anmal fix
DESCRIPTION
annTRANSCRIPT
IV. ANALISIS MASALAH
1. Tn. A, 70 tahun, datang ke klinik untuk control setelah dirawat karena myocardial
infarction dan mendapat tindakan angioplasty yang sukses dan tanpa gejala.
1.1. Bagaimana patofisiologi dari myocardial infarction?
Umumnya infark miokart akut didasari oleh adanya arterisklerosis pembuluh
darah koroner. Nekrosis miokart akut hampir slalu terjadi akibat penyumbatan total
arteria koronaria oleh thrombus yang bentuk pada plaque aterosklerosis yang tidak
stabil, juga sering ruptur. Kerusakan miokard dari endokardium sampai epikardium,
menjadi komplet dan irefersibel dalam 3- 4 jam. Meskipun nekrosis miokard sudah
komplit, proses remodeling miokard yang mengalami injuri terus berlanjut sampai
beberapa minggu karena daerah infak meluas dan daerah non infak mengalami
dilatasi
Setelah terjadi infark miokard akut, daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sistolik dengan akibat penurunan isi sekuncup ( strok
volume ) dan peningkatan mekanisme akhir sistilik dan akhir diastolik ventikrel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik.
Peningkatan tekanan atrium kiri yang lama akan menyebabkan transudasi cairan ke
jaringan intersisium paru. Pemburukan hemodinamik ini tidak saja disebabkan karena
daerah infark, tetrapi juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard relatif masih baik
akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan energik untuk
mempertahankan curah jantung, tatapi dengan kaibat peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Kompensasiini juga tidak akan memadai bila daerah yang berangkutan
mengalami iskemik ataujuga fibrotik.
Bila infark kecil dan miokard yang harus kompensasi masih normal,
pemburukan hemodinamik akan minimal sebaikny abila infark dan miokard yang
harus kompensasi sudah buruk akibat siskemik atau infark tekanan akhir diastolik,
fentrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Terjadinya penyakit mekanis akan
rubtur seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan anirisma ventrikel
akan memperburuk faal hemodinamik
1 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit –
menit atau jam – jam pertama setelah serangan. Hal inidisebabkan oleh perubahan –
perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kkepekaaan terhadap rangsangan.
Sistim saraf otonom juga berperan basar terhadap terjadinya aritmia. Pada pasien IMA
inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat
kecenderuangan bradi aritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada
IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark
1.2. Bagaimana etiologi dari myocardial infarction?
Pada umumnya etiologi dari infark miokard akut didasari oleh adanya
aterosklerotik pembuluh darah koroner. Gangguan oksigenasi dapat terjadi karena
beberapa faktor dan diantaranya yaitu :
Berkurangnya daripada suplay oksigen ke miokard itu sendiri.
a. Faktor pembuluh darah. Hal ini berkaitan dengan kepatenan dari pembuluh
darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung.
b. Faktor Sirkulasi. Faktor sirkulasi ini terkait dengan kelancaran peredaran
darah dari jantung keseluruh tubuh sampai kembali lagi ke jantung.
c. Faktor darah. Darah dalam hal ini merupakan pengangkut oksigen menuju
ke seluruh bagian tubuh.
Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh.
Pada orang normal meningkatnya kebutuhan oksigen mampu dikompensasi
dengan baik yaitu dengan meningkatkan denyut jantung untuk meningkatkan
cardiac out put. Akan tetapi jika orang tersebut telah mengidap penyakit
jantung, maka mekanisme kompensasi ini justru pada akhirnya makin
memperberat kondisinya karena hal tersebut otomatis akan membuat
kebutuhan oksigen semakin meningkat, sedangkan dari suplai oksigen itu
sendiri tidak bertambah.
1.3. Bagaimana hubungan usia dengan penyakit myocardial infarction?
Hubungan miokardium infarktion dengan umur adalah merupakan salah satu
factor resiko. Dengan bertambahnya umur, elastisitas pembuluh darah seseorang
2 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
secara anatomi dan fisiologi akan mengalami kemunduran. Ditambah dengan
peningkatan kadar kolesterol sesuai usia ditambah dengan pola makan yang kurang
benar. Hal ini berakibat dengan munculnya berbagai gejala seperti hipertensi akibat
dari arterosklerosis, hal ini jika tidak ditangani secara cepat dan serius akan
menyebabkan berkurangan pasokan darah dan oksigen ke jantung akibat dari
penyumbatan pembuluh darah yang akan menyebabkan miokardial infarktion.
