laporan praktikum isoterm adsorbsi

39
ISOTERM ADSORPSI I. TUJUAN 1. Menentukan isoterm adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang. 2. Mempelajari secara kualitatif sifat-sifat dari suatu bahan adsorpsi. II. DASAR TEORI 2.1 Definisi Adsopsi Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment) suatu komponen di daerah antar fasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di daerah antar muka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang terserap disebut adsorbat (adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben (adsorbent / substrate). Isoterm Adsopsi adalah pengukuran menentukan hubungan jumlah gas teradsorpsi (pada adsorben) dan tekanan gas yang dilakukan pada suhu tetap, dan hasil pengukuran digambarkan dalam grafik. Adsorpsi dapat terjadi karena interaksi gaya elektrostatik atau van der Waals antar molekul (physisorption/fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi kimiawi antar molekul. Adsorpsi merupakan peristiwa kesetimbangan kimia. Oleh karenanya, berkurangnya kadar zat yang teradsorpsi (adsorbat) oleh material pengadsorpsi (adsorben) terjadi secara kesetimbangan, sehingga secara teoritis, tidak dapat terjadi penyerapan sempurna adsorbat

Upload: susita-pratiwi

Post on 29-Oct-2015

1.329 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA ISOTERM ADSORBSI

TRANSCRIPT

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

ISOTERM ADSORPSI

I. TUJUAN

1. Menentukan isoterm adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam

asetat pada arang.

2. Mempelajari secara kualitatif sifat-sifat dari suatu bahan adsorpsi.

II. DASAR TEORI

2.1 Definisi Adsopsi

Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan / pengayaan (enrichment) suatu komponen

di daerah antar fasa. Pada peristiwa adsorpsi, komponen akan berada di daerah antar

muka, tetapi tidak masuk ke dalam fasa ruah. Komponen yang terserap disebut adsorbat

(adsorbate), sedangkan daerah tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben

(adsorbent / substrate). Isoterm Adsopsi adalah pengukuran menentukan hubungan

jumlah gas teradsorpsi (pada adsorben) dan tekanan gas yang dilakukan pada suhu

tetap, dan hasil pengukuran digambarkan dalam grafik.

Adsorpsi dapat terjadi karena interaksi gaya elektrostatik atau van der Waals antar

molekul (physisorption/fisisorpsi) maupun oleh adanya interaksi kimiawi antar

molekul. Adsorpsi merupakan peristiwa kesetimbangan kimia. Oleh karenanya,

berkurangnya kadar zat yang teradsorpsi (adsorbat) oleh material pengadsorpsi

(adsorben) terjadi secara kesetimbangan, sehingga secara teoritis, tidak dapat terjadi

penyerapan sempurna adsorbat oleh adsorben. Besarnya konsentrasi adsorbat oleh

proses adsorpsi tergantung pada mekanisme adsorpsi, konsentrasi awal adsorbat,

temperatur, dosis adsorben, dll sehingga membandingkan kemampuan suatu adsorben

dari besarnya reduksi setelah adsorpsi bisa menjadi bias. Karenanya, untuk menguji

kuat-lemahnya adsorpsi, yang dibutuhkan adalah besaran energi adsorpsi (E ads) yang

dapat diperoleh dari evaluasi nilai konstanta adsorpsi-desorpsi ( K) sebagai fungsi

temperatur. Berdasarkan sifatnya, adsorpsi dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu :

a. Chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat

terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis

dan tidak dapat berbalik (irreversible). Adsorpsi kimia terjadi karena adanya rekasi

kimia antara zat padat dengan adsorbat larut dan reaksi ini tidak berlangsung

bolak-balik. Interaksi suatu senyawa organik dan permukaan adsorben dapt terjadi

melauli tarikan elektrostatik atau pembentukan ikatan kimia yang spesifik misalnya

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

ikatan kovalen. Sifat-sifat molekul organik seperti struktur, gugus fungsional dan

sifat hidrofobik berpengaruh pada sifat-sifat adsorpsi. 

b. Adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya

van der Waals dan biasanya adsorpsi ini berlangsung secara bolak-balik. Ketika

gaya tarik-menarik molekul antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari

gaya tarik-menarik zat terlarut dengan pelarut, maka zat terlarut akan cenderugn

teradsorpsi pada permukaan adsorben.

c. Ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.

Tabel 5.1. Perbedaan adsorpsi fisik dan kimia

Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh gaya van der Waals

Molekul terikat pada adsorben oleh ikatan kimia

Mempunyai entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol

Mempunyai entalpi reaksi – 40 sampai – 800 kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayerAdsorpsi hanya terjadi pada suhu di bawah titik didih adsorbat

Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan fungsi adsorbat

Jumlah adsorpsi pada permukaan merupakan karakteristik adsorben dan adsorbat

Tidak melibatkan energi aktifasi tertentu

Melibatkan energi aktifasi tertentu

Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan adsopsi

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi suatu adsorben

yaitu:

1. Luas permukaan adsorben

Semakin luas permukaan adsorben, semakin banyak asorbat yang diserap, sehingga

proses adsorpsi dapat semakin efektif. Semaki kecil ukuran diameter partikel maka

semakin luas permukaan adsorben. 

2. Ukuran partikel

Makin kecil ukuran partikel yang digunakan maka semakin besar kecepatan

adsorpsinya. Ukuran diameter dalam bentuk butir adalah lebih dari 0.1 mm,

sedangkan ukuran diameter dalam bentuk serbuk adalah 200 mesh. 

3. Waktu kontak

Semakin lama waktu kontak dapat memungkinkan proses difusi dan penempelan

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

lapisan adsorbat monolayer

adsorben

molekul adsorbat berlangsung lebih baik. KOnsentrasi zat-zat organic akan turun

apabila kontaknya cukup dan waktu kontak biasanya sekitar 10-15 menit.

