adsorbsi fix

25
Laporan Pra k tikum OPERASI TEKNIK K IMIA II Dosen Pembimbing Ir.Rozanna Sri Irianty,M.Si “ADSORPSI” Kelompok : V (Lima) Nama Kelompok : AZIZ (120702) DEDY WAHYUDI (120702) JENITA MAYA SARI.S (1207021299)

Upload: yansyahprasetyo

Post on 21-Apr-2017

217 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Adsorbsi Fix

Laporan Pra k tikum

OPERASI TEKNIK K IMIA II

Dosen Pembimbing

Ir.Rozanna Sri Irianty,M.Si

“ADSORPSI”

Kelompok : V (Lima)

Nama Kelompok : AZIZ (120702)

DEDY WAHYUDI (120702)

JENITA MAYA SARI.S (1207021299)

LABORATORIUM DASAR PROSES & OPERASIONAL PABRIK PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA

JURUSAN TEKNIK KIMIAFAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS RIAU

2014

Abstrak

Page 2: Adsorbsi Fix

Proses adsorpsi adalah suatu proses penjerapan suatu senyawa dalam campuran dengan menggunakan bahan penjerap berupa padatan (adsorben) sehingga komponen dalam larutan akan di adsorpsi pada permukaan dan mengubah komposisi larutan yang keluar. Larutan merupakan campuran homogen dari dua zat atau lebih yang terdispersi sebagai molekul ataupun ion yang komposisinya dapat bervariasi.

Percobaan bertujuan untuk memahami dan mempelajari proses kalibrasi alat flowmeter serta mempelajari cara pembuatan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-beda dan memahami proses adsorpsi. Percobaan pertama, dilakukan dengan mengalirkan air ( H2O ) kedalam flowmeter dengan variasi tinggi 2cm dan 5cm. Dengan semakin tinggi flowmeter maka semakin besar laju alir. Pada pembuatan larutan, dapat disimpulkan .......!!!!!!!

BAB I

PENDAHULUAN

Page 3: Adsorbsi Fix

1.1 Tujuan Percobaan

1. Memahami dan mempelajari proses kalibrasi alat flowmeter.

2. Mempelajari cara pembuatan larutan dengan konsentrasi yang berbeda-

beda dan memahami proses standarisasi.

3. Memahami dan mempelajari proses adsorpsi.

1.2 Dasar Teori

Air merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia untuk keperluan air

minum, industri, pertanian, perikanan dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan-

kebutuhan tersebut tentunya penggunaan air memerlukan persyaratan-persyaratan

tertentu sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dipergunakan. Salah

satu cara yang biasa dilakukan untuk pengolahan air limbah tersebut adalah proses

adsorpsi. Adsorben yang digunakan adalah zeolit karena disamping harganya

murah juga mempunyai sifat karakteristik yang baik untuk penjerapan.

Proses adsorpsi adalah suatu proses penjerapan suatu senyawa dalam

campuran dengan menggunakan bahan penjerap berupa padatan. Peristiwa

adsorpsi sering dijumpai antara lain pada pemisahan gas untuk mengurangi

kelembapan udara (dehumidifikasi). Untuk menghilangkan bau dan juga menyerap

gas yang tidak diinginkan dari suatu hasil proses. Proses adsorpsi dilakukan

dengan mengontakkan larutan dengan padatan adsorben, sehingga sebagian

komponen larutan di adsorpsi pada permukaan padatan dan akibatnya akan

mengubah komposisi larutan yang keluar.

Pada prinsipnya proses adsorpsi dapat dibedakan atas empat tipe

diantaranya adalah sebagai berikut [ Tasrif, 1997 ] :

1. Adsorpsi Fisika

Adsorpsi fisika juga disebut adsorpsi Van Der Waals yang bersifat terbalikkan

(reversible), terjadi karena gaya interaksi antar molekul. Kalor pada adsorpsi

fisika rendah, yaitu 5-10 kalori per molar, yang setingkat dengan kalor

penguapan.

