dengan adjustment dan filter unsharp.

Stage 2: Segmentasi Citra

3. Terapkan global threshold 0.65 untuk mendapatkan citra hitam putih calon

sitoplasma.

4. Hitung fitur sitoplasma yaitu centroid, area, dan bounding box.

5. Cropping otomatis sitoplasma dengan bounding box >200x200 piksel.

6. if cropping otomatis calon nukleus > 200x200 piksel then S adalah citra

sitoplasma terdeteksi atau sub citra dari citra awal.

Stage 3: Segmentasi sub citra.

7. for k = 1,2,3, …, n; dimana n adalah sub citra

8. Konversi sub citra dari RGB ke grayscale.

9. Tingkatkan sub citra dengan adjustment dan unsharp.

10. Terapkan global threshold 0.25 untuk mendapatkan citra hitam putih calon

nukleus.

11. Hitung fitur calon nukleus yaitu centroid, area, dan bounding box.

12. Cropping otomatis calon nukleus dengan bounding box >13x13 piksel.

13. if cropping calon nukleus > 13x13 piksel then Cn adalah calon nukleus.

Stage 4: Ektraksi Sel Radang dan Deteksi Nukleus

14. Ekstraksi sel radang dilakukan dengan mengambil semua nilai dari proses 10.

15. Deteksi Nukleus:

for i = urutan sitoplasma; j = urutan calon nukleus; [m,n]= (baris, kolom).

16. Tentukan S1, S2, …, Si = S1(m1,n1) , S2(m2,n2),…, Si(mi,ni) sebagai centroid

sitoplasma terdeteksi.

Page 148: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

68

i(mi,ni) + j(mj,nj)

17. Tentukn Cn1, Cn2, …,Cni = Cn1(m1,n1) , Cn2(m2,n2),…, Cnj(mj,nj) sebagai centroid

calon nukleus terdeteksi.

18. Hitung jarak terdekat D = min (S 2 Cn 2)1/2

19. end

20. D adalah nukleus terdeteksi.

21. end

Stage 5: Analisa Morphologi dan Identifikasi Jenis Sel

22. Ambil fitur area sitoplasma dan nukleus terdeteksi.

23. Hitung fitur perimeter dan roundness dari sitoplasma dan nukleus terdeteksi.

24. Hitung perbandingan area nukleus terdeteksi dengan area sitoplasma

terdeteksi.

25. Tentukan jenis sel.

IV.2 Hasil Eksperimen

IV.2.1 Studi Group

Dalam penelitian ini digunakan 222 citra database citra Pap smear dengan sel-sel

sel radang yang memiliki 418 citra cropping, yaitu 255 sel tunggal dan163 citra sel

tumpang tindih. Sebagai data pelatihan diambil sebanyak 143 citra yang setelah

dilakukan proses cropping memiliki 293 citra, dimana 169 adalah sel tunggal dan

124 sel tumpang tindih.

Selanjutnya, metode yang diusulkan diuji dalam hal penentuan akurat dari nukleus

dan batas sitoplasma pada data uji sebanyak 79 citra dengan sel-sel sel radang yang

berisi 125 citra cropping, yaitu 86 sel tunggal dan 39 sel tumpang tindih. Harus

dicatat bahwa pelatihan dan uji merupakan citra yang independen. Citra- citra ini

diperoleh melalui kamera Logitech (Logitech HD C525) dengan dua jenis

mikroskop optik Olympus CH20 dan Olympus CH31, menggunakan lensa

perbesaran 40x dan citra yang diperoleh disimpan dalam format JPEG. Citra-citra

tersebut kemudian di-cropping secara otomatis untuk mendapatkan satu sel yang

mengandung sel-sel radang atau inflamasi.

IV.2.2 Evaluasi Numerik

Penerapan metode yang diusulkan untuk data set citra menghasilkan hasil yang

menjanjikan, yang menunjukkan bahwa metode ini dapat mendeteksi sel-sel radang

dan untuk menentukan secara akurat sitoplasma dan nukleus (Gambar

Page 149: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

69

IV.11). Hal ini dicapai untuk 86 citra sel tunggal, di mana sel-sel radang dan

segmentasi sitoplasma dan nukleus berhasil diekstrak. Dalam 39 citra, sel radang

diidentifikasi dengan benar, yang kemudian diberi warna sama dengan warna

sitoplasma.

Metode yang diusulkan seluruhnya dilakukan secara otomatis. Terdiri dari dua

tahap yaitu preprocessing, segmentasi dan penentuan nukleus. Tabel IV.3

menunjukkan waktu proses 79 citra uji dengan Matlab menggunakan Core I3

dengan RAM 3 GB. Tahap segmentasi memiliki waktu proses 0.1645 ± 0.1159

detik dan lebih lama dibandingkan dengan tahapan preprocessing. Hal ini

disebabkan pada tahap ini dilakukan segmentasi berupa deteksi sitoplasma dan sub

segmentasi yaitu ekstraksi sel radang, deteksi calon nukleus dan penentuan nukleus

berdasarkan jarak terdekat dari pusat centroid.

Gambar IV.11 Hasil dari metode yang diusulkan untuk ekstraksi sel inflamasi dan

deteksi sitoplasma dan nukleus.

Page 150: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

70

Dalam waktu tersebut untuk 79 citra berkelompok yang mengandung sel radang

dapat dieksekusi sebanyak 125 sel dengan hasil 86 nukleus dapat dideteksi dengan

baik sedangkan 39 nukleus belum terdeteksi dengan benar. Perhitungan secara detil

untuk proses deteksi nukleus dan defenisi sel radang melibatkan 1046 sel kandidat

nukleus yang terdiri dari 188 sel nukleus dan 858 sel radang.

Tabel IV.3 Eksekusi Citra

Tahapan Prosess Waktu dalam detik

Preprocessing 0.1645 ± 0.1159

Segmentasi dan deteksi nukleus 0.9191 ± 0.4468

Tahap segmentasi dan deteksi nukleus dinyatakan berhasil jika nukleus dan sel

radang terdeteksi benar diantara sekumpulan kandidat nukleus. Pada proses ini 75

nukleus masih ditandai sebagai sel radang dan sebanyak 113 nukleus dideteksi

secara akurat atau 60,11 %. Sedangkan untuk deteksi sel radang, 278 sel masih

terdeteksi sebagai nukleus sedangkan 580 terdeteksi secara benar sebagai sel radang

atau sebesar 67,59%.

Perhitungan nilai True Positive (TP), True Negative (TN), False Positive (FP), dan

False Negative (FN) dari hasil deteksi nukleus dan sel radang digunakan dua

perhitungan statistik untuk performansi, yaitu:

1. Sensitivity yang menghitung proporsi sel nukleus yang terdeteksi dengan

benar dan didefenisikan sebagai:

Sensitivity = . TP . x 100% (4.5)

TP + FN

2. Specificity yang menghitung proporsi sel radang yang terdeteksi dengan

benar dan didefenisikan sebagai:

Specificity = . TN . x 100 % (4.6)

TN + FP

Nilai Sensitivity diperoleh sebesar 70.96 % menunjukkan masih terdapat sel nukleus

yang dianggap sel radang, ini sesuai dengan kondisi kesulitan yang dihadapi oleh

ahli patologi. Sedangkan nilai Specificity sebesar 82,54% menunjukkan bahwa sel

radang dideteksi dengan baik dan hanya sedikit sel radang yang dianggap sebagai

sel nukleus.

Page 151: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

71

Secara lengkap nilai false negative dari hasil metode usulan diberikan pada Tabel

IV.4, berikut ini.

Tabel IV.4. Perhitungan Sensitivity dan Specificity 79 Citra

Page 152: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

72

Page 153: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

73

D = min (S Cn ) (4.7) ) )

Pada penentuan sel nukleus diantara sel radang atau calon nukleus digunakan

parameter jarak terdekat dari centroid calon nukleus ke centroid sitoplasma.

Parameter jarak terdekat dapat didefenisikan sebagai berikut:

Jika i = urutan sitoplasma

j = urutan calon nukleus (m,n)

= (baris, kolom)

Maka didapat nilai-nilai centroid yang terdeteksi, yaitu:

Centroid sitoplasma terdeteksi :

S1, S2, …,Si = S1(m1,n1) , S2(m2,n2),…, Si(mi,ni) dan

Centroid calon nukleus terdeteksi :

Cn1, Cn2, …,Cni = Cn1(m1,n1) , Cn2(m2,n2),…, Cnj(mj,nj)

Sehingga parameter jarak terdekat ditentukan sebagai:

2 2 1/2i(mi,ni + j(mj,nj

dimana D adalah Jarak terdekat atau minimum antara centroid sitoplasma dan

centroid calon nukleus. Sehingga nukleus yang sebenarnya adalah Cnj(mj,nj) jika D

terpenuhi.

IV.2.3 Hasil Analisa Fitur Morphologi

Selanjutnya dievaluasi 86 citra yang berhasil diekstraksi sel radang dan berhasil

dideteksi sitoplasma dan nukleusnya. Dalam citra ini, telah dihitung tiga ciri-ciri

morphologi sitoplasma dan nukleus, yaitu area, perimeter dan kebulatan atau

roundness. Dalam Gambar IV.12 dan IV.13, bisa melihat hasil dari perbandingan

daerah dan perimeter inti dan sitoplasma masing-masing. Seperti yang diharapkan,

sitoplasma memiliki area dan perimeter yang lebih besar dari nukleus.

Page 154: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

74

Area

2.5

2

1.5

1

0.5

0

5

x 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Index Citra

Gambar IV.12 Grafik yang menunjukkan perbandingan area nukleus (kurva

bawah) dan sitoplasma (kurva atas) untuk 86 citra.

Perimeter

15000

10000

5000

0 0 10 20

30 40

50 60 70 80 90

Index Citra

Gambar IV.13 Grafik perbandingan nilai perimeter 86 citra, sitoplasma (‘+’) dan

nukleus (garis kontinu).

Tabel IV.5 menunjukkan fitur yang diukur dari sitoplasma dan nukleus yang

dihasilkan oleh metode ini dari 86 citra, yaitu rata-rata dan standar deviasi. Dimana

hasil untuk daerah sitoplasma adalah 122.741,9 ± 40.075,61, sedangkan hasil untuk

nukleus adalah 7.218,55 ± 9101. Tingginya nilai standar deviasi dari

Page 155: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

75

daerah sitoplasma dapat dijelaskan sebagai intensitas nilai sitoplasma memiliki nilai

variasi yang beragam dibandingkan dengan intensitas nilai-nilai nukleus.

Tabel IV.5 Perbandingan nilai mean dan standar deviasi fitur sitoplasma dan

nukleus

Measures Sitoplasma Nukleus

Area Perimeter Roundness Area Perimeter Roundness

N 86 86 86 86 86 86

Mean 122741,9 4326,79 14455,92 7218,55 413,28 0,179

Standar 40075,61 3718,47 51482,56 9101 797,67 0,311

Deviasi

Gambar IV.14 menunjukkan nilai-nilai kebulatan setiap sitoplasma dan nukleus.

Seperti yang diamati, nukleus dari semua sel memiliki bentuk bulat; ini juga

ditunjukkan oleh hasil kebulatan, yaitu 0,179 ± 0,311. Ini menunjukkan bahwa

nukleus yang normal biasanya memiliki bentuk yang halus dan melingkar.

Sebaliknya, sitoplasma memiliki berbagai bentuk,sehingga nilai kebulatan

sitoplasma sangat bervariasi 14.455,92 ± 51.482,56.

Roundness

2

1.8

1.6

1.4

1.2

1

0.8

0.6

0.4

0.2

0

5

x 10

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

Index Citra

Gambar IV.14 Grafik Garis Perbandingan Roundness antara Sitoplasma dan

Nukleus

Page 156: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

76

IV.3 Diskusi

IV.3.1 Evaluasi dari metode yang diusulkan

Dalam penelitian ini diusulkan sebuah metode untuk ekstraksi sel radang dan

deteksi nukleus yang benar dalam citra Pap smear. Tes pada 79 citra yang

mengandung 125 sel dilakukan dan metode menghasilkan hasil yang akurat dalam

86 citra sel tunggal, di mana identifikasi sitoplasma dan inti dapat diandalkan.

Dalam 39 citra sel lainnya, berhasil diekstraksi sel radang dan terdeteksi batas

sitoplasma, tetapi belum berhasil menentukan nukleus dari setiap sel tumpang

tindih.

Seperti yang diverifikasi oleh ahli (dalam hal ini ahli patologi), metode mengarah

ke deteksi pada 86 sel dalam citra yang sesuai dari data set penelitian ini. Citra-

citra ini mengandung sel-sel pada kelas Normal Superfisial yang nukleusnya

berbentuk lingkaran dan berlokasi di pusat daerah sitoplasma. Namun, dalam 39

citra yang tersisa (Gambar IV.15) di mana metode luput untuk mengidentifikasi

beberapa nukleus, dapat diamati bahwa batas sitoplasma tidak digambarkan dengan

benar, dan terdapat sel-sel tumpang tindih.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar IV.15 Citra hasil reduksi sel radang pada sel tumpang tindih. Citra asli (a)

(c) dan citra hasil dimana sitoplasma dideteksi sebagai satu sel (b)

dan (d).

Page 157: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

77

Dalam penelitian ini, dilakukan analisis morphologi sel terdeteksi. Dari rata-rata

dan standar deviasi dari semua hasil analisis morfologi, ada perbedaan yang jelas

antara ukuran rata-rata dan standar deviasi dari sitoplasma dan nukleus. Hal ini

dapat dijelaskan sebagai gambar yang termasuk dalam kumpulan data (125 citra)

hanya berisi sel superfisial yang normal, yang menunjukkan rasio besar sitoplasma

dan nukleus. Hal ini konsisten dengan hasil perhitungan dimana perimeter dan

kebulatan, yang menunjukkan sel-sel normal superfisial dan sesuai dengan

verifikasi dari ahli.

Hasil menunjukkan bahwa metode yang diusulkan telah berhasil mendeteksi

nukleus dan sitoplasma dalam citra Pap smear, terutama sel-sel dalam kondisi

normal (normal superficial) dengan kondisi sitoplasma tidak terlipat atau tumpang

tindih. Identifikasi daerah nukleus sel serviks pada citra Pap smear konvensional

tetap menjadi masalah yang sulit, terutama pada sel-sel yang memiliki sel radang

dan tumpang tindih. Segmentasi yang akurat dari daerah nukleus merupakan

prasyarat untuk menarik kesimpulan untuk diagnostik dan karakterisasi mengenai

konten citra Pap smear.

Beberapa parameter yang digunakan dalam algoritma dapat dilihat pada Tabel

IV.6. Nilai-nilai parameter ini diambil dari citra dengan ukuran 1600x1200 dan

1280x720 yang merupakan ukuran citra dalam populasi. Nilai global threshlold

untuk mendapatkan sitoplasma adalah 0.65. Dengan nilai ini dapat dilakukan isolasi

sel dan latar belakang. Sedangkan untuk nukleus global threshlold 0.25 untuk

mendapatkan calon nukleus dalam sel. Hal ini dimaksudkan untuk proses

segmentasi selanjutnya.

Parameter ukuran sel pada saat segmentasi harus lebih dari 200x200 piksel, jika

kurang maka dianggap bukan sitoplasma. Untuk mendefenisikan nukleus

digunakan parameter jarak terdekat antara centroid sitoplasama dan centroid calon

nukleus yang diperoleh secara otomatis. Nilai-nilai area, perimeter dan roundness

untuk sitoplasma dan nukleus menghasilkan nilai rata-rata dan standar deviasi yang

menunjukan keragaman dari masing-masing nilai.

Page 158: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

78

Tabel IV.6 Nilai Parameter-Parameter

Tahapan Metode Parameter Nilai

Preprocessing Ukuran Citra

Threshold Sitoplasma

Threshold nukleus

1600x1200 dan 1280x720

0.65

0.25

Segmentasi Ukuran sel

Ukuran Nukleus

>200x200

>13x13

IV.3.2 Perbandingan Metode Usulan dengan Metode Lain

Keberhasilan metode segmentasi radang terletak pada keberhasilan menidentifikasi

objek sel tunggal di proses awal atau pre-processing. Teknik pengenalan objek pada

metode usulan mampu memisahkan sitoplasma dari latar belakang untuk masuk

pada tahap segmentasi sel radang. Untuk mengetahui apakah proses pengenalan

objek sitoplasma ini unggul dari metode lain maka perlu dilakukan dilakukan

perbandingan dengan metode lain. Metode usulan dibandingkan dengan salah satu

metode yang ada dalam state of the art dalam penelitian citra kanker serviks yaitu

metode Lezoray, O., dan Cardot, H. (2002).