4. Distribusi ukuran pori

Distribusi pori akan mempengaruhi distribusi ukuran molekul adsorbat yang masuk

kedalam partikel adsorben. Kebanyakan zat pengasorpsi atau adsorben merupakan

bahan yang sangat berpori dan adsorpsi berlangsung terutama pada dinding-

dinding pori atau letak-letak tertentu didalam partikel tersebut. 

2.1 Penentuan Adsopsi Isoterm

Perubahan konsentrasi adsorbat oleh proses adsorpsi sesuai dengan mekanisme

adsorpsinya dapat dipelajari melalui penentuan isoterm adsorpsi yang sesuai. Isoterm

Langmuir dan Isoterm BET adalah dua diantara isoterm-isoterm adsorpsi yang

dipelajari:

a. Isoterm Adsorpsi Langmuir

Pada tahun 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi dengan

menggunakan model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada

permukaannya. Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu

1.Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap

2.Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer

3.Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan untuk

molekul gas sama

4.Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat

5.Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak pada

permukaan

Gambar 5.6. Pendekatan isoterm adsorpsi Langmuir

Pada kesetimbangan, laju adsorpsi dan desorpsi gas adalah sama. Bila θ menyatakan

fraksi yang ditempati oleh adsorbat dan P menyatakan tekanan gas yang teradsorpsi,

maka

k 1θ=k 2P (1−θ ) ..................................... (5.47)

dengan k1 dan k2 masing – masing merupakan tetapan laju adsorpsi dan desorpsi. Jika

didefinisikan a = k1 / k2, maka

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

lapisan adsorbat multilayer

adsorben

θ= P(a+P ) ............................................ (5.48)

Pada adsorpsi monolayer, jumlah gas yang teradsorpsi pada tekanan P (y) dan

jumlah gas yang diperlukan untuk membentuk lapisan monolayer dihubungkan

dengan θ melalui persamaan

θ= yym ................................................... (5.49)

y=ym P

a+ P ............................................... (5.50)

Teori isoterm adsorpsi Langmuir berlaku untuk adsorpsi kimia, dimana reaksi

yang terjadi adalah spesifik dan umumnya membentuk lapisan monolayer.

b. Isoterm Adsorpsi BET

Teori isoterm adsorpsi BET merupakan hasil kerja dari S. Brunauer, P.H.

Emmet, dan E. Teller. Teori ini menganggap bahwa adsorpsi juga dapat terjadi di

atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET dapat

diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Keseluruhan proses adsorpsi dapat

digambarkan sebagai

a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan

monolayer

b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer

Gambar 5.7. Pendekatan isoterm adsorpsi BET

Pada pendekatan ini, perbandingan kekuatan ikatan pada permukaan adsorben

dan pada lapisan adsorbat monolayer didefinisikan sebagai konstanta c. Lapisan

adsorbat akan terbentuk sampai tekanan uapnya mendekati tekanan uap dari gas

yang teradsorpsi. Pada tahap ini, permukaan dapat dikatakan ”basah (wet)”. Bila V

menyatakan volume gas teradsorpsi, Vm menyatakan volume gas yang diperlukan

untuk membentuk lapisan monolayer, dan x adalah P/P*, maka isoterm adsorpsi BET

dapat dinyatakan sebagai

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

VV m

= cx(1−x )(1−x+cx ) ...................................... (5.51)

Kesetimbangan antara fasa gas dan senyawa yang teradsorpsi dapat

dibandingkan dengan kesetimbangan antara fasa gas dan cairan dari suatu senyawa.

Dengan menggunakan analogi persamaan Clausius – Clapeyron, maka

d ( ln P )dT

=−ΔH ads

RT 2 ............................................. (5.52)

dimana ΔHads adalah entalpi adsorpsi. Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa

tekanan kesetimbangan dari gas teradsorpsi bergantung pada permukaan dan entalpi

adsorpsi.

c. Isoterm Adsorpsi Freundlich

Adsorpsi zat terlarut (dari suatu larutan) pada padatan adsorben merupakan hal

yang penting. Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna

larutan (decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal?) dan proses

pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi.

Pendekatan isoterm adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H.

Freundlich. Menurut Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben

dan c adalah konsentrasi zat terlarut dalam larutan, maka

y = k c1/n ................................................. (5.53)

log y= log k+ 1n

log c ........................................ (5.54)

dimana k dan n adalah konstanta empiris. Jika persamaan (5.53) diaplikasikan untuk

gas, maka y adalah jumlah gas yang teradsorpsi dan c digantikan dengan tekanan

gas. Plot log y terhadap log c atau log P menghasilkan kurva linier. Dengan

menggunakan kurva tersebut, maka nilai k dan n dapat ditentukan.

Gambar 5.8. Plot isoterm Freundlich untuk adsorpsi H2 pada tungsten (suhu 400oC)

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

III. ALAT DAN BAHAN

III.1 Alat

Cawan porselin 1 buah

Labu erlenmeyer bertutup 250 ml 12 buah

Labu erlenmeyer 150 ml 6 buah

Pipet 10 ml 2 buah

Pipet 25 ml 4 buah

Buret 50 ml 1 buah

Corong 6 buah

III.2 Bahan

Larutan HCl 0,500 N

Adsorben arang atau jenis karbon lainnya

Larutan standar NaOH 0,1 N

Indikator fenolftalein

Aquadest

IV. CARA KERJA

1. Arang diaktifkan dengan cara memanaskan di atas cawan porselin kemudian ke dalam

enam buah labu erlenmeyer bertutup dimasukkan masing–masing 1 g arang, yang

ditimbang dengan ketelitian 1 mg. Berat arang tidak perlu tepat 1 gram, tetapi harus

teliti.

2. Larutan asam dengan konsentrasi 0,500 N ; 0,250 N ; 0,125 N ; 0,0625 N ; 0,0313 N

dan 0,0156 N sebanyak 100 mL disediakan kemudian masing–masing larutan

dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer yang berisi arang. Labu-labu ini ditutup dan

dibiarkan selama ½ jam. Selama setengah jam, larutan dikocok selama 1 menit secara

teratur tiap 10 menit.