2. Adsorpsi Kimia

Page 4: Adsorbsi Fix

Adsorpsi kimia juga disebut adsorpsi tak terbalikkan (irreversible) yang

ditandai dengan besarnya potensial interaksi yang menyebabkan tingginya

panas adsorpsi. Kalor pada adsorpsi kimia cukup tinggi yaitu 10-100 kalori

per molar, yang setingkat dengan tenaga reaksi kimia. Adsorpsi kimia

diperkirakan melibatkan ikatan kimia antara cairan dengan permukaan

padatan. Adanya ikatan ini menyebabkan adsorpsi kimia tidak dapat terjadi

pada temperature kritis adsorbat ( Setiaji dan Sasmita,1987 )

3. Adsorpsi Pertukaran (Exchange Adsorption)

Adsorpsi pertukaran, lebih sering dikenal dengan pertukaran ion

(ion exchange) adalah melibatkan tarik–menarik elektrostatik spesies ionik

dari posisi muatan yang berlawanan pada permukaan adsorben. Dimana

afinitas elektrostatik dari spesies ion yang akan menggantikan harus lebih

besar dari ion-ion yang telah diadsorpsi pada mulanya atau ion-ion yang

terdapat pada permukaan adsorben.

4. Adsorpsi Spesifik (Spesific Adsorption)

Adsorpsi spesifik terjadi apabila gugus fungsi molekul adsorbat melekat pada

permukaan adsorben atau berinteraksi, namun adsorbat tidak mengalami

transformasi. Kebanyakan adsorben adalah bahan yang mempunyai porositas

yang tinggi dan adsorbat menempati pada dinding pori, bahan adsorben yang

telah dipakai pada industri adalah Fuller’s earth, bauksit, clays, bone back,

karbon, alumina, silica gel, base-exchange silikat dan resin sintetik.

Faktor yang mempengaruhi adsorpsi yaitu :

1. Jenis adsorben

Pemilihan adsorben pada proses adsorpsi sangat mempengaruhi daya serap

adsorben. Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh adsorben adalah:

a. Berpori

b. Aktif dan murni

c. Tidak bereaksi dengan adsorbat

d. Mempunyai permukaan yang luas

Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektifitas, tipe

butiran, murah, mudah diregenerasi, dan komposisi adsorben tidak ada terdiri

dari bahan pencemar.

Page 5: Adsorbsi Fix

2. Jenis adsorbat

Sifat adsorbat juga sangat mempengaruhi daya adsorpsi, dimana adsorben

cenderung menyerap molekul atau zat lain yang sangat sesuai dengannya.

Beberapa sifat adsorbat yang perlu diperhatikan adalah:

a. Ukuran molekul

Adsorben mempunyai pori-pori dengan diameter tertentu. Dalam hal ini

tentu saja yang diserap adalah molekul-molekul yang lebih kecil dari

diameter rongga adsorben.

b. Kepolaran

Umumnya adsorben bersifat ionik dengan polaritas molekul yang tinggi.

Jika diameternya sebanding, maka molekul-molekul polar lebih kuat

diserap dari pada molekul-molekul kurang polar. Molekul yang polar dapat

menggantikan molekul yang kurang polar yang lebih dulu diserap.

c. Jenis ikatan

Senyawa-senyawa yang tidak jenuh lebih banyak diserap dibandingkan

senyawa-senyawa jenuh.

d. Berat molekul

Senyawa dengan berat molekul besar lebih banyak diserap dibandingkan

dengan senyawa berat molekul yang lebih kecil.

3. Suhu

Adsorpsi merupakan proses membebaskan panas (eksoterm). Proses kebalikan

dari adsorpsi adalah desorpsi dengan sendirinya merupakan proses endoterm.

Panas yang dibebaskan pada peristiwa adsorpsi atau desorpsi diukur dalam

kalori/gram. Pada umumnya adsorpsi menurun dengan naiknya suhu

(Ramdhani, 2008). Oleh karena itu, penambahan suhu mengakibatkan zat yang

diserap cenderung meninggalkan zat penyerap. Pengaruh penambahan

konsentrasi merupakan kebalikan dari kenaikan suhu. Dalam hal ini disebabkan

karena jumlah tumbukkan dengan adsorben bertambah.

Menurut Bergeyk (1981), ada beberapa kriteria suatu zat untuk bisa

menjadi adsorben, yaitu:

Page 6: Adsorbsi Fix

1. Tidak boleh larut dengan zat yang akan dimurnikan

2. Tidak boleh bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan

3. Dapat diregenerasi

Secara umum pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektivitas,

kecepatan penjerapan, tipe butiran, sifat-sifat kimia dan fisik, tidak mengandung

bahan pencemar yang berbahaya, murah harganya dan mudah diregenerasi.