1.4. Bagaimana penatalaksanaan dari myocardial infarction?
Menurut Fenton, Drew (2009), tujuan pengobatan pada kondisi miokard infark adalah
mengembalikan keseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan tubuh untuk mencegah
iskemik lebih lanjut, mengurangi nyeri dan pencegahan serta pengobatan komplikasi.
Beberapa jenis pengobatan yang diberikan pada penderita miokard infark adalah :
1. Obat-obatan, antara lain : antikoagulan dan antiplatelet (misalnya : aspirin),
nitroglycerin, beta blocker, analgesik (misalnya : morfin sulfat), ACE
inhibitor, supplemental oxygen, dan glycoprotein (GP) IIb/IIIa-receptor
antagonist.
2. Fibrinolitics Therapy
3. Percutaneous Coronary Intervention (PCI), yaitu pengobatan yang bertujuan
melebarkan arteri koronaria yang menyempit tanpa melakukan operasi. PCI
meliputi: balloon catheter angioplasty dan stenting.
4. Surgical Revascularization, yakni pengembalian aliran darah lewat emergency
CABG (Coronary Artery Bypass Grafting).
5. Healty Lifestyle (gaya hidup sehat)
Fisioterapi
Menurut Thompson, Ann (1991), dalam menyusun program penatalaksanaan
fisioterapi pada kondisi jantung perlu diperhatikan beberapa hal penting yaitu : faktor
usia, pekerjaan, riwayat penyakit, keadaan mental, keadaan jantung, dan keparahan
penyakit.
Tanda–tanda dan gejala yang perlu perhatian khusus dalam memberikan rehabilitasi
3 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
pasien gangguan jantung adalah: dyspnea, denyut nadi, nyeri dada, kelelahan, pusing,
kram dan elektrokardiogram yang abnormal.
Hal–hal yang perlu dinilai selama program latihan terhadap pasien dengan gangguan
jantung adalah : tekanan darah, denyut nadi, pernafasan dan electrocardiogram
monitoring.
Mackinnon, Laurel et al. (2003) mengungkapkan bahwa latihan (exercise) yang
dilakukan secara teratur memiliki efek positif terhadap fungsi kardiovaskuler yakni :
- Meningkatkan stroke volume dan ejection fraction
- Meningkatkan fungsi otot jantung dengan mengurangi “ afterload”
- Mengurangi kebutuhan oksigen otot jantung dengan menurunkan
tekanan darah dan denyut jantung pada waktu istirahat dan selama
latihan sub maksimal
- Mengurangi viskositas darah dan agregasi platelet
- Meningkatkan kepadatan kapiler pada otot skelet
- Menurunkan sirkulasi catecholamine selama latihan sub maksimal
Secara khusus pada kondisi miokard infark, latihan secara teratur memiliki efek anti
trombosis (misalnya menghambat pembentukan bekuan darah) dengan mengurangi
viskositas darah dan menghambat agregasi platelet.
Program fisioterapi dapat dibagi berdasarkan lima masa atau periode yaitu :
6. Complete bed rest sampai hari ke-2
7. Parsial bed rest sampai hari ke-4
8. Di rumah sakit mulai hari ke empat sampai 2 minggu. Total di rumah sakit 2
sampai 3 minggu.
9. Setelah keluar dari rumah sakit (3 - 12 minggu).
10. Rehabilitasi rawat jalan (3 sampai 9 bulan).
1.5. Bagaimana prosedur dari angioplasty?
Bedah Angioplasty termasuk kategori percutaneous surgery intervention (PCI)
dan tidak dianggap sebagai operasi jantung besar.Prosedur ini membantu
mengembalikan aliran darah ke jantung pada kasus penyakit jantung koroner atau
4 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
penyakit arteri koroner.Angioplasty juga dikenal sebagai percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA).Istilah ini berarti melalui kulit (percutaneous), di dalam
pembuluh darah (transluminal), arteri yang berkaitan dengan jantung (coronary), dan
perbaikan pembuluh darah (angioplasty).
1. Angioplasty dimulai dengan memberi anestesi lokal sehingga pasien tidak
merasa sakit selama prosedur dilakukan.Perlu dicatat bahwa selama
pembedahan pasien akan tetap sadar.