3. Tiap larutan disaring dengan menggunakan kertas saring yang kering.

4. Larutan titrat dititrasi sebagai berikut: dari kedua larutan dengan konsentrasi paling

besar diambil 10 mL, larutan berikutnya diambil 25 mL dan dari ketiga larutan

dengan konsentrasi paling rendah diambil masing-masing 50 mL, kemudian dititrasi

dengan larutan standar NaOH 0,1 N dengan menggunakan indikator fenolftalein.

V. DATA PENGAMATAN

V.1 Pembuatan Larutan Asam Klorida berbagai Konsentrasi

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

Erlenmeyer Konsentrasi Asam Klorida (N)

Volume Asam Klorida (mL)

Volume aquades (mL)

I 0,500 100 0II 0,250 50 50III 0,125 25 75IV 0,0625 12,5 87,5V 0,0313 6,26 93,74VI 0,0156 3,12 96,88

V.2 Data Percobaan

Erlenmeyer massa arang (g)

Konsentrasi HCl (N)

Volume HCl (mL)

Volume NaOH 0,1 N (mL)

I II x

I 1,0 0,500 10 46,20 46,30 46,25II 1,0 0,250 10 23,30 23,10 23,20III 1,0 0,125 25 20,20 20,10 20,15IV 1,0 0,0625 50 25,20 25,30 25,25V 1,0 0,0313 50 10,00 10,10 10,05VI 1,0 0,0156 50 3,00 3,20 3,10

VI. PERHITUNGAN

1. Pembuatan Larutan HCl dari Larutan Induk HCl 0,500 N

a. Larutan HCl 0,500 N Diketahui : M1 = 0,500 N

M2 = 0,500 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

=0 , 500 N . 100mL

0 ,500N = 100 mL

Jadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,500 N adalah 100 mL.

b. Larutan HCl 0,250 N Diketahui : M1 = 0,500 N

M2 = 0,250 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

=0 , 250 N . 100 mL

0 , 500 N = 50 mLJadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,250 N adalah 50 mL.

c. Larutan HCl 0, 125 N Diketahui : M1 = 0,500 N

M2 = 0,125 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

=0 , 125 N . 100mL

0 ,500N = 25 mLJadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,125 N adalah 25 mL.

d. Larutan HCl 0,0625 N Diketahui : M1 = 0,500N

M2 = 0,0625 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

=0 , 0625 N .100 mL

0 ,500 N = 12,5 mLJadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,0625 N adalah 12,5 mL.

e. Larutan HCl 0,0313 N Diketahui : M1 = 0,599 N

M2 = 0,0313 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

=0 , 0313 N .100 mL

0 ,500 N = 6,26 mLJadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,0313 N adalah 6,26 mL.

f. Larutan HCl 0,0156 N Diketahui : M1 = 0,500 N

M2 = 0,0156 NV2 = 100 mL

Ditanya : V1 = . . . . . . . ?

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

Jawab : M1 V1 = M2 . V2

V 1=

M 2 .V 2

M 1

=0 , 0156 N .100 mL

0 ,500 N = 3,12 mLJadi, volume larutan induk HCl 0,500 N yang harus dipipet untuk membuat larutan HCl 0,0156 N adalah 3,12 mL.

2. Menghitung Massa HCl yang Teradsorpsi

a. Erlenmeyer IDiketahui : [HCl] = 0,500 N

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 46,20 mLVol.2. NaOH = 46,30 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 46,20+46,30

2=46,25 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab :

HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek[HCl] awal= 0,500 N = 0,500 grek/L x 1 mol/grek = 0,500 mol/Lmmol HCl awal = 0,500 mmol/mL x 100 mL = 50 mmol

- [NaOH] = 0,1 Mmmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 46,25 mL

= 4,625 mmol HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 4,625 mmol = 4,625 mmol

mmol HCl sisa dalam 100 mL HCl = 4,625 mmol x

100 mL10 mL = 46,25 mmol

[HCl] sisa =

nV

=46 , 25 mmol100 mL = 0,4625 mmol/mL

mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 50 mmol – 46,25 mmol = 3,75 mmol

Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl= 3,75 mmol x 36,50 mg/mmol

= 136,875 mg = 0,1369 gram

xm

=0 ,1369 g1,0 g

=0 , 1369

logxm

= log 0 ,1369=−0 , 8636

Log C = log [HCl] sisa = log 0,4625 = -0,3349

b. Erlenmeyer IIDiketahui : [HCl] = 0,250 N

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 23,30 mLVol.2. NaOH = 23,10 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 23,30+23,10

2=23,20 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab : HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek[HCl] awal= 0,250 N = 0,250 grek/L x 1 mol/grek = 0,250 mol/Lmmol HCl awal = 0,250 mmol/mL x 100 mL = 25 mmol

- [NaOH] = 0,1Mmmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 23,20 mL

= 2,320 mmol HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

- mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 2,320 mmol = 2,320 mmol

- mmol HCl sisa dalam 100mL HCl = 2,320 mmol x

100mL10 mL = 23,20 mmol

- [HCl] sisa =

nV

=23 ,20 mmol100 mL = 0,2320 mmol/mL

- mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 25 mmol – 23,20 mmol = 1,80 mmol

- Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl = 1,80 mmol x 36,5 mg/mmol= 65,7 mg = 0,0657gram

xm

=0 ,0657 g1,0 g

=0 , 0657

logxm

= log 0 , 0657=−1 , 1824

- Log C = log [HCl] sisa = log 0,2320= -0,6345

c. Erlenmeyer IIIDiketahui : [HCl] = 0,125 N

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 20,20 mLVol.2. NaOH = 20,10 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 20,20+20,10

2=20,15 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab :HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

[HCl] awal = 0,125 N = 0,125grek/L x 1 mol/grek = 0,125 mol/Lmmol HCl awal = 0,125 mmol/mL x 100 mL = 12,5 mmol- [NaOH] = 0,1M

mmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 20,15 mL= 2,015 mmol

HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

- mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 2,015 mmol = 2,015 mmol

- mmol HCl sisa dalam 100mL HCl = 2,015 mmol x

100 mL25 mL

= 8,06 mmol

- [HCl] sisa =

nV

=8 , 06 mmol100 mL = 0,0806 mmol/mL

- mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 12,5 mmol – 8,06 mmol = 4,44 mmol

- Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl = 4,44 mmol x 36,5 mg/mmol = 162,06 mg = 0,1621 gram

xm

=0 ,1621 g1,0 g

=0 ,1621

logxm

= log 0 ,1621=−0 , 7902

- Log C = log [HCl] sisa = log 0,0806 = -1,0937

d Erlenmeyer IVDiketahui : [HCl] = 0,0625 N

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 25,20 mLVol.2. NaOH = 25,30 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 25,20+25,30

2=25,25 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab :HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek[HCl] awal = 0,0625 N = 0,0625grek/L x 1 mol/grek = 0,0625 mol/Lmmol HCl awal = 0,0625 mmol/mL x 100 mL = 6,25 mmol- [NaOH] = 0,1M

mmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 25,25 mL = 2,5250 mmol HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

- mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 2,525 mmol = 2,525 mmol

- mmol HCl sisa dalam 100mL HCl = 2,525 mmol x

100mL50 mL = 5,05 mmol

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

- [HCl] sisa =

nV

=5 , 05mmol100 mL = 0,0505 mmol/mL

- mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 6,25mmol – 5,05 mmol = 1,20 mmol

- Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl = 1,20 mmol x 36,5 mg/mmol= 43,80 mg = 0,0438gram

xm

=0 ,0438 g1,0 g

=0 , 0438

logxm

= log 0 , 0438=−1 , 3585

- Log C = log [HCl] sisa= log 0,0505 = -1,2967

e. Erlenmeyer VDiketahui : [HCl] = 0,0313 N

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 10,00 mLVol.2. NaOH = 10,10 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 10,00+10,10

2=10,05 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab :HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek[HCl] awal = 0,0313 N = 0,0313grek/L x 1 mol/grek = 0,0313 mol/Lmmol HCl awal = 0,0313 mmol/mL x 100 mL = 3,13 mmol- [NaOH] = 0,1M

mmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 10,05 mL = 1,005 mmol HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

- mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 1,005 mmol = 1,005 mmol

- mmol HCl sisa dalam 100mL HCl = 1,005 mmol x

100mL50 mL = 2,01 mmol

- [HCl] sisa =

nV

=2 , 01mmol100 mL = 0,0201 mmol/mL

- mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 3,13 mmol – 0,0201 mmol = 3,1099 mmol

- Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl = 3,1099 mmol x 36,5 mg/mmol= 113,511 mg = 0,1135gram

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

xm

=0 ,1135 g1,0 g

=0 , 1135

logxm

= log 0 ,1135=−0 , 9450

- Log C = log [HCl] sisa= log 0,0201 = -1,6968

f. Erlenmeyer VIDiketahui : [HCl] = 0,0156 N

massa arang = 1,0 gVol.1. NaOH = 3,00 mLVol.2. NaOH = 3,20 mL

Rata-rata Vol. NaOH = 3,00+3,20

2=3,10 mL

Ditanya : massa HCl yang teradsorpsi (x) = . . . . . . .?Jawab :HCl Cl- + H+

1 mol HCl = 1 grekHCl = 1 mol/ grek[HCl] awal = 0,0156 N = 0,0156grek/L x 1 mol/grek = 0,0156 mol/Lmmol HCl awal = 0,0156mmol/mL x 100 mL = 1,56 mmol- [NaOH] = 0,1M

mmol NaOH = 0,1 mmol/mL x 3,10 mL = 0,31 mmol HCl (aq) + NaOH(aq) NaCl(aq) + H2O (l)

- mmol HCl =

11 x mmol NaOH =

11 x 0,31 mmol = 0,31 mmol

- mmol HCl sisa dalam 100mL HCl = 0,31 mmol x

100mL50 mL = 0,62 mmol

- [HCl] sisa =

nV

=0 , 62 mmol100 mL = 0,0062 mmol/mL

- mmol HCl yang teradsorpsi = mmol HCl awal – mmol HCl sisa = 1,56 mmol – 0,62 mmol = 0,94 mmol

- Massa HCl yang teradsorpsi (x) = mmol HCl x BM HCl = 0,94 mmol x 36,5 mg/mmol= 34,31 mg = 0,0343 gram

xm

=0 ,0343 g1,0 g

=0 , 0343

logxm

= log 0 , 0343=−1 , 4647

- Log C = log [HCl] sisa= log 0,0062 = - 2,2076

Tabel Perhitungan Regresi Linier:

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

massa arang(g)

[HCl] awal (N)

[HCl] sisa (M)

x (g) x/m Log x/m Log C

1,0 0,500 0,4625 0,1369 0,1369 -0,8636 -0,3349

1,0 0,250 0,2320 0,0657 0,0657 -1,1824 -0,6345

1,0 0,125 0,0806 0,1621 0,1621 -0,7902 -1,0937

1,0 0,0625 0,0505 0,0438 0,0438 -1,3586 -1,2967

1,0 0,0313 0,0201 0,1135 0,1135 -0,9450 -1,6968

1,0 0,0156 0,0062 0,0343 0,0343 -1,4647 -2,2076

Σ = 6,0Σ =

0,9844Σ =

00,8519Σ = 0,5563 Σ = 0,5563

Σ = -6,6045

Σ = -7,2642

3. Penentuan Persamaan Regresi Linear

a. Kurva antara x/m (y) terhadap C (x)

Misalkan : x = C dan y = x/m

Maka,

x (C) y (x/m) x2 y2 x.y

0,4625 0,13690,2139062

5 0,018742 0,0633160,2320 0,0657 0,053824 0,004316 0,015242

0,0806 0,16210,0064963

6 0,026276 0,013065

0,0505 0,04380,0025502

5 0,001918 0,002212

0,0201 0,11350,0004040

1 0,012882 0,002281

0,0062 0,03430,0000384

4 0,001176 0,000213

Σ x= 00,8519

Σ y= 0,5563Σ x2 =

0,27721931

Σ y2 = 0,065312

Σ xy = 0,09633

n = 6

y−=b x

−+a

a= y−−b x

= 0,092717 – (0,110995 x 0,141983)