Pada pemisahan cairan, adsorpsi digunakan untuk menghilangkan air yang

terlarut pada fraksi minyak, penghilangan warna, bau dan rasa air. Salah satu

proses yang penting adalah pertukaran ion (ion exchanger). Proses pertukaran ion

merupakan salah satu proses yang banyak digunakan di industri misalnya

pengolahan air, industri makanan, farmasi, katalis, recovery dan pemurnian

(Rousseau, 1987).

Secara umum, pemilihan adsorben didasarkan pada kapasitas, selektivitas,

kecepatan penjerapan, tipe butiran, sifat-sifat kimia dan fisis, tidak mengandung

bahan pencemar yang berbahaya, murah harganya dan mudah regenerasinya. Pada

pemisahan cairan, adsorpsi digunakan untuk menghilangkan air yang terlarut pada

fraksi minyak, penghilngan warna, bau dan rasa dari air. Salah satu proses

adsorpsi yang penting adalah pertukaran ion (ion exchanger). Proses pertukaran

ion (ion exchanger) mirip salah satu proses yang banyak digunakan dalam

industri, misalnya pengolahan air, industri makanan, industri farmasi, katalis,

recovery dan pemurnian (Rousseau,1987).

Dalam pengolahan air, proses pertukaran ion digunakan antara lain untuk

pelunakan air, demineralisasi, dealkilasi, deionisasi. Proses pertukaran ion dalam

pengolahan air pada dasarnya mirip suatu reaksi antara ion dalam larutan dengan

ion dalam padatan, dengan cara dikontakkan. Peristiwa ini mirip dengan proses

adsorpsi padat-cair, sebagai proses pertukaran ion dianggap sebagai adsorpsi yang

bersifat khusus (Treyball,1981).

Larutan adalah sesuatu yang penting bagi manusia dan makhluk hidup pada

umumnya. Reaksi-reaksi kimia biasanya berlangsung antara dua campuran zat,

bukannya antara zat murni. Banyak reaksi kimia yang dikenal , baik di dalam

laboratorium atau di industri terjadi di dalam larutan. Larutan biasanya terdiri dari

Page 7: Adsorbsi Fix

dua zat atau lebih yang merupakan campuran homogen. Larutan disebut campuran

homogen karena komposisi dari larutan begitu seragam atau satu fase sehingga

tidak dapat diamati bagian - bagian komponen penyusunnya meskipun dengan

menggunakan mikroskop ultra sekalipun. Larutan terdiri dari dua komponen

penting. Komponen tersebut adalah solven atau pelarut dan solut atau zat terlarut.

Biasanya komponen solven mengandung jumlah zat terbanyak dan komponen

solut mengandung jumlah zat yang lebih sedikit.

Konsentrasi adalah kuantitas relatif suatu zat tertentu di dalam larutan.

Konsentrasi merupakan salah satu faktor penting yang menentukan cepat atau

lambatnya reaksi berlangsung. Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat

terlarut yang terdapat dalam suatu pelarut atau larutan. Larutan yang mengandung

sebagian besar solut relatif terhadap pelarut, berarti larutan tersebut

konsentrasinya tinggi atau pekat. Sebaliknya bila mengandung sejumlah kecil

solut, maka konsentrasinya rendah atau encer. Pada umumnya larutan mempunyai

beberapa sifat. Diantaranya sifat larutan non elektrolit dan larutan elektrolit. Sifat

larutan tersebut mempunyai hubungan erat dengan konsentrsi dari tiap

komponennya. Sifat-sifat larutan seperti rasa, ph, warna, dan kekentalan

bergantung pada jenis dan konsentrasi zat terlarut. Larutan dapat dibuat dari dua

macam zat, yaitu zat padat dan zat cair. Larutan dibuat untuk mendapatkan

campuran larutan dari dua atau lebih zat. Larutan memiliki dua sifat, yaitu larutan

eksoterm dan larutan larutan endoterm.

BAB II

METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Alat dan Bahan

Page 8: Adsorbsi Fix

Alat yang digunakan dalam percobaan adsorpsi adalah rangkaian alat

adsorpsi, beker gelas, pengaduk, gelas ukur, konduktivitimeter, stopwatch dan

bahan-bahan yang digunakan adalah air dan Ca(OH)2.