Gambar IV.16. Data latih untuk klasifikasi Bayesian

Metode Lezoray melakukan pengenalan objek sitoplasma dan nukelus berdasarkan

skema pixel classification, yaitu pada penggunaan k-means clustering dan

Bayesian. Untuk mengetahui apakah kedua metode ini cukup baik diaplikasikan ke

data set yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengikuti prinsip Lezoray.

Sebagai catatan sebelum diujicobakan ke data set sesuai dengan prinsip Lezoray,

maka dilakukan proses penyederhaan citra dimana latar belakang citra akan dihapus

dan digunakan klasifikasi pada setiap piksel sebagai sitoplasma dan latar belakang.

Tabel IV.7 Perbandingan Citra Hasil dari Ketiga Metode

Page 159: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

79

Citra Asli K- Means Bayesian Metode Usulan

Penerapan algoritma klasifikasi k-means clustering tidak membutuhkan data uji dan

langsung diterapkan pada setiap citra pada data set. Penerapan pada klasifikasi

Bayesian membutuhkan beberapa parameter yang harus didefenisikan

Page 160: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

80

terlebih dahulu. Gambar IV.16 adalah citra yang digunakan untuk data latih

klasifikasi Bayesian.

Pengujian dilakukan terhadap data tes yang terdiri dari 79 citra dengan sel-sel

radang, yang berisi 125 citra cropping (86 citra sel terisolasi dan 39 citra sel

tumpang tindih). Algoritma pengujian terdiri dari 3 tahapan :

1. Penyederhaan (simplification) citra

Penyederhanaan citra dengan membuang background:

a) Citra diubah ke dalam citra hitam putih

b) Sel dan nukleus yang terdeteksi diberi warna semula, hanya background

saja yang hitam.

2. Penggunaan Klasifikasi K-means

3. Penggunaan Klasifikasi Bayesian.

Hasil dari kedua klasifikasi Bayesian dan K-means yang diuji ke 79 citra diperoleh

kondisi bahwa kedua metode ini belum mampu mendeteksi nukleus, sel radang dan

sitoplasma secara akurat jika dibandingkan dengan metode usulan. Seperti yang

ditunjukkan oleh citra pada Tabel IV.7, dalam semua citra yang diuji, untuk

klasifikasi K-Means dan Bayesian menunjukkan hasil tidak seakurat yang

diharapkan, dimana dalam beberapa kondisi sitoplasma maupun nukleus tidak

terdeteksi dengan sempurna. Sedangkan pada hasil metode usulan terlihat bahwa

sitoplasma dan nukleus berhasil dideteksi yang berhasil dibedakan dalam dua citra

hasil yaitu sitoplasma dan nukleus.

Page 161: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

81

Bab V Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel

Radang Pap Smear

Dalam bab ini akan dibahas tentang pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel

radang. Metode ini dibangun dengan menggabungkan pengetahuan tentang

pemisahan sitoplasma tumpang tindih, eliminasi sel radang dan deteksi nukleus.

Algoritma segmentasi dikembangkan untuk memisahkan sitoplasma tumpang

tindih dan mengeliminasi sel-sel radang dan memungkinkan deteksi nukleus

menjadi akurat. Algoritma yang diusulkan didasarkan pada kombinasi graylevel

thresholding dan definisi aturan jarak, dan pendekatan geometri.

Pemisahan sel tumpang tindih tetap menjadi salah satu masalah yang paling

menantang dalam analisis citra mikroskopis. Dalam bab ini akan dibahas tentang

pemisahan citra sel tumpang tindih dan pada citra sel Pap smear. Algoritma

pemisahan sel tumpang tindih dikembangkan untuk segmentasi sel dan daerah

tumpang tindih sitoplasma. Proses pemisahan citra sel tumpang tindih akan

menghasilkan citra akhir berupa sel tunggal yang terdeteksi nukleus dan

teridentifikasi jenis selnya.

Sel yang tumpang tindih adalah fenomena yang umum dalam slide mikroskopik

Pap smear. Menurut ahli patologi salah satu problem dalam diagnosis cytopatology

Pap smear adalah penilaian terhadap sel tumpang tindih yang dapat menyebabkan

kesalahan diagnostik. Fokus utama pada bagian ini adalah pemisahan sel tumpang

tindih pada citra Pap smear. Menurut Plissiti dan Nikou (2013), sampai saat ini

deteksi sitoplasma pada sel tumpang tindih masih menjadi permasalahan yang sulit,

belum ada metode dalam literatur yang hasilnya secara otomatis dapat

menggambarkan sitoplasma dalam kelompok sel dalam kondisi tumpang tindih.

Penelitian sebelumnya fokus pada isolasi nukleus dan kondisi sel tidak mengandung

sel radang.

Segmentasi pada citra nukleus tumpang tindih sudah diteliti oleh beberapa peneliti

sebelumnya seperti Yang Mao dkk. (2008), Bamford dan Lovell (1998) dan Plissiti

dan Nikou (2012a). Lebih khusus lagi penelitian yang menggunakan teknik

segmentasi untuk memisahkan sel nukleus yang tumpang tindih, seperti

Page 162: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

82

geometri active countours oleh Zimmer dan Olivio-Martin (2005), physically based

model oleh Plissiti dan Nikou (2012a) yang memanfaatkan pengetahuan tentang

bentuk elips untuk menduga batas nukleus tumpang tindih.

Pada sel sitoplasma yang tumpang tindih pengetahuan tentang bentuk geometri dan

fisik sel tidak bisa diterapkan dikarenakan bentuk dari sitoplasma yang tidak

beraturan.

Penelitian tentang segmentasi sitoplasma tumpang tindih telah dilakukan Tareef

dkk. (2015) dan Lu dkk. (2015). Terdapat tiga stage yang diusulkan untuk deteksi

otomatis dan segmentasi sitoplasma tumpang tindih oleh Tareef dkk, (2015) yaitu:

1. Stage satu berupa deteksi sel tumpang tindih menggunakan superpixel

clustering dan thresholding,

2. Stage dua berupa segmentasi dan deteksi nuklei dengan menggunakan

Suport Vector Machine,

3. Stage ketiga berupa segmentasi sel tumpang tindih berdasarkan proses

peningkatan tepi sel, gradien threholding, operasi morphologi dan evaluasi

region properties.

Penggunaan ketiga stage yang berisi kumpulan metode dan teknik yang jika dilihat

secara mandiri tidak menunjukkan suatu hal yang baru, tetapi ketika metode-

metode tersebut digabungkan dapat digunakan untuk segmentasi sel tumpang

tindih. Tarref dkk (2014) sebagian besar berhasil melakukan segmentasi hampir

semua sel tumpang tindih pada data set ISBI 2014, tetapi belum melakukan

pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel-sel tunggal. Hal lain peneliti tersebut

tidak membahas keberadaan sel radang dalam penelitiannya.

Terdapat perbedaan penelitian disertasi ini bahwa penelitian ini memiliki fokus

pemisahan sel tumpang tindih menjadi sel tunggal sekaligus mengatasi keberadaan

sel radang dan pada akhirnya dilakukan analisa morphologi untuk nukleus dan

sitoplasma terdeteksi dan identifikasi terhadap jenis sel yang sedang diamati. Bab

ini disusun sebagai berikut, bagian pertama menjelaskan secara rinci proses delinasi

sel tumpang tindih, bagian kedua tentang material dan metodologi

Page 163: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

83

yang dijelaskan secara rinci pada setiap langkahnya. Pada bagian ketiga disajikan

hasil eksperimen dan evaluasi dari metode yang diusulkan.

V.1 Delinasi Sel Tumpang Tindih.

Proses delinasi sel tumpang tindih adalah rangkaian proses pemisahan sel tumpang

tindih. Delinasi adalah menggambarkan sel tumpang tindih. Terdapat empat proses

dalam delinasi sel, yaitu pembagian daeran tumpang tindih, pencarian jarak

terdekat, penyambungan pinggiran sitoplasma dan isolasi sel tumpang tindih.

Proses delinasi sel tumpang tindih akan menghasilkan sel-sel tunggal.

Gambar V.1 Ilustrasi Pemisahan Sel Tumpang Tindih.

Ilustrasi delinasi sel tumpang tindih pada Gambar V.1, dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a. Pembagian daerah tumpang tindih

Hal ini dilakukan dengan membagi daerah tumpang tindih menjadi dua bagian

untuk mempermudah penentuan titik sambung daerah tumpang tindih dengan

sel tumpang tindih. Proses membagi dua daerah tumpang tindih menjadi

Page 164: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

84

bagian atas dan bagian bawah dilakukan dengan mendapatkan titik tengah

boundary. Caranya dengan menghitung tinggi boundary dan dibagi dua.

Jika diketahui Xi dan Yj dimana i =1,2,3,…., n dan j = 1,2, 3,…, m dan titik

boundary (Xi , Yj) = (X1 , Y1), (X2 , Y2), (X3 , Y3), …, (Xn , Ym), maka tinggi

boundary adalah Y1, Y2, Y3, … Ym. Sehingga titik tengah (K) diperoleh dari nilai

rata-rata dari penjumlahan nilai maxsimum dan minimum Yi. Proses pembagian

daerah tumpang tindih dibuat dalam algoritma pada Tabel V.1 berikut ini:

Tabel V.1 Algoritma_Pembagian_Daerah_Tumpang_Tindih

Pseudo-code

Input : Pinggiran (boundary) daerah tumpang tindih

Output: Pinggiran bagian atas dan pinggiran bagian bawah daerah

tumpang tindih

1. Bagi dua pinggiran daerah tumpang tindih menjadi bagian atas dan

bagian bawah. 2. if pinggiran (Xi , Yi) = (X1 , Y1), (X2 , Y2), (X3 , Y3), …, (Xn , Ym) then

tinggi pinggiran adalah Y1, Y2, Y3, … Ym.

3. Ambil Y max dan Y min 4. Tentukan titik tengah (K)= (Ymax +Ymin)/2 5. if Yi < K then pinggiran bagian atas daerah tumpang tindih = 0 6. else pinggiran bagian bawah daerah tumpang tindih =1

7. end

b. Pencarian jarak terdekat dari boundary awal (atas dan bawah).

Mencari jarak terdekat dari pinggiran sitoplasma tumpang tindih ke bagian atas

dan bawah daerah tumpang tindih. Pada proses ini dilakukan perhitungan jarak

terdekat antara pinggiran sitoplasma tumpang tindih dengan dua bagian atas dan

bawah dari daerah tumpang tindih pada proses sebelumnya. Jika diketahui

koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih (Pi, Qi), koordinat pinggiran

daerah tumpang tindih bagian atas (Xi, Yi) <= K dan koordinat pinggiran daerah

tumpang tindih bagian bawah (Xi, Yi) > K, maka diperoleh dua jarak terdekat

antara kedua koordinat yaitu:

D< = K = min ((Pi – Xi)2 + (Qj – Yj)

2)1/2 (5.12)

D> K = min ((Pi – Xi)2 + (Qj – Yj)

2)1/2 (5.13)

Algoritma pencarian jarak terdekat dibuat dalam Tabel V.2 berikut ini.

Page 165: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

85

Tabel V.2 Algoritma_Pencarian_Jarak_Terdekat

Pseudo-code

Input : Pinggiran sitoplasma tumpang tindih, pinggiran bagian atas daerah

tumpang tindih,dan pinggiran bagian bawah daerah tumpang tindih.

Output: Jarak terdekat antara pinggiran sitoplasma tumpang tindih dengan

pinggiran bagian atas daerah tumpang tindih (D<k), dan Jarak terdekat antara

pinggiran sitoplasm tumpang tindih dengan pinggiran bagian bawah daerah

tumpang tindih (D>=K).

1. if (Pi, Qi) koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih dan (Xi, Yi) koordinat pinggiran daerah tumpang tindih then

2. D < K = min ((Pi – Xi)2 + (Qj – Yj)2)1/2 dan 3. D> =K = min ((Pi – Xi)2 + (Qj – Yj)2)1/2

4. end

c. Penyambungan pinggiran sitoplasma

Pada proses ini dilakukan penyambungan tepi sel dengan menggunakan dua

titik terdekat yang merupakan hasil dari jarak terdekat pada proses sebelumnya.

Selanjutnya dilakukan penyambungan dengan ketentuan pada Tabel V.3.

Ketentuan penyambungan ini berlaku untuk posisi titik di atas dan bawah

dengan kondisi sel tumpang tindih horizontal.

Tabel V.3 Ketentuan Penyambungan Pinggiran Sitoplasma dengan Koordinat

Pinggiran Daerah Tumpang Tindih

Posisi Titik Ketentuan Penyambungan

. A (Pi, Qi)

. B (Xi, Yi)

Jika nilai Pi = Xi (Yi - Qi) adalah banyaknya

piksel , sehingga Garis (Xi, Qi) (Xi, Yi) = 1 atau

penyambungan dilakukan dengan mengisi warna

putih pada piksel.

L. . A (Pi, Qi)

. . M

B (Xi, Yi)

Jika nilai Pi > Xi dan Yi > Qi maka perlu tentukan

dua titik yaitu L = {(Xi Pi) ; Qi} dan M = {(Qi

Yi) ; Pi} sehingga membentuk daerah persegi

panjang LBMA = 1 atau penyambungan dengan

mengisi warna putih pada piksel.

Ketentuan pada Tabel V.3 dapat dirinci untuk 8 posisi titik (Gambar V.2-V.9),

sehingga diperoleh 8 kriteria. Misal (Pi,Qi) adalah koordinat pinggiran

Page 166: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

86

sitoplasma tumpang tindih yang memenuhi kriteria jarak terdekat dan (Xi,Yi)

adalah koordinat pinggiran daerah tumpang tindih yang memenuhi kriteria jarak

terdekat, berlaku ketentuan:

1. Jika Pi < Xi dan Qi > Yi maka nilai piksel Pi sampai dengan Xi dan Yi

sampai dengan Qi =1 (diberi warna putih), atau ((Pi -Pi’) 2 +(Qi-Qi’) 2)1/2

)((Pi -Xi’) 2 +(Qi-Yi’) 2)1/2 ) diberi nilai 1.

Gambar V.2 Posisi Titik Kriteria 1.

2. Jika Pi < Xi dan Qi < Yi maka nilai piksel Pi sampai dengan Xi dan Qi

sampai dengan Yi =1 (diberi warna putih).

Gambar V.3 Posisi Titik Kriteria 2.

3. Jika Pi > Xi dan Qi > Yi maka nilai piksel Xi sampai dengan Pi dan Yi

sampai dengan Qi =1(diberi warna putih).

Gambar V.4 Posisi Titik Kriteria 3.

(Pi,Qi) (Xi’,Yi’)

(Xi,Yi)

)

(Pi’,Qi’

(Xi,Yi)

i)

(Pi,Q

(Pi,Qi)

i)

(Xi,Y

Page 167: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

87

4. Jika Pi >Xi dan Qi < Yi maka nilai piksel Xi sampai dengan Pi dan Qi

sampai dengan Yi =1 (diberi warna putih).

Gambar V.5 Posisi Titik Kriteria 4.

5. Jika Pi =Xi dan Qi < Yi maka nilai piksel Qi sampai dengan Yi =1 (diberi

warna putih).

(Xi,Yi)

(Pi,Qi)

Gambar V.6 Posisi Titik Kriteria 5.

6. Jika Pi = Xi dan Qi > Yi maka nilai piksel Yi sampai dengan Qi =1 (diberi

warna putih).

Gambar V.7 Posisi Titik Kriteria 6

7. Jika Pi < Xi dan Qi = Yi maka nilai piksel Pi sampai dengan Xi =1 (diberi

warna putih).

Gambar V.8 Posisi Titik Kriteria 7.

(Xi,Yi)

(Pi,Qi)

(Pi, Qi)

(Xi,Yi)

(Pi,Qi)

(Xi,Yi)

Page 168: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

88

8. Jika Pi > Xi dan Qi = Yi maka nilai piksel Xi sampai dengan Pi

=1(diberi warna putih).