= 0,092717 - (0,015759)

y−=Σy

n=0 ,5563

6=0 , 092717

x−=Σx

n=0 ,8519

6=0 ,141983

b=nΣ xy−ΣxΣy

nΣx2−( Σx)2=

(6 x 0,09633)−(0 ,8519 x0 .5563)(6 x 0 ,27721931)−(0 ,8519)2

b=0 ,577979−0 ,4739121 ,663316−0 ,725734

=0 ,1040670 ,937582

=0 , 1110

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

= 0,07696

Jadi, Persamaan regresi linearnya: y = bx + a

y = 0,1110 x + 0,0770

b. Kurva antara log x/m (y) terhadap log C (x)

Misalkan : x = log C

y = log x/m

Maka,

x (log C)y (log

x/m)x2 y2 x.y

-0,3349 -0,8636 0,11215801 0,745805 0,28922-0,6345 -1,1824 0,40259025 1,39807 0,750233-1,0937 -0,7902 1,19617969 0,624416 0,864242-1,2967 -1,3586 1,68143089 1,845794 1,761697-1,6968 -0,9450 2,87913024 0,893025 1,603476-2,2076 -1,4647 4,87349776 2,145346 3,233472

Σ = -7,2642

Σ = -6,6045

Σ x2 =

11,14498684

Σ y2 =

7,652456

Σ xy =

8,502339 n = 6

y−=Σy

n=-6,6045

6=−1 ,10075

x−=Σx

n=−7 , 2642

6=−1 ,2107

b=nΣ xy−ΣxΣy

nΣx2−( Σx)2=

(6 x 8 ,502339 )−(−7 ,2642 )(−6 ,6045 )(6 x 11 ,14498684 )−(−7 ,2642)2

b=51 , 01403−47 , 9764166 , 86992−52,7686

=3 , 03762214 ,10132

=0 , 2154

y−=b x

−+a

a= y−−b x

= -1,10075– {(0,2154(–1,2107)}= -1,10075+ 0,2608= -0,8340

Jadi, Persamaan regresi linearnya: y = bx + a

y = 0,2154 x -0,8340

4.Penentuan Nilai k dan na. Kurva antara x/m (y) terhadap C (x)

Persamaan Freundlich

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

xm

=k .Cn

logxm

=log k+n logC

logxm

=n log C+ log k

y = bx + a → y = 0,1110 x + 0,0770

maka:

y = log

xm , b x = n log C dan a = log k

n = b = 0,1110

log k = a = 0,0770 k = anti log 0,0770 = 1,1939b. Kurva antara log x/m (y) terhadap log C (x)Persamaan Freundlichxm

=k .Cn

logxm

=log k+n logC

logxm

=n log C+ log k

y = bx + a → y = 0,2154 x -0,8340maka:

y = log

xm , b x = n log C dan a = log k

n = b = 0,2154

log k = a = -0,8340 k = anti log (-0,8340) = 0,1466

VII. PEMBAHASAN

Praktikum isoterm adsopsi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan isoterm

adsorpsi menurut Freundlich bagi proses adsorpsi asam asetat pada arang, namun

dalam praktikum kali ini isoterm adsopsi yang ditentukan pada proses adsopsi HCl

pada arang. Pada percobaan ini, dilakukan proses isoterm adsorpsi untuk mencari

hubungan antara banyaknya zat teradsorpsi pada adsorben sebagai fungsi dari

konsentrasi yang didasarkan pada persamaan Freundlich. Proses adsorpsi itu sendiri

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

merupakan peristiwa penyerapan suatu komponen di daerah antar fasa atau gejala

pengumpulan molekul-molekul suatu zat pada permukaan zat lain, sebagai akibat dari

pada ketidakjenuhan gaya-gaya pada permukaan tersebut. Pada peristiwa adsorpsi,

terdapat dua komponen yang berperan yaitu komponen yang teradsorpsi yang disebut

adsorbat dan komponen tempat terjadinya penyerapan disebut adsorben. Adapun

dalam proses adorspsi ini digunakan ini digunakan HCl sebagai sebagai zat terlarut

yang diadsorpsi (adsorbat), dimana zat padat yang berfungsi sebagai adsorben

(mengadsorpsi HCl) adalah karbon aktif yaitu arang.

Prosedur yang dilakukan dalam praktikum isotherm adsopsi ini adalah

penambahan karbon aktif pada HCl yang disertai dengan pengadukan secara teratur

dan akhirnya titrasi asam-basa untuk menentukan konsentrasi akhir kedua asam

tersebut serta untuk menentukan banyaknya zat yang teradsorpsi. Percobaan ini

dimulai dengan memanaskan karbon aktif yaitu arang dengan menggunakan suhu

yang tinggi. Hal ini dilakukan karena percobaan isoterm adsopsi ini mengadsopsi

larutan organik (HCl) sehingga pengaktifan dilakukan pada suhu tinggi dan tidak

sampai membara. Perlakuan ini dimaksudkan agar arang tidak menjadi abu. Selain

bertujuan untuk aktivasi karbon aktif, pemanasan juga dilakukan untuk

menghilangkan pengotor yang terdapat pada arang. Diharapkan, pengotor yang

bersifat volatil dapat menguap saat dilangsungkannya pemanasan sehingga arang

menjadi lebih murni dan efisiensi adsorpsi pada percobaan ini meningkat sehingga

data yang didapatkan diharapkan dapat menjadi seakurat mungkin. Arang yang atom-

atomnya merupakan atom karbon dapat berfungsi sebagai adsorben apabila atom-

atom tersebut dapat diubah dari bentuk amorf menjadi bentuk polikristal. Proses

aktivasi ini harus dilakukan dengan pemanasan pada suhu tinggi. Dengan pemanasan

tersebut, maka atom-atom karbon akan membentuk poli kristal. Pada karbon aktif,

terdapat banyak pori yang berukuran mikro hingga nano meter. Pori-pori ini dapat

menangkap partikel-partikel sangat halus (molekul) terutama logam berat dan

menjebaknya disana.