2.2 Prosedur Percobaan

2.2.1 Mengkalibrasi Flowmeter

1. Mengkalibrasi flowmeter dangan tinggi air 2 dan 5

2. Membuka kran air sesuai tingginya laju alir flowmeter yang ditentukan

( misal 1 )

3. Menampung air setiap selang satu menit kemudian mencatat voume air

yang ditampung.

4. Mengulangi kembali dengan ketinggian 5.

5. Menghitung bilangan Reynolds dengan menggunakan rumus ρ× v ×d

µ

2.2.2 Membuat Larutan Ca(OH)2

2.2.3. Membuat Larutan Ca(OH)2dan Standarisasi

1. Membuat larutan Ca(OH)2 dengan konsentrasi 1,2 N dalam 5000

ml.

2. Menimbang zat Ca(OH)2 sebanyak 60 gr.

3. Melarutkan Zat Ca(OH)2 tersebut dalam gelas kimia dengan

Aquadest dan memindahkan larutan tersebut kedalam labu ukur

5000 ml agar bisa homogen.

4. Mengukur Kadar Ca(OH)2 menggunakan alat konduktivitimeter.

5. Mengalirkan larutan dengan variasi laju alir 2 dan 5 dengan tinggi

unggun yang sama yaitu 4 cm.

6. Mengalirkan larutan dengan variasi tinggi unggun 2 dan 3 dengan

laju alir yang sama yaitu 2.

7. Mengukur 10 sampel dengan waktu 30 detik menggunakan alat

konduktivitimeter.

Gambar 2.1 Rangkaian Alat Penyerap

Page 9: Adsorbsi Fix
Page 10: Adsorbsi Fix

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Kalibrasi Flowmeter

Kalibrasi flowmeter dilakukan pada percobaan pertama dengan

memvariasikan tinggi air dalam flowmeter. Data dapat dilihat pada Tabel 3.1

berikut :

No. Tinggi Air dalam

Flowmeter (cm)

Volume

Air

(ml)

Laju Alir

(cm3/det)

Kecepatan

(cm/s)

Nre Jenis

Aliran

1. 2 291 4,85 0,427 1,54 Laminar

2. 5 500 8,33 0,735 2,64 Laminar

Dari data diatas, dapat diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi air

dalam flowmeter maka semakin besar laju alir yang diperoleh. Hal ini juga

mempengaruhi besarnya nilai kecepatan dan bilangan reynold, sedangkan jenis

alirannya sama yaitu aliran laminar (NRe < 2100).

3.2. Konduktifitas

Untuk percobaan kedua adalah membuat larutan Ca(OH)2 dengan variasi

laju alir dan tinggi unggun . dengan konduktivitas awal Ca(OH)2 diukur dengan

alat konduktivitimeter adalah 13,48 mS. Data dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut

:

3.2.1 Variasi laju alir = 2 Tinggi Unggun = 4 cm

waktu (detik)

tinggi (cm)

konduktivitas (siemens)

konsentrasi (mol/cm3)

konduktiviti molar (S.cm2/mol)

30 4 0.01357 2.027 0.00167460 4 0.01353 2.027 0.00166990 4 0.0135 2.027 0.001665

120 4 0.01346 2.027 0.00166150 4 0.01342 2.027 0.001655180 4 0.0134 2.027 0.001653210 4 0.01345 2.027 0.001659240 4 0.01338 2.027 0.00165270 4 0.01335 2.027 0.001647300 4 0.01324 2.027 0.001633

Page 11: Adsorbsi Fix

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di

bawah ini:

0 50 100 150 200 250 300 3500.0016

0.00162

0.00164

0.00166

0.00168

0.0017

waktu

konduktiviti molar

(S.cm2/mol)

Gambar 3.2.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu pada speed setting 2

Dari Gambar 3.2.1 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu mengalami

penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju alir 4,85

cm3/s. Penurunan terjadi pada t = 30 – 210 detik dengan nilai konduktivitas

0.001673656 - 0.001658855 S.cm²/mol. Tetapi pada t=240 nilai konduktifitas naik

menjadi 0.001650222 S.cm²/mol. Hal ini dikarenakan karena alat yang digunakan

tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam percobaan.