2. Selanjutnya, sebuah tabung (selang) tipis yang disebut kateter dimasukkan ke
dalam arteri di kaki. Kateter ini dipandu ke aorta dengan bantuan semacam
kawat.
3. Kemudian pewarna disuntikkan ke dalam arteri koroner yang diikuti
pengambilan foto sinar X untuk membantu dokter mengetahui lokasi
penyumbatan di dalam arteri.
4. Kemudian kateter dipandu menuju lokasi penyumbatan dan disusul dengan
memasukkan kateter balon ke dalam arteri.
5. Balon kemudian mengembang yang digunakan untuk mengkompres
penyumbatan. Dokter mungkin akan mengembangkan balon beberapa kali
untuk memperluas bagian yang tersumbat.
6. Stent mungkin akan dipasang di sekitar lokasi penyumbatan untuk menjaga
agar arteri tetap terbuka.
7. Sebuah pewarna kontras dimasukkan lagi ke arteri untuk memeriksa adanya
penyumbatan yang masih tersisa.
1.6. Pemeriksaan apa saja yang dilakukan untuk control MI?
Mengobservasi tempat insersi Primary PCI dan status distribusi vascular distal
menuju insersi dan tempat angioplasty secara berkala
Memantau status hemodinamik dan perdarahan
Memantau output urin, keluhan pada jantung berupa nyeri dan lainnya.
Termasuk pantau pemeriksaan fungsi ginjal selama 24-48 jam
5 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
Ambulasi/Pergerakan pasien pada awal post tindakan harus diawasi. Perlu
dikaji perfusi vascular, mobilisasi, stabilitas tempat insersi dan tingkat
ketergantungan pasien.
Pada pasien yang menjalani angioplasti ginjal harus mendapatkan pengawasan
ketat tekanan darah selama 24 jam awal dan pertahankan akses intravena
untuk resusitasi cairan sesuai kebutuhan
Menilai status neurologis setelah pemasangan kateter dalam aorta toraks atau
pembuluh darah brakiosefalika secara berkala
1.7. Bagaimana hubungan antara hipertensi dan MI?
Komplikasi yang terjadi pada hipertensi biasanya akibat perubahan struktur arteri
dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-
mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan
penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan
pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium,
arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal.
Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita Hipertensi. Perubahan
hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena:
a. Meningkatnya tekanan darah.
Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung,
sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri
(factor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi.
b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis.
Tekanan darah yang tinggi dan menetapakan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktorkoroner) Hal ini
menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih
sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal.
Akibatnya efek yang ditimbulkan adalah berkurangnya pasokan darah dan
oksigen pada organ jantung yang lama-kelamaan akan menyebabkan
terjadinya infark miokardium.
6 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
2. Tn. A menderita hipertensi sehingga dia diberi terapi metoprolol oral.
2.1. Farmakokinetik dari metoprolol (Berdasarkan absropsi, distribusi, metabolism,
ekskresinya)
Absorpsi : Metoprolol tartrate cepat dan hampir sempurna diserap dari saluran
cerna; penyerapan dosis tunggal oral 20-100 mg bisa sempurna dalam waktu 2,5-3
jam setelah dosis oral, sekitar 50% obat yang diberikan dalam bentuk tablet nampak
mengalami metabolisme pada hati.Bioavaibilitas dari metoprolol tartrate yang
diberikan secara oral naik seiring kenaikan dosis.
Distribusi : Metoprolol disalurkan luas ke dalam jaringan tubuh. Konsentrasi
dari obat lebih besar pada jantung, paru-paru dan air liur pada plasma. Metoprolol 11-
12% terikat pada protein serum,yang nampak hanya pada albumin.setelah menerima
dosis terapi konsentrasi metoprolol pada eritrosit adalah 20% lebih tinggi dari pada
konsentrasi pada plasma. konsentrasi metoprolol pada CSF adalah sekitar 78% dari
konsentrasi pada plasma. Metoprolol didistribusikan ke dalam jaringan lunak pada
konsentrasi sekitar 3-4 kali dari konsentrasi plasma ibu, tetapi jumlah sebenarnya
yang disalurkan ke dalam jaringan lunak nampak sangat kecil.