Penyerapan menggunakan karbon aktif adalah efektif untuk menghilangkan

logam berat. Ion logam berat ditarik oleh karbon aktif dan melekat pada

permukaannya dengan kombinasi dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon

aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas yang berubah-ubah

bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil. Sedemikian

banyaknya pori sehingga dalam satu gram karbon aktif apabila semua dinding pori

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

nya direntangkan memiliki luas permukaan hingga ratusan sampai ribuan meter

persegi (perkiraan luasnya mencapai 500 m2 atau seluas 2 lapangan tenis). Karbon

aktif merupakan adsorben yang sangat baik, karena memiliki luas permukaan yang

sangat besar sehingga mampu mengadsorpsi lebih baik daripada zat lain. Dengan

alasan yang sama pula pada percobaan ini menggunakan serbuk arang, bukan arang

dalam bentuk padatan. Secara fisik, karbon aktif mengikat material dengan gaya Van

der Waals. Beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi ini adalah :

1. Karakteristik komponen sistem isotherm adsorpsi (adsorbat dan adsorben)

Komponen adsorben dan adsorbat yang baik dapat menentukan kualitas dari

sistem adsorpsi. Adsorben dengan luas pori atau porositas yang lebih besar dan

adsorbat yang memiliki ukuran partikel yang lebih kecil dapat meningkatkan

kualitas dari proses adsorpsi. Selain itu, interaksi antara adsorben dengan adsorbat

juga dapat mempengaruhi kualitas adsorpsi. Adsorben dan adsorbat yang sama-

sama memiliki sifat polar akan memiliki ikatan yang lebih kuat dibandingkan

dengan yang berbeda sifat kepolarannya sehingga zat yang teradsorpsi akan

semakin banyak. Selain itu, hal yang dapat mempengaruhi interaksi antara partikel

adsorbat dengan adsorben adalah polarizing power cation, yaitu kemampuan suatu

kation untuk mempolarisasi suatu anion di dalam ikatan kimia. Sifat polarizing

power cation ini dimiliki dengan baik oleh ion logam dengan ukuran kecil dan

muatan besar.

2. Temperatur

Temperatur juga dapat mempengaruhi proses adsorpsi. Semakin tinggi temperatur,

maka laju adsorpsi akan semakin cepat dikarenakan kenaikan energi kinetik yang

menyebabkan gerakan tumbukan partikel menjadi semakin banyak sehingga

proses adsorpsi berlangsung lebih cepat.

3. Konsentrasi adsorbat

Semakin banyak adsorbat yang disediakan, maka semakin banyak zat yang

mampu teradsorpsi oleh adsorben. Karena itu kemurnian zat berpengaruh dalam

proses adsorpsi ini.

Setelah diperoleh arang aktif, maka arang aktif ditimbang sebanyak 6 kali

masing-masing 1,00 gram dan dimasukkan ke dalam enam labu erlenmeyer bertutup.

Larutan HCl yang dipergunakan ini dibuat dengan mengencerkan larutan HCl induk

0,5 N, sehingga diperoleh konsentrasi HCl secara berturut-turut yaitu 0,5N; 0,25 N;

0,125 N ; 0,0625 N ; 0,0313 N dan 0,0156 N. Kemudian masing-masing larutan

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

dimasukkan ke dalam erlenmeyer bertutup dan didiamkan selama 30 menit dengan

perlakuan pengocokan setiap 10 menit dengan rentang 1 menit dan temperatur tetap

dijaga konstan. Proses pengocokan ini juga dimaksudkan agar campuran tersebut

dapat tercampur secara homogen dan juga agar proses adsorpsi dapat berlangsung

lebih cepat karena jumlah tumbukan yang terjadi juga meningkat seta menjaga

kestabilan adsorben dalam mengadsorpsi adsorbat pada saat terjadinya reaksi. Tujuan

dilakukan pendiaman adalah agar gaya Van der Waals di mana terjadi adsorpsi antara

partikel adsorbat dengan permukaan adsorben dapat berlangsung secara optimal.

Adsorpsi ini tidak dapat terjadi secara optimal pada pengocokan karena partikel-

partikel campuran terus bergerak secara aktif dan sulit bagi partikel adsorbat untuk

masuk ke dalam pori kosong dari permukaan adsorben sehingga agar proses adsorpsi

dapat berlangsung dengan baik, harus disediakan jeda waktu untuk dilakukan

pendiaman.

Setelah 30 menit, larutan disaring dengan kertas saring. Proses selanjutnya yaitu

mentitrasi HCl hasil adsorpsi dengan larutan NaOH  0, 1 N, dimana larutan HCl

bertindak sebagai titrat sedangkan larutan NaOH bertindak sebagai titran. Keenam

larutan yang telah disaring tersebut kemudian dititrasi dengan volume larutan yang

berbeda yaitu 2 larutan dengan konsentrasi terbesar dipipet sebanyak 10 mL, larutan

ketiga diambil sebanyak 25 mL dan 3 larutan dengan konsentrasi terkecil dititrasi

sebanyak 50 mL. Sebelum dititrasi, larutan ditambahkan dengan indikator PP.

Penambahan PP bertujuan untuk memberikan perubahan warna pada saat titik akhir

titrasi tercapai. Titik akhir titrasi ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari

bening menjadi merah muda. Indikator penolftalein ini merupakan jenis asam diprotik

dan tidak berwarna. Saat direaksikan, fenolftalein terurai dahulu menjadi bentuk tidak

berwarnanya dan kemudian, dengan menghilangnya proton kedua dari indikator ini

menjadi ion terkonjugat maka akan dihasilkan warna merah muda. Pada tahap titrasi

asam basa ini dilakukan dua kali pengulangan.