3.2.2 Variasi laju alir = 5 Tinggi Unggun = 4 cm

waktu (de-tik) tinggi (cm)

konduktivitas (siemens)

konsentrasi (mol/cm3)

konduktiviti molar (S.cm2/mol)

30 4 0.01372 2.027 0.00169215660 4 0.01367 2.027 0.00168598990 4 0.01366 2.027 0.001684756

120 4 0.01369 2.027 0.001688456150 4 0.01365 2.027 0.001683522180 4 0.01363 2.027 0.001681056210 4 0.01363 2.027 0.001681056240 4 0.0136 2.027 0.001677356270 4 0.01299 2.027 0.001602121

Page 12: Adsorbsi Fix

300 4 0.01283 2.027 0.001582388

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di

bawah ini:

0 50 100 150 200 250 300 3500.00156

0.00158

0.0016

0.00162

0.00164

0.00166

0.00168

0.0017

waktu

konduktiviti molar

(S.cm2/mol)

Gambar 3.2.2 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu pada speed setting 5

Dari Gambar 3.2.2 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu

mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 5 yaitu dengan laju

alir 8,33cm3/s. Penurunan terjadi pada t = 30 – 90 detik dengan nilai

konduktivitas 0.001692156 -0.001684756 S.cm²/mol. Tetapi pada t=120 nilai

konduktifitas naik menjadi 0.001688456S.cm²/mol. Hal ini dikarenakan karena alat

yang digunakan tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam

percobaan. Penurunan terjadi kembali pada t = 150 – 300 detik dengan nilai

konduktivitas 0.001683522 - 0.001582388 S.cm²/mol.

3.2.3 Variasi Tinggi Unggun = 2 Laju alir = 2 cm

Page 13: Adsorbsi Fix

waktu (detik)

tinggi (cm)

konduktivitas (siemens)

konsentrasi (mol/cm3)

konduktiviti molar (S.cm2/mol)

30 2 0.01355 2.027 0.00334260 2 0.01357 2.027 0.00334790 2 0.01354 2.027 0.00334

120 2 0.01352 2.027 0.003335150 2 0.0135 2.027 0.00333180 2 0.0133 2.027 0.003281210 2 0.0133 2.027 0.003281240 2 0.01328 2.027 0.003276270 2 0.01324 2.027 0.003266300 2 0.01317 2.027 0.003249

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di

bawah ini:

0 50 100 150 200 250 300 3500.0032

0.003220.003240.003260.00328

0.00330.003320.003340.003360.00338

0.0034

waktu

konduktiviti molar

(S.cm2/mol)

Gambar 3.2.3 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu pada speed setting 2

Dari Gambar 3.2.2 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu

mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju

alir 4.85cm3/s. Penurunan terjadi pada t = 90 – 300 detik dengan nilai

konduktivitas 0.00334 - 0.003249S.cm²/mol. Tetapi pada t=60 nilai konduktifitas

Page 14: Adsorbsi Fix

naik menjadi 0.003347 S.cm²/mol. Hal ini dikarenakan karena alat yang digunakan

tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam percobaan.

3.2.4 Variasi Tinggi Unggun = 3 cm Laju alir = 2 cm

waktu (de-tik)

tinggi (cm)

konduktivitas (siemens)

konsentrasi (mol/cm3)

konduktiviti molar (S.cm2/mol)

30 3 0.01364 2.027 0.00224360 3 0.01363 2.027 0.00224190 3 0.0136 2.027 0.002236

120 3 0.01359 2.027 0.002235150 3 0.0136 2.027 0.002236180 3 0.01346 2.027 0.002213210 3 0.01343 2.027 0.002209240 3 0.01338 2.027 0.0022270 3 0.01335 2.027 0.002195300 3 0.01328 2.027 0.002184

Setelah mengolah data, maka hasil diatas dapat dituangkan dalam grafik di

bawah ini:

0 50 100 150 200 250 300 3500.0032

0.003220.003240.003260.00328

0.00330.003320.003340.003360.00338

0.0034

waktu

konduktiviti molar

(S.cm2/mol)

Gambar 3.3.1 Grafik hubungan antara konduktiviti molar dengan waktu pada speed setting 2

Page 15: Adsorbsi Fix

Dari Gambar 3.2.4 dapat dilihat bahwa konduktiviti molar selalu

mengalami penurunan terhadap waktu pada speed setting 2 yaitu dengan laju

alir 4.85 cm3/s. Penurunan terjadi pada t = 90 – 210 detik dengan nilai

konduktivitas 0.002236 - 0.002209 S.cm²/mol. Tetapi pada t = 60 nilai

konduktifitas naik menjadi 0.002241 S.cm²/mol. Hal ini dikarenakan karena alat

yang digunakan tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi kesalahan dalam

percobaan. Pada t=240nilai kondiktivitas mengalami kenaikan menjadi 0.0022

S.cm²/mol. Lalu berangsur turun sampai t=300 detik.