Gambar V.9 Posisi Titik Kriteria 8.

Algoritma penyambungan pinggiran sitoplasma membutuhkan input berupa

koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih, dan koordinat pinggiran daerah

tumpang tindih yang memenuhi kriteria jarak terdekat. Algoritma secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel V.4.

Tabel V.4 Algoritma_Penyambungan_Pinggiran_Sitoplasma

Pseudo-code

Input : Koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih, dan koordinat

pinggiran daerah tumpang tindih yang memenuhi kriteria jarak

terdekat.

Output: Koordinat calon pinggiran sitoplasma terdeteksi dan kumpulan

piksel hasil penyambungan.

1. Misal (Pi,Qi) adalah koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih

yang memenuhi kriteria jarak terdekat dan (Pi,Qi) adalah koordinat pinggiran daerah tumpang tindih yang memenuhi kriteria jarak terdekat.

2. if Pi < Xi dan Qi > Yi then piksel Pi sampai dengan Xi dan Yi sampai

dengan Qi =1. 3. elseif Pi < Xi dan Qi < Yi then piksel Pi sampai dengan Xi dan Qi sampai

dengan Yi =1. 4. elseif Pi > Xi dan Qi > Yi then piksel Xi sampai dengan Pi dan Yi sampai

dengan Qi =1. 5. elseif Pi >Xi dan Qi < Yi then piksel Xi sampai dengan Pi dan Qi sampai

dengan Yi =1. 6. elseif Pi =Xi dan Qi < Yi then piksel Qi sampai dengan Yi =1. 7. elseif Pi = Xi dan Qi > Yi then piksel Yi sampai dengan Qi =1. 8. elseif Pi < Xi dan Qi = Yi then piksel Pi sampai dengan Xi =1. 9. elseif Pi > Xi dan Qi = Yi then piksel Xi sampai dengan Pi =1 10. end

(Xi,Yi)

(Pi,Qi)

Page 169: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

89

d. Isolasi sel tumpang tindih

Isolasi sel tumpang tindih dilakukan dengan membuat garis lurus yang membagi

dua daerah tumpang tindih menjadi dua bagian kiri dan kanan. Garis ini

memenuhi persamaan garis lurus:

Y = m (X) + C (5.1)

dimana m adalah gradien dan nilai C adalah konstanta berupa nilai pergeseran

garis. Nilai pergeseran garis dibutuhkan untuk mendapatkan posisi garis

pemisah yang tepat saat isolasi sel tumpang tindih. Dalam penelitian ini nilai C

diperoleh sebesar 100 dari riset yang dilakukan. Nilai ini untuk mendapatkan

posisi isolasi sel tumpang tindih. Pada algoritma isolasi sel tumpang tindih input

berupa koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih yang memenuhi kriteria

jarak terdekat. Sedangkan output berupa sel tunggal yang terisolasi (Tabel V.5).

Tabel V.5 Algoritma_Isolasi_Sel_Tumpang_Tindih

Pseudo-code

Input: Koordinat pinggiran sitoplasma tumpang tindih yang memenuhi

kriteria jarak terdekat

Output: Sel tunggal terisolasi.

1. Ambil dua titik (Pi,Qi) yang memenuhi kriteria jarak terdekat.

2. Buat persamaan garis lurus Y = mX+C, dengan konstanta 100 dan m

adalah nilai gradien dua titik tersebut sebagai pembatas.

3. Isolasi sel sebelah kiri dengan menggabungkan koordinat pinggiran

sitoplasma sebelah kiri pembatas dengan koordinat daerah tumpang

tindih sebelah kanan.

4. Isolasi sel sebelah kanan dengan menggabungkan koordinat pinggiran

sitoplasma sebelah kanan pembatas dengan koordinat daerah tumpang

tindih sebelah kiri.

V.2 Material dan Metode

a. Material

Dalam penelitian ini digunakan beberapa citra Pap smear yang mengandung

memiliki seltumpang tindih dan sel-sel radang. Citra-citra ini diperoleh melalui

kamera Logitech (Logitech HD C525). Untuk citra pertama dipilih dari kelompok

data yang diambil dengan mikroskop optik Olympus CH20. Sedangkan citra

Page 170: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

90

kedua diambil dengan mikroskop optik Olympus CH21. Pengambilan

menggunakan lensa perbesaran 40x dan citra disimpan dalam format JPEG.

(1) (2)

Gambar V.10. Contoh Citra masukan ukuran 1600x1200 dengan dua sel tumpang

tindih(1) dan ukuran 1280 x720 dengan lima sel tumpang tindih (2).

Citra pada Gambar V.10 merupakan dua contoh citra berasal dari database slide

hasil pengolahan ahli patologi dari Laboratorium Khusus Patologi Veteran

Bandung. Dalam penelitian ini digunakan citra Pap smear dari beberapa slide yang

berbeda.

Sebanyak 119 citra sel digunakan untuk riset mendapatkan tiga nilai threshold

untuk sitoplasma tumpang tindih, bagian tumpang tindih dan calon nukleus. Untuk

data tes terdiri dari 21 citra sel yang terdiri dari 61 citra sel tunggal dan diantaranya

sebanyak 24 dalam kondisi tumpang tindih. Jumlah sel radang sebanyak 155 sel dan

nukleus sebanyak 61 sel. Kondisi citra memiliki dua sel tumpang tindih atau lebih

dari dua sel tumpang tindih. Posisi daerah tumpang tindih adalah horizontal. Ukuran

citra beragam yaitu 400x300, 1600x1200, 1200x1600, dan 1280x 270. Sedangkan

ukuran daerah tumpang tindih memiliki berbagai ukuran >150x200, > 100 x 200,

>150x200, >150x150, dan >150x200. Secara lengkap data tes disajikan dalam

Tabel V.6.

Page 171: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

91

Tabel V.6 Data Citra yang Digunakan dalam Penelitian

No

Citra sel

tumpang

tindih

Ukuran

citra

Ukuran daerah

tumpang tindih

Sel

tumpang

tindih

Sel

Tunggal

Nukleus

Sel

Radang

1

400x300

>150x200

1

2

2

2

2

1600x1200

>100x200

1

3

3

2

3

1200x1600

>150x200

1

2

2

1

4

1600x1200

>150x150

1

2

2

0

5

1600x1200

>150x200

1

2

2

5

6

1280x270

>200x200

4

5

5

19

7

1600x1200

>100x100

1

2

2

8

8

1600x1200

>150x200

1

2

2

0

9

1200x1600

>150x200

1

3

3

38

10

1200x1600

>150x200

1

3

3

10

11

1200x1600

>100x200

1

4

4

5

12

1200x1600

>150x150

1

3

3

1

13

1200x1600

>150x200

1

3

3

10

14

1200x1600

>150x200

1

3

3

11

Tabel V.6 Data Citra yang Digunakan dalam Penelitian (…lanjutan)

Page 172: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

92

No

Citra sel

tumpang

tindih

Ukuran

citra

Ukuran daerah

tumpang tindih

Sel

tumpang

tindih

Sel

Tunggal

Sel

Nukleus

Sel

Radang

15

1200x1600

>150x200

1

3

3

12

16

1200x1600

>150x200

1

3

3

2

17

1200x1600

>150x200

1

3

3

1

18

1200x1600

>150x200

1

3

3

12

19

1200x1600

>150x200

1

3

3

2

20

1200x1600

>100x200

1

4

4

5

21

1200x1600

>100x200

1

3

3

9

Total

24

61

61

155

b. Metode

Metode usulan pemisahan sel tumpang tindih terbagi ke dalam enam stage. Gambar

V.11 menunjukkan secara rinci ke enam stage pada skema metode usulan

pemisahan sel tumpang tindih.

1. Stage 1 : Pre-processing

2. Stage 2 : Cropping sel tumpang tindih otomatis

3. Stage 3 : Segmentasi sel tumpang tindih

4. Stage 4 : Delinasi sel tumpang tindih

5. Stage 5 : Deteksi nukleus dan sel radang pada sel tunggal

6. Stage 6 : Analisa morphologi dan identifikasi sel

Page 173: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

93

Pre-processing images

Citra Tumpang Tindih

Konversi warna

Peningkatan citra,

Pengenalan objek

Pembersihan latar belakang

Cropping sel Tumpang tindih otomatis

Gambar V.11 Skema pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang

Segmentasi Sel Tumpang Tindih

Citra hasil berupa sel tunggal

terdeteksi nukleus dan

teridentifikasi jenis sel

Analisa Morphologi dan

Identifikasi Sel

(Area, Perimeter, Roundness)

Eliminasi Sel Radang dan

deteksi nukleus

Pemisahan Sel Tumpang Tindih

Pembagian daerah tumpang tindih Pencarian jarak terdekat dari

boundary awal (atas dan bawah). Penyambunagn pinggiran

sitoplasma

Isolasi sel tumpang tindih.

Segmentasi daerah Tumpang Tindih

Boundary daerah tumpang

tindih

Labeling dan region

properties daerah tumpang

tindih

Segmentasi Sitoplasma Tumpang

Tindih

Boundary sitoplasma dan

nukleus

Labeling, region properties

dan penentuan centroid

sitoplasma dan nukleus

Pre-processing images

Peningkatan citra

Konversi warna

Page 174: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

94

Tahapan pada skema pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang yang

diusulkan dapat dibuat dalam algoritma enam stage, seperti pada Tabel V.7.

Tabel V.7. Algoritma_ Pemisahan_Sel_Tumpang_Tindih_

dan_Eliminasi_Sel_Radang

Pseudo-code

Input : Citra Pap smear tumpang tindih dengan sel radang

Output: Citra sel tunggal nukleus dan sitoplasma terdeteksi

Stage 1 : Pre-processing

1. Konversi citra dari RGB ke grayscale.

2. Tingkatkan citra dengan adjustment dan filter unsharp.

3. Pengenalan objek, terapkan global threshold 0.72 untuk mendapatkan

bounding box citra hitam putih sitoplasma tumpang tindih, threshold 0.18

untuk mendapatkan bounding box citra hitam putih daerah tumpang tindih,

threshold 0.07 untuk mendapatkan bounding box citra hitam putih calon

nukleus.

4. if bounding box >13x13 piksel then Cn adalah calon nukleus.

5. Hitung nilai GLRM calon nukleus dengan Algoritma_Mencari_Nilai_

GLRM.

6. Gunakan rule klasifikasi tekstur GLRM untuk membedakan objek yang

mengandung bagian sitoplasma tumpang tindih dengan latar belakang.

7. if bounding box > 600x600 piksel then sitoplasma tumpang tindih

8. if bounding box >150x150 atau > 100x200 atau >150X200 atau >200x200

piksel then daerah tumpang tindih

Stage 2: Cropping sel tumpang tindih otomatis

9. Konversi citra dari RGB ke grayscale.

10. Tingkatkan citra dengan adjustment dan filter unsharp.

Stage 3: Segmentasi sel tumpang tindih

11. for i = (1,2, …, N) dimana N sitoplasma tumpang tindih.

12. Segmentasi sitoplasma tumpang tindih dengan threshold 0,72 untuk

mendapatkan citra hitam putih sitoplasma tumpang tindih.

13. Tandai citra sitoplasma tumpang tindih (labeling).

14. Hitung fitur sitoplasma tumpang tindih yaitu centroid, area, dan bounding

box.

15. Tandai pinggiran sitoplasma tumpang tindih (boundary).

16. for i = (1,2, …, N) dimana N daerah tumpang tindih.

17. Segmentasi daerah tumpang tindih dengan threshold 0,18 untuk

mendapatkan citra hitam putih daerah tumpang tindih.

18. Tandai citra daerah tumpang tindih (labeling).

19. Hitung fitur daerah tumpang tindih dengan bounding box.

20. Tandai pinggiran daerah tumpang tindih (boundary).

Page 175: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

95

Stage 4: Pemisahan sel tumpang tindih

21. Bagi dua boundary daerah tumpang tindih terdiri dari bagian atas dan

bawah dengan Algoritma_Pembagian_Daerah_Tumpang_Tindih

22. Hitung jarak terdekat antara bagian atas dan bawah dengan boundary

sitoplasma tumpang tindih dengan Algoritma_Pencarian_Jarak_Terdekat

23. Sambung tepi sel dengan Algoritma_Penyambungan_Pinggiran_

Sitoplasma.

24. Isolasi sel tumpang tindih dengan Algoritma_Isolasi_Sel_Tumpang_Tindih

Stage 5: Eliminasi Sel Radang dan Deteksi Nukleus pada Sel Tunggal

25. Hitung region properties calon sitoplasma terisolasi berupa centroid.

26. Hitung region properties calon nukleus terisolasi berupa centroid

27. for i = urutan sitoplasma

i. j = urutan calon nukleus [m,n]

= (baris, kolom)

28. S1, S2, …, Si = S1(m1,n1) , S2(m2,n2),…, Si(mi,ni) adalah centroid sitoplasma terdeteksi.

29. Cn1, Cn2, …,Cni = Cn1(m1,n1) , Cn2(m2,n2),…, Cnj(mj,nj) adalah centroid calon nukleus terdeteksi.

30. Jarak terdekat adalah D = min (S 2 Cn 2)1/2

31. end

32. D adalah nukleus terdeteksi.

33. end

34. end

i(mi,ni) + j(mj,nj)

Stage 6: Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel

35. Ambil fitur area sitoplasma dan nukleus terdeteksi.

36. Hitung fitur perimeter dan roundness dari sitoplasma dan nukleus

terdeteksi.

37. Hitung perbandingan area nukleus terdeteksi dengan area sitoplasma

terdeteksi.

38. Tentukan jenis sel.

V.2.1 Pre-processing

Proses pre processing dilakukan dalam beberapa tahap yaitu konversi warna dan

peningkatan citra (brightness dan filtering), pengenalan objek dan pembersihan

latar belakang.

1. Proses konversi warna dan peningkatan citra.

Tahap pre-processing mempersiapkan citra untuk diproses lebih lanjut. Langkah

pertama adalah mengkonversi citra RGB ke citra grayscale. Nilai grayscale

Page 176: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

96

diperoleh dengan persamaan dari komponen R, G, dan komponen B seperti yang

diberikan dalam (4.1).

(a) Citra Grayscale (b) Citra adjust

(c) Citra filtering

Gambar V.12. Citra hasil proses konversi warna dan peningkatan citra

Agar batas antara sel dan latar belakang jelas perlu dilakukan peningkatan kontras

citra untuk mendapatkan tepi dan batas-batas dari sel tumpang tindih. Penyesuaian

citra (image adjustment) dan penyaringan (filtering) digunakan untuk

meningkatkan kontras citra. Kualitas citra yang telah ditingkatkan lebih cocok

untuk prosedur segmentasi. Prosedur ini membuat nilai-nilai intensitas dalam citra

grayscale yang kontrasnya rendah dipetakan ke nilai-nilai baru dalam citra.

Digunakan Masking Unsharp (persamaan 4.3) untuk meningkatkan ketajaman citra.

Gambar V.12 merupakan contoh hasil proses konversi warna dan peningkatan citra.

2. Pengenalan objek dan pembersihan latar belakang.

Pengenalan objek dilakukan untuk mendapatkan objek yang specifik dari citra sel

Pap smear. Gambar V.13 menunjukkan objek-objek yang menjadi fokus dalam

metode ini.

Page 177: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

97

Citra masukan pada proses isolasi sitoplasma tumpang tindih memiliki

kompleksitas yang tinggi, salah satunya karena kondisi latar belakang yang tidak

rata. Sehingga diperlukan proses pembersihan latar belakang yang tujuannya untuk

mendapatkan objek sel tumpang tindih yang benar-benar terpisah dari latar

belakang.

Sel tumpang

tindih

Daerah

tumpang

tindih

Calon

nukleus

Gambar V.13. Objek-objek yang dikenali dalam citra sel tumpang tindih

Pengetahuan tentang objek sel pada citra dilakukan dengan memanfaatkan

informasi dari analisa tekstur. Tujuannya untuk mendeteksi lokasi regional minima

yang mengindikasikan keberadaan calon nukleus pada citra sel serviks dalam sel

berkelompok. Rule klasifikasi untuk mendapatkan sel nukleus dan sel radang yang

berguna untuk mendeteksi keberadaan sel yang memiliki calon nukleus. Proses ini

juga untuk mempermudah proses deteksi nukleus dan sel radang pada tahap

berikutnya.