Dari proses titrasi diperoleh volume larutan NaOH 0,1 N yang diperlukan untuk

menetralkan asam dalam larutan yaitu asam asetat. Adapun volume NaOH yang

diperlukan untuk konsentrasi asam asetat 0,5 N ; 0,25 N ; 0,125 N ; 0,0625 N ; 0,0313

N dan 0,0156 N berturut -turut adalah 46,20 mL dan 46,30 mL ; 23,30 mL dan 23,10

mL ; 20,20 mL dan 20,10 mL ; 25,20 mL dan 25,30 mL ; 10,00 mL dan 10,10 mL ;

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

3,00 mL dan 3,20 mL. Dari volume NaOH ini, dapat dilakukan perhitungan untuk

mencari massa asam asetat yang teradsorpsi (x) dan konsentrasi HCl sisa (C).

Pada percobaan ini akan ditentukan harga tetapan-tetapan adsorbsi isoterm

Freundlich bagi proses adsorpsi HCl terhadap arang. Variabel yang terukur pada

percobaan adalah volume larutan NaOH 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi HCl.

Setelah konsentrasi awal dan akhir diketahui, konsentrasi HCl yang teradsorbsi dapat

diketahui dengan cara pengurangan konsentrasi awal dengan konsentrasi akhir.

Selanjutnya dapat dicari berat HCl yang teradsorbsi.

Dari data pengamatan dan hasil perhitungan, konsentrasi HCl sebelum adsorpsi

lebih tinggi daripada setelah adsorpsi. Hal ini karena asam asetat telah diadsorpsi oleh

arang aktif. HCl yang merupakan asam kuat sehingga dengan mudah melepaskan ion-

ionnya di dalam air, sehingga mudah untuk diadsopsi. Cl merupakan spesi yang

sangat elektronegatif atau memiliki kecenderungan untuk menarik elektron dengan

kuat ke pihaknya sehingga ikatan Van der Waals yang terjadi pada HCl seharusnya

lebih kuat. Kemudian dilakukann perhitungan untuk mencari persamaan regresi linear

yang digunakan untuk membuat kurva. Kurva yang dibuat ada 2 yaitu kurva

hubungan x/m (sebagai ordinat) dengan C (sebagai absis) dan kurva hubungan log

x/m (sebagai ordinat) dengan log C (sebagai absis). Dari perhitungan diperoleh

persamaan regresi linear untuk kurva x/m terhadap C adalah y = 0,1110 x +

0,0770 sedangkan persamaan regresi linear untuk kurva log x/m terhadap log C adalah

y = 0,2154 x -0,8340. Grafik hubungan antara x/m dengan c maupun hubungan

antara log x/m dengan log C dari percobaan dapat dilihat pada gambar grafik berikut

ini,

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.50

0.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

f(x) = 0.11099500870457 x + 0.0769572253474295R² = 0.140180205582713

Kurva x/m (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)

konsentrasi (C)

x/m

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0

-1.6-1.4-1.2

-1-0.8-0.6-0.4-0.2

0

f(x) = 0.215414042745532 x − 0.839948218447985R² = 0.285079213059972

Kurva log x/m (sebagai ordinat) terhadap log C (sebagai absis)

log C

log

x/m

Grafik diatas menunjukkan hubungan antara mol (x/m) HCl teradsopsi dengan

konsentrasi (C), dimana dari kurva tersebut dapat terlihat bahwa semakin tinggi

konsentrasi maka HCl yang diadsopsi oleh arang aktif semakin banyak. Demikian

halnya dengan grafik perbandingan antara log x/m terhadap konsentrasi juga terjadi

peningkatan. Grafik merupakan Grafik Isotherm Adsorpsi Freundlinch. Dari

persamaan grafik tersebut jika dianalogikan dengan persamaan freundlinch maka akan

didapat nilai k dan n. Persamaan isoterm adsorpsi Freundlich dapat dituliskan Log

(x/m) = log k + 1/n log c sedangkan persamaan grafik Isotherm Adsorpsi Freundlinch

(perbandingan antara konsentrasi (C) dengan mol HCl teradsopsi (x/m) adalah y =

0,1110 x + 0,0770, sehingga didapat nilai Log k = 0,0770 dan n = b. Maka nilai k

adalah 1,1939 dan nilai n adalah 0,1110. Selain persamaan regresi linear, dalam

perhitungan juga ditentukan nilai tetapan k dan n. Untuk tetapan n memiliki nilai yang

sama dengan nilai slope (b) dari persamaan regresi linear log x/m terhadap log C yaitu

0,2154. Sedangkan nilai tetapan k diperoleh sebesar 0,1466.

VIII. KESIMPULAN

1. Proses adorspsi ini digunakan ini digunakan HCl sebagai sebagai zat terlarut yang

diadsorpsi (adsorbat), dimana zat padat yang berfungsi sebagai adsorben

(mengadsorpsi HCl) adalah karbon aktif yaitu arang.

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

2. Pemanasan arang aktif bertujuan untuk aktivasi karbon aktif, pemanasan juga

dilakukan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat pada arang sehingga arang

menjadi lebih murni dan meningkatkan efisiensi adsorpsi.

3. Faktor yang mempengaruhi adsorpsi ini adalahKarakteristik komponen sistem

isotherm adsorpsi (adsorbat dan adsorben), temperatur dan konsentrasi adsorbat.

4. Proses pengocokan ini juga dimaksudkan agar campuran tersebut dapat tercampur

secara homogen dan juga agar proses adsorpsi dapat berlangsung lebih cepat karena

jumlah tumbukan yang terjadi juga meningkat

5. Tujuan dilakukan pendiaman adalah agar gaya Van der Waals di mana terjadi

adsorpsi antara partikel adsorbat dengan permukaan adsorben dapat berlangsung

secara optimal.