Dari semua grafik diatas dengan tinggi zeolit 5 dan 10 cm dengan variasi

speed setting dapat dilihat bahwa konduktivitas molar mengalami penurunan

walaupun ada pada beberapa waktu tertentu yang nilai konduktiviti molarnya

tetap. Hal ini kemungkinan disebabkan karena beberapa hal :

1. Larutan Ca(OH)2 yang konsentrasinya 0 ppm kemungkinan akan berkurang

setelah melewati arang aktif karena terjadi peristiwa kation exchanger dimana

Ca2+ yang ada pada larutan akan mendifusi melalui pori kemudian akan terjadi

reaksi ion exchange dengan ion Na+ yang terdapat pada zeolit. Hal ini dapat

dilihat dari penurunan nilai konduktivitas setiap pengambilan sampel.

2. Tetap nya nilai konduktivitas molar dikarenakan karena tidak semua larutan

Ca(OH)2 yang mengalir dapat diserap oleh arang aktif sehingga larutan

tersebut tidak mengalami perubahan konsentrasi dan konduktivitasnya.

3. Konduktivitas Molar (ΔM) dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

adalah konduktivitas, konsentrasi, waktu dan tinggi bahan penyerap.

Page 16: Adsorbsi Fix

BAB IVKESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

1. Secara umum, terjadi penurunan konduktivitas molar pada larutan

Ca(OH)2 yang telah melewati zeolit. Hal ini dikarenakan zeolit menyerap

konsentrasi ion-ion di dalam larutan Ca(OH)2 sehingga konduktivitasnya

terus menurun.

2. Pada percobaan kalibrasi untuk menentukan laju alir cairan (Air) dengan

tinggi air dalam flowmeter (h) adalah 2 dan 5 dapat disimpulkan bahwa

semakin tinggi flowmeter maka semakin besar laju alir.

3. Laju alir juga mempengaruhi konduktiviti larutan, dimana semakin tinggi

laju alir yang digunakan maka konduktiviti yang dihasilkan semakin tinggi

pula sehingga proses pertukaran ion tersebut berlangsung lebih cepat.

Tetapi pada percobaan yang dilakukan semakin besar laju alir maka

semakin kecil nilai konduktivitasnya, dan sebaliknya apabila laju alir kecil

tetapi tinggi zeolit yang digunakan besar maka konduktivitas awal

cendrung bernilai besar.

Page 17: Adsorbsi Fix

LAMPIRAN

Data Perhitungan

a) Menghitung Bilangan Reynold

Diameter = 3.6 cm

Jari – jari = 1.8 cm

Viscositas air ( μ ) = 1 gr/cm.det

Berat Jenis air ( ρ ) = 1 gr.cm3

1. Luas Permukaan

A = π×r 2=3 .14×1.82=11.34 cm2

2. Konversi laju alir

Q = 291mlmenit

× 1 menit60 detik

× 1 cm3

ml

= 4,85 cm3/s

3. Kecepatan (v)

v=QA

=4,85 cm3/s11,34cm2 =0,427 cm

s

4. N Re

ρ . v . dμ

=1 gr

cm3 ×0 , 427 cms

× 3,6cm

1 gr . cms

=1,54

Perhitungan sama terhadap setiap kenaikan tinggi 1 cm ( 2 cm - 5 cm ).

Page 18: Adsorbsi Fix

DAFTAR PUSTAKA

Sastrawijaya,T dan Sembiring,A.D. 1993. Materi Pokok Kimia Dasar II

Modul I. Jakarta : Universitas Terbuka.

Tim Penyusun, 2012, Penuntun Praktikum Dasar-dasar Proses III.

Pekanbaru : Program D3 Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.