Analisa tekstur dapat digunakan untuk mendapatkan fitur-fitur penting dari suatu

objek dalam citra. Hasil dari analisa fitur dapat digunakan untuk membedakan

objek-objek yang ada dalam suatu citra, seperti fitur-fitur yang dihasilkan dari

analisa morphologi (Soille, 1999) dan analisa tekstur (Galloway, 1975). Penelitian

sebelumnya banyak yang menggunakan fitur morphologi dan analisa tekstur seperti

contrast, correlation, energy, homogeneity, entropy dan lain-lain. Plissiti, dkk.

(2011b), telah menggunakan fitur morphologi dalam penelitian tentang citra serviks

berupa fitur kedalaman intensitas untuk menentukan lokasi nukleus. Penelitian lain

yang melibatkan fitur morphologi dengan menggunakan tiga

Page 178: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

98

parameter, yaitu rasio N/C, koefisien wavelet, dan intensitas warna oleh

Suryatenggara dkk. (2009). Pada penelitian ini digunakan rule klasifikasi tekstur

untuk mendapatkan daerah region minima yang potensial memiliki kandidat

nukleus dalam sel.

Metode analisis tekstur yang telah digunakan dalam menganalisa citra sel servik

khususnya untuk sel tunggal adalah Gray Level Co-occurrence Matrix (GLCM).

Ada 5 parameter yang diekstrak, yaitu contrast, correlation, energy, homogeneity

dan entropy, Pratama dkk. (2012). Penggunaan GLCM untuk ekstraksi sel radang

dan nukleus oleh Riana dkk. (2014b) menghasilkan akurasi 82,8571 % dengan

metode klasifikasi Decision Tree learning algorithm (J48) (Riana dan Murni

(2009)), dan masih mungkin untuk ditingkatkan untuk fitur lain. Sehingga untuk

penelitian ini dilakukan klasifikasi untuk fitur Gray-Level Run-Length Matrix

(GLRM) untuk ekstraksi nukleus dan sel radang.

Grey-Level Run-Length Matrix (GLRLM) adalah sebuah matriks dimana fitur- fitur

tekstur dapat diambil untuk dianalisa. Tekstur adalah pola dari intensitas keabuan

piksel dalam arah tertentu. Run length adalah banyaknya piksel-piksel bersebelahan

yang memiliki intensitas keabuan yang sama dalam arah tertentu. Nilai statistik Run-

length dapat menunjukkan tingkat kekasaran dari suatu tekstur pada arah tertentu.

Tekstur yang halus cenderung lebih banyak memiliki short runs dengan intensitas

tingkat keabuan yang mirip, sedangkan tekstur kasar memiliki lebih banyak long run

dengan intensitas tingkat keabuan yang berbeda secara signifikan (Galloway, 1975).

Matriks Gray-Level Run-Length adalah matriks dua dimensi dimana masing-

masing elemen p(i, j |θ) adalah intensitas i dengan banyaknya elemen j, dalam arah

θ, dan Nr adalah jumlah different run length. Gambar V.14 adalah representasi dari

matriks GLRL (Grey-Level Run-Length) pada arah 0º [ P(i, j | θ = 0º ) ]. Selain

dalam arah 0º, matriks GLRL juga bisa diperoleh dalam arah 45º, 90º, atau 135º.

Page 179: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

99

Gambar V.14. Arah-arah yang ada pada GLRL

Dari matrik GLRL dapat diambil 11 ukuran statistik sebagai parameter analisa

tekstur (Xu et al., 2004) dan Tang, X (1998), yaitu:

1. Short Runs Emphasis (SRE)

SRE mengukur distribusi dari shorts runs dan didefinisikan sebagai:

(5.1)

SRE ini sangat tergantung pada terjadinya short runs dan diharapkan bernilai

besar untuk tekstur halus.

2. Long Runs Emphasis (LRE)

LRE mengukur distribusi dari long runs dan didefinisikan sebagai

(5.2)

LRE ini sangat tergantung pada terjadinya long runs dan diharapkan bernilai

besar untuk tekstur dengan struktur kasar.

3. Gray Level Nonuniformity (GLN)

GLN mengukur kesamaan nilai tingkat keabuan seluruh citra dan

didefinisikan

sebagai:

(5.3)

GLN bernilai kecil jika nilai tingkat keabuan bernilai sama di seluruh citra.

4. Run Percentage (RP)

RP mengukur homogenitas dan distribusi runs dari sebuah citra dalam arah

Page 180: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

100

tertentu dan didefinisikan sebagai:

(5.4)

RP diharapkan bernilai terbesar ketika length of runs bernilai 1 untuk semua

tingkatan abu-abu dalam arah tertentu.

5. Run Length Non-uniformity (RLN)

RLN mengukur kesamaan panjang dari runs di seluruh citra dan didefinisikan

sebagai:

(5.5)

RLN diharapkan bernilai kecil jika run lengths bernilai sama di seluruh citra.

6. Low Gray Level Run Emphasis (LGRE)

LGRE mengukur distribusi dari nilai tingkat keabuan rendah (low gray level

values) dan didefinisikan sebagai:

(5.6)

LGRE diharapkan bernilai besar untuk citra dengan nilai tingkat keabuan

rendah.

7. High Gray Level Run Emphasis (HGRE)

HGRE mengukur distribusi dari nilai tingkat keabuan tinggi dan didefinisikan

sebagai:

(5.7)

HGRE bernilai besar untuk citra dengan nilai tingkat keabuan yang tinggi.

Kempat fitur GLRLM berikut ini digunakan untuk mengukur hubungan distribusi

dari distribusi run dan gray level, yaitu:

Page 181: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

101

8. Short Run Low Gray-Level Emphasis (SRLGE)

(5.8)

9. Short Run High Gray-Level Emphasis (SRHGE)

(5.9)

10. Long Run Low Gray-Level Emphasis (LRLGE)

(5.10)

11. Long Run High Gray-Level Emphasis (LRHGE)

(5.11)

Pada pembentukan rule klasifikasi digunakan data set sebanyak 169 citra yang

terdiri dari 83 citra sel tunggal nukleus dan 86 citra sel tunggal radang yang berasal

dari slide Pap smear. Citra sel tunggal nukleus dan radang diambil secara cropping

manual, seperti yang diilustrasikan pada Gambar V.15. Data set diambil dari 10

slide yang terdiri dari 67 citra Pap smear yang memiliki sel nukleus dan sel radang.

sel radang sel nukleus

Gambar V.15 Proses cropping manual sel nukleus dan sel radang

Page 182: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

102

Selanjutnya dilakukan ektraksi fitur pada sel nukleus dan sel radang untuk

mendapatkan 11 nilai kuantitatif GLRLM untuk sel nukleus dan sel radang dari 169

citra, diperoleh kumpulan nilai GLRLM untuk semua arah 0º, 45º, 90º, dan 135º.

Tabel V.8 adalah algoritma pencarian nilai GLRLM.

Tabel V.8 Algoritma_Mencari_Nilai_GLRLM

Pseudo-code

Input : Citra cropping manual sel radang dan nuklei

Output : Fitur GLRLM untuk sel radang dan nuklei

1. Konversi citra dari RGB ke grayscale.

2. Tingkatkan citra dengan adjustment dan filter unsharp.

3. Pengenalan objek, terapkan global threshold 0.07 untuk mendapatkan

bounding box citra.

4. if bounding box >50x50 piksel then calon nukleus.

5. Buat matriks GLRLM ukuran 8x8 piksel.

6. Hitung 11 property GLRLM (grayRLprops) untuk empat arah 0º, 45º,

90º, dan 135º

Fitur GLRLM yang dihasilkan untuk sel radang dan nukleus dibentuk dalam file

arff (Ryan dkk. 2006) dengan dua kelas yaitu radang dan nukleus. Selanjutnya

diproses dengan Weka software package (Witten dkk. 2000).

Gambar V.16 Hasil CCI untuk Decision Tree learning algorithm (J48) 135º

Page 183: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

103

Kelompok data diklasifikasikan ke dalam dua kategori nukleus dan radang dengan

menggunakan Decision Tree learning algorithm (J48) menghasilkan nilai CCI

(Correctly Classified Instances) sebesar 96,4497% untuk kelompok data GLRLM

arah 135º. Nilai ini paling baik jika dibandingkan dengan arah yang lain yang CCI

nya lebih kecil, juga untuk CCI rule klasifikasi GLCM sebesar 82,8571

% untuk data yang sama oleh Riana dkk. (2014b). Sehingga diputuskan untuk

menggunakan rule klasifikasi GLRLM dengan arah 135º (Gambar V.16).

Rule klasifikasi GLRLM untuk isolasi sel nukleus dan sel radang diperoleh seperti

pada Gambar V.17. Ada 8 fitur GLRM yang terlibat dalam klasifikasi ini yaitu

LGRE, GLN, RLN, LRLGE, SRHGE, SRLGE, LRHGE, dan RP.

Gambar V.17 Rule Klasifikasi Fitur GLRLM untuk Sel Nukleus dan Sel Radang

Rule tersebut digunakan dalam penelitian ini untuk mendapatkan daerah region

minima yang memiliki kandidat nukleus dalam sel. Sehingga pengenalan objek sel

tumpang tindih lebih tepat dilakukan dan berguna untuk membersihkan latar

belakang. Citra hasil pengenalan objek dan pembersihan latar belakang pada

Gambar V.18. Selanjutnya nilai-nilai properti pada citra diambil untuk

mendapatkan citra cropping sel tumpang tindih dan citra cropping daerah tumpang

tindih.

Page 184: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

104

Gambar V.18 Citra sel tumpang tindih hasil dari pembersihan latar belakang

Citra cropping sel tumpang tindih dan citra cropping daerah tumpang tindih akan

dilakukan kembali proses pre-processing (Gambar V.19).

Citra cropping sel tumpang tindih Citra cropping daerah tumpang tindih

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Gambar V.19 Hasil pre processing citra cropping sel tumpang tindih (a-c) dan

daerah tumpang tindih (d-e)

Page 185: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

105

V.2.2 Cropping sel tumpang tindih otomatis

Hasil Cropping sel tumpang tindih otomatis diperoleh citra sel yang memiliki

daerah tumpang tindih. Proses yang dilakukan pada sel tumpang tindih ini berupa

konversi citra dari RGB ke grayscale. Selanjutnya dilakukan peningkatan citra

dengan adjustment dan filter unsharp.

V.2.3 Segmentasi Sel Tumpang Tindih

Pada tahap ini terbagi dalam dua proses yaitu segmentasi terhadap sitoplasma

tumpang tindih dan daerah tumpang tindih.

1. Segmentasi sitoplasma tumpang tindih.

Tujuannya untuk mengenali sitoplasma pada objek sel tumpang tindih. Proses

ini terdiri dari dua langkah. Langkah pertama yaitu labeling untuk menandai

area objek dan region properties untuk mendapatkan centroid dari sitoplasma

dan nukleus. Langkah kedua dilakukan proses deteksi tepi untuk mendeteksi

tepi sel tumpang tindih. Gambar V.20 adalah hasil segmentasi citra sel

tumpang tindih.

Gambar V.20 Hasil segmentasi citra sel tumpang tindih

2. Segmentasi daerah tumpang tindih.

Citra hasil pre processing yang berupa daerah tumpang tindih dilakukan proses

labelling untuk menandai area objek dan region properties untuk mendapatkan

bounding box dan memastikan objek tersebut adalah bagian tumpang tindih.

Langkah kedua dilakukan deteksi tepi untuk mendeteksi tepi

Page 186: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

106

daerah tumpang tindih. Hasil segmentasi daerah tumpang tindih seperti pada

GambarV.21.

Gambar V.21 Contoh hasil segmentasi daerah tumpang tindih.

V.2.4 Hasil Delinasi Sel Tumpang Tindih

a. Pembagian daerah tumpang tindih

Daerah tumpang tindih dibagi menjadi dua bagian untuk mempermudah

penentuan titik sambung daerah tumpang tindih dengan sel tumpang tindih.

Proses membagi dua daerah tumpang tindih menjadi bagian atas dan bagian

bawah dilakukan dengan mendapatkan titik tengah boundary.

Gambar V.22 merupakan citra hasil pembagian daerah tumpang tindih menjadi

dua bagian. Citra bagian atas ditandai dengan tepi bagian hitam dan citra bagian

bawah dengan warna putih.

citra bagian atas citra bagian bawah

Gambar V.22 Citra hasil pembagian daerah tumpang tindih menjadi dua

bagian

Page 187: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

107

Proses selanjutnya dilakukan pencarian jarak terdekat dari boundary awal pada

bagian atas dan bawah daerah tumpang tindih.

b. Penyambungan pinggiran sitoplasma

Pada proses ini dilakukan penyambungan tepi sel dengan menggunakan dua

titik terdekat yang merupakan hasil dari jarak terdekat pada proses sebelumnya.

Selanjutnya dilakukan penyambungan dengan ketentuan pada Tabel V.3. Hasil

berupa koordinat calon pinggiran sitoplasma terdeteksi dan kumpulan piksel

hasil penyambungan (Gambar V.23). Kumpulan piksel hasil penyambungan

ukurannya sangat kecil.

Gambar V.23 Hasil Penyambungan Pinggiran Sitoplasma

c. Isolasi sel tumpang tindih

Isolasi sel tumpang tindih dilakukan dengan membuat garis lurus yang membagi

dua daerah tumpang tindih menjadi dua bagian kiri dan kanan.

Gambar V.24 Hasil proses delinasi sel dan hasil akhir citra-citra tunggal

Page 188: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

108

Hasil akhir dari proses delinasi, citra sel tumpang tindih akan terpisah menjadi

sel-sel tunggal. Gambar V.24 menunjukkan dua citra tunggal hasil proses

delinasi sel.

V.2.5 Deteksi nukleus dan sel radang pada sel tunggal

Untuk sel-sel tunggal yang berhasil dipisahkan selanjutnya diproses untuk ekstraksi

sel radang dan deteksi nukleus menggunakan skema segmentasi sel radang dan

deteksi nukleus pada sel tunggal pada bab sebelumnya.

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Page 189: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

109

Gambar V.25 Ilustrasi deteksi sel nukleus dan radang pada citra

(a) (b) Gambar V.26 Hasil akhir deteksi sel nukleus dan radang

Gambar V.25 menunjukkan proses deteksi sel radang dan nukleus. Gambar (a) dan

(b) adalah proses deteksi lima calon nukleus. Deteksi nukleus berhasil dilakukan

untuk sel sebelah kanan (c) dengan ditandai nukleus yang benar diberi tepi warna

putih. Sedangkan pada calon nukleus yang lain dianggap sebagai radang dan diberi

warna merah. Gambar (d) menunjukkan proses deteksi nukleus pada sel sebelah

kiri, warna merah pada nukleus adalah hasil dari proses sebelumnya. Gambar (e)

adalah penggabungan hasil dari proses (c) dan (d) dalam satu sel tumpang tindih.

Pendefenisian nukleus yang benar pada citra-citra sel tunggal hasil proses isolasi

sitoplasma tumpang tindih terlihat pada Gambar V.26

(f) dan (g).

V.2.6 Analisa Morphologi dan Identifikasi Sel

Tahap analisa morphologi dan identifikasi sel dilakukan setelah diperoleh citra sel-

sel tunggal. Fitur morphologi yang ditampilkan berupa area, perimeter dan

roundness dari nukleus. Ekstraksi fitur morphologi dilakukan, dengan menghitung

area, kebulatan (roundness), dan perimeter dari area nukleus dan sitoplasma.

Daerah nukleus dihitung dari himpunan piksel putih untuk setiap nukleus yang

terdeteksi dalam bounding box. Demikian pula, daerah sitoplasma dihitung dengan

menghitung piksel putih di bounding box dari sitoplasma. Perimeter adalah jumlah

piksel yang terdiri dari batas objek. Sedangkan untuk perhitungan kebulatan

(roundness) digunakan Rumus 4.4.

Page 190: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

110

Nilai area nukleus dan area sitoplasma dihitung untuk setiap sel. Dengan acuan

rasio nukleus dan sitoplasma dari data Herlev (Tabel III.8), maka jenis sel dapat

ditentukan.