6. Volume larutan NaOH yang dipergunakan dalam titrasi yaitu:

Untuk HCl 0,500 N = 46,20 mL dan 46,30 mL

Untuk HCl 0,250 N = 23,30 mL dan 23,10 mL

Untuk HCl 0,125 N = 20,20 mL dan 20,10 mL

Untuk HCl 0,0625 N = 25,20 mL dan 25,30 mL

Untuk HCl 0,0313 N = 10,00 mL dan 10,10 mL

Untuk HCl 0,0156 N = 3,00 mL dan 3,20 mL

7. Persamaan regresi linear untuk kurva x/m terhadap C adalah y = 0,1110 x +

0,0770, dengan tetapan n diperoleh sebesar 0,1110 dan tetapan k diperoleh sebesar

1,1939. Sedangkan persamaan regresi linear untuk kurva log x/m terhadap log C y =

0,2154 x -0,8340. Nilai tetapan n diperoleh sebesar 0,2154 sedangkan nilai tetapan k

diperoleh sebesar 0,1466.

8. Semakin tinggi konsentrasi adsorbat (HCl), maka jumlah adsorbat yang teradsorbsi

juga semakin banyak.

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Adsopsi pada larutan (http://digilib.batan.go.id/sipulitbang/fulltext/2626.pdf,

diakses 20 Oktober 2012)

Atkin, P, W, 1990, Kimia Fisika, Jilid 2, Edisi ke-4, Erlangga, Jakarta.

Bird, Tony, 1993, Kimia Fisika untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.

Dogra, S dan S.K Dogra, 1990, Kimia Fisik dan Soal-Soal, Universitas Indonesia Press,

Jakarta.

Steinbach,King, “Experiments in Physical Chemistry, hal. 213-216.

Sukardjo, 1989, Kimia Fisika, Bina Aksara, Yogyakarta.

Tim Laboratorium Kimia Fisika, 2012, Penuntun Praktikum Kimia Fisika III, Jurusan Kimia F.MIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA II

ISOTERM ADSORPSI

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

Oleh :

Nama : Ni Made Susita Pratiwi

Nim : 1008105005

Kelompok : II

Tanggal Praktikum : 17 Oktober 2012

LABORATORIUM KIMIA FISIK

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2012

LAMPIRAN

A. Jawaban Pertanyaan

1. Proses adsorpsi pada percobaan ini merupakan jenis adsorpsi kimia (khemisorpsi),

karena pada proses adsorpsi ini terjadi pembentukan lapisan monomolekuler adsorbat

pada permukaan melalui gaya-gaya valensi sisa dari molekul-molekul permukaan.

2. Perbedaan antara adsorpsi fisik dngan adsorbsi kimia adalah:

Adsorpsi Fisik Adsorpsi Kimia

Molekul terikat pada adsorben oleh

gaya van der Waals

Molekul terikat pada adsorben oleh

ikatan kimia

Entalpi reaksi – 4 sampai – 40 kJ/mol Entalpi reaksi –40 sampai –800 kJ/mol

Dapat membentuk lapisan multilayer Membentuk lapisan monolayer

Adsorpsi hanya terjadi pada suhu di

bawah titik didih adsorbat

Adsorpsi dapat terjadi pada suhu tinggi

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan fungsi adsorbat

Jumlah adsorpsi pada permukaan

merupakan karakteristik adsorben dan

adsorbat

Tidak melibatkan energi aktifasi Melibatkan energi aktifasi tertentu

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

tertentu

Bersifat tidak spesifik Bersifat sangat spesifik

Contoh adsorpsi fisik adalah adsorpsi gas pada charcoal

Contoh adsorpsi kimia adalah adsorpsi O2 pada Ag, Pt dan adsorpsi asam asetat serta

amonia oleh arang aktif.

3. Jika arang diaktifkan dengan cara pemanasan, maka sifat adsorpsinya adalah adsorpsi

fisik. Hal ini bertujuan untuk membuka pori-pori arang sehinga dapat mengadsorpsi

lebih mudah dan juga dapat digunakan untuk menghilangkan kontaminan arang dan

uap air yang terikat pada arang.

4. Isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat secara

empirik dan hanya berlaku untuk gas yang bertekanan rendah.

5. Isoterm adsorpsi Freundlich untuk adsorpsi gas pada permukaan zat padat kurang

memuaskan dibandingkan dengan isoterm adsorpsi Langmuir. Hal ini disebabkan

karena pada isoterm adsorpsi Freundlich nilai batas Vm (volume gas) tidak akan

dicapai walaupun tekanan gas terus dinaikkan.

Bentuk isoterm adsorpsi ini adalah isoterm BET (Brunaeur, Emmett, dan Teller)

Isoterm BET ini mengembangkan isoterm Langmuir dimana dalam isoterm BET

diasumsikan bahwa molekul-molekul adsorbat dapat membentuk lebih dari satu

lapisan adsorbat di permukaannya. Selain itu teori ini menganggap bahwa adsorpsi

juga dapat terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Sehingga, isoterm adsorpsi BET

dapat diaplikasikan untuk adsorpsi multilayer. Adapun proses pada adsorpsi BET

yang terjadi adalah:

a. Penempelan molekul pada permukaan padatan (adsorben) membentuk lapisan

monolayer.

b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan multilayer.

Dimana persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:

PV ( P0−P)

= 1VmC

+(C−1 )

VmC.

PP0

Dimana:

P0 = Tekanan uap jenuh

Vm = Kapasitas volume monolayer

C = Konstanta

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM ISOTERM ADSORBSI

B. GRAFIK

Kurva x/m (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45 0.50

0.020.040.060.08

0.10.120.140.160.18

f(x) = 0.11099500870457 x + 0.0769572253474295R² = 0.140180205582713

Kurva x/m (sebagai ordinat) terhadap C (sebagai absis)

konsentrasi (C)

x/m

Kurva log x/m (sebagai ordinat) terhadap log C (sebagai absis)

-2.5 -2 -1.5 -1 -0.5 0

-1.6-1.4-1.2

-1-0.8-0.6-0.4-0.2

0

f(x) = 0.215414042745532 x − 0.839948218447985R² = 0.285079213059971

Kurva log x/m (sebagai ordinat) terhadap log C (sebagai absis)

Series2Linear (Series2)

log C

log

x/m