Eliminasi : Eliminasi metoprolol nampak mengikuti gaya kinetik tingkat
pertama dan terjadi terutama pada hati, waktu yang diperlukan untuk proses tersebut
bebas dosis dan lamanya terapi. Metoprolol dimetabolisme oleh cytochrome P-450
(CYP) sistem enzim mikrosomal, yang sebelumnya 2D5 (CYP2D6). Bila diberikan
secara oral, metoprolol dapat menghambat metabolisme stereoselective yang
tergantung pada oksidasi phenotipe. Metoprolol dan metabolitnya diekskresi dalam
urin terutama melalui filtrasi glomerular, walaupun sekresi dan reabsorpsi bisa terjadi.
Sekitar 95% dari dosis tunggal diekskresi dalam urin dalam waktu 72 jam. Kurang
dari 5% dan sekitar 10% dosis metoprolol dieksresi pada urin yang tidak berubah
setelah minum obat.
2.2. Farmakodinamik dari metoprolol
7 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
Metoprolol, a competitive, beta1-selective (cardioselective) adrenergic
antagonist, is similar to atenolol in its moderate lipid solubility, lack of intrinsic
sympathomimetic activity (ISA), and weak membrane stabilizing activity (MSA).
Metoprolol bersaing dengan adrenergic neurotransmitters contohnya
catecholamines untuk mengikat pada reseptor beta(1)-adrenergic di jantung. Hasil
dari blockade Beta(1)-receptor adalah pengurangan dari denyut jantung, cardiac
output, dan tekanan darah.
Reseptor β1 terdapat di jantung dan sel-sel jukstaglomeruler. Adanya
perangsangan adrenergik pada reseptor β1 dapat menyebabkan denyut jantung
meningkat, kontraktilitas otot jantung meningkat. Dengan pemberian metoprolol
(beta1 bloker) dia akan menyebabkan denyut jantung dan kontraktilitas otot jantung
menurun. Sehingga dapat menurunkan tekanan darah.
2.3. Efek samping dari metoprolol
efek Central Nervous System (kelelahan, depresi, pusing, gangguan tidur).
Efek Cardiovascular (gagal jantung hipotermi) ; efek berturut-turutnya
(bronchospasm); efek GI ( diare, konstipasi); efek metabolik ( memproduksi
hiper/hipoglikemi), pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal kronik dapat
memperburuk fungsi ginjal karena penurunan aliran darah ginjal.
2.4. Dosis penggunaan metoprolol
Hipertensi : Anak : dosis awal 1-2 mg/kg/hari, maksimum 6 mg/kg/hari ( ≤
200 mg/hari); berikan dalam 2 dosis terbagi. Dewasa : 100-450 mg/hari dalam 2-3
dosis terbagi, dimulai dengan dosis 50 mg dua kali sehari dan tingkatkan dosis dalam
interval mingguan untuk mendapatkan efek yang diinginkan; range dosis lazim : 50-
100 mg/hari.
Angina, profilaksis infark miokardiak Dewasa : 100 - 450 mg/hari dalam 2 -3
dosis terbagi, dimulai dengan dosis 50 mg dua kali sehari dan tingkatkan dosis dalam
interval mingguan untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Gagal jantung kongestif : Dewasa : dosis awal 25 mg satu kali sehari, dosis
dapat ditingkatkan menjadi dua kali setiap 2 minggu jika dapat ditoleransi.
8 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
2.5. Efek dari penghambatan reseptor beta 1 adrenergik oleh metoprolol
Obat-obat yang memiliki kemampuan untuk menhambat reseptor β1 akan
mampu menghambat stimulasi produksi rennin oleh katekolamin. Efek yang
diberikan sebagian disebabkan oleh penekanan sistem renin-angiotensin-aldosteron.
Penyekat β juga dapat bekerja juga bekerja pada adrenoseptor β prasinaps perifer
untuk mengurangi aktivitas saraf simpatis penyebab vasokostriktor. Obat dengan
kemampuan penyekatan pada reseptor β yang biasa digunakan adalah Propanolol.
Namun, salah satu obat dengan kemampuan yang sama adalah metoprolol. Namun,
metoprolol 50-100 kali lebih lemah dibandingkan propanolol dalam menghambat
reseptor β2. Walaupun sangat mirip, metoprolol memiliki sifat jkardioselektif yang
bisa menguntungkan dalam pengobatan pasien hipertensi yang juga menderita asma,
diabetes, atau penyakit vaskukar perifer. Hal ini dikarenakan metoprolol kurang
menyebabkan konstriksi bronkus.