V.3 Hasil Eksperimen dan Evaluasi

V.3.1 Evaluasi Numerik

Penerapan skema metode yang diusulkan untuk citra-citra yang terdiri dari dua sel

tumpang tindih horizontal menunjukkan bahwa metode dapat mendeteksi sel-sel

radang dan menentukan secara akurat sitoplasma dan nukleus secara optimal, serta

identifikasi jenis sel dapat dilakukan dengan benar.

Gambar V.27 Proses Citra dengan sel tumpang tindih, sel tunggal dan sel radang.

Page 191: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

111

Hasil yang diperoleh telah dikonfirmasi dengan ahli patologi. Berdasarkan hasil

pengamatan visual oleh ahli patologi, proses pemisahan sel tumpang tindih dan

eliminasi sel radang sudah sesuai dengan kondisi identifikasi manual. Aplikasi

pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang dapat dilihat pada Gambar

V.27. Sedangkan Gambar V.28 adalah contoh hasil akhir dari citra masukan yang

terdiri dari sel tumpang tindih dan sel tunggal dengan sel radang dengan hasil akhir

berupa perolehan citra sel tunggal 1, 2 dan 3.

Gambar V.28 Contoh Hasil Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel

Radang

Page 192: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

112

Perhitungan nilai True Positive (TP), True Negative (TN), False Positive (FP), dan

False Negative (FN) dari hasil deteksi nukleus dan sel radang pada perolehan citra

sel tunggal Pap smear sebanyak 56 sel, digunakan dua perhitungan statistik untuk

performansi dari persamaan 4.5 dan 4.6.

Nilai Sensitivity diperoleh sebesar 82,56 % menunjukkan prosentase sel nukleus

berhasil diidentifikasi dengan benar. Sedangkan nilai Specificity sebesar 81,27 %

menunjukkan prosentase sel radang diidentifikasi dengan benar. Secara lengkap

nilai false negative dari hasil metode usulan diberikan pada Tabel V.9, berikut ini.

Tabel V.9 Perhitungan Nilai Sensitivity dan Specificity

Citra

Nukleus Radang Calon

Nukleus

% %

Nukleus (N)

Radang (NR)

Radang ( R)

Nukleus (RN)

Sensitivity (SE)

Specificity (SP)

TP FP TN FN (TP/(TP+FN)) (TN/(TN+FP))

1 2 0 2 0 4 100.00 100.00

2 1 0 0 0 1 100.00 0.00

3 2 1 1 0 3 100.00 50.00

4 2 0 0 0 2 100.00 0.00

5 2 0 1 0 3 100.00 100.00

6 2 1 11 0 13 100.00 91.67

7 2 0 4 0 6 100.00 100.00

8 2 0 0 0 2 100.00 0.00

9 3 0 38 6 41 33.33 100.00

10 3 0 10 0 13 100.00 100.00

11 4 1 5 0 9 100.00 83.33

12 3 0 1 0 4 100.00 100.00

13 3 0 10 1 13 75.00 100.00

14 3 1 11 5 14 37.50 91.67

15 3 0 12 2 15 60.00 100.00

16 3 0 2 2 5 60.00 100.00

17 3 0 1 1 4 75.00 100.00

18 3 0 12 4 15 42.86 100.00

19 3 0 2 1 5 75.00 100.00

20 4 0 5 0 9 100.00 100.00

21 3 1 9 1 12 75.00 90.00

Total 56 5 137 23 193 1733.69 1706.67

Rata-Rata 82.56 81.27

Page 193: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

113

1. Performa Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel Radang

Metode yang diusulkan terdiri dari dua tahap yaitu pre processing, proses isolasi

yang terdiri dari segmentasi sitoplasma dan segmentasi daerah tumpang tindih serta

penentuan nukleus. Tabel V.10 menunjukkan waktu proses citra uji dengan Matlab

menggunakan Core I3 dengan RAM 3 GB. Tahap pre-processing membutuhkan

waktu 0.81504 menit dan tahap–tahap berikutnya berupa cropping sel tumpang

tindih, segmentasi sel tumpang tindih, delinasi sel tumpang tindih, deteksi nukleus

dan sel radang, serta analisa morphologi dan identifikasi jenis sel secara

keseluruhan mempunyai waktu proses 7.9811 dengan standar deviasi 4.5898 menit.

Dengan kondisi waktu proses seperti ini untuk citra dengan jumlah sel dan daerah

tumpang tindih yang lebih banyak akan membutuhkan waktu lebih lama. Jika

dilihat dari waktu eksekusi citra secara keseluruhan akan menggunakan waktu

8.7961 ± 4.5898 menit.

Tabel V.10 Eksekusi Seluruh Citra dalam Menit

Tahapan Prosess Waktu

Pre processing 0.81504

Segmentasi, delinasi sel tumpang tindih,

deteksi nukleus dan sel radang, analisa

morphologi dan identifikasi sel

7.9811 ± 4.5898

2. Nilai-nilai Parameter

Nilai-nilai parameter dibuat agar dapat memberikan kriteria saat penggunaan

metode usulan ini. Tabel V.11 berisi nilai-nilai parameter yang digunakan dalam

tahapan metode. Nilai-nilai parameter ini diambil dari citra ukuran 400x300,

1280x720 dan 1600x1200.

Nilai global threshlold untuk mendapatkan sel tumpang tindih pada citra 0.72.

Dengan nilai ini dapat dilakukan isolasi sel dengan latar belakang. Sedangkan untuk

mendapatkan daerah tumpang tindih digunakan threshlold 0.18.

Page 194: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

114

Tabel V.11 Nilai Parameter Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel

Radang

Tahapan Metode (stage)

Parameter Nilai

Preprocessing

dan Cropping sel

tumpang tindih otomatis

Ukuran Citra

Threshold Sel tumpang tindih Threshold daerah tumpang tindih

400x300, 1280x720, dan 1600x1200

0.72 0.18

Segmentasi sel

tumpang tindih,

delinasi sel

tumpang tindih

Ukuran sel tumpang tindih

Ukuran sel yang memiliki daerah

tumpang tindih

Ukuran daerah tumpang tindih

Threshold Calon Nukleus

Ukuran Calon Nukleus

>200x200

>600x600

>150x200, > 100 x 200,

>150x150, >150x200,

>100x100 dan >200x200.

0.07 >50x50

Parameter ukuran sel pada saat segmentasi harus lebih dari 200x200 piksel, jika

kurang maka dianggap bukan sel. Sedangkan ukuran sel yang memiliki bagian yang

tumpang tindih lebih besar dari 600x600 piksel. Jika kurang dari dari ukuran

tersebut maka dianggap bukan sel yang memiliki daerah tumpang tindih. Kedua

nilai tersebut sama untuk semua citra masukan.

Nilai threshold sebesar 0.07 digunakan untuk mendefenisikan nukleus digunakan

parameter jarak terdekat antara centroid sitoplasama dan centroid calon nukleus

yang diperoleh secara otomatis. Pada proses pembacaan slide Pap smear mengikuti

prosedur manual mikroskop cahaya yang umum digunakan. Sedangkan untuk

tingkat pencahayaan sangat variatif tergantung dari kenyamanan mata pemeriksa

dalam hal ini ahli patologi. Penggunaan jenis mikroskop yang berbeda juga

menambah nilai variasi dari parameter sel.

Daerah tumpang tindih dibatasi untuk arah yang horizontal. Hal ini terkait dengan

ketentuan penyambungan tepi sel yang tumpang tindih. Tabel V.11 memberikan

gambaran parameter-parameter yang digunakan untuk deteksi nukleus dan

pemisahan sel tumpang tindih.

Page 195: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

115

V.3.2 Studi Group

Dalam penelitian ini terdapat 56 citra tunggal Pap smear yang merupakan

perolehan dari metode pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang.

(Tabel V.1).

Gambar V.29 menunjukan proses pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel

radang dari salah satu citra. Dari citra awal diperoleh citra hitam putih dari

sitoplasma. Kemudian proses dilanjutkan untuk mendapatkan citra hitam putih

calon nukleus dan daerah tumpang tindih. Hasil cropping sel tumpang tindih

dilakukan proses penggambaran atau delinasi sel. Akhirnya diperoleh dua citra

tunggal yang terisolasi.

Gambar V.29 Proses Pemisahan Sel Tumpang Tindih dan Eliminasi Sel Radang

Metode yang diusulkan diuji untuk proses pemisahan sel tumpang tindih dan

eliminasi sel radang pada data citra dengan arah daerah tumpang tindih horizontal.

Beberapa hasil pemisahan sel tumpang tindih pada citra dapat dilihat pada Gambar

V.30.

Keberhasilan saat pengujian data tergantung apakah daerah tumpang tindih dapat

terdeteksi. Variasi citra yang menjadi data uji sangat tinggi terutama pada ukuran

Page 196: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

116

daerah tumpang tindih. Sehingga parameter nilai ukuran dari daerah tumpang

tindih memiliki variasi yang cukup banyak.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar V.30 Ilustrasi proses isolasi citra sel tumpang tindih pada beberapa citra

dengan ukuran daerah tumpang tindih (a) > 100 x 200, (b) >150x200, (c)

>150x150, (d) >150x200.

Page 197: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

117

Gambar V.30 memperlihatkan berbagai macam variasi parameter nilai daerah

tumpang tindih yang dapat diakomodir oleh metode pemisahan sel tumpang tindih.

Citra di bagian tengah adalah citra awal yang tumpang tindih, setelah diproses

menjadi citra tunggal yang terdapat di sebelah kiri dan kanan.

Page 198: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

118

Gambar V.31 Hasil akhir fitur morphologi dan identifikasi jenis sel

Gambar V.31 merupakan contoh hasil akhir analisa morphologi dan identifikasi

jenis sel pada citra sel tunggal yang berhasil dipisahkan. Hasil dari ke 56 citra

tunggal yang berhasil dipisahkan, sel dikelompokkan dalam kelas Normal

Superficial dan Normal Intermediate. Hasil ini sesuai dengan verifikasi ahli

patologi.

V.3.3 Hasil Analisa Fitur Tekstur dan Morphologi

Pada bagian ini akan dianalisa fitur tekstur dari sel radang dan nukleus untuk

mengetahui nilai perbedaan fitur tekstur antara sel radang dan sel nukleus. Selain

itu juga akan dianalisa fitur morphologi dari sel tunggal yang berhasil diisolasi.

1. Hasil Analisa Fitur Tekstur Sel Radang dan Sel Nukleus.

Page 199: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

119

Seperti telah dijelaskan pada tahapan metode pengenalan objek dan pembersihan

latar belakang digunakan nilai-nilai tekstur sel radang dan sel nukleus untuk

mendeteksi keberadaan sel-sel yang memiliki calon nukleus sebelum proses

segmentasi sel tumpang tindih. Evaluasi numerik untuk analisa tekstur sel radang

dilakukan dari nilai GLRLM dari 86 sel radang dan 83 sel nukleus untuk 11 fitur

tekstur. Nilai tekstur yang dianalisa diambil arah 135º.

Pada proses pengenalan objek sel radang dan sel nukleus diperoleh 8 fitur GLRM

yang dapat membedakan keduanya. Fitur-fitur tersebut adalah LGRE, GLN, RLN,

LRLGE, SRHGE, SRLGE, LRHGE, dan RP. Sedangkan tiga fitur GLRM lainnya

SRE, LRE dan HGRE tidak digunakan. Dari tiga fitur yang tidak digunakan dapat

dianalisa bahwa untuk nilai SRE dan LRE, sel radang dan nukleus tidak bisa

dibedakan dari nilai short runs yang tergantung pada struktur halus dan long runs

pada struktur kasar. Nilai rata-rata dan standar deviasi untuk kedua kelompok data

adalah rata-rata nilai SRE nukleus sebesar 0,18±0.07. Nilai ini dapat dikatakan sama

dengan nilai rata-rata SRE radang sebesar 0,18±0.05. Artinya patut diduga kondisi

struktur halus sel nukleus dan sel radang adalah mirip atau sama dan tidak bisa

dibedakan. Untuk fitur HGRE berupa nilai high graylevel untuk nilai tingkat keabuan

tinggi. HGRE bernilai besar untuk citra dengan nilai tingkat keabuan yang tinggi.

Tabel V.12 Nilai Tekstur arah 135º untuk Sel Nukleus

Page 200: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

120

Secara keseluruhan sebaran data nilai tekstur GLRLM untuk kelompok sel nukleus

dan sel radang dapat dilihat pada Tabel V.12 dan V.13.

Tabel V.13 Nilai Tekstur arah 135º untuk Sel Radang

Untuk memudahkan membandingkan nilai rata-rata untuk kesebelas fitur tekstur

dan radang, maka dibuat grafik nilai mean atau rata-rata untuk kedua kelompok data

seperti pada Gambar V.32.

Grafik Nilai Mean Sel Nukleus dan Sel Radang

Gambar V.32 Grafik Nilai Mean Sel Nukleus dan Sel Radang

Dari grafik terlihat untuk sepuluh nilai GLRM radang dan nukleus memiliki ukuran

yang hampir sama, garis pada grafik dari kedua kelompok data nyaris berimpit.

Tetapi yang menarik adalah ada perbedaan yang cukup signifikan antara sel nukleus

dan sel radang pada fitur LRHGE, yaitu Long Run High Gray-Level Emphasis fitur

GLRLM yang digunakan untuk mengukur hubungan distribusi dari distribusi run

dan gray level yang bernilai tinggi.

Page 201: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

121

3. Hasil Analisa Fitur Morphologi Sel Nukleus.

Nilai-nilai fitur morphologi yang didapat dari pengukuran nukleus dan sitoplasma

dari perolehan citra sel-sel tunggal yang berhasil dipisahkan dan terdeteksi

nukleusnya. Untuk penggambaran nilai fitur diambil sebanyak 41 citra sel tunggal

yang mewakili hasil perolehan citra sel tunggal, seperti pada Tabel V.14.

Tabel V.14 Hasil Fitur Morpologi Citra Sel Tunggal Terdeteksi

No

Citra sel

Tunggal

Nukleus

Area

Sitoplasma

Area

Nukleus Area Roundness Perimeter

1 1a 3344 0.80206 268.4508 230367 3344

2 1b 3193 0.76584 228.8944 222167 3193

3 2a 2958 0.7531 222.1665 188882 2958

4 3a 2338 0.5437 232.4508 172344 2338

5 4a 3933 0.40733 417.83 144300 3933

6 4b 2994 0.31008 348.333 161155 2994

7 5a 3469 0.43298 433.0437 196827 3469

8 7a 2135 0.26648 317.3036 192086 2135

9 7b 3685 0.5478 290 117710 3685

10 8a 3562 0.2058 466.3574 171522 3562

11 8b 4377 0.2529 2 152878 4377

12 9a 3344 0.80206 268.4508 230367 3344

13 9b 3193 0.76584 228.8944 222167 3193

14 9c 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

15 10a 3469 0.43298 433.0437 196827 3469

16 10b 2135 0.26648 317.3036 192086 2135

17 10c 1657 0.7608 165.4386 101942 1657

18 11a 2958 0.7531 222.1665 188882 2958

19 11c 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

20 12a 3933 0.40733 417.83 144300 3933

21 12b 2994 0.31008 348.333 161155 2994

22 12c 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

Tabel V.14 Hasil Fitur Morpologi Citra Sel Tunggal Terdeteksi (. .. lanjutan)

No

Citra sel

Tunggal

Nukleus

Area

Sitoplasma

Area

Nukleus Area Roundness Perimeter

23 13a 2338 0.5437 232.4508 172344 2338

24 13c 3256 0.371 332.0904 143524 3256

25 14c 3256 0.371 332.0904 143524 3256

26 15a 3089 0.676 239.6224 122956 3089

Page 202: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

122

27 15b 3344 0.80206 268.4508 230367 3344

28 15c 3193 0.76584 228.8944 222167 3193

29 16a 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

30 16b 3344 0.80206 268.4508 230367 3344

31 16c 3193 0.76584 228.8944 222167 3193

32 17a 2338 0.5437 232.4508 172344 2338

33 17c 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

34 18a 3344 0.80206 268.4508 230367 3344

35 18b 3193 0.76584 228.8944 222167 3193

36 18c 1657 0.7608 165.4386 101942 1657

37 19a 2338 0.5437 232.4508 172344 2338

38 19c 3256 0.371 332.0904 143524 3256

39 20a 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

40 20b 2958 0.7531 222.1665 188882 2958

41 21a 1258 0.3368 216.6518 99737 1258

42 21b 295 0.7531 222.1665 188882 2958

Total 115532.00 22.54 11179.91 6993991.00 115532.00

Mean 2750.76 0.54 266.19 166523.60 2750.76

St Dev 17023.83 3.32 1647.43 1030271.17 17023.83

Semua nilai fitur morphologi untuk nukleus dibuat dalam Grafik V.33 untuk

menunjukkan perbandingan nilai area, roundness dan perimeter.

Hasil verifikasi ahli, kondisi perbandingan nilai morphologi nukleus mengarah

kepada bentuk morphologi sel squomous normal. Ciri-ciri nilai roundness

menunjukkan nilai standar deviasi yang cukup kecil berarti nukleus memiliki

kebundaran yang relatif sama dan normal.

Grafik V.34 menunjukkan perbandingan nilai area nukleus dan area sitoplasma.

Terlihat perbedaan nilai area yang cukup besar antara keduanya. Nilai rata-rata area

nukleus pada Tabel V.14 sebesar 2750.76 dan area sitoplasma 166523.60. Nilai

rasio perbandingan keduanya sebesar 0.016518, nilai ini jika dibandingkan dengan

Tabel III.8 tentang rasio area nukleus dan sitoplasma pada tujuh kelas yang diolah

dari data Herlev (Jantzen, 2005), nilai tersebut mendekati nilai rasio kelas 1 sebesar

0.011796 yaitu kelas Normal Superficial. Jadi sebagian besar sel diidentifikasi

sebagai kelas Normal Superficial, hasil ini memiliki kesamaan dengan verifikasi

ahli.

Page 203: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

123

Gambar V.33 Grafik perbandingan nilai area, roundness dan perimeter nukleus

citra sel tunggal terdeteksi.

Gambar V.34 Grafik perbandingan nilai area nukleus dan area sitoplasma

Hasil analisa morphologi ini didukung dengan hasil identifikasi pemisahan sel

tumpang tindih dan eliminasi sel radang untuk 56 citra sel tunggal yang berhasil

dideteksi, beberapa contoh diberikan pada Tabel V.15.

Hasil menunjukan bahwa 52 citra sel tunggal yang teridentifikasi adalah kelas

Normal Superficial dan ada empat citra sel tunggal teridentifikasi sebagai kelas

Normal Intermediate.

Page 204: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

124

Tabel V.15 Contoh Hasil Identifikasi Sel Tunggal Terdeteksi

No Citra sel tumpang

tindih

Ukuran

citra

Sel tumpang

tindih

Sel Tunggal

teridentifikasi

Identifiksi

Kelas

1

400x300

1

2

Normal

Superficial

2

1600x1200

1

3

Normal

Superficial

3

1200x1600

1

2

Normal

Superficial

4

1600x1200

1

2

Normal

Intermediate

5

1600x1200

1

2

Normal

Superficial

6

1280x270

4

2

Normal

Superficial

7

1600x1200

1

2

Normal

Superficial

8

1600x1200

1

2

Normal

Superficial

V.4 Diskusi

Dalam bagian ini berisi evaluasi dari metode yang diusulkan. Metode pemisahan

citra sel tumpang tindih Pap smear bertujuan menghasilkan perolehan citra sel

tunggal untuk selanjutnya dideteksi nukleus pada masing-masing sel. Deteksi

daerah tumpang tindih pada citra sel konvensional Pap smear masih merupakan

masalah terbuka. Uji coba pada 61 citra sel tunggal dengan kondisi 24 citra sel

tumpang tindih horizontal dengan ukuran daerah tumpang tindih yang berbeda-

beda >150x200 piksel, > 100 x 200 piksel, >150x150 piksel, >150x200 piksel,

>100x100, dan >200x200 piksel. Sedangkan satu citra terdiri dari lima sel tumpang

tindih (Gambar V.36). Diharapkan citra-citra ini dapat mewakili beberapa kondisi

daerah tumpang tindih yang terdapat pada citra konvensional Pap smear.

Page 205: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

125

Seperti yang diverifikasi oleh ahli (dalam hal ini ahli patologi), metode pemisahan

sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang menghasilkan perolehan 61 citra sel

tunggal dari data set penelitian ini. Citra-citra ini mengandung sel-sel pada kelas

Normal Superfisial dan Normal Intermediate yang nukleusnya berbentuk lingkaran

dan berlokasi di pusat daerah sitoplasma.

Metode usulan mendeteksi nukleus dan sel radang pada 61 citra sel, Gambar V. 35

adalah contoh citra-citra sel tunggal terisolasi dengan nukleus berwarna hitam dan

sel radang warna merah muda.

Gambar V.35 Contoh Sel Nukleus dan Sel Radang yang terdeteksi

Pada penerapan metode pemisahan sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang

pada citra dengan empat daerah tumpang tindih (Gambar V.36) dimana citra ini

memiliki lima sitoplasma tumpang tindih horizontal dan 24 kandidat nukleus. Posisi

empat daerah tumpang tindih, yaitu di sisi kiri, dua di tengah dan di kanan pada

citra.

Gambar V.36 Citra dengan lima sel tumpang tindih

Page 206: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

126

Hasil dari pre processing pada citra ini menghasilkan dua citra cropping yang terdiri

dari cropping sel tumpang tindih (a) dan cropping daerah tumpang tindih

(b) pada Gambar V.37.

(a) (b)

Gambar V.37 Hasil pre-processing sel tumpang tindih dan daerah tumpang tindih

Gambar V.37 (a) dan (b) menunjukkan proses delinasi sel tumpang tindih pada sel

nomor 4 dan 5. Gambar (a) adalah ilustrasi boundary bagian atas daerah tumpang

tindih dan (b) bagian bawah daerah tumpang tindih. Gambar (c) dan (d) adalah hasil

proses isolasi sel. Pada Gambar (e) terlihat dua sel yang dapat diisolasi, yaitu sel

yang terletak paling kanan atau sel nomor 1 dan paling kiri atau sel nomor 5. Pada

sel bagian tengah (nomor 2,3 dan 4) belum dapat diisolasi dengan sempurna. Dua

sel yang berhasil diisolasi selanjutnya dilakukan proses deteksi nukleus dan

hasilnya secara tepat dapat ditentukan nukleus yang benar pada kedua sel.

Namun pada Gambar V.38 di mana metode luput untuk mengisolasi tiga sel

tumpang tindih yang lain, dapat diamati bahwa batas sitoplasma dari ketiga sel yang

di tengah tidak dapat didelinasi dengan benar. Hal ini diakibatkan sel nomor 3 yang

berbentuk bulat tidak teridentifikasi sebagai sebuah sel dan cenderung terdeteksi

sebagai daerah tumpang tindih (Gambar V.19). Verifikasi dari ahli patologi

terhadap sel nomor 3 adalah sel parasabasal dan cenderung abnormal. Sehingga

dalam kondisi ini perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk dapat mengisolasi

ketiga sel tersebut.

Page 207: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

127

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar V.38 Ilustrasi Proses Delinasi pada Citra Empat Sel Tumpang Tindih

Walaupun pada citra ini belum dapat terisolasi sempurna, tetapi deteksi pada

masing-masing nukleus untuk sel nomor satu dan lima berhasil dilakukan. Sehingga

dalam hal ini dapat disimpulkan citra ini dapat dideteksi dan dipisahkan untuk sel-

sel dengan ukuran daerah tumpang tindih >100x100.

Pada proses pengenalan objek yang memiliki kandidat nukleus yaitu sel radang dan

sel nukleus digunakan delapan fitur GLRM yang dapat membedakan keduanya.

Fitur-fitur tersebut adalah LGRE, GLN, RLN, LRLGE, SRHGE, SRLGE, LRHGE,

dan RP. Sedangkan tiga fitur GLRM lainnya SRE, LRE dan HGRE tidak

digunakan.

Page 208: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

128

Dari tiga fitur yang tidak dimanfaatkan dalam klasifikasi yaitu SRE, LRE dan

HGRE dapat disimpulkan bahwa tingkat kemiripan sel radang dan nukleus untuk

struktur halus sel nukleus dan sel radang adalah sangat mirip atau sama dan tidak

bisa dibedakan. Hal ini menunjukkan bahwa upaya otomatisasi ekstraksi sel radang

dan identifikasi nukleus bukan hal yang mudah karena kondisi kemiripan dari kedua

sel.

Gambar V.39 Grafik Nilai Daerah Tumpang tindih dan Total Waktu Proses

Dalam penelitian ini, total waktu proses dibandingkan dengan ukuran daerah

tumpang tindih yang berbeda-beda yaitu >150x200 piksel, > 100 x 200 piksel,

>150x150 piksel, >150x200 piksel, dan >200x200 piksel. Grafik pada Gambar V.39

adalah nilai-nilai yang diperoleh dari proses citra-citra tersebut. Proses pemisahan

sel tumpang tindih membutuhkan waktu rata-rata 8.7961 ± 4.5898 menit. Peneliti

sebelumnya Lu dkk (2015) yang melakukan segmentasi sitoplasma tumpang tindih

menggunakan optimasi dengan Multiple Level Set Functions, waktu proses yang

dibutuhkan dalam range 5-60 menit, untuk jumlah sel 2-10 sel. Nilai waktu total

proses perlu dilakukan pengembangan sehingga dapat dihasilkan metode yang

memiliki waktu proses yang lebih singkat. Tabel V.16 menunjukkan perbandingan

metode usulan dengan metode lainnya, baik mengenai jumlah slide, jumlah citra,

jumlah sel, kriteria performa dan hasil kuantitatif.

Tabel V.16 Perbandingan Metode Usulan dengan State of The Art *

Page 209: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

129

Metode Slide Citra Ukuran Sel Kriteria

Performansi

Hasil Kuantitatif

Bamford

dkk. (1998)

- - 128 x

128

20130 Pengamatan visual 99,64% sel

tersegmentasi

Wu dkk.

(1998)

1 1 80x100 1 Perbandingan K

means dan Bayesian dalam citra

Tingkat kesalahan

lebih kecil dari 5 %

Garrido

dkk. (2000)

- 3 - - Pengamatan visual Tidak memiliki

hasil kuantitatif

Lezoray

dan

Cardot

(2002)

- 10 - 209 Ukuran Vinet

Jumlah bagian yang

tersegmentasi

Ukuran rata-rata

Vinet 2.24 untuk

RGB dan 3.41

untuk HSL. Rata-

rata perbedaan

daerah

tersegmentasi

dengan manual 2.87

% untuk RGB dan

0.47% untuk HSL

Lassouao

ui dan

Hamami (2003)

- 2 256 x 256

Pengamatan visual Tidak memiliki

hasil kuantitatif

Bak, dkk (2004)

- 2 - - Pengamatan visual Tidak memiliki hasil kuantitatif

Isa dkk (2005)

- 3 - - Pengamatan visual Tidak memiliki hasil kuantitatif

Yang

Mao

dkk.

(2008)

- - 64x64 124 Error kesalahan

klasifikasi,

kesalahan tepi,

modifikasi

Hausdorff distance,

relative foreground

area error, relative

distance error

Rata-rata kesalahan

segmentasi sebesar

0.1145

Lin dkk

(2009)

- 10 - 10 Kesalahan

klasifikasi, relative

foreground area

error, modifikasi Hausdorff distance

Rata-rata kesalahan

segmentasi sebesar

0.1323

Plissiti,

M.E.

(2011a)

15 38 1536 x2048

5617 Sensitivity (Se)

Specificity (Sp)

Waktu proses (3 GB)

Indikasi nilai rata-

rata Se=90.57%, Sp

= 75.28% untuk

FCM dan

Se=69,86%, Sp =

92,02 untuk SVM. 83.04 ± 52.77 detik

Tabel V.16 Perbandingan Metode Usu lan dengan State of The Art * (...lanjutan)

Metode Slide Citra Ukuran Sel Kriteria

Performansi

Hasil Kuantitatif

Plissiti dan

Nikou

(2011b)

1 50 260x300 Dua sel

nukleus

tumpang tindih

Pengamatan visual,

Hausdorff distance

dan Euclidean Waktu proses (3 GB)

Hausdorff distance 19.58 dan euclidean

8.64 90.52 ± 7.36 detik

Tareef dkk

(2014)

Data

sintet is

45 512x512 270 sel tunggal

dan tumpang

tindih

Index Zijdenbos

Similarity Index (ZSI ) pixel

0.926 ± 0.047

Page 210: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

130

ISBI

2014 (nukleus).

Index ZSI pixel

(sitoplasma) Waktu proses (8 GB)

0.914 ± 0.075

56 detik

Pemisahan 5 21 400x300, 1600 x1200

dan

1280

x720

61 sel tunggal Pengamatan visual Indikasi nilai rata-

Sel dengan 24 Sensitivity (Se) rata Se=82,56 %,

Tumpang kondisi sel Specificity (Sp) Sp = 81,27 %

Tindih dan tumpang tindih Waktu proses (4 8.7961 ± 4.5898 Eliminasi dengan 5 GB) menit

Sel Radang variasi ukuran Evaluasi fitur area, Klasifikasi kelas sel

(Disertasi) daerah perimeter dan

tumpang roundness dari

tindih. Total nucleus dan

193 sel yaitu sitoplasma

56 nukleus dan

137 se radang

* Diolah kembali dari Plissiti, M.E. (2012a)

Pemisahan sel tumpang tindih diterapkan pada 61 citra sel tunggal dengan 24

kondisi citra sel sitoplasma tumpang tindih horizontal menunjukkan bahwa seluruh

citra dapat dipisahkan. Tetapi perlu pengembangan dengan menambah citra uji

yang memenuhi paramater-parameter yang ditentukan sehingga dapat

dibandingkan performanya dengan metode lain.

Pemisahan sel tumpang tindih dari sel servik pada citra Pap smear konvensional

masih merupakan pekerjaan yang sulit terutama pada kondisi citra yang memiliki

kompleksitas dan variasi yang tinggi serta memiliki keterbatasan parameter

tertentu. Penyelesaian pada permasalahan pada penelitian ini dapat menjanjikan

bahwa analisis terhadap slide Pap smear dapat ditingkatkan melalui analisis dan

penelitian yang lebih lengkap pada bagian sel-sel dari slide Pap smear yang lebih

kompleks guna mendukung kemudahan dan efektifnya proses skrining pada kasus

deteksi dini kanker serviks.

Bab VI Kesimpulan dan Pengembangan Riset

Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan beberapa

saran yang diberikan supaya dapat digunakan sebagai masukan pada penelitian

lebih lanjut.

Page 211: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

131

VI.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Perolehan citra sel tunggal Pap smear untuk deteksi dini kanker servik dapat

dilakukan melalui metode pemisahan sel tumpang berupa melalui pembagian

daerah tumpang tindih, pencarian jarak terdekat dari pinggiran daerah tumpang

tindih, penyambungan pinggiran sitoplasma tumpang tindih dan proses isolasi

sel tumpang tindih untuk lima ukuran daerah tumpang tindih yang berbeda-

beda yaitu >150x200 piksel, > 100 x 200 piksel, >150x150 piksel, >150x200

piksel, >100x100, dan >200x200 piksel. Tahapan pre- processing berupa

konversi warna, peningkatan citra, pengenalan objek dan pembersihan latar

belakang dengan rule klasifikasi tekstur untuk menghasilkan cropping sel

tumpang tindih secara otomatis. Segmentasi sel tumpang tindih dilakukan

untuk segmentasi sitoplasma tumpang tindih dan daerah tumpang tindih

dengan graylevel thresholding. Eliminasi sel radang dan deteksi nukleus dapat

dilakukan dengan menerapkan defenisi aturan jarak. Hasil menunjukkan

bahwa metode ini berhasil memisahkan dua sitoplasma yang tumpang tindih

secara horizontal. Menghasilkan citra sel tunggal yang terdeteksi nukleus dan

sel radang yang tereliminasi, untuk ukuran parameter-parameter yang sudah

ditentukan. Hasil verifikasi ahli patologi disimpulkan bahwa proses pemisahan

sel tumpang tindih dan eliminasi sel radang ini sudah dapat memisahkan sel

sesuai dengan cytomorphology sel, sehingga dapat membantu ahli patologi

untuk mendeteksi dini kanker serviks. Metode pemisahan sehingga dapat

membantu ahli patologi dalam deteksi dini kanker serviks

2. Metode eliminasi sel radang dapat digunakan untuk menangani keberadaan sel

radang sehingga proses identifikasi nukleus pada citra sel tunggal mikroskopis

Pap smear dapat dilakukan dan diharapkan dapat membantu ahli patologi

dalam deteksi dini kanker serviks. Hasil menunjukkan secara signifikan dapat

menghilangkan sel radang dan mendeteksi nukleus secara akurat pada sel yang

berhasil diisolasi. Hasil verifikasi ahli patologi menyebutkan bahwa metode

eliminasi sel radang telah berhasil

Page 212: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

132

meminimalkan sel radang dan membantu patolog untuk memudahkan

penilaian terhadap struktur sel dan jenis sel. Identifikasi jenis sel sudah sesuai

dengan cytomorphology secara ilmu cytopathology, sehingga dapat membantu

ahli patologi untuk mendeteksi dini kanker serviks.