2.6. Kontra indikasi dari metoprolol
Hipersensitif terhadap metoprolol atau komponen lain dalam sediaan, atau beta bloker
lainnya, sebagai tambahan : - hipertensi dan angina : sindrom sakit sinus, penyakit
arteri perifer parah, feokromositoma (tanpa blokade alfa). - Infark miokardiak;
bradikardia sinus parah, gagal jantung sedang sampai parah, syok kardiogenik
2.7. Bagaimana interaksi dari metoprolol? (agonis dan antagonisnya)
Metoprolol merupakan salah satu obat yang bekerja menghambat jenis reseptor beta 1
yang terdapat pada sel jantung dan sel jukstaglomeruler.
- Agonis dari beta 1:
Menimbulkan perangsangan jantung sehingga meningkatkan frekuensi denyut
jantung dan meningkatkan sekresi renin dari sel jukstaglomerular yang berakibat
pada efek naiknya tekanan darah oleh system renin-angiotensin-aldosteron.
- Antagonis dari beta 1 akibat metaprolol :
1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas dari miokard yang
berakibat menurunkan curah jantung.
9 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
2. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat
penurunan produksi angiotensin II (vasokontriksi yang potent)
3. Efeksentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan aktivitas
neuron adrenergic perifer dan peningkatan biosintesis prostasiklin.
2.8. Apa alasan dokter memilih terapi metoprolol untuk diberikan pada Tn. A?
Karena metoprolol bersifat beta1-selective atau kardioselective, yang kurang bereaksi
pada reseptor beta2 yang ada pada bronkus jadi kurang menimbulkan
bronkokonstriksi yang dapat menimbulkan asma, dengan catatan bila diberikan dalam
dosis yang masih wajar. Jadi cocok untuk Tn. A yang memiliki riwayat asma.
Dan juga metoprolol merupakan obat yang mudah larut dalam lemak (non ion)
sehingga hampir semuanya diabsoprsi dg baik (>90%) pada saluran cerna
3. Dari anamnesis sebelum terkena MI dia belum pernah berobat, bukan perokok dan tidak
menderita DM, dan menderita asma sewaktu kecil, namun belakangan ini tidak pernah
kambuh.
3.1. Hubungan
pemberian terapi metoprolol dengan
- Penyakit asma
Metoprolol memberikan efek bronkospasme. Beta blocker
noncardioselective contohnya propanolol menghambat baik reseptor
beta1 dan beta 2 yang dapat menghambat bronkodilatasi dan
menghambat glikolosis, glukoneogenesis pada keadaan hipoglikemi,
maka obat ini tidak boleh diberi pada pasien asma. Sedangkan beta
blocker cardioselective, contohnya metoprolol jika diberikan dosis
yang tinggi juga akan menghambat beta 1 dan beta 2. Jadi metoprolol
tidak boleh diberikan dengan dosis tinggi pada penderita asma.
Walaupun suatu beta blocker diklasifikasikan sebegai kardioselektif,
kardioselektivitas ini relatif dan menghilang jika dosis ditinggikan.
Penelitian pada sejumlah kecil penderita asma menunjukkan bahwa
metoprolol kuarng menyebabkan konstriksi bronkus dibanding
10 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
propanolol pada dosis-dosis yang menghasilkan hambatan yang sama
terhadap respon adrenoseptor β1. Sehingga, pilihan terapi terhadap
orang dengna riwayat asma akan lebih baik menggunakan metoprolol.
- DM
Pada orang dengan diabetes mellitus, hipertensi berhubungan dengan
resistensi insulin dan abnormalitas pada sistem renin-angiotensin dan
konsekuensi metabolik yang meningkatkan morbiditas. Abnormalitas
metabolik berhubungan dengan peningkatan diabetes mellitus pada
kelainan fungsi tubuh/ disfungsi endotelial. Sel endotelial mensintesis
beberapa substansi bioaktif kuat yang mengatur struktur fungsi
pembuluh darah. Substansi ini termasuk nitrit oksida, spesies reaktif
lain, prostaglandin, endothelin, dan angiotensin II.
Pada individu tanpa diabetes, nitrit oksida membantu menghambat
atherogenesis dan melindungi pembuluh darah. Namun bioavailabilitas
pada endothelium yang diperoleh dari nitrit oksida diturunkan pada
individu dengan diabetes mellitus.