VI.2 Pengembangan Riset

Berdasarkan hasil dan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan maka masih

terbuka peluang untuk perbaikan hasil penelitian ataupun pengembangan lebih

lanjut. Beberapa pengembangan riset yang dapat dilakukan , yaitu:

1. Metode pemisahan citra sel tumpang tindih dapat dikembangkan untuk

mengakomodir posisi sel tumpang tindih selain horizontal, variasi ukuran

daerah tumpang tindih, dan sel yang tumpang tindih yang lebih dari dua sel.

Peningkatan waktu proses pemisahan sel tumpang tindih. Fitur tekstur sel

radang dan nukleus dikembangkan terutama untuk fitur yang potensial sebagai

pembeda seperti fitur LRHGE, yaitu Long Run High Gray-Level Emphasis

yang memiliki nilai rata-rata yang berbeda cukup signifikan antara sel radang

dan sel nukleus. Penggunaan jenis pengklasifikasi lain dapat dipertimbangkan

dan penggunaan data set citra tumpang tindih lain seperti ISBI 2014.

2. Penelitian ini baru menyelesaikan sebagian kecil permasalahan yang dihadapi

oleh ahli patologi dalam proses skrinning Pap smear. Terutama untuk

mengurangi keberadaan sel radang dan sel tumpang tindih yang cukup

mengganggu proses identifikasi sel. Sedangkan permasalahan lain masih

banyak yang perlu diselesaikan pada citra sel Pap smear konvensional. Riset

dapat dilanjutkan untuk mengatasi persoalan lain seperti menghilangkan latar

belakang yang mengandung sel darah, identifikasi sel tumpang tindih

kompleks dengan batas sitoplasma yang tidak jelas, dan identifikasi sel yang

abnormal, sel menopause, serta sel yang terkena virus HPV.

Beberapa usulan riset ini diharapkan akan menghasilkan satu mekanisme otomatis

identifikasi citra Pap smear agar dapat membantu ahli patologi dalam

mengidentifikasi sel mikroskopik Pap smear pada deteksi dini kanker serviks.

Page 213: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

133

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, M.F. (2009): Gynecological Cancer in Indonesia, J Gynecol Oncol, 20 (1), 8–

10

Bak, E., Najarian, K., dan Brockway, J. P. (2004): Efficient Segmentation

Framework of Cell Images in Noise Environments, in Proc. 26th Int. Conf.

IEEE Eng. Med. Biol, 1, 1802–1805.

Bamford, P., dan Lovell, B. (1996): A Water Immersion Algorithm for Cytological

Image Segmentation, Proceedings of the APRS Image

Page 214: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

134

Segmentation workshop, University of Technology Sydney, Sydney, 75-

79.

Bamford, P., dan Lovell, B. (1998): Unsupervised Cell Nucleus Segmentation With

Active Contours, Signal Processing, 71, 12, 203-213.

Begelman, G., Gur, E., Rivlin, E., Rudzsky, M., dan Zalevsky, Z. (2004): Cell

Nuclei Segmentation Using Fuzzy Logic Engine, International Conference

on Image Processing, 5, 2937-2940.

Bengtsson, E., Eriksson, O., dan Holmquist, J. (1979): High Resolution

Segmentation of Cervical Cells, J Histochem Cytochem, 27, 1, 621–628.

Bhanu, B., Lee, S., dan Ming, J. (1995): Adaptive Image Segmentation Using A

Genetic Algorithm, IEEE Transaction on Systems, Man, and Cybernetics,

25, 1543-1567.

Borst, H., Abmayr, W., dan Gais, P. (1979): A Thresholding Method for Automatic

Cell Image Segmentation, J Histochem Cytochem, 27, 1, 180– 187.

Cahn, R.L., Poulsen, R.S., dan Toussaint, G. (1977): Segmentation of Cervical Cell

Images. J Histochem Cytochem, 25, 7, 681–688.

Chang, C.W., Lin M.Y., Harn H.J., Harn,Y.C., Chen, C.H., Tsai, K.H., dan Hwang,

C.H. (2009): Automatic Segmentation of Abnormal Cell Nuclei from

Microscopic Image Analysis for Cervical Cancer Screening. Proceeding of

The 3rd IEEE International Conference on Nano-Molecular Medicine and

Engineering, Tainan, Taiwan, 77–80.

Cibas, E.S., dan Ducatman, B.S. (2009) : Cytology Diagnosis Principles and

Clinical Correlates, 3rd ed. ISBN 978-1-4160-5329-3, Saunders Elsevier, 1-

64.

Davies, E.R. (1989): Finding Ellipses Using The Generalised Hough Transform,

Pattern Recognition Letters, 9, 87-96.

Duanggate, C., Uyannovara, B., dan Koanantakul, T. (2008): A Review of Image

Analysis and Pattern ClassificationTechniguees for Automatic Pap smear

Screening Process, The 2008 International Conference on Embedded

System Intelligent Technology, Thailand, 212-217.

Garrido, A., dan Perez de la, B.N. (2000): Applying Deformable Templates for Cell

Image Segmentation, Pattern Recognition, 821-832.

Galloway (1975): Texture Analysis Using Gray Level Run Lengths, Computer

Graphics and Image Processing, 4, 172–179.

Page 215: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

135

Goldberg, D. E. (1989): Genetic Algorithms in Search, Optimization, and

Machine Learning, Wesley Edition.

Hasanuddin, Riana, D., Dewi, D.E.O., Widyantoro, D. H., dan Mengko, T.L.R.

(2012): Detection of Cytoplast Area of Pap SmearImage Using Image

Segmentation, International Conference on Women’s Health in Science &

Engineering (WiSE Health), ITB, Bandung, 22-26.

Holmquist, J., Bengtsson, E., Eriksson, O., Nordin, B., dan Stenkvist, B. (1978):

Computer Analysis of Cervical Cells Automatic Feature Extraction and

Classification, The Journal of Histochemistry and Cytochemistry. 26, 11,

1000-1017.

Howlander, N., Noone, A.M., dan Krapcho, M. (2013): eds. SEER Cancer Statistics

Review, 1975-2010. Bethesda, MD: National Cancer Institute.

Huttenlocher, D.P., Klanderman, G.A., dan Rucklidge, W.J. (1993): Comparing

Images Using The Hausdorff Distance, IEEE Trans. Pattern Anal.

Machine Intell. 15, 850–863.

Isa, M. A. (2005 ): Automated Edge Detection Technique for Pap Smear Images

Using Moving K-Means Clustering and Modified Seed Based Region

Growing Algorithm, International Journal of The Computer, the internet

and Management. 13, 3, 45-59.

Jackway, P. (1995): Morphological Multiscale Gradient Watershed Image

Analysis, Proceedings of the 9th Scadinavian Conference on Image

Analysis (SCIA 1995), 87-94.

Jackway, P. (1996): Gradient Watersheds in Morphological Scale Space, IEEE

Transactionson Image Processing, 5, 913-921.

Jantzen, J. N., Dounias, G., dan Bjerregaard, B. (2005): Pap-smear Benchmark Data

For Pattern Classification, Technical University of Denmark, Denmark.

Jemal, A., Bray, F., Center, M.M., Ferlay, J., Ward, E., Forman, D. (2011): Global

Cancer Statistics. CA Cancer J Clin, 61(2), 69–90.

Jung, C., Kim, C., Wan Chae, S., dan Oh, S. (2010): Unsupervised Segmentation

of Overlapped Nuclei Using Bayesian Classification. IEEE Trans Biomed

Eng. 55, 12, 2825–2832.

Jung, C., dan Kim, C. (2010): Segmenting Clustered Nuclei Using H-Minima

Transform-Based Marker Extraction and Contour Parameterization. IEEE

Trans Biomed Eng. 57, 10, 2600–2604.

Page 216: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

136

Kale, A., dan Aksoy, S. (2010): Segmentation of Cervical Images. Proceedings of

the 20th international, 2399- 2402.

Kim, K.B., Kim, S., dan Sim, K.B. (2006): Nucleus Classification and Recognition

of Uterine Cervical Pap-Smears Using Fuzzy ART Algorithm. Proc 6th Int

Conf Simul Evol Learning, Lect Notes Comput Sci

, 4247, 560–567.

Kim, K.B., Song, D. H., dan Woo, Y.W. (2007): Nucleus Segmentation and

Recognition of Uterine Cervical Pap-smears. Proc 11th RSFDGrC, Lect

Notes Comput Sci, 4482, 153–160.

Kusuma, F. (2012): Tes Pap Dan Cara Deteksi Dini Kanker Serviks Lainnya,

Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Prevention and Early

Detection of Cervical Cancer (PEACE), Jakarta

Lassouaoui, N dan Hamami, L. (2003): Genetic Algorithms and Multifractal

Segmentation of Cervical Cell Images, Proc. Of IEEE-EURASIP 7th

International Symposium on Signal Processing and its Applications, 2, 1- 4.

Lee, K.M., dan Street, W.N. (2000): Learning Shapes for Automatic Image

Segmentation. Proc. INFORMS-KORMS Conference, ,Seoul, Korea, 1461-

1468.

Lezoray, O., dan Cardot, H. (2002): Cooperation of Color Pixel Classification

Schemes and Color Watershed: A Study for Microscopic Images, IEEE

Trans. Image Process, 11, 7, 783–789.

Li, Z., dan Najarian, K. (2007): Biomedical Image Segmentation Based on Shape

Stability, Proceedings of the 14th IEEE International Conference on

Image Process (ICIP), San Antonio, 281–284.

Lin, C. H., Chan,Y. K., dan Chen, C. C. (2009): Detection and Segmentation of

Cervical Cell Cytoplast and Nucleus, Int. J. Imaging Syst. Technol, 19, 3,

260–270.

Lu, Z., Carneiro, G., dan Bradley, A.P. (2015): An Improved Joint Optimization of

Multiple Level Set Functions for the Segmentation of Overlapping Cervical

Cells, IEEE Transactions On Image Processing, 24, 4, 1261- 1272.

MacAulay, C., dan Palcic, B. (1988): A Comparison of Some Quick and Simple

Threshold Selection Methods for Stained Cells. Anal Quant Cytol Histol, 10

(2), 134–138.

Malm, P., dan Brun, A. (2009): Closing Curves with Riemannian Dilation:

Application to Segmentation Inautomated Cervical Cancer Screening.

Page 217: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

137

Proc 5th Int Symp Visual Comput 2009, Lect Notes Comput Sci, 5875,

337–346.

Malviya, R.P.K.K., Chatterjee, J., Manjunatha, M., dan Ray, A.K. (2012):

Computer Assisted Cervical Cytological Nucleus Localization, Department

of Information Technology, Govt. of India, New Delhi.

Moshavegh, R., Ehteshami, B.B., Mehner, A., Sujathan, K., Maim., dan Bengtsson,

E. (2012): Automated Segmentation of Free-Lying Cell Nuclei in Pap

Smears for Malignancy-Associated Change Analysis, 34th Annual

International Conference of the IEEE EMBS San Diego, California USA,

5372-5375.

Muhimmah, I., Kurniawan, R., dan Indrayanti. (2012): Automatic Epithelial Cells

Detection of Pap smears images using Fuzzy C-Means Clustering, 4th

International Conference on Bioinformatics and Biomedical Technology,

122-127.

Muhimmah, I., Kurniawan, R., dan Indrayanti. (2013): Analysis of Features to

Distinguish Epithelial Cells And Inflammatory Cells in Pap smear Images,

6th International Conference on Biomedical Engineering and Informatics

(BMEI 2013), 122-127.

Mustafa, N., Isa, M.N.A., dan Mashor, M.Y. (2009): Automated Multicells

Segmentation of Thinprep® Image Using Modified Seed Based Region

Growing Algorithm. Biomed Soft Comput Hum Sci. 14 (2), 41–47.

Nallaperumal, K., dan Krishnaveni, K. (2008): Watershed Segmentation of Cervical

Images Using Multiscale Morphological Gradient and HSI Colour Space.

Int J Imag Sci Eng (IJISE), 2 (2), 212–216.

Papanicolaou, G.N. (1942): A New Procedure for Staining Vaginal Smears,

Science. 95, 2469, 438–439.

Poulsen, R.S., dan Pedron, I. (1995): Region of Interest Finding in Reduced

Resolution Colour Imageryapplication to Cancer Cell Detection. Pattern

Recognition, 28(11), 1645–1655.

Philip, K. P., Dove, E. L, McPherson, D.D, Gotteiner, N.L, Standford, W dan

Chandran, K.B. (1996): The Fuzzy Hough Transform-Feature Extraction in

Medical Images, IEEE Transactions on Medical Imaging. 15, (3), 353- 368.

Plissiti, M.E., Nikou, C dan Charchanti A. (2010): Accurate Localization of Cell

Nuclei in Pap Smearimages Using Gradient Vector Flow Deformable

Models. In: Proceeding of the 3rd internationalmconference on Bio-

inspired Signals and Systems (BIOSIGNALS), Valencia, Spain, 284–289.

Page 218: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

138

Plissiti, M.E., Nikou, C. dan Charchanti, A. (2011a): Automated Detection of Cell

Nuclei in Pap Smear Images Using Morphological Reconstruction and

Clustering, IEEE Transactions On Information Technology In Biomedicine.

15, (2), 233-241

Plissiti, M.E., Nikou, C. dan Charchanti, A. (2011b): Combining Shape, Texture

and Intensity Features for Cell Nuclei Extraction in Pap Smear Images,

Pattern Recognition Letters, 32, (6), 838–853

Plissiti, M.E. dan Nikou, C. (2012a): Overlapping Cell Nuclei Segmentation Using

A Spatially Adaptive Active Physical Model, 11, 4568-80, doi:

10.1109/TIP.2012.2206041.

Plissiti, M.E. dan Nikou, C. (2012b): Methods for Cytological Images Analysis.

PhD Thesis, University of Ioannina, Greece, 1-113.

Plissiti, M.E dan Nikou. C. (2013): A Review of Automated Techniques for

Cervical Cell Image Analysis and Classification. Iacoviello, D. and

Andreaus, U. (eds.), Biomedical Imaging and Computational Modeling in

Biomechanics, Lecture Notes in Computational Vision and Biomechanics 4,

ISSN 2212-9391, ISSN 2212-9413 (electronic), ISBN 978-94-007-

4269-7, ISBN 978-94-007-4270-3 (eBook), DOI 10.1007/978-94-007-

4270-3_1, Springer Science+Business Media Dordrecht, 1-18.

Pratama, G.K., Riana, D., Dewi, D.E.O., Widyantoro, D.H., dan Mengko, T.L.R.

(2012): Pap Smear Nuclei Tekstur Analysis. International Conference on

Women’s Health in Science & Engineering (WiSE Health), ITB, Bandung,

18-22.

Prayitno, A. (2006): Cervical Cancer With Human Papilloma Virus and Epstein

Barr Virus Positive, Journal Of Carcinogenesis, doi:10.1186/1477-3163- 5-

13. 5, 13.

Purwadi, S. (2012): Indonesian Cervical Cancer Challenge, Divisi Oncologi Dept

Obstetrics Gynecology Faculty of Medicine. Universitas Indonesia,

Prevention and Early Detection of Cervical Cancer (PEACE).

Riana, D, dan Murni, A. (2009): Performance Evaluation of Pap Smear Cell Image

Classification Using Quantitative And Qualitative Features Based on

Multiple Classifiers. In: Proceedings of the international conference on

Advanced Computer Science and Information Systems (ACSIS’09) Jakarta,

Indonesia, 38–42.