- Perokok
Metoprolol merupakan jenis obat penghambat reseptor beta 1
sedangkan efek yang berakibat dengan perokok adalah efek yang
ditimbulkan jika dilakukan penghambatan dari beta 2 (menghambat
bronko dilatasi dari selotot polos bronkus). Penggunaan metoprolol
pada terapi saat ini tidak berpengaruh signifikan terhadap perokok
karena metoprolol merupakan salah satu jenis obat yang cukup selektif
(hanya bekerja pada penghambatan reseptor beta 2 saja)
3.2. Mekanisme normal dari system saraf adrenergic
Adrenergik disebut juga sebagai simpatomimetik, karena kerjanya mirip dengan
mekanisme kerja sistem saraf otonom simpatik.
Secara garis besar, adrenergik dibagi dua jenis:
11 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
1. golongan katekolamin: epinefrin, norepinefrin, dobutamin, dopamin,
isoproterenol
2. golongan non-katekolamin: fenilpinefrin
Semua golongan adrenergik bekerja di reseptor alfa dan beta adrenergik, serta
reseptor dopamin. Normalnya, semua reseptor alfa memiliki sifat eksitasi kecuali di
saluran pencernaan. Dan semua reseptor beta memiliki sifat inhibisi, kecuali di sel-sel
jantung. Sehingga, akibat kesamaan struktur kimia, maka semua katekolamin dapat
menstimulasi sistem saraf, mengontriksi pembuluh darah perifer, meningkatkan
denyut jantung, dan mendilatasi bronkus. Khusus untuk golongan katekolamin:
norepinefrin hanya bekerja di reseptor alfa
dobutamin dan isoprotenerol bekerja di reseptor beta
epinefrin menstimulasi reseptor alfa dan beta
dopamin mengaktifasi terutama reseptor dopamin.
Biasanya katekolamin reseptor alfa digunakan untuk mengatasi hipotensi akibat
dilatasi pembuluh darah yang berlebihan seperti pada syok anafilaktik dan hipotensi
akibat hilangnya banyak cairan seperti pada perdarahan.
Katekolamin beta reseptor digunakan untuk mengatasi bradikardi, blok jantung, dan
penurunan cardiac output.
Adrenergik golongan non-katekolamin pada umumnya bekerja selektif pada salah
satu reseptor alfa atau beta. Seperti salmeterol dan salbutamol hanya bekerja pada
reseptor beta 2.
3.3. Bagaimana regulasi homeostasis tubuh terhadap tekanan darah?
Menurut persamaan hidrolik, tekanan darah arterial (BP) adalah berbanding
langsung dengan hasil perkalian antara aliaran darah (curah jantung, CO) dan tahanan
lewatnya darah melalui arteriol prekapiler (tahanan vascular perifer, PVR):
BP = CO x PVR
Secara fisiologi, pada orang yang normal maupun hipertensi, tekanan darah
dipertahankan oleh pengaturan curah jantung dan tahanan pembuluh darah tepi dari
12 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12
waktu ke waktu (moment-to-moment regulation), yang dilakukan pada tiga lokasi
anatomis, yaitu: arteriol, venula pascakapiler (pembuluh-pembuluh kapasitan), dan
jantung. Lokasi kontrol anatomis yang keempat, ginjal berfungsi untuk mempertahankan
tekanan darah dengan mengatur volume cairan intravaskuler. Barorefleks, diperantarai
oleh saraf simpatis, bekerjasama dengan mekanisme humoral, ternmusk sistem renin-
sngiotensin-aldosteron, mengkoordinasikan fungsi keempat lokasi kontrol tekanan darah
tersebut serta untuk mempertahankan tekanan darah normal. Terakhir, pelepasan subtansi
vasoaktif setempat dari lapisan endotel veaskular mungkin juga berperan dalam
pengaturan tahanan vascular. Misalnya, endotelin-1 menimbulkan konstriksi dan nitrit
oksida mendilatasi pembuluh darah.
Tekanan darah penderita hipertensi dikontrol oleh mekanisme yang serupa dengan
orang-orang yang normotensi. Yang membedakan pengaturan tekanan darah penderita
hipertensi dari orang normal yaitu baroreseptor dan sistem pengontrolan tekanan-volume
darah ginjal tampaknya telah diposisikan pada tingkat tekanan darah yang lebih tinggi.
Semua obat antihipertensi bekerja dengan cara mengintervensi mekanisme-mekanisme
normal ini.
13 TUTORIAL SKENARIO A BLOK 12