Riana, D (2010): Hierarchical Decision Approach Berdasarkan Importance

Performance Analysis untuk Klasifikasi Citra Tunggal Pap Smear

Menggunakan Fitur Kuantitatif Dan Kualitatif, Thesis. Faculty of Computer

Science, University of Indonesia.

Page 219: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

139

Riana, D., Dewi, D.E.O., Widyantoro, D. H., Mengko, T.L.R. (2012b): Segmentasi

Luas Nukeus Sel Normal Superfisial Pap smear Menggunakan Operasi

Kanal Warna dan Deteksi Tepi, Seminar Nasional Inovasi Teknologi,

Jakarta.

Riana, D., Dewi, D.E.O., Widyantoro, D. H., Mengko, T.L.R. (2012c):

Segmentation and Area Measurement in Abnormal Pap Smear Images

Using Color Canals Modification with Canny Edge Detection, International

Conference on Women’s Health in Science & Engineering (WiSE Health),

ITB, Bandung, 106-109.

Riana, D., Dewi, D.E.O., Widyantoro, D. H., Mengko, T.L.R. (2012d): Color

Canals Modification with Canny Edge Detection and Morphological

Reconstruction for Cell Nucleus Segmentation and Area Measurement in

Normal Pap Smear Images, The Fourth International Conference on

Mathematics and Natural Sciences (ICMNS), ITB, Bandung, 414-417

Riana, D., Widyantoro, D. H., dan Mengko, T.L.R (2013a): Perbandingan

Segmentasi Luas Nukleus Sel Normal dan Abnormal Pap Smear

Menggunakan Operasi Kanal Warna dengan Deteksi Tepi Canny dan

Rekonstruksi Morfologi, Jurnal TICOM, ISSN 2302 –3252, Jakarta,

Indonesia, 1,(2), 70-78.

Riana, D., Widyantoro, D. H., dan Mengko, T.L.R (2013b): Ekstraksi dan

Klasifikasi Tekstur Citra Sel Nukleus Pap Smear, Jurnal TICOM, ISSN

2302 –3252, Jakarta, Indonesia, 1, (3), 186-193.

Riana, D., Widyantoro, D.H., Mengko, T.L.R, dan Kalsoem, O. (2014b): Ekstraksi

Fitur Kuantitatif Tekstur Dan Klasifikasi Sel Nukleus Dan Sel Radang Pada

Citra Pap Smear, Konferensi Nasional Ilmu Komputer, Aptikom, Makasar.

Ryan, S., dan Hall, M. (2006): Practical Data Mining, University of Waikato.

Samadi, H.P., (2011). Yes, I Know Everything about Kanker Serviks! Mengenali,

Mencegahnya, dan Bagaimana Anda Menjalani Pengobatannya, Women

Health Series Tumor & Kanker, Metagraf.

Saslow, D., Solomon, D., Lawson, H.W. (2012): American Cancer Society,

American Society for Colposcopy and Cervical Pathology, and American

Society for Clinical Pathology Screening Guidelines for The Prevention and

Early Detection of Cervical Cancer, Am J Clin Pathol, 137, 516–542.

Siegel, R., Ma, J., Zou, Z., dan Jemal, A. (2014): Cancer Statistics, CA Cancer J

Clin. In press.

Page 220: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

140

Soille, P. (1999): Morphological Image Analysis, Principles and Applications,

Springer-Verlag, 173-174.

Smith, R.A, Baptiste, D. M, Brooks, D., Cokkinides,V., Doroshenk, M., dan

Saslow,D. (2014): Cancer Screening in the United States, 2014: A Review

of Current American Cancer Society Guidelines and Current Issues in

Cancer Screening, Ca Cancer J Clin , 64, 30–51.

Suryatenggara, J., Ane, B.K., Pandjaitan, M., Steinberg, W. (2009): Pattern

Recognition on 2d Cervical Cytological Digital Images for Early Detection

of Cervix Cancer, IEEE 978-1-4244-5612-3/09/.

Tareef, A., Song, Y., Cai1, W., Feng, D.D., dan Chen, M. (2015): Automated Three-

Stage Nucleus and Cytoplasm Segmentation of Overlapping Cells, 13th

International Conference on Control, Automation, Robotics & Vision

Marina Bay Sands, Singapore, (ICARCV 2014), 865-870.

Tjindarbumi, D., dan Mangunkusumo, R. (2002): Cancer in Indonesia, Present and

Future, Jpn J Clin Oncol, 32(Suppl), S17–S21.

Tsai, M.H., Chan,Y.K., Lin, Z.Z., Yang-Mao, S.F., dan Huang, P.C. (2008):

Nucleus and Cytoplast Contour Detector of Cervical Smear Image, Pattern

Recognit Lett, 29, 1441–1453.

Ushizima, D.M., Gomes, A.H., Carneiro, C.M., dan Bianchi, A.G.C. (2013):

Automated Pap Smear Cell Analysis: Optimizing the Cervix Cytological

Examination, 12th International Conference on Machine Learning and

Applications, 441-444.

Vaschetto, F., Montseny, E., Sobrevilla, F., dan Lerma, E. (2009) Threecond: An

Automated and Unsupervised Three Colour Fuzzy-Based Algorithm For

Detecting Nuclei in Cervical Pap Smear Images, in Proceedings of the 9th

International Conference on Intelligent Systems Design and Applications,

1359-1364.

Williams, D., dan Shab, M. (1992): A fast algorithm for active contours and

curvature estimation, Computer Vision. Graphics and Image Processing:

Image Understanding, 55, 14-26.

Witten, I.H. dan Frank, G. (2000): Data Mining: Practical Machine Learning Tools

with Java Implementations, Morgan Kaufmann, San Francisco.

Wu, H.S., Barba, J., dan Gil, J. (1998): A Parametric Fitting Algorithm for

Segmentation of Cell Images, IEEE Trans. Biomed. Eng, 45, (3), 400–407.

Xu, D., Kurani, A.S., Furst, J.D., dan Raicu, D.S. (2004): Run-length Encoding for

Volumetric Texture, The 4th IASTED International Conference on

Visualization, Imaging, and Image Processing.

Page 221: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

141

Yang-Mao, S. F, Chan, Y. K., dan Chu, Y. P. (2008): Edge Enhancement Nucleus

and Cytoplast Contour Detector of Cervical Smear Images, IEEE Trans.

Syst. Man Cybern. B, Cybern, 38, (2), 353–366.

Yung, F. C, Po-Chi, H., Ker-Cheng. L., Hsuan-Hung. L, Li-En, W, Chung-Chuan,

C., dan John, Y. C. (2014): Semi-Automatic Segmentation and of Pap Smear

Cells, IEEE Journal Of Biomedical and Health Informatics, 18, 94- 108.

Zimmer, C dan Olivio-Martin, C. (2005): Coupled Parametric Active Contours,

IEEE Transactions on Pattern Analysis and Machine Intelligence, 27, (11),

1838-1842.

Pustaka dari Situs Internet :

Martin E. (2003): Pap smear classification. Technical University of Denmark –

DTU,http://labs.fme.aegean.gr/decision/images/stories/docs/martin2003.zi

p . Download (diturunkan/diunduh) pada 20 Januari 2013.

Plissiti, M.E. (2012b) : Methods for Cytological Image Analysis, University of

Ioannina Greece, http://www.cs.uoi.gr/tech_reports/publications/PD-2012-

2.pdf. Download (diturunkan/diunduh) pada 19 November 2014.

Romberg J, Akram W and Gamiz J. (1997): Image segmentation using region

growing.Available:

http://www.owlnet.rice.edu/~elec539/Projects97/WDEKnow/index.html

Download(diturunkan/diunduh) pada 15 Mei 2013.

Riana D, Murni A, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012a): Quantitative and

Qualitative Features of Pap Smear Cell Image Using Importance

Performance Analysis for Hierarchical Decision Approach, e-journal

Aptikom, ISSN : 2088-2335 (Print) – 2088-2343 (Online) International

Conference On ICT For Better Life 2012 in Hongkong. 21 Juli 2012

http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=49408

Download(diturunkan/diunduh) pada 21 Juli 2012.

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 22 Oktober 1970 di Palembang, Sumatera Selatan.

Putri kedua dari lima bersaudara dari Bapak H. Zakaria Husein Safe’i dan Ibu Hj.

Salbiyah Saropi. Ia lulus dari SD Xaverius VII Palembang tahun 1982, SMP Negeri

15 Palembang tahun 1986 dan SMA Negeri IV Palembang pada tahun 1989.

Page 222: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

142

Ia memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1994 di Jurusan Matematika Universitas

Sriwijaya, Palembang. Magister Manajemen konsentrasi Sistem Informasi pada

tahun 2004 di Program Studi Magister Manajemen Universitas Budi Luhur Jakarta.

Magister Ilmu Komputer pada tahun 2010 di Program Studi Pascasarjana Magister

Ilmu Komputer Universitas Indonesia dengan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana

(BPPS) DIKTI. Pada tahun 2013, memperoleh beasiswa Program Peningkatan

Program Peningkatan Kualitas Publikasi Internasional (PKPI) (dh Sandwich

Program) di Departement of Computer Science, University of Ioannina, Greece.

Sejak tahun 1995 ia menjadi staf pengajar pada AMIK BSI di Jakarta. Pada tahun

2003 ia menjadi staf pengajar di Jurusan Sistem Informasi STMIK Nusa Mandiri.

Mulai Tahun 2010 aktif di Program Studi Magister Manajemen dan Fakultas

Teknik di Universitas BSI Bandung.

Penulis menikah dengan H. Moch Hendro Gunawan, ST, MT pada tahun 1997 dan

mempunyai dua orang anak, putri pertama Alya Shafira Hewiz, 16 tahun, dan putra

bungsu, Rayhan Konan Ferdion, 11 tahun.

Daftar publikasi :

1. Riana, D., Plissiti, E. M, Nikou. C., Widyantoro, D.H., Mengko, T.L.R,

Kalsoem, O. (2014) Inflammatory Cell Extraction And Nuclei Detection

In Pap Smear Images, International Journal of E-Health and Medical

Communications (IJEHMC), ISSN: 1947315x, 19473168, Vol:6, Issue:2,

27-43, April-June 2015

2. Riana. D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R (2014) : Color Canals

Modification With Canny Edge Detection And Morphological

Reconstruction For Cell Nucleus Segmentation And Area Measurement In

Normal Pap Smear Images, AIP Publishing – American Institute of Physics

Suite 1 No 1, 2 Huntington Quadrangle Melville, NY 11747-4502 USA –

1589, 1589 414 (2014); doi: 10.1063/1.4818832.

http://scitation.aip.org/content/aip/proceeding/aipcp/10.1063/1.4868832

3. Riana D, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R (2013): Ekstraksi dan klasifikasi

tekstur citra sel nukleus pap smear, Jurnal TICOM Vol.1 No.3 Mei 2013,

Hal 186-193, ISSN 2302 –3252, Jakarta, Indonesia

http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=132260

Page 223: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

143

4. Riana D, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R (2013): Perbandingan Segmentasi

Luas Nukleus Sel Normal dan Abnormal Pap Smear Menggunakan

Operasi Kanal Warna dengan Deteksi Tepi Canny dan Rekonstruksi

Morfologi, Jurnal TICOM Vol.1 No.2 Jan 2013, Hal 70-78, ISSN 2302 –

3252, Jakarta,Indonesia

http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=29237

Daftar seminar dan konferensi yang diikuti :

1. Riana, D., Widyantoro, D.H., Mengko, T.L.R, Kalsoem, O. (2014).

Ekstraksi Fitur Kuantitatif Tekstur Dan Klasifikasi Sel Nukleus Dan Sel

Radang Pada Citra Pap Smear. Konferensi Nasional Ilmu Komputer,

Aptikom, Makasar 4-6 Desember 2014.

2. Riana D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012): Segmentation

and Area Measurement in Abnormal Pap Smear Images Using Color

Canals Modification with Canny Edge Detection. International

Conference on Women’s Health in Science & Engineering (WiSE Health),

ITB, Bandung. (24-11-2012)

3. Pratama GK, Riana D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012):

Pap smear nuclei tekstur analysis, International Conference on Women’s

Health in Science & Engineering (WiSE Health), ITB, Bandung.

4. Riana D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012): Color canals

modification with canny edge detection and morphological reconstruction

for cell nucleus segmentation and area measurement in normal pap smear

images. The Fourth International Conference on Mathematics and Natural

Sciences (ICMNS), ITB, Bandung.

5. Hasanuddin, Riana D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012):

Detection of Cytoplast Area of Pap Smear Image Using Image

Segmentation, International Conference on Women’s Health in Science &

Engineering (WiSE Health), ITB, Bandung.

6. Riana D, Murni A, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012): Quantitative

and Qualitative Features of Pap Smear Cell Image Using Importance

Performance Analysis for Hierarchical Decision Approach, e- journal

Aptikom, ISSN : 2088-2335 (Print) – 2088-2343 (Online) International

Conference On ICT For Better Life 2012 in Hongkong. 21 Juli 2012

http://portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=49408

7. Riana D, Dewi D.E.O, Widyantoro. D. H, Mengko T.L.R. (2012):

Segmentasi Luas Nukeus Sel Normal Superfisial Pap smear Menggunakan

Operasi Kanal Warna dan Deteksi Tepi. Seminar Nasional Inovasi

Teknologi, Jakarta. 2012.

Page 224: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

144

https://drive.google.com/a/bsi.ac.id/file/d/0BzeEZJN_MGUrNDRUUzRq

VVpaTDg/edit

8. Riana D, (2010): Prediction Image Pap Smear Web Based With Decision Tree,

Proceedings International Seminar of Information Technology- Green

Technology For Better World, ISBN 978-602-97962-0-9, 181- 185,

Jakarta Indonesia.

9. Riana D. (2010): Expert System Female Reproduction Cancer and Herbal

Treatment with certainty Factor Method, Proceedings International

Seminar Information Technology ISIT (2010) Green Technology For

Better World, ISBN 978_602-97962- 0-9. Jakarta Indonesia

10. Riana D, Murni A. (2009): Performance evaluation of Pap smear cell image

classification using quantitative and qualitative features based on multiple

classifiers. In: Proceedings of the international conference on Advanced

Computer Science and Information Systems (ACSIS’09) Jakarta,

Indonesia, 38–42.

11. Riana D, Murni A .(2009) : Classification of Pap Smear Cell Image Based On

Quantitative Features Using Multiple Classifier System, Proceedings

International Seminar of Information Technology, ISSN 2086-1796, 101-

105. Jakarta Indonesia.

Daftar hibah penelitian yang pernah diperoleh:

1. Reduksi Sel Radang dan Deteksi Nukleus pada Citra Pap Smear. Penelitian

Disertasi Doktor; Keputusan Direktur Penelitian dan Pengabdian kepada

Masyarakat Nomor: 0263/E5/2014 didanai DIKTI – 2014.

2. Penggunaan E-learning Dalam Penanggulangan Penyakit Menular

Menggunakan Moodle 1.9. PKMT Research. No. SP2H

:003/SP2H/PP/DP2M/III/2007, No DIPA :0148.0/023-04.0/XI/2008 didanai

DIKTI – 2010.

3. Analisis Keunggulan Kompetitif UKM dengan Pendekatan Soft Systems

Methodology Approach. PKMT Research. No.

SP2H:003/SP2H/PP/DP2M/III/2007,No DIPA :0148.0/023-04.0/XI/2008

didanai DIKTI -2010.

4. Pengukuran Kualitas Desain Web dan Kepuasan Pengguna Transaksi Bisnis

Berjenis Kelamin Wanita No.SP2H:003/SP2H/PP/DP2M/III/2007 didanai

DIKTI -2009.

5. Pemodelan Nilai Persentil Data Antropologi Siswa untuk Pemodelan Kursi dan

Meja Sekolah Software Humancad Mannequin. No. SP2H :

003/SP2H/PP/DP2M/III/2007, didanai DIKTI-2008.

Page 225: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

145

LAMPIRAN

1. Makalah pada Jurnal Internasional IJEHMC

2. Makalah pada American Institute of Physics (AIP) Publishing

Page 226: KLARIFIKASI TERKAIT KESAMAAN KARYA ILMIAH DENGAN